• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perbandingan Periode Getar Alami Fundamental Bangunan Menggunakan Persamaan Empiris Dan Metode Analitis Terhadap Berbagai Variasi Bangunan Jenis Rangka Beton Pemikul Momen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Perbandingan Periode Getar Alami Fundamental Bangunan Menggunakan Persamaan Empiris Dan Metode Analitis Terhadap Berbagai Variasi Bangunan Jenis Rangka Beton Pemikul Momen"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERBANDINGAN PERIODE GETAR ALAMI

FUNDAMENTAL BANGUNAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN

EMPIRIS DAN METODE ANALITIS TERHADAP BERBAGAI

VARIASI BANGUNAN JENIS RANGKA BETON PEMIKUL

MOMEN

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

Pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

DESER CHRISTIAN WIJAYA 090404142

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN PERBANDINGAN PERIODE GETAR ALAMI FUNDAMENTAL BANGUNAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN EMPIRIS DAN METODE ANALITIS TERHADAP

BERBAGAI VARIASI BANGUNAN JENIS RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat

dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

DESER CHRISTIAN WIJAYA 09 0404 142

Pembimbing

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT NIP: 19590707 198710 1 001

Penguji I Penguji II

Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan Ir.Besman Surbakti,MT NIP: 19561224 198103 1 002 NIP: 19541012 198003 1 004

Mengesahkan:

Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 1 002 BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Kajian perbandingan periode getar alami fundamental

bangunan menggunakan persamaan empiris dan metode analitis terhadap berbagai variasi bangunan jenis rangka beton pemikul momen”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

(4)

2. Bapak Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun dan selaku Ketua Departemen teknik sipil USU.

3. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

5. Kedua orang tua penulis yang turut mendukung segala kegiatan akademis penulis. 6. Teman-teman yang telah memberikan semangat kepada penulis, senior stambuk

06, 07, 08, dan khususnya senior stambuk 04 Erwin, dan adik-adik stambuk 10 yang memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.

7. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.

Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusaha untuk mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun tentulah sangat penulis harapkan di kemudian hari.

Medan, April 2013

(5)

ABSTRAK

Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan periode getar fundamental bangunan yang didapatkan dari persamaan empiris terhadap periode getar bangunan hasil analitis menggunakan program terhadap berbagai variasi parameter bangunan jenis rangka beton pemikul momen.

Persamaan empiris untuk menghitung periode getar bangunan merupakan pendekatan sederhana yang terdapat dalam sejumlah peraturan. Sementara, periode hasil analisis bisa saja berbeda dengan periode dari persamaan empiris sebab terdapat berbagai variabel yang tidak terdapat di dalam variabel persamaan empiris.

Pembahasan dalam tugas akhir ini, memberikan penjabaran hasil-hasil analisis terhadap berbagai variasi portal bangunan. Periode hasil analisis dari program kemudian dibandingkan dengan periode yang didapatkan dari persamaan empiris. Hasil tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel beserta deviasi periodenya.

(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ...

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Notasi ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Maksud dan Tujuan ... 10

1.4 Pembatasan Masalah ... 11

1.5 Metodologi Penulisan ... 12

BAB II Tinjauan Pustaka ... 13

2.1 Definisi Beban Dinamik ... 13

2.2 Perbedaan Antara Beban Statik dan Beban Dinamik ... 14

2.3 Pengaruh Beban Gempa Terhadap Struktur ... 15

2.4 Derajat Kebebasan (Degree of Freedom, DOF) ... 17

2.5 Prinsip Bangunan Geser (Shear Building) ... 19

(7)

2.7 Dinamik Karakteristik Struktur Bangunan... 25

2.8 Persamaan Diferensial Gerakan Struktur MDOF ... 31

2.9 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF ... 34

BAB III APLIKASI ... 42

3.1 Pemodelan Struktur ... 42

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1 Analisis Struktur ... 66

4.2 Pembahasan Hasil Analisis Struktur ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 94

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Periode dan Frekuensi Portal 1 a ... 67

Tabel 4.2 : Periode dan Frekuensi Portal 1 b ... 68

Tabel 4.3 : Periode dan Frekuensi Portal 1 c ... 69

Tabel 4.4 : Periode dan Frekuensi Portal 2 a ... 70

Tabel 4.5 : Periode dan Frekuensi Portal 2 b ... 70

Tabel 4.6 : Periode dan Frekuensi Portal 2 c ... 71

Tabel 4.7 : Periode dan Frekuensi Portal 3 ... 73

Tabel 4.8 : Periode dan Frekuensi Portal 4 a ... 74

Tabel 4.9 : Periode dan Frekuensi Portal 4 b ... 75

Tabel 4.10 : Periode dan Frekuensi Portal 5 a ... 76

Tabel 4.11 : Periode dan Frekuensi Portal 5 b ... 77

Tabel 4.12 : Periode dan Frekuensi Portal 6 a ... 78

Tabel 4.13 : Periode dan Frekuensi Portal 6 b ... 79

Tabel 4.14 : Periode dan Frekuensi Portal 7 a ... 80

Tabel 4.15 : Periode dan Frekuensi Portal 7 b ... 81

Tabel 4.16 : Periode dan Frekuensi Portal 7 c ... 82

(9)

Tabel 4.18 : Deviasi Periode Portal Parameter 1 ... 84

Tabel 4.19 : Deviasi Periode Portal Parameter 2 ... 85

Tabel 4.20 : Deviasi Periode Portal Parameter 3 ... 86

Tabel 4.21 : Deviasi Periode Portal Parameter 4 ... 87

Tabel 4.22 : Deviasi Periode Portal Parameter 5 ... 88

Tabel 4.23 : Deviasi Periode Portal Parameter 6 ... 89

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1.1 : Portal Kategori 1 ... 6

Gambar.1.2 : Portal Kategori 2 ... 6

Gambar.1.3 : Portal Kategori 3 ... 7

Gambar.1.4 : Portal Kategori 4 ... 7

Gambar.1.5 : Portal Kategori 5 ... 8

Gambar.1.6 : Portal Kategori 6 ... 8

Gambar.1.7 : Portal Kategori 7 ... 9

Gambar.2.1 : Gaya Inersia ... 16

Gambar.2.2 : Pemodelan Struktur SDOF ... 20

Gambar.2.3 : Momen Kolom dan Balok akibat Simpangan y(t) ... 22

Gambar.2.4 : Kekakuan Kolom Jepit-jepit dan Jepit-sendi ... 24

Gambar.2.5 : Pegas Paralel dan Pegas Seri ... 28

Gambar.2.6 : Struktur 3-DOF, Model Matematik dan Free Body Diagram ... 32

Gambar.2.7 : Bangunan 2-DOF dan Model Matematik ... 36

Gambar.2.8 : Normal Modes ... 40

Gambar.3.1 : Portal 1 a ... 43

(11)

Gambar.3.3 : Portal 1 c ... 45

Gambar.3.4 : Portal 2 a ... 46

Gambar.3.5 : Portal 2 b ... 47

Gambar.3.6 : Portal 2 c ... 48

Gambar.3.7 : Portal 3 ... 49

Gambar.3.8 : Portal 4 a ... 51

Gambar.3.9 : Portal 4 b ... 52

Gambar.3.10 : Portal 5 a ... 53

Gambar.3.11 : Portal 5 b ... 54

Gambar.3.12 : Portal 6 a ... 56

Gambar.3.13 : Portal 6 b ... 57

Gambar.3.14 : Portal 7 a ... 58

Gambar.3.15 : Portal 7 b ... 59

Gambar.3.16 : Portal 7 c ... 61

Gambar.3.17 : Portal 7 d ... 63

Gambar.4.1 : Hasil Analisis Portal 1 a ... 66

Gambar.4.2 : Hasil Analisis Portal 1 b ... 67

(12)

Gambar.4.4 : Hasil Analisis Portal 2 a ... 69

Gambar.4.5 : Hasil Analisis Portal 2 b ... 70

Gambar.4.6 : Hasil Analisis Portal 2 c ... 71

Gambar.4.7 : Hasil Analisis Portal 3 ... 72

Gambar.4.8 : Hasil Analisis Portal 4 a ... 73

Gambar.4.9 : Hasil Analisis Portal 4 b ... 74

Gambar.4.10 : Hasil Analisis Portal 5 a ... 75

Gambar.4.11 : Hasil Analisis Portal 5 b ... 76

Gambar.4.12 : Hasil Analisis Portal 6 a ... 77

Gambar.4.13 : Hasil Analisis Portal 6 b ... 78

Gambar.4.14 : Hasil Analisis Portal 7 a ... 79

Gambar.4.15 : Hasil Analisis Portal 7 b ... 80

Gambar.4.16 : Hasil Analisis Portal 7 c ... 81

Gambar.4.17 : Hasil Analisis Portal 7 d ... 82

Gambar.4.18 : Portal Parameter 1 ... 84

Gambar.4.19 : Portal Parameter 2 ... 85

Gambar.4.20 : Portal Parameter 3 ... 86

(13)

Gambar.4.22 : Portal Parameter 5 ... 88

Gambar.4.23 : Portal Parameter 6 ... 89

(14)

DAFTAR NOTASI

FI = Gaya Inersia (N)

FD = Gaya Redaman (N)

FS = Gaya Pegas (N)

m = Massa (kg)

c = Redaman (kg.s/cm)

k = Kekakuan (kg/cm)

ӱ = Percepatan (cm/s2)

ẏ = Kecepatan (cm/s)

y = Perpindahan (cm)

M = Momen (KNcm)

E = Modulus Elastisitas bahan (MPa)

I = Inersia Penampang (cm4)

h = Tinggi tingkatan lantai (cm)

l = Panjang batang/bentang (cm)

A = Amplitudo (cm)

ω = Frekuensi sudut (rad/s)

t = waktu (s)

(15)

Ø = Ordinat

θ = Rotasi (rad)

u = komponen perpindahan elemen dalam arah x (cm)

(16)

ABSTRAK

Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan periode getar fundamental bangunan yang didapatkan dari persamaan empiris terhadap periode getar bangunan hasil analitis menggunakan program terhadap berbagai variasi parameter bangunan jenis rangka beton pemikul momen.

Persamaan empiris untuk menghitung periode getar bangunan merupakan pendekatan sederhana yang terdapat dalam sejumlah peraturan. Sementara, periode hasil analisis bisa saja berbeda dengan periode dari persamaan empiris sebab terdapat berbagai variabel yang tidak terdapat di dalam variabel persamaan empiris.

Pembahasan dalam tugas akhir ini, memberikan penjabaran hasil-hasil analisis terhadap berbagai variasi portal bangunan. Periode hasil analisis dari program kemudian dibandingkan dengan periode yang didapatkan dari persamaan empiris. Hasil tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel beserta deviasi periodenya.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Gerakan tanah akibat gempa bumi umumnya sangat tidak teratur dan hanya terjadi beberapa detik sampai puluhan detik saja, walaupun kadang-kadang dapat terjadi lebih dari satu menit. Namun demikian gempa yang durasinya lebih dari satu menit ini sangat jarang terjadi, karena sifat getarannya yang acak dan tidak seperti beban statik pada umumnya maka efek beban gempa terhadap respon struktur tidaklah dapat diketahui dengan mudah. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha penyederhanaan agar model analisis pengaruh gempa terhadap respon struktur dapat diperhitungkan oleh kebanyakan insinyur. Gempa bumi umumnya direkam di permukaan tanah bebas (free field record) sedangkan fondasi bangunan terpendam di dalam tanah. Hasil penelitian para ahli menyimpulkan bahwa massa bangunan akan berpengaruh terhadap percepatan tanah di bawah bangunan yang bersangkutan (umumnya lebih kecil). Penyederhanaan yang dipakai adalah bahwa rekaman dari free field dianggap sebagai rekaman di bawah fondasi bangunan (foundatian input motion). Terdapat beberapa penyederhanaan untuk memperhitungkan efek gempa terhadap analisis struktur bangunan yaitu menggunakan Beban Ekivalen Statik, Spektrum Respon dan dengan Analisis Riwayat Waktu (Time History Analysis, THA).

(18)

Periode getar struktur T berhubungan dengan frekuensi alami f, dan frekuensi sudut ω (yang dikenal dengan eigenvalue). Jadi, perioda getar fundamental struktur T merupakan variabel yang sangat penting terhadap model analisis Spektrum Respon untuk mendapatkan nilai gaya geser dasar V.

Cara Beban Ekivalen Statik adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, dimana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi Beban Ekivalen Statik. Beban Ekivalen Statik merupakan analisis dengan menggunakan mode pertama dari kemungkinan-kemungkinan mode suatu struktur bila terjadi goyangan. Mode merupakan pola/ragam goyangan struktur. Hal ini dikarenakan pada umumnya mode pertama akan menghasilkan perioda getar T yang signifikan untuk mewakili keseluruhan mode pada bangunan yang teratur. Periode getar T

dari mode pertama ini disebut dengan periode getar alami fundamental.

(19)

tersebut adalah berada di California. Jadi persamaan empiris hasil analisa regresi tersebut boleh digunakan di daerah yang tingkat bahaya gempanya dibawah tingkat bahaya gempa daerah California namun tetap harus memerlukan evaluasi ulang yang teliti.

Khan Mahmud Amanat dan Ekramul Hoque (2006)[2] mengkaji perbedaan periode getar fundamental bangunan menggunakan cara analitis memakai model perhitungan komputasi terhadap dua kategori bangunan beton bertulang, yakni dengan memperhitungkan efek infill (komponen-komponen sekunder) dan tanpa memperhitungkan efek infill. Periode getar fundamental bangunan yang didapat memakai persamaan empiris yang disarankan oleh peraturan-peraturan (code) seperti UBC, NEHRP pada umumnya menunjukkan nilai periode yang lebih panjang dibandingkan periode yang teramati saat terjadi gempa. Untuk alasan inilah, di dalam peraturan ditetapkan suatu persamaan periode getar bangunan yang merupakan batasan maksimum periode getar fundamental. Hal ini pada kenyataannya tidak mendukung hasil perhitungan analitis dengan permodelan komputasi. Ternyata, pada umumnya desain dan analisa permodelan komputasi untuk struktur beton bertulang yang dilakukan secara konvensional mengijinkan struktur bergerak secara lebih fleksibel sehingga periode getar fundamental bangunan menjadi lebih panjang. Hal ini karena pada pemodelan komputasi konvensional tidaklah memperhitungkan efek komponen-komponen sekunder (infill). Pada kenyataannya, pertambahan massa dan kekakuan yang diberikan oleh komponen-komponen sekunder (infill) ini akan memperbesar kekakuan bangunan secara keseluruhan, yang akan berdampak pada nilai periode getar fundamental bangunan yang lebih pendek seperti yang teramati saat terjadi gempa.

(20)

bangunan. Hingga bangunan didisain, periode bangunan tidak dapat ditentukan. Namun justru nilai perioda ini diperlukan untuk melakukan analisa gempa untuk bangunan. Oleh sebab itu, beberapa dokumen peraturan bangunan struktur gempa merekomendasikan rumus empiris yang dapat digunakan untuk memperkirakan perioda bangunan hanya dengan sedikit informasi yang biasanya tersedia di awal perencanaan. Di dalam perancangan bangunan terhadap beban gempa, kebanyakan memakai persamaan empiris untuk perhitungan periode getar alami fundamental sebagai acuan perancangan. Berdasarkan NEHRP 00, 03, dan berdasarkan ASCE 7-02-05, nilai koefisien � dan nilai koefisien � di dalam rumus empiris periode getar fundamental bangunan masing-masing adalah 0.0446 dan 0.9 (untuk portal beton bertulang).

Persamaan empiris untuk memperkirakan waktu getar alami fundamental dari struktur frame dicantumkan di dalam peraturan SNI-1726-2010 adalah sebagai berikut:

�=�∙ ℎ� (1.1)

dimana : � adalah waktu getar alami fundamental,

�� adalah koefisien, 0.0466 untuk portal beton bertulang dan 0.0724 untuk portal

baja,

ℎ� adalah tinggi bangunan dalam meter,

� adalah koefisien, 0.9 untuk portal beton bertulang dan 0.8 untuk portal baja.

Sebagai alternatif, peraturan-peraturan tersebut di atas juga merekomendasikan rumus sederhana lain untuk menghitung waktu getar alami fundamental sebagai berikut:

(21)

Persamaan di atas hanya bisa digunakan untuk menghitung struktur dengan ketinggian tidak lebih dari 12 lantai dan tinggi tiap lantai tidak boleh kurang dari 3 meter.

I.2. Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini, Penulis akan membandingkan beberapa parameter struktur yang dapat mempengaruhi perioda getar alami fundamental struktur bangunan. Model analisis berupa portal 2D akan dianalisis menggunakan metode analisis modal (analisis eigen value) untuk memperoleh periode mode pertama dari sturktur bangunan. Model analisis akan dikategorikan ke dalam tujuh kelompok untuk mempermudah pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu:

1.Kategori 1 : struktur portal dengan jumlah lantai yang bervariasi Parameter : jumlah lantai bangunan

3x4m

6m

6x4m Portal 1.a

6m

6m

8x4m Portal 1.c

Portal 1.b

Gambar 1.1. Portal Kategori 1

(22)

Parameter : jumlah bentangan bangunan

3x4m

4m 3x4m 6x4m

Portal 2.a Portal 2.b Portal 2.c

Gambar 1.2. Portal Kategori 2

3. Kategori 3 : struktur portal bentang tunggal dengan panjang bentang yang berbeda Parameter : panjang bentangan portal

3x4m

4m 8m

Portal 2.a

Portal 3

Gambar 1.3. Portal Kategori 3

(23)

3x4m Portal 4.a

6m 4m

Portal 4.b

6m 3x4m

Portal 2.b

6m

4m 4m

Gambar 1.4. Portal Kategori 4

5. Kategori 5 : struktur portal dengan ketidakteraturan kekakuan kolom antar lantai Parameter : struktur tidak beraturan akibat adanya lantai dengan ketinggian yang berbeda

6m

8x4m

Portal 1.c

6m

5x5m

Portal 5.a

7m

6m Portal 5.b

7m

5x5m

Gambar 1.5. Portal Kategori 5

(24)

6m 6m

m 2m

Portal 1.a Portal 6.a

6m

8x4m

Portal 1.b

6m

m 2m

Portal 6.b

3x4 m

Gambar 1.6. Portal Kategori 6

7. Kategori 7 : stuktur bangunan yang tidak teratur Parameter : ketidakteraturan bangunan

5x4m

5x4m 5x4m

5x4m

5x4m

5x4m

Portal 7.a Portal 7.b

(25)

Gambar 1.7. Portal Kategori 7

(26)

I.3. Maksud dan Tujuan

Dalam tugas akhir ini penulis mempunyai maksud dan tujuan sebagai berikut :

“ Mengkaji pengaruh dari berbagai parameter terhadap waktu getar alami fundamental bangunan jenis rangka beton pemikul momen serta membandingkan waktu getar alami fundamental yang dihitung berdasarkan persamaan empiris yang dianjurkan di dalam SNI-1726-2010 dan dengan hasil analitis dengan menggunakan bantuan program SAP 2000 ”.

I.4. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil dalam penulisan tugas akhir ini, yakni :

a. Struktur bangunan yang dianalisis merupakan portal beton bertulang pemikul momen dua dimensi.

b. Peraturan pembebanan yang digunakan mengacu pada

c. Parameter variasi struktur bangunan yang akan dibandingkan adalah : 1. Jumlah lantai bangunan

2. Jumlah bentangan bangunan 3. Panjang bentang portal

4. Konfigurasi panjang bentang dari portal 5. Ketidakteraturan ketinggian tiap lantai 6. Ketidakteraturan massa

7. Ketidakteraturan bangunan

(27)
(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Beban Dinamik

Menurut Widodo (2001), Beban dinamik merupakan beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.

Menurut Clough dan Penzien (1993), “Dynamic load is any load of which its

magnitude, direction, and/or position varies with time” yang dapat diartikan beban dinamik merupakan beban yang mempunyai magnitud, arah atau tempat yang berubah dengan waktu.

Beban dinamik adalah berupa getaran-getaran yang dihasilkan oleh sumber getaran. Getaran-getaran tersebut dapat berupa getaran yang diakibatkan oleh mesin yang beroperasi, kereta api yang melintas di atas rel, gempa bumi dan lain-lain. Pada pembahasan tugas akhir ini adalah mengenai beban dinamik yang disebabkan oleh gempa bumi.

(29)

2.2. Perbedaan Antara Beban Statik dan Beban Dinamik

Pada ilmu statika keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik, dimana gaya-gaya tersebut tetap intensitasnya, tetap tempatnya, dan tetap arah/garis kerjanya. Gaya-gaya tersebut dikategorikan sebagai beban statik. Menurut Widodo (2001), kondisi tersebut akan berbeda dengan beban dinamik dengan pokok-pokok perbedaan sebagai berikut :

1. Beban dinamik merupakan beban yang berubah-ubah menurut waktu dan merupakan fungsi dari waktu.

2. Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu tertentu. Untuk beban gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang hanya beberapa detik. Walaupun hanya beberapa detik namun dapat merusak stuktur dengan kerugian yang sangat besar.

3. Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan. Tumpukan barang yang terguling kebelakang ketika kendaraan dijalankan dan terguling ke depan ketika direm merupakan salah satu contoh adanya gaya inersia pada pembebanan dinamik.

4. Beban dinamik lebih kompleks dibandingkan dengan beban statik, baik dari bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi kadang-kadang perlu diambil untuk mengatasi ketidakpastian yang mungkin ada pada beban dinamik. 5. Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu, maka

(30)

2.3. Pengaruh Beban Gempa Terhadap Struktur

Peristiwa gempa merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam merencanakan struktur. Struktur yang direncanakan harus mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang dapat diterima. Aspek penting dari pengaruh gerakan tanah akibat gempa bumi adalah tegangan dan deformasi atau banyaknya kerusakan yang akan terjadi. Hal tersebut bergantung kepada kekuatan gempa bumi.

Kekuatan dari gerakan tanah yang ditinjau pada beberapa tempat disebut intensitas gempa. Tiga komponen dari gerakan tanah yang dicatat oleh alat pencatat gempa accelerograph untuk respon struktur adalah amplitudo, frekuensi dan durasi.

Selama terjadinya gempa, terdapat satu atau lebih puncak gerakan. Puncak ini menunjukkan efek maksimum dari gempa. Pengaruh kritis dari gempa terhadap struktur adalah gerakan tanah pada lokasi struktur. Selama terjadinya gempa, struktur akan mengalami gerakan vertikal dan gerakan horisontal. Gaya gempa, baik dalam arah vertikal maupun horisontal akan timbul di node-node pada massa struktur. Dari kedua gaya ini, gaya dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur, sedangkan struktur biasanya dirancang terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang mencukupi.

(31)

(acceleration) permukaan a dan sifat struktur. Apabila bangunan dan pondasinya kaku (stiff), maka menurut rumus Newton; F= M.A.

F m

a

Gambar 2.1. Gaya Inersia

Dalam kenyataannya hal tersebut tidaklah demikian, semua struktur tidaklah benar-benar sebagai massa yang kaku melainkan fleksibel. Suatu bangunan bertingkat banyak (multi storey building) dapat bergetar dengan berbagai bentuk karena gaya gempa yang dapat menyebabkan lantai pada berbagai tingkat mempunyai percepatan dalam arah yang berbeda-beda.

Salah satu hal penting pengaruh gempa pada struktur adalah periode alami getar struktur. Gedung yang sangat kaku pada umumnya mengalami gaya gempa yang lebih kecil apabila gerakan tanah yang mempunyai periode getaran yang panjang dibandingkan dengan gedung yang fleksibel, begitu pula sebaliknya.

(32)

panjang apabila mengalami osilasi (gerak bolak-balik) dalam waktu yang relatif lama, dan sebaliknya.

Untuk itu maka diperlukan analisis dinamik untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dapat dilakukan dengan cara analisis respon spektrum. Cara ini adalah menggantikan gaya geser yang didapat sebagaimana analisis beban statik ekivalen untuk bangunan-bangunan yang tidak memerlukan analisis dinamik.

Modal analisis pada umumnya dapat digunakan dalam analisis respon spektrum untuk menentukan respon elastis pada struktur-struktur dengan banyak derajat kebebasan (MDOF) yang didasarkan kepada kenyataan bahwa respon sesuatu struktur merupakan superposisi dari respon masing-masing ragam getaran. Masing-masing ragam memberikan respon dengan sifat-sifatnya tersendiri, seperti yang ditentukan oleh bentuk lenturan, frekuensi getaran dari redaman yang bersangkutan. Karena itu, respon dari sesuatu struktur yang dimodelkan sebagai pendulum majemuk, dapat dianggap sebagai superposisi dari sejumlah pendulum sederhana (pendulum oscillator) dengan satu derajat kebebasan (SDOF).

Menurut G.G. Penelus at.al. (1977) dan E.F. Cruz at.al. (1986), sistem SDOF untuk menjelaskan respon dari masing-masing ragam spektrum, merupakan pendekatan yang cukup sesuai untuk menentukan respon elastis dari struktur terbatas dari gerakan tanah akibat gempa bumi. Gabungan respon dari semua ragam yang berperan untuk mendapatkan respon struktur secara keseluruhan dapat ditentukan dengan mengambil akar pangkat dua dari jumlah kuadrat spektrum masing-masing ragam ( square root of the sum square ).

2.4. Derajat Kebebasan (Degree of Freedom, DOF)

(33)

apabila terdapat deformasi aksial kolom ataupun adanya puntiran. Menurut Widodo (2001), Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan suatu posisi suatu sistim pada setiap saat. Apabila suatu titik yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horisontal, vertikal dan ke samping, maka sistim tersebut mempunyai 3 derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam 3 arah.

Namun demikian, dari persoalan tersebut dapat dilakukan penyederhanaan dimana dapat dianggap hanya terjadi dalam satu bidang saja (tanpa puntiran). Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian persoalan menjadi sedikit berkurang baik secara kualitas maupun kuantitas. Penyelesaian yang dahulunya sangat banyak menjadi berkurang banyak. Hal ini terjadi karena penyelesaian dinamik merupakan penyelesaian berulang-ulang dalam ratusan bahkan ribuan kali.

(34)

2.5. Prinsip Bangunan Geser (Shear Building)

Pada analisis dinamika struktur pola goyangan pertamalah yang umumnya diadopsi, dimana struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat yang relatif kaku. Untuk sampai pada anggapan hanya terdapat satu derajat kebebasan pada setiap tingkat, maka terdapat beberapa penyederhanaan/anggapan-anggapan. Anggapan-anggapan tersebut adalah :

1. Massa struktur dianggap terkonsentrasi pada setiap lantai tingkat. Massa yang dimaksud adalah massa struktur akibat berat sendiri, beban berguna, beban hidup dan berat kolom pada ½ tingkat dibawah dan diatas tingkat yang bersangkutan. Massa itu semua kemudian dianggap terkonsentrasi pada satu titik (lumped mass) pada elevasi tingkat yang bersangkutan. Hal ini bertujuan agar struktur yang terdiri atas derajat kebebasan tak terhingga berkurang menjadi hanya satu derajat kebebasan.

2. Lantai-lantai tingkat dianggap sangat kaku dibanding dengan kolom-kolomnya karena balok-balok portal disatukan secara monolit oleh plat lantai. Hal ini berarti bahwa beam column joint dianggap tidak berotasi sehingga lantai tingkat tetap horisontal sebelum dan sesudah terjadi penggoyangan.

(35)

Dengan anggapan-anggapan tersebut maka portal seolah-olah menjadi bangunan yang bergoyang akibat lintang saja (lentur balok dianggap tidak ada) atau bangunan yang pola goyangannya didominasi oleh geser (shear mode). Bangunan dengan anggapan-anggapan atau berperilaku seperti diatas disebut shear building. Dengan berperilaku shear building, maka pada setiap tingkat hanya akan mempunyai satu derajat kebebasan. Portal bangunan yang mempunyai n-tingkat berarti akan mempunyai n-derajat kebebasan.

2.6. Persamaan Diferensial Pada Struktur SDOF

Dengan anggapan struktur berderajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau.

P(t)

q(t/m’)

c k m

a. Struktur SDOF b. Model fisik struktur SDOF

P(t) m

c

k

Fs

Fd

Fi P(t)

[image:35.595.115.465.369.722.2]

c) model matematik d) free body diagram

(36)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa P(t) merupakan beban dinamik yaitu beban yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Notasi m, c, dan k berturut-turut adalah massa, redaman, dan kekakuan kolom. Apabila beban dinamik P(t) bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat perlawanan pegas, damper dan gaya inersia. Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut, maka dapat diperoleh hubungan,

��+��+�� = �(�) (2.1)

dimana,

�� = �.ӱ

�� = �. (2.2)

�� =�.�

FI, FD, FS adalah gaya inersia, gaya redam, dan gaya pegas, sedangkan ӱ, ẏ, y adalah percepatan, kecepatan, dan simpangan.

Apabila persamaan 2.2) disubstitusikan pada persamaan 2.1) maka akan diperoleh,

�.ӱ+�.+�.� =�(�) (2.3)

atau,

�.���22ӱ+�.���.+�.� =�(�) (2.4)

(37)
[image:37.595.231.365.199.398.2]

dinamik, hal penting yang perlu untuk diketahui adalah simpangan horisontal tingkat atau dalam persamaan tersebut adalah y(t). simpangan horisontal tingkat akan berpengaruh secara langsung terhadap momen kolom maupun momen balok pada gambar 2.5.

Gambar 2.3. Momen Kolom akibat Simpangan y(t)

Gambar 2.5 merupakan simpangan horisontal suatu ujung kolom sebesar y(t). berdasarkan prinsip mekanika maka pada ujung-ujung kolom tersebut akan timbul momen lentur sebesar,

�� =6��2 .�(�) (2.5)

(38)

permasalahan yang lain misalnya pada permasalahan respon lapisan-lapisan tanah akibat gempa.

Simpangan horisontal tingkat yang terjadi selanjutnya akan berpengaruh terhadap momen balok. Semakin besar simpangan horisontal tingkat maka semakin besar momen pada ujung kolom dan ujung balok. Pada desain bangunan yang memakai prinsip strong column

and weak beam, terjadinya simpangan tingkat yang melebihi batas tertentu akan mengakibatkan terjadinya sendi plastik pada ujung-ujung balok. Hal seperti itu diperbolehkan karena kolom masih cukup kuat menahan beban.

2.6.1. Persamaan Diferensial Pada Tiap Tipe Getaran

Secara umum gerakan massa suatu struktur dapat disebabkan baik oleh adanya gangguan luar maupun adanya suatu nilai awal (initial conditions). Sebagai contoh, massa yang berada diujung atas tiang bendera yang ditarik sedemikian rupa sehingga mempunyai simpangan awal sebesar yo dan apabila gaya tarik tersebut dilepas maka tiang bendera akan bergoyang/bergetar ke kanan dan ke kiri. Peristiwa gerakan massa akibat adanya simpangan awal yo (dapat juga kecepatan awal) seperti itu biasa disebut dengan getaran bebas (free vibration systems). Sebaliknya apabila goyangan suatu struktur disebabkan oleh gangguan luar, maka peristiwa seperti itu biasanya disebut getaran dipaksa (forced vibration systems).

1. Persamaan diferensial pada getaran bebas

Pada tipe getaran ini, getaran bukan disebabkan oleh beban luar atau gerakan tanah akibat gempa tetapi adanya nilai awal (initial conditions), misalnya simpangan awal yo atau kecepatan awal yo. Pada tipe getaran ini maka yo, P(t) = 0, maka persamaan diferensial untuk free vibration systems adalah :

(39)

Pada getaran bebas tanpa redaman ini, maka nilai c = 0, sehingga persamaan diferensial gerakan massa akan menjadi,

�.ӱ+�.� = 0 (2.6)

b. Getaran bebas yang diredam (damped free vibrations)

Pada getaran bebas yang diredam, maka struktur yang bersangkutan mempunyai sistim peredam energi, atau koefisien redaman (c) ≠ 0, sehingga persamaan diferensialnya menjadi,

�.ӱ+�.+�.� = 0 (2.7)

2. Persamaan diferensial pada getaran dipaksa

Getaran dipaksa adalah suatu getaran yang diakibatkan oleh adanya gaya luar ataupun adanya getaran tanah akibat gempa. Dalam hal ini nilai P(t) ≠ 0. Getaran dipaksa dapat dikategorikan dalam dua golongan yaitu :

a. Getaran dipaksa yang tidak diredam (undamped forced vibration). Persamaan diferensial untuk getaran dipaksa yang tidak diredam adalah,

�.ӱ+�.� =�(�) (2.8)

b. Getaran dipaksa yang diredam (damped forced vibration) Persamaan diferensial untuk jenis ini adalah,

�.ӱ+�.+�.� =�(�) (2.9)

2.6.2. Periode Getar (T), Frekuensi Sudut (ω), dan Frekuensi Alami (f)

Pada kondisi getaran bebas tanpa redaman (undamped free vibration systems) maka persamaan diferensial gerakannya adalah,

(40)

Persamaan 2.10) merupakan persamaan diferensial linear homogen dengan koefisien konstan yang ditunjukkan oleh konstanta m dan k. disebut persamaan homogen karena suku sebelah kanan sama dengan nol. Persamaan tersebut juga akan menghasilkan gerakan yang periodik dan harmonik. Berdasarkan respon tersebut maka penyelesaian persamaan 2.10) dinyatakan dalam bentuk,

�=�. sin (�.�) (2.11)

A merupakan suatu amplitude atau koefisien yang nilainya bergantung pada kondisi awal (initial value). Dari persamaan tersebut dapat diperoleh,

= −�.�. cos (�.�) (2.12) ӱ= −�2.�. sin (�.�) (2.13)

Persamaan 2.13) kemudian disubstitusi ke dalam persamaan 2.10) akan didapat,

{� − �2.�}.�. sin(�.�) = 0 (2.14)

Nilai A dan sin(��) tidak selalu sama dengan nol, maka nilai yang sama dengan nol adalah,

{� − �2.�} = 0 (2.15)

Maka akan diperoleh,

�=��

� (2.16)

�=2�

� (2.17)

�=1 (2.18)

(41)

2.7. Dinamik Karakteristik Struktur Bangunan

Pada persamaan diferensial struktur berderajat tunggal (SDOF) melibatkan tiga properti utama suatu struktur yaitu, massa, kekakuan, dan redaman. Ketiga properti struktur tersebut disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat penting dalam penyelesaian analisa dinamik.

2.7.1. Massa

Terdapat dua pendekatan yang secara umum digunakan untuk mendeskripsikan massa struktur yaitu :

1. Model Lumped Mass

Pada pemodelan ini, massa dianggap menggumpal pada tempat-tempat join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan/degree of freedom suatu join sudah ditentukan yaitu simpangan horisontal. Kondisi tersebut merupakan prinsip bangunan geser (shear building). Titik nodal hanya akan mempunyai satu derajat kebebasan/satu translasi yang menyebabkan elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Pada bangunan gedung bertingkat yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model ini masih cukup akurat dan akan mempermudah proses perhitungan.

2. Model Consistent Mass Matrix

(42)

derajat kebebasan (horisontal, vertikal, dan rotasi) pada setiap node, yang nantinya akan menghasilkan full populated consistent matrix artinya suatu matriks yang diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Melalui pendekatan finite element, maka untuk setiap elemen balok lurus dan degree of freedom yang ditinjau akan menghasilkan konsisten matriks yang sudah standar.

2.7.2. Kekakuan

Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau eigenproblem. Hubungan tersebut akan menentukan nilai frekuensi sudut, periode getar struktur. Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horisontal baik sebeum maupun sesudah terjadi penggoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok. Pada prinsip disain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus standar.

(43)

Gambar 2.4 Kekakuan Kolom Jepit-jepit dan Jepit-sendi

Menurut prinsip mekanika, suatu kolom jepit-jepit panjang h dengan kekakuan lentur (flextural rigidity) EI yang salah satu ujungnya mengalami perpindahan tempat sebesar y, maka pada ujung-ujung elemen tersebut akan timbul momen sebesar,

�1 =6��2 � , dan �2 = 6��2 � (2.19)

Karena elemen tersebut mempunyai potongan yang prismatik maka M1, akan sama dengan M2. Adanya momen akan menimbulkan gaya geser yang bekerja pada masing-masing join sebesar,

�1 = �1+�2 =�6��3 +6��3� �= 12��3 � (2.20)

Pada hakikatnya gaya horisontal yang bekerja pada join atas P = H1 = H2, maka kekakuan kolom dapat dihitung dengan,

�=�

� = 12�� ℎ2 � � =

12��

ℎ3 (2.21)

Persamaan 2.21) adalah kekakuan kolom prismatik jepit-jepit dengan mengabaikan efek P-delta. Untuk kolom jepit-sendi maka kekakuannya dapat dicari dengan cara yang sama dan dapat dihitung dengan,

�=3��

(44)

Gambar 2.5 Pegas Paralel dan Pegas Seri

Struktur yang umumnya didukung oleh beberapa kolom, kolom tersebut memiliki fungsi utama menahan beban baik beban vertikal maupun beban horisontal. Kolom-kolom tersebut akan memperkuat satu sama lain dalam hal menahan beban. Pemodelan kekakuan kolom dimodelkan sebagai serangkaian pegas paralel yang bekerja secara bersama-sama. Kolom-kolom/pegas-pegas tersebut akan berhubungan dengan massa secara bersamaan. Pegas yang tersusun secara paralel menganut prinsip persamaan regangan artinya seluruh pegas memiliki regangan yang sama, sehingga kekakuan total yang merupakan kekakuan ekivalen dihitung dengan rumus,

���= ∑��=1�� (2.23)

Dimana i = 1, 2, 3,…n adalah jumlah kolom, Ki adalah kekakuan kolom i menurut persamaan 2.21) atau persamaan 2.22).

Pada rangkaian pegas seri, kondisinya sedikit berbeda. Pada rangkaian ini sebelum bertemu dengan massa, maka pegas yang satu saling bertemu/berhubungan dengan pegas lain. Oleh karena itu pegas-pegas tersebut tidak saling memperkuat sebagaimana rangkaian paralel tetapi justru saling memperlemah. Pembebanan vertikal pada lapisan-lapisan tanah yang mana tiap-tiap lapis mempunyai kekakuan masing-masing adalah salah satu contoh dari

(45)

pemodelan kekakuan tanah dengan pegas seri. Pada rangkaian tersebut perpendekan pegas merupakan jumlah dari perpendekan masing-masing pegas dan menganut prinsip persamaan tegangan/beban sepanjang pegas sehingga,

�1 =1, �2 =2, �3 = 3 (2.24)

Dimana y adalah perpendekan yang dialami oleh masing-masing pegas.

Total perpendekan yang dialami pegas seri adalah jumlah dari perpendekan yang dialami oleh masing-masing pegas sehingga,

�=�1 +�2+�3 = �

�1+ � �2+

� �3= � �

1 �1+

1 �2+

1

�3�=� � 1

���� (2.25)

Dengan demikian kekakuan ekivalen rangkaian pegas seri dapat dihitung dengan rumus,

1 ���= ∑ � 1 ��� � �=1 (2.26) 2.7.3. Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi (energy dissipation) oleh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu diantaranya adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul di dalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan, pelepasan energi akibat gesekan dengan udara dan pada respon inelastik pelepasan energi juga terjadi akibat adanya rotasi sendi plastik. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal tersebut akan mengurangi respon struktur.

(46)

1. Damping Klasik (Classical Damping)

Apabila di dalam struktur memakai bahan yang sama bahannya akan mempunyai rasio redaman (damping ratio) yang relatif kecil dan struktur damping dijepit didasarnya maka sistim struktur tersebut mempunyai damping yang bersifat klasik (classical damping). Damping dengan sistim ini akan memenuhi kaidah kondisi ortogonal (orthogonal condition).

2. Damping Non-klasik (Non Classical Damping)

Damping dengan sistim in akan terbentuk pada suatu sistim struktur yang memakai bahan yang berlainan yangmana bahan-bahan yang bersangkutan mempunyai rasio redaman yang berbeda secara signifikan. Sebagai contohnya suatu struktur bangunan yang bagian bawahnya dipakai struktur beton bertulang sedangkan bagian atasnya memakai struktur baja. Antara keduanya mempunyai kemampuan disipasi energi yang berbeda sehingga keduanya tidak bisa membangun redaman yang klasik. Adanya interaksi antara tanah dengan struktur juga kan membentuk sistim redaman yang non-klasik, karena tanah mempunyai redaman yang cukup besar misalnya antara 10 – 25 %, sedangkan struktur atasnya mempunyai rasio redaman yang relatif kecil, misalnya 4 – 7 %.

2.8. Persamaan Diferensial Gerakan Struktur MDOF

(47)

Dengan anggapan berprilaku sebagai shear building maka struktur yang semula mempunyai derajat kebebasan tidak terhingga akan menjadi struktur dengan derajat kebebasan terbatas.

2.8.1. Matriks Massa, Matriks Kekakuan, dan Matriks Redaman

Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat kebebasan banya maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal. Anggapan seperti prinsip shear building masih berlaku pada struktur dengan derajat kebebasan banyak (MDOF). Untuk memperoleh persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik (dynamic equilibrium) pada suatu massa yang ditinjau.

Gambar 2.6 Struktur 3-DOF, Model Matematik dan Free Body Diagram

Struktur bangunan gedung bertingkat 3 pada gambar tersebut akan mempunyai 3 derajat kebebasan. Persamaan diferensial disusun berdasarkan atas goyangan struktur menurut first mode atau mode pertama. Berdasarkan pada keseimbangan dinamik pada free body diagram

maka akan diperoleh,

�1.ӱ1+�1.�1+�1.1− �2(�2− �1)− �2�21� − �1(�) = 0 (2.27)

(48)

�2.ӱ2 +�2(�2− �1) +�2�21� − �3(�3− �2)− �3�32� − �2(�) = 0 (2.28)

�3.ӱ3 +�3(�3− �2) +�3(32)− �1(�) = 0 (2.29)

Pada persamaan-persamaan tersebut tampak bahwa keseimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau dipengaruhi oleh kekakuan, redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu umumnya disebut coupled equation

karena persamaan-persamaan tersebut akan bergantungan satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependent atau coupled antara satu dengan yang lain.

Dengan menyusun persamaan-persamaan tersebut menurut parameter yang sama (percepatan, kecepatan, dan simangan) selanjutnya akan diperoleh,

�1.ӱ1+ (�1+�2)1− �2.2+ (�1 +�2)�1− �2.�2 =�1(�) (2.30)

�2.ӱ2− �2.1+ (�2+�3)2− �3.3− �2.�1+ (�2+�3)�2− �3.�3 =�2(�) (2.31)

�3.ӱ3 − �3.2+�3.3− �3.�2+�3.�3 =�3(�) (2.32)

Persamaan-persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut,

��1

0 0

0 �2 0

0 0 �3

� �

ӱ1 ӱ2 ӱ3�+�

�1+�2 −�2 0

−�2 �2+�3 −�3

0 −�33 � � 1 2 3�+

��1

+�2 −�2 0

−�2 �2+�3 −�3

0 −�33

� ���12 �3

� =�

�1(�) �2(�) �3(�)

� (2.33)

(49)

[�]{ӱ} + [�]{} + [�]{�} = {�(�)} (2.34)

Dimana [m], [c] dan [k] berturut-turut adalah matriks massa, matriks redaman, dan matriks kekakuan yang dapat ditulis menjadi,

[�] =�

�1 0 0

0 �2 0

0 0 �3

�, [�] =�

�1+�2 −�2 0

−�2 �2+�3 −�3

0 −�33

�, [�] =�

�1+�2 −�2 0

−�2 �2+�3 −�3

0 −�33

(2.35)

Sedangkan {ӱ}, { ẏ}, {y} dan {F(t)} masing-masing adalah vektor percepatan, vektor kecepatan, vektor simpangan, dan vektor beban atau,

{ӱ} = � ӱ1 ӱ2

ӱ3�, {} =� 1 2

3� , {�} =�

�1 �2 �3

� dan {�(�)} =�

�1(�) �2(�) �3(�)

� (2.36)

2.9. Getaran Bebas Pada Struktur MDOF 2.9.1. Nilai Karakteristik

Pada kenyataannya getaran bebas (free vibration system) jarang terjadi pada struktur MDOF, tetapi dengan menganalisis jenis getaran ini akan diperoleh suatu

besaran/karakteristik dari struktur yang akan berguna berupa frekuensi sudut (ω), periode

getar (T), frekuensi alami (f) dan normal modes.

Pada getaran bebas di struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF), maka matriks persamaan diferensial gerakannya adalah,

(50)

Pada struktur dengan redaman, frekuensi sudut yang dihasilkan hampir sama dengan frekuensi sudut pada struktur yang dianggap tanpa redaman. Hal ini akaan diperoleh apabila nilai rasio redaman relatif kecil. Apabila prinsip ini digunakan untuk struktur dengan derajat kebebasan banyak, maka nilai C = 0, persamaan 2.37) akan menjadi,

[�]{ӱ} + [�]{�} = 0 (2.38)

Karena persamaan 2.38) adalah persamaan diferensial pada struktur MDOF yang dianggap tidak mempunyai redaman, maka penyelesaian persamaan diferensial tersebut diharapkan dalam fungsi harmonik menurut bentuk,

�= {∅} sin (��)

=−� {∅}cos (��)

ӱ=−�2 {∅}sin (��) (2.39)

dimana, {Ø}i adalah suatu ordinat massa pada mode yang ke-i. persamaan 2.39) disubstitusikan ke dalam persamaan 2.38) maka akan diperoleh,

−�2[]{}

�sin(��) + [�]{∅}� sin(��) = 0 (2.40)

{[�]− �2[�]}{∅} = 0 (2.41)

Persamaan 2.41) merupakan persamaan yang sangat penting dan biasa disebut persamaan

(51)

simultan yang homogen akan ada nilainya apabila determinan dari matriks yang merupakan koefisien dari vektor {Ø}i adalah nol, sehingga,

�[�]− �2[�]�= 0 (2.42)

Jumlah mode pada struktur dengan derajat kebebasan banyak biasanya dapat dihubungkan dengan jumlah massa. Mode adalah jenis/pola/ragam getaran/goyangan suatu struktur bangunan. Mode merupakan fungsi dari properti dinamik struktur yang bersangkutan (dalam hal ini hanya massa dan kekakuan) dan bebas dari pengaruh waktu dan frekuensi getaran. Dengan adanya hubungan antara jumlah mode dengan jumlah massa struktur, maka bangunan yang mempunyai 5-tingkat akan mempunyai 5 derajat kebebasan dan akan mempunyai 5 jenis “mode” gerakan dan akan mempunyai 5 nilai frekuensi sudut yang berhubungan langsung dengan jenis/nomor modenya. Apabila jumlah derajat kebebasan adalah n, maka persamaan 2.42) akan menghasilkan suatu polinomial pangkat n yang selanjutnya akan

(52)

2.9.2. Frekuensi Sudut (ω) dan Normal Modes

Pada struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF) dalam menghitung frekuensi sudut, diambil suatu anggapan bahwa struktur tersebut dianggap tidak mempunyai redaman atau C = 0. Dalam menghitung dan menggambarkan normal modes, maka diambil suatu model struktur seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.7 Bangunan 2-DOF dan Model Matematik

Setiap struktur yang dibebani dengan beban dinamik akan mengalami goyangan, untuk struktur derajat kebebasan banyak, maka struktur yang bersangkutan akan mempunyai banyak ragam/pola goyangan. Normal modes adalah suatu istilah yang dipakai pada problem dinamika struktur, yang diterjemahkan sebagai ragam/pola goyangan.

Suatu persamaan diferensial gerakan dapat diperoleh dengan memperhatikan free body diagram pada gambar 2.9 dan diperoleh,

�1.ӱ1+�1.�1 − �2(�2− �1) = 0

�2.ӱ2 +�2(�2− �1) = 0 (2.43)

Persamaan 2.43) dapat ditulis dalam bentuk yang sederhana yaitu, a) Struktur dengan 2 DOF c) Free body diagram

(53)

�1.ӱ1+ (�1 +�2)�1− �2.�2 = 0

�2.�2− �2.�1 +�2.�2 = 0 (2.44)

Persamaan 2.44) dapat ditulis ke dalam bentuk matriks yaitu,

��01 0 2� �

ӱ1

ӱ2�+�(�1−�+2�2) −��22� � �1 �2�=�

0

0� (2.45)

Selanjutnya persamaan eigenproblem pada persamaan 2.45) adalah,

�(�1+�2)− �2.�1 −�2

−�2 �2− �2.�2� �∅

1 ∅2�= �

0

0� (2.46)

Dengan Øi adalah suatu nilai/ordinat yang berhubungan dengan massa ke-i pada ragam/pola goyangan massa ke-i. persamaan 2.46) akan mempunyai penyelesaian apabila dipenuhi nilai determinan,

�(�1+�2)− �2.�1 −�2

−�2 �2− �2.�2�

= 0 (2.47)

Apabila persamaan 2.47) tersebut diteruskan maka nilai determinannya adalah,

�1.�2.�4−{(�1+�2)�2− �2.�1}�2+ (�1+�2)�2− �22 = 0 (2.48)

Agar pembahasan tersebut memiliki nilai, maka perlu diberikan nilai m1, m2, k1, dan k2. Misalnya nilai-nilai tersebut diberikan (menurut unitnya masing-masing) m1 = 2, m2 = 1, k1 = k2 = 1, maka diperoleh,

2�4−4�2+ 1 = 0 (2.49)

(54)

�1;22 =

4 ±√16−8

4 =

4 ± 2,8284 4

��12�=�0,5412

1,3065� ���/���2 (2.50)

Persamaan 2.50) umumnya disebut eigenvalue dari eigenproblem persamaan 2.42). Berdasarkan pada persamaan 2.50), maka dapat dimengerti bahwa struktur yang mempunyai dua tingkat atau struktur degan 2-derajat kebebasan akan mempunyai 2 nilai frekuensi sudut.

Frekuensi sudut ω1 adalah frekuensi sudut untuk mode ke-1 atau untuk pola/ragam goyangan ke-1, sedangkan ω2 adalah frekuensi sudut untuk mode ke-2.

Substitusi nilai ω1 ke dalam persamaan 2.46), misalnya substitusi baris pertama persamaan tersebut (dengan catatan bahwa Ø1 menjadi Ø11 dan Ø2 menjadi Ø21) maka akan diperoleh,

�1 = 0,5412������ →{(+1)−0,54122}∅11−1.∅21 = 0

1,4144 ∅11= ∅21 maka ∅21

∅11= 1,4144 (2.51)

Secara umum nilai-nilai penyelesaian persamaan simultan homogen tidak akan memberikan suatu nilai yang pasti/tetap tetapi nilai-nilai tersebut hanya akan sebanding antara satu dengan yang lain (persamaan 2.51). dengan memperhatikan sifat tersebut maka umumnya diambil nilai Ø11=1, maka akan diperoleh,

{∅}11 = 1 , maka {∅}21 = 1,4144 (2.52)

(55)

∅�� (2.53)

Dimana indeks i menunjukkan massa dan indeks j menunjukkan nomor ragam/pola goyangan. Dengan demikian Øij adalah suatu koordinat yang berhubungan dengan massa ke-i pada ragam/pola goyangan ke-j.

Nilai-nilai koordinat yang berhubungan dengan massa struktur untuk pola goyangan ke-1 seperti persamaan 2.53) dapat ditulis menjadi,

{∅}1 = �1,0000

1,4144� (2.54)

Persamaan 2.54) umumnya disebut sebagai eigenvector untuk ragam/pola goyangan atau mode shape untuk mode ke-1. Nilai-nilai koordinat untuk ragam/pola goyangan ke-2 dapat diperoleh dengan substitusi nilai ω2 ke dalam persamaan 2.47), misalnya disubstitusikan pada baris pertama persamaan tersbut (dengan catatan Ø1 menjadi Ø12 dan Ø2 menjadi Ø22) maka akan diperoleh,

�2 = 1,3065������ ,→ {(1 + 1)−1,30652. 2}∅12−1.∅22 = 0

−1,4142 ∅12=∅22

∅22

∅12=−1,4142 (2.55)

Apabila ∅12 = 1 , maka ∅22= −1,4142

Sesuai dengan persamaan 2.54), maka nilai-nilai koordinat yang berhubungan dengan massa struktur untuk ragam/pola goyangan/mode ke-2 dapat ditulis menjadi,

{∅}2 =� 1,0000

(56)

Sesuai dengan persamaan 2.54) maka persamaan 2.56) juga disebut dengan

eigenvector untuk ragam/pola goyangan mode ke-2. Dengan mengingat persamaan 2.50), persamaan 2.54) dan persamaan 2.56) maka dapat dipahami bahwa struktur dengan n-derajat kebebasan akan mempunyai n-frekuensi sudut dan n-modes.

Antara persamaan 2.54) dan persamaan 2.56) dapat ditulis menjadi suatu matriks yang umumnya disebut modal matrix yaitu,

[�] =�1,0000 1,0000

1,4144 −1,4142� (2.57)

Dengan diperolehnya nilai-nilai frekuensi sudut untuk tiap-tiap mode seperti pada persamaan 2.50), maka akan diperoleh juga nilai periode getar T tiap-tiap mode yaitu,

�1 =2�1 dan �2 = 2�2 (2.58)

Nilai T1 umumnya disebut periode getar dasar atau undamped fundamental period of vibrations. Selanjutnya nilai periode getar akan berpengaruh terhadap koefisien gempa dasar C seperti yang tercantum pada spektrum respon. Nilai ordinat mode shape pada tiap-tiap massa untuk semua ragam/pola goyangan digambar seperti berikut,

(57)

Gambar 2.8 Normal Modes

Nilai-nilai ordinat mode shapes pada gambar 2.10) tidak tergantung pada beban luar, melainkan hanya tergantung pada properti fisik struktur, misalnya massa mi dan kekakuan ki. Struktur dianggap tidak mempunyai redaman sehingga periode getar yang dicari adalah merupakan undamped free vibration periods. Nilai-nilai mode shapes tidak dipengaruhi oleh waktu, artinya nilai-nilai tersebut akan tetap jika nilai-nilai massa dan kekakuan tidak berubah. Karena nilai kekauan ki tidak berubah-ubah maka mode shapes merupakan nilai untuk struktur yang bersifat elastik, atau hanya struktur yang elastiklah yang mempunyai nilai

mode shapes. Nilai mode shapes juga tidak dipengaruhi oleh frekuensi beban. Dengan demikian menurut Widodo (2001), dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai mode shapes adalah :

1. Bebas dari pengaruh redaman, 2. Bebas dari pengaruh waktu

(58)

BAB III

APLIKASI

3.1. Pemodelan Struktur

Asumsi yang digunakan dalam pemodelan dan analisis struktur portal adalah meliputi :

- Portal merupakan struktur 2D (dua dimensi) - Asumsi ukuran (section) kolom dan balok

- Kekuatan beton yang dipakai adalah 30 Mpa (fc’ = 30 MPa)

- Dalam analisis, struktur portal diasumsikan merupakan ‘Shear Building’; dimana tiap tingkat struktur dianggap hanya mempunyai satu derajat kebebasan (DOF/ Degree of Freedom), dan massa tiap tingkat diasumsikan model Lumped Masses

(massa terakumulasi dalam satu titik di tengah tiap pelat lantai)

- Beban yang dipakai mengacu kepada ‘Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung’ SKBI – 1.3.53.1987, Departemen Pekerjaan Umum (PU) yang meliputi :

a. Beban mati :

 Massa sendiri balok ; dengan massa jenis beton 2400 kg/m3

 Massa pelat ; diasumsikan pelat 4 m dengan massa jenis 2400 kg/m3  Massa dinding adalah 120 kg/m2 (dinding menggunakan bata ringan)  Massa spesi (tebal 3 cm) ; dengan massa jenis 2100 kg/m3

(59)

b. Beban hidup : diasumsikan bangunan ditujukan untuk perkantoran ;

q = 250 kg/m2. Beban hidup untuk peninjauan gempa dikalikan dengan koefisien reduksi 0,3 untuk bangunan perkantoran

- Analisis dilakukan dengan program SAP 2000 versi 14

- Dari analisis didapatkan periode getar alami bangunan (natural period)

Berikut pemodelan tiap portal :

a. Parameter 1 : struktur portal dengan jumlah lantai yang bervariasi

4m

4m

4m

6 m K 30x30

B 25x40

- Portal 1 a

(3 tingkat)

m1

m2

[image:59.595.131.328.327.538.2]

m2

Gambar 3.1. Portal 1 a

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 6 x 2400 = 1440 kg

• Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 = 864 kg

(60)

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 6 x 2400 = 6912 kg • Massa spesi = 0,03 x 4 x 6 x 2100 = 1512 kg

• Massa plafon = 4 x 6 x 20

= 480 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 6 x 0,3 = 1800 kg

 m1 = 12144 kg

 m2 = 15888 kg

4m

6 m B 25x40

- Portal 1 b

4m 4m 4m 4m 4m

K 35x35

(6 tingkat)

m

1

m

2

m

2

m

2

m

2 [image:60.595.101.464.103.721.2]

m

2

Gambar 3.2. Portal 1 b

Data – data :

(61)

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 6 x 2400 = 1440 kg

• Massa kolom = 0,35 x 0,35 x 4 x 2400 x 2 = 2352 kg

• Massa dinding = 4 x 6 x 120 = 2880 kg • Massa pelat = 0,12 x 4 x 6 x 2400 = 6912 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 6 x 2100 = 1512 kg

• Massa plafon = 4 x 6 x 20

= 480 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 6 x 0,3 = 1800 kg

 m1 = 12144 kg

 m2 = 17376 kg

4m

6 m

- Portal 1 c

(62)

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,3 x 0,4) x 6 x 2400 = 1728 kg

• Massa kolom = 0,4 x 0,4 x 4 x 2400 x 2 = 3072 kg • Massa dinding = 4 x 6 x 120 = 2880 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 6 x 2400 = 6912 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 6 x 2100 = 1512 kg

• Massa plafon = 4 x 6 x 20

= 480 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 6 x 0,3 = 1800 kg

 m1 = 12432 kg

 m2 = 18384 kg b. Parameter 2 : jumlah bentangan bangunan

4m

4m

4m

4 m K 30x30

B 25x40

- Portal 2 a

m1

m2

m2

(63)

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 4 x 2400 = 960 kg

• Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 x 2 = 1728 kg • Massa dinding = 4 x 4 x 120 = 1920 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 4 x 2400 = 4608 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 4 x 2100 = 1008 kg

• Massa plafon = 4 x 4 x 20

= 320 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 4 x 0,3 = 1200 kg

 m1 = 8096 kg

 m2 = 11744 kg

4m

4m

4m

4 m

B 25x40

- Portal 2 b

K 30x30

4 m 4 m

m1

m2

[image:63.595.146.484.384.743.2]

m2

(64)

4m

4m

4m

4 m K 30x30 B 25x40

- Portal 2 c

4 m 4 m 4 m 4 m 4 m

m1

m2

m2 Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 4 x 2400 = 960 kg

• Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 x 4 = 3456 kg • Massa dinding = 4 x 4 x 120 = 1920 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 4 x 2400 = 4608 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 4 x 2100 = 1008 kg

• Massa plafon = 4 x 4 x 20

= 320 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 4 x 0,3 = 1200 kg  m1 = 8096 x 3 = 24288 kg

[image:64.595.101.538.374.713.2]

 m2 = 10016 x 3 = 33504 kg

(65)

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 4 x 2400 = 960 kg • Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 x 7 = 6048 kg

• Massa dinding = 4 x 4 x 120 = 1920 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 4 x 2400 = 4608 kg • Massa spesi = 0,03 x 4 x 4 x 2100 = 1008 kg

• Massa plafon = 4 x 4 x 20

= 320 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 4 x 0,3 = 1200 kg  m1 = 8096 x 6 = 48576 kg

 m2 = 10016 x 6 = 66144 kg c. Parameter 3 : panjang bentangan portal

Struktur yang dibandingkan dalam parameter ketiga ini adalah Portal 2 a dengan Portal 3.

4m

4m

4m

8 m K 40x40

B 30x40

- Portal 3

m1

m2

m2

(66)

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa  Beban mati :

• Massa balok = (0,3 x 0,4) x 8 x 2400 = 2304 kg

• Massa kolom = 0,4 x 0,4 x 4 x 2400 x 2 = 3072 kg

• Massa dinding = 4 x 8 x 120 = 3840 kg • Massa pelat = 0,12 x 4 x 8 x 2400 = 9216 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 8 x 2100 = 2016 kg

• Massa plafon = 4 x 8 x 20

= 576 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 8 x 0,3 = 2400 kg  m1 = 16512 kg

(67)

d. Parameter 4 : konfigurasi panjang bentang dari portal

Struktur yang dibandingkan dalam parameter ini adalah Portal 2 b, Portal 4 a , dan Portal 4 b.

4m

4m

4m

6 m K 30x30

B 25x40

- Portal 4 a

4 m 6 m

m1

m2

[image:67.595.136.458.152.422.2]

m2

Gambar 3.8. Portal 4 a Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 16 x 2400 = 3840 kg • Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 x 4 = 3456 kg

• Massa dinding = 4 x 16 x 120 = 7680 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 16 x 2400 = 18432 kg • Massa spesi = 0,03 x 4 x 16 x 2100 = 4032 kg

• Massa plafon = 4 x 16 x 20

= 1280 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

(68)

 m1 = 32384 kg

 m2 = 43520 kg

4m

4m

4m

4 m K 30x30

B 25x40

- Portal 4 b

6 m 4 m

m1

m2

m2

Gambar 3.9. Portal 4 b Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa

 Beban mati :

• Massa balok = (0,25 x 0,4) x 14 x 2400 = 3360 kg

• Massa kolom = 0,3 x 0,3 x 4 x 2400 x 4 = 3456 kg • Massa dinding = 4 x 14 x 120 = 6720 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 14 x 2400 = 16128 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 14 x 2100 = 3528 kg

• Massa plafon = 4 x 14 x 20

= 1120 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

(69)

 m1 = 28936 kg

 m2 = 39112 kg

e. Parameter 5 : struktur tidak beraturan akibat adanya lantai dengan ketinggian yang berbeda

Struktur yang dibandingkan dalam parameter ini adalah stuktur Portal 1 c, Portal 5 a, dan Portal 5 b.

7m

6 m

- Portal 5 a

B 30x40 K 40x40

5m

5m

5m

5m

5m

m

1

m

2

m

2

m

2

m

2

m

2

Gambar 3.10. Portal 5 a Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa  Beban mati :

(70)

• Massa kolom = 0,4 x 0,4 x 5 x 2400 x 2 = 3840 kg • Massa dinding = 5 x 6 x 120 = 3600 kg

• Massa pelat = 0,12 x 4 x 6 x 2400 = 6912 kg

• Massa spesi = 0,03 x 4 x 6 x 2100 = 1512 kg

• Massa plafon = 4 x 6 x 20

= 480 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 6 x 0,3 = 1800 kg  m1 = 12432 kg

 m2 = 19872 kg

7m

6 m

- Portal 5 b

B 30x40 K 40x40

5m 5m

5m

5m

5m

m

1

m

2

m

3

m

3

m

3

m

3
(71)

Data – data :

 Elastisitas : E = 4700. ���′ = 4700. √30 = 25742,96 Mpa  Beban mati :

• Massa balok = (0,3 x 0,4) x 6 x 2400 = 1728 kg

• Massa kolom untuk m2 = 0,4 x 0,4 x 7 x 2400 x 2 = 5376 kg • Massa kolom untuk m3 = 0,4 x 0,4 x 5 x 2400 x 2 = 3840 kg • Massa dinding untuk m2 = 7 x 6 x 120 = 5040 kg • Massa dinding untuk m3 = 5 x 6 x 120 = 3600 kg • Massa pelat = 0,12 x 4 x 6 x 2400 = 6912 kg • Massa spesi = 0,03 x 4 x 6 x 2100 = 1512 kg

• Massa plafon = 4 x 6 x 20

= 480 kg  Beban hidup (dikalikan dengan koefisien reduksi beban hidup untuk

peninjauan gempa) = 250 x 4 x 6 x 0,3 = 1800 kg  m1 = 12432 kg

 m2 = 22848 kg

(72)

f. Parameter 6 : struktur portal dengan ketidakteraturan massa

Struktur portal yang dibandingkan adalah Portal 1 a dengan Portal 6 a (keduanya merupakan portal 3 tingkat), serta Portal 1 c dengan Portal 6 b (keduanya merupakan portal 8 tingkat)

4m

4m

4m

6 m K 30x30

B 25x40

- Portal 6 a

(3 tingkat)

m1

m2

[image:72.595.130.316.208.423.2]

m2

Gambar 3.12. Portal 6 a

(73)

4m

6 m

- Portal 6 b

4m 4m 4m 4m 4m (8

Gambar

Gambar 2.2. Pemodelan Struktur SDOF
Gambar 2.3. Momen Kolom akibat Simpangan y(t)
Gambar 3.1. Portal 1 a
Gambar 3.2. Portal 1 b
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan pada tugas akhir ini merupakan perbandingan respon terhadap gaya gempa oleh bangunan yang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen, bangunan dengan

Faktor Kinerja Seismik pada Struktur Beton dengan Sistem Rangka Pemikul Momen dan Sistem Ganda Berdasarkan Prosedur FEMA P695.. Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Pada perencanaan bangunan gedung Restaurant Pakuwon Square ini menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah di mana semua rangka struktur bangunan memikul

Penyusunan tugas akhir yang berjudul Perencanaan Ulang Struktur Bangunan Gedung Kozko dengan Metode Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah ini menggunakan Gedung Kozko yang

SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) adalah desain strukur beton bertulang untuk gedung bertingkat tinggi dengan pendetailan yang menghasilkan struktur bersifat

Batasan yang akan dibahas pada Tugas Akhir Terapan “Perencanaan Ulang Struktur Bangunan Ruko 4 Lantai dengan Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)”

Judul : Perencanaan Gedung Serbaguna Di Kota Surabaya Menggunakan Beton Prategang dan Konvensional Metode Sistem Rangka Rangka Pemikul Momen Khusus.. Nama : Septyan

Salah satu dari tuntutan tersebut adalah penggunaan struktur rangka pemikul momen khusus yang lebih luas untuk bangunan yang terletak di katagori desain seismik D,E dan