PENGARUH PERENDAMAN HASIL CETAKAN POLIVINIL
SILOKSAN DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT
TERHADAP STABILITAS DIMENSI
MODEL FISIOLOGIS
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
DARIUS PRANAJAYA ONGKO NIM : 080600061
DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Prostodonsia
Tahun 2012
Darius Pranajaya O
Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan Dalam Larutan
Sodium Hipoklorit Terhadap Stabilitas Dimensi Model Fisiologis
xv + 80 halaman
Bahan cetak elastomer yang umumnya digunakan dalam pembuatan gigitiruan
cekat adalah polivinil siloksan/silikon adisi yang mempunyai sifat fisik, manipulasi,
stabilitas dimensi serta keakuratan dimensi yang baik. Bahan cetak berkontak dengan
saliva dan darah yang kemungkinan terinfeksi di rongga mulut pasien seperti
penyakit Hepatitis B, TBC, Herpes, Pneumonia, AIDS dan berpotensi terjadi
kontaminasi silang kepada operator dan pekerja kedokteran gigi lainnya. Perendaman
bahan cetak ke dalam desinfektan setelah dicuci dengan air sangat dianjurkan oleh
American Dental Association. Larutan sodium hipoklorit yang mempunyai sifat
anti-mikrobial dengan spektrum luas, bereaksi dengan cepat, murah dan mudah diperoleh
di kehidupan sehari-hari dalam bentuk larutan pemutih pakaian. Berdasarkan hal
tersebut timbul permasalahan apakah ada pengaruh perendaman hasil cetakan
polivinil siloksan dalam larutan sodium hipoklorit terhadap stabilitas dimensi pada
model fisiologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh
sodium hipoklorit 2% dan larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium
hipoklorit 0,5% terhadap stabilitas dimensi model fisiologis.
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Penelitian ini
dilakukan dengan membuat sampel dari hasil pencetakan model induk yang terbuat
dari stainless steel berbentuk 2 mahkota yang telah dipreparasi sesuai dengan
ketentuan spesifikasi ANSI/ADA dengan ukuran diameter/buko lingual 6,33 mm,
tinggi/okluso gingival 8,02 mm dan jarak antara 2 abutment/inter preparasi 28,25
mm. Sampel berjumlah 30 sampel dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 10
sampel direndam dalam larutan sodium hipoklorit 2%, 10 sampel direndam dalam
larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% dan 10 sampel
tanpa perendaman. Sampel kemudian diukur dengan digital kaliper dan dilanjutkan
dengan uji statistik Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney untuk mengetahui
perbedaan stabilitas dimensi tiap kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
stabilitas dimensi hasil cetakan polivinil siloksan yang direndam dalam larutan
sodium hipoklorit 2% dan larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium
hipoklorit 0,5 % dilihat dari buko lingual pada p = 0,475 (p>0,05), dilihat dari okluso
gingival pada p = 0,058 (p>0,05), dan dilihat dari inter preparasi pada p = 0,071
(p>0,05); tidak ada perbedaan yang signifikan antara stabilitas dimensi hasil cetakan
polivinil siloksan yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 2% dan tanpa
perendaman dilihat dari buko lingual p = 0,001 (p<0,05; % perubahan dimensi =
0,25% < 0,5%), dilihat dari okluso gingival p = 0,001 (p<0,05; % perubahan dimensi
= 0,11% < 0,5%) ; tidak ada perbedaan yang signifikan antara stabilitas dimensi hasil
cetakan polivinil siloksan ang direndam dalam larutan pemutih pakaian yang
mengandung sodium hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman dilihat dari buko lingual
p = 0,001 (p<0,05; % perubahan dimensi = 0,22% < 0,5%), dilihat dari okluso
gingival p = 0,001 (p<0,05; % perubahan dimensi = 0,13% < 0,5%), dilihat dari inter
preparasi p = 0,001 (p<0,05; % perubahan dimensi = 0,08% < 0,5%). Nilai rerata
stabilitas dimensi dan standar deviasi dilihat dari buko lingual pada kelompok A
6,351 ± 0,006 mm, kelompok B 6,349 ± 0,006 mm dan kelompok C 6,335 ± 0,005
mm. Nilai rerata stabilitas dimensi dan standar deviasi dilihat dari okluso gingival
pada kelompok A 8,040 ± 0,007 mm, kelompok B 8,037 ± 0,007 mm, kelompok C
8,025 ± 0,009 mm. Nilai rerata stabilitas dimensi dan standar deviasi dilihat dari inter
preparasi pada kelompok A 28,297 ± 0,005 mm, kelompok B 28,288 ± 0,011 mm,
kelompok C 28,296 ± 0,184 mm.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam larutan sodium
hipoklorit terhadap stabilitas dimensi pada model fisiologis. Penggunaan larutan
pemutih pakaian dapat menggantikan larutan sodium hipoklorit sebagai desinfektan
pada bahan cetak polivinil siloksan. Penggunaan desinfektan pada bahan cetak sangat
dianjurkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara pasien dengan
operator maupun pekerja kedokteran lainnya.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 7 Juni 2012
Pembimbing Tanda Tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 7 Juni 2012
TIM PENGUJI
KETUA : Eddy Dahar, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Syafrinani, drg., Sp.Pros(K)
2. Dwi T. Putranti, drg., MS
3. Hubban Nasution, drg.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua
orang tua tercinta, Ayahanda Cashin Ong dan Ibunda Supina yang telah senantiasa
mendidik, mendukung, memberikan kasih sayang dan doa sehingga pendidikan S1
dapat terselesaikan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada
pihak-pihak yang telah turut membantu dalam pembuatan skripsi. Pada kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia dan
selaku pembimbing skripsi penulis yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros(K) selaku koordinator
skripsi yang telah memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis selama
4. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku ketua tim penguji beserta Dwi T Putranti,
drg., MS, Hubban Nasution, drg. dan Putri Welda Utami Ritonga, drg. selaku anggota
tim penguji atas masukan dan saran yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan
skripsi.
5. Abdullah Oes, drg. dan Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku penasehat
akademik atas motivasi dan bantuan selama masa pendidikan penulis di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara terutama di Departemen Prostodonsia atas masukan dan bimbingan
yang bermanfaat.
7. Drs. Abdul Jalil AA. M.Kes dan Bu Maya selaku staf pengajar
Departemen Biostatistik dan Kependudukan di Fakutas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis
dalam analisis statistik.
8. Teman-teman senior penulis terutama Jeffry Chandra, Steven Wijaya yang
telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
9. Teman-teman terbaik penulis terutama Sharon, Zovi, Hartono, Caroline,
Jesika, Jesica, Jessica H, Scholastika, Budi, Jacky, Surya dan teman-teman
seangkatan yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah
memberikan bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan
agar skripsi ini dapat berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara khususnya Departemen Prostodonsia dalam hal pengembangan ilmu
pengetahuan.
Medan, 7 Juni 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
PERNYATAAN PESETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 6
1.4 Hipotesis Penelitian ... 7
1.5 Tujuan Penilitian ... 8
1.6 Manfaat Penilitian ... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak. ... 10
2.1.1 Pengertian ... 10
2.1.2 Persyaratan ... 10
2.1.3 Klasifikasi ... 11
2.2 Bahan Cetak Elastomer ... 12
2.2.1 Pengertian ... 12
2.2.2 Karakteristik ... 12
2.3 Silikon Adisi (Polivinil Siloksan) ... 14
2.3.1 Komposisi ... 15
2.3.2 Sifat ... 16
2.3.3 Manipulasi ... 17
2.3.4 Keuntungan dan Kerugian ... 19
2.4 Desinfeksi Pada Bahan Cetak ... 20
2.5 Desinfektan ... 23
2.5.1 Pengertian ... 23
2.5.2 Glutaraldehid ... 24
2.5.3 Iodofor ... 25
2.5.4 Sodium Hipoklorit ... 25
BAB 3 METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 26
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Buko Lingual ... 39
4.1.2 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual ... 41 4.1.3 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual ... 42 4.2 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam
Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Okluso Gingival ... 44 4.2.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival .... 45 4.2.2 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival ... 46 4.2.3 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival ... 48 4.3 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam
Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Inter Preparasi ... 49 4.3.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi ... 50 4.3.2 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi ... 51 4.3.3 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan
4.4Perbedaan Pengaruh Antara Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan yang Direndam dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% ... 54
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Metodologi Penelitian ... 56 5.2 Hasil Penelitian ... 56
5.2.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Buko Lingual ... 56 5.2.1.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual ... 57 5.2.1.2 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual ... 59 5.2.1.3 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual ... 61 5.2.2Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam
Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Okluso Gingival ... 62 5.2.2.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival ... 63 5.2.2.2Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
5.2.2.3Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival ... 66 5.2.3Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam
Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Inter Preparasi ... 67
5.2.3.1Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi ... 68 5.2.3.2Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi ... 70 5.2.3.3Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil
Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Perendaman Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi ... 71 5.2.4 Perbedaan Pengaruh Antara Perendaman Hasil Cetakan
Polivinil Siloksan yang Direndam dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% ... 73
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 75 6.2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Perbedaan Sifat-Sifat Bahan Cetak Elastomer ... 13
2 Keuntungan dan Kerugian dari Bahan Cetak Polivinil Siloksan... ... 19
3 Metode dan Bahan Desinfeksi yang Direkomendasikan pada Bahan Cetak... ... 22
4 Nilai Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Perendaman Larutan Sodium 2% (Kelompok A), Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) dan Tanpa Peredaman (Kelompok C) terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Buko Lingual (BL) .... 40
5 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual (BL) ... 41
6 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual (BL) ... 42
7 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual (BL) ... 44
9 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival (OG) ... 46
10 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival (OG) ... 47
11 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Okluso Gingival (OG) ... 49
12 Nilai Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Perendaman Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A), Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) pada Model Fisiologis Dilihat dari Inter Preparasi (IP) ... 50
13 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi (IP) ... 51
14 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% (Kelompok A) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi (IP) ... 52
15 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% (Kelompok B) dan Tanpa Perendaman (Kelompok C) Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Inter Preparasi (IP) ... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Struktur Kimia Silikon Prepolimer pada Pasta Bahan Cetak Silikon
Adisi ... 15
2 Pistol Pengaduk (Mixing gun) dengan Sistem Dual Catridge dan Bahan PVS Spident Light Body (Wash) ... 18
3 Mesin Pengaduk (Mechanical Mixer) Untuk Bahan Cetak Polivinil Siloksan ... 19
4 Siklus dari Kontaminasi/Infeksi Silang ... 21
5 Model Induk ... 26
6 Skema Model Induk ... 26
7 Kaliper Digital Ketelitian 0,01 mm ... 31
8 Alat-Alat Penelitian : Sendok Cetak Fisiologis, Model Induk, Rubber Bowl & Spatula, Glass Plate, Lekron & Spatula Semen, Beaker Glass... ... 31
9 Bahan-Bahan Penelitian: Bahan Cetak PVS Putty & Wash, Gips Keras tipe IV, Powder & Liquid Resin Akrilik Swapolimerisasi, Larutan Pemutih Pakaian ... 32
10 Sampel Kelompok A ... 37
11 Sampel Kelompok B ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Kerangka Konsep Skripsi
2 Kerangka Operasional Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan gangguan pada
fungsi pengunyahan, estetis, fonetik dan dapat menyebabkan gigi tetangga migrasi
ke daerah edentulus serta elongasi gigi antagonis. Gigi yang hilang harus segera
diganti dengan gigitiruan untuk menjaga kesehatan mulut. Pada umumnya dikenal 2
jenis gigitiruan yaitu gigitiruan lepasan dan gigitiruan cekat. Gigitiruan lepasan
adalah gigitiruan yang dapat dilepas setiap saat dari mulut pasien, sedangkan
gigitiruan cekat adalah gigitiruan yang dicekatkan di dalam mulut pasien dengan
semen.1,2
Preparasi gigi penyangga merupakan salah satu tahapan kerja dalam
pembuatan gigitiruan cekat yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan bentuk akhir
preparasi yang menjamin diperolehnya kekuatan dan retensi yang sebesar-besarnya
bagi gigitiruan.1 Setelah gigi dipreparasi, dilakukan pencetakan akhir untuk
memperoleh duplikasi yang akurat dari gigi geligi khususnya gigi yang dipreparasi
dan jaringan pendukung gigitiruan di dalam mulut pasien.1 Oleh karena itu,
pencetakan merupakan tahap kerja yang menentukan hasil tahap-tahap pembuatan
gigitiruan berikutnya.3
Bahan cetak elastomer yang termasuk golongan bahan polimer karet dapat
digunakan untuk mendapatkan cetakan akhir yang akurat. Secara kimia, terdapat
kondensasi, silikon adisi, dan polieter. Kebanyakan bahan cetak ini tersedia dalam
dua bentuk pasta yang terdiri dari basis (base) dan katalis dengan warna yang
berbeda.4
Silikon adisi umumnya digunakan pada kasus gigitiruan cekat karena sangat
akurat dan dapat mencetak detail lebih halus. Silikon adisi dikenal juga dengan
polivinil siloksan (PVS). Bahan PVS mempunyai sifat fisik, manipulasi serta
stabilitas dimensi yang baik.4
Setelah selesai pencetakan harus dilakukan pencucian dan desinfeksi pada
cetakan karena bahan cetak berkontak dengan saliva dan darah yang kemungkinan
terinfeksi di rongga mulut pasien seperti penyakit Hepatitis B, TBC, Herpes,
Pneumonia, AIDS dan berpotensi terjadinya kontaminasi silang kepada operator dan
pekerja kedokteran gigi.5-7 Mikroorganisme dari rongga mulut dapat bertahan pada
permukaan bahan cetak dan dapat berpindah ke model kerja.6
Mencuci atau membilas dengan air yang mengalir tidak sepenuhnya
menyingkirkan organisme kontaminan dari bahan cetak.6 Banyak hasil cetakan yang
dikirim ke laboratorium dental tanpa proses desinfeksi yang baik, beberapa bahkan
masih terkontaminasi dengan darah dan sisa makanan.4 Menurut survei Pang SK,
hanya 48% dokter gigi yang melakukan proses desinfeksi bahan cetak setelah
prosedur pencetakan.5 Oleh karena itu, pemakaian desinfektan sangat dianjurkan oleh
American Dental Association (ADA) untuk menghindari infeksi silang dari
penyakit-penyakit di atas.8
Desinfektan adalah suatu bahan yang mengandung anti-mikrobial yang efektif
diperhatikan dalam memilih metode dan produk yang akan digunakan sebagai bahan
desinfektan diantaranya harus mempunyai kemampuan anti-bakterial yang efektif
dan tidak menimbulkan pengaruh terhadap stabilitas dimensi dari bahan cetak.6,9
Terdapat banyak jenis bahan desinfektan yang digunakan di kedokteran gigi yaitu
glutaraldehid, iodofor dan sodium hipoklorit.8 Namun, beberapa diantaranya
mempunyai kekurangan diantaranya glutaraldehid mempunyai sifat karsinogenik dan
mengiritasi membran mukus dan jaringan, iodofor bersifat korosif dan dapat
meninggalkan bekas pada daerah yang didesinfeksi.10 Bahan desinfektan yang
disarankan untuk desinfeksi adalah bahan desinfektan yang mengandung chlorine
10000 ppm dan 2% glutaraldehid.11 Bahan desinfektan sodium hipoklorit dapat
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk larutan pemutih pakaian dengan
konsentrasi 5,25%. Keuntungan pemakaian sodium hipoklorit sebagai bahan
desinfektan adalah kemampuan spektrum anti-mikrobial yang luas, aman, tidak
meninggalkan residu, beraksi dengan cepat, harganya murah, mudah diperoleh,
menyingkirkan organisme dan biofilm pada permukaan. Bahan desinfektan sodium
hipoklorit diperoleh dari larutan pemutih pakaian yang diencerkan dengan air dengan
komposisi 1:10 sehingga diperoleh larutan sodium hipoklorit 0,5%.12,13
Metode desinfeksi yang umum digunakan adalah dengan metode spray
(semprotan) dan metode perendaman. Desinfeksi dengan penyemprotan merupakan
proses desinfeksi yang sederhana namun proses ini tidak menjamin seluruh bagian
bahan cetak terdesinfeksi.9 Menurut Kohn WG dkk dan Department of Health in
England, desinfeksi dengan perendaman diakui lebih efektif dan terpercaya
dengan perendaman membuat semua permukaan bahan cetak dan sendok cetak
terendam bahan desinfektan, dan resiko dari inhalasi terhadap operator berkurang.
Bahan cetak yang didesinfeksi dengan perendaman mungkin dapat menyebabkan
perubahan dimensi yang akan berpengaruh terhadap hasil gigitiruan yang akan
dibuat.6
Menurut Johnson GH dkk dan Lepe X dkk, perendaman bahan cetak dalam
desinfektan secara klinis berpengaruh terhadap stabilitas dimensional.14 Menurut
Al-Omari WM dkk, tidak ada perubahan klinis yang relevan pada bahan cetak elastomer
yang direndam di dalam larutan desinfektan. Namun penemuan dari penelitian tidak
semuanya sependapat karena terdapat perbedaan waktu perendaman dan berbagai
kombinasi bahan desinfektan serta berbagai jenis bahan cetak.4 Menurut survei Kugel
G dkk, sebanyak 34% laboratorium di USA melakukan desinfeksi dengan metode
perendaman, 46% laboratorium melakukan desinfeksi dengan metode spray, 23%
lainnya menyatakan tidak tahu metode mana yang sesuai.15 Menurut survei Pang SK,
sodium hipoklorit merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai
desinfektan (77%), diikuti oleh glutaraldehid (8%), alkohol (8%), hidrogen peroksida
(4%), dan 3,8% menggunakan produk lain.5
Beberapa penelitian mengevaluasi efek dari berbagai bahan desinfektan dan
metode desinfeksi bahan cetak, tetapi hasil dari penelitian sangat bervariasi. Stabilitas
dimensi dari bahan cetak yang didesinfeksi telah menjadi subjek penelitian dengan
berbagai pendekatan. Menurut Osorio dkk, keefektifan proses desinfeksi pada bahan
cetak adalah dengan cara perendaman bahan cetak ke dalam larutan sodium
larutan sodium hipoklorit cukup untuk mendesinfeksi bahan cetak.16 Menurut
Anusavice, bahan silikon adisi dapat direndam dalam desinfektan selama 30 menit.8
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan untuk
meneliti pengaruh perendaman desinfektan sodium hipoklorit 2% dengan larutan
pemutih pakaian 0,5% selama 10 menit terhadap stabilitas dimensi model fisiologis
yang dicetak dengan menggunakan bahan cetak polivinil siloksan.
1.2 Permasalahan
Kontrol infeksi merupakan hal yang penting dan terus berkembang di
kedokteran gigi. Penyebaran infeksi dapat melalui saliva, plak, darah dll yang dapat
membawa mikroorganisme yang bersifat patogen, termasuk bahan cetak. Bahan cetak
merupakan bahan yang sering digunakan oleh dokter gigi untuk membuat reproduksi
negatif. Dokter gigi, tekniker gigi dan tenaga laboratorium lainnya dapat terkena
infeksi silang seperti Hepatitis B, TBC, Herpes, Pneumonia dan AIDS. Pasien
merupakan sumber infeksi yang potensial, termasuk bahan cetak yang digunakan
langsung di dalam mulut pasien. Pemakaian desinfektan sangat dianjurkan oleh
American Dental Association (ADA) untuk menghindari infeksi silang dari
penyakit-penyakit di atas.
Desinfektan adalah suatu bahan yang mengandung anti-mikrobial yang efektif
untuk mengurangi mikroorganisme pada bahan cetak. Pemakaian desinfektan pada
bahan cetak ada 2 metode yaitu penyemprotan (spray) dan perendaman. Desinfeksi
dengan metode perendaman dipercaya lebih efektif dibanding dengan cara
penyemprotan. Bahan desinfektan sodium hipoklorit dapat dijumpai dalam kehidupan
Keuntungan pemakaian sodium hipoklorit sebagai bahan desinfektan adalah
kemampuan spektrum anti-mikrobial yang luas, tidak meninggalkan residu, beraksi
dengan cepat, harganya murah, mudah diperoleh, menyingkirkan organisme dan
biofilm pada permukaan. Bahan desinfektan sodium hipoklorit diperoleh dari larutan
pemutih pakaian 5,25% yang diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:10
sehingga diperoleh larutan sodium hipoklorit 0,5%.
Menurut beberapa penelitian, lama pemakaian desinfektan pada bahan cetak
elastomer dapat mempengaruhi stabilitas dimensi, kualitas permukaan, sifat wetting
dan keakuratan hasil cetakan. Namun penelitian lain menyatakan bahwa lamanya
pemakaian bahan desinfektan pada bahan cetak elastomer tidak terlalu berpengaruh
secara signifikan terhadap sifat-sifat dari bahan cetak. Oleh karena itu, peneliti
merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perendaman
desinfektan sodium hipoklorit 2% dan larutan pemutih pakaian yang juga
mengandung sodium hipoklorit terhadap stabilitas dimensi model fisiologis yang
dicetak dengan menggunakan bahan cetak polivinil siloksan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam
larutan sodium hipoklorit 2 %, larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium
hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model
fisiologis dilihat dari buko lingual
2. Apakah ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam
hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model
fisiologis dilihat dari okluso gingival
3. Apakah ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam
larutan sodium hipoklorit 2%, larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium
hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model
fisiologis dilihat dari inter preparasi
4. Apakah ada perbedaan pengaruh antara perendaman hasil cetakan
polivinil siloksan yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 2% dan larutan
pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% terhadap stabilitas
dimensi pada model fisiologis
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam larutan
sodium hipoklorit 2 %, larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit
0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model fisiologis dilihat
dari buko lingual
2. Ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam larutan
sodium hipoklorit 2%, larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit
0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model fisiologis dilihat
3. Ada pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam larutan
sodium hipoklorit 2%, larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit
0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada model fisiologis dilihat
dari inter preparasi
4. Tidak ada perbedaan antara perendaman hasil cetakan polivinil siloksan
yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 2% dan larutan pemutih pakaian
yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% terhadap stabilitas dimensi pada model
fisiologis
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan
dalam larutan sodium hipoklorit 2 %, larutan pemutih pakaian yang mengandung
sodium hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada
model fisiologis dilihat dari buko lingual
2. Untuk mengetahui pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan
dalam larutan sodium hipoklorit 2%, larutan pemutih pakaian yang mengandung
sodium hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada
model fisiologis dilihat dari okluso gingival
3. Untuk megetahui pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan
dalam larutan sodium hipoklorit 2%, larutan pemutih pakaian yang mengandung
sodium hipoklorit 0,5% dan tanpa perendaman terhadap stabilitas dimensi pada
4. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara perendaman hasil cetakan
polivinil siloksan yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 2% dan larutan
pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% terhadap stabilitas
dimensi pada model fisiologis
1.6Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran Gigi tentang
penggunaan desinfektan pada bahan cetak polivinil siloksan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter gigi untuk melakukan tindakan
desinfeksi terhadap hasil cetakan bahan cetak polivinil siloksan.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter gigi untuk memilih bahan
desinfektan yang tidak berpengaruh besar terhadap stabilitas dimensi bahan cetak
polivinil siloksan.
4. Mensosialisasikan pentingnya tindakan desinfeksi dalam bidang
Kedokteran Gigi agar tidak terjadi kontaminasi silang dari hasil cetakan.
5. Sebagai bahan penelitian lebih lanjut terhadap bahan cetak polivinil
siloksan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Pengertian
Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk
mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam
mulut.17 Bahan cetak menghasilkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan mulut.
Hasil cetakan yang diisi bahan pengisi gips keras menghasilkan cetakan yang disebut
reproduksi positif (model kerja dan model studi). Pada pencetakan gigitiruan cekat,
model kerja digunakan dokter gigi merancang dan membuat konstruksi yang baik
untuk pembuatan protesa gigitiruan cekat. Oleh karena itu, hasil cetakan harus akurat
untuk mewakili struktur jaringan mulut.18
2.1.2 Persyaratan
Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan cetak yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan yaitu:18-23
1. Mempunyai stabilitas dimensi dan keakuratan dimensi yang baik.
2. Mempunyai sifat flow yang baik.
3. Setting time pendek.
4. Cetakan harus cukup fleksibel, tidak berubah atau tidak mudah robek
ketika dikeluarkan dari mulut.
5. Tidak berbau, tidak toksik, tidak berasa.
7. Memiliki masa penyimpanan yang cukup lama.
8. Dapat didesinfeksi tanpa mempengaruhi dimensi keakuratan bahan cetak
secara signifikan.
9. Tidak mengeluarkan gas atau bahan lain ketika bahan cetak mengeras.
10.Kompatibel terhadap bahan dai dan bahan cetak lain.
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan sifat mekanis, bahan cetak dikelompokkan menjadi:24
1. Bahan cetak non-elastis, terdiri dari :
a. Plaster of Paris
b. Bahan cetak kompoun
c. Malam / wax
d. Pasta Zinc Oxide Eugenol
2. Bahan cetak elastis, terdiri dari :
a. Hidrokoloid, terdiri dari :
Reversibel : Agar hidrokoloid
Irreversibel : Hidrokoloid alginat
b. Elastomer, terdiri dari : Polisulfida
Polieter
Silikon kondensasi
2.2 Bahan Cetak Elastomer 2.2.1 Pengertian
Bahan cetak elastomer adalah bahan cetak yang bersifat elastis seperti karet
yang apabila digunakan dan dikeluarkan dari rongga mulut akan tetap bersifat elastis
dan fleksibel. Bahan cetak ini diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric
impression materials oleh Spesifikasi ANSI/ADA No.19. Bahan cetak elastomer
biasanya digunakan untuk mencetak pada pembuatan gigitiruan cekat, gigitiruan
sebagian lepasan, gigitiruan penuh, gigitiruan dukungan implan karena menghasilkan
cetakan yang akurat untuk detail gigi dan daerah gerong.18
Secara kimia, bahan cetak elastomer yang digunakan di kedokteran gigi
dibagi menjadi 4 jenis yaitu: polisulfida, silikon kondensasi, silikon adisi (yang
sering disebut polivinil siloksan/PVS) dan polieter. Polisulfida merupakan bahan
cetak elastomer yang pertama ditemukan, diikuti oleh silikon kondensasi, polieter dan
yang terakhir silikon adisi (PVS). Silikon adisi (PVS) dikategorikan sebagai silikon
adisi-polieter hybrid.18-20 Silikon adisi (PVS) adalah bahan cetak yang menghasilkan
perubahan dimensi paling kecil dibandingkan dengan bahan cetak elastomer
lainnya.17
2.2.2 Karakteristik
Sifat aliran dari bahan cetak elastomer memegang peranan penting terhadap
keberhasilan aplikasi seperti bahan cetak dengan keakuratan tinggi ini. Bahan cetak
tersebut dimasukkan ke dalam mulut sebagai suatu cairan kental dengan sifat
penyesuaian aliran tertentu. Reaksi pengerasan kemudian mengubahnya menjadi
memperoleh cetakan yang akurat.18 Selain itu sifat-sifat lain dari bahan cetak
elastomer dapat dilihat pada Tabel 1. 17-20,25
Tabel 1. PERBEDAAN SIFAT-SIFAT BAHAN CETAK ELASTOMER
SIFAT POLI
Shrinkage pada saat setting
Tinggi Sedang-tinggi Sangat rendah Rendah
Kemampuan elastis setelah
dilepas
Sedang Tinggi Sangat tinggi Tinggi
Fleksibilitas
Rendah Sangat rendah Sangat
rendah
Wettability Sedang Tidak baik Baik-sangat
baik
Sangat baik
Reproduksi detail
Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Penundaan
Bahan cetak yang ideal adalah bahan cetak yang dapat mencetak struktur
rongga mulut secara akurat, dikeluarkan dari mulut tanpa distorsi, dan dimensinya
tetap stabil selama proses laboratorium atau ketika diisi dengan gips keras. Setelah
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dimensi suatu hasil cetakan
yaitu perubahan suhu, shrinkage, polimerisasi yang kurang sempurna dan beberapa
bahan desinfektan.18
Berdasarkan sifat viskositas/kekentalan, bahan cetak elastomer dibagi menjadi
beberapa jenis viskositas untuk mendukung beberapa teknik mencetak. Polisulfida
dan polieter dibagi menjadi 3 jenis viskositas yaitu light (wash), medium (regular),
dan heavy. Silikon kondensasi biasanya tersedia dalam viskositas light dan putty,
sedangkan silikon adisi tersedia dalam 6 jenis viskositas yaitu extra-light (injection),
light (wash), medium (regular), monophase, heavy dan putty (extra-heavy).17,18,21
Selain itu, bahan cetak elastomer dikemas dalam 2 sistem komponen yaitu
dari basis (base) dan katalis.18,21 Terdapat 3 cara dalam pengadukan base dan katalis
bahan cetak elastomer yaitu : pengadukan dengan spatula secara manual, pengadukan
dengan menggunakan gun dan pengadukan dengan menggunakan mesin.21
2.3Silikon Adisi (Polivinil Siloksan)
Silikon adisi sering disebut bahan cetak polyvinyl siloxane (PVS) atau vinyl
polysiloxane (VPS).18 Bahan cetak PVS ini memiliki perubahan dimensi paling kecil
(0,05%) setelah pengerasan dibanding dengan bahan cetak hidrokoloid dan bahan
cetak elastomer lainnya. Selain itu, bahan cetak PVS memiliki sifat fleksibilitas yang
tinggi setelah dilepaskan dari daerah gerong dan tahan terhadap robekan. Hasil
cetakan PVS dapat diisi beberapa kali dan mempunyai stabilitas dimensi yang baik
selama seminggu tanpa mengalami distorsi. Oleh karena itu, banyak dokter gigi
mengirim hasil cetakan ke laboratorium dental dan hasil cetakan PVS ini yang diisi
Indikasi penggunaan dari bahan cetak PVS adalah pencetakan pada
pembuatan gigitiruan cekat, pencetakan pada pembuatan inlay, onlay, mahkota dan
jembatan serta pada pembuatan implan. Kontraindikasi dari penggunaan bahan cetak
PVS adalah penggunaan sarung tangan lateks bersulfur pada saat memanipulasi putty
dari bahan cetak PVS.25
2.3.1 Komposisi
Bahan cetak PVS tersedia dalam bentuk 2 sistem komponen yaitu basis (base)
dan katalis (Gambar 1). Basis mengandung polymethyl hydrogen siloxane, bahan
pengisi (filler), silanol serta pre-polimer siloksan lain. Katalis mengandung divinyl
polydimethyl siloxane, bahan pengisi (filler), garam platinum sebagai katalis serta
pre-polimer lain.18,25
2.3.2 Sifat
Bahan cetak PVS lebih disukai dari bahan cetak elastomer lain karena waktu
pengerasan dari bahan PVS lebih singkat dan memiliki sifat elastis yang paling ideal.
Sifat elastis ini berguna pada saat bahan cetak dikeluarkan dari daerah gerong di
dalam mulut dan ketahanan bahan cetak PVS terhadap sobekan cukup baik. Beberapa
pabrik juga telah memodifikasi dan menambahkan barium sulfat pada bahan PVS
untuk meningkatkan radiopasitas agar bahan ini dapat terdeteksi secara
radiografis.22,26
Selain itu, bahan cetak PVS mempunyai stabilitas dimensi dan keakuratan
dimensi yang baik. Perubahan dimensi bahan cetak PVS yang dibiarkan selama 24
jam sangat sedikit mengalami perubahan yaitu hanya -0,1%, dimana perubahan
dimensi bahan PVS ini paling rendah dibanding bahan cetak elastomer lain. Bahan
cetak PVS dapat ditunda pengisiannya sampai dengan 1 minggu tanpa terjadi
perubahan dimensi yang signifikan.18,20,22,26
Sifat bahan PVS yang hidrofobik menyebabkan sulitnya membasahi
permukaan, sehingga sulit untuk mengisi bahan cetak dengan bahan pengisi yang
bebas gelembung udara. Sudut kontak air pada bahan hidrofobik ± 95º, sedangkan
pada bahan hidrofilik ± 30º. Oleh karena itu, pabrik membuat bahan cetak PVS lebih
hidrofilik dengan penambahan bahan surfaktan yang memungkinkan bahan cetak
PVS membasahi jaringan lunak lebih baik dan dapat diisi dengan bahan pengisi (gips,
gips keras) secara lebih efektif ke dalam pasta.18
Bahan cetak PVS dapat menghasilkan gas hidrogen sebagai reaksi sampingan
poreus pada model gips yang langsung diisi setelah cetakan dikeluarkan dari mulut.
Oleh karena itu, pabrik sering menambahkan logam mulia seperti platinum atau
paladium untuk bertindak sebagai pembersih gas hidrogen.18,21
Kontaminasi sulfur dari sarung tangan lateks menghambat pengerasan bahan
cetak PVS. Senyawa sulfur dapat berpindah ke gigi yang dipreparasi dan jaringan
lunak ketika melakukan preparasi, melakukan retraksi jaringan lunak dan ketika
melakukan pengadukan putty dengan tangan. Senyawa sulfur dapat mempengaruhi
kerja platinum yang berfungsi seperti katalis, menghambat polimerisasi pada daerah
bahan cetak yang terkontaminasi dan menghasilkan distorsi pada hasil cetakan.
Dengan mencuci sarung tangan dengan detergen atau air sebelum mengaduk bahan
cetak dapat mengurangi efek kontaminasi senyawa sulfur tersebut.18,21
2.3.3 Manipulasi
Bahan PVS terdiri dari 6 jenis viskositas/kekentalan yaitu light (wash), extra
light (injection), medium (regular), monophase, heavy dan extra heavy (putty).
Polivinil siloksan yang viskositasnya rendah dikemas dalam 2 pasta, sedangkan
bahan putty dikemas dalam 2 wadah yang terdiri dari bahan basis dengan kekentalan
tinggi dan bahan katalis. Bahan basis dan katalis mengandung bahan serupa, kedua
bahan ini memiliki kekentalan yang hampir sama sehingga bahan cetak ini lebih
mudah diaduk.17,18
Pada awalnya bahan cetak PVS yang terdiri dari 2 pasta yang terdiri dari basis
dan katalis diaduk secara manual pada kertas pengaduk atau pelat kaca. Kedua pasta
warnanya homogen. Seiring dengan perkembangan zaman, pabrik memproduksi alat
pengaduk dengan sistem static automixing dan dynamic mechanical mixing.20-22
Sistem static automixing atau sistem dual catridge (Gambar 2) menggunakan
alat seperti gun (pistol). Hasil pengadukan dengan gun ini dapat langsung
dimasukkan ke dalam syringe injeksi atau pada sendok cetak. Hasil pengadukan
degan sistem static automixing atau dual catridge menghasilkan bahan cetak dengan
gelembung udara yang lebih sedikit. Kerugian dari sistem ini adalah perlunya
pergantian ujung (tip) dari gun setiap kali pengadukan dan terbuangnya sejumlah
bahan cetak yang terdapat pada ujung (tip).18-22
Gambar 2 . Pistol pengaduk (Mixing gun) dengan sistem dual catridge dan bahan PVS Spident light body (wash)22
Sistem dynamic mechanical mixing menggunakan alat seperti mesin pengaduk
(Gambar 3). Basis dan katalis dikemas dalam bentuk catridge dan dimasukkan ke
mudah, proses pengadukan cepat, hasil pengadukan bahan cetak merata dan lebih
sedikit gelembung udara dibanding pengadukan dengan tangan. Kerugiannya antara
lain harga mesin pengaduk yang mahal dan sejumlah bahan cetak terbuang.20-22
Gambar 3. Mesin pengaduk (Mechanical mixer) untuk bahan cetak polivinil siloksan 22
2.3.4 Keuntungan dan Kerugian
Tabel 2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN DARI BAHAN CETAK POLIVINIL SILOKSAN 17,25
Keuntungan Kerugian
Hasil cetakan akurat Hidrofobik
Mudah dimanipulasi
Terdapat banyak jenis viskositas Dapat terkontaminasi oleh sarung tangan lateks
Setting time cepat
Stabilitas dimensi yang baik Mahal
Daya tahan robekan sedang
Distorsi lebih sedikit Pengerasan terpengaruh oleh suhu dan kelembaban
2.4 Desinfeksi Pada Bahan Cetak
Bahaya penularan penyakit infeksi dari rongga mulut pasien selama proses
perawatan gigi telah diteliti oleh WC Barrett dari Buffalo Dentistry School (USA)
lebih dari 100 tahun lalu. Pada awalnya hanya menyatakan resiko penularan penyakit
sifilis, namun pada masa sekarang kesadaran akan penularan penyakit infeksi menjadi
sangat penting.27 Pada saat prosedur perawatan, membran mukosa dan gusi pasien
mungkin cedera. Oleh karena itu, saliva dan darah dengan mudah akan masuk ke
dalam bahan cetak pada saat pencetakan. Darah, saliva dan eksudat yang
mengandung mikroorganisme di rongga mulut pasien yang mempunyai potensial
terjadi kontaminasi silang kepada operator dan pekerja kedokteran gigi.5,17,19
Mikroorganisme tersebut dapat mengakibatkan penyakit infeksius seperti demam,
pneumonia, Herpes, Hepatitis B, TBC dan AIDS.19,28
Menurut Sofou A dkk dan Randall RC dkk (cit.Pang SK, 2006), menunjukkan
proses pencetakan gigi pada praktek dokter gigi merupakan sumber utama infeksi
silang. Banyak hasil cetakan yang dikirim ke laboratorium dental tanpa proses
desinfeksi yang baik, beberapa masih terkontaminasi dengan darah dan sisa makanan.
Model yang diisi dari cetakan yang terinfeksi dapat menyebabkan mikroorganisme
infeksius berpindah dari tempat praktek ke laboratorium.15,19
Federation Dentaire International (FDI) menyatakan semua hasil cetakan dan
gigitiruan pasien harus dibersihkan dan didesinfeksi sebelum dikirim ke laboratorium.
Bila hasil cetakan dan gigitiruan terinfeksi dikirim langsung ke laboratorium tanpa
Gambar 4. Siklus dari kontaminasi/infeksi silang 28
Kontaminasi silang dapat terjadi dari tempat praktek ke laboratorium begitu
juga sebaliknya. Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah dekontaminasi adalah
dengan melakukan proses desinfeksi di tempat praktek. Apabila proses desinfeksi
tidak dilakukan, maka desinfeksi harus dilakukan di laboratorium. Pekerja
laboratorium mungkin dapat terpapar melalui kontak langsung (melalui tersayat dan
luka) atau melalui inhalasi dari aerosol ketika melakukan prosedur laboratoris.28
Desinfeksi atau kontrol infeksi pada bahan cetak merupakan masalah yang
terus berkembang dalam bidang kedokteran gigi.8 Semua hasil cetakan harus dicuci
dengan air mengalir setelah dikeluarkan dari mulut untuk membersihkan hasil
cetakan dari sisa saliva dan darah pasien. Kemudian hasil cetakan harus didesinfeksi
untuk mencegah kontaminasi silang atau perpindahan organisme dari model gips ke
operator dan pekerja laboratorium.19,21,29 Bahan cetak elastomer umumnya
didesinfeksi dengan berbagai larutan antimikroba tanpa mengubah stabilitas dimensi
serta waktu pendesinfeksiannya singkat.18,19
2.4.1 Proses dan Metode Desinfeksi
Proses desinfeksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu secara fisis dan kemis. Secara
fisis yaitu dengan cara pemanasan dan sinar UV, sedangkan secara kemis yaitu Dokter Gigi
Asisten Pasien
menggunakan bahan kimia (desinfektan) seperti sodium hipoklorit, glutaraldehid,
alkohol, iodofor dll.19,29
Ada 2 metode desinfeksi (Tabel 3) yang sering digunakan di kedokteran gigi
yaitu metode spray (penyemprotan) dan metode perendaman. Metode penyemprotan
lebih sederhana dan lebih cepat, tetapi tidak menjamin seluruh permukaan hasil
cetakan terdesinfeksi sempurna. Menurut Kohn WG dkk (2004) dan Department of
Health in England, metode perendaman lebih efektif dibandingkan dengan metode
penyemprotan. Keuntungan dari metode perendaman adalah seluruh permukaan hasil
cetakan terendam secara sempurna dalam bahan desinfektan dan berkurangnya resiko
inhalasi mikroorganisme terhadap operator maupun pekerja laboratorium. Menurut
Anusavice, perendaman yang terlalu lama (lebih dari 30 menit) dapat menyebabkan
perubahan dimensi dan bahan-bahan tertentu dapat mengurangi kekerasan permukaan
dari model gips yang dapat mempengaruhi hasil gigitiruan yang akan dibuat.6,14,16,18,19
Tabel 3. METODE DAN BAHAN DESINFEKSI YANG DIREKOMENDASIKAN PADA BAHAN CETAK17,19
Bahan Cetak Bahan Desinfektan Lama Perendaman
Alginat dan agar hidrokloloid
1:10 sodium hipoklorit, 1:213 iodofor
10-30 menit
Polisulfida 1:10 sodium hipoklorit, 1:213 iodofor, glutaraldehid, fenol
kompleks
10-30 menit
Silikon kondensasi dan silikon adisi
1:10 sodium hipoklorit, 1:213 iodofor, glutaraldehid, fenol
kompleks
10-30 menit
Polieter 1:10 sodium hipoklorit,
1:213 iodofor, glutaraldehid, fenol kompleks
< 10 menit atau spray
Kompoun 1:10 sodium hipoklorit,
1:213 iodofor
10-30 menit
2.5 Desinfektan 2.5.1 Pengertian
Desinfektan adalah suatu bahan yang mengandung antimikrobial agen yang
efektif untuk membunuh mikroorganisme. Pemakaian desinfektan pada bahan cetak
sangat dianjurkan oleh American Dental Association (ADA) untuk menghindari
infeksi silang.8 Desinfektan yang beredar di pasaran ada beberapa macam yaitu
sodium hipoklorit, iodofor, phenol, glutaraldehid, dan klorheksidin.14,19 Berbagai
produk desinfektan komersial sudah dipasarkan, dan beberapa diantaranya dapat
digunakan pada situasi tertentu. Keefektifan dari perendaman dan desinfektan
permukaan tergantung pada beberapa faktor diantaranya :29
1. Konsentrasi dan sifat mikroorganisme yang menyebabkan kontaminasi
2. Konsentrasi larutan kimia
3. Lamanya waktu perendaman
4. Jumlah bioburden atau eksudat yang terkontaminasi
Larutan kimia yang digunakan sebagai desinfektan tidak efektif terhadap
mikroorganisme yang mempunyai resistensi tinggi seperti bakteri dan spora mikotik.
Desinfektan yang tersedia di pasaran terdiri atas larutan perendaman, semprotan, dan
foam dengan tujuan pemakaian masing-masing. Larutan kimia dengan tujuan
desinfeksi diatur dan didaftarkan oleh Enviromental Protection Agency (EPA).29
Sifat desinfektan yang ideal yaitu :29
1. Spektrum luas artinya mempunyai antimikrobial yang seluas mungkin.
2. Bekerjanya cepat artinya mempunyai aksi letal yang cepat terhadap semua
3. Tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan kompatibel artinya aktif
pada keadaan adanya bahan organik seperti darah, dahak, dan bahan kimia lain.
4. Tidak toksik dan tidak berbau.
5. Kecocokan permukaan artinya tidak menyebabkan korosi alat dan
permukaan dari logam.
6. Tidak menimbulkan efek sisa pada permukaan yang didesinfeksi.
7. Mudah penggunaannya.
8. Ekonomis, relatif tidak mahal.
2.5.2 Glutaraldehid
Glutaraldehid (C5H8O2) adalah bahan senyawa yang mempunyai 2 unit
aldehid, satu pada masing-masing ujung rantai karbon. Glutaraldehid dengan
konsentrasi 2%-3,2% efektif terhadap semua bakteri vegetatif termasuk
M.tuberculosis, jamur, dan virus serta mampu merusak spora mikrobial dalam waktu
6-10 jam. Keuntungan dari pemakaian glutaraldehid adalah spektrum antimikrobial
luas, aktivitas biosidal tinggi, daya hidup aktifnya lama, menembus darah dan debris
organik lain. Kerugian dari pemakaian bahan ini adalah sangat mengiritasi jaringan,
alergenik, dan dapat mengubah warna logam.19,29
2.5.3 Iodofor
Iodofor adalah bahan yang mempunyai efek germisidal yang kuat. Bahan ini
efektif terhadap bakteri gram negatif, M.tuberculosis, spora, jamur dan sebagian
virus. Keuntungan dari pemakaian iodofor adalah spektrum kerja luas, aktivitas
menimbulkan efek samping, aksi biosidal residual. Kerugian dari pemakaian bahan
ini adalah tidak stabil pada temperatur tinggi, harus dibuat setiap hari, dapat menodai
permukaan, tidak aktif bila berkontak dengan alkohol dan air keras, waktu pelarutan
dan kontak kritis.19,29
2.5.4 Sodium Hipoklorit
Klorin adalah senyawa utama yang terdapat di dalam sodium hipoklorit.
Sodium hipoklorit merupakan bahan germisidal yang kuat dan dapat membunuh
sebagian besar bakteri dalam waktu 15-30 detik pada konsentrasi 0,10-0,25 ppm.
Sodium hipoklorit bekerja terutama melalui reaksi oksidasi, sebagai asam hipoklorus
yang dengan cepat akan diubah oleh air dan lebih aktif bekerja pada larutan asam.
Larutan pemutih (biasanya mengandung sodium hipoklorit 5,25%-10%) diencerkan
dalam air dengan perbandingan 1:10 sampai 1:1000 terbukti merupakan desinfektan
yang digunakan sejak tahun 1970-an khususnya pada daerah yang terkontaminasi
virus hepatitis. Pusat Pengontrolan Penyakit menganjurkan pemakaian larutan sodium
hipoklorit 500-5000 ppm (0,05-0,5%) sebagai bahan efektif untuk membunuh virus
hepatitis B.19,29
Keuntungan dari desinfektan sodium hipoklorit adalah spektrum luas (bersifat
bakterisidal, tuberkulosidal, dan virusidal), antimikrobial berlangsung cepat,
ekonomis, efektif pada larutan encer, beberapa produk terdaftar pada EPA dan diakui
oleh ADA. Kerugian dari pemakaian bahan ini adalah harus dapat dibuat baru setiap
hari, baunya kurang enak, mengiritasi kulit dan mata, mengorosi logam, merusak
3.2.2 Besar Sampel Penelitian
Jumlah sampel penelitian berdasarkan rumus sebagai berikut:
(t-1)(r-1)≥15
Keterangan :
t : jumlah perlakuan
r : jumlah ulangan
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel dan satu kelompok
kontrol, maka t = 3 dan jumlah sampel (r) tiap kelompok dapat ditentukan sebagai
berikut:
(t-1)(r-1)≥15
(3-1)(r-1)≥15
2(r-1)≥15
(r-1)≥7.5
r ≥8.5 → 9 (untuk memudahkan maka sampel setiap kelompok 10)
Maka N = 30 (jumlah sampel ketiga kelompok).
3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Klasifikasi Variabel 3.3.1.1 Variabel Bebas
a. Hasil cetakan polivinil siloksan yang direndam dalam larutan sodium
hipoklorit 2%
b. Hasil cetakan polivinil siloksan yang direndam dalam larutan pemutih
3.3.1.2 Variabel Terikat
Stabilitas dimensi model fisiologis
3.3.1.3 Variabel Terkendali
a. Perbandingan bahan cetak polivinil siloksan base : katalis
b. Perbandingan adonan gips keras
c. Waktu pengadukan adonan gips keras
d. Sendok cetak yang digunakan
e. Teknik mencetak yang dipakai
f. Waktu perendaman bahan cetak
g. Perbandingan larutan sodium hipoklorit 10 % dengan air
h. Perbandingan larutan pemutih pakaian 5,25% dengan air
3.3.1.4 Variabel Tidak Terkendali
a. Tekanan yang diberikan selama proses pencetakan
b. Kecepatan pengadukan selama proses pencetakan
3.3.2 Definisi Operasional
1. Desinfektan adalah larutan yang mengandung antimikrobial yang efektif
untuk mengurangi mikroorganisme pada bahan cetak.
2. Stabilitas dimensi adalah kemampuan bahan cetak polivinil siloksan untuk
mempertahankan bentuknya selama perendaman desinfektan. Pengukuran stabilitas
dimensi dilakukan dengan menggunakan kaliper digital.
3. Perbandingan bahan cetak putty wash polivinil siloksan base : katalis
4. Perbandingan adonan gips keras adalah perbandingan gips keras : air
yang digunakan untuk mengisi hasil cetakan dan memperoleh model cetakan 100
gram : 30 ml air (sesuai petunjuk pabrik). Waktu pengadukan adonan gips keras
adalah waktu yang diperlukan untuk mengaduk gips keras dengan spatula selama 15
detik hingga homogen (sesuai petunjuk pabrik).
5. Sendok cetak yang digunakan adalah sendok cetak fisiologis yang terbuat
dari resin akrilik swapolimerisasi.
6. Teknik mencetak yang dipakai adalah teknik mencetak 2 tahap. Pertama
dilakukan pencetakan dengan putty, kemudian dilanjutkan dengan pencetakan wash.
7. Waktu perendaman bahan cetak adalah waktu yang digunakan untuk
perendaman seluruh hasil cetakan dalam desinfektan selama 10 menit.
8. Perbandingan larutan sodium hipoklorit 10 % dengan air adalah
pengenceran larutan sodium hipoklorit 10 % yang diperoleh dari toko kimia yang
diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:5 sehingga menjadi 2%. Setiap 200 ml
larutan sodium hipoklorit 10 % diencerkan dengan 800 ml air.
9. Perbandingan larutan pemutih pakaian 5,25% dengan air adalah
pengenceran larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 5,25%
yang diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:10 sehingga menjadi 0,5%.
Setiap 100 ml larutan pemutih diencerkan dengan 900 ml air.
10.Kecepatan pengadukan selama proses pencetakan adalah kecepatan
pengadukan bahan cetak polivinil siloksan dengan spatula diatas glass plate selama
11.Model induk adalah model stainless steel yang ditempah dengan 2 buah
abutment berbentuk mahkota yang telah dipreparasi.
12.Titik-titik pengukuran:
a. Buko Lingual (BL) adalah diameter dari abutment 6,33 mm.
b. Okluso Gingival (OG) adalah jarak dari titik oklusal ke akhiran
servikal abutment 8,02 mm.
c. Inter Preparasi (IP) adalah jarak dari titik tengah dari abutment I ke
titik tengah dari abutment II 28,25 mm.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian 3.4.1 Tempat Pembuatan Sampel
Laboratorium Departemen Prostodonsia FKG USU
3.4.2 Tempat Pengujian Sampel
Laboratorium Departemen Prostodonsia FKG USU
3.4.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012
3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah :
a. Sendok cetak fisiologis dari model induk
b. Model induk
c. Rubber bowl dan spatula
terbuat dari kawat atau resin akrilik swapolimerisasi). Setelah akrilik mengeras,
sendok cetak dilepaskan dari model dan dirapikan.
2. Pencetakan pada model induk menggunakan sendok cetak fisiologis
dengan bahan cetak elastomer jenis polivinil siloksan (silikon adisi) putty & light
body/wash.
3. Keluarkan bahan cetak polivinil siloksan putty dengan perbandingan base
dan katalis dengan perbandingan yang sama, lalu dimanipulasi dengan tangan hingga
warnanya homogen dan merata. Kemudian dilakukan pencetakan pada model induk
dengan teknik two step menggunakan spacer selembar sellopan dan tunggu sampai
bahan cetak menggeras.
4. Terlebih dahulu keluarkan spacer sellopan pada cetakan putty dan lalu
bahan cetak polivinil siloksan wash pasta base dan katalis diaduk di atas glass plate
dengan perbandingan 1:1 sampai sewarna sehingga didapat campuran yang homogen
dan konsistensinya padat kemudian dimasukkan ke dalam sendok cetak fisiologis dan
dicetak ke model induk.
5. Setelah cetakan mengeras, cetakan dibuka dicuci dengan air mengalir
selama 10 detik kemudian dikeringkan dengan semprotan udara.
6. Kemudian hasil cetakan direndam ke dalam beaker glass yang berisi
larutan sodium hipoklorit 2% selama 10 menit.
7. Setelah 10 menit hasil cetakan dibilas dengan air mengalir lalu
dikeringkan dengan semprotan udara.
8. Cetakan lalu diisi sampai penuh dengan gips keras tipe IV (Fuji Rock)
dimasukkan ke hasil cetakan menggunakan vibrator untuk menghindari adanya
gelembung udara.
9. Setelah itu model gips dibiarkan kering selama 1-2 jam.
10. Proses pencetakan ini dilakukan sebanyak 3 sampel per hari hingga
diperoleh 10 sampel untuk kelompok A, kemudian sampel diberi nomor dan diukur
dengan kaliper digital.
3.6.1.2 Pembuatan Sampel (Kelompok B)
1. Sebelum proses pencetakan dilakukan pembuatan sendok cetak fisiologis
dari resin akrilik swapolimerisasi pada model induk yang telah dilapisi selembar wax
(±2mm) yang menutupi batas tepi. Kemudian diberi tangkai sendok cetak (dapat
terbuat dari kawat atau resin akrilik swapolimerisasi). Setelah akrilik mengeras,
sendok cetak dilepaskan dari model dan dirapikan.
2. Pencetakan pada model induk menggunakan sendok cetak fisiologis
dengan bahan cetak elastomer jenis polivinil siloksan (silikon adisi) putty & light
body/wash.
3. Keluarkan bahan cetak polivinil siloksan putty dengan perbandingan base
dan katalis dengan perbandingan yang sama, lalu dimanipulasi dengan tangan hingga
warnanya homogen dan merata. Kemudian dilakukan pencetakan pada model induk
dengan teknik two step menggunakan spacer selembar sellopan dan tunggu sampai
bahan cetak menggeras.
4. Terlebih dahulu keluarkan spacer sellopan pada cetakan putty dan lalu
dengan perbandingan 1:1 sampai sewarna sehingga didapat campuran yang homogen
dan konsistensinya padat kemudian dimasukkan ke dalam sendok cetak fisiologis dan
dicetak ke model induk.
5. Setelah cetakan mengeras, cetakan dibuka dicuci dengan air mengalir
selama 10 detik kemudian dikeringkan dengan semprotan udara.
6. Kemudian hasil cetakan direndam ke dalam beaker glass berisi larutan
pemutih pakaian 5,25% yang telah diencerkan 1:10 dengan air menjadi 0,5% selama
10 menit.
7. Setelah 10 menit hasil cetakan dibilas dengan air mengalir lalu
dikeringkan dengan semprotan udara.
8. Cetakan lalu diisi sampai penuh dengan gips keras tipe IV (Fuji Rock)
sesuai dengan w/p ratio menurut pabrik dan diaduk hingga homogen kemudian
dimasukkan ke hasil cetakan menggunakan vibrator untuk menghindari adanya
gelembung udara.
9. Setelah itu model gips dibiarkan selama 1-2 jam.
10.Proses pencetakan ini dilakukan sebanyak 3 sampel per hari hingga
diperoleh 10 sampel untuk kelompok B, kemudian sampel diberi nomor dan diukur
dengan kaliper digital.
3.6.1.3 Pembuatan Sampel Kontrol (Kelompok C)
1. Sebelum proses pencetakan dilakukan pembuatan sendok cetak fisiologis
dari resin akrilik swapolimerisasi pada model induk yang telah dilapisi selembar wax
terbuat dari kawat atau resin akrilik swapolimerisasi). Setelah akrilik mengeras,
sendok cetak dilepaskan dari model dan dirapikan.
2. Pencetakan pada model induk menggunakan sendok cetak fisiologis
dengan bahan cetak elastomer jenis polivinil siloksan (silikon adisi) putty & light
body/wash.
3. Keluarkan bahan cetak polivinil siloksan putty dengan perbandingan base
dan katalis dengan perbandingan yang sama, lalu dimanipulasi dengan tangan hingga
warnanya homogen dan merata. Kemudian dilakukan pencetakan pada model induk
dengan teknik two step menggunakan spacer selembar sellopan dan tunggu sampai
bahan cetak menggeras.
4. Terlebih dahulu keluarkan spacer sellopan pada cetakan putty dan lalu
bahan cetak polivinil siloksan wash pasta base dan katalis diaduk di atas glass plate
dengan perbandingan 1:1 sampai sewarna sehingga didapat campuran yang homogen
dan konsistensinya padat kemudian dimasukkan ke dalam sendok cetak fisiologis dan
dicetak ke model induk.
5. Setelah cetakan mengeras, cetakan dibuka dicuci dengan air mengalir
selama 10 detik kemudian dikeringkan dengan semprotan udara.
6. Cetakan lalu diisi sampai penuh dengan gips keras tipe IV (Fuji Rock)
sesuai dengan w/p ratio menurut pabrik dan diaduk hingga homogen kemudian
dimasukkan ke hasil cetakan menggunakan vibrator untuk menghindari adanya
gelembung udara.
8. Proses pencetakan ini dilakukan sebanyak 3 sampel per hari hingga
diperoleh 10 sampel untuk kelompok C, kemudian sampel diberi nomor dan diukur
dengan kaliper digital.
3.6.2 Pengukuran Sampel
Pengukuran sampel dilakukan dengan menggunakan kaliper digital oleh
operator yang sama sebanyak tiga kali kemudian ditabulasi dan dirata-ratakan.
Pengukuran setiap kelompok dilakukan pada tiga dimensi yaitu pada posisi Buko
Lingual (BL) yang merupakan diameter abutment, posisi Okluso Gingival (OG) yang
merupakan tinggi abutment, dan Inter Preparasi (IP) yang merupakan jarak titik
tengah antara dua abutment.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dengan mencari rata-rata hasil pengukuran sampel yang
direndam di dalam larutan sodium hipoklorit 2% selama 10 menit, direndam di
larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% kemudian
dibandingkan pada pengukuran sampel tanpa perlakuan perendaman desinfektan
(kontrol). Hasil data dikumpulkan dan ditabulasi kemudian dilakukan uji statistik
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.5 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2%, Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% dan Tanpa Peredaman Terhadap Stabilitas Dimensi pada Model Fisiologis Dilihat dari Buko Lingual
Hasil perendaman cetakan polivinil siloksan dalam larutan sodium hipoklorit
2% (Kelompok A), larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium hipoklorit
0,5% (Kelompok B) dan tanpa perendaman (Kelompok C) diperoleh dengan
menghitung rata-rata pengukuran pertama, kedua dan ketiga dari setiap sampel
kelompok yang dilihat dari buko lingual dan diukur dengan alat kaliper digital.
Stabilitas dimensi hasil cetakan polivinil siloksan dalam perendaman larutan
sodium hipoklorit 2% (Kelompok A) menunjukkan nilai terbesar 6,360 mm dan nilai
terkecil 6,343 mm dengan nilai rerata 6,351 mm dan standar deviasi 0,006 mm.
Stabilitas dimensi hasil cetakan polivinil siloksan dalam perendaman larutan pemutih
pakaian yang mengandung sodium hipoklorit 0,5% (Kelompok B) menunjukkan
nilai terbesar 6,353 mm dan nilai terkecil 6,343 mm dengan nilai rerata 6,349 mm
dan standar deviasi 0,006 mm. Stabilitas dimensi hasil cetakan polivinil siloksan
tanpa perendaman (Kelompok C) menunjukkan nilai terbesar 6,343 mm dan nilai
terkecil 6,333 mm dengan nilai rerata 6,335 mm dan standar deviasi 0,005 mm.
Tabel 4. NILAI STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN DALAM PERENDAMAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 2% (KELOMPOK A), LARUTAN PEMUTIH PAKAIAN YANG MENGANDUNG SODIUM HIPOKLORIT 0,5% (KELOMPOK B) DAN TANPA PERENDAMAN (KELOMPOK C) PADA MODEL FISIOLOGIS DILIHAT DARI BUKO LINGUAL (BL) No
4.5.1 Pengaruh Perendaman Hasil Cetakan Polivinil Siloksan dalam Larutan Sodium Hipoklorit 2% dan Larutan Pemutih Pakaian yang Mengandung Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Stabilitas Dimensi Dilihat dari Buko Lingual
Pengaruh perendaman hasil cetakan polivinil siloksan dalam larutan sodium
hipoklorit 2% (Kelompok A) dan larutan pemutih pakaian yang mengandung sodium
hipoklorit 0,5% (Kelompok B) terhadap stabilitas dimensi dilihat dari buko lingual