ANALISIS FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG
MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA
WANITA KARIR BERKELUARGA
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S1) – Psikologi
Oleh :
MUTIA KUSUMA DEWI NIM. 107070002312
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
MUTIA KUSUMA DEWI NIM: 107070002312
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I
Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP: 19640814 100112 1 001
Pembimbing II
Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG
MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 12 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001
Anggota:
Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006
Dra. Netty Hartati, M.Si NIP : 19531002 198303 2 001
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mutia Kusuma Dewi
NIM : 107070002312
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN
ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau
jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 6 Desember 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Berdo’a dan berusaha menjadi yang terbaik untuk orang-orang
yang kita sayangi
Tiada kata menyerah sebelum apa yang kita inginkan dapat kita
raih
(Mutia Kusuma Dewi)
“Kepuasan itu terletak pada usaha, bukan pada pencapaian hasil. Berusaha keras adalah kemenangan besar.” Mahatma Gandhi.
“Kemuliaan paling besar bukanlah karena kita tidak pernah terpuruk, tapi karena kita selalu mampu bangkit setelah terjatuh”. Oliver Goldsmith.
PERSEMBAHAN:
“
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Mama yang terhebat dan sangat aku sayangi , yang tak kenal lelah menyemangati
hari-hari ku..
Bapak tersayang yang selalu memberikan aku kekuatan untuk menampilkan usaha
terbaikku..
I Love You My Lovely Parents..
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Desember 2011 (C) Mutia Kusuma Dewi
(D) xvi + 159 halaman + 31 lampiran
(E) Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga
(F)
Komitmen organisasi menjadi hal yang penting bagi pencapaian tujuan suatu perusahaan dan secara implisit juga sangat penting bagi kehidupan wanita karir yang berkeluarga dalam memainkan Multiple Roles mereka. karena arti bekerja yang awalnya berorientasi pada kodrat wanita sebagai pemelihara rumah tangga menuju ke arah arti bekerja yang berorientasi pada fungsi wanita sebagai individu yang bekerja. Untuk itu, komitmen organisasi harus mampu mengembangkan sikap loyalitas pekerja secara terus-menerus kepada organisasi untuk keberhasilan organisasinya. Komitmen organisasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu keterlibatan kerja, konflik peran ganda, Perceived Organizational Support (POS), dan faktor demografi (seperti: usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 8 variabel, yaitu 7 variabel sebagai independent variable (yakni, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, keterlibatan kerja, konflik peran ganda, dan Perceived Organizational Support (POS), dan 1 variabel sebagai dependent variable, yaitu komitmen organisasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 156 wanita karir berkeluarga yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta.
Uji validitas penelitian ini menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis), dan untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara dependent variable (DV) dan independent variable (IV), peneliti menggunakan uji analisis regresi berganda (Multiple Regression) dengan standar taraf signifikan 0,05 atau 5%.
terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, dengan taraf signifikasi sebesar 0.000 atau P < 0,05. Adapun R-square dari semua variabel yang telah diujikan adalah sebesar 0.414 atau 41,4%. Artinya proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.4%. Dari ketujuh IV yang diujikan, hanya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, yaitu variabel keterlibatan kerja [dengan nilai sig. 0.000 (p < 0.05)], masa kerja [dengan nilai sig. 0,044 (p < 0.05)], dan Perceived Organizational Support (POS) [dengan nilai sig. 0,005 (p < 0.05)]. Dalam pengujian proporsi varians, terdapat tiga variabel yang sumbangannya signifikan terhadap komitmen organisasi, yaitu variabel usia, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS).
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, yakni keterlibatan kerja dan Perceived Organizational Support (POS) khususnya pada karyawan wanita. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori komitmen organisas, sehingga dapat mengembangkan khazanah ilmu psikologi.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Syukur Alhamdulillah, puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat, hidayah, kekuatan dan kasih sayang yang diberikan-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga
dan sahabat.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, dan dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka,
berakhirlah langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh dengan
kesabaran, kerja keras, dan do‟a yang telah memberikan banyak pelajaran hidup
yang berarti bagi penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis meyadari sepenuhnya bahwa
keberhasilan yang diperoleh bukanlah semata-mata hasil usaha penulis sendiri,
melainkan berkat dukungan, bantuan dorongan, semangat, dan bimbingan yang
tidak ternilai harganya dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan Ibu Fadhila Suralaga, M.Si, pembantu dekan I Fakultas Psikologi
UIN Syatif Hidayatullah.
2. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si, pembimbing I, dan Ibu Desi Yustari
Muchtar, M.Psi, pembimbing II, terima kasih telah berkenan memberikan
bimbingan, waktu, arahan, petunjuk, dan sumbangan pikiran dalam penulisan,
3. Ibu Yufi Adriani, M.Psi, dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas
bimbingan, perhatian, dan masukannya selama Penulis menjalani perkuliahan.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang
akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum, serta seluruh
civitas akademika Fakultas Psikologi.
5. Kedua orangtuaku tercinta, Mat Ali dan Umamah, yang senantiasa
memberikan doa yang selalu menyertai penulis, dan memberikan cinta, kasih
sayang, perhatian, pengertian, semangat, motivasi, dan dukungan baik moril
maupun materil yang tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh
apapun. My love for you will never run out.
6. Kakek-nenekku tersayang, H. Mad Ali, dan Hj. Awinah, yang senantiasa
memberikan do‟a untuk penulis, perhatian, dan kasih-sayang yang tak terhingga. Ketika penulis merasa bosan dan jenuh, kalian selalu memberikan
kisah-kisah lucu dan bermakna, sehingga penulis merasa kembali
bersemangat, dan ingin mentauladani “kehebatan” kalian dalam menjalani
kehidupan.
7. Kakak-kakaku tersayang, bang „Jak, ka‟ Nana, bang „Iin, ka‟ Eva, dan ka‟
Novi, yang selalu setia menyemangatiku. Setiap kita berkumpul bersama,
semangatku untuk bisa membanggakan dan membahagiakan kedua orangtua
kita semakin besar. Semoga penulis bisa mewujudkan harapan kalian di masa
depan.
8. Sahabatku tersayang, Hazmi Imama, yang telah memberikan semangat, selalu
menemani dan membantu dalam suka dan duka. Terima kasih, untuk
canda-tawa dan kesedihan yang kita bagi bersama, dan untuk semua waktu, dan
pengalaman “hebat” yang telah kita hadapi bersama. Semoga persahabatan kita takkan lekang, hanya karena jarak dan waktu. I’m proud to be your friend.
9. Untuk “kucingku”, Fauzah Shaumiyah. Terima kasih, telah menjadi
pendengar setia keluhan segala masalah dan rasa galau-ku. Kata terima kasih,
mungkin takkan cukup untuk membalas semua nasihat dan kalimat-kalimat
10.Sahabat dan ayank-ayank, Pury, Afifah, Renny „eyang”, Chahyu „mamih‟,
Imel, Reza, Zya, dan Vhia „tante‟. Terima kasih untuk cerita, dan canda tawa
yang telah dibagi, untuk kisah pertemanan kita yang penuh warna, dan terima
kasih untuk segala ketulusan dan kebaikan yang telah diberikan untuk penulis.
11.Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua
kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang
luar biasa serta suasana belajar dan diskusi yang menyenangkan dalam setiap
mata kuliah.
12.Teman sesama bimbingan skripsi, Gilang Raka Pratama, dan Rifky Anugrah.
Terima kasih sudah menemani hari-hari Penulis selama menjalani bimbingan,
dan menghabiskan waktu menunggu penuh motivasi dan kesabaran.
13.Bapak Ahmad Baydhowi, terima kasih telah mengajari penulis penggunaan
Lisrel.
14.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh
Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Jakarta, 6 Desember 2011
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing ... i
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... ii
Lembar Orisinalitas ... iii
Motto dan Persembahan ... iv
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 14
1.2.1 Pembatasan Masalah ... 14
1.2.2 Perumusan Masalah ... 16
1.3 Tujuan Penelitian ... 17
1.4 Manfaat Penelitian ... 17
1.5 Sistematika Penulisan ... 18
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komitmen Organisasi ... 20
2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi ... 20
2.1.2 Jenis Komitmen ... 25
2.1.3 Antesenden dari Komitmen Organisasi ... 28
2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi ... 34
2.2 Keterlibatan Kerja ... 36
2.2.1 Pengertian Keterlibatan Kerja ... 36
2.2.2 Aspek-aspek Keterlibatan Kerja ... 39
2.3 Konflik Peran ... 42
2.3.1 Bentuk Konflik Peran Ganda ... 45
2.4 Masa Kerja (Tenure) ... 49
2.4.1 Pengertian Masa Kerja ... 49
2.4.2 Konsep Masa Kerja ... 50
2.3 Perceived Organizational Support (POS) ... 51
2.3.1 Definisi Perceived Organizational Support (POS) ... 51
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perceived Organizational Support (POS) ... 54
3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 65
3.3 Variabel Penelitian ... 66
3.3.1 Definisi Konseptual Variabel ... 67
3.4 Pengumpulan Data ... 68
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 68
3.4.2 Instrumen Penelitian ... 72
3.5 Uji Instrumen ... 79
3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 79
3.5.2 Uji Validitas Skala Komitmen Organisasi ... 81
3.5.3 Uji Validitas Skala Konflik Peran Ganda ... 86
3.5.4 Uji Validitas Skala Keterlibatan Kerja ... 104
3.5.5 Uji Validitas Skala Perceived Organizational Support (POS) ... 109
3.5 Teknik Analisis Data ... 111
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ... 116
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 119
4.1.1 Kategorisasi Skor Variabel ... 121
4.1.2 Analisis Uji Daya Beda Variabel Demografi ... 123
4.3 Uji Hipotesis ... 125
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 125
4.3.2 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable ... 132
4.3.2 Pengujian Analisis Regresi Berdasarkan Sub-Kelompok Variabel Demografi ... 138
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 141
5.1.1 Hipotesis Mayor ... 141
5.1.2 Hipotesis Minor ... 142
5.2 Diskusi ... 145
5.3 Saran ... 151
5.3.1 Saran Metodologis ... 152
5.3.2 Saran Praktis ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 155
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Skor Skala Model Likert ...70
Tabel 3.2 Tabel Skor Skala Model Penilaian ...71
Tabel 3.3 Blue Print Komitmen Organisasi ...73
Tabel 3.4 Blue Print Konflik Peran ...75
Tabel 3.5 Blue Print Keterlibatan Kerja ...76
Tabel 3.6 Blue Print Perceived Organizational Support (POS) ...77
Tabel 3.7 Tabel Skala Alternatif ... 78
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi ...83
Tabel 3.9 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komitmen Organisasi ...84
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Pengasuhan Anak untuk Konflik Peran ...88
Tabel 3.11 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pengasuhan Anak ...89
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga untuk Konflik Peran ...90
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami untuk Konflik Peran ...92
Tabel 3.14 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami ...93
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Waktu untuk Keluarga untuk Konflik Peran ...95
Tabel 3.16 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Waktu untuk Keluarga ...95
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Menentukan Prioritas untuk Konflik Peran ...97
Tabel 3.18 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Menentukan Prioritas ...98
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Tekanan Karir dan Keluarga untuk Konflik Peran ...100
Tabel 3.20 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Tekanan Karir dan Keluarga ...100
Tabel 3.21 Muatan Faktor Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita untuk Konflik Peran ...102
Tabel 3.22 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita ...103
Tabel 3.24 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item
Keterlibatan Kerja ...107
Tabel 3.25 Muatan Faktor Item Perceived Organizational Support (POS) ...110
Tabel 3.26 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Perceived Organizational Support (POS) ...111
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia ...116
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Perkawinan ...117
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...118
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja ...119
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ...120
Tabel 4.6 Penyebaran Skot Komitmen Organisasi ...121
Tabel 4.7 Penyebaran Skor Keterlibatan Kerja ...122
Tabel 4.8 Penyebaran Skor Konflik Peran Ganda ...122
Tabel 4.9 Penyebaran Skor Perceived Organizational Support (POS) ...123
Tabel 4.10 Uji Beda Komitmen Organisasi ...124
Tabel 4.11 Tabel R-Square ...126
Tabel 4.12 Tabel Anova ...126
Tabel 4.13 Koefisien Regresi ...128
Tabel 4.14 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variable ...133
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipologi Komitmen Organisasi ...26 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Faktor-faktor Komitmen Organisasi ...62 Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Komitmen
Organisasi ...82
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pengasuhan Anak ...87 Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Bantuan
Pekerjaan Rumah Tangga ...89 Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Komunikasi dan
Interaksi dengan Anak dan Suami ...91 Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Waktu untuk
Keluarga ...94 Gambar 3.6
Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Menentukan
Prioritas ... 96 Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Tekanan
Karir dan Keluarga ...99 Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pandangan
Suami terhadap Peran Ganda Wanita ...101 Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Keterlibatan
Kerja ...104 Gambar 3.10 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Surat Keterangan Penelitian
Lampiran B : Output Uji Validitas CFA Skala Penelitian
Outpur Analisis Uji Regresi dengan Menggunakan SPSS 17.0
Angket Kuesioner Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia kerja di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat,
baik dalam sektor formal maupun informal. Implikasinya, akan terbuka
lapangan kerja baru bagi tenaga kerja. Namun, lapangan kerja yang banyak
terbuka, dapat dipastikan tidak akan mampu menampung banyaknya jumlah
tenaga kerja yang semakin besar.
Data Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa pada tahun 2011,
jumlah tenaga kerja di indonesia mencapai 119,4 juta orang, yang naik
sebesar 2,9 juta orang dibanding keadaan Agustus 2010, dan naik 3,4 juta
orang dibanding keadaan Februari 2010, dan diprediksi jumlah
pengangguran saat ini mencapai mencapai 8,1 juta orang. Seiring dengan
peningkatannya jumlah tenaga kerja, setahun terakhir (Februari 2010 -
Februari 2011), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja,
namun, angka pekerja yang dibutuhkan tidak seimbang dengan jumlah
pelamar kerja yang ada. Akibatnya, akan terjadi persaingan yang ketat dan
dapat dipastikan hanya individu yang dapat bersaing secara kompetitif dan
professional yang dapat memenangkan persaingan tersebut.
Tenaga kerja yang kompetitif dan profesional dengan kriteria
sangat penting bagi efektifitas kerja untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Menurut Greenberg dan Baron (2003) tenaga kerja yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi, yaitu tenaga kerja yang produktif sehingga pada
akhirnya akan lebih menguntungkan bagi organisasi. Ketika komitmen
organisasi seseorang tinggi, maka efektifitas pelaksanaan tugas akan lebih
optimal.
Secara teoritis, komitmen organisasi dijabarkan oleh Baron (2003),
yang mengatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap pekerja
terhadap organisasi tempat individu bekerja. Karyawan dengan komitmen
organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap positif, yaitu memiliki
harapan dan motivasi yang tinggi dalam bekerja di sebuah organisasi.
Komitmen ini memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian individu di
dalam organisasi, sehingga dapat diartikan sebagai kesetiaan untuk
melakukan apa saja yang telah di putuskan oleh organisasi. Komitmen
organisasi juga merupakan hubungan antara individu dengan organisasi
tempat individu bekerja, yang diartikan bahwa individu mempunyai
keyakinan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, adanya kerelaan untuk
berusaha secara bersungguh-sungguh demi kepentingan organisasi serta
mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi.
Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai komitmen organisasi oleh
Ali Nina (dalam Seniati, 2002), mengungkapkan bahwa karyawan yang
memiliki keinginan untuk bekerja sampai pensiun, dan karyawan yang
tingkat komitmen organisasi yang tinggi, yakni ditandai dengan tingkat
turnover yang rendah dan keterlibatan kerja yang aktif dalam organisasinya.
Hal tersebut selaras dengan konsep yang dijabarkan oleh Steers dan Porter
(dalam Yuwono, dkk., 2005) yang mengemukakan bahwa komitmen
merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat terikat
oleh tindakannya. Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang
menunjang aktivitas dan keterlibatannya. Sehingga seorang pekerja dengan
komitmen yang tinggi pada umumnya mempunyai kebutuhan yang besar
untuk mengembangkan diri dan senang berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan di organisasi tempat mereka bekerja. Hasilnya
mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah, produktivitas yang
tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik. Di samping itu,
pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over
(dalam Greenberg dan Baron, 1995).
Secara teoritis, Allen dan Meyer (dalam Yuwono, dkk., 2005)
mengemukakan komponen model komitmen organisasi, yaitu (1) Komitmen
afektif (affective commitment) yang dimaknai bahwa keikatan emosional,
identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Individu menetap
dalam organisasi karena keinginan sendiri; (2) Komitmen kesinambungan
(continuance commitment) yang dimaknai bahwa komitmen individu
didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan
meninggalkan organisasi. Individu memutuskan untuk menetap pada suatu
Komitmen normatif (normative commitment) yang dimaknai bahwa
keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu
akan tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal
kepada organisasi tersebut.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda
berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Perwujudan tingkah
laku pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar
afektif akan berbeda dengan karyawan dengan dasar continuance, dan begitu
pula untuk karyawan dengan dasar normatif. Karyawan yang ingin menetap
(betah) dalam organisasi karena keinginannya sendiri (affective) memiliki
keinginan menggunakan usaha agar sesuai dengan tujuan organisasi.
Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance
cenderung menghindari kerugian finansial sehingga usaha yang dilakukan
untuk organisasi kurang maksimal, misalnya individu takut tidak
mendapatkan gaji sebagaimana yang saat ini didapat, dan takut tidak
mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang saat ini dijalankan. Sementara
itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman
sosialisasi, tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang dimiliki
karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaaan kewajiban pada
karyawan untuk member balasan atas apa saja yang telah diterimanya dari
organisasi (Kuncoro, dalam Yuwono, dkk., 2005).
Van Dyne dan Graham, (dalam Coetzee, 2005) menjelaskan
yaitu faktor personal, faktor posisional, dan faktor situasional. Faktor
personal berhubungan dengan elemen pribadi yang terdapat di dalam diri
individu. Faktor posisional berhubungan dengan kedudukan seseorang
dalam lingkungan kerjanya, sedangkan faktor situasional berhubungan
dengan situasi atau keadaan di dalam organisasi.
Beberapa faktor personal yang mempengaruhi komitmen organisasi
diantaranya yaitu faktor demografik (usia, tingkat pendidikan, dan status
perkawinan), keterlibatan kerja dan konflik peran. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan di sebuah perusahaan di Malaysia, Asri dan Hamrilah (2007)
menyatakan bahwa faktor-faktor demografik dapat memberikan efek positif
dan efek negatif terhadap komitmen organisasi karyawan.
Sjabadhyni, dkk. (2001) menyatakan bahwa faktor demografik,
seperti usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan memang memiliki
hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi. Selanjutnya,
Sjabadhyni menguraikannya sebagai berikut: (1) usia, dalam penelitian
Mowday, Porter, dan Steers (1982) menunjukkan bahwa usia mempunyai
hubungan secara positif dengan komitmen organisasi. March dan Simon
(1958) mengemukakan bahwa kesempatan individu untuk mendapatkan
pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia
individu; (2) tingkat pendidikan, Mowday, Porter, dan Steers (1982)
mengatakan bahwa tingkat pendidikan sering ditemukan berhubungan
negatif dengan komitmen organisasi, meskipun hasil penelitian tersebut
membentuk keterampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan
sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak
terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi. Dengan
demikian, makin tinggi tingkat pendidikan individu makin banyak pula
harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak sesuai dengan
organisasi tempat di mana ia bekerja; dan yang terakhir, (3) status
perkawinan, dalam sebuah penelitian oleh Vera Racmayati (dalam Seniati,
2002) menyatakan bahwa status perkawinan mempunyai kontribusi negatif
terhadap komitmen organisasi. Hal tersebut, dapat saja terjadi, terutama
pada individu yang telah berkeluarga dan berkaitan dengan manajemen
peran yang diperankan oleh pihak laki-laki maupun wanita.
Komitmen organisasi seorang laki-laki dan wanita mempunyai
perbedaan yang cukup signifikan. Apalagi, persaingan gender di dalam
dunia kerja terlihat semakin nyata. Dahulu, dunia kerja hanya didominasi
oleh kaum laki-laki, seperti yang dinyatakan oleh Beechey (dalam
Imanoviani, 2011) bahwa hampir setiap jenis pekerjaan tampak laki-laki
lebih mempunyai kekuasaan dibandingkan wanita. Namun, di zaman
teknologi dan informasi yang semakin canggih, siapapun memiliki
kesempatan yang sama dalam hal mendapatkan pendidikan dan pekerjaan
yang layak. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa
partisipasi wanita dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama
(Februari 2006-Februari 2007), jumlah pekerja wanita bertambah 2,12 juta
pekerja laki-laki hanya bertambah 287 ribu orang. Namun disayangkan
jumlah tenaga kerja yang banyak tidak diimbangi dengan lahirnya
perusahaan baru yang siap ”menampung” lulusan sarjana wanita. Mowday
(dalam Sjabadhyni, 2001) menyatakan bahwa wanita dalam dunia kerja
cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria, karena wanita pada umumnya harus mengatasi
lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi
sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka.
Faktor personal yang selanjutnya akan dijelaskan keterkaitannya
dengan komitmen organisasi, yaitu keterlibatan kerja (job involvement).
Dunnete (dalam Gading, 1997) menerangkan bahwa keterlibatan kerja
seseorang dalam pekerjaannya terlibat pada keseriusan dalam melakukan
pekerjaan, memiliki nilai-nilai yang penting yang selalu dipertahankan
dalam hubungannya dengan pekerjaan, dan perasaan menikmati pekerjaan.
Gading (1997) yang menyimpulkan beberapa pendapat pakar,
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja adalah
tingkat dimana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis
terhadap pekerjaan, serta dapat dikatakan sebagai tingkat kesuksesan dalam
kerja yang mempengaruhi kerja dirinya, serta pentingnya kerja bagi
kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh harapan yang besar
terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan
dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta
Keterlibatan kerja penting bagi kualitas kehidupan kerja karyawan
dan diperlukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut
Diefendorff et al., (dalam Yekty, 2006), karyawan yang melibatkan diri
secara penuh dalam bekerja akan memperhatikan kepentingan organisasi
dalam mencapai tujuannya. Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi
organisasi yang efektif, berusaha memelihara perilaku yang menguntungkan
organisasi dan mengerahkan seluruh kemampuan serta keahliannya dalam
bekerja. Keterlibatan kerja membuat karyawan lebih berkomitmen dalam
bekerja, karena adanya pandangan bahwa usaha dan kinerja yang dilakukan
memiliki makna positif bagi kesejahteraan dirinya dan organisasi.
Keterlibatan kerja (Job involvement) seseorang berhubungan secara
positif dengan komitmen organisasi (Chughtai dan Zafar, dalam Srimulyani,
2009). Mowday et al. (dalam Srimulyani, 2009) menerangkan seorang
karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan
dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan
mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk
organisasi.
Penjelasan mengenai faktor terakhir dari personal factor yang
berhubungan dengan komitmen organisasi, yaitu konflik peran seorang
wanita. Saat ini, peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi
modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk melahirkan anak dan
mengurus rumah tangga, kini wanita mempunyai peran sosial dimana dapat
pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik
peran ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga bagi wanita yang telah
berkeluarga.
Wanita sebagai partner kaum pria, tidak hanya di rumah tapi juga
dalam bekerja dengan menyalurkan potensi dan bakat mereka. Bagi wanita
pekerja, bagaimanapun mereka juga merupakan ibu rumah tangga yang tetap
terikat dengan lingkungan keluarga. Anoraga (2005) menjelaskan bahwa
dalam meniti karir, wanita lebih mempunyai beban dan hambatan yang lebih
berat dibandingkan dengan pria. Kedua peran yang dipegang oleh seorang
wanita, kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak mampu
mengatasinya, sehingga menimbulkan konflik peran dalam kehidupannya.
Konflik peran menurut Frieze, Parsons, Johnson, Ruble & Zellman
(dalam Geraldine M. Menger, BA, 1988) merupakan keadaan dimana individu menghadapi tututan atau harapan yang saling bertentangan dari dua
peran atau lebih yang dilakukannya. Konflik peran pada wanita akan
menimbulkan dua keadaan (situasi) yang mempengaruhi proses
terbentuknya komitmen organisasi, yaitu situasi keluarga dan situasi
pekerjaan. Keduanya situasi tersebut (keluarga dan pekerjaan) menuntut
tanggung jawab lebih dari individu yang bersangkutan. Hal tersebut lebih
banyak dialami oleh seorang wanita.
Dalam teori Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts,
2003) menyatakan tentang konflik peran pada wanita. Teori tersebut
pekerjaan dengan keluarga. hal tersebut dapat terjadi karena wanita lebih
dihadapkan pada permintaan antara peran kerja dan peran keluarga secara
bersamaan yang memerlukan prioritas dalam menjalankan kedua peran
tersebut. Kedua peran ini (pekerjaaan dan keluarga) jika dilakukan tidak
sejalan atau tidak seimbang maka akan timbul konflik peran atau yang
disebut sebagai work-family conflict yang bisa mempengaruhi komitmen
organisasi individu dalam perusahaan ditempat individu bekerja. Situasi
pekerjaan dan situasi keluarga merupakan hal yang mempengaruhi proses
komitmen.
Dalam sebuah penelitian, Nurul Mahvira Harahap dan Cherly
Kumala (2010) membuktikan bahwa konflik peran (work-family conflict)
pada wanita karir berkeluarga pada usia (20-45 tahun), berkorelasi negatif
dengan komitmen organisasi. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang
Wanita yang bekerja dan berkeluarga sulit untuk dapat mengatur
kehidupannya, yaitu bagaimana ia harus bertindak dalam mengatasi masalah
keluarga dan pekerjaan. Misalnya, ketika seorang wanita dihadapkan
diwaktu yang bersamaan kepada pilihan untuk menjaga anaknya yang sakit
di rumah atau menghadiri rapat penting dengan atasannya di kantor. Hal
tersebut dapat menjadi suatu indikasi atau pemicu terjadinya konflik peran
ganda, bila wanita tersebut tidak dapat mengambil keputusan secara cerdas
dan tepat.
Selanjutnya, mengenai faktor posisional. Van Dyen dan Graham
mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu masa kerja. Sjabandhyni, dkk.,
(2001) menguraikan studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981),
Hrebeniak (1974), Morris dan Sherman (1981), dan Sheldon (1971), yang
menunjukkan bahwa prediktor masa kerja dan komitmen organisasi
mempunyai hubungan yang postitif, karena semakin lama seseorang bekerja
pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas
yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja,
tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi
yang lebih tinggi.
Jika seseorang telah lama bekerja dalam suatu organisasi adanya
peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga, dan waktu untuk
organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan
organisasi tersebut, serta dalam diri individu tersebut telah memiliki
keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang
ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu
semakin berat meninggalkan organisasi. Semakin lama seseorang bekerja
dalam suatu organisasi juga berdampak pada kesempatan orang tersebut
untuk mendapatkan Akses informasi pekerjaan baru, karena mungkin faktor
usia yang semakin lama semakin bertambah, (Cohen, 1993).
Sebuah penelitian dijelaskan bahwa hubungan antara masa kerja dan
komitmen organisasi mempunyai hubungan yang positif, pada penelitian
tentang Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja
mengenai hubungan masa kerja dan komitmen organisasi, menurut data
tersebut pegawai dengan masa kerja di atas (2-10 tahun) (Advancement
Stage), memiliki komitmen organisasi yang tinggi, dan terdapat dampak
positif pada komitmen organisasi itu sendiri. Seorang pegawai akan setia
melayani organisasinya, dan enggan untuk meninggalkan organisasinya,
karena terdapat faktor-faktor tertentu yang menguatkannya, seperti pangkat
yang tinggi (status jabatan), atau imbalan (gaji) yang sesuai dengan yang
diharapkan, tak elak juga faktor dari hubungan sosial dengan rekan kerja dan
atasan yang baik dan nyaman.
Faktor terakhir yang akan dibahas dalam latar belakang ini yaitu,
faktor situasional. Faktor situasional yang diangkat dalam penelitian ini,
yaitu Perceived Organizational Support (POS) yang disebut juga dengan
persepsi terhadap dukungan organisasi. Perceived Organizational Support
dapat diartikan sebagai keyakinan pegawai tentang bagaimana organisasi
menghargai kontribusi pegawai dalam perusahaan dan bagaimana organisasi
memperhatikan kesejahteraan pegawai (Rhoades dan Eisenberger, 2002).
Eisenberger dkk, (dalam Rhoades, Eisenberger, dan Armeli, 2001)
menjelaskan bahwa dukungan organisasi akan diukur dari persepsi individu
mengenai kesiapan organisasi untuk member reward pada peningkatan
usaha-usaha yang dilakukan individu dan seberapa besar organisasi menilai
kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan, yang disebut
Pack dan Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009) menyatakan bahwa
persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen
organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan
kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan
pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian
dari organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini terdapat tiga
faktor yang akan diteliti pengaruhnya terhadap komitmen organisasi wanita
karir berkeluarga, yaitu faktor personal (yang meliputi: usia, status
perkawinan, tingkat pendidikan, keterlibatan kerja, dan konflik peran),
faktor posisional (yaitu, masa kerja), dan faktor situasional (yaitu, Perceived
Organizational Support).
Peneliti berpendapat bahwa ketiga faktor tersebut secara
bersama-sama memberi pengaruh terhadap komitmen organisasi wanita karir
berkeluarga, baik berpengaruh negatif ataupun positif. Karena, seperti yang
telah kita ketahui bahwa arti bekerja yang semula berorientasi pada kodrat
wanita sebagai pemelihara rumah tangga kearah arti bekerja yang
berorientasi pada fungsi mereka sebagai makhluk yang bekerja (homo
laboran) menjadi sangat unik untuk diteliti lebih lanjut. (Setiawan, dalam
Jurnal Sikap Karir Pustakawan Wanita, Erlina Inderasari, 2007). Oleh
karena itu, peneliti tertarik mengambil judul penelitian, yaitu: Analisis
faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi tentang pengaruh faktor-faktor
psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita
karir berkeluarga. Berikut ini merupakan batasan-batasan objek dan
variabel yang diteliti, yaitu:
1. Komitmen Organisasi, Allen dan Meyer (1990) (dalam
Sjabadhyni, 2001), yaitu kepercayaan dan penerimaan atas nilai
dan tujuan organisasi, sehingga membuat orang itu untuk betah
dan tetap ingin bertahan di organisasi, yang meliputi dimensi
afektif, continuance, dan normatif.
2. Usia, yaitu usia seseorang terhitung dari seseorang tersebut
lahir.
3. Tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang telah
ditempuh individu dimulai dari pendidikan dasar, hingga
pendidikan tingkat tinggi.
4. Status perkawinan, yaitu seseorang yang telah menikah yang
telah menempuh hidup berpasangan (suami – isteri).
5. Job Involvement, keterlibatan kerja adalah tingkat sejauh mana
orang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap
pekerjaan, sejauh mana tingkat kesuksesan dalam kerja
kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh
harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas,
kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk
mobilitas ke atas (dalam Gading, 1998).
6. Konflik peran yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu konflik
yang berasal dari Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam
Herts, 2003) yakni, konflik peran pada istri yang dikembangkan
dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara
pekerjaan dengan keluarga. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi komitmen wanita karir diduga berasal dari peran
dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga yaitu pengasuhan
anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan
interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk keluarga,
penentuan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, serta
pandangan suami terhadap peran ganda wanita (Azwar, 2005).
7. Masa kerja, yaitu lamanya seorang karyawan bekerja dalam sebuah
perusahaan tempat ia bekerja.
8. Perceived Organizational Support (POS) yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah segala tindakan yang dilakukan oleh
organisasi yang diwujudkan melalui kebijakan organisasi,
aturan, dan tanggung jawab keuangan. Hal ini sebagai kekuatan
bekerja dan di sini lah karyawan dapat melihat apakah
organisasi memperlakukan mereka secara baik atau tidak.
9. Wanita karir yang bekerja yang akan diteliti merupakan wanita
karir yang berkeluarga (mempunyai anak) dan bekerja di kantor
atau di sebuah perusahaan atau di instansi lainnya (bukan wanita
wirausahawan), berusia 20-45 tahun, minimal telah bekerja
selama 2 tahun pada posisinya, dan berpendidikan minimal
SLTA .
1.2.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, perumusan
masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara usia terhadap
komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat
pendidikan terhadap komitmen organisasi wanita karir
berkeluarga?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara status
perkawinan terhadap komitmen organisasi wanita karir
berkeluarga?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara keterlibatan
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara konflik peran
terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara masa kerja
terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara perceived
organizational support (POS) terhadap komitmen organisasi
wanita karir berkeluarga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat
dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:
1. Untuk melihat pengaruh faktor-faktor psikologis, yakni usia, tingkat
pendidikan, status perkawinan, job involvement, konflik peran, masa
kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap
komitmen organisasi wanita karir berkeluarga.
2. Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi komitmen
organisasi wanita karir berkeluarga.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis: Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori tentang komitmen organisasi,
mempengaruhinya, sehingga dapat mengembangkan dan menambah
khazanah dalam ilmu psikologi.
b. Manfaat Praktis: Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi masyarakat umum, bagi perusahaan atau
instansi terkait yang memberdayakan wanita sebagai karyawannya, dan
terutama para wanita karir, baik yang belum maupun yang sudah
berkeluarga, sehingga mereka mampu berkomitmen dengan baik, dan
dapat menyeimbangkan kehidupan mereka baik dirumah maupun di
dalam organisasi.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan pedoman penyusunan
penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu
dengan mengadopsi sistematika penulisan dari American Psychology
Assosiation Style (APA Style). Adapun sistematika penulisan dalam
penyusunan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan: Berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Kerangka Teori: Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta
BAB III Metodelogi Penelitian: Bab ini meliputi, subyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik
analisis data.
BAB IV Analisis Hasil Penelitian: Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis
terhadap data.
BAB V Penutup: Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan
dimuat diskusi dan saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Komitmen Organisasi
2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Pengertian komitmen organisasi (organizational commitment) banyak
dikemukakan oleh para ahli. Steers (dalam Yuwono, dkk., 2005:133)
menjelaskan bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan
peristiwa ketertarikan individu terhadap tujuan, nilai-nilai, dan
sasaran organisasi. Ahli lain, Menurut Mowday dan Porter (dalam
Jex, 2002:133), pada tingkat yang sangat umum komitmen organisasi
dapat diartikan sebagai penelitian, sejauh mana karyawan
mendedikasikan diri pada organisasi yang telah mempekerjakan
mereka dan siap bekerja demi kepentingan organisasi, serta memiliki
keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya.
Armstrong (dalam Yuwono dkk., 2005:134) menyatakan
bahwa pengertian komitmen mempunyai 3 (tiga) area perasaan atau
perilaku terkait dengan perusahaan tempat seseorang bekerja:
1. Kepercayaan, pada area ini seseorang melakukan penerimaan
bahwa organisasi tempat bekerja atau tujuan-tujuan organisasi di
2. Keinginan, untuk bekerja atau berusaha di dalam organisasi
sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang akan
memberikan waktu, kesempatan, dan kegiatan pribadinya untuk
bekerja di organisasi atau berkorban demi organisasi tanpa
mengharapkan imbalan personal.
3. Keinginan, untuk bertahan dan menjadi bagian dari organisasi.
Jadi, pengertian komitmen tidak sekedar menjadi anggota
dalam organisasi saja dan bekerja saja, tetapi lebih dari itu, orang
akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya tertinggi untuk
kepentingan organisasi, demi kemajuan organisasi, serta untuk
mencapai tujuan organisasi (Yuwono dkk., 2005:134).
Selanjutnya, Robbins (dalam Sjabadhyni, dkk, 2001:456)
memandang komitmen organisasi sebagai satu sikap kerja. Karena
merefleksikan perasaan orang (suka atau tidak suka) terhadap
organisasi di tempat ia bekerja. Bila ia menyukai organisasi tersebut,
ia akan berupaya untuk tetap bekerja di sana. Robbins
mendefinisikannya sebagai suatu orientasi individu terhadap
organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan.
Jadi, komitmen terhadap organisasi mendefinisikan unsur orientasi
hubungan (aktif) antara individu dan organisasinya; orientasi
hubungan tersebut mengakibatkan individu sebagai pekerja
diberikan itu demi merefleksikan dukungannya untuk tercapainya
tujuan organisasi.
John B. Minner (1992:124) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai sebuah sikap, memiliki ruang lingkup yang lebih
global dari pada kepuasan kerja, karena komitmen organisasi
menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara kesuluruhan,
bukan hanya aspek pekerjaan saja.
Komitmen organisasi didefinisikan dan diukur dengan berbagai
cara yang berbeda. Pendekatan-pendekatan teoritis atau komponen
utama yang muncul dari riset sebelumnya, yaitu:
a). Pendekatan Sikap (Attitudinal Approach)
Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada
permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini,
komitmen dipandang sebagai suatu sikap keterikatan kepada
organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan tertentu dan
perilaku yang terkait. Sebagai contoh, pegawai yang memiliki
komitmen tinggi, akan rendah tingkat absensinya, dan lebih kecil
kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi dengan sukarela,
dibandingkan dengan pegawai yang memiliki komitmen yang
rendah.
Konsep komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan
Steers (dalam Luthans, 1995:130), merupakan pendekatan sikap;
1. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi
tertentu.
2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi.
3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan
organisasi.
b). Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)
Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi
karyawan (berupa waktu, pertemanan, pensiun, dan lain-lain)
membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi. Dalam
pendekatan ini, Kanter, dalam Suliman dan Iles (dalam Yuwono,
dkk., 2005:142) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai:
“profit associated with continued participation and a `cost' associated with leaving”.
Menurut White (dalam Yuwono, dkk., 2005:142),
komitmen organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun
perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap perusahaan
dimana ia bekerja. Ketiga area tersebut adalah :
1. Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan, dan
nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut.
2. Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai
dengan keinginan organisasi. Hal ini tercakup di antaranya
menunda waktu libur untuk kepentingan organisasi dan bentuk
pengorbanan yang lain tanpa mengharapkan personal gain
3. Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di
organisasi tersebut.
Spector, (dalam Sopiah, 2008:157), menyebutkan dua
perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasi, yaitu sebagai
berikut:
1. Pendekatan pertukaran (exchange approach), dimana
komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran
kontribusi yang dapat diberkan oleh perusahaan terhadap
anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin
besar kesesuaian pertukaran yang didasari pandangan anggota
maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi.
2. Pendekatan psikologis (Psychology Approach), dimana
pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif
dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau
pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan
menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan
organisasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Angle & Perry,
serta Bateman & Stresser (dalam Yuwono, dkk., 2005:142)
menemukan kenyataan bahwa individu yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi memiliki kondisi:
(a) individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi;
(c) kelambatan dalam bekerja lebih sedikit dijumpai;
(d) kepuasan kerja lebih tinggi.
Mathieu dan Zajack (dalam Yuwono, dkk., 2005:142)
menyatakan bahwa seseorang yang terlalu berkomitmen pada
organisasi akan cenderung mengalami stagnasi dalam kariernya
serta cenderung berkurang pengembangan dirinya (self
development); dan bila komitmen mencerminkan identifikasi dan
keterlibatan dalam organisasi, maka organisasi akan mendapat
keuntungan dengan berkurangnya turnover, adanya prestasi yang
lebih baik.
Berdasarkan definisi dan pengertian para ahli di atas, dapat
di simpulkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi
merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki organisasi;
memiliki keinginan kuat untuk tetap bergabung dengan
organisasi; terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya; dan
menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan organisasi,
serta bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan sesuatu
yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan
kelangsungan organisasi.
2.1.2 Jenis Komitmen
Jenis komitmen organisasi dari Allen dan Meyer, merupakan
Meyer dan Allen (dalam Coetzee, 2005: 5.4) membedakan
komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu :
1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi
dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi.
2. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan tentang
kewajiban pekerjaan yang harus ia berikan kepada organisasi.
3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan
persepsi karyawan tentang kerugian akan dihadapinya jika ia
meninggalkan organisasi.
Gambar 2.1 Tipologi Komitmen Organisasi Sumber: Meyer dan Allen (dalam Sri Mulyani, 2009:2)
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen
memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif
tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk
tetap menjadi anggota organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah Organizational Commitment
Affective Commitment
Continuance Commitment
want to, dalam tipe komitmen ini, individu merasakan adanya
kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.
Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance
tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka
membutuhkan organisasi. Komitmen ini didasarkan kepada
kebutuhan rasional. Dengan kata lain komitmen ini terbentuk atas
dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus
dikorbankan bila akan menetap pada organisasi. Kunci dari
komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to).
Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi,
tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus
melakukannya. Komitmen ini didasarkan kepada norma yang ada
di dalam diri karyawan, yang berisi keyakinan individu akan
tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan
karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi (ought to). Tipe komitmen ini lebih
dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara
pribadi.
Ketiga jenis komitmen individu tersebut di atas
mencerminkan suatu keadaan psikologis, yaitu keinginan,
kebutuhan, dan kewajiban untuk berkomitmen pada organisasi
yang ada dalam diri individu dan merupakan hasil dari pengalaman
organisasi. Individu berkomitmen pada organisasi karena adanya
kebutuhan untuk berkomitmen karena dirasakan bahwa organisasi
memberikan keuntungan baginya. Individu juga merasa harus
berkomitmen pada organisasi karena adanya suatu kewajiban
dalam dirinya, serta memberikan pandangan bahwa komitmen
merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara
karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi
keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan
organisasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk
komitmen pada organisasi yang dikemukakan oleh Allen & Meyer
(1990) yaitu, komitmen afektif, komitmen kesinambungan, dan
komitmen normative. Karena lebih sesuai dengan penelitian yang
dilakukan pada sampel wanita karir berkeluarga.
2.1.3 Anteseden dari Komitmen Organisasi
Van Dyne and Graham (dalam Coetzee, 2005: 5.11) menyatakan
bahwa, faktor-faktor : personal, situasional, dan posisional dapat
mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi.
Beberapa personal characteristic dianggap memiliki
a. Personal Characteristic
1). Usia. Steers (1977); Mathieu dan Zajac (1990); Meyer dan
Allen (1997) (dalam Srimulyani, 2009:11) usia
berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Usia
dalam hal ini mempengaruhi kinerja pada karyawan.
Robbins (2001:43) menjelaskan bahwa semakin seseorang
bertambah tua, maka akan semakin kecil seseorang berhenti
dari pekerjaan. Dengan makin tuanya seorang karyawan,
maka semakin sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi
individu tersebut. Di samping itu, pekerja yang lebih tua
mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berhenti dari
pekerjaannya, karena masa kerja mereka yang lebih
panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat
upah yang lebih tinggi, dan tunjangan pensiun yang lebih
menarik. Dan hal tersebut pula yang mempengaruhi
komitmen organisasi seseorang,
2). Tingkat Pendidikan. Steers (1977); Glisson dan Durick,
(1988) (dalam Srimulyani, 2009:11) Makin tinggi tingkat
pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang
mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga
komitmennya semakin rendah.
3). Jenis Kelamin. Tomhill et al., (dalam Srimulyani, 2009:11)
tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya,
sehingga komitmennya lebih tinggi.
4). Status Perkawinan. Johannes dan Taylor (1999); Tsui et al.,
(1994) (dalam Srimulyani, 2009:11). Seseorang yang sudah
menikah menjadi merasa lebih terikat dengan organisasi
tempatnya bekerja dibandingkan seseorang yang belum
menikah.
5). Keterlibatan kerja (Job involvement). Janis (1989); Loui
(1995) (dalam Srimulyani, 2009:11). Tingkat keterlibatan
kerja seseorang berhubungan secara positif dengan
komitmen organisasi Mowday et al. (dalam Srimulyani,
2009:11) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu
dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan
dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan
mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa
komitmen untuk organisasi.
6). Konflik Peran, timbul jika harapan dari karyawan mengenai
perannya dalam suatu pekerjaan bertentangan dengan
b. Situational Factors 1. Workplace Value
Shared values adalah suatu komponen kritis dari
hubungan keterikatan (covenantal relationship). Nilai-nilai
seperti: quality, innovation, cooperation, participation,
trust, mempermudah anggota organisasi untuk saling
berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para pegawai
percaya bahwa nilai-nilai organisasinya adalah quality
products, para pegawai akan terlibat dalam perilaku yang
memberikan kontribusi untuk mewujudkan itu. Para
pegawai akan lebih berkeinginan mencari solusi dan
membuat usulan untuk berperan dalam mencapai
kesuksesan organisasi (dalam Coetzee, 2005: 5.12).
2. Organizational Justice
Organizational justice atau keadilan organisasi
meliputi: distributive justice, procedural justice, dan
interactional justice. Distributive justice berkaitan dengan
kewajaran alokasi sumber daya, sedangkan procedural
justice memusatkan pada kewajaran proses pengambilan
keputusan. Interactional justice mengacu persepsi
kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi atau
informal interaction antara karyawan yang menerima
Safrit mengemukakan bahwa persepsi positif dari keadilan
organisasional mengakibatkan perilaku positif seperti
kepuasan kerja, komitmen, dan kepercayaan (dalam
Srimulyani, 2009:12). Cropanzano dan Folger serta Tang
dan Sarsfield Baldwin mengatakan bahwa Komitmen
berkembang pelan-pelan dan secara konsisten dari waktu ke
waktu, sebagai hasil hubungan pegawai dengan pemberi
kerja. Sikap ini secara signifikan dipengaruhi oleh persepsi
pegawai tentang keadilan di dalam organisasi yang
bersangkutan (dalam Srimulyani, 2009:12-13).
3. Job Characteristics
Job characteristic ini meliputi: meaningfull work,
otonomi, dan umpan balik merupakan motivasi kerja yang
bersifat internal. Menurut Jernigan, Beggs dan Kohut
(dalam Coetzee, 2005: 5.12) kepuasan atas otonomi
(perceived independence), status (sense of importance) dan
kebijakan (satisfaction with organizational demands)
merupakan prediktor penting dari komitmen. Dengan
demikian, karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai dan
4. Organizational Support
Dukungan organisasional ini didefinisikan sebagai
sejauh mana pegawai mempersepsikan bahwa organisasi
(lembaga, atasan, dan rekan kerja) memberi dorongan,
respek, menghargai kontribusi pegawai, dan memberi
apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Pack dan
Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009:13) menyatakan bahwa
persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang
positif komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi
peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal
karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada
organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan
menjadi bagian dari organisasi.
5. Positional Factors
1). Organizational Tenure Dari hasil studi yang dilakukan
oleh Angle dan Perry (1981); Meyer dan Allen (dalam
Srimulyani, 2009:14), menunjukkan bahwa salah satu
anteseden dari komitmen organisasi adalah masa kerja
(tenure) seseorang pada organisasi tertentu.
2). Hierarchial Job Level (Status Jabatan), berbagai
penelitian terdahulu secara konsisten menemukan status
kuat sebab status yang tinggi cenderung meningkatkan
baik motivasi maupun kemampuan untuk aktif terlibat
(Coetzee, 2005:5.14).
2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi
Menurut Martin dan Nicholss (dalam Srimulyani,
2009:15-17), ada tiga (3) pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu
meliputi:
1. Perasaan memiliki kepada perusahaan (A sense of belonging to
the organization)
Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak
dalam manajemen harus mampu membuat karyawan: a)
mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi; b)
merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya
adalah berharga bagi organisasi tersebut; c) merasa nyaman
dengan organisasi tersebut; d) merasa mendapat dukungan
yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas ( apa
yang direncanakan untuk dilakukan); nilai-nilai yang ada (apa
yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan
norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa
2. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in
the job)
Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: a)
mengenali faktor faktor motivasi intrinsik dalam mengatur
desain pekerjaan (job design); b) kualitas kepemimpinan; c)
kemauan manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa
motivasi dan komitmen pegawai bisa meningkat jika ada
perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang,
serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi
pegawai untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya
secara maksimal.
3. Pentingnya rasa memiliki (ownership)
Rasa memiliki bisa muncul jika pegawai merasa bahwa mereka
benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari
organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam
bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan
mengubah praktik kerja, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi keterlibatan pegawai. Jika pegawai merasa
dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika
pegawai merasa ide-idenya didengar dan jika pegawai merasa
memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka