Oleh:
YOLANDA HENDRAWAN 120100415
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
YOLANDA HENDRAWAN 120100415
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Efikasi Ekstrak Daun Srikaya (Annona squamosa) terhadap Larva Aedes aegypti
Nama : Yolanda Hendrawan NIM : 120100415
Pembimbing Penguji I
(Dra. Merina Panggabean, M.Med.Sc)(Dr. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A(K)) NIP.19630523 199203 2 001 NIP.19740201 200501 2 001
Penguji II
(dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)) NIP.19530601 198103 1 004
Medan, 11 Januari 2015 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Indonesia adalah negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
terbanyak di Asia Tenggara.DBD merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian, oleh karena itu pencegahan harus dilakukan untuk memberantas
penularan DBD.Larvasida yang umum digunakan saat ini adalah larvasida sintetis
Temefos (Abate).Larvasida sintetis mulai mengalami resistensi dan memiliki efek
yang berbahaya terhadap manusia dan populasi non-target, sehingga diperlukan
alternatif berbahan dasar tanaman.Daun srikaya (Annona squamosa) mengandung zat aktif Acetogenin yang memiliki daya larvasida.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efikasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan penelitian post test only control group design dengan 7 perlakuan yaitu 5 konsentrasi (0,01%; 0,025%; 0,05%; 0,075%.; 0,1%) ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa), kontrol positif (abate), dan kontrol negatif (air) serta dilakukan 4 kali pengulangan.Hasil dari penelitian ini adalah ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa) memiliki efikasi terhadap larva Aedes aegypti dengan LC50 sebesar 0,057%.
ABSTRACT
Indonesia is a country with the most Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) cases in Southeast Asia. DHF is a disease that can lead to death, so preventions have to be done to eradicate the spread of DHF. The common larvicide that used nowadays is synthetic larvicide (Temephos). Synthetic larvicide is beginning to resistant and have dangerous effect to human non-target populations, therefore a plant based alternative is needed. Sugar apple (Annona squamosa) leaves contain Acetogenin active substance that have larvicide effect. The purpose of this research is knowing the efficacy of sugar apple (Annona squamosa) leaves on Aedes aegypti larva. This research is an experimental research with post test only control group design. 7 interventions were applied, they ar e 5 concentration (0.01%, 0.025%, 0.05%, 0.075%, 0.1%) of sugar apple (Annona squamosa) leaves extract, positive control (Temephos), and negative control (water). Each interventions multiplied 4 times. The result of this research is sugar apple (Annona squamosa) leaves have efficacy on Aedes aegypti larva with LC50 at
0.057%.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
baik.Selama penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dra. Merina Panggabean, M.Med.Sc selaku Dosen Pembimbing yang tulus
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
3. Dr. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A(K) selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan nasihat serta masukan yang membangun dalam karya tulis
ilmiah ini.
4. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan nasihat serta masukan yang membangun dalam karya tulis
ilmiah ini.
5. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si, Apt selaku Ketua Laboratorium Obat
Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
membimbing penulis dalam pembuatan ekstrak.
6. dr. Indra Gunasti Munthe, Sp.OG(K) selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing dari tahun pertama perkuliahan sampai
sekarang.
7. Orang tua yang sangat penulis sayangi Ayah Alm. Ir. Hendrawan yang
selalu memberikan motivasi dan nasihat-nasihat yang membangun semasa
hidupnya dan Ibu Yunita Wijaya serta adik Yogi Hendrawan yang selalu
memberikan semangat, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
8. Sahabat-sahabat baik penulis yang telah memberikan semangat serta
Ayu, Nadya, Gomedi, Priscillia, Ericko, Meyer, dan teman-teman yang
tidak bisa disebutkan semuanya.
9. Teman bimbingan karya tulis ilmiah yang telah membantu penyelesaian
karya tulis ilmiah ini Nadiah dan Woo serta semua teman stambuk 2012.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna
sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang
sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini.Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, 5 Desember 2015
Penulis,
Yolanda Hendrawan
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan ... xi
Daftar Lampiran ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 ... Lat ar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Nyamuk Aedes aegypti ... 5
2.1.1 Nyamuk sebagai vektor penyakit ... 5
2.1.2 Taksonomi Aedes aegypti ... 6
2.1.3 Morfologi Aedes aegypti ... 6
2.1.4 Siklus hidup Aedes aegypti ... 8
2.1.5 Habitat Aedes aegypti ... 12
2.1.6 Perilaku Aedes aegypti ... 12
2.1.7 Membedakan Aedes aegypti dengan spesies lainnya ... 13
2.1.8 Epidemiologi Aedes aegypti... 14
2.1.9 Pengendalian Aedes aegypti ... 15
2.2 Larvasida Nyamuk ... 16
2.2.1 Defenisi ... 16
2.2.2 Syarat Larvasida ... 16
2.2.3 Klasifikasi Larvasida ... 17
2.2.4 Insektisida Temefos ... 18
2.3 Srikaya (Annona squamosa) ... 19
2.3.1 TaksonomiSrikaya (Annona squamosa) ... 19
2.3.2 Nama lain Srikaya (Annona squamosa) ... 19
2.3.3 Kandungan Kimia Srikaya (Annona squamosa) ... 20
3.1 Kerangka Konsep ... 22
3.2 Variabel Penelitian ... 22
3.2.1 Variabel bebas ... 22
3.2.2 Variabel terikat ... 22
3.3 Defenisi Operasional ... 23
3.4 Hipotesa ... 25
BAB IV METODE PENELITIAN ... 26
4.1 Jenis Penelitian ... 26
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26
4.2.1 Waktu ... 26
4.2.2 Tempat ... 26
4.3 Populasi dan Sampel ... 26
4.3.1 Populasi ... 26
4.3.2 Sampel ... 27
4.3.3 Besar Sampel ... 27
4.3.4. Cara Pengambilan Sampel ... 28
4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28
4.4.1 Alat dan Bahan ... 28
4.4.1.1 Alat ... 28
4.4.1.2 Bahan ... 29
4.4.2 Cara Pengambilan Data (Prosedur Kerja) ... 29
4.4.2.1 Penyediaan Bahan Ekstrak ... 29
4.4.2.2 Pembuatan Ekstrak ... 30
4.4.2.3 Persiapan Sampel ... 31
4.4.2.4 Pengamatan Efek Larvasida ... 31
4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
5.1 Hasil ... 33
5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 33
5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel ... 33
5.1.3 Data efek larvasida ... 34
5.1.4 Hasil Analisis Statistik ... 34
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 42
6.2 Saran ... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk ... 5
Tabel 5.1 Jumlah kematian larva pada pemantauan 24 dan 48 jam ... 34
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas data ... 34
Tabel 5.3 Hasil One-way ANOVA ... 35
Tabel 5.4 Hasil Uji Varian ... 35
Tabel 5.5 Hasil analisis Least Significance Difference pada pemantauan 24 jam ... 36
Tabel 5.6 Hasil analisis Least Significance Difference pada pemantauan 48 jam ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagian Kepala Culicinae (Aedes) ... 7
Gambar 2.2 Morfologi Nyamuk Dewasa ... 8
Gambar 2.3 Siklus Hidup Nyamuk ... 9
Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti ... 10
Gambar 2.5 Morfologi Larva Aedes aegypti ... 11
Gambar 2.6 Larva Anopheles dan Culicine (Aedes) di permukaan air ... 11
Gambar 2.7 Perbedaan Aedes aegypti dengan spesies nyamuk lainnya ... 14
Gambar 2.8 Klasifikasi Insektisida ... 18
Gambar 2.9 Struktur Kimia Temefos ... 18
Gambar 2.10 Buah, Ranting, Daun, Bunga, dan Biji Srikaya (Annona squamosa) ... 20
DAFTAR SINGKATAN
ANOVA : Analysis of Variance CE : Carboxylesterase CYP450 : Cytochrome P 450 GST : Glutathion S-Transferase KLB : Kejadian Luar Biasa
LC50 : Lethal Concentration 50 LSD : Least Significance Difference PSN : Pengendalian Sarang Nyamuk
sp. : Spesies
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Dokumentasi pelaksanaan penelitian
Lampiran 3 Hasil pengolahan data dari SPSS
Lampiran 4 Ethical Clearance
ABSTRAK
Indonesia adalah negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
terbanyak di Asia Tenggara.DBD merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian, oleh karena itu pencegahan harus dilakukan untuk memberantas
penularan DBD.Larvasida yang umum digunakan saat ini adalah larvasida sintetis
Temefos (Abate).Larvasida sintetis mulai mengalami resistensi dan memiliki efek
yang berbahaya terhadap manusia dan populasi non-target, sehingga diperlukan
alternatif berbahan dasar tanaman.Daun srikaya (Annona squamosa) mengandung zat aktif Acetogenin yang memiliki daya larvasida.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efikasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan penelitian post test only control group design dengan 7 perlakuan yaitu 5 konsentrasi (0,01%; 0,025%; 0,05%; 0,075%.; 0,1%) ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa), kontrol positif (abate), dan kontrol negatif (air) serta dilakukan 4 kali pengulangan.Hasil dari penelitian ini adalah ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa) memiliki efikasi terhadap larva Aedes aegypti dengan LC50 sebesar 0,057%.
ABSTRACT
Indonesia is a country with the most Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) cases in Southeast Asia. DHF is a disease that can lead to death, so preventions have to be done to eradicate the spread of DHF. The common larvicide that used nowadays is synthetic larvicide (Temephos). Synthetic larvicide is beginning to resistant and have dangerous effect to human non-target populations, therefore a plant based alternative is needed. Sugar apple (Annona squamosa) leaves contain Acetogenin active substance that have larvicide effect. The purpose of this research is knowing the efficacy of sugar apple (Annona squamosa) leaves on Aedes aegypti larva. This research is an experimental research with post test only control group design. 7 interventions were applied, they ar e 5 concentration (0.01%, 0.025%, 0.05%, 0.075%, 0.1%) of sugar apple (Annona squamosa) leaves extract, positive control (Temephos), and negative control (water). Each interventions multiplied 4 times. The result of this research is sugar apple (Annona squamosa) leaves have efficacy on Aedes aegypti larva with LC50 at
0.057%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Nyamuk adalah vektor dari penyakit-penyakit berbahaya seperti malaria,
demam berdarah dengue, chikungunya, dan filariasis. Penyakit yang disebarkan
oleh nyamuk terdapat di lebih dari 100 negara dan menginfeksi lebih dari 700 juta
orang setiap tahun di seluruh dunia (Ghoshet al., 2012).
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dapat mengakibatkan
kematian, contohnya malaria dan demam berdarah dengue. WHO dalam Depkes
(2014) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan kasus demam berdarah
dengue terbanyak di Asia Tenggara.
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk Aedes sp. yang mengandung virus dengue. Virus dengue disebarkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Guzman dan Isturiz, 2010).
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
demam berdarah dengue di 34 provinsi sebanyak 71.668 orang dan 641
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 orang. Meskipun terjadi penurunan jumlah kasus
pada tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya, beberapa provinsi mengalami
peningkatan jumlah kasus demam berdarah dengue, diantaranya Sumatera Utara,
Riau, Kepri, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali dan Kalimantan
Utara (Depkes, 2014).
Dinkes Sumatera Utara menetapkan tiga kabupaten/kota yang berstatus
KLB (Kejadian Luar Biasa) pada tahun 2014, yaitu Labuhan Batu, Labuhan Batu
Utara, dan Kota Binjai. Dari ketiga kabupaten/kota tersebut dilaporkan sebanyak
tujuh orang penderita demam berdarah dengue meninggal dunia.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
penularan demam berdarah dengue. Sampai saat ini, belum tersedia vaksin untuk
demam berdarah dengue, sehingga pencegahan demam berdarah dengue
ditekankan kepada pemutusan rantai penularan dengan menurunkan populasi
nyamuk dan mencegah kontaknya nyamuk dengan manusia (Kemkes, 2011).
Cara pemberantasan nyamuk penular penyakit yang efektif dan efisien
sampai saat ini adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus.
3M yang dimaksud adalah menutup tempat penampungan air, menguras bak
mandi, dan memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi menjadi sarang
nyamuk. Plus yang dimaksud adalah menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan, dan menghindari gigitan
nyamuk(Kemkes, 2011).
Larvasida adalah suatu zat yang digunakan untuk membunuh larva
nyamuk (WHO, 2002). Larvasida yang umum digunakan saat ini adalah larvasida
berbahan dasar kimia sintetis yaitu bubuk abate yang mengandung insektisida
temefos (Hoedojo dan Zulhasril, 2008). Resistensi terhadap temefos telah
ditemukan di Brazil, Kuba, El Savador, Argentina, Venezuela, Peru, Kolombia
(Grisales et al., 2013) dan Thailand (Jiranjanakit et al., 2007). Resistensi temefos juga terjadi di Indonesia, seperti Banjarmasin (Istiana et al., 2012)dan Surabaya (Rahardjo, 2006). Berkembangnya resistensi, peningkatan biaya insektisida
sintetis, dan efek yang berbahaya terhadap manusia dan populasi non target
merupakan alasan pencarian produk-produk berbahan dasar tanaman pada
belakangan ini (Ghosh et al., 2012) (Velu et al., 2015).
Pada umumnya, setiap tumbuhan memiliki zat yang berguna untuk
melindungi diri dari serangga-serangga fitofagosit (pemakan tanaman). Oleh
karena itu, zat tersebut diduga dapat menjadi insektisida alami yang ramah
lingkungan (Maia dan Moore, 2011).
Annona sp. merupakan jenis tanaman nangka-nangkaan yang banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya adalah Annona squamosa (srikaya). Annona sp. mengandung acetogeninyang memiliki daya insektisida yang menyebabkan kematian larva nyamuk dengan merusak susunan dinding traktus digestivusnya
Acetogenin murni dari Annonacea larut dalam metanol, etanol, aseton, kloroform, dan pelarut-pelarut organik lain, tetapi tidak larut dalam air atau
heksan (Gu et al., 1995).
Ekstrak dari srikaya (Annona squamosa) telah terbukti memiliki efektivitas terhadap serangga (Khalequzzaman dan Sultana, 2006). Selain itu,
ekstrak dari srikaya (Annona squamosa) juga bermanfaat sebagai anti-konvulsan (Porwal et al.,2011), antihelmintik, antitumor, antidiabetik, hepatoprotektor (Saha, 2011) dan anti kutu rambut (Intaranongpai et al., 2006).
Berdasarkan penjabaran diatas, penelitian ini perlu dilakukan untuk
menguji efikasi ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan masalah
sebagai berikut: “Apakah ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) memiliki efikasi terhadap larva Aedes aegypti?”
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui efikasi ekstrak
etanol daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti. 1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui konsentrasi
paling efektif (LC50) dari ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti.
2. Mengetahui perbandingan
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Ilmu pengetahuan
Memberikan informasi pada bidang parasitologi, khususnya
entomologi, mengenai efikasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti untuk mengatasi resistensi temefos yang terjadi.
2. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa) dapat digunakan sebagai larvasida yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
3. Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai pemberantasan sarang nyamuk
penyebar penyakit, cara mengekstraksi bahan aktif dari suatu
tumbuhan, dan sebagai tambahan informasi serta perbandingan untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NyamukAedes aegypti
2.1.1 Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit
Nyamuk adalah serangga yang tersebar di seluruh dunia kecuali antartika.
Nyamuk dapat hidup antara 5.500 meter di atas permukaan laut sampai 1.250
meter di bawah permukaan laut. Nyamuk tidak hanya menghisap darah manusia
dan hewan, tetapi juga dapat menjadi vektor penyakit (Agoes, 2009).
Vektor penyakit adalah suatu organisme yang mentransmisikan patogen
dan parasit dari manusia (atau hewan) yang terinfeksi ke lainnya dan
menyebabkan penyakit yang serius pada populasi manusia. Vektor-vektor tersebut
umumnya adalah serangga penghisap darah yang menerima mikroorganisme
penyebab penyakit saat menghisap darah manusia atau hewan, kemudian
memasukkan mikroorganisme tersebut pada manusia yang lain saat menghisap
darah lagi. Secara global, terdapat lebih dari 1 miliar kasus dan lebih dari 1 juta
kematian akibat penyakit yang ditularkan oleh vektor (WHO, 2014 ).
Nyamuk yang paling penting pada manusia adalah Anopheles, Culex, Aedes, dan Mansonia (Agoes, 2009). Peran dari nyamuk dalam bidang kedokteran adalah sebagai vektor dari penyakit Malaria, Filariasis, Demam Berdarah Dengue,
Chikungunya, dan Japanese B ensefalitis (Ideham dan Pusarawati, 2009).
Tabel 2.1 Penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk (WHO, 1997)
No. Vektor Penyakit
1. Anopheles Malaria, Filariasis limfatik
2. Culex Filariasis limfatik, Japanese ensefalitis
3. Aedes Yellow fever, Demam berdarah dengue, Filariasis limfatik, Chikungunya
2.1.2Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Diptera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Tribus : Culicini Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti(Natadisastra, 2009).
Nyamuk termasuk ke dalam kelas Insekta. Insekta dibagi menjadi
beberapa ordo yaitu ordo Diptera, Anoplura, Sifonaptera, Hymenoptera,
Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Hemiptera. Nyamuk termasuk ke dalam
ordo Diptera (Ideham dan Pusarawati, 2009). Nyamuk termasuk ke dalam famili
Culicidae yang kemudian terbagi lagi menjadi 3 tribus, yaitu Tribus Anophelini
(Anopheles), Tribus Culicini (Culex, Aedes, dan Mansonia), dan Tribus
Toxorhynchitini. Nyamuk Aedes aegypti termasuk ke dalam tribus Culicini. (Agoes, 2009).
2.1.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti berukuran 4-13 mm. Nyamuk Aedes aegyptiterdiri dari kepala, toraks, dan abdomen.
A. Kepala
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata, sepasang antena, proboscis, dan
palpus. Antena terdiri dari 15 ruas dan terdapat rambut. Rambut antena pada
nyamuk jantan lebih lebat dan disebut plumosa, sedangkan rambut antenna
betina pendek dan jarang, disebut pilosa. Proboscis halus dan panjangnya
melebihi panjang kepala, fungsinya adalah untuk menusuk dan menghisap
darah. Pada nyamuk jantan, proboscis digunakan untuk menghisap
menghisap darah. Palpus terdiri dari 5 ruas dan berambut. Palpus merupakan
petunjuk untuk membedakan tiap spesies (Agoes, 2009).
Gambar 2.1 Bagian kepala Culicinae (Aedes) (WHO, 1995) B. Toraks
Pada mesonotum (punggung), terdapat gambaran menyerupai bentuk lira
(lyre-form) yang berwarna putih. Toraks terdiri dari bagian mesonotum dan postnotum. Bagian lateralnya terdiri dari lobus protoraks, propelura,
pronotum posterior, mesopleura, sternopleura, skutelum, mesepimeron,
sklerit metasternal lateral, serta sklerit spirakular. Pada mesonotum terdapat
gambaran menyerupai bentuk lira (lyre-form) yang berwarna putih. Skutelum terletak pada posterior dari mesonotum dan bentuknya membentuk
tiga lengkungan (trilobus). Pada toraks, terdapat sepasang sayap transparan,
panjang, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi oleh sisik-sisik
sayap (wing scales). Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang disebut fringe. Pada bagian toraks, juga terdapat sepasang halter, dan tiga pasang kaki bersegmen yaitu femur, tibia, dan 5 buah tarsus. Pada tarsus ke-5
terdapat kuku (Agoes, 2009).
C. Abdomen
Abdomen berbentuk silinder dan terdiri dari 10 segmen. Segmen terakhir
pada nyamuk jantan disebut hipopigium. Pada nyamuk betina, di bagian akhir
abdomen, terdapat reseptakel sebanyak 3 buah. (Agoes, 2009)
(Hoedojo dan Sungkar, 2008)
Gambar2.2 Morfologi Nyamuk Dewasa
2.1.4 Siklus hidup Aedes aegypti
Siklus hidup serangga terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Ametamorfosis
Serangga pada jenis siklus hidup ini tidak mengalami metamorphosis,
sehingga siklus hidupnya adalah telur yang kemudian menjadi nimfa
(hanya satu stadium) dan menjadi dewasa.
b. Simple metamorphosis (metamorfosis sederhana)
Metamorfosis jenis ini berbeda dengan ametamorfosis karena adanya
perbedaan pada fase nimfa. Pada metamorphosis sederhana, fase nimfa
terdiri dari beberapa stadium.
c. Complete metamorphosis (metamorfosis lengkap)
Pada metamorfosis ini, telur menetas menjadi larva, kemudian menjadi
Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu serangga yang bermetamorfosis lengkap, sehingga pada siklus hidupnya terdapat fase telur, fase
larva, fase pupa, dan fase dewasa (Hoedojo dan Sungkar, 2009).
Nyamuk betina Aedes aegypti meletakkan telurnya pada dinding tempat perindukan 1-2 cm di atas permukaan air. Seekor nyamuk betina Aedes aegypti dapat meletakkan rata-rata 100 butir per kali bertelur. Kemudian, setelah 2 hari,
telur menetas menjadi larva, lalu melepaskan kulitnya sebanyak 4 kali, tumbuh
menjadi pupa, dan kemudian menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai
dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Djakaria dan Sungkar, 2008).
(Charlesworth, 2008)
A. Telur Aedes aegypti
Telur Aedes aegypti berukuran 0,8 mm (Kemkes, 2011), berbentuk lonjong, dan dindingnya berbentuk anyaman seperti kain kasa (Ideham dan
Pusarawati, 2009). Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi akan
berubah menjadi hitam setelah 1-2 jam (Hoedojo dan Sungkar, 2009).
Telur Aedes aegypti mampu bertahan pada di tempat kering selama 6 bulan (Kemkes, 2011).
(Ideham dan Pusarawati, 2009)
Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti
B. Larva Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti terdiri dari bagian kepala, toraks, dan abdomen. a. Kepala
Pada bagian kepala, terdapat sepasang antena dengan rambut antena,
sepasang mata, rambut-rambut mulut (mouth brush), dan rambut-rambut kepala (Agoes, 2009).
b. Toraks
Bagian toraks terdiri dari segmen-segmen dengan rambut-rambut atau
bulu-bulu rusuk (Agoes, 2009).
c. Abdomen
Bagian abdomen terdiri dari 8 segmen. Sebenarnya terdapat 10
segemen, tetapi segmen ke-8 sampai ke-10 bersatu membentuk
alat-alat abdominal seperti sifon (pipa udara), pekten, dan anal gill. Pada segmen ke-8 terdapat comb scale yang hanya terdapat satu baris (Agies, 2009). Sifonnya gemuk dan pendek, dan bulu-bulu sifon atau
(Hoedojo dan Sungkar, 2008)
Gambar 2.5 Morfologi Larva Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti mengalami 4 kali proses pelepasan dan penggantian
kulit luar, proses ini disebut proses ekdisis (moulting). Proses tersebut dibagi
menjadi 4 instar (stadium-stadium pertumbuhan) (Natadisastra, 2009). Larva
instar I berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm. Larva instar II berukuran 2,5-3,8
mm. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II dan
anatominya struktur tubuhnya sudah mulai jelas terlihat. Larva instar IV
berukuran paling besar yaitu 5 mm (Kemkes, 2011).
Pada waktu istirahat, larva Aedes aegypti membentuk sudut terhadap permukaan air, berbeda dengan nyamuk Anopheles yang sejajar dengan permukaan air (WHO, 1997).
(Cornstock, 2012)
C. Pupa Aedes aegypti
Pupa berbentuk seperti koma (Kemkes, 2011). Struktur tubuh pupa terdiri
dari kepala dan abdomen dimana segmen-segmen terlihat jelas pada
abdomen.
a. Kepala
Pada bagian kepala, terdapat breathing tube, bakal kepala, bakal antenna, bakal mata, dan bakal kaki. Bagian kepala ini disebut
sefalotoraks.
b. Abdomen
Terdiri dari segmen-segmen dan segmen terakhir terdapat paddle, pada abdomen segmen terakhir terdapat rambut yang halus. Fungsinya
adalah sebagai alat gerak sehingga dapat bernafas (Agoes, 2009).
2.1.5 Habitat Aedes aegypti
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk (Djakaria dan Sungkar,
2008). Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti
drum, tangka, bak mandi, ember, dan tempayan.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti
tempat minum hewan peliharaan, vas bunga, perangkap semut, tempat
pembuangan air kulkas atau dispenser, barang-barang bekas (ban,
kaleng, botol, plastik).
c. Tempat penampungan air alamiah, seperti lubang batu, lubang pohon,
tempurung kelapa, dan potongan bamboo (Kemkes, 2011).
2.1.6 Perilaku Aedes aegypti
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai
telur dikeluarkan (siklus gonotropik) adalah 3-4 hari. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, sehingga
nyamuk dapat menularkan penyakit (Kemkes, 2011).
Aedes aegypti betina menghisap darah manusia di siang hari (day-biters) di luar (eksofilik) maupun dalam rumah (endofilik). Penghisapan dilakukan dengan
dua puncak waktu yaitu pukul 08.00 sampai 10.00 dan 15.00 sampai 17.00
(Djakaria dan Sungkar, 2008).
Setelah menghisap darah, nyamuk mencari tempat untuk istirahat untuk
menunggu proses perkembangan telur maupun istirahat sementara (Agoes, 2009).
Setelah proses pematangan telur selesai, Aedes aegypti betina akan meletakkan telurnya di permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada
dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Setiap kali bertelur, Aedes aegypti betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 telur (Kemkes, 2011).
2.1.7 Membedakan Aedes aegypti dengan spesies lainnya
Aedes aegypti dapat dibedakan dari nyamuk bergenus lain dari bentuk telur, posisi larva di permukaan air, dan bentuk dewasa. Telur Aedes aegypti terpisah-pisah dan melekat ke dinding-dinding wadah air, telur Anopheles sp. juga terpisah-pisah tetapi berada di permukaan air, berbeda dengan telur Culex sp. yang menyatu berbentuk seperti rakit (raft). Larva Aedes aegypti membentuk sudut di permukaan air, sama halnya dengan Culex sp., tetapi sifon Aedes aegypti lebih pendek dari Culex sp. Larva Anopheles sejajar dengan permukaan air. Pupa Aedes aegypti umumnya lebih kecil dari pupa nyamuk lain. Aedes aegypti memiliki palpi yang lebih pendek dari proboscisnya sedangkan nyamuk dewasa
(WHO, 1997)
Gambar 2.7 Perbedaan Aedes aegypti dengan spesies nyamuk lainnya
2.1.8 Epidemiologi Aedes aegypti
Aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang pdat
penduduknya, namun spesies ini masih dapat ditemukan disekitar kota pelabuhan.
Aedes aegypti yang terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan pengandung larva tersebut (Agoes, 2009).
2.1.9 PengendalianAedes aegypti
Pengendalian Aedes aegypti dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: A. Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan nyamuk
Dilakukan dengan cara memasang kawat kasa di lubang-lubang angin di atas
jendela atau pintu, tidur dengan kelambu, penyemprotan dinding rumah
dengan insektisida malathion dan penggunaan repellent pada kulit (Agoes,
2009).
B. Melakukan tindakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
PSN dapat dilakukan dengan cara:
a. Kimia
Pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal sebagai
istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Dosis
yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (1 sendok makan) untuk tiap
100 liter air. Abatisasi dengan temefos mempunyai efek residu selama 3
bulan (Djakaria dan Sungkar, 2008).
b. Biologi
Memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah dan ikan guppy)
(Djakaria dan Sungkar, 2008).
c. Fisik
Cara ini dikenal sebagai kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
yaitu menguras bak mandi, menutup TPA (Tempat Penampungan Air) di
rumah tangga (tempayan dan drum), dan mengubur atau memusnahkan
barang bekas (kaleng bekas dan ban bekas). Pengurasan TPA
sekurang-kurangnya 1 minggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di
2.2 Larvasida Nyamuk
2.2.1 Defenisi
Larvasida nyamuk adalah suatu zat kimiawi yang digunakan untuk
membunuh larva nyamuk. Beberapa larvasida juga efektif dalam membunuh pupa
dan nyamuk dewasa, tetapi sangat sedikit membunuh telur ( WHO, 2002).
2.2.2 Syarat Larvasida
Banyak bahan kimia yang dapat membunuh larva, tetapi terdapat
syarat-syarat agar suatu bahan kimia dapat digunakan sebagai larvasida. Suatu larvasida
harus dipillih berdasarkan efikasinya, ekonomisnya, dan keamannya pada
pengguna dan organisme non-target. Karakterisitik dari suatu zat kimia yang
diinginkan untuk dapat menjadi larvasida yang layak digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Toksisitas tinggi terhadap larva nyamuk
b. Kerja yang cepat dan persisten
c. Kualitas penyebaran yang baik di dalam air
d. Didapatkan dengan mudah dan biaya yang murah
e. Aman dan mudah untuk ditransportasikan dan digunakan
f. Efektif pada kondisi cuaca apa pun
g. Efektif secara primer terhadap larva dan kemungkinan terhadap telur,
pupa, dan nyamuk dewasa
h. Efektif pada jenis air apa pun dimana larva dapat tumbuh (polusi,
asam, basa, keruh)
i. Tidak toksik terhadap mahluk hidup non-target (manusia, makanan,
tumbuh-tumbuhan, ternak, ikan pemakan larva, dan serangga air
pemakan larva)
2.2.3 Klasifikasi Larvasida
Larvasida nyamuk dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan senyawa
kimianya yaitu inorganik, organik alami, dan organik sintetik. Pengklasifikasian
lain dari suatu insektisida adalah berdasarkan caranya memasuki tubuh serangga,
dimana racun perut dimakan dan diabsorbsi dari sistem pencernaannya; racun
kontak berpenetrasi dari dinding tubuhnya; dan racun pernafasan (fumigant)
memasuki tubuh serangga dari spirakel atau pori nafas (WHO, 2002).
Saat ini, racun perut dan racun pernafasan tidak lagi digunakan sebagai
larvasida melainkan sebagai pestisida. Insektisida yang digunakan sebagai
larvasida saat ini adalah racun konttak. Racun kontak inorganik tidak digunakan
sebagai larvasida karena menyebabkan polusi yang serius pada lingkungan,
misalnya merkuri. Racun kontak organik alami,misalnya pyrethrum dan alkaloid,
merupakan racun pada neuromuskular (WHO, 2002).
Racun organik sintetik yang digunakan saat ini adalah organoklorin,
organofosfat, karbamat, dan piretroid. Organoklorin tidak hanya bekerja sebagai
racun neuromuskular, tetapi juga sebagai racun perut, beberapa lainnya sebagai
fumigant. Contoh insektisida organoklorin adalah metoksiklor, klorden, heptaklor,
dan toksafen. Organofosfat memiliki mekanisme kerja menginhibisi
kolinensterase sehingga menghambat transmisi dari impuls saraf. Organofosfat
sering digunakan sebagai larvasida. Contoh organofosfat adalah malathion,
parathion, temefos, diazion, dan klorpirifos. Karbamat memiliki mekanisme kerja
yang sama dengan organofosfat, namun kurang efektif sebagai larvasida. Contoh
karbamat adalah prolan dan dinitrofenol. Piretroid merupakan racun pada
neuromuscular, tidak digunakan pada larva karena biaya yang tinggi (WHO,
2002) (Hoedojo dan Zulhasril, 2008).
Racun organik alami yang terkenal adalah Piretrum. Piretrum merupakan
(Hoedojo dan Zulhasril, 2008)(WHO, 2002)
Gambar 2.8 Klasifikasi Insektisida
2.2.4 Insektisida Temefos
Nama Kimia Temefos :
O,O,O’O’-tetramethyl O,O’-thiodi-p-phenylene bis(phosphorothioate) (WHO, 2O11)
Struktur kimia dari temefos adalah :
[image:34.595.113.517.146.430.2](WHO, 2011)
Insektisida temefos adalah insektisida golongan organofosfat yang sering
digunakan untuk pengendalian larva Aedes aegypti di TPA dengan konsenstrasi 1 ppm (1 gram temefos 1% dalam 10 liter air). Temefos dikenal sebagai abate pada
kalangan masyarakat. (Hoedojo dan Zulhasril, 2008)
Temefos banyak digunakan untuk pengendalian vektor dengue karena
biaya yang murah dan dapat diterima oleh masyarakat. Namun, karena
penggunaannya yang sangat luas, resistensi Aedes aegypti terhadap temefos banyak dilaporkan di Amerika Latin (Brazil, Kuba, Argentina, Peru, dan
Kolombia) (Grisales et. al., 2013), Thailand (Jiranjanakit, 2007), Banjarmasin (Istiana et al., 2012) , dan Surabaya (Rahardjo, 2006).
Terdapat 3 enzim utama yang berhunbungan dengan resistensi dari Aedes aegypti terhadap temefos, yaitu glutathione S-transferases (GST), cytochrome P450 monooxygenases (CYP450) and carboxylesterases (CE) (Marcombe, 2009).
Walaupun diperkirakan paparan temefos kepada manusia melalui makanan
dan air minum rendah, terdapat kemungkinan paparan langsung temefos kepada
manusia melalui air minum ketika temefos diberikan langsung pada wadah
penyimpanan air minum (WHO, 2009). Temefos merupakan insektisida golongan
organofosfat. Keracunan organofosfat pada manusia dapat menyebabkan
gangguan pada sistem neurologis, respiratorik, dan kardiovaskular yang dapat
berakhir kepada kematian (Peter et al., 2014).
2.3 Srikaya (Annona squamosa)
2.3.1 Taksonomi Srikaya (Annona squamosa)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Ranunculalae
Genus : Annona
Spesies : Annona squamosa (Syamsuhidayat, 1991 dalam CRCC, 2012)
2.3.2 Nama lain Srikaya (Annona squamosa)
Indonesia : Srikaya, atis
Inggris : Sugar apple
Melayu : Buah Nona, Sri kaya (CRCC, 2012)
[image:36.595.116.453.171.553.2](Folorunso dan Olorode, 2006)
Gambar 2.10 Buah, ranting, daun, bunga, dan biji Srikaya (Annona squamosa)
2.3.3 Kandungan kimia Srikaya (Annona squamosa)
Srikaya (Annona squamosa) mengandung zat aktif acetogenin. Acetogenin adalah metabolit sekunder dari poliketida asam asetat. Senyawa ini memiliki
rantai panjang alifatik dengan kelompok fungsional hidroksil, karbonil asetil, dan
Acetogenin memiliki struktur kimia :
[image:37.595.255.408.132.230.2](IUPAC, 2006)
Gambar 2.11 Struktur Kimia Acetogenin Acetogenin telah diteliti memiliki efektivitas sebagai: a. Antitumor
b. Antidiabetik
c. Antibakteri
d. Antihelmintik
e. Hepatoprotektor (Saha, 2011)
f. Antikonvulsan (Porwal et. al.,2011)
g. Anti kutu rambut (Intaranongpai et al., 2006)
Bagian-bagian dari pohon srikaya (Annona squamosa) telah digunakan sebagai insektisida secara tradisional. Biji dan daunnya digunakan untuk
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
3.2 Variabel penelitian
3.2.1 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) dalam berbagai konsentrasi (0,01%; 0,025%; 0,05%; 0,075%; 0,1%), Temefos (Abate 1%) sebagai kontrol positif dan Air sebagai kontrol negatif.
3.2.2 Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kematian larva Aedes aegypti.
Ekstrak daun buah srikaya (Annona
squamosa)
Kematian larva
Aedes Aegypti
Kontrol positif Temefos (Abate
1%)
0,01%
0,025%
0,05%
0,075%
0,1%
LC50 Acetogenin
3.3 Defenisi Operasional
No. Variabel Defenisi
operasional Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
1. Ekstrak
daun srikaya (Annona squamosa) 0,01% 0,01 gram ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dilarutkan
100 ml air
Menimbang ekstrak 0,01 gram dan mengukur 100 ml air Timban gan dan gelas ukur Gram dan mili-liter (ml) Numerik
2. Ekstrak
daun srikaya (Annona squamosa) 0,025% 0,025 gram ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dilarutkan
100 ml air
Menimbang ekstrak 0,025 gram dan mengukur 100 ml air Timban gan dan gelas ukur Gram dan mili-liter (ml) Numerik
3. Ekstrak
daun srikaya (Annona squamosa) 0,05% 0,05 gram ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dilarutkan
100 ml air
4. Ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) 0,075% 0,075 gram ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dilarutkan
100 ml air
Menimbang ekstrak 0,075 gram dan mengukur 100 ml air Timban gan dan gelas ukur Gram dan mili-liter (ml) Numerik
5. Ekstrak
daun srikaya (Annona squamosa) 0,1% 0,1 gram ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dilarutkan
100 ml air
Menimbang ekstrak 0,1 gram dan mengukur 100 ml air Timban gan dan gelas ukur Gram dan mili-liter (ml) Numerik
6. Kontrol
Positif Temefos (Abate 1%) Larvasida sintetis yang umum digunakan oleh masyarakat untuk membunuh larva Memasukkan temefos
dengan dosis 1
ppm ke dalam
100 ml air
7. Kontrol Negatif Air Media pertumbuh-an larva tanpa perlakuan Mengukur 100 ml air Gelas beker Mili liter (ml) Numerik
8. Kematian
larva nyamuk Aedes aegypti Larva nyamuk Aedes aegypti yang sudah mati adalah larva yang tenggelam dan sudah tidak bergerak lagi. Mengobservasi jumlah larva nyamuk Aedes aegypti yang
mati pada tiap
tabung uji coba
pada setiap 24
jam selama 48
jam. Observasi langsung Jumlah (ekor) Numerik
9. LC50
(Lethal Concentra -tion 50) Konsentra-si yang diperlukan untuk membunuh 50% dari sampel Membanding-kan angka kematian dari
tiap tabung uji
Analisis probit Mili-gram (mg) Numerik 3.4 Hipotesis
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1Jenis Penelitian
Untuk mengetahui efek larvasida daun srikaya (Annona squamosa) dibandingkan dengan temefos (Abate 1%), Metode penelitian yang digunakan
adalah eksperimen dengan rancangan penelitian post test only control group design.
4.2Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan
Desember 2015. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan ethical clearancedari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.2.2 Tempat
A. Ekstraksi
Proses ekstraksi daun srikaya (Annona squamosa) dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
B. Pengamatan efek larvasida
Proses pengamatan efek larvasida ekstrak daun buah srikaya (Annona squamosa) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh larva nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak pada tempat perkembangbiakan buatan yang disiapkan
4.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini 175 larva nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak pada tempat perkembangbiakan buatan yang disiapkan oleh
peneliti pada setiap kelompok uji dimana terdapat 25 larva nyamuk (WHO, 2005)
pada setiap tabung penelitian.
A. Kriteria inklusi
a. Larva nyamuk Aedes aegypti instar III/IV
b. Larva nyamuk Aedes aegypti dalam keadaan hidup B. Kriteria eksklusi
a. Larva nyamuk Aedes aegypti cacat
b. Larva nyamuk Aedes aegypti kurang aktif
4.3.3 Besar Sampel
Besarnya sampel penelitian setiap tabungnya adalah 25 larva nyamuk
(WHO, 2005) untuk melihat daya larvasida ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegyptidimana terdapat 7 tabung secara keseluruhan, yaitu 5 tabung untuk ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) dengan konsentrasi yang berbeda (0,01%; 0,025%; 0,05%; 0,075%, 0,1%) (Costa
et. al., 2014), 1 tabung untuk temefos sebagai kontrol positif, dan 1 tabung untuk kontrol negatif. Agar penelitian valid, diperlukan pengulangan untuk tiap
perlakuan yang dihitung dengan rumus:
(t – 1)(r –1)≥15
Keterangan:
t : jumlah perlakuan
r : jumlah replikasi
Pada penelitian ini terdapat 7 perlakuan, sehingga didapatkan pengulangan
yang harus dilakukan adalah sebanyak 4 kali. Total sampel yang harus disediakan
4.3.4 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara randomisasi dimana larva yang
memenuhi kriteria inklusi diambil secara acak dan dimasukkan ke dalam tabung
penelitian.
4.4 Teknik pengumpulan data
4.4.1 Alat dan Bahan
4.4.1.1 Alat
No. Alat Fungsi
1. Timbangan Menimbang berat daun buah srikaya (Annona squamosa) yang akan diekstrak
2. Lemari pengering Mengeringkan daun srikaya (Annona squamosa) dengan menggunakan lampu pijar. 3. Kertas perkamen Alas daun srikaya (Annona squamosa) di
dalam lemari pengering
4. Alat perkolasi Pembuatan ekstrak cair
5. Aluminium foil Menutup alat perkolasi 6. Rotary evaporator Pembuatan ekstrak kental
7. Kapas Penyaring yang diletakkan di dalam alat
perkolasi
8. Botol Wadah penyimpanan ekstrak daun buah srikaya
(Annona squamosa)
9. Ember hitam Wadah tempat perkembangbiakan nyamuk
buatan untuk larva Aedes aegypti
10. Kayu Tempat peletakan telur nyamuk Aedes aegypti 11. Kertas saring Membalut kayu agar kayu tetap lembab dan
penyaring di dalam alat perkolasi
13. Kasa Menutup tempat perkembangbiakan nyamuk
buatan setelah terdapat telur nyamuk
14. Mikroskop Mengecek bahwa benar larva pada tempat
perkembangbiakan nyamuk buatan adalah larva
Aedes aegypti
15. Gelas Beker Wadah pengamatan efek larvasida ekstrak daun
srikaya (Annona squamosa) dan temefos terhadap larva nyamuk Aedes aegypti 16. Jam Mengukur lamanya waktu penelitian
17. Lembar
pengamatan
Mengisi hal-hal yang diamati dari penelitian
4.4.1.2 Bahan
No. Bahan Fungsi
1. Daun buah srikaya
(Annona squamosa)
Bahan ekstrak
2. Etanol 70% Larutan dalam mengekstraksi daun buah
srikaya (Annona squamosa) 3. Larva nyamuk
Aedes aegypti
Bahan perlakuan
4. Air keran Media pada tempat perkembangbiakan
nyamuk buatan
4.4.2 Cara Pengambilan Data (Prosedur Kerja)
4.4.2.1 Penyediaan bahan ekstrak
Penyediaan dari bahan ekstrak terdiri dari pengambilan dan pengolahan
1. Pengambilan bahan ekstrak
Bahan ekstrak yang diambil adalah daun srikaya (Annona squamosa) yang langsung dipetik dari pohonnya di Kelurahan Bandar Senembah,
Kotamadya Binjai.
2. Pengolahan bahan ekstrak
Bahan ekstrak dicuci, ditiriskan, dan ditimbang. Kemudian bahan
ekstrak di masukkan ke dalam lemari pengering selama 5 hari sampai
benar-benar kering dimana bahan yang kering akan hancur ketika
diremas. Bahan yang sudah kering disebut simplisia.
4.4.2.2 Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Simplisia daun srikaya (Annona squamosa) dihaluskan sampai menjadi bentuk serbuk
2. Serbuk simplisia daun srikaya (Annona squamosa) direndam dalam etanol 70% selama 3 jam. Proses ini disebut sebagai maserasi antara.
3. Masukkan ke dalam alat perkolasi dengan hati-hati sambil ditekan.
4. Tuangkan etanol 70% secukupnya sampai serbuk simplisia terendam.
5. Tutup alat perkolasi dan biarkan selama 24 jam.
6. Buka keran alat perkolasi, biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1
ml per menit dan tambahkan etanol 70% berulang-ulang agar simplisia
selalu terendam.
7. Perkolasi dihentikan jika tetesan sudah tidak berwarna lagi. Hasil
perkolasi disebut ekstrak cair.
8. Masukkan ekstrak cair kedalam rotary evaporatoruntuk mendapatkan ekstrak pekat.
4.4.2.3 Persiapan sampel
Sampel didapatkan dengan cara membuat tempat perkembangbiakan
nyamuk buatan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Isi ember hitam dengan air keran
2. Letakkan ember hitam berisi air di luar rumah yang tidak terkena tanah
dan terlindungi dari hujan.
3. Masukkan kayu yang telah dililit dengan kertas saring ke dalam ember.
4. Setelah terdapat telur-telur nyamuk, kertas saring yang terdapat telur
nyamuk di bawa ke Laboratorium Parasitologi FK USU.
5. Rendam kertas saring ke dalam air. Telur akan menetas setelah
teerendam air. Tutup dengan kain kasa.
6. Setelah menjadi larva, ambil sedikit larva dengan penciduk.
7. Periksa di bawah mikroskop apakah benar larva yang berkembang
adalah larva nyamuk Aedes aegypti.
8. Jika benar, periksa juga instar dari larva. Kriteria inklusi sampel adalah
instar III/IV.
9. Jika memenuhi kriteria inklusi sampel, lakukan penelitian.
4.4.2.4 Pengamatan efek larvasida
Efek larvasida dapat diamati dengan cara :
1. Masukkan 25 larva ke dalam masing-masing tabung penelitian yang
sudah diisi ekstrak daun buah srikaya (Annona squamosa) berbagai konsentrasi (0,01%; 0,025%; 0,05%; 0,075%, 0,1%), temefos, dan
kontrol negatif (air).
2. Amati jumlah larva yang mati pada tabung reaksi setiap 24 jam.
3. Pengamatan dilakukan sampai 48 jam setelah pemberian perlakuan.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil pengamatan akan diolah secara komputerisasi dan dianalisis
dengan uji one way ANOVA (Analysis of variance) untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian larva Aedes aegypti antar kelompok uji, kemudian uji LSD (Least Significance Difference) untuk mengetahui pasangan mean yang perbedaannya signifikan dan analisis probit untuk mengetahui efek larvasida
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahap yang mencakup beberapa lokasi.
Bahan ekstrak daun Srikaya (Annona squamosa) dikumpulkan di Kelurahan Bandar Senembah, Kecamatan Binjai Barat, Kotamadya Binjai. Pembuatan
ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan
Tri Dharma USU, sedangkan pemantauan efikasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan
Universitas USU. Universitas Sumatera Utara terletak di Kelurahan Padang
Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan
total area 122 hektar.
5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel
Sampel pada penelitian ini adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV yang dipilih secara acak (simple random sampling). Sampel dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang ada. Sampel didapatkan dengan memerangkap
telur nyamuk (ovitrap), kemudian merendam telur dengan air sumur sampai
menjadi larva instar III dan IV di dalam rumah. Oleh karena telur direndam secara
bersamaan, sampel dapat dikatakan homogen. Sebelum penelitian, larva
diidentifikasi dahulu dengan memperhatikan posisi istirahat larva terhadap
permukaan air untuk memastikan larva tersebut merupakan larva Aedes aegypti. Sampel dimasukkan ke dalam wadah penelitian yaitu kontainer plastik
5.1.3 Data Efek Larvasida
Tabel 5.1 Jumlah kematian larva Aedes aegypti pada pemantauan 24 dan 48 jam
24 Jam 48 Jam
P1 P2 P3 P4 Mean P1 P2 P3 P4 Mean
0,01% 2 3 1 2 2 8 9 7 8 8
0,025% 5 5 6 7 5,75 12 13 12 11 12
0,05% 10 11 9 10 10 16 15 16 14 15,25
0,075% 14 13 14 15 14 19 19 20 21 19,75
0,1% 18 19 19 20 19 23 24 25 24 24
K(+) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
K(-) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan:
P : Pengulangan K(+) : Kontrol positif K(-) : Kontrol Negatif
5.1.4 Hasil Analisa Statistik
Sebelum menganalisis data, data terlebih dahulu diuji normalitasnya untuk
mengetahui distribusi data penelitian.
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data
Shapiro-wilk
Konsentrasi Sig.(p) Normalitas
Pemantauan 24jam
0,01% .683 Normal
0,025% .272 Normal
0,05% .683 Normal
0,075% .683 Normal
0,1% .683 Normal
Pemantauan 48jam
0,01% .683 Normal
0,025% .683 Normal
0,05% .272 Normal
0,075% .272 Normal
[image:50.595.113.418.524.756.2]Data yang dimasukkan ke dalam spss adalah sebanyak 28 data (7 wadah
dengan 4 pengulangan). Oleh karena jumlah data yang kecil (<50), maka uji
normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Shapiro-Wilk (Dahlan, 2012).
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap jumlah kematian larva pada
setiap konsentrasi, didapatkan nilai p>0,05 pada semua konsentrasi (0,01%;
0,025%; 0,05%; 0,075%; 0,1%) pemantauan 24 jam dan 48 jam. Berdasarkan nilai
p dari uji normalitas Shapiro-Wilk, maka dapat disimpulkan bahwa data setiap
konsentrasi berdistribusi normal, sehingga dapat dilakukan uji parametrik seperti
one-way ANOVA.
Tabel 5.3 Hasil one-way ANOVA
Sig.(p) Signifikansi
Pemantauan 24jam .000 Signifikan
Pemantauan 48jam .000 Signifikan
Nilai p one-way ANOVpA menunjukkan angka 0,000 (<0,05) pada pemantauan 24 jam dan 48 jam, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata kematian larva yang signifikan. Untuk mengetahui kelompok
mana yang mempunyai perbedaan, maka dilakukan uji Post Hoc. Sebelum
melakukan uji Post Hoc, uji varian perlu dilakukan untuk menentukan uji Post
[image:51.595.111.351.596.654.2]Hoc yang akan digunakan.
Tabel 5.4 Hasil uji varian
Sig.(p) Varian
Pemantauan 24jam .226 Homogen
Pemantauan48jam .102 Homogen
Uji Varian menunjukkan nilai p 0,226 pada pemantauan 24 jam dan 0,102
pada pemantaun 48 jam. Kedua nilai tersebut menunjukkan p>0,05, maka dapat
one-way ANOVA signifikan dan varian homogen, maka analisis Post Hoc yang akan digunakan adalah Least Significance Difference (LSD).
Tabel 5.5 Hasil analisis Least Significance Difference pada pemantauan 24 jam
Konsentrasi
Dibandingkan
Konsentrasi Sig.(p) Signifikansi
0,01% 0,025% .000 Signifikan
0,05% .000 Signifikan
0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .001 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,025% 0,05% .000 Signifikan
0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,05% 0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,075% 0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,1% Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
Air Abate .000 Signifikan
Analisis Least Significance Difference (LSD) menunjukkan semua pasangan perbandingan pada pemantauan 24 jam memiliki nilai p<0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa semua pasangan perbandingan memiliki perbedaan
Tabel 5.6 Hasil analisis Least Significance Difference pada pemantauan 48 jam
Konsentrasi
Dibandingkan
Konsentrasi Sig.(p) Signifikansi
0,01% 0,025% .000 Signifikan
0,05% .000 Signifikan
0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,025% 0,05% .000 Signifikan
0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,05% 0,075% .000 Signifikan
0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,075% 0,1% .000 Signifikan
Air .000 Signifikan
Abate .000 Signifikan
0,1% Air .000 Signifikan
Abate .070 Tidak Signifikan
Air Abate .000 Signifikan
Analisis Least Significance Difference (LSD) menunjukkan semua pasangan perbandingan pada pemantauan 48 jam memiliki nilai Sig.(P) <0,05
mean yang signifikan, kecuali perbandingan konsentrasi 0,1% ekstrak daun
srikaya (Annona squamosa) dengan abate memiliki perbedaan rerata yang tidak signifikan.
Untuk menentukan konsentrasi yang efektif untuk membunuh larva, maka
[image:54.595.114.348.299.697.2]diperlukan analisis probit. Konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti dinyatakan dengan Lethal concentration 50 (LC50).
Tabel 5.7 Hasil analisis Probit
IK95%
Konsentrasi Minimum Maksimum
LC1 0.004 0.002 0.006
LC2 0.006 0.003 0.008
LC3 0.007 0.004 0.010
LC4 0.008 0.005 0.011
LC5 0.009 0.006 0.012
LC6 0.010 0.007 0.013
LC7 0.011 0.007 0.014
LC8 0.012 0.008 0.015
LC9 0.012 0.009 0.016
LC10 0.013 0.010 0.017
LC20 0.022 0.017 0.026
LC30 0.031 0.026 0.036
LC40 0.043 0.037 0.049
LC50 0.057 0.050 0.066
LC60 0.076 0.065 0.091
LC70 0.103 0.086 0.131
LC80 0.148 0.118 0.202
LC90 0.234 0.181 0.370
LC99 0.793 0.493 1.586
5.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efikasi ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti instar III dan IV. Pada penelitian ini, terdapat 7 kelompok uji yaitu 5 konsentrasi (0,01%; 0,025%;
0,05%; 0,075%; 0,1%) ekstrak daun srikaya (Annona squamosa), 1 kontrol negatif (air), dan 1 kontrol positif (abate). Pada kelompok uji kontrol negatif, hanya
terdapat air sebagai media perendaman, dan tidak didapatkan kematian larva
sehingga dapat disimpulkan air yang digunakan tidak memiliki daya larvasida dan
tidak ada intervensi lain yang mempengaruhi kematian larva pada kelompok uji
lain.
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa ekstrak daun
srikaya(Annona squamosa) memiliki daya larvasida mulai dari konsentrasi 0,01%. Tingkat kematian larva Aedes aegypti semakin tinggi pada peningkatan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa).
Data penelitian dianalisis dengan analisis One-way ANOVA (tabel 5.3) dan didapatkan hasil p<0,05 pada pemantauan 24 jam dan 48 jam, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kematian larva yang signifikan.
Tetapi, dengan analisis One-way ANOVA tidak dapat diketahui pasangan rerata mana yang signifikan, sehingga diperlukan uji post hoc.
Untuk mengetahui perbedaan rerata kematian larva pada masing-masing
konsentrasi yang signifikan, dilakukan uji post hoc Least Significance Difference (LSD). Semua pasangan perbandingan menunjukkan perbedaan rerata kematian
larva yang signifikan, kecuali pasangan perbandingan konsentrasi 0,1% ekstrak
dengan abate pada pemantauan 48 jam (p=0,07).
Kematian larva Aedes aegypti dengan abate mencapai 100% dalam waktu kurang dari 24 jam, sedangkan dengan ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) 0,1% diperlukan waktu 48 jam. Ekstrak daun srikaya 0,1% memerlukan waktu
yang lebih lama dari abate untuk membunuh larva Aedes aegypti. Peningkatan konsentrasi ekstrak dapat mempercepat waktu yang diperlukan untuk membunuh
Konsentrasi yang efektif untuk membunuh larva dapat diketahui dengan
analisis probit. Berdasarkan tabel 5.7, Lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti adalah 0,057%, maka dapat disimpulkan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang dibutuhkan untuk membunuh 50% larva Aedes aegypti adalah 0,057% pada waktu pemaparan 24 jam. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
Rosmayanti (2014) menggunakan ekstrak biji sirsak (Annona muricata) yang juga mengandung Acetogenin yaitu LC50 sebesar 0,06%. Menurut WHO (2005), salah satu syarat larvasida yang baik adalah larvasida yang memiliki efektivitas pada
konsentrasi di bawah 1%. Ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) memenuhi syarat tersebut.
Abate merupakan racun kontak golongan organofosfat yang bekerja
dengan menghambat enzim kolinesterase yang berfungsi mengubah kembali
asetilkolin setelah menyampaikan pesan antar sinaps. Asetilkolin yang berlebihan
menyebabkan overstimulasi sistem saraf dan menyebabkan kematian serangga
(BASF, 2014). Keracunan organofosfat pada manusia dapat menyebabkan
gangguan pada sistem neurologis, respiratorik, dan kardiovaskular yang dapat
berakhir kepada kematian (Peter et al., 2014). Walaupun diperkirakan paparan abate kepada manusia melalui makanan dan air minum rendah, terdapat
kemungkinan paparan langsung abate kepada manusia melalui air minum ketika
abate diberikan langsung pada wadah penyimpanan air minum (WHO, 2009).
Acetogenin merupakan racun perut bekerja dengan menghambat menghambat respirasi mitokondrial pada kompleks I dan NADH-ubiquinone oxidoreductase sehingga menghambat fosforilasi oksidatif mitokondria yang menyebabkan apoptosis (Chen et al., 2011). Larvasida berbahan dasar tanaman tidak memiliki efek yang berbahaya pada ekosistem (Govindarajulu, 2015).
Larvasida sintetis mulai mengalami resistensi dan memiliki efek yang
berbahaya terhadap manusia dan populasi non-target, sehingga diperlukan
Konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan oleh ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa) untuk membunuh larva Aedes aegypti lebih besar dan lebih lama dari abate, namun ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dari larvasida sintetis abate karena ekstrak
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti.
2. Lethal Concentration 50 (LC50) ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap larva Aedes aegypti adalah 0,057%
3. Efikasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) tidak kalahp dari abate walaupun ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) membutuhkan konsentrasi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama
dari abate.
6.2 Saran
1. Menurut WHO(2005), terdapat 3 tahapan evaluasi larvasida, yaitu
tahap laboratorium, tahap lapangan skala kecil, dan tahap lapangan
skala besar. Penelitian ini merupakan evaluasi larvasida tahap
laboratorium. Penelitian ini dapat dilanjutkan ke tahap evaluasi
selanjutnya.
2. Penelitian ini meneliti konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) yang efektif dalam membunuh larva, namun tidak mengetahui onset of action dari ekstrak daun srikaya (Annona squamosa). Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui onset of action dari ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) untuk membunuh larva.
3. Penelitian ini memanfaatkan Acetogenin sebagai larvasida. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk meneliti kegunaan lain zat aktif
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, R., 2009. Peran Nyamuk dalam Ilmu Kedokteran. Dalam: Natadisastra, D., Agoes, R., Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC, 302-319.
Cancer Chemoprevention Research Center (CRCC), 2012. Srikaya (Annona squamosa L.). Fakultas Farmasi UGM. Available from: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/en/?page_id=2288 [Accessed 28 May 2015].
Charlesworth, S., 2008. Mosquito Life Cycle (Generalized). In: Hill, C.A. and MacDonald, J.F., Purdue Entomology. Purdue University. Available from:
http://extension.entm.purdue.edu/publichealth/images/downloads/lifecycle-mosquito.jpg [Accessed 12 May 2015].
Comstock, J.H., 2012. An Introduction to Entomology. Available from:
http://en.wikipedia.org/wiki/Mosquito#/media/File:Comstock_Mosquito_Lar
vae_IMG_6216.JPG [Accessed 10 May 2015].
Costa, M.S., et al., 2014. Larvicidal and Cytotoxic Potential of Squamocin on the Midgut of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Toxins 2014 (6):1169-1176. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Djakaria, S. dan Sungkar, S., 2008. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, Spiroketa,
dan Bakteri. Dalam : Sutanto, I., Ismid, I.S. Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 265-273.
Folorunso, A.E., Olorode, O., 2006. Biosystematic Studies in Annonaceae
Vegetative and Floral Morphology Studies of Some Species in Nigeria.
Ghosh, A., Chowdhury, N., Chandra, G., 2012. Plant Extracts as Potential
Mosquito Larvicides. Indian J Med Res 135, 581-598.
Grisales, N., Poupardin, R., Gomez, S., Gonzalez, I.F., Ranson, H., Lenhart, A.,
2013. Temephos Resistance in Aedes aegypti in Colombia Compromises
Dengue Vector Control. PLOS Negl Trop Dis 7(9):e2438.
Gu, Z.M., Zhao, G.X., Oberlies, N.H., Zeng, L., McLaughlin, J.L., 1995.
Annonaceous Acetogenins. Purdue University, Indiana.
Guzman, A., and Isturiz, R.E., 2010. Update on the Global Spread of
Dengue.International Journal of Antimicrobial Agents 540-542.
Hoedojo, R. dan Sungkar, S., 2008. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku Nyamuk.
Dalam : Sutanto, I., Ismid, I.S. Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 250-253. Hoedojo, R. dan Zulhasril, 2008. Insektisida dan Resistensi. Dalam: Sutanto, I.,
Ismid, I.S. Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 280-286.
Ideham, B. dan Pusarawati, S., 2009. Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press, 51-54.
Intaranongpai, J., Chavasiri, W., Gritsanapan, W., 2006. Anti-Head Lice Effect of Annona squmosa Seeds. Chulalogkorn University, Bangkok.
International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), 2014. IUPAC Gold Book. Available from: http://goldbook.iupac.org/P04734.html [Accessed 28 May 2015].
Istiana, Heriyani, F., Isnaini. Status Kerentanan Larva Aedes aegypti terhadap
Jirakanjanakit, N., Saengtharatip, S., Rongnoparut, P., Duchon, S., Bellec, C.,
Yoksan, S., 2007. Trend of Temephos Resistance in Aedes (Stegomyia)
Mosquitoes in Thailand during 2003-2005. Environ Entomol 36(3):506-511. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Modul Pengendalian Demam
Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal