• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur Lansia di Desa Parsuratan Kecamatan Balige

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur Lansia di Desa Parsuratan Kecamatan Balige"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KUALITAS

TIDUR LANSIA DI DESA PARSURATAN

KECAMATAN BALIGE

SKRIPSI

OLEH :

HARDIKNAS SIAGIAN 101101008

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KUALITAS

TIDUR LANSIA DI DESA PARSURATAN

KECAMATAN BALIGE

SKRIPSI

OLEH :

HARDIKNAS SIAGIAN 101101008

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Judul : Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige

Nama Mahasiswa : Hardiknas Siagian

Nim : 101101008

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan pasti menurun sehingga aktivitas fisiknya menurun. Aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidurnya. Dewasa ini semakin banyak lansia dan keluarga tidak memperhatikan aktivitas fisik dan kualitas tidur lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Jenis penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi. Sampel yang diteliti sebanyak 28 orang lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data untuk melihat hubungan menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik lansia berada pada kategori active (42,9%), kualitas tidur lansia pada rentang kualitas tidur baik (57,1%), dan aktivitas fisik berhubungan dengan kualitas tidur lansia. Dimana analisa data diperoleh (r) 0,480. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dengan arah yang positif antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikasi (p) sebesar 0,010. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0,05 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji. Diharapkan perawat komunitas khususnya keperawatan gerontik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberi informasi dan edukasi tentang manfaat aktifitas fisik lansia agar kualitas tidur lansia meningkat.

(5)

Title : The Relationship of Physical Activity and Sleep Quality in Elderly in The Village of Parsuratan Sub-district of Balige

Name of Student : Hardiknas Siagian Name of Student : 101101008

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

The increase of a person age will cause his/her physical and mental ability reduce too. Elderly physical activity is any activities that make the elderly need anergy to do it like walking, dancing, nurturing grandchildren and so forth. The quality of sleep is the satisfaction of a person to sleep. Nowadays a growing number of elderly and the family do not pay attention to physical activity and quality of sleep of the elderly. This research aims to analiyze the relationship of physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. This research uses descriptive correlation design.The sample examined as many as 28 people are elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Sample retrieval techniques in this research is by using purposive sampling. Technique of data analysis to look the relationships using spearman rank correlation test. Results of the research showed that physical activity for the elderly are at active category (42.9%), elderly sleep quality are on goo range (57.1%) and physical activity is associated with sleep quality of elderly where data analysis was obtained (r) 0.480. This means that there is a relationship which is with a positive direction between physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Statistical analysis obtained also the significance value (p) of 0.010. This value is smaller than the level of significance (α) of 0.05 (p<0.05), so that it can be concluded there is a meaningful correlation between variables tested. Community nurse particularly nursing gerontic is expected to improve health services in particular in giving information and education about the benefits of physical activity for the elderly in order to improve the sleep quality of elderly.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur Lansia di Desa Parsuratan Kecamatan

Balige”.

Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Terwujudnya skripsi skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Lufthiani, S.Kep,Ns, M.Kes., CWCCA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS dan Ibu Eryunita Lubis, S.Kep.Ns selaku dosen penguji.

(7)

7. Bapak kepala desa Parsuratan kecamata Balige Bapak Turman Simanjuntak yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di desa tersebut.

8. Teristimewa buat Orang tua tercinta ayah saya st.Ruslan Siagian dan ibu Raya br.Panjaitan terima kasih atas kasih sayang dan pengorbanan yang kalian berikan. Semoga anakmu ini bisa menjadi kebanggaan untuk kalian, I Love U muachh. Serta kakak-kakak, abang-abang serta adikku tercinta. 9. kakak saya Mawarni atas dukungannya baik moril maupun materil dan bidan

Yeni yang telah mendampingi saya selama penelitian semoga semakin sukses.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semangat untuk meraih impian kita.

11. Spesial buat rekan-rekan seperjuangan Hima-TOBASA yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimaksih buat dukungan dan penghiburan kalian semua saat proses penyusunan skripsi ini. Serta buat Jhonson yang selalu memberi support.

12. Kepada anak Cv. Worchip lantai 3 khususnya teman sekamar dan teman seperjuangan Novika H Sembiring dan adik-adik yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu serta My itong Van Junt dan adek Wendy kita pasti sukses.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.

Medan, Juli 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Abstrak ...iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Datar tabel ... vi

Daftar skema ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Lanjut Usia ... 7

1.1 Proses menua ... 7

1.2 Teori-teori proses penuaan ... 8

1.3 Batasan-batasan lanjut usia ... 12

1.4 Tugas perkembangan lansia ... 14

2 Aktivitas Fisik Lansia ... 15

2.1 Defenisi ... 15

2.2 Jenis-jenis Aktivitas Fisik Lansia ... 15

2.3 Tipe-tipe aktivitas fisik ... 17

(9)

2.5 Dampak aktivitas fisik ... 19

3 Tidur ... 20

3.1 Defenisi tidur ... 20

3.2 Fisiologi tidur ... 20

3.3 Tahap–tahap tidur ... 21

4 Kualitas Tidur pada Lansia ... 24

4.1 Perubahan tidur pada lansia ... 24

4.2 Kualitas tidur pada lansia ... 25

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 29

1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

2. Defenisi Operasional ... 31

3. Hipotesa ... 32

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

1. Desain Penelitian ... 33

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4. Pertimbangan Etik ... 34

5. Instrumen Penelitian ... 35

6. Uji validitas dan reabilitas ... 37

7. Pengumpulan Data ... 38

8. Analisa Data ... 39

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN . ... 42

1. Hasil Penelitian . ... 42

1.1 Deskripsi Karakteristik Responden ... 42

(10)

1.3 Kualitas Tidur Responden ... 44

1.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur ... 47

2. Pembahasan . ... 48

2.1 Aktifitas fisik lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige ... 48

2.2. Kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige ... 50

2.3 Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia ... 52

3. Keterbatasan Penelitian ... 54

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN . ... 55

1. Kesimpulan . ... 55

2. Saran . ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Defenisi opersional ... 31

Tabel 4.1 Paduan interprestasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekuatan korelasi,

nilai p dan arah korelasinya ...40

Tabel 5.1 .Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden

. ...43

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase tentang aktivitas fisik lansia . ...44

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase peryataan responden berdasarkan aktivitas fisik lansia ...45

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur

responden.. ...47

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase tentang kualitas tidur lansia . ...49

(12)

DAFTAR SKEMA

(13)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Uji Reliabilitas

Lampiran 4 Olahan Data Komputerisasi Data Demografi

Lampiran 5 Master Data Penelitian

Lampiran 6 Olahan Data Komputerisasi Skor Aktivitas Fisik dan Kualitas T idur

Lampiran 7 Uji Hipotesa

Lampiran 8 Lembar Bukti Bimbingan

Lampiran 9 Jadwal Tentatif Penelitian

Lampiran 10 Taksasi Dana

Lampiran 11 Surat Penelitian

(14)

Judul : Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige

Nama Mahasiswa : Hardiknas Siagian

Nim : 101101008

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan pasti menurun sehingga aktivitas fisiknya menurun. Aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidurnya. Dewasa ini semakin banyak lansia dan keluarga tidak memperhatikan aktivitas fisik dan kualitas tidur lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Jenis penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi. Sampel yang diteliti sebanyak 28 orang lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data untuk melihat hubungan menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik lansia berada pada kategori active (42,9%), kualitas tidur lansia pada rentang kualitas tidur baik (57,1%), dan aktivitas fisik berhubungan dengan kualitas tidur lansia. Dimana analisa data diperoleh (r) 0,480. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dengan arah yang positif antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikasi (p) sebesar 0,010. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0,05 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji. Diharapkan perawat komunitas khususnya keperawatan gerontik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberi informasi dan edukasi tentang manfaat aktifitas fisik lansia agar kualitas tidur lansia meningkat.

(15)

Title : The Relationship of Physical Activity and Sleep Quality in Elderly in The Village of Parsuratan Sub-district of Balige

Name of Student : Hardiknas Siagian Name of Student : 101101008

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

The increase of a person age will cause his/her physical and mental ability reduce too. Elderly physical activity is any activities that make the elderly need anergy to do it like walking, dancing, nurturing grandchildren and so forth. The quality of sleep is the satisfaction of a person to sleep. Nowadays a growing number of elderly and the family do not pay attention to physical activity and quality of sleep of the elderly. This research aims to analiyze the relationship of physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. This research uses descriptive correlation design.The sample examined as many as 28 people are elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Sample retrieval techniques in this research is by using purposive sampling. Technique of data analysis to look the relationships using spearman rank correlation test. Results of the research showed that physical activity for the elderly are at active category (42.9%), elderly sleep quality are on goo range (57.1%) and physical activity is associated with sleep quality of elderly where data analysis was obtained (r) 0.480. This means that there is a relationship which is with a positive direction between physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Statistical analysis obtained also the significance value (p) of 0.010. This value is smaller than the level of significance (α) of 0.05 (p<0.05), so that it can be concluded there is a meaningful correlation between variables tested. Community nurse particularly nursing gerontic is expected to improve health services in particular in giving information and education about the benefits of physical activity for the elderly in order to improve the sleep quality of elderly.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) merupakan anugrah. Menjadi tua, dengan segenap

keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Menurut

Undang-undang N0.13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun keatas adalah

yang paling layak disebut usia lanjut. Indonesia termasuk negara yang memasuki

era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18 %. Jumlah penduduk lansia

di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, dengan usia harapan

hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14.439.967 jiwa

(7,18%) dan pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%), dengan

usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta

(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012).

Lansia pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat penurunan fungsi

biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupannya, termasuk kesehatannya. Semakin

lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun,

sehingga mampu menurunkan peran-peran sosialnya dan menimbulkan gangguan

dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya. (Thamher & Noorkasiani, 2009).

Beberapa aktivitas yang penting untuk lansia untuk mendukung

produktivitasnya yaitu : acitivity daily living (ADL), aktivitas fisik, aktivitas

mental, aktivitas sosial dan aktivitas sukarelawan (Stanley, 2006). Ada mitos yang

(17)

dirumah dan tidak perlu melakukan aktivitas fisik, apalagi harus melakukan

olahraga. Dan didukung oleh adanya budaya yang melarang lansia untuk

melakukan aktivitas seperti menyiapkan makanan sendiri dan mengerjakan

pekerjaan rumah dengan alasan menghormati dan menghargai orang tua.

Beberapa aktivitas fisik atau latiahan aktivitas fisik yang baik untuk lansia dalam

Maryam (2008) adalah Berkebun, berjalan, berenang, bersepeda, rekreasi dan

senam hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan lansia dan meningkatkan

kemandirian lansia. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizky

(2011) diperoleh data aktivitas fisik lansia inactive 17,5 % , moderate inactive

32,5 %, moderate active 35 % dan active 15 %. Aktivitas fisik yang paling banyak

adalah moderate active dengan aktivitas fisik yang dilakukan paling banyak

aktivitas fisik high.

Irwin Feinberg dalam Nugroho (2008) mengungkapkan bahwa sejak

meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang relatif tetap. Luce dan

Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang

berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur seiring dengan

bertambahnya usia. Pada kelompok lansia (enam puluh tahun) ditemukan 7%

kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari

lima jam sehari). Hal yang sama ditemukan pada 22 % kasus pada kelompok usia

70 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun

lebih awal dari pukul 05.00. selain itu, terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang

banyak terbangun malam hari. Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar

(18)

dilakukan Syarif (2005) diperoleh 50,4% responden lansia mengalami kualitas

tidur buruk dan terdapat beberapa gangguan tidur.

Manfaat tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada lansia sering kali diabaikan,

terutama di lingkungan lembaga tempat rutinitas. Kebanyakan lansia mengalami

gangguan tidur , tidur yang hanya sebentar-sebentar, atau bangun terlalu cepat

dari tidur. Hal ini disebabkan rasa khawatir akan kematian atau tekanan batin,

kurangnya kegiatan fisik sehingga masih semangat sepanjang malam, tempat tidur

kurang nyaman, dan sering berkemih dimalam hari karena terlalu banyak minum

disiang hari hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur lansia (Maryam,2008).

Berdasarkan informasi yang diterima peneliti dengan wawancara, banyaknya

jumlah populasi lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige adalah 141 jiwa.

Desa Parsuratan Kecamatan Balige mengadakan senam kebugaran lansia setiap

hari minggu namun yang aktif mengikuti senam lansia hanya 25-30 orang,

mayoritas pekerjaannya petani, lingkungannya bersih dan suhu dingin dan hasil

wawancara dari tiga orang lansia mengeluhkan adanya masalah gangguan pada

tidurnya sehingga pada saat bangun tidur mengantuk dan lelah. Desa Parsuratan

kecamatan Balige merupakan desa binaan Puskesmas Balige dan merupakan desa

percontohan di kecamatan Balige sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian

di daerah tersebut (data UPT Puskesmas Tandang Buhit Balige, Januari-Agustus

2013).

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Parsuratan

(19)

2.Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa

Parsuratan Kecamatan Balige.

3.Tujuan Penelitian

3.1Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di

desa Parsuratan kecamatan Balige.

3.2Tujuan khusus

3.2.1 Untuk mengetahui aktivitas fisik lansia di desa Parsuratan

kecamatan Balige.

3.2.2 Untuk mengetahui kualitas tidur lansia di desa Parsuratan

kecamatan Balige.

3.2.3 Untuk mengetahui adanya hubungan aktivitas fisik dengan

kualitas tidur lansia di desa Parsuratan kecamatan Balige.

4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada berbagai

pihak :

4.1Pendidikan Keperawatan

Sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan dan dapat di

integrasikan pada keperawatan komunitas khususnya keperawatan

gerontik.

(20)

Sebagai sumber informasi bagi praktek keperawatan komunitas terutama

perawat Puskesmas Balige dan lansia di Desa Parsuratan Kecamatan

Balige untuk pengembangan dan meningkatkan intervensi dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik.

4.3Penelitian Selanjutnya

Sebagai sumber data lanjutan bagi penelitian yang sejenis pada masa yang

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep – konsep yang berkaitan dala penelitian ini akan dikelompokkan

menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Lanjut Usia

1.1 Proses menua

1.2 Teori - teori menua

1.3 Batasan-batasan lanjut usia

1.4 Tugas perkembangan lansia

2. Aktivitas Fisik Lansia

2.1 Defenisi

2.2 Tipe-tipe aktivitas fisik

2.3 Jenis-jenis Aktivitas Fisik Lansia

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik lansia

2.5 Dampak aktivitas fisik

3. Tidur

3.1 Defenisi tidur

3.2 Fisiologi tidur

3.3 Tahap – tahap tidur

4. Kualitas Tidur pada lansia

4.1 Perubahan tidur pada lansia

4.2 Kualitas tidur pada lansia

(22)

1. Lanjut Usia

1.1 Proses menua

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun

atau lebih (UU No.13 Tahun 1998). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,

1999 dalam Saffutra, 2005). Proses penuaan merupakan tahap tubuh mencapai

perkembangan yang maksimal setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan

berkurangnya jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh sebagai akibatnya tubuh

juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan (Maryam, 2008).

Constantindes (1994) dan Darmojo (2004) menyatakan proses menua

adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara

alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk hidup

(Depkes, 2010).

1.2 Teori-teori proses penuaan

Terdapat banyak teori yang berkaitan dengan proses penuaan. Dalam

Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori proses menua yaitu teori biologi, teori

psikologi, teori sosial dan teori spiritual. Teori biologi mencakup teori genetic dan

(23)

silang. Teori sosial yang mencakup proses penuaan yaitu teori interaksi sosial,

teori penarikan diri, teori aktivitas, teori kesinambungan, teori perkembangan,

teori stratifikasi usia (Maryam, 2008).

1.2.1 Teori biologi

Teori genetik dan mutasi. Menurut teori ini, menua terprogram secara

genetik untuk spesies–spesies tertentu, terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimia yang diprogramkan oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada

saat akan mengalami mutasi sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel–sel

kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel)

Immunology slow theory. Sitem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan

kerusakan organ tubuh.

Teori stress. Teori ini mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya

sel–sel yang biasa digunakan tubuh. Regerenasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang

menyebabkan sel–sel tubuh lelah terpakai.

Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat berbentuk di alam bebas, tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel

tidak dapat melakukan regenerasi.

Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi

(24)

jaringan kolagen. Ikatan ini menyebakan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan

hilangnya fungsi sel.

1.2.2 Teori psikologi

Seiring dengan penambahan usia, perubahan psikologis yang terjadi dapat

dihubungankan dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan

kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk

dipahami dan berinteraksi. Penurunan fungsi sensorik mengakibatkan penurunan

kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga

terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang a da.

Kemampuan kognitif lansia dapat dihubungkan dengan penurunan fisiologis

organ otak namun pada saat dikaji fungsi positif lebih tinggi, seperti simpanan

informasi usia lanjut, kemampuan memberi alasan secara abstrak, dan melakukan

penghitungan. Kemampuan belajar yang menurun pada lansia terjadi karena

keadaan fungsional organ otak dan kurangnya motivasi pada lansia yang

menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan keluarga.

1.2.3 Teori sosial

Teori interaksi sosial. Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak

pada situasi terrtentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simon

(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi

sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar

kemampuannya untuk melakukan tukar-menukar. Menurut Dowd (1980),

(25)

sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sedikit mungkin. Kekuasaan akan

timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar

dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya. Pada lansia, kekuasaan dan

prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga

berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk

mengikuti perintah.

Teori penarikan diri. Teori ini merupakan teori awal tentang penuaan

yang diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961). Kemiskinan dan

menurunnya derajat kesehatan yang diderita lansia mengakibatkan seorang lansia

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Proses penuaan

mengakibatkan interaksi sosial menurun, baik secara kualitas dan kuantitas.

Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang

berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri

pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian.

Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan

dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat

bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah

meskipun ia telah menjadi lansia. Lansia tidak disarankan untuk melepaskan

perannya tetapi harus memilih peran yang harus dipertahankan dan dihilangkan.

Peran lansia yang hilang tidak perlu diganti dan lansia berkesempatan untuk

(26)

Teori perkembengan. Teori ini menjelaskan bagaiman proses menjadi

tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai

tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupu negatif. Akan tetapi, teori ini

tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau seharusnya

diterapkan oleh lansia tersebut. Havighurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis

tugas perkembangan (developmental task) selama hidup yang harus dilaksanakan

oleh lansia, yaitu : penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis,

penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan, menemukan makna

kehidupan, mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menemukan

kepuasan dalam hidup berkeluarga, penyesuaian diri terhadap kenyataan akan

meninggal dunia, dan menerima dirinya sebagai orang lansia.

Teori sratifikasi usia. Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia

berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan adanya perbedaan kapasitas,

peran, kewajiban, dan hak mereka berdasarkan usia. Elemen penting dari model

stratifikasi usia adalah struktur dan prosesnya. Struktur mencakup bagaimana

peran dan harapan menurut penggolongan usia, bagaimanakah penilaian strata

oleh strata itu sendiri dan strata lainnya, bagaiman terjadinya penyebaran peran

dan kekuasaan yang tak merata pada masing-masing strata, yang didasarkan pada

pengalaman dan kebijakan lansia. Proses mencakup hal-hal sebagai berikut :

bagaimana menyesuaikan kedudukan seseorang dengan peran yang ada, dan

bagaimana cara mengatur transisi peran secara berurutan dan terus menerus.

Pendekatan yang dilakukan pada teori ini bersifat deterministik dan dapat

(27)

1.2.4 Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti

kehidupan. Perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari

pinsip cinta dan keadilan.

1.3 Batasan-batasan lanjut usia

Banyak pendapat mengenai batasan umur lansia, mengenai kapan orang

dikatakan lansia sulit untuk dijawab. Dalam buku Khushariyadi (2010) terdapat

beberapa pendapat ahli tentang batasan usia.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

b. Lanjut usia (ederly) = antara 60 dan 74 tahun

c. Lanjut usia (old) = antara 75 dan 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

Menurut Prof.Dr. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.Kj., batasan usia dewasa

sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi :

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun.

c. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usian25-60/65

tahun.

d. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/75 tahun, terbagi atas :

(28)

2. Old (75-80 tahun),

3. Very old (usia >80 tahun).

Batasan usia lanjut dalam buku Maryam, dkk (2010) terdiri dari :

a. Pra usia lanjut (Prasenilis). Seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

b. Usia lanjut. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Usia lanjut resiko tinggi. Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan

d. Usia lanjut potensial. Usia lanjut yang masih mampu melakukan

pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.

e. Usia lanjut tidak potensial. Usia lanjut yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya berrgantung pada bantuan orang lain.

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatas,

terdapat dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 ayat 2.

1.4Tugas perkembangan lansia

Seiring tahap kehidupan lansia memiliki tugas perkembangan khusus.

Tugas perkembangan lansia terdiri dari tujuh kategori utama yaitu:

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan.

(29)

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia.

e. Memprtahankan kepuasan pengaturan hidup bisa dengan cara

mengubah rencana kehidupannya.

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa.

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup dengan

belajar menerima aktivitas dan minat baru.

2. Aktivitas Fisik Lansia

2.1 Defenisi

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk

memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Aktivitas fisik adalah

setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan,

menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Aktivitas fisik yang terencana dan

terstruktur melibatkan gerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang dan

bertujuan untuk kesegaran jasmani (Depkes, 2010)

2.2 Jenis Aktivitas Fisik Lansia

Aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia dalam kehidupan sehari-hari,

yaitu : membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika, berkebun, mengemudi

mobil, mengecat rumah, memotong kayu, olahraga/latihan fisik dan lain-lain

(30)

Beberapa contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia

untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan

fisiknya adalah sebagai berikut (Maryam, 2008) :

Pekerjaan rumah dan berkebun. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang

membutuhkan energi, Dengan kegiatan ini tubuh lansia akan mengeluarkan

keringat namun harus dikerjakan secara tepat agar nafas sedikit lebih cepat,

denyut jantung lebih cepat, dan otot menjadi lelah. Dengan kegiatan ini lansia

mendapatkan kesegaran jasmani.

Berjalan-jalan. Berjalan-jalan sangat baik untuk meregangkan otot-otot

kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat akan bermamfaat untuk daya

tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali,

maka dapat melenturkan tubuh. Hal ini bergantung pada kebiasaan. Berjalan-jalan

sebaiknya dikombinasikan dengan olahraga lain seperti jogging atau berlari-lari.

Jones (1997) dan Lueckenotte (2000) menganjurkan untuk berjalan-jalan minimal

30 menit sambil bercakap-cakap

Jalan cepat. Jalan cepat merupakan olahraga lari dengan kecepatan di

bawah 11 km/jam atau dibawah 5,5,menit/Km. Jalan cepat berguna untuk

mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani yang aman bagi lansia. Selain

itu, biayanya murah dan menyenangkan, mudah, serta berguna bila dilakukan

dengan benar. Posisi yang tepat atau yang dianjurkan pada saat jalan cepat adalah

pandangan lurus kedepan, bernafas normal melalui hidung atau mulut, kepala dan

(31)

pertengahan telapak kaki, langkah tidak terlalu besar, serta ujung kaki mengarah

ke depan. Jalan cepat dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, lama latihan

15-30 menit, dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan.

Renang. Olahraga renang paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan

karena pada saat berenang hampir semua otot tubuh bergerak, sehingga kekuatan

otot meningkat. Olahraga renang biasanya baik untuk orang-orang yang menderita

penyakit lemah otot atau kaku sendi karena dapat melancarkan peredaran darah

asalkan dilakukan secara tertur.

Bersepeda. bersepeda baik untuk meningkatkan peregangan dan daya

tahan, tetapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang tinggi. Kegiatan ini

dapat dilakukan sesuai kemampuan dan harus disertai latihan aerobik.

Senam. Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak

memberatkan yang diterapkan pada lansia.

2.3 Tipe-tipe aktivitas fisik

Ada 3 tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan

kesehatan tubuh yaitu (Rizki, 2011) :

2.3.1 Ketahanan (endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung,

paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih

bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan

selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat

(32)

tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang

berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah, lari

ringan, berenang dan senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman.

2.3.2 Kelenturan

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan

lebih mudah. Mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi

dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan

selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat

dipilih seperti: 1)Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau

sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan

kaki. 2) Senam taichi, yoga. 3) Mengepel lantai.

2.3.3 Kekuatan (strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh

dalam menahan sesuatau beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan

mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan

terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka

aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh

beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: Push-up (pelajari teknik yang benar

untuk mencegah otot sendi dari kecelakaan), naik turun tangga, angkat

berat/beban, membawa belanjaan dan mengikuti kelas senam terstruktur dan

terukur (fitness)

Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi

(33)

kkal/menit), menyetrika (4,2 kkal/menit), menyapu rumah (3,9 kkal/menit),

membersihkan jendela (3,7 kkal/menit), mencuci baju (3,56 kkal/menit) dan

mengemudi mobil (2.8 kkal/menit).

Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain: Jalan sehat

dan jogging, bermain tenis, bermain bulu tangkis, sepak bola, senam aerobic,

senam pernafasan, berenang, bermain bola basket, bermain voli, dan bersepeda.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik Lansia

Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun

akan perlahan-lahan pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut

terpengaruh termasuk aktivitas fisiknya. Beberapa masalah fisik yang dapat

mempengaruhi aktivitas fisik lansia, yaitu : 1) Mudah jatuh. Hal ini dipengaruhi

gangguan sistem sensorik yang menyebabkan gangguan penglihatan dan

pendengaran, gangguan sistem saraf pusat seperti stroke dan parkinston, gangguan

kognitif dan gangguan muskuluskeletal yang menyebabkan gangguan gaya

berjalan. 2) Mudah lelah. Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan,

keletihan, atau persaan depresi), gangguan organis dan pengaruh obat-obatan yang

melelahkan daya kerja otot (Stanley & Beare, 2006).

2.5 Dampak aktivitas fisik

Aktivitas fisik penting untuk lansia yaitu: menjaga kesehatan, memelihara

kemampuan untuk melakukan ADL, dan peningkatan kualitas hidup. Manfaat dari

kegiatan fisik meliputi pencegahan penyakit jantung, penurunan tekanan darah,

(34)

1997, Lueckenotte, 2000). Beberapa ahli mendapatkan kesimpulan bahwa

aktivitas fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih tenang, kurang

menderita ketegangan dan kecemasan. Latihan fisik akan membuat seseorang

lebih kuat menghadapi stres dan gangguan hidup sehari-hari, lebih dapat

berkonsentrasi, tidur lebih nyenyak dan merasa berprestasi. Hal ini disebabkan

karena gerakan fisik bisa digunakan untuk memproyeksikan ketegangan, sehingga

setelah latihan, orang merasa ada beban jiwa yang terbebaskan. Disamping itu

penurunan kadar garam dan peningkatan kadar epinephrin serta endorphin

membuat orang merasa bahagia, tenang dan percaya diri (http://staff.uny.ac.id).

3. Tidur

3.1 Defenisi tidur

Tidur merupakan keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, keadaan penuh

ketenangan tanpa kegiatan dan merupakan suatu urutan siklus yang berulang,

dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi,

terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap

rangsangan dari luar (Hidayat, 2006). Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan

siklik yang terjadi dalam lima tahap ( empat non rapid eye movement [NREM]

dan satu rapid eye movement [REM]), seperti yang diindikasikan

elektroensefalogram (EEG), gerakan mata dan gerakan otot (Stanley & Beare,

2006).

Tidur adalah alami, berulang secara periodik, kondisi fisiologis istirahat

(35)

dibutuhkan (Lueckenotte, 2000). Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar

yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang

berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah

yang berbeda (Tarwota dan Wartonah, 2010).

3.2 Fisiologi tidur

Mekanisme serebral secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat

otak agar dapat tertidur dan bangun. Aktivasi tidur diatur oleh sistem pengaktivasi

retikularis yang merupakan sitem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan

susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pengaturan

aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas

pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan rangsangan

visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari

korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Aziz, 2006) .

Reticula r a ctiva ting sistem (RAS) di bagian batang otak mempertahankan

kewaspadaan dan kesadaran serta memberikan stimulus visual, auditori, nyeri, dan

sensorik raba. Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS

melepaskan katekolamin, misalnya norepinefrin untuk tetap siaga, Mencoba

untuk tidur menutup mata dan berusaha dalam posisi rileks dengan ruangan gelap

dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu bulbar synchronizing regional

(36)

3.3 Tahap–tahap tidur

Dalam prosesnya, tidur dibagi kedalam dua jenis. Pertama, jenis tidur yang

disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi reticularis,

disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep) karena gelombang otak

bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur non rapid aye movement (NREM).

Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat

dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut

dengan jenis tidur paradox, atau disebut juga dengan rapid eye movement (REM)

(Aziz, 2006).

3.3.1 Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM atau tidur gelombang lambat dikenal dengan tidur yang

dalam, istirahat penuh, atau juga dikenal tidur yang nyenyak .Pada tidur jenis ini,

gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa mimpi.

Tidur gelombang lambat disebut juga tidur gelombang delta, dengan cirri-ciri;

betul-betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun,

pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun.

NREM tahap 1. Tahap ini merupakan tahap antara bangun dan tahap awal

tidur dengan ciri sebagai berikut ; rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa

mengantuk, bola mata bergerak dari samping kesamping, frekuensi nadi dan nafas

sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5

menit. Memasuki tahap ini, Gambaran EGG memperlihatkan gelombang beta

(37)

Tahap 2. Tahap 2 merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus

menurun dengan cirri sebagai berikut: mata pada umumnya menetap, denyut

jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme

menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit dan gambaran EEG

memperlihatkan istirahat tenang pada gelombang alfa (Aziz, 2006).

Tahap 3. Tahap 3 merupakan tahap tidur dengan cirri denyut nadi dan

frekuensi nafas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya

dominasi sistem saraf parasimpatis, sulit untuk bangun dan gambaran EGG

memperlihatkan tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alfa ke jenis

teta atau delta yang bervoltase rendah (Aziz, 2006).

Tahap 4. Tahap 4 merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan

jantung dan pernafasan menurun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak

bola mata cepat, sekresi lambung menurun, tonus otot menurun dan gambaran

EGG memperlihatkan tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang

delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2 per detik (Aziz, 2006).

3.3.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM).

Tidur ini berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20

menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit,

akan tetapi apabila kondisi sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis

tidur ini tidak ada. Ciri-ciri tidur REM adalah sebagai berikut (Aziz, 2006) : 1)

Biasanya disertai dengan mimpi yang aktif. 2)Lebih sulit dibangunkan daripada

(38)

sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem

pengaktivasi retikularis. 4) Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak

teratur. 5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur. 6)

Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah

meningkat ataua berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme

meningkat. 7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan

dalam belajar, memori, dan adaptasi.

4. Kualitas Tidur pada Lansia

4.1 Perubahan Tidur pada Lansia

Kebiasaan atau pola tidur pada lansia dapat berubah, tidak bisa tidur

sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia

melakukan kegiatan pada malam hari. Penyebab dari perubahan tidur lansia

adalah sebagai berikut : kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari

sehingga mereka masi semangat sepanjang malam, tertidur sebentar-sebentar

sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, tempat tidur dan suasana kamar

kurang nyaman, sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada

malam hari, dan infeksi saluran kemih (Maryam dkk, 2008).

Miles & Dement (1980) menyatakan masalah tidur yang paling sering

dialami oleh lanjut usia adalah sering terjaga pada malam hari, sering kali

terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat

disiang hari. Bootzin, Engle-Friedman, & Hazelwood (1983) menyatakan keluhan

(39)

ketika orang memasuki usia tua. Webb & Campbell (1980) menyatakan orang

lanjut usia memiliki jumlah jam tidur yang agak lebih singkat atau sama dengan

orang dewasa yang berusia lebih muda, namun waktu tidur mereka lebih sering

terputus secara spontan; selain itu, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk

dapat kembali kembali tertidur setelah terbangun. Dengan demikian, orang lanjut

usia secara umum memiliki waktu tidur lebih sedikit dalam kaitan dengan total

waktu yang mereka habiskan di tempat tidur pada malam hari; mereka cenderung

mengganti kekurangan waktu tidur tersebut dengan tidur siang (Davison, dkk,

2006).

4.2 Kualitas tidur pada lansia

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan

gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering

menguap atau mengantuk . Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik

apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami

masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi

tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik meliputi: ekspresi wajah (area gelap

di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata

terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk

berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti

penglihatan kabur, mual dan pusing. Tanda psikologis meliputi: Menarik diri,

(40)

berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,

kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun (Hidayat, 2006).

Menurut Stamburg & Olsen (1997) dalam Syarif (2005), beberapa variabel

dan parameter yang berhubungan dengan tidur adalah waktu yang dihabiskan

ditempat tidur, kuantitas tidur atau total waktu yang dibutuhkan untuk tidur,

waktu atau persentase yang dihabiskan pada tahapan-tahapan tidur, waktu yang

diperlukan untuk tertidur, kesulitan atau kemudahan dalam tertidur, kebiasaan

tidur, penggunaan obat-obat untuk tidur, kepuasaan terhadap tidur, kemudahan

atau kesulitan untuk terbangun di pagi hari, rasa segar saat bangun dari tidur,

kecapekan dan rasa berenergi saat beraktivitas. Persepsi mengenai kualitas tidur

ini sangat bervariasi dan individual dapat dikaji dengan cara subjektif yaitu hasil

dari ungkapan individu terhadap apa yang dirasakan sebelum dan sesudah tidur.

Waktu yang dibutuhkan lansia untuk tidur normalnya kurang lebih 6

jam/hari dimana Tahap REM 20-25 %, tahap IV NREM menurun dan

kadang-kadang absen dan sering terbangun pada malam hari (Tarwoto dan Wartonah ,

2010).

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualiatas tidur lansia yaitu :

penyakit fisik, obat-obatan dan substansi, pola tidur yang biasa dan mengantuk

yang berlebihan pada siang hari, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan, serta

(41)

Penyakit fisik. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri,

ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati dapat menyebabkan masalah

tidur dengan perubahan itu seseorang mempunyai masalah kesulitan tertidur atau

tetap tertidur. Contoh penyakit yang menggagu tidur lansia adalah hipertensi,

nokturia, sindrom kaki tidak berdaya, penyakit jantung koroner, gangguan

pernapasan dan lain-lain (Potter, Patricia 2005).

Obat-obatan dan substansi. Dari daftar obat di PDR 1990, dengan 584

obat resep atau obat bebas menuliskan mengantuk sebagai salah satu efek

samping, 486 menulis insomnia, 281 menyebabkan kelelahan (Busysse, 1991).

Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol penyakit kroniknya

(Potter, Patricia 2005). Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan

tidur antara lain: diuretik menyebabkan insomnia, antidepresan menyupresi REM,

kafein meningkatkan saraf simpatis, beta -bloker menimbulkan insomnia dan

Narkotika menyupresi REM (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Lingkungan. Ukuran, kekerasan, dan posisi mempengaruhi kualitas tidur.

Tidur tanpa ketenangan adanya suara keras atau tingkat kebisingan yang tinggi,

tingkat cahaya yang tinggi dan suhu ruangan yang tidak nyaman dapat

mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Suara juga mempengaruhi tidur, Webster

dan Thompson (1986) menyatakan tingkat suara yang diperlukan untuk

membangunkan orang tergantung pada tahap tidur (Potter, Patricia 2005).

Latihan fisik dan kelelahan. Seseorang yang kelelahan menengah

(42)

adalah hasil dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Kelelahan yang

berlebihan akibat kerja yang meletihkan atau penuh stress dapat membuat sulit

tidur (Potter, Patricia 2005).

Asupan makanan dan kalori. Hauri dan Linde (1990) menyatakan orang

tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan yang baik

adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur. Makan yang berlebihan pada

malam hari tidak dapat dicerna dengan baik akibatnya dapat mengganggu tidur

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep Penelitan

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan

aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Paersuratan Balige.

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60

tahun atau lebih (UU No.13 Tahun 1998). Stanley & Beare (2006) menyebutkan

bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan

perlahan-lahan pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut

terpengaruh termasuk aktivitas fisiknya.

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk

memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Menurut Depkes,

(2010) aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi

untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain

sebagainya. Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur melibatkan gerakan

tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang dan bertujuan untuk kesegaran

jasmani.

Menurut Stamburg & Olsen (1997) dalam Syarif (2005), Persepsi

mengenai kualitas tidur sangat bervariasi dan individual dapat dikaji dengan cara

subjektif yaitu hasil dari ungkapan individu terhadap apa yang dirasakan sebelum

(44)

kualitas tidur adalah waktu yang dihabiskan ditempat tidur, kuantitas tidur atau

total waktu yang dibutuhkan untuk tidur, waktu atau persentase yang dihabiskan

pada tahapan-tahapan tidur, waktu yang diperlukan untuk tertidur, kesulitan atau

kemudahan dalam tertidur, kebiasaan tidur, penggunaan obat-obat untuk tidur,

kepuasaan terhadap tidur, kemudahan atau kesulitan untuk terbangun di pagi hari,

rasa segar saat bangun dari tidur, kecapekan dan rasa berenergi saat beraktivitas.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai

berikut:

Variable independen Variabel dependen

Skema 3.1 kerangka konsep penelitian Aktivitas fisik :

(45)

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi operasional

(46)

rasa kelelahan setelah terbangun dari tidurnya dan rasa berenergi saat beraktivitas kembali.

3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini terdapat hubungan aktivitas fisik dengan

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskripsi

korelasi. Studi ini akan diperoleh tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi

hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Parsuratan

Kecamatan Balige. (Nursalam, 2008).

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di komunitas desa

Parsuratan, kecamatan Balige. Berdasarkan data yang didapat dari data UPT

Puskesmas Tandang Buhit Balige (2013) banyaknya jumlah populasi lansia di

desa Parsuratan Kecamatan Balige adalah 141 jiwa periode Januari-Agustus 2013.

2.2 Sampel

Menurut Setiadi (2007) penentuan secara umum bila terdapat populasi

kurang dari 1000 maka pengambilan sampel bisa diambil 20-30 %. Berdasarkan

hal tersebut maka penelitian mengambil sampel 20% dari total populasi. Jadi

sampel dalam penelitian ini 28 orang lansia yang tinggal di desa Parsuratan

Kecamatan Balige. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling

yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat

peneliti sendiri, yaitu lansia yang bertemu dengan peneliti sampai 28 orang lansia

(48)

tahun ke atas, bersedia jadi responden, masih mampu melakukan aktivitas fisik,

tidak sedang berada dibawah pengawasan atau terapi dokter dan tidak dalam

kondisi sakit.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Parsuratan Kecamatan Balige. Alasan

pemilihan lokasi ini karena Desa tersebut memiliki kegiatan senam lansia setiap

hari minggu dan mayoritas lansia di desa tersebut masih bekerja sebagai petani

dengan arti aktivitas fisik masih mereka lakukan sehingga memudahkan peneliti

untuk menemukan populasi dan data lansia yang akan diteliti sesuai dengan tujuan

penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai 28 Februari sampai 10

Maret 2014.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari desa Parsuratan Kecamatan

Balige. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik etik

yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden,

serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti, terlebih

dahulu peneliti meminta kesediaan responden untuk membaca “informed

consent” dan menginformasikan makna dan tujuan dilakukan penelitian.

Penelitian dimulai bila responden bersedia dan menandatangani “informed

(49)

bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati keputusannya. Untuk

menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar

pengumpulan data, tetapi hanya memberi kode pada masing-masing lembar

kuesioner yang akan di isi oleh responden. Kerahasiaan responden dijamin oleh

peneliti, dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

yang diadopsi oleh peneliti dari penelitian sebelumnya. Instrumen terdiri dari tiga

bagian, yaitu kuesioner data demografi (KDD), kuesioner aktivitas tidur (KAT)

dan kuesioner kualitas tidur (KKT).

5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi responden yang meliputi jenis kelamin, umur,

agama, suku, pekerjaan, biaya hidup ditanggung oleh, teman tinggal, lokasi

tempat tinggal dan jumlah penghuni rumah.

5.2 Kuesioner Aktivitas Fisik

Kuesioner aktivitas fisik yang digunakan adalah berupa pertanyaan untuk

mengidentifikasi aktivitas fisik lansia yang diadopsi oleh peneliti dari peneliti

sebelumnya, Rizky (2011) yang dikutip dari The General Practice Physical

Activity Questionna ire (GPPAQ) (2009) yang terdiri dari tiga element pertanyaan.

(50)

yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau bersepeda. 2) Moderately inctive :

Pekerjaan yang harus duduk terus, tetapi kurang dari 1 jam; gerak badan dan/atau

bersepeda per minggu atau pekerjaan yang harus berdiri terus tanpa gerak badan

atau bersepeda. 3)Moderately Active : Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1

sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu atau pekerjaan yang

harus berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per

minggu atau Pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda

4) Active : Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak badan

dan/atau bersepeda per minggu atau pekerjaan yang harus berdiri terus dan 1

sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda perminggu atau pekerjaan yang

membutuhkan fisik, sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda

perminggu atau pekerjaan yang memerlukan tenaga berat.

5.3 Kuesioner Kualitas Tidur

Kuesioner kualitas tidur yang digunakan adalah berupa pertanyaan untuk

mengidentifikasi kualitas tidur lansia di komunitas. Kuesioner ini diadopsi oleh

peneliti dari peneliti sebelumnya kuesioner kualitas tidur (Syarif, 2005). Peneliti

sebelumnya memodifikasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) oleh

Buysse et al (1998) dan Kuesioner Kualitas Tidur (Karota-Bukit, 2003).

Kuesioner terdiri dari 7 item pertanyaan yang disusun berdasarkan pilihan

berganda dengan skor 1-4 dan total skor antara 7 sampai 28. Semakin tinggi skor

maka semakin baik kualitas tidurnya. Pada kuesioenr ini kualitas tidur

(51)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas tidak dilakukan untuk kuesioner aktivitas fisik dan kuesioner

kualitas tidur karena kedua kuesioner tersebut merupakan kuesioner yang diadopsi

oleh peneliti dari penelitian sebelumnya, penelitian sebelumnya sudah melakukan

uji validitas.

Uji reliabilitas hanya dilakukan pada kuesioner kualitas tidur sedangkan

kuesioner aktifitas fisik tidak dilakukan uji reliabilitas karena kuesioner tersebut

merupakan kuesioner yang sudah baku. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas

konsistensi internal karna memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya

satu kali dengan satu bentuk intrumen kepada satu objek studi ( Dempsey &

Dempsey, 2002). Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum

pengumpulan data kepada sampel yang memenuhi kriteria seperti sampel

sebanyak 10 orang. Uji reliabilitas ini menggunakan uji cronbac’h alpha dengan

menggunakan program komputerisasi. Teknik crombac’h alpha ini akan

menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliable) bila

memiliki koefisien reliabilitas atau alpha lebih dari 0.70. Hasil yang ditemukan

dengan menggunakan analisa uji crombac’h alpha pada uji realibilitas instrument

kuesioner kualitas tidur lansia yang dilakukan peneliti pada 10 responden di desa

Sibolahotang SAS Kecamatan Balige adalah nilai alpha 0,734. Dari hasil ini

disimpulkan bahwa kuesioner kualitas tidur yang digunakan dalam penelitian ini

(52)

7. Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan di desa Parsuratan Kecamatan Balige dari

tanggal 28 Februari sampai 10 Maret 2014. Pengumpulan data dilakukan setelah

mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU.

Rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dikirim ke desa

Parsuratan Kecamatan Balige sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin

dari kepala desa Parsuratan Kecamatan Balige, selanjutnya diadakan

pengumpulan data penelitian.

Dalam pengumpulan data dilakukan penjelasan terlebih dahulu kepada

calon responden tentang tujuan dan prosedur penelitian serta menanyakan

kesediaan calon responden untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Responden

yang bersedia diminta menandatangani informed consent (surat persetujuan) atau

menyetujui secara lisan. Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang

diberikan oleh peneliti. Peneliti tetap mendampingi responden selama mengisi

kuesioner. Pengolahan data atau analisa data dilakukan setelah data terkumpul

sesuai dengan keperluan.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan

melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan

data yaitu kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa

semua jawaban telah diisi. Kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk

(53)

memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan

menggunakan program SPSS. Dilanjutkan dengan analisa univariat dan bivariat.

8.1 Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk

menganalisa data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil

penelitian (polit & Hunger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode

statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi yang terdiri dari :

usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, biaya hidup ditanggung oleh, teman

tinggal, jumlah penghuni rumah, dan lokasi tempat tinggal. Serta variabel

independen yaitu aktivitas fisik dan variabel dependen yaitu kualitas tidur yang

memperlihatkan total skor dan kategori kualitas tidur pada lansia di komunitas.

frekuensi dan persentase untuk mendeskripsikan data dari aspek kualitas tidur,

yaitu lamanya waktu tertidur, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun,

kepuasan terhadap tidur, perasaan ketika bangun tidur, gangguan tidak berenergi

saat beraktivitas, dan kelelahan ketika bangun. Analisa univariat ini ditampilkan

berupa distribusi frekuensi dan persentase.

8.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang digunakan oleh peneliti

untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel. Analisa data

dilakukan pada data yang terkumpul menggunakan uji korelasi spearman yaitu

untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Pada saat uji normalitas

Gambar

Tabel 4.1 Paduan interprestasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p dan arah korelasinya
Tabel 5.1.Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden di desa Parsutan kecamatan Balige (n=28)
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase tentang aktivitas fisik lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige (n=28)
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase peryataan responden berdasarkan aktivitas fisik lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige (n=28)
+4

Referensi

Dokumen terkait

peningkatan tekanan darah terhadap kualitas tidur penderita hipertensi lansia di desa wonorejo kecamatan polokarto yaitu diamana tekanan darah pada lansia di kategorikan

Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,.. da n Pra ktik

Hasil : Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara fungsi fisik dengan kualitas hidup lansia di Desa Adisara Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.. Hasil

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan acuan bagi lansia untuk dapat mampu mengatur waktu tidur sehingga mendapatkan kualitas tidur yang baik dengan, demikian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Plandi Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.. Desain penelitian ini

hasil analisis chi square diperoleh nilai p =0,006 (p&lt;0.05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur dan Odd Ratio

Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan kualitas tidur mahasiswa perantau karena nilai p = 0.006 dan

Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang stres berat lebih banyak yang ada gangguan tidur sebanyak 20