HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KUALITAS
TIDUR LANSIA DI DESA PARSURATAN
KECAMATAN BALIGE
SKRIPSI
OLEH :
HARDIKNAS SIAGIAN 101101008
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KUALITAS
TIDUR LANSIA DI DESA PARSURATAN
KECAMATAN BALIGE
SKRIPSI
OLEH :
HARDIKNAS SIAGIAN 101101008
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige
Nama Mahasiswa : Hardiknas Siagian
Nim : 101101008
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan pasti menurun sehingga aktivitas fisiknya menurun. Aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidurnya. Dewasa ini semakin banyak lansia dan keluarga tidak memperhatikan aktivitas fisik dan kualitas tidur lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Jenis penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi. Sampel yang diteliti sebanyak 28 orang lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data untuk melihat hubungan menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik lansia berada pada kategori active (42,9%), kualitas tidur lansia pada rentang kualitas tidur baik (57,1%), dan aktivitas fisik berhubungan dengan kualitas tidur lansia. Dimana analisa data diperoleh (r) 0,480. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dengan arah yang positif antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikasi (p) sebesar 0,010. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0,05 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji. Diharapkan perawat komunitas khususnya keperawatan gerontik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberi informasi dan edukasi tentang manfaat aktifitas fisik lansia agar kualitas tidur lansia meningkat.
Title : The Relationship of Physical Activity and Sleep Quality in Elderly in The Village of Parsuratan Sub-district of Balige
Name of Student : Hardiknas Siagian Name of Student : 101101008
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
The increase of a person age will cause his/her physical and mental ability reduce too. Elderly physical activity is any activities that make the elderly need anergy to do it like walking, dancing, nurturing grandchildren and so forth. The quality of sleep is the satisfaction of a person to sleep. Nowadays a growing number of elderly and the family do not pay attention to physical activity and quality of sleep of the elderly. This research aims to analiyze the relationship of physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. This research uses descriptive correlation design.The sample examined as many as 28 people are elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Sample retrieval techniques in this research is by using purposive sampling. Technique of data analysis to look the relationships using spearman rank correlation test. Results of the research showed that physical activity for the elderly are at active category (42.9%), elderly sleep quality are on goo range (57.1%) and physical activity is associated with sleep quality of elderly where data analysis was obtained (r) 0.480. This means that there is a relationship which is with a positive direction between physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Statistical analysis obtained also the significance value (p) of 0.010. This value is smaller than the level of significance (α) of 0.05 (p<0.05), so that it can be concluded there is a meaningful correlation between variables tested. Community nurse particularly nursing gerontic is expected to improve health services in particular in giving information and education about the benefits of physical activity for the elderly in order to improve the sleep quality of elderly.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur Lansia di Desa Parsuratan Kecamatan
Balige”.
Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Terwujudnya skripsi skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik.
4. Ibu Lufthiani, S.Kep,Ns, M.Kes., CWCCA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS dan Ibu Eryunita Lubis, S.Kep.Ns selaku dosen penguji.
7. Bapak kepala desa Parsuratan kecamata Balige Bapak Turman Simanjuntak yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di desa tersebut.
8. Teristimewa buat Orang tua tercinta ayah saya st.Ruslan Siagian dan ibu Raya br.Panjaitan terima kasih atas kasih sayang dan pengorbanan yang kalian berikan. Semoga anakmu ini bisa menjadi kebanggaan untuk kalian, I Love U muachh. Serta kakak-kakak, abang-abang serta adikku tercinta. 9. kakak saya Mawarni atas dukungannya baik moril maupun materil dan bidan
Yeni yang telah mendampingi saya selama penelitian semoga semakin sukses.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semangat untuk meraih impian kita.
11. Spesial buat rekan-rekan seperjuangan Hima-TOBASA yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimaksih buat dukungan dan penghiburan kalian semua saat proses penyusunan skripsi ini. Serta buat Jhonson yang selalu memberi support.
12. Kepada anak Cv. Worchip lantai 3 khususnya teman sekamar dan teman seperjuangan Novika H Sembiring dan adik-adik yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu serta My itong Van Junt dan adek Wendy kita pasti sukses.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman judul ... i
Lembar Persetujuan ... ii
Abstrak ...iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar isi ... vi
Datar tabel ... vi
Daftar skema ... vii
Daftar Lampiran ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
1. Lanjut Usia ... 7
1.1 Proses menua ... 7
1.2 Teori-teori proses penuaan ... 8
1.3 Batasan-batasan lanjut usia ... 12
1.4 Tugas perkembangan lansia ... 14
2 Aktivitas Fisik Lansia ... 15
2.1 Defenisi ... 15
2.2 Jenis-jenis Aktivitas Fisik Lansia ... 15
2.3 Tipe-tipe aktivitas fisik ... 17
2.5 Dampak aktivitas fisik ... 19
3 Tidur ... 20
3.1 Defenisi tidur ... 20
3.2 Fisiologi tidur ... 20
3.3 Tahap–tahap tidur ... 21
4 Kualitas Tidur pada Lansia ... 24
4.1 Perubahan tidur pada lansia ... 24
4.2 Kualitas tidur pada lansia ... 25
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia ... 26
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 29
1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29
2. Defenisi Operasional ... 31
3. Hipotesa ... 32
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33
1. Desain Penelitian ... 33
2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4. Pertimbangan Etik ... 34
5. Instrumen Penelitian ... 35
6. Uji validitas dan reabilitas ... 37
7. Pengumpulan Data ... 38
8. Analisa Data ... 39
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN . ... 42
1. Hasil Penelitian . ... 42
1.1 Deskripsi Karakteristik Responden ... 42
1.3 Kualitas Tidur Responden ... 44
1.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Tidur ... 47
2. Pembahasan . ... 48
2.1 Aktifitas fisik lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige ... 48
2.2. Kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige ... 50
2.3 Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia ... 52
3. Keterbatasan Penelitian ... 54
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN . ... 55
1. Kesimpulan . ... 55
2. Saran . ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Defenisi opersional ... 31
Tabel 4.1 Paduan interprestasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekuatan korelasi,
nilai p dan arah korelasinya ...40
Tabel 5.1 .Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden
. ...43
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase tentang aktivitas fisik lansia . ...44
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase peryataan responden berdasarkan aktivitas fisik lansia ...45
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur
responden.. ...47
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase tentang kualitas tidur lansia . ...49
DAFTAR SKEMA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Uji Reliabilitas
Lampiran 4 Olahan Data Komputerisasi Data Demografi
Lampiran 5 Master Data Penelitian
Lampiran 6 Olahan Data Komputerisasi Skor Aktivitas Fisik dan Kualitas T idur
Lampiran 7 Uji Hipotesa
Lampiran 8 Lembar Bukti Bimbingan
Lampiran 9 Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran 10 Taksasi Dana
Lampiran 11 Surat Penelitian
Judul : Hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige
Nama Mahasiswa : Hardiknas Siagian
Nim : 101101008
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan pasti menurun sehingga aktivitas fisiknya menurun. Aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidurnya. Dewasa ini semakin banyak lansia dan keluarga tidak memperhatikan aktivitas fisik dan kualitas tidur lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Jenis penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi. Sampel yang diteliti sebanyak 28 orang lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data untuk melihat hubungan menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik lansia berada pada kategori active (42,9%), kualitas tidur lansia pada rentang kualitas tidur baik (57,1%), dan aktivitas fisik berhubungan dengan kualitas tidur lansia. Dimana analisa data diperoleh (r) 0,480. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dengan arah yang positif antara aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai signifikasi (p) sebesar 0,010. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0,05 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji. Diharapkan perawat komunitas khususnya keperawatan gerontik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberi informasi dan edukasi tentang manfaat aktifitas fisik lansia agar kualitas tidur lansia meningkat.
Title : The Relationship of Physical Activity and Sleep Quality in Elderly in The Village of Parsuratan Sub-district of Balige
Name of Student : Hardiknas Siagian Name of Student : 101101008
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
The increase of a person age will cause his/her physical and mental ability reduce too. Elderly physical activity is any activities that make the elderly need anergy to do it like walking, dancing, nurturing grandchildren and so forth. The quality of sleep is the satisfaction of a person to sleep. Nowadays a growing number of elderly and the family do not pay attention to physical activity and quality of sleep of the elderly. This research aims to analiyze the relationship of physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. This research uses descriptive correlation design.The sample examined as many as 28 people are elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Sample retrieval techniques in this research is by using purposive sampling. Technique of data analysis to look the relationships using spearman rank correlation test. Results of the research showed that physical activity for the elderly are at active category (42.9%), elderly sleep quality are on goo range (57.1%) and physical activity is associated with sleep quality of elderly where data analysis was obtained (r) 0.480. This means that there is a relationship which is with a positive direction between physical activity and sleep quality in elderly in the village of Parsuratan sub-district of Balige. Statistical analysis obtained also the significance value (p) of 0.010. This value is smaller than the level of significance (α) of 0.05 (p<0.05), so that it can be concluded there is a meaningful correlation between variables tested. Community nurse particularly nursing gerontic is expected to improve health services in particular in giving information and education about the benefits of physical activity for the elderly in order to improve the sleep quality of elderly.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan anugrah. Menjadi tua, dengan segenap
keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Menurut
Undang-undang N0.13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun keatas adalah
yang paling layak disebut usia lanjut. Indonesia termasuk negara yang memasuki
era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18 %. Jumlah penduduk lansia
di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, dengan usia harapan
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14.439.967 jiwa
(7,18%) dan pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%), dengan
usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta
(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012).
Lansia pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat penurunan fungsi
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan
pengaruh pada seluruh aspek kehidupannya, termasuk kesehatannya. Semakin
lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun,
sehingga mampu menurunkan peran-peran sosialnya dan menimbulkan gangguan
dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya. (Thamher & Noorkasiani, 2009).
Beberapa aktivitas yang penting untuk lansia untuk mendukung
produktivitasnya yaitu : acitivity daily living (ADL), aktivitas fisik, aktivitas
mental, aktivitas sosial dan aktivitas sukarelawan (Stanley, 2006). Ada mitos yang
dirumah dan tidak perlu melakukan aktivitas fisik, apalagi harus melakukan
olahraga. Dan didukung oleh adanya budaya yang melarang lansia untuk
melakukan aktivitas seperti menyiapkan makanan sendiri dan mengerjakan
pekerjaan rumah dengan alasan menghormati dan menghargai orang tua.
Beberapa aktivitas fisik atau latiahan aktivitas fisik yang baik untuk lansia dalam
Maryam (2008) adalah Berkebun, berjalan, berenang, bersepeda, rekreasi dan
senam hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan lansia dan meningkatkan
kemandirian lansia. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizky
(2011) diperoleh data aktivitas fisik lansia inactive 17,5 % , moderate inactive
32,5 %, moderate active 35 % dan active 15 %. Aktivitas fisik yang paling banyak
adalah moderate active dengan aktivitas fisik yang dilakukan paling banyak
aktivitas fisik high.
Irwin Feinberg dalam Nugroho (2008) mengungkapkan bahwa sejak
meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang relatif tetap. Luce dan
Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur seiring dengan
bertambahnya usia. Pada kelompok lansia (enam puluh tahun) ditemukan 7%
kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari
lima jam sehari). Hal yang sama ditemukan pada 22 % kasus pada kelompok usia
70 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun
lebih awal dari pukul 05.00. selain itu, terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang
banyak terbangun malam hari. Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar
dilakukan Syarif (2005) diperoleh 50,4% responden lansia mengalami kualitas
tidur buruk dan terdapat beberapa gangguan tidur.
Manfaat tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada lansia sering kali diabaikan,
terutama di lingkungan lembaga tempat rutinitas. Kebanyakan lansia mengalami
gangguan tidur , tidur yang hanya sebentar-sebentar, atau bangun terlalu cepat
dari tidur. Hal ini disebabkan rasa khawatir akan kematian atau tekanan batin,
kurangnya kegiatan fisik sehingga masih semangat sepanjang malam, tempat tidur
kurang nyaman, dan sering berkemih dimalam hari karena terlalu banyak minum
disiang hari hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur lansia (Maryam,2008).
Berdasarkan informasi yang diterima peneliti dengan wawancara, banyaknya
jumlah populasi lansia di desa Parsuratan Kecamatan Balige adalah 141 jiwa.
Desa Parsuratan Kecamatan Balige mengadakan senam kebugaran lansia setiap
hari minggu namun yang aktif mengikuti senam lansia hanya 25-30 orang,
mayoritas pekerjaannya petani, lingkungannya bersih dan suhu dingin dan hasil
wawancara dari tiga orang lansia mengeluhkan adanya masalah gangguan pada
tidurnya sehingga pada saat bangun tidur mengantuk dan lelah. Desa Parsuratan
kecamatan Balige merupakan desa binaan Puskesmas Balige dan merupakan desa
percontohan di kecamatan Balige sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian
di daerah tersebut (data UPT Puskesmas Tandang Buhit Balige, Januari-Agustus
2013).
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Parsuratan
2.Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa
Parsuratan Kecamatan Balige.
3.Tujuan Penelitian
3.1Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di
desa Parsuratan kecamatan Balige.
3.2Tujuan khusus
3.2.1 Untuk mengetahui aktivitas fisik lansia di desa Parsuratan
kecamatan Balige.
3.2.2 Untuk mengetahui kualitas tidur lansia di desa Parsuratan
kecamatan Balige.
3.2.3 Untuk mengetahui adanya hubungan aktivitas fisik dengan
kualitas tidur lansia di desa Parsuratan kecamatan Balige.
4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada berbagai
pihak :
4.1Pendidikan Keperawatan
Sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan dan dapat di
integrasikan pada keperawatan komunitas khususnya keperawatan
gerontik.
Sebagai sumber informasi bagi praktek keperawatan komunitas terutama
perawat Puskesmas Balige dan lansia di Desa Parsuratan Kecamatan
Balige untuk pengembangan dan meningkatkan intervensi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik.
4.3Penelitian Selanjutnya
Sebagai sumber data lanjutan bagi penelitian yang sejenis pada masa yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep – konsep yang berkaitan dala penelitian ini akan dikelompokkan
menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Lanjut Usia
1.1 Proses menua
1.2 Teori - teori menua
1.3 Batasan-batasan lanjut usia
1.4 Tugas perkembangan lansia
2. Aktivitas Fisik Lansia
2.1 Defenisi
2.2 Tipe-tipe aktivitas fisik
2.3 Jenis-jenis Aktivitas Fisik Lansia
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik lansia
2.5 Dampak aktivitas fisik
3. Tidur
3.1 Defenisi tidur
3.2 Fisiologi tidur
3.3 Tahap – tahap tidur
4. Kualitas Tidur pada lansia
4.1 Perubahan tidur pada lansia
4.2 Kualitas tidur pada lansia
1. Lanjut Usia
1.1 Proses menua
Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun
atau lebih (UU No.13 Tahun 1998). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,
1999 dalam Saffutra, 2005). Proses penuaan merupakan tahap tubuh mencapai
perkembangan yang maksimal setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan
berkurangnya jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh sebagai akibatnya tubuh
juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan (Maryam, 2008).
Constantindes (1994) dan Darmojo (2004) menyatakan proses menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara
alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk hidup
(Depkes, 2010).
1.2 Teori-teori proses penuaan
Terdapat banyak teori yang berkaitan dengan proses penuaan. Dalam
Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori proses menua yaitu teori biologi, teori
psikologi, teori sosial dan teori spiritual. Teori biologi mencakup teori genetic dan
silang. Teori sosial yang mencakup proses penuaan yaitu teori interaksi sosial,
teori penarikan diri, teori aktivitas, teori kesinambungan, teori perkembangan,
teori stratifikasi usia (Maryam, 2008).
1.2.1 Teori biologi
Teori genetik dan mutasi. Menurut teori ini, menua terprogram secara
genetik untuk spesies–spesies tertentu, terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogramkan oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada
saat akan mengalami mutasi sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel–sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel)
Immunology slow theory. Sitem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
Teori stress. Teori ini mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya
sel–sel yang biasa digunakan tubuh. Regerenasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang
menyebabkan sel–sel tubuh lelah terpakai.
Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat berbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat melakukan regenerasi.
Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebakan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel.
1.2.2 Teori psikologi
Seiring dengan penambahan usia, perubahan psikologis yang terjadi dapat
dihubungankan dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk
dipahami dan berinteraksi. Penurunan fungsi sensorik mengakibatkan penurunan
kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus sehingga
terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang a da.
Kemampuan kognitif lansia dapat dihubungkan dengan penurunan fisiologis
organ otak namun pada saat dikaji fungsi positif lebih tinggi, seperti simpanan
informasi usia lanjut, kemampuan memberi alasan secara abstrak, dan melakukan
penghitungan. Kemampuan belajar yang menurun pada lansia terjadi karena
keadaan fungsional organ otak dan kurangnya motivasi pada lansia yang
menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan keluarga.
1.2.3 Teori sosial
Teori interaksi sosial. Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada situasi terrtentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simon
(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar-menukar. Menurut Dowd (1980),
sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sedikit mungkin. Kekuasaan akan
timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar
dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya. Pada lansia, kekuasaan dan
prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga
berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah.
Teori penarikan diri. Teori ini merupakan teori awal tentang penuaan
yang diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961). Kemiskinan dan
menurunnya derajat kesehatan yang diderita lansia mengakibatkan seorang lansia
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Proses penuaan
mengakibatkan interaksi sosial menurun, baik secara kualitas dan kuantitas.
Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian.
Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan
dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat
bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah
meskipun ia telah menjadi lansia. Lansia tidak disarankan untuk melepaskan
perannya tetapi harus memilih peran yang harus dipertahankan dan dihilangkan.
Peran lansia yang hilang tidak perlu diganti dan lansia berkesempatan untuk
Teori perkembengan. Teori ini menjelaskan bagaiman proses menjadi
tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai
tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupu negatif. Akan tetapi, teori ini
tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau seharusnya
diterapkan oleh lansia tersebut. Havighurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis
tugas perkembangan (developmental task) selama hidup yang harus dilaksanakan
oleh lansia, yaitu : penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis,
penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan, menemukan makna
kehidupan, mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menemukan
kepuasan dalam hidup berkeluarga, penyesuaian diri terhadap kenyataan akan
meninggal dunia, dan menerima dirinya sebagai orang lansia.
Teori sratifikasi usia. Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia
berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan adanya perbedaan kapasitas,
peran, kewajiban, dan hak mereka berdasarkan usia. Elemen penting dari model
stratifikasi usia adalah struktur dan prosesnya. Struktur mencakup bagaimana
peran dan harapan menurut penggolongan usia, bagaimanakah penilaian strata
oleh strata itu sendiri dan strata lainnya, bagaiman terjadinya penyebaran peran
dan kekuasaan yang tak merata pada masing-masing strata, yang didasarkan pada
pengalaman dan kebijakan lansia. Proses mencakup hal-hal sebagai berikut :
bagaimana menyesuaikan kedudukan seseorang dengan peran yang ada, dan
bagaimana cara mengatur transisi peran secara berurutan dan terus menerus.
Pendekatan yang dilakukan pada teori ini bersifat deterministik dan dapat
1.2.4 Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan. Perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari
pinsip cinta dan keadilan.
1.3 Batasan-batasan lanjut usia
Banyak pendapat mengenai batasan umur lansia, mengenai kapan orang
dikatakan lansia sulit untuk dijawab. Dalam buku Khushariyadi (2010) terdapat
beberapa pendapat ahli tentang batasan usia.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (ederly) = antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia (old) = antara 75 dan 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun
Menurut Prof.Dr. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.Kj., batasan usia dewasa
sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi :
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun.
c. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usian25-60/65
tahun.
d. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/75 tahun, terbagi atas :
2. Old (75-80 tahun),
3. Very old (usia >80 tahun).
Batasan usia lanjut dalam buku Maryam, dkk (2010) terdiri dari :
a. Pra usia lanjut (Prasenilis). Seseorang yang berusia antara 45-59
tahun.
b. Usia lanjut. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Usia lanjut resiko tinggi. Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
d. Usia lanjut potensial. Usia lanjut yang masih mampu melakukan
pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
e. Usia lanjut tidak potensial. Usia lanjut yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya berrgantung pada bantuan orang lain.
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatas,
terdapat dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 ayat 2.
1.4Tugas perkembangan lansia
Seiring tahap kehidupan lansia memiliki tugas perkembangan khusus.
Tugas perkembangan lansia terdiri dari tujuh kategori utama yaitu:
a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan.
d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia.
e. Memprtahankan kepuasan pengaturan hidup bisa dengan cara
mengubah rencana kehidupannya.
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa.
g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup dengan
belajar menerima aktivitas dan minat baru.
2. Aktivitas Fisik Lansia
2.1 Defenisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Aktivitas fisik adalah
setiap kegiatan yang membutuhkan energi untuk melakukannya seperti berjalan,
menari, mengasuh cucu dan lain sebagainya. Aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur melibatkan gerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang dan
bertujuan untuk kesegaran jasmani (Depkes, 2010)
2.2 Jenis Aktivitas Fisik Lansia
Aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu : membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika, berkebun, mengemudi
mobil, mengecat rumah, memotong kayu, olahraga/latihan fisik dan lain-lain
Beberapa contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia
untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan
fisiknya adalah sebagai berikut (Maryam, 2008) :
Pekerjaan rumah dan berkebun. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang
membutuhkan energi, Dengan kegiatan ini tubuh lansia akan mengeluarkan
keringat namun harus dikerjakan secara tepat agar nafas sedikit lebih cepat,
denyut jantung lebih cepat, dan otot menjadi lelah. Dengan kegiatan ini lansia
mendapatkan kesegaran jasmani.
Berjalan-jalan. Berjalan-jalan sangat baik untuk meregangkan otot-otot
kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat akan bermamfaat untuk daya
tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali,
maka dapat melenturkan tubuh. Hal ini bergantung pada kebiasaan. Berjalan-jalan
sebaiknya dikombinasikan dengan olahraga lain seperti jogging atau berlari-lari.
Jones (1997) dan Lueckenotte (2000) menganjurkan untuk berjalan-jalan minimal
30 menit sambil bercakap-cakap
Jalan cepat. Jalan cepat merupakan olahraga lari dengan kecepatan di
bawah 11 km/jam atau dibawah 5,5,menit/Km. Jalan cepat berguna untuk
mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani yang aman bagi lansia. Selain
itu, biayanya murah dan menyenangkan, mudah, serta berguna bila dilakukan
dengan benar. Posisi yang tepat atau yang dianjurkan pada saat jalan cepat adalah
pandangan lurus kedepan, bernafas normal melalui hidung atau mulut, kepala dan
pertengahan telapak kaki, langkah tidak terlalu besar, serta ujung kaki mengarah
ke depan. Jalan cepat dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, lama latihan
15-30 menit, dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan.
Renang. Olahraga renang paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan
karena pada saat berenang hampir semua otot tubuh bergerak, sehingga kekuatan
otot meningkat. Olahraga renang biasanya baik untuk orang-orang yang menderita
penyakit lemah otot atau kaku sendi karena dapat melancarkan peredaran darah
asalkan dilakukan secara tertur.
Bersepeda. bersepeda baik untuk meningkatkan peregangan dan daya
tahan, tetapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang tinggi. Kegiatan ini
dapat dilakukan sesuai kemampuan dan harus disertai latihan aerobik.
Senam. Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia.
2.3 Tipe-tipe aktivitas fisik
Ada 3 tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan tubuh yaitu (Rizki, 2011) :
2.3.1 Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung,
paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih
bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan
selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat
tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang
berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah, lari
ringan, berenang dan senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman.
2.3.2 Kelenturan
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan
lebih mudah. Mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi
dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan
selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat
dipilih seperti: 1)Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau
sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan
kaki. 2) Senam taichi, yoga. 3) Mengepel lantai.
2.3.3 Kekuatan (strength)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh
dalam menahan sesuatau beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan
mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan
terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka
aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: Push-up (pelajari teknik yang benar
untuk mencegah otot sendi dari kecelakaan), naik turun tangga, angkat
berat/beban, membawa belanjaan dan mengikuti kelas senam terstruktur dan
terukur (fitness)
Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
kkal/menit), menyetrika (4,2 kkal/menit), menyapu rumah (3,9 kkal/menit),
membersihkan jendela (3,7 kkal/menit), mencuci baju (3,56 kkal/menit) dan
mengemudi mobil (2.8 kkal/menit).
Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain: Jalan sehat
dan jogging, bermain tenis, bermain bulu tangkis, sepak bola, senam aerobic,
senam pernafasan, berenang, bermain bola basket, bermain voli, dan bersepeda.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik Lansia
Bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun
akan perlahan-lahan pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut
terpengaruh termasuk aktivitas fisiknya. Beberapa masalah fisik yang dapat
mempengaruhi aktivitas fisik lansia, yaitu : 1) Mudah jatuh. Hal ini dipengaruhi
gangguan sistem sensorik yang menyebabkan gangguan penglihatan dan
pendengaran, gangguan sistem saraf pusat seperti stroke dan parkinston, gangguan
kognitif dan gangguan muskuluskeletal yang menyebabkan gangguan gaya
berjalan. 2) Mudah lelah. Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan,
keletihan, atau persaan depresi), gangguan organis dan pengaruh obat-obatan yang
melelahkan daya kerja otot (Stanley & Beare, 2006).
2.5 Dampak aktivitas fisik
Aktivitas fisik penting untuk lansia yaitu: menjaga kesehatan, memelihara
kemampuan untuk melakukan ADL, dan peningkatan kualitas hidup. Manfaat dari
kegiatan fisik meliputi pencegahan penyakit jantung, penurunan tekanan darah,
1997, Lueckenotte, 2000). Beberapa ahli mendapatkan kesimpulan bahwa
aktivitas fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih tenang, kurang
menderita ketegangan dan kecemasan. Latihan fisik akan membuat seseorang
lebih kuat menghadapi stres dan gangguan hidup sehari-hari, lebih dapat
berkonsentrasi, tidur lebih nyenyak dan merasa berprestasi. Hal ini disebabkan
karena gerakan fisik bisa digunakan untuk memproyeksikan ketegangan, sehingga
setelah latihan, orang merasa ada beban jiwa yang terbebaskan. Disamping itu
penurunan kadar garam dan peningkatan kadar epinephrin serta endorphin
membuat orang merasa bahagia, tenang dan percaya diri (http://staff.uny.ac.id).
3. Tidur
3.1 Defenisi tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan dan merupakan suatu urutan siklus yang berulang,
dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi,
terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap
rangsangan dari luar (Hidayat, 2006). Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan
siklik yang terjadi dalam lima tahap ( empat non rapid eye movement [NREM]
dan satu rapid eye movement [REM]), seperti yang diindikasikan
elektroensefalogram (EEG), gerakan mata dan gerakan otot (Stanley & Beare,
2006).
Tidur adalah alami, berulang secara periodik, kondisi fisiologis istirahat
dibutuhkan (Lueckenotte, 2000). Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar
yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang
berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah
yang berbeda (Tarwota dan Wartonah, 2010).
3.2 Fisiologi tidur
Mekanisme serebral secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat
otak agar dapat tertidur dan bangun. Aktivasi tidur diatur oleh sistem pengaktivasi
retikularis yang merupakan sitem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan
susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pengaturan
aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas
pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan rangsangan
visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Aziz, 2006) .
Reticula r a ctiva ting sistem (RAS) di bagian batang otak mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran serta memberikan stimulus visual, auditori, nyeri, dan
sensorik raba. Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya norepinefrin untuk tetap siaga, Mencoba
untuk tidur menutup mata dan berusaha dalam posisi rileks dengan ruangan gelap
dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu bulbar synchronizing regional
3.3 Tahap–tahap tidur
Dalam prosesnya, tidur dibagi kedalam dua jenis. Pertama, jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi reticularis,
disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep) karena gelombang otak
bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur non rapid aye movement (NREM).
Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat
dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut
dengan jenis tidur paradox, atau disebut juga dengan rapid eye movement (REM)
(Aziz, 2006).
3.3.1 Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)
Tidur NREM atau tidur gelombang lambat dikenal dengan tidur yang
dalam, istirahat penuh, atau juga dikenal tidur yang nyenyak .Pada tidur jenis ini,
gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa mimpi.
Tidur gelombang lambat disebut juga tidur gelombang delta, dengan cirri-ciri;
betul-betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun,
pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun.
NREM tahap 1. Tahap ini merupakan tahap antara bangun dan tahap awal
tidur dengan ciri sebagai berikut ; rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping kesamping, frekuensi nadi dan nafas
sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5
menit. Memasuki tahap ini, Gambaran EGG memperlihatkan gelombang beta
Tahap 2. Tahap 2 merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun dengan cirri sebagai berikut: mata pada umumnya menetap, denyut
jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme
menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit dan gambaran EEG
memperlihatkan istirahat tenang pada gelombang alfa (Aziz, 2006).
Tahap 3. Tahap 3 merupakan tahap tidur dengan cirri denyut nadi dan
frekuensi nafas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya
dominasi sistem saraf parasimpatis, sulit untuk bangun dan gambaran EGG
memperlihatkan tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alfa ke jenis
teta atau delta yang bervoltase rendah (Aziz, 2006).
Tahap 4. Tahap 4 merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernafasan menurun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak
bola mata cepat, sekresi lambung menurun, tonus otot menurun dan gambaran
EGG memperlihatkan tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang
delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2 per detik (Aziz, 2006).
3.3.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM).
Tidur ini berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20
menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit,
akan tetapi apabila kondisi sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis
tidur ini tidak ada. Ciri-ciri tidur REM adalah sebagai berikut (Aziz, 2006) : 1)
Biasanya disertai dengan mimpi yang aktif. 2)Lebih sulit dibangunkan daripada
sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem
pengaktivasi retikularis. 4) Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak
teratur. 5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur. 6)
Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah
meningkat ataua berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme
meningkat. 7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
4. Kualitas Tidur pada Lansia
4.1 Perubahan Tidur pada Lansia
Kebiasaan atau pola tidur pada lansia dapat berubah, tidak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia
melakukan kegiatan pada malam hari. Penyebab dari perubahan tidur lansia
adalah sebagai berikut : kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari
sehingga mereka masi semangat sepanjang malam, tertidur sebentar-sebentar
sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, tempat tidur dan suasana kamar
kurang nyaman, sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari, dan infeksi saluran kemih (Maryam dkk, 2008).
Miles & Dement (1980) menyatakan masalah tidur yang paling sering
dialami oleh lanjut usia adalah sering terjaga pada malam hari, sering kali
terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat
disiang hari. Bootzin, Engle-Friedman, & Hazelwood (1983) menyatakan keluhan
ketika orang memasuki usia tua. Webb & Campbell (1980) menyatakan orang
lanjut usia memiliki jumlah jam tidur yang agak lebih singkat atau sama dengan
orang dewasa yang berusia lebih muda, namun waktu tidur mereka lebih sering
terputus secara spontan; selain itu, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk
dapat kembali kembali tertidur setelah terbangun. Dengan demikian, orang lanjut
usia secara umum memiliki waktu tidur lebih sedikit dalam kaitan dengan total
waktu yang mereka habiskan di tempat tidur pada malam hari; mereka cenderung
mengganti kekurangan waktu tidur tersebut dengan tidur siang (Davison, dkk,
2006).
4.2 Kualitas tidur pada lansia
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk . Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik
apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami
masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi
tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik meliputi: ekspresi wajah (area gelap
di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata
terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk
berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing. Tanda psikologis meliputi: Menarik diri,
berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,
kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun (Hidayat, 2006).
Menurut Stamburg & Olsen (1997) dalam Syarif (2005), beberapa variabel
dan parameter yang berhubungan dengan tidur adalah waktu yang dihabiskan
ditempat tidur, kuantitas tidur atau total waktu yang dibutuhkan untuk tidur,
waktu atau persentase yang dihabiskan pada tahapan-tahapan tidur, waktu yang
diperlukan untuk tertidur, kesulitan atau kemudahan dalam tertidur, kebiasaan
tidur, penggunaan obat-obat untuk tidur, kepuasaan terhadap tidur, kemudahan
atau kesulitan untuk terbangun di pagi hari, rasa segar saat bangun dari tidur,
kecapekan dan rasa berenergi saat beraktivitas. Persepsi mengenai kualitas tidur
ini sangat bervariasi dan individual dapat dikaji dengan cara subjektif yaitu hasil
dari ungkapan individu terhadap apa yang dirasakan sebelum dan sesudah tidur.
Waktu yang dibutuhkan lansia untuk tidur normalnya kurang lebih 6
jam/hari dimana Tahap REM 20-25 %, tahap IV NREM menurun dan
kadang-kadang absen dan sering terbangun pada malam hari (Tarwoto dan Wartonah ,
2010).
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualiatas tidur lansia yaitu :
penyakit fisik, obat-obatan dan substansi, pola tidur yang biasa dan mengantuk
yang berlebihan pada siang hari, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan, serta
Penyakit fisik. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri,
ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati dapat menyebabkan masalah
tidur dengan perubahan itu seseorang mempunyai masalah kesulitan tertidur atau
tetap tertidur. Contoh penyakit yang menggagu tidur lansia adalah hipertensi,
nokturia, sindrom kaki tidak berdaya, penyakit jantung koroner, gangguan
pernapasan dan lain-lain (Potter, Patricia 2005).
Obat-obatan dan substansi. Dari daftar obat di PDR 1990, dengan 584
obat resep atau obat bebas menuliskan mengantuk sebagai salah satu efek
samping, 486 menulis insomnia, 281 menyebabkan kelelahan (Busysse, 1991).
Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol penyakit kroniknya
(Potter, Patricia 2005). Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan
tidur antara lain: diuretik menyebabkan insomnia, antidepresan menyupresi REM,
kafein meningkatkan saraf simpatis, beta -bloker menimbulkan insomnia dan
Narkotika menyupresi REM (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Lingkungan. Ukuran, kekerasan, dan posisi mempengaruhi kualitas tidur.
Tidur tanpa ketenangan adanya suara keras atau tingkat kebisingan yang tinggi,
tingkat cahaya yang tinggi dan suhu ruangan yang tidak nyaman dapat
mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Suara juga mempengaruhi tidur, Webster
dan Thompson (1986) menyatakan tingkat suara yang diperlukan untuk
membangunkan orang tergantung pada tahap tidur (Potter, Patricia 2005).
Latihan fisik dan kelelahan. Seseorang yang kelelahan menengah
adalah hasil dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Kelelahan yang
berlebihan akibat kerja yang meletihkan atau penuh stress dapat membuat sulit
tidur (Potter, Patricia 2005).
Asupan makanan dan kalori. Hauri dan Linde (1990) menyatakan orang
tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan yang baik
adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur. Makan yang berlebihan pada
malam hari tidak dapat dicerna dengan baik akibatnya dapat mengganggu tidur
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep Penelitan
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Paersuratan Balige.
Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih (UU No.13 Tahun 1998). Stanley & Beare (2006) menyebutkan
bertambahnya usia seseorang, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan
perlahan-lahan pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut
terpengaruh termasuk aktivitas fisiknya.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Menurut Depkes,
(2010) aktivitas fisik lansia adalah setiap kegiatan yang membutuhkan energi
untuk melakukannya seperti berjalan, menari, mengasuh cucu dan lain
sebagainya. Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur melibatkan gerakan
tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang dan bertujuan untuk kesegaran
jasmani.
Menurut Stamburg & Olsen (1997) dalam Syarif (2005), Persepsi
mengenai kualitas tidur sangat bervariasi dan individual dapat dikaji dengan cara
subjektif yaitu hasil dari ungkapan individu terhadap apa yang dirasakan sebelum
kualitas tidur adalah waktu yang dihabiskan ditempat tidur, kuantitas tidur atau
total waktu yang dibutuhkan untuk tidur, waktu atau persentase yang dihabiskan
pada tahapan-tahapan tidur, waktu yang diperlukan untuk tertidur, kesulitan atau
kemudahan dalam tertidur, kebiasaan tidur, penggunaan obat-obat untuk tidur,
kepuasaan terhadap tidur, kemudahan atau kesulitan untuk terbangun di pagi hari,
rasa segar saat bangun dari tidur, kecapekan dan rasa berenergi saat beraktivitas.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai
berikut:
Variable independen Variabel dependen
Skema 3.1 kerangka konsep penelitian Aktivitas fisik :
2. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi operasional
rasa kelelahan setelah terbangun dari tidurnya dan rasa berenergi saat beraktivitas kembali.
3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini terdapat hubungan aktivitas fisik dengan
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskripsi
korelasi. Studi ini akan diperoleh tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
hubungan aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di Desa Parsuratan
Kecamatan Balige. (Nursalam, 2008).
2. Populasi dan Sampel Penelitian
2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di komunitas desa
Parsuratan, kecamatan Balige. Berdasarkan data yang didapat dari data UPT
Puskesmas Tandang Buhit Balige (2013) banyaknya jumlah populasi lansia di
desa Parsuratan Kecamatan Balige adalah 141 jiwa periode Januari-Agustus 2013.
2.2 Sampel
Menurut Setiadi (2007) penentuan secara umum bila terdapat populasi
kurang dari 1000 maka pengambilan sampel bisa diambil 20-30 %. Berdasarkan
hal tersebut maka penelitian mengambil sampel 20% dari total populasi. Jadi
sampel dalam penelitian ini 28 orang lansia yang tinggal di desa Parsuratan
Kecamatan Balige. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling
yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat
peneliti sendiri, yaitu lansia yang bertemu dengan peneliti sampai 28 orang lansia
tahun ke atas, bersedia jadi responden, masih mampu melakukan aktivitas fisik,
tidak sedang berada dibawah pengawasan atau terapi dokter dan tidak dalam
kondisi sakit.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Parsuratan Kecamatan Balige. Alasan
pemilihan lokasi ini karena Desa tersebut memiliki kegiatan senam lansia setiap
hari minggu dan mayoritas lansia di desa tersebut masih bekerja sebagai petani
dengan arti aktivitas fisik masih mereka lakukan sehingga memudahkan peneliti
untuk menemukan populasi dan data lansia yang akan diteliti sesuai dengan tujuan
penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai 28 Februari sampai 10
Maret 2014.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari desa Parsuratan Kecamatan
Balige. Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik etik
yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden,
serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti, terlebih
dahulu peneliti meminta kesediaan responden untuk membaca “informed
consent” dan menginformasikan makna dan tujuan dilakukan penelitian.
Penelitian dimulai bila responden bersedia dan menandatangani “informed
bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati keputusannya. Untuk
menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar
pengumpulan data, tetapi hanya memberi kode pada masing-masing lembar
kuesioner yang akan di isi oleh responden. Kerahasiaan responden dijamin oleh
peneliti, dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang diadopsi oleh peneliti dari penelitian sebelumnya. Instrumen terdiri dari tiga
bagian, yaitu kuesioner data demografi (KDD), kuesioner aktivitas tidur (KAT)
dan kuesioner kualitas tidur (KKT).
5.1 Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi responden yang meliputi jenis kelamin, umur,
agama, suku, pekerjaan, biaya hidup ditanggung oleh, teman tinggal, lokasi
tempat tinggal dan jumlah penghuni rumah.
5.2 Kuesioner Aktivitas Fisik
Kuesioner aktivitas fisik yang digunakan adalah berupa pertanyaan untuk
mengidentifikasi aktivitas fisik lansia yang diadopsi oleh peneliti dari peneliti
sebelumnya, Rizky (2011) yang dikutip dari The General Practice Physical
Activity Questionna ire (GPPAQ) (2009) yang terdiri dari tiga element pertanyaan.
yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau bersepeda. 2) Moderately inctive :
Pekerjaan yang harus duduk terus, tetapi kurang dari 1 jam; gerak badan dan/atau
bersepeda per minggu atau pekerjaan yang harus berdiri terus tanpa gerak badan
atau bersepeda. 3)Moderately Active : Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1
sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu atau pekerjaan yang
harus berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per
minggu atau Pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda
4) Active : Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak badan
dan/atau bersepeda per minggu atau pekerjaan yang harus berdiri terus dan 1
sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda perminggu atau pekerjaan yang
membutuhkan fisik, sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda
perminggu atau pekerjaan yang memerlukan tenaga berat.
5.3 Kuesioner Kualitas Tidur
Kuesioner kualitas tidur yang digunakan adalah berupa pertanyaan untuk
mengidentifikasi kualitas tidur lansia di komunitas. Kuesioner ini diadopsi oleh
peneliti dari peneliti sebelumnya kuesioner kualitas tidur (Syarif, 2005). Peneliti
sebelumnya memodifikasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) oleh
Buysse et al (1998) dan Kuesioner Kualitas Tidur (Karota-Bukit, 2003).
Kuesioner terdiri dari 7 item pertanyaan yang disusun berdasarkan pilihan
berganda dengan skor 1-4 dan total skor antara 7 sampai 28. Semakin tinggi skor
maka semakin baik kualitas tidurnya. Pada kuesioenr ini kualitas tidur
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas tidak dilakukan untuk kuesioner aktivitas fisik dan kuesioner
kualitas tidur karena kedua kuesioner tersebut merupakan kuesioner yang diadopsi
oleh peneliti dari penelitian sebelumnya, penelitian sebelumnya sudah melakukan
uji validitas.
Uji reliabilitas hanya dilakukan pada kuesioner kualitas tidur sedangkan
kuesioner aktifitas fisik tidak dilakukan uji reliabilitas karena kuesioner tersebut
merupakan kuesioner yang sudah baku. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas
konsistensi internal karna memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya
satu kali dengan satu bentuk intrumen kepada satu objek studi ( Dempsey &
Dempsey, 2002). Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum
pengumpulan data kepada sampel yang memenuhi kriteria seperti sampel
sebanyak 10 orang. Uji reliabilitas ini menggunakan uji cronbac’h alpha dengan
menggunakan program komputerisasi. Teknik crombac’h alpha ini akan
menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliable) bila
memiliki koefisien reliabilitas atau alpha lebih dari 0.70. Hasil yang ditemukan
dengan menggunakan analisa uji crombac’h alpha pada uji realibilitas instrument
kuesioner kualitas tidur lansia yang dilakukan peneliti pada 10 responden di desa
Sibolahotang SAS Kecamatan Balige adalah nilai alpha 0,734. Dari hasil ini
disimpulkan bahwa kuesioner kualitas tidur yang digunakan dalam penelitian ini
7. Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan di desa Parsuratan Kecamatan Balige dari
tanggal 28 Februari sampai 10 Maret 2014. Pengumpulan data dilakukan setelah
mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU.
Rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dikirim ke desa
Parsuratan Kecamatan Balige sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin
dari kepala desa Parsuratan Kecamatan Balige, selanjutnya diadakan
pengumpulan data penelitian.
Dalam pengumpulan data dilakukan penjelasan terlebih dahulu kepada
calon responden tentang tujuan dan prosedur penelitian serta menanyakan
kesediaan calon responden untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Responden
yang bersedia diminta menandatangani informed consent (surat persetujuan) atau
menyetujui secara lisan. Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang
diberikan oleh peneliti. Peneliti tetap mendampingi responden selama mengisi
kuesioner. Pengolahan data atau analisa data dilakukan setelah data terkumpul
sesuai dengan keperluan.
8. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan
melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan
data yaitu kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa
semua jawaban telah diisi. Kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk
memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan program SPSS. Dilanjutkan dengan analisa univariat dan bivariat.
8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk
menganalisa data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil
penelitian (polit & Hunger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode
statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi yang terdiri dari :
usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, biaya hidup ditanggung oleh, teman
tinggal, jumlah penghuni rumah, dan lokasi tempat tinggal. Serta variabel
independen yaitu aktivitas fisik dan variabel dependen yaitu kualitas tidur yang
memperlihatkan total skor dan kategori kualitas tidur pada lansia di komunitas.
frekuensi dan persentase untuk mendeskripsikan data dari aspek kualitas tidur,
yaitu lamanya waktu tertidur, waktu untuk memulai tidur, frekuensi terbangun,
kepuasan terhadap tidur, perasaan ketika bangun tidur, gangguan tidak berenergi
saat beraktivitas, dan kelelahan ketika bangun. Analisa univariat ini ditampilkan
berupa distribusi frekuensi dan persentase.
8.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang digunakan oleh peneliti
untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel. Analisa data
dilakukan pada data yang terkumpul menggunakan uji korelasi spearman yaitu
untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Pada saat uji normalitas