• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Pidana Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Hukum Pidana Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERTAMBANGAN

EMAS TANPA IZIN DI KECAMATAN HUTABARGOT

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tugas dan Memenuhi

Syarat Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Oleh :

DEDY SYAHPUTRA LUBIS 110200324

Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERTAMBANGAN

EMAS TANPA IZIN DI KECAMATAN HUTABARGOT

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI Oleh :

DEDY SYAHPUTRA LUBIS 110200324

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, M.Hum NIP : 195703261986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

ABSTRAK Dedy Syahputra Lubis *

Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H, M.Hum** Nurmalawaty, S.H, M.Hum ***

Pertambangan sebagai salah satu sumber daya alam, pertambangan yang tidak memiliki izin memiliki pengamanan yang kurang mencukupi karena dikerjakan secara tradisional dimana dari kegiatan tersebut seing terjadi kecelakaan kerja yang dapat membahayakan jiwa pekerka yang melakukan pertambangan secara tradisional. Adapun yang menjdi permasalahan dalam skipsi ini adalah bagaimana dampak pertambangan emas di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal, bagaimanakah pertanggungjawaban pidana bagi penambang emas tanpa izin, dan apa saja hambatan yang ditemui dalam pemberian sanksi pidana terhadap tambang emas emas tanpa izin di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kajian hukum pidana terhadap pertambangan emas tanpa izin. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan maksud menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum, yang diambil dari hasil studi lapangan dengan mempelajari serta menganalisis bahan pustaka, dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum mengenai dampak pertambangan baik ekonomi, lingkungan serta masalah kematian para pekerja yang masih tumpang tindih antar Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan KHUP dan penggunaan bahan berbahaya dan beracun berdasarkan Undang – Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengolaahan Lingkungan Hidup. Seorang pengelola pertambangan emas tanpa izin memiliki hambatan dalam pemberian sanksi pidana disebabkan karena pengaturan tentang kematian pekerja tidak diatur di dalam Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang hanya mengatur tentang pertambangan yang tidak memiliki izin. Dengan demikian agar pengelola tambang tanpa izin dapat dimintai pertanggungjawaban atas meninggalnya pekerja dan penggunaan bahan berbahaya sebaiknya pengaturan undang – undang yang ada dapat disempurnakan lagi agar tidak terjadi lagi tumpang tindih disetiap aspek.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

*** Dosen/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT dan tak lupa penulis ucapkan Salawat dan salam atas junjungan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya. Syukur Alahamdulillah penulis ucapkan pada Allah SWT yang dimana atas Ridhonya-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penulis yang berjudul “Kajian Hukum Pidana Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan dan kekurangan yang dimana semua itu tidak terlepas dari kekhilafan dan ketidak sempurnaan penulis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu atau memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku dekan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

(5)

4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Liza Erwina, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

7. Ibu Rafiroh Lubis, S.H, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik atas bimbingan dan motivasinya selama perkuliahan.

8. Bapak Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan koreksi sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

9. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan koreksi sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

10.Seluruh Dosen dan seluruh Pegawai Tata Usaha dan Administrasi di Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

11.Teruntuk kedua orang tuaku, terima kasih atas doa yang tiada henti, kesabaran dan dukungannya baik moril maupun materil selama ini untuk penulis sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 12.Buat saudara – saudaraku yaitu kak Irma, bang Alpin, Mas Donny, Kak

(6)

13.Kepada teman – teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Rahmad Kharisman, Arnold Sihombing, Jackson Pakpahan, Aan Febrianto, Reza Siregar, Nurul Bashiro, Yuristia Eka Erwanda, Rizky Novia, Sabrina Amanda, Samitha Andimas, Hadismar Anwar Lubis, Randa Morgan Tarigan, Dedek Rahmadsah, Pupimbiddi Nasution, Kardopa Nababan, Hans Sutra Nadapdap, Sandro Pandiangan, Deddy Siagian. Terimakasih telah menjadi kawan yang terbaik selama saya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terkhusus buat rekan – rekan Touring Samosir One Lap : Pranto Situmorang, Hendriawan, Andana Zwari Limbeng, Jhonny Hutabarat, Hengky Simanjuntak, Kayaruddin Hasibuan, di tunggu jilid 2 nya rekan – rekan.

14. Kepada seluruh kawan – kawan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara yang tidak mungkin disebutkan satu per satu saya ucapkan terima kasih banyak.

Mudah – mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak, namum skripsi ini juga disadari tidak luput dari kesalahan untuk itu dimohon kritik san sarannya agar penelitian selanjunya dapat berjalan lebih baik lagi.

Medan, September 2015

(7)

Dedy Syahputra Lubis

BABA II

Dampak Pertambangan Emas Di Kecamatan

Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

A. Sejarah Mulainya Pertambangan Tanpa Izin di Kec. Hutabargot Kab. Mandailing Natal...25

B. Dampak Pertambangan Emas Tanpa Izin...31

1. Dampak Ekonomi...31

2. Dampak Linkungan...32

3. Dampak Keselamatan Pekerja Tambang...35

BAB III

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Penambang Emas

Tanpa Izin

A. Kajian Hukum Pertambangan Emas Tanpa Izin...39

B. Ketentuan Pidana...44 BAB IV

Hambatan Yang Ditemui dalam Pemberian Sanksi

(8)

A. Hambatan Masyarakat...52 B. Hambatan Penerapan Hukum...53 C. Penyelesaian Masalah Oleh Pemerintah...59

BAB V

Penutup

A. Kesimpulan...63 B. Saran...64 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK Dedy Syahputra Lubis *

Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H, M.Hum** Nurmalawaty, S.H, M.Hum ***

Pertambangan sebagai salah satu sumber daya alam, pertambangan yang tidak memiliki izin memiliki pengamanan yang kurang mencukupi karena dikerjakan secara tradisional dimana dari kegiatan tersebut seing terjadi kecelakaan kerja yang dapat membahayakan jiwa pekerka yang melakukan pertambangan secara tradisional. Adapun yang menjdi permasalahan dalam skipsi ini adalah bagaimana dampak pertambangan emas di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal, bagaimanakah pertanggungjawaban pidana bagi penambang emas tanpa izin, dan apa saja hambatan yang ditemui dalam pemberian sanksi pidana terhadap tambang emas emas tanpa izin di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kajian hukum pidana terhadap pertambangan emas tanpa izin. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan maksud menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum, yang diambil dari hasil studi lapangan dengan mempelajari serta menganalisis bahan pustaka, dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum mengenai dampak pertambangan baik ekonomi, lingkungan serta masalah kematian para pekerja yang masih tumpang tindih antar Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan KHUP dan penggunaan bahan berbahaya dan beracun berdasarkan Undang – Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengolaahan Lingkungan Hidup. Seorang pengelola pertambangan emas tanpa izin memiliki hambatan dalam pemberian sanksi pidana disebabkan karena pengaturan tentang kematian pekerja tidak diatur di dalam Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang hanya mengatur tentang pertambangan yang tidak memiliki izin. Dengan demikian agar pengelola tambang tanpa izin dapat dimintai pertanggungjawaban atas meninggalnya pekerja dan penggunaan bahan berbahaya sebaiknya pengaturan undang – undang yang ada dapat disempurnakan lagi agar tidak terjadi lagi tumpang tindih disetiap aspek.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,.1

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kepulauan dengan kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah. Kekayaan sumberdaya alam tersebut seharusnya bisa dioptimalkan sebagai potensi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian negara secara merata dan menyeluruh. Sebagai sebuah negara berkembang dengan kemampuan pembangunan masih berada dalam tahap factor-driven economy, yakni proses pembangunan yang bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam, maka sudah seharusnya setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat dan kebijakan yang dibuat pemerintah memperhatikan keberlanjutan dari keberadaan sumberdaya tersebut.2

1

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Analisa dan Evaluasi Hukum Tentang Prosedur Perizinan Pertambangan Rakyat,: BPHN, Jakarta, 1995, hal 1

2

Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.1.

(11)

Melimpahnya sumberdaya alam yang ada di Indonesia menyebabkan banyak penduduk yang menggantungkan hidup dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sebagai mata pencaharian mereka. Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sumberdaya alam yang berasal dari sektor pertambangan. Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang memiliki potensi pertambangan, baik itu pertambangan batu bara, minyak bumi, gas, perak, emas dan lain-lain.

Manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan akan bahan tambang dalam hidupnya. Hampir setiap aspek kehidupan manusia memerlukan bahan tambang untuk keperluan hidup sehari-hari. Bahan galian (tambang) yang meliputi emas, perak, tembaga, batu bara, minyak bumi, gas bumi dan lain-lainnya dikuasai oleh Negara. Hak penguasaan Negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pengusahaan bahan galian (tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah. Apabila usaha pertambangan dilaksanakan oleh kontraktor, kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu-bara, dan kontrak production sharing.3

3

(12)

Dalam hal ini sayangnya, tidak semua pertambangan yang ada memperoleh izin dari pemerintah. Kebanyakan pertambangan tersebut dikerjakan secara ilegal tanpa ada pengawasan dari pemerintah sehingga menimbulkan banyak kerugian dari pada manfaat bagi masyarakat maupun Negara. Perusakan alam dan pencemaran lingkungan banyak terjadi karena penambang ilegal tidak mempedulikan kelestarian alam, Negara kehilangan pendapatan karena para penambang tidak membayar pajak dan royalti.

Pertambangan ilegal di Indonesia juga bukan suatu hal yang baru kita dengar, bahkan pertambangan ilegal sudah marak terjadi hampir disetiap wilayah yang berpotensi kaya akan bahan tambang. Ada banyak jenis pertambangan ilegal namun pertambangan ilegal yang paling berkembang pesat adalah pertambangan emas. Pertambangan emas ilegal atau sering di singkat dengan PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) merupakan tambang yang jumlah pencemaran bahan tambangnya paling tinggi. Seperti yang terjadi di Daerah pesisir sungai Kapuas, wilayah yang dijadikan tempat pertambangan mulai dari Hulu sungai sampai ke hilir sungai tersebut, bahkan para penambang terus menambang emas sampai ke anakan sungai tersebut. Sehingga yang sudah pasti terjadi sungai kapuas menjadi sungai dengan pencemaran bahan tambang yang cukup tinggi.

(13)

cadangan emas Kapuas diduga menipis setelah dikeruk massal pasca krisis moneter 1997.4

Sungai Kapuas hanyalah salah satu contoh wilayah yang dijadikan tempat pertambangan emas ilegal, masih banyak lagi sungai yang berada di wilayah Indonesia yang dijadikan sektor pertambangan emas ilegal. Bukan hanya terbatas di sungai-sungai saja para penambang liar itu sudah merambah ke daratan, mereka mengeruk bukit-bukit bahkan sampai masuk kepegunungan. Mereka menganggap pegunungan ataupun bukit-bukit tertentu berpotensi menyimpan emas.

Bukit tersebut akan dikeruk untuk mendapatkan emas yang ada di dalam batu-batuan itu. Banyak masyarakat yang tertarik dan mencari tempat-tempat baru untuk mencari lokasi yang diprediksi berisi emas. Orang-orang yang datang bukan hanya dari daerah sekitar bahkan ada yang datang dari luar daerah untuk mencari peruntungan. Para investor yang memiliki modal berdatangan ke lokasi, dengan merusak alam dan mencemari lingkungan. Bukan hanya itu bahaya juga mengancam para pekerja penggali lubang, nyawa mereka menjadi taruhannya. Itu karena tidak adanya izin dari pemerintah ataupun para penegak hukum sehingga pemilik modal hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan hasil yang banyak tanpa memikirkan keselamatan para pekerjanya.

Seperti yang terjadi di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Mandailing Natal kecamatan Huta Bargot, daerah itu seperti sudah menjadi surganya para penambang emas ilegal. Sudah tak terhitung banyaknya penambang illegal yang

4

(14)

datang kesana untuk membuka lokasi atau istilahnya membuat lubang untuk mencari emas. Ratusan tenda pekerja didirikan disekitar lokasi tambang, pekerja yang datang bukan hanya dari sekitar daerah tersebut bahkan ada yang berasal dari pulau jawa. Mereka berdatangan dengan harapan bisa mendapatkan rezeki sebagai pekerja tambang emas.

(15)

banyak berkeliaran untuk melakukan tambang yang tanpa prosedur ini.Tambang emas ilegal tersebut sudah menjadi incaran pengusaha, karena saat ini tambang diperkirakan beromset milyaran rupiah per bulan. Mereka mempekerjakan masyarakat sekitar sehingga mereka tidak mau melapor kepada pemerintah apabila terjadi kecelakaan kerja atau telah terjadi perusakan lingkungan yang mengancam nyawa masyarakat sekitar daerah penambangan. Warga takut apabila melapor tambang emas ilegal itu akan ditutup sedangkan mereka menggantungkan hidup pada tambang ilegal tersebut.

Akhir-akhir ini telah terjadi kasus kematian yang terjadi dilokasi penambangan liar di Desa Huta Nauli Kecamatan Huta Bargot. Korban tewas akibat menghirup zat beracun yang ada di dalam lubang tambang tersebut, korban tewas sebanyak 4 orang, diduga korban yang tewas disebakan karena zat asam yang terdapat di dalam lubang sehingga dari zat asam tersebut menyebabkan korban mengalami sesak atau sulit bernafas karena zat tersebut sehingga korban tidak sempat meninggalkan lubang tersebut dan akhirnya korban pun tewas di dalam lubang, diperkirakan ada lebih dari 400 lubang tambang emas di hutan lindung Hutabargot yang mengakibatkan kondisi tanah labil dan mudah longsor, namun hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah setempat.5 Berdasarkan fakta yang ditemukan maka merasa tertarik untuk membuat suatu tulisan mengenai kasus meninggalnya pekerja tambang tersebut dengan judul Kajian Hukum Pidana Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

5“

Empat Penambang Liar Di Huta Bargot tewas Keracunan”

(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Dampak Pertambangan Emas Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal ?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana bagi penambang emas tanpa izin ?

3. Apa saja hambatan yang di temui dalam pemberian sanksi pidana terhadap tambang emas tanpa izin di Kecamatan Hutabargot, Kabupaten Mandailing Natal?

C. Tujuan dan Manfaat

Skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah yang kiranya dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia.

Adapun tujuan dari skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui dampak pertambangan emas di kecamatan hutabargot kabupaten mandailing natal

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi penambang emas tanpa izin

(17)

Skripsi ini juga memberikan manfaat yang tidak dapat di pisahkan dari tujuan penulisanyang telah di uraikan diatas, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penulisan skripsi ini kiranya dapat menambah wawasan dan kaedah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana yang berkaitan dengan pertambangan emas tanpa izin serta pertanggungjawaban pidananya.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dari hasil penulisan ini agar bermanfaat bagi masyarakat umum agar mendapat pemahaman hukum secara praktis dan efisien tentang pertambangan emas tanpa izin, serta juga dapat member masukan bagi aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana ini dan menyadarkan masyarakat dalam peran sertanya untuk ikut dalam usaha tersebut.

D. Keaslian Penulisan

“ Kajian Hukum Pidana Terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin

Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal ” yang di angkat

menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maupun di Fakultas Hukum Universitas lain yang ada di Indonesia.

(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar – dasar dan aturan – aturan untuk : 6

a. Menentukan perbuatan – perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancamanatau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal – hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan – larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sudarto7, mendefinisikan hukum pidana hukum pidana sebgai hukum yang memuat aturan – aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan – perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat pidana. Sejalan dengan hal ini, maka Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) memuat dua hal pokok, yaitu :

a. Memuat pelukisan – pelukisan dari perbuatan – perbuatan yang diancam pidana, yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi, di sini seolah – olah negar menyatakan kepada umum

6

Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 2002, hal 1

7

(19)

dan juga kepada para penegak hukum, perbuatan – perbuatan apa yang dilarang dan siapa yang dapat dipidana.

b. KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan – perbuatan yang dilarang itu. Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan tetapi juga apa yang disebut dengan tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan – perbuatan yang merugikannya.

Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan, terhadap kepentingan umum, pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan dan siksaan bagi yang bersangkutan, dari definisi tersebut dapat diputuskan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma –norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap norma – norma hukum mengenai kepentingan umum.8

Dapat dilihat dari garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama dan sumber pokok hukum pidana, maka hukum pidana itu adalah bagian hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:

a. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif

8

(20)

maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa (straf) bagi yang melanggar larangan itu.

b. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi sipelanggar untuk dapat dijatuhkan sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbutan yang dilanggarnya.

c. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan Negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha Negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan saksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan Negara dalam upaya Negara menegakkan hukum pidana tersebut.9

Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau sanksi.10 Setiap kita berhadapan dengan hukum, pikiran kita menuju kearah sesuatu yang mengikat prilaku seseorang di dalam masyarakatnya. Di dalamnya terdapat ketentuan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, serta akibatnya. Yang pertama disebut dengan norma sedang akibatnya dinamakan

9

Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagaian I,. Rajawali pers, Jakarta 2002. hal 2

10 C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka.

(21)

sanksi. Yang membedakan hukum pidana dengan hukum yang lainnya, diantaranya adalah bentuk sanksinya, yang bersifat negatif yang disebut dengan sebagai pidana (hukuman). Bentuknya bermacam-macam dari dipaksa diambil hartanya dikarenakan harus membayar denda, dirampas kebebasannya dikarenakan dipidana kurungan atau penjara, bahkan dapat pula dirampas nyawanya, jika di putuskan dijatuhi hukuman mati.11

2. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidna atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.12

Moeljatno dalam Mahrus Ali mengatakan bahwa pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tertentu.13 Defenisi dalam konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. dalam konsep juga dikemukakan bahwa untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan harus juga bersifat melawan hukum

11

Teguh Prasetyo. Hukum Pidana. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2010. hal 1

12

Wirjono Prodjodikoro, Asas Asas Hukum Pidana Di Indonesia,Refika Aditama. Bandung, 2003, hal 59

13

(22)

atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.14 Dalam perbuatan pidana yang bersifat melawan hukum menurut pandangan Moeljatno dan Roeslan Saleh, ketika dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melakukannya, maka unsur-unsur perbuatan pidana meliputi beberapa hal15:

a. Perbuatan itu berwujud suatu kelakuan baik aktif maupun pasif yang berakibat pada timbulnya suatu hal atau keadaan yang dilarang oleh hukum.

b. Kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus bersifat melawan hukum baik dalam pengertiannya yang formil maupun materiil.

c. Adanya hal-hal dan keadaan tertentu yang menyertai terjadinya kelakuan dan akibat yang dilarang oleh hukum.

Dari ketiga unsur tersebut, unsur ketiga yang ketiga ini terkait dengan beberapa hal yang wujudnya berbeda-beda sesuai dengan ketentuan Pasal hukum pidan yang ada dalam undang-undang. Misalnya berkaitan dengan diri pelaku perbuatan pidana, tempat terjadinya perbuatan pidana, keadaan sebagai syarat tambahan bagi pemidanaan, dan keadaan yang memberatkan pemidanaan.

Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan – perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/ pidana yang

14 Ibid. halaman 98

15

(23)

termuat dalam pasal – pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda. Dengan adanya perkumpulan – perkumpulan dari orang – orang, yang sebgai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, tibul gejala – gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, jelas masuk perumusan pelbagai tindak pidana.

Dalam hal ini, sebagai perwakilan yang terkena hukuman pidana adalah oknum lagi, yaitu orang – orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, seperti misalnya seorang direktur dari suatu perseroan terbatas yang dipertanggungjawabkan. Sedangkan mungkin sekali seorang direktur itu hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi. Maka, timbul dan kemudian merata gagasan bahwa juga suatu perkumpulan sebagai badan tersendiri dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subjek suatu tindak pidana. Hukuman pidana ini tentunya hanya yang berupa denda, yang dapat dibayar dari kekayaan perkumpulan. Semacam hukuman pidana sudah lama dapat dikenakan kepada perkumpulan badan hukum yang dalam tindakannya menyimpang dari anggaran dasar yang telah disahkan oleh Departemen Kehakiman, yaitu secara pencabutan kedudukan perkumpulan sebagai badan hukum oleh pemerintah setelah ada tuntutan dari kejaksaan dan penyertaan dari Mahkamah Agung.16

Pengertian perbuatan pidana telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum pidana. Antara satu pengertian perbuatan pidana dengan pengertian pidana yang lain secara umum terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memisahkan secara tegas antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban

16

(24)

pidana, dan kelompok yang menyamakan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.17 pengertian perbuatan pidana semata menunjuk kepada perbuatan baik secara aktif maupun secara pasif. Sedangkan apakah pelaku ketika melakukan perbuatan pidana patut dicela atau memiliki kesalahan bukan merupakan wilayah perbuatan pidana, tetapi sudah memasuki diskusi pertanggungjawaban pidana.

3. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tindak dipidana tanpa ada kesalahan" untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan. Secara doktriner kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan pidana.

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan

17

(25)

oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban.

Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungajwaban. Perbuatan hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apakah orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia tidak mempunyai kesalahan, walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis: “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”, merupakan dasar daripada dipidananya si

pembuat.18

Pelaku tindak pidana tidak dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat melawan hukum, maka lebih lanjut dapat dikatakan bahwa terlebih dahulu ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka terdakwa haruslah19 :

a. Melakukan perbuatan pidana, b. Mampu bertanggung jawab,

18 MR. Roeslan Saleh, Op.Cit hal. 75

19

(26)

c. Dengan kesengajaan atau kealpaan, d. Tidak ada alasan pemaaf.

Menurut Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru (1991/1992) dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.20 Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan, syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

4. Pengertian Pertambangan

Pengertian pertambangan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, minyak dan gas)21. Dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pengertian Pertambangan terdapat pada Pasal 1 (1) yang berbunyi sebagai berikut “pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolahan dan pengusahaan mineraql atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkatan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang”22

20

Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal .11

21

“Pertambangan”, https:/id.m.wikipedia.org/wiki/Pertambangan Diakses pada 26 September 2015 Pukul 10.25 WIB

22

(27)

5. Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun

Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifatnya dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah menurut PP Nomor 19 Tahun1994 dan di sempurnakan dalam PP Nomor 12 Tahun 1995 limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan /atau proses produksi. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang di singkat dengan (B3) adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan/atau membahayakan kesehatan manusia.23

Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan daur ulang (reclying), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) merupakan satu mata rantai penting dalam pengolahan limbah B3. Dengan tekhnologi pemnfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat di tekan, dan di lain pihak akan meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini, pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 mempunyai resiko bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia apabila tidak dikelola dengan baik, oleh sebab itu, pengolahan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat berbahaya dan beracun limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan

23

(28)

lingkungan. Setiap orang atau badan usaha dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke dalam air, tanah, atau udara. Karena itu pemanfaatn limbah B3 juga harus mematuhi ketentuan yang berlaku bagi penghasil limbah B3.

Pengolahan terhadap limbah B3, di wajibkan kepada para pengolah limbah B3 untuk membuat AMDAL, RKL, dan RPL untuk menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara terintegrasi dengan kegiatan utamanya. Di bidang perizinan, setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dan/atau pengolahan limbah B3 wajib memiliki izin dari Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedal). Pengangkutan limbah B3 wajib memiliki surat izin dari manteri perhubungan setelah mendapt rekomendasi dari kepala Bapedal, sedangkan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin dari pimpinan instansi pembina yang bersangkutan,setelah mendapat rekomendaasi dari kepala Bapedal.

6. Perjanjian Kerja

Pengertian perjanjian kerja ada beberapa menurut undang – undang yaitu : a. Pasal 1601 Kitab Undang _ Undang Hukum Perdata

“perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak

keasut si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah

perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu

tertentu melakukan pekerjaan dengan menrima upah”24

24

(29)

b. Pasal 1 angka 14 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh

dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.25

Selain pengertian normatif seperti tersebut diatas, Imam Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu buruh, mengikatkan dirinya untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar gaji.26

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka jenis penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deskriptif yaitu menerangkan dan menjelaskan suatu peristiwa dengan maksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan bagaimana, mengingat permasalahan yang diteliti adalah mengenai pertambangan tanpa emas izin yang terjadi di dalam masyarakat.

25

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

26

(30)

2. Lokasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian terhadap tambang emas tanpa izin ini di Kecamatan Hutabargot, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

3. Sumber Data

Sumber data penulisan skripsi ini didapatkan melalui data sekunder. Sumber data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang dipakai dalam penulisan ini adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta KUHP

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang dipakai dalam penulisan ini berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti

c. Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier yang dipakai yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik melalui Google.

4. Metode Pengumpul Data

Metode yang dipergunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan dan wawancara.

(31)

Dalam mengolah data yang didapatkan dari penelusuran studi dokumen dan kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Dengan menggunakan analisis kualitatif maka teori-teori maupun data yang ditemukan dapat dipaparkan dalam pembahasan hasil skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan dapat pula memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya yang dapat dilihat sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan bab yang menguraikan latar belakang penulisan skripsi ini, permasalahan dalam skripsi ini, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan menguraikan tentang tinjauan kepustakaan yang membahas mengenai pengertian hukum pidana dan tindak pidana, unsur – unsur tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, pertambangan, bahan berbahaya dan beracun, dan perjanjian kerja. Dalam skripsi ini juga terdapat metode penelitian serta sistematika penulisan.

(32)

Bab ini akan memberikan pemaparan tentang tinjauan umum lokasi pertambangan, sejarah mulainya pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal, dampak pertambangan emas tanpa izin

Bab III Pertanggungjawaban Pidana Bagi Penambang Emas Tanpa Izin Pada bab ini penulis akan membahas tentang aspek hukum pertambangan emas tanpa izin dan ketentuan pidananya

Bab IV Hambatan Yang Ditemui Dalam Pemberian Sanksi Pidana

Terhadap Tambang Emas Tanpa Izin Di Kec. Hutabargot, Kab. Mandailing Natal

Pada ma mini penulis menerangkan hambatan apa saja dalam pemberian sanksi yaitu berupa : hambatan masyarakat, Hambatan dalam penerapan hukum, dan penyelesaian masalah oleh pemerintah.

Bab V Penutup

(33)

BAB II

DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS DI KECAMATAN HUTABARGOT KABUPATEN MANDAILING NATAL

A. Sejarah Mulainya Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Kec. Hutabargot, Kab Mandailing Natal

Mandailing Natal khususnya Kecamatan Hutabargot merupakan kawasan yang memiliki sumber daya alam yang sangat besar terutama di sektor pertambangan. Hutabargot sendiri 13 Desa dan 8 desa diantaranya yang memilki titik sektor pertambangan emas dan 8 desa tersebut terdapat kegiatan pertambangan emas tanpa izin. 8 Desa yang melakukan kegiatan Pertambangan tersebut yaitu:27

1. Binanga 2. Sabaopur

3. Hutabargot Dolok 4. Huta Julu

5. Saba Injang 6. Saba Padang 7. Sayur Maincat 8. Simalagi

5 (lima) Desa yang terdapat di Hutabargot tetapi tidak memiliki sumber pertambangan ataupun tidak melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin yaitu: 1. Pasar Hutabargot

27 Hasil Wawancara Dengan Bapak Sahron Rangkuti. Selaku Tokoh Masyarakat Dan

(34)

2. Hutabargot Lombang 3. Hutarim Baru

4. Mondan 5. Hutanaingkan

Masyarakat Kabupaten Mandailing Natal khususnya Kecamatan Hutabargot hanya mengetahui bahwa sungailah yang mengasilkan atau memiliki kandungan emas, mereka melakukan pendulangan dengan menggunakan wadah yang berupa wajan seperti kuali guna memisahkan butiran-butiran emas dari pasir-pasir yang ada di sungai. Akan tetapi lambat laun masyarakat menyadari potensi kandungan emas yang lebih besar berada di gunung ataupun bukit-bukit dimana dari kegiatan mendulang masyarakat mulai mengenal kegiatan penambangan terlebih lagi dari kegiatan penambangan ini penghasilan dari kegiatan pertambangan lebih besar daripada hanya melakukan pendulangan di sungai-sungai yang diperkirakan penghasilan dari pendulangan ini bekisar 1-2 gram emas yang di peroleh dari kurun waktu satu minggu.28

Kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) mulai dilakukan masyarakat Hutabargot pada tahun 2008 tetapi itu hanya dilakukan oleh beberapa orang saja karena hanya sebagian orang yang mengetahui bagaiamana cara melakukan pertambangan tradisonal. Kegiatan PETI ini pertama kali bukan dilakukan oleh masyarakat sekitar akan tetapi dilakukan masyarakat yang berada diluar Kecamatan karena mengenai ilmu pertambangan masyarakat belum mengetahui dimana titik-titik yang memilki kandungan emas. Pengelola PETI

28

(35)

dalam melakukan kegiatan pertambangan menggunakan alat-alat tradisonal dimana alat tersebut hanya berupa pahat dan palu, dari kegiatan tersebut mereka mendapatkan hasil yang besar dibandingkan pendulangan di sungai.

Masyarakat mulai tertarik oleh kegiatan PETI ini setelah mengetahui kabar mengenai keberhasilan pengelolaan pertambangan yang dilakukan di gunung dan mulai meninggalkan kegiatan pendulangan di sungai. Umumnya lokasi pertambangan ini adalah kebun milik masyarakat sekitar yang mana kebun tersebut telah dikelola oleh masyarakat berpuluh-puluh tahun lalu karena penghasilan utama masyarakat sekitar adalah perkebunan, lahan yang digunakan pengelola PETI telah mendapatkan izin dari pemilik kebun. Antara pemilik lahan yang dijadikan tempat pertambangan dan pengelola telah membuat kesepakatan dengan perjanjian bagi hasil yang diperoleh dari lahan yang dipergunakan yaitu dari hasil 10 karung goni batu yang dikeluarkan maka pemilik lahan akan mendapatkan 2 karung goni sementara itu pengelola dan pekerja juga melakukan perjanjian bagi hasil dimana pembagian tersebut 50:50 dari hasil bersih setelah biaya pengolahan dikeluarkan karena sebelum pertambangan memperoleh hasil semua kebutuhan pekerja akan ditanggung oleh pemodal baik biaya keperluan sehari-hari pekerja maupun keperluan untuk pengolahan hasil pertambangan itu sendiri.

(36)

hidup diatas permukaan tanah yaitu pakis hutan, pisang hutan dan selain itu posisi terbitnya matahari ataupun struktur tanah yang mengahadap ke aras matahari karena proses mineralisasi akan sangat dibantu oleh panas matahari dan panas bumi itu sendiri. Kesemua itu dijadikan patokan sebagai petunjuk dimana lokasi yang diduga lokasi yang memiliki kandungan emas karena tidak semua lokasi memiliki kandungan emas dan biasanya lokasi yang sudah memiliki kandungan emas akan lebih diketahui kalau lobang tersebut sudah digali diatas kedalaman 10 meter karena diatas kedalaman tersebut akan sudah terlihat jalur-jalur emas.

Tanah yang dijadikan lokasi pertambangan akan digali dengan menggunakan pahat dan martil karena setelah kedalaman 2 meter itu sudah akan menemui bebatuan keras karena alat yang digunakan adalah martil dan pahat para pekerja akan bergantian untuk menggalinya. Para pekerja yang menggali lubang akan bekerja siang dan malam secara bergantian, masing-masing pekerja memiliki tugasnya yaitu:

1) Pekerja menggali lubang

2) Pekerja mengumpulkan hasil pahatan di dalam lubang 3) Pekerja yang menarik bebatuan keluar dari lubang

(37)

lubang sudah menghasilkan maka para pekerja meminta pemilik lubang untuk menambah pekerjanya biasanya para pekerja meminta teman-teman mereka untuk ikut bergabung.

Para pekerja itu sendiri bukanlah dari daerah sekitar tetapi didatangkan dari pulau jawa karena penduduk sekitar tidak mengerti tentang tehnik menggali dan mengetahui jalur-jalur emas yang terdapat di bebatuan, pekerja itu datang dari berbagai daerah seperti Tasik, Bogor dimana mereka mengenal ilmu pertambangan karena pernah menjadi pekerja di sebuah loaksi pertambangan dan banyak juga yang menjadi penambang emas tanpa izin. Tetapi karena mendengar dari rekan mereka yang merantau di Mandailing Natal dan ajakan rekan-rekan mereka untuk melakukan penambangan. Mereka berdatangan untuk mengadu nasib yang mengejutkan adalah jumlah pendatang dari luar Sumatera bekisar lebih dari 2000 orang.

(38)

mesin itu mereka menyanbungkan pipa sampai keujung lubang yang digali agar udara dapat mengalir dari dalam lubang itu.

Bentuk lubang itu sendiri bermacam-macam mulai dari turun ke bawah, kesamping, sampai berbelok tergantung kepada jalur emas yang terdapat di bebatuan yang ada didalam lubang tetapi tujuan dari lubang itu adalah tetap mengacu kepada titik emas yang mereka sebut sebagai batang emas karena sebelum menemukan batangan emas tersebut pekerja akan terlebih dahulu medapatkan serpihan-serpihan atau butiran emas yang terdapat didalam batu kemudian jika sudah mulai mendekati batang emas para pekerja akan menemukan emas yang sudah mulai berbentuk lempengan didalam batu-batu tersebut.

Lubang yang dibuat oleh para pekerja itu hanya berukuran bekisar 1

x

1

meter dimana pengamanan di setiap dinding-dinding lubang mereka menggunakan kayu yang telah disusun sedemikian rupa agar dinding-dinding lubang tidak longsong ataupun ambruk karena tekanan tanah dan pembuatan lobang yang membuat unsur tanah menjadi tidak stabil. Kerjasama diantara para pekerja adalah hal yang diwajibkan karena keberhasilan ataupun faktor keamanan mereka sangat tergantung kepada seluruh pekerja.

(39)

kegiatan pertambangan dengan bekal pengetahuan yang sedikit sehingga kurangnya pengetahuan tentang pengamanan terhadap pertambangan.

B. Dampak Pertambangan Emas Di Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

1. Dampak Ekonomi

Kegiatan pertambangan emas tanpa izin ini masih kerap dilakukan bahkan semakin banyaknya masyarakat melakukannya disebabkan oleh dorongan ekonomi dan menjanjikannya pengahasilan yang diperoleh dari sektor pertambangan. Secara nyata kehidupan masyarakat di Kecamatan Hutabargot meninggat dimana masyarakat secara langsung maupun tidak langsung turut dalam melakukan penambangan ini seperti kuli angkut, dimana proses pengangkatan batu dari lubang galian yang berada diatas bukit ataupun gunung dilakukan secara manual yaitu batu dimasukkan kedalam karung goni kemudian diangkat sampai turun ke kaki gunung. Dari kegiatan mengangkat batu tersebut maka jasanya akan diupah sebesar Rp. 2000/Kg dan rata-rata isi dari satu karung goni tersebut seberat 60 kg jadi dari satu karung goni batu masyarakat yang mengangkat batu tersebut mendapatkan upah sebesar Rp. 120.000 dan dalam satu hari masyarakat dapat tiga kali mengangkut batu tersebut.

(40)

upah sebesar Rp.1000. setiap harinya para kaum ibu memperoleh penghasilan dari memecahkan batu berkisar Rp.50.000, penghasilan tersebut jauh dari rata-rata penghasilan yang diperoleh sebelum adanya pertambangan dimana kaum ibu hanya bekerja sebagai buruh tani yang hanya mendapatkan upah antar Rp. 20.000 – 30.000 tergantung lahan yang dikerjakan. Masyarakat juga meminta kepada para

pengelola pertambangan untuk kepentingan desa dimana setiap satu karung goni akan dikutip sebesar Rp. 20.000, pengutipan ini dilakukan masyarakat sekitar guna untuk pembangunan seperti sekolah dan kesehatan masyarakat sekitar.29

2. Dampak Lingkungan

Setelah batu menjadi potongan-potongan yang kecil proses selanjutnya adalah penggilingan biasanya masyarakat sekitar menyebutnya dengan menggalundung, penggilingan ini dimaksudkan untuk memisahkan antara batu-batuan dengan logam ataupun kandungan emas. pecahan batu tersebut akan dimasukkan kedalam mesin yang berupa tabung kecil dimana satu buah tabung dapat menampung batu berkisar antara 2-3 kg tergantung masing-masing ukuran tabung dan permintaan pemilik batu karena rata-rata pemilik mesin penggilingan ini adalah masyarakat yang berada disekitar pertambangan dan ada juga beberapa pemilik pertambangan mempunyai mesin penggilingan sendiri

Penggilingan batu itu sendiri akan diproses didalam tabung tersebut dimana di setiap tabung akan dimasukkan 2 atau 3 buah batangan besi untuk dapat menghacurkan pecahan batu tersebut sampai menjadi seperti bubur. Pemisahan

29 Hasil Wawancara Dengan Bapak Aswat Nst. Selaku Masyarakat Dan Pengangkut Batu

(41)

antara bebatuan itu dibantu dengan cairan kimia yaitu merkuri yang dicampurkan bersamaan di dalam tabung, merkuri ini akan memisahkan antara batu dan kandungan logam dimana merkuri tersebut bersifat mengikat logam-logam baik itu perunggu, perak dan emas. Proses penggilingan akan berlangsung selama 4-5 jam, tabung penggilingan akan diputar dengan mesin seperti dongfeng dimana dongfeng ini mampu memutar hingga 20 tabung penggilingan.

Setelah proses penggilingan selesai maka hasil yang diperoleh adalah berupa air yang bercampur dengan lumpur ataupun tanah karena selama proses penggilingan di dalam tabung itu dimasukkan air agar proses penggilingan menjadi maksimal, dari air lumpur tersebut akan di jernihkan dengan menggunakan air bersih hingga kandungan lumpur hilang. Merkuri dan logam akan tinggal di dasar air karena merkuri memiliki massa jenis yang lebih berat dibangdingkan air, selanjutnya proses penyaringan dilakukan terhadapat merkuri yang mengandung butiran emas dimana emas yang terkandung di dalam merkuri akan di saring dengan menggunakan kain halus sehingga merkuru yang tidak mengandung butiran emas akan terpisah, biasanya mereka menggunakan kain terpal yang tekstur kain terpal ini lebih halus dan rapat sehingga merkuri dapat tersaring dan akan menyisakan logam yang tinggal di dalam kain penyaring.

(42)

dari proses penyaringan tidak dapat langsung djual melainkan akan dibakar terlebih dahulu agar bentuknya lebih padat dan kadar dari emas tersebut dapat diketahui. Dari hasil pembakaran maka dapat diketahui berat dan kadar sehingga penaksiran harga dapat di hitung, harga semas tersebut relatif sangat tergantung kepada kadar emas dimana kadar emas di pertambangan yang berada di Kecamatan Hutabargot berkisar antar 40-80% dimana setiap wilayah akan berbeda kandungannya karena proses pembentukan emas sendiri tergantung kepada letak dan posisi wilayahnya

Dampak yang timbul terhadap akibat pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun dari penggunaan merkuri yang digunakan para penggelundung emas untuk memurnikan emasnya dengan bahan logam lainnya mengakibatkan pencemaran lingkungan, misalnya dalam proses galundung cairan merkuri yang dimasukkan kedalam mesin – mesin galundung tersebut, air pembuangannya ada yang dialirkan ke sungai tempat masyarakat untuk kehidupan sehari – hari seperti mandi dan mencuci. Dengan demikian air sungai tersebut dapat tercemar dan terkontaminasi dari cairan merkuri tersebut, yang apabila digunakan oleh masyarakat maka akan dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan. Kemudian sebagian ada juga yang dialirkan ke daerah tanaman padi dan kolam ikan yang akan membuat air tersebut menjadi tercemar sehingga dapat menyebabkan tanaman padi rusak dan ikan yang ada dikolam menjadi mati.

(43)

sederhana untuk mengurangi bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari merkuri tidak menjamin, sebab bahan yang sederhana dan kemungkinan besar masih sering terjadi kesalahan. Dengan demikian merkuri dapat mencemarkan udara yang apabila ada masyarakat yang berada di sekitar daerah penggembosan emas tersebut maka akan menghirup udara yang sudah tercemar dari limbah bahan berbahaya dan beracun yaitu merkuri maka akan berbahaya dan membahayakan kesehatan.

3. Dampak Keselamatan Pekerja Tambang

Penyebab-penyebab meninggalnya pekerja pada lokasi pertambangan karena pertambangan yang dilakukan atau dikelola tidak memiliki izin dimana faktor keamanan pada lokasi pertambangan tidak memenuhi standart keamanan pada pertambangan yang sudah memiliki izin. Faktor keamanan pada lokasi pertambangan tanpa izin hanya dilakukan secara manual atau dengan sederhana dan menggunakan fasilitas yang tergolong sangat sederhana dan termasuk dalam kategori sangat kurang cukup mengamankan segala kegiatan pertambangan yang dikelola.

Kecelakaan kerja dapat diakibatkan beberapa faktor yaitu:30

a) Longsor atau runtuhnya dinding lubang, dinding lubang walaupun sudah dipasangi oleh kayu-kayu penahan longsor tetap saja kayu tersebut masih belum cukup untuk menahan tekanan tanah dan dapat juga disebabkan oleh hujan dan gempa bumi yang dapat menambah

30 Hasil Wawancara Dengan Bapak Sahron Rangkuti. Selaku Tokoh Masyarakat Dan

(44)

besarnya tekanan terhadap volume tanah. Longsornya tanah itu bisanya terjadi pada kedalam di bawah 20 meter karena pada kedalam tersebut merupakan struktur tanah belum sepenuhnya bebatuan tetapi jika sudah di atas 20 meter struktur sudah merupakan bebatuan keras sehingga jarangnya terjadi longsoran tanah. Pengamanan terhadap lubang di bawah 20 meter lebih diutamakan karena pada posisi tersebut sangat sering terjadinya longsor. Pengamanan terhadap lubang itu mereka sebut juga dengan RAM dimana kayu dipasang disekeliling lubang sampai semua sisi lubang terlapisi oleh kayu-kayu penahan. Jenis kayu yang digunakan untuk pengamanan lubang juga merupakan kayu-kayuan keras seperti meranti, ulin dan jenis-jenis kayu lainnya agar dimungkinkan pengamanan terhadap lubang dapat mencapai hasil yang maksimal.

b) Kurangnya oksigen, karena dalamnya atau panjangnya suatu lubang yang digali kedalam tanah menyebabkan kandungan oksigen ataupun sirkulasi udara didalam lubang menjadi berkurang. Pemasangan mesin blower untuk memompa udara kedalam lubang terkadang memiliki masalah mulai dari matinya mesin, tidak tersalurkannya udara, sampai gas pembuangan mesin tersebut malah masuk kedalam lubang tersebut semua faktor itu dapat menyebabkan kecelakaan kerja bagi pekerja yang sedang menggali didalam lubang.

(45)

pekerja tambang menggali tanah maka secara langsung mereka akan turut menggali unsur-unsur asam yang terdapat didalam tanah. Unsur asam tersebut jika di hirup oleh manusia akan dapat membahayakan kesehatannya terlebih lagi jika terlalu lama menghirup zat tersebut maka akan membahayakan jiwa dari pekerja tersebut.

d) Faktor bibit penyakit dari efek bahan kimia yang terkandung di dalam lubang maupun bahan kimia yang digunakan pekerja tambang dalam mengelola emas yang terkandung di dalam bebatuan tersebut dimana dalam pengelolaanya biasanya pekerja tidak menggunakan standart keamanan baik menggunakan atau pun memegang bahan kimia tersebut walaupun dampak dari bahan kimia ini tidak langsung bereaksi tetapi lambat laun akan timbul mulai dari gatal-gatal sampai dengan kematian.

(46)

BAB III

PERTANGGUNGJAWWABAN PIDANA BAGI PENAMBANG EMAS TANPA IZIN

A. Kajian Hukum Pertambangan Emas Tanpa Izin

Didalam Ketentuan Umum dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang terdapat pada Pasal 1 terdapat beberapa pengertian yang berkenaan dengan tulisan ini, yaitu31 :

1. Poin 6 : Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

2. Poin 7 : Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutanya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

3. Poin 10 : Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

4. Poin 11 : Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

31

(47)

5. Poin 19 :Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan / atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

6. Poin 20 : Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan utu mineral 0dan / atau batubara dan serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

7. Poin 21 : Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan / atau tempat pengolahan dan pemurinian sampai tempat penyerahan.

8. Poin 22 : Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.

9. Poin 23 : Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang ipertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuanrepublik Indonesia.

10.Poin 24 : Jasa pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.

(48)

Ketentuan Pokok Pertambangan, yaitu terdiri dari tiga macam izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 35, Bahwa usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk32 :

a. Izin Usaha Pertambangan, disingkat IUP; b. Izin Pertambangan Rakyat, disingkat IPR; dan c. Izin Usaha Pertambangan Khusus, disingkat IUPK

Selain adanya penyederhanaan jenis izin sebagaimana diuraikan di atas, UU ini juga menyederhanakan izin tahapan kegiatan penyelidikan, yaitu untuk melakukan kegiatan penyelidikan bahan galian, cukup memperoleh satu kali izin, misalnya IUP Eksplorasi. Berbeda dengan pada saat berlakunya UU No 1 Tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertambangan untuk dapat melalkuakan kegiatan penyelidikan, setiap tahapan teknis penyelidikan terlebih dahulu harus memperoleh izin, yaitu Surat Izin Peninjauan (SKIP) untuk kegiatan prospeksi, kuasa pertambangan penyelidikan umum umtuk kegiatan eksplorasi pendahuluan atau prospeksi detail, dan kuasa pertambangan eksplorasi unuk kegiatan eksplorasi detail.33

Dalam hal Izin Pertambangan Rakyat telah diatur dalam Undang - Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, seperti yang tercantum dalam Pasal 66 – 73, yaitu34 :

1. Pasal 66

Kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikelompokkan sebagai berikut :

Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2000, hal 72

33

Ibid, hal 72-73

34

(49)

d) Pertambangan batubara 2. Pasal 67

a) Bupati / Walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan / atau koperasi.

b) Bupati / Walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR sebagai mana dimaksud ayat (1) kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

c) Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada Bupati / Walikota

3. Pasal 68

a) Luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada : 1) Persorangan paling banyak 1 (satu) hectare;

2) Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hectare; dan / atau

3) Koperasipaling banyak 10 (sepuluh) hectare;

b) IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

4. Pasal69

Pemegang IPR berhak :

a) Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah; dan b) Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang – undangan. 5. Pasal 70

Pemgang IPR wajib :

a) Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan;

b) Mematuhi peraturan perundang – undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengolahan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku;

c) Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah; d) Membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan

e) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR

6. Pasal 71

(50)

sebgaimana dimaksud dalam Pasal 66 wajib menaati ketentuan persyaratan teknis pertambangan.

b) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pertambngan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

7. Pasal 72

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IPR diatur dengan peraturan daerah Kabupaten / Kota.

8. Pasal 73

a) Pemerintah Kabupaten / Kota melaksanakan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha pertambangan rakyat.

b) Pemerintah Kabupaten / Kota betanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat yang meliputi :

1) Keselamatan dan kesehatan kerja; 2) Pengolahan lingkungan hidup; dan 3) Pascatambang.

c) Untuk melaksanakan pengamanan taknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah Kabupaten / Kota wajib mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perunddang – undangan.

d) Pemerintah Kabupaten / Kota wajib mencatat hasil produksi dari keseluruhan kegiatan usaha pertambangan rakyat yang berada dalam wilayahnya dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri dan Gubernur stempat.

B. Ketentuan Pidana Pertambangan Emas Tanpa Izin

(51)

hukum publik, yaitu mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau mengatur kepentingan umum.35 Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Andi Zainal Abidin yang mengatakan bahwa, sebagian besar kaidah-kaidah dalam hukum pidana bersifat hukum publik, sebagian lagi bercampur dengan hukum pablik dan hukum privat memiliki sanksi istimewa karena sifatnya yang keras melebihi sanksi dibidang hukum lain, berdiri sendiri, dan kadangkala menciptakan kaidah baru yang sifat dan tujuannya berada dengan kaedah hukum yang telah ada.36

Secara teoritis terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar apakah suatu bidang hukum itu merupakan hukum publik dan privat sehingga mengetahui kepentingan hukum yang dilindungi. Apabila substansi dari suatu bidang hukum itu lebih berorientasi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan yang besifat perseorangan, maka bidang hukum tersebut dapat dikatakan sebagai hukum privat. Namun jika yang hendak dilindungi adalah kepentingan yang bersifat umum, maka bidang hukum itu dikatakan sebagai hukum publik. Kedua, kedudukan para pihak dimata hukum (negara). Jika pihak-pihak yang berperkara di hadapan hukum negara memiliki kedudukan yang sejajar dan bersifat individual, hal demikian disebut dengan hukum privat. Tetapi jika para pihak yang berperkara itu tidak dalam kedudukan sejajar, dalam arti satu pihak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lain, maka hal demikian disebut sebagai hukum publik. Ketiga, pihak yang mempertahankan kepentingan. Jika pihak yang mempertahankan kepentingan atas

35 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta ,2008, Hal 2 36

(52)

terjadinya pelanggaran hukum dihadapan hukum negara adalah perseorangan, maka bidang hukum yang demikian disebut dengan hukum privat. sedangkan pihak yang mempertahankan kepentingan atas terjadinya pelanggaran hukum adalah bukan perseorangan, maka bidang hukum itu dikelompokkan kedalam hukum publik.37

Tiga karakter tersebut yang kemudian memasukkan hukum pidana sebagian dari hukum publik ternyata menimbulkan implikasi yang luas terutama berkaitan dengan konsep pelanggaran, kedudukan hukum negara dan penegak hukumnya, dan proses penyelesaian pelanggaran. Tiga hal tersebut merupakan implikasi yang secara langsung disebabkan oleh konstruksi bahwa hukum pidana sebagian hukum pablik.

Sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain, idealnya fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). Penggunaan hukum pidana dalam praktek penegakan hukum saharusnya dilakukan setelah berbagai bidang hukum yang lain itu untuk mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai tidak efektif lagi.

Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali pila disebut sebagai fungsi susidiaritas. Artinya, penggunaan hukum pidana itu haruslah dilakukan secara hati-hati dan penuh dengan berbagai pertimbangan secara komprehensif. Sebab selain sanksi hukum pidana yang bersifat keras, juga karena

37

(53)

dampak penggunaan hukum pidana yang dapat melahirkan penalisasi maupun stigmatisasi yang cenderung negatif dan berkepanjangan.38

Secara komprehensif Muladi dan Barda Nawawi mengurai makna penggunaan hukum pidana sebagai senjata pemungkas, yaitu sebagai berikut39:

1) Jangan menggunakan hukum pidana dengan secara emosional untuk melakukan pembalasan semata.

2) Hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana perbuatan yang tidak jelas korban dan kerugiannya.

3) Hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk suatu tujuan yang pada dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya dengan penggunaan hukum pidana tersebut.

4) Jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan (by product) yang ditimbulkan lebih merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan dikriminalisasikan.

5) Jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara kuat, dan kemudian janganlah menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya diperkirakan tidak akan efektif

(unforceable)

6) Penggunaan hukum pidana juga hendanya harus menjaga keserasian antara moralis komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta memperhatikan pula korban kejahatan.

38 Ibid. halaman 11

39

Referensi

Dokumen terkait

Fase-fase mitosis pada penelitian yang dilakakukan telah ditemukan fase profase, prometafase, metaphase, anaphase dan telofase pada preparat akar markisa ungu

[r]

[r]

Berdasarkan gambar grafik pada hasil, dapat dilihat bahwa buah tanaman melon TANIA lebih ringan dibanding dengan kedua indukkannya dan melon TALITA mempunyai berat buah

[r]

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh informasi bahwa: (1) Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa dengan gaya kognitif FD sebagai berikut: (a) Mampu

[r]

Dörnyei and associates argued that integrative and instrumental orientations are unable to capture learners’ fluctuations and complexity of motivation as the