• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penggunaan Antimikroba pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Penggunaan Antimikroba pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PADA MUSIM HUJAN DAN MUSIM KEMARAU

DI KOTA MEDAN TAHUN 2013

Oleh :

YESSIE ELENDA SIREGAR

NIM : 110100231

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan kasih sayang dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini. Shalawat serta salam tidak lupa diberikan kepada Nabi

Muhammad SAW, seorang manusia yang sangat mulia.

Adapun tujuan penulisan proposal penelitian adalah untuk memaparkan

pemikiran dan pengetahuan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan

Penelitian ini berjudul Gambaran Penggunaan Antimikroba pada Musim Hujan

dan Musim Kemarau di Kota Medan Tahun 2013.

Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku

rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK, selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya

tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. dr. H. Soekimin, Sp.PA, selaku Dosen Penguji I di Seminar Proposal

Penelitian yang memberikan nasihat- nasihat dalam penyempurnaan karya

tulis ilmiah ini.

5. Ibu Nenni Dwi A. Lubis, SP, M.Si, selaku Dosen Penguji I di Seminar

Hasil Penelitian yang memberikan nasihat- nasihat dalam penyempurnaan

karya tulis ilmiah ini.

6. dr. Dina Aprillia, Sp.PD, selaku Dosen Penguji II yang memberikan

nasihat- nasihat dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

7. Pemilik apotek dan apoteker yang telah berjasa memberikan kesempatan

untuk mengambil data penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan

(4)

8. Seluruh Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

atas bimbingan selama perkuliahan dan penulisan karya tulis ilmiah ini.

9. Orangtua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah dan pendidikan.

10. Adik penulis, Aulia Nisa yang tidak bosan- bosannya menemani dalam

mengerjakan karya tulis ilmiah ini.

11. Teman- teman penulis yaitu Marfiratur Rahmah Zega, Helvina Siahaan,

Shera Adila, dan Sona Anggrani yang memberikan semangat dan

menemani dalam proses pengerjaan karya tulis ilmiah.

12. Teman- teman mahasiswa FK USU stambuk 2011, dan khususnya Irsan

Thermanto, Nurhidayani, Grace Roseliny, yang telah memberi saran,

kritik, dukungan materi, dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah

ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum

sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan penelitian ini.

Medan, 5 Januari 2015

(5)

ABSTRAK

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri digunakan antibiotik. Di Indonesia, kita mengenal adanya musim hujan dan musim kemarau. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mengetahui gambaran penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau di Kota Medan dan dalam hal ini ditelaah melalui jumlah penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel terdiri dari 370 resep dari apotek di Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengambilan resep dari apotek kemudian mengolah resep yang mengandung antimikroba dan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

(6)

ABSTRACT

Infectious diseases are still the major cause of morbidity and mortality in Indonesia. Most of the time, antibiotics are used to cure infection diseases because of the bacteria . In Indonesia we have rainy season and dry season. For that, this study had like to find out description of infectious diseases antimicrobial usage in rainy season and dry season in Medan by antimicrobial prescription in rainy season and dry season.

This study is as descriptive study with cross-sectional design. Samples consisted of 370 recipes from pharmacies in Medan. The data was collected through the recipes from pharmacies. Then the recipes which is consist of antimicrobial and showed in frequency distribution.

The result of this study in frequency distribution table showed that antimicrobial use based on the number of antimicrobial prescribing in rainy season is 52,9% and dry season is 49,7%, based on class of antimicrobials in rainy season is anti tuberculosis drug (23,46%) and dry season is cephalosporin (30,43%), based on antimicrobial dosage form in rainy season is per-oral (100%) and dry season is per-oral (100%), based on antimicrobial rules showed that there is still an error writing in rainy season (14%) and dry season (13%) in Medan in

2013.

(7)
(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI

5.1.3. Penggunaan Antimikroba Menurut Golongan .... Antimikroba per Musim ... 16

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Distribusi Jumlah Apotek dan Luas Wilayah Menurut ...

Kecamatan di Kota Medan ... 15

5.2. Jumlah Peresepan Antimikroba pada Musim Hujan dan...

Musim Kemarau ... 16

5.3. Distribusi Frekuensi Golongan Antimikroba pada Musim...

Hujan dan Musim Kemarau ... 17

5.4. Distribusi Frekuensi Bentuk Sediaan Antimikroba per-oral ..

pada Musim Hujan dan Musim Kemarau ... 18

5.5. Penggunaan Aturan Pakai Antimikroba Menurut ...

Kandungan Antimikroba pada Musim Hujan ... 19

5.6. Penggunaan Aturan Pakai Antimikroba Menurut ...

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Trias Penyebab Penyakit ... 7

2. Kerangka Konsep ... 9

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ... 26

2. Surat Persetujuan Komisi Etik ... 27

3. Surat Izin Penelitian... 28

(12)

ABSTRAK

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri digunakan antibiotik. Di Indonesia, kita mengenal adanya musim hujan dan musim kemarau. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mengetahui gambaran penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau di Kota Medan dan dalam hal ini ditelaah melalui jumlah penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel terdiri dari 370 resep dari apotek di Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengambilan resep dari apotek kemudian mengolah resep yang mengandung antimikroba dan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

(13)

ABSTRACT

Infectious diseases are still the major cause of morbidity and mortality in Indonesia. Most of the time, antibiotics are used to cure infection diseases because of the bacteria . In Indonesia we have rainy season and dry season. For that, this study had like to find out description of infectious diseases antimicrobial usage in rainy season and dry season in Medan by antimicrobial prescription in rainy season and dry season.

This study is as descriptive study with cross-sectional design. Samples consisted of 370 recipes from pharmacies in Medan. The data was collected through the recipes from pharmacies. Then the recipes which is consist of antimicrobial and showed in frequency distribution.

The result of this study in frequency distribution table showed that antimicrobial use based on the number of antimicrobial prescribing in rainy season is 52,9% and dry season is 49,7%, based on class of antimicrobials in rainy season is anti tuberculosis drug (23,46%) and dry season is cephalosporin (30,43%), based on antimicrobial dosage form in rainy season is per-oral (100%) and dry season is per-oral (100%), based on antimicrobial rules showed that there is still an error writing in rainy season (14%) and dry season (13%) in Medan in

2013.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya morbiditas

dan mortalitas, khususnya di negara- negara berkembang seperti Indonesia.

Banyak kasus- kasus demam berdarah, diare, tuberkulosis, dan lain- lain, yang

terjadi di beberapa wilayah Indonesia (Darmadi,2008). Menurut Direktur Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014), ada tujuh penyakit

yang perlu diwaspadai pada saat musim hujan yaitu Diare, Demam Berdarah,

Leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Penyakit kulit, Penyakit

saluran cerna lain, dan Perburukan penyakit kronik yang mungkin memang sudah

diderita.

Menurut Brashers (2007) penyebab infeksi bisa berupa virus, bakteri,

jamur, protozoa, atau parasit. Oleh karena itu, bakteri adalah salah satu penyebab

infeksi. Mengutip data WHO tahun 2011, Infeksi Saluran Pernapasan Bawah

menyebabkan 3,2 juta orang meninggal. Berdasarkan jumlah penduduk tahun

2012, diperhitungkan sasaran penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi

Sumatera Utara adalah sebesar 21.145 jiwa, dan hasil cakupan penemuan kasus

baru TB Paru BTA (+) yaitu 17.459 kasus atau 82,57% (Profil kesehatan

Sumatera Utara, 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan obat untuk mengatasinya.

Salah satu obat untuk mengatasi infeksi adalah antimikroba antara lain

antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi

yang disebabkan oleh bakteri (Permenkes, 2011).

Hippocrates mengemukakan bahwa barang siapa yang ingin mempelajari

ilmu kedokteran, harus memperhatikan keadaan musim dan akibatnya,

memperhatikan dan mempelajari tentang angin, udara, kedudukan kota, terbit dan

tenggelamnya matahari, kebiasaan makan dan minum, pakaian dan gizi, air yang

digunakan penduduk, keadaan tanah, kebiasaan hidup masyarakat, dan lain-lain

(15)

pentingnya menentukan pengaruh berbagai faktor lingkungan, cuaca dan

kebiasaan hidup terhadap timbulnya penyakit.

Sesuai dengan pernyataan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (2014) di atas, pada musim hujan tentunya lebih banyak

penyakit infeksi sehingga penulis tertarik untuk meneliti pengaruh (musim)

terhadap penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana gambaran penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau di Kota Medan

tahun 2013?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penggunaan antimikroba pada musim hujan dan

musim kemarau di Kota Medan tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui distribusi penggunaan antimikroba pada musim hujan dan

musim kemarau berdasarkan jumlah peresepan antiikroba.

2. Mengetahui distribusi penggunaan antimikroba pada musim hujan dan

musim kemarau berdasarkan jenis atau golongan antimikroba.

3. Mengetahui distribusi penggunaan antimikroba pada musim hujan dan

musim kemarau berdasarkan bentuk sediaan antimikroba.

4. Mengetahui distribusi penggunaan antimikroba pada musim hujan dan

(16)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi masyarakat umum, data hasil penelitian ini dapat menjadi informasi

untuk selalu menjaga kebersihan agar infeksi oleh bakteri bisa di hindari.

2. Memberikan informasi kepada farmasi agar penyediaan antimikroba

cukup jumlah dan jenisnya di apotek.

3. Di bidang akademik/ilmiah, memperkaya ilmu pengetahuan dan

memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran, khususnya tentang

gambaran penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau

di Kota Medan.

4. Di bidang pengembangan penelitian, memberikan masukan data bagi

peneliti lain yang ingin menggali dan memperdalam lebih jauh topik-topik

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antimikroba

Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba,

terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya

mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh

suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba

jenis lain. Saat ini, banyak antibiotik dibuat secara semisintetik atau sintetik

penuh.

2.1.1. Mekanisme Kerja Antimikroba

Menurut Brooks et al. (2007) terdapat lima mekanisme kerja antimikroba

yaitu:

1. Melalui Toksisitas Selektif yang berarti bahwa obat tersebut berbahaya

bagi patogen tanpa membahayakan pejamu. Toksisitas selektif dapat

berfungsi sebagai reseptor spesifik yang diperlukan untuk perlekatan obat.

2. Inhibisi Sintesis Dinding Sel. Cedera pada dinding sel, misal karena

lisozim atau inhibisi pada pembentukannya dapat menyebabkan sel

menjadi lisis. Dinding sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan

yang khas secara kimiawi, terdiri dari polisakarida dan polipeptida dengan

banyak hubungan silang. Polisakarida tersebut biasanya mengandung gula

amino N-asetilglukosamin dan asam asetilmuramat. Asam asetilmuramat

ditemukan hanya pada bakteri.

3. Inhibisi Fungsi Membran Sel. Sitoplasma semua sel yang hidup diikat oleh

membran sitoplasma, yang bekerja sebagai barier permeabilitas selektif,

berfungsi sebagai transpor aktif sehingga mengontrol komposisi internal

sel. Jika integritas fungsional membran sitoplasma terganggu,

makromolekul dan ion dapat keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan

(18)

4. Inhibisi Sintesis Protein. Bakteri mempunyai ribosom 70S, sedangkan sel

mamalia mempunyai ribosom 80S. Subunit setiap tipe ribosom, komposisi

kimianya, dan spesifisitas fungsionalnya cukup berbeda untuk

menjelaskan mengapa obat antibiotik dapat menghambat sintesis protein

pada ribosom bakteri tanpa berefek besar pada ribosom mamalia.

5. Inhibisi Sintesis Asam Nukleat yaitu dengan menghambat sintesis RNA

atau DNA bakteri. Ada obat yang berikatan pada RNA polimerase

dependen-DNA bakteri. Ada juga yang menghambat DNA girase.

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah rifampisin, dan

golongan kuinolon (Setiabudy, 2011).

2.1.2. Pembagian Jenis Antimikroba

Berdasarkan kerja antimikroba terhadap kuman, antimikroba terdiri dari

yang bersifat bakteriostatik dan yang bersifat bakterisid (Brooks et al., 2007),

yaitu:

1. Antimikroba yang bersifat bakteriostatik, contohnya adalah sulfonamide,

tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetoprim, linkomisin,

klindamisin, dan asam amino salisilat. Obat bakteriostatik bekerja dengan

mencegah pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, pembunuhan kuman

sangat bergantung pada daya tahan tubuh.

2. Antimikroba yang bersifat bakterisid misalnya penisilin, sefalosporin,

aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, dan isoniazid. Antimikroba

ini secara aktif membunuh kuman.

2.1.3. Golongan-golongan Antimikroba Berdasarkan Ketersediaan Obat Antimikroba di Indonesia

Menurut MIMS (2013/2014) pengolongan antimikroba sebagai berikut :

1. Penisilin

2. Sefalosporin

3. Kloramfenikol

(19)

5. Kuinolon

6. Tetrasiklin

7. Kombinasi Antibakterial

8. Klindamisin

9. Aminoglikosida

10. Obat Anti Tuberkulosis

2.2. Infeksi

2.2.1. Pengertian Infeksi dan Penyakit Infeksi

Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland (2012) infeksi adalah invasi

dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang

menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi

intraselular, atau respons antigen-antibodi. Sedangkan penyakit infeksi adalah

penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.

2.2.2. Proses Terjadinya Penyakit

Secara umum, proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang

saling berinteraksi, yaitu:

1. Faktor penyebab penyakit yang sering disebut agen (agent);

2. Faktor manusia, yang sering disebut pejamu (host);

3. Faktor lingkungan.

Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi dan dalam epidemiologi

disebut Segitiga Epidemiologi atau disebut Trias Penyebab Penyakit (Darmadi,

(20)

Gambar 1. Trias Penyebab Penyakit

2.2.3. Infeksi Bakteri

Infeksi bakteri mencakup multiplikasi bakteri patogenik dalam tubuh,

meskipun orang tersebut asimtomatik (Brooks, 2007). Bakteri menimbulkan

beberapa efek sakitnya dengan melepaskan senyawa seperti enzim, endotoksin,

ataupun eksotoksin (Pierce, 2007).

2.2.4. Klasifikasi Bakteri

Menurut Brooks (2007) bakteri terdiri atas bermacam- macam jenis yang

dibagi- bagi sesuai dengan karakteristik atau sifatnya yang menyebabkan

terjadinya berbagai macam penyakit. Klasifikasi yang tepat dari bakteri yang

menyebabkan infeksi, merupakan bagian yang penting, sehingga antimikroba

yang tepat dapat segera diberikan. Klasifikasi bakteri sebagian besar didasarkan

pada bentuk bakteri, misalnya basil dan kokus. Serta sifat pewarnaan Gram yaitu :

1. Bakteri Gram-positif

2. Bakteri Gram-negatif

2.3. Musim Hujan 2013

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2013)

mengelompokan pola distribusi curah hujan rata-rata bulanan di seluruh wilayah

Indonesia. Secara klimatologis wilayah Indonesia terdiri atas:

1. Daerah-daerah yang mempunyai batas yang jelas secara klimatologis

antara periode musim hujan dan periode musim kemarau, yang selanjutnya

(21)

2. Daerah-daerah yang tidak mempunyai batas yang jelas secara klimatologis

antara periode musim hujan dan musim kemarau, yang selanjutnya disebut

daerah Non Zona Musim (Non ZOM).

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data periode 30 tahun (tahun

1981 –2010), wilayah Indonesia terdiri atas 342 Zona Musim (ZOM), yaitu Sumatera 54 ZOM, Jawa 150 ZOM, Bali 15 ZOM, Nusa Tenggara Barat 21

ZOM, Nusa Tenggara Timur 23 ZOM, Kalimantan 22 ZOM, Sulawesi 42 ZOM,

Kepulauan Maluku 9 ZOM dan Papua 6 ZOM.

Sebanyak 3 ZOM di Sumatera, awal musim hujan antara dasarian I – III Juli 2013, meliputi Langkat, Deli Serdang, Kota Medan, Serdang Bedagai,

sebagian Simalungun, sebagian Asahan, Tebing Tinggi, Barat Laut Rokan Hilir.

2.4. Musim Kemarau 2013

Awal Musim Kemarau 2013 pada 54 Zona Musim (ZOM) di Sumatera,

sebagian besar wilayah diprakirakan berkisar pada bulan Mei 2013. Awal Musim

Kemarau Kota Medan yaitu antara dasarian III Mei – I Juni 2013 (BMKG,2013). Menurut Frumkin et al. (2008) musim mempengaruhi berkembangnya

penyakit tropik dan meningkatkan risiko vector borne diseases, mempengaruhi

risiko foodborne, waterborne diseases dan emerging infectious diseases. Menurut

Okatini, dkk (2007) keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan

seperti: banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta

banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya kuman berkembang biak.

(22)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Penggunaan Antimikroba - Jumlah Peresepan

pada : - Golongan Antimikroba

- Musim Hujan - Bentuk Sediaan

- Musim Kemarau - Aturan Pakai

Gambar 2. Kerangka konsep

3.2. Definisi Operasional

1. Musim terdiri dari Musim Hujan dan Musim Kemarau

a. Definisi operasional : Musim hujan (Bulan penghujan) adalah

periode dimana jumlah curah hujan bulanan lebih dari 150 mm dan

musim kemarau (Bulan kering) adalah periode dimana jumlah

curah hujan bulanan kurang dari 150 mm.

b. Cara pengukuran adalah dengan data dari BMKG Kota Medan

pada tahun 2013.

c. Skala pengukuran dinyatakan dalam skala nominal.

2. Penggunaan antimikroba terdiri

a. Definisi operasional : Pemberian obat antimikroba yang tepat

sesuai dengan indikasinya.

(23)

3. Jumlah peresepan antimikroba

a. Definisi operasional : Jumlah peresepan antimikroba adalah

keseluruhan obat antimikroba pada resep yang menjadi sampel

penelitian.

b. Skala pengukuran dinyatakan dalam skala nominal.

4. Penggolongan antimikroba

a. Definisi operasional: penggolongan antimikroba adalah

pengelompokan antimikroba berdasarkan komposisinya yang

dilihat di MIMS dari nama dagang yang ada di resep.

b. Skala pengukuran dinyatakan dalam skala nominal.

5. Bentuk sediaan

a. Bentuk sediaan adalah bentuk formulasi obat hingga didapat suatu

produk yang siap untuk di minum atau dipakai supaya tercapai efek

terapi yang diinginkan ,misalnya,sirup, suspensi, kapsul, kaplet,

tablet.

b. Skala pengukuran dinyatakan dalam skala nominal.

6. Aturan pakai antimikroba

a. Aturan pakai antimikroba adalah petunjuk penggunaan obat

antimikroba yang telah teruji dan dipakai untuk terapi.

(24)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain cross

sectional untuk melihat penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim

kemarau (Sastroasmoro, 2013).

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilaksanakan selama satu bulan yakni Bulan

September 2014.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Adapun pertimbangan memilih

lokasi tersebut karena:

1. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara sehingga

distribusi apotek dan masyarakat yang menebus resep ke apotek banyak

2. Masih tingginya kejadian infeksi yang disebabkan oleh bakteri di Kota

Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target adalah seluruh resep dari dokter umum dan dokter spesialis

di apotek pada musim hujan dan musim kemarau di Kota Medan. Populasi

terjangkau penelitian ini adalah resep dari dokter umum dan dokter spesialis di

(25)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi terjangkau

yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Kriteria Inklusi : Resep pada musim hujan dan musim kemarau tahun

2013.

2. Kriteria Eksklusi : Resep antimikroba yang bersifat topikal.

Adapun jumlah sampel minimum yang diperlukan dihitung berdasarkan

rumus di bawah ini : (Sastroasmoro, 2013)

Jumlah sampel minimum =

Dimana:

Zα = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada α tertentu Zβ = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada β tertentu S = simpang baku kedua kelompok (ditetapkan dari literatur)

x1– x2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement)

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis 2 arah diperoleh nilai Zα sebesar 1,96. Nilai β

yang digunakan adalah 0,05 (besarnya kekuatan 95%) sehingga diperoleh nilai Zβ

sebesar 1,645. Penentuan s diperoleh dari pustaka sebesar 53% yaitu 0,53 dengan

p value = 0,01. Dan clinical judgement yang diinginkan sebesar 20% atau 0,2.

Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah:

n1 = n2 = 182,46

Dari hasil tersebut, besar sampel minimal yang diperlukan dibulatkan

menjadi 185 resep. Pada penelitian ini sampel yang diambil berjumlah 370 dengan

185 resep pada musim hujan yaitu Bulan Juli tahun 2013 dan 185 resep pada

(26)

Kota Medan homogen, maka pengambilan sampel di apotek manapun, dianggap

mewakili populasi.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu

data telah tersusun dalam bentuk resep yang didapat dari apotek, meliputi jumlah

resep, golongan, bentuk sediaan, aturan pakai antimikroba pada musim hujan dan

musim kemarau.

4.5. Metode Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan

saving. Setelah data dikumpulkan, dilakukan pemeriksaan ketepatan dan

kelengkapan resep. Selanjutnya, mengubah nama antimikroba menjadi data angka

atau bilangan agar lebih mudah dimasukkan ke program komputer.Kemudian

semua resep antimikroba yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa

kembali untuk melihat kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

(27)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di apotek yang berada di Kota Medan, Sumatera

Utara. Menurut Pemerintah Kota Medan (2013) berdasarkan luas geografisnya,

Kota Medan memiliki luas wilayah 265,1 km2 yang dibagi menjadi 21 kecamatan

dan pada tiap- tiap kecamatan terdapat sejumlah apotek dengan perincian sebagai

(28)
(29)

5.1.2. Jumlah Peresepan Antimikroba per Musim

Jumlah peresepan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau

disajikan dalam tabel 5.2 di bawah ini :

Tabel 5.2. Jumlah Peresepan Antimikroba pada Musim Hujan dan Musim Kemarau

Resep Musim Hujan Musim Kemarau

n % n %

Antimikroba 98 52,9 92 49,7

Bukan Antimikroba 87 47,1 93 50,3

Total 185 100 185 100

Dari tabel di atas, didapatkan jumlah peresepan antimikroba pada musim

hujan adalah 98 resep (52,9%) yang mengandung antimikroba dari total 185 resep.

Dan jumlah peresepan antimikroba pada musim kemarau adalah 92 resep (49,7%)

yang mengandung antimikroba dari total 185 resep.

5.1.3. Penggunaan Antimikroba Menurut Golongan Antimikroba per Musim

Penggunaan antimikroba pada musim hujan berdasarkan golongan

antimikroba paling banyak dari golongan obat anti tuberkulosis yaitu 23 resep

dengan persentase 23,46%. Selanjutnya disusul oleh golongan penisilin 20 resep

(20,40%), sedangkan antimikroba golongan kloramfenikol, tetrasiklin, dan

aminoglikosida tidak diresepkan.

Sedangkan penggunaan antimikroba pada musim kemarau berdasarkan

golongan antimikroba paling banyak dari golongan sefalosporin yaitu 28 resep

(30,43%). Selanjutnya disusul oleh golongan penisilin 19 resep (20,65%),

sedangkan antimikroba golongan kloramfenikol, tetrasiklin, kombinasi

antibakterial dan aminoglikosida tidak diresepkan. Untuk lebih jelasnya dapat

(30)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Golongan Antimikroba pada Musim Hujan dan Musim Kemarau

Golongan Antimikroba Musim Hujan Musim Kemarau

n % n %

Penisilin 20 20,40 19 20,65

Sefalosporin 19 19,38 28 30,43

Kloramfenikol 0 0 0 0

Makrolid 11 11,22 8 8,69

Kuinolon 8 8,16 8 8,69

Tetrasiklin 0 0 0 0

Kombinasi Antibakterial 2 2,04 0 0

Klindamisin 15 15,30 15 16,30

Aminoglikosida 0 0 0 0

Obat Anti Tuberkulosis 23 23,46 14 15,21

Total 98 100 92 100

5.1.4. Penggunaan Antimikroba Menurut Bentuk Sediaan Antimikroba per Musim

Penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau

berdasarkan bentuk sediaan antimikroba pada penelitian ini didapatkan hasil

bahwa semua peresepan antimikroba bentuk sediaannya per-oral (100%). Tidak

didapatkan bentuk sediaan injeksi maupun tetes mata. Selanjutnya, distribusi

penggunaan antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau berdasarkan

(31)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Bentuk Sediaan Antimikroba Per-oral pada Musim Hujan dan Musim Kemarau

Bentuk Sediaan Antimikroba Musim Hujan Musim Kemarau

n % n %

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada musim hujan sebanyak 43

resep antimikroba dalam bentuk tablet (43,87%). Kapsul sebanyak 33 resep

(33,67%), sirup sebanyak 15 resep (15,30%). Sisanya berbentuk drop dan

pulveres masing- masing 5 resep (5,10%) dan 2 resep (2,04%).

Dan pada musim kemarau terdapat 38 resep antimikroba dalam bentuk

kapsul (41,30%). Tablet sebanyak 29 resep (31,52%), sirup sebanyak 19 resep

(20,65%). Sisanya berbentuk drop dan kaplet masing- masing 4 resep (4,35%)

dan 2 resep (2,17%).

5.1.5. Penggunaan Antimikroba Menurut Aturan Pakai Antimikroba per Musim

Penggunaan antimikroba pada musim hujan berdasarkan aturan pakai

antimikroba menunjukkan bahwa dari 23 resep yang mengandung Obat Anti

Tuberkulosis, semua resep (100%) penulisan aturan pakainya benar, dari 20 resep

yang mengandung Amoksisilin, terdapat 16 resep (80%) yang penulisan aturan

pakainya benar, sedangkan 2 resep yang mengandung Ko-trimoksazol, semuanya

(100%) penulisan aturan pakainya tidak benar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

(32)

Tabel 5.5. Penggunaan Aturan Pakai Antimikroba Menurut Kandungan

Jumlah Sesuai Tidak Sesuai

Per hari Resep n % n %

Sedangkan penggunaan antimikroba pada musim kemarau berdasarkan

aturan pakai antimikroba menunjukkan bahwa dari 19 resep yang mengandung

Amoksisilin, semua resep (100%) penulisan aturan pakainya benar, dari 16 resep

yang mengandung Sefadroksil, terdapat 11 resep (68,75%) yang penulisan aturan

pakainya benar, dari 15 resep yang mengandung Klindamisin, terdapat 11 resep

(73,33%) yang penulisan aturan pakainya benar. Untuk lebih jelasnya dapat

(33)

Tabel 5.6. Penggunaan Aturan Pakai Antimikroba Menurut Kandungan

Jumlah Sesuai Tidak Sesuai

Per hari Resep n % n %

yang mengkontaminasi ke dalam persediaan air. Pada saat kondisi kemarau dapat

mempengaruhi ketersediaan air bersih sehingga meningkatkan risiko penyakit

yang berhubungan dengan kebersihan.

Hal ini juga bisa dikarenakan pengetahuan masyarakat yang masih kurang

tentang menjaga kebersihan, juga perilaku masyarakat yang suka jajan

sembarangan serta jarang mencuci tangan sebelum makan. Pada musim hujan

(curah hujan >150mm), seringkali terjadi banjir di beberapa wilayah, banjir bisa

menyebabkan air dan lingkungan menjadi kotor sehingga bakteri lebih mudah

untuk berkembang biak dan menyebabkan sakit. Sedangkan pada musim kemarau

(curah hujan <150mm) karena jarang terjadi hujan, lingkungan yang kering

(34)

langsung yang kemungkinan bisa menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Dan

bisa pula hal tersebut mencemari makanan yang ada di pinggir jalan yang

selanjutnya apabila di konsumsi pada orang yang daya tahan tubuhnya kurang

baik, menyebabkan terkena infeksi. Pada musim hujan, suhu yang rendah dapat

menyebabkan kuman diare berkembang dengan cepat dan begitu pula dengan

perkembangan serangga vektor seperti tikus, kecoa, lalat (WHO,2003).

Dari hasil statistik, didapatkan penggunaan antimikroba golongan obat anti

tuberkulosis (OAT) pada musim hujan 23 resep dibandingkan pada musim

kemarau 14 resep. Perbedaan ini menyatakan bahwa antimikroba golongan OAT

lebih banyak diresepkan pada musim hujan dibanding musim kemarau.

Pada penelitian ini, semua bentuk sediaan antimikroba pada musim hujan

dengan musim kemarau yang diperoleh dari sampel resep berupa per-oral. Karena

biasanya resep yang masuk ke apotek ditebus oleh pasien yang berobat jalan

sehingga lebih mudah pamakaiannya jika diberikan secara oral.

Selain itu, dinilai dari bentuk sediaannya, pada musim hujan sebanyak 76

resep dalam bentuk kapsul dan tablet dibanding 22 resep yang berbentuk drop,

pulveres dan sirup. Oleh sebab itu, diduga infeksi yang terjadi lebih banyak

mengenai orang dewasa. Pada musim kemarau diperoleh hasil yang hampir sama,

yaitu sebanyak 69 resep diindikasikan untuk orang dewasa dan 23 resep untuk

anak- anak.

Pada peresepan antimikroba golongan makrolid (eritromisin, spiramisin

dan klaritromisin), levofloksasin, dan obat anti tuberkulosis di musim hujan,

penulisan aturan pakainya sudah sesuai (100%). Dan pada musim kemarau,

kesesuaian penulisan aturan pakai antimikroba di dapati pada amoksisilin,

azitromisin, golongan kuinolon (siprofloksasin dan levofloksasin) dan obat anti

tuberkulosis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ternyata masih ada beberapa

penulisan resep yang tidak sesuai dengan aturan pemakaian antimikroba yang

tertulis dalam buku referensi. Ini bisa dilihat pada peresepan abat ko-trimoksazol

(35)

pula ketidaksesuaian pada beberapa antibiotik lainnya baik pada musim hujan

(36)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan mengenai gambaran penggunaan antimikroba pada musim

hujan dan musim kemarau di Kota Medan tahun 2013 adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan antimikroba berdasarkan jumlah peresepan antimikroba pada

musim hujan adalah 52,9% dan musim kemarau sebanyak 49,7%.

2. Penggunaan antimikroba berdasarkan golongan antimikroba pada musim

hujan paling banyak dari golongan obat anti tuberkulosis yaitu 23,46% dan

musim kemarau paling banyak dari golongan sefalosporin yaitu 30,43%.

3. Penggunaan antimikroba berdasarkan bentuk sediaan antimikroba pada

musim hujan adalah sediaan per-oral 100% dan musim kemarau adalah

per-oral 100%.

4. Penggunaan antimikroba berdasarkan aturan pakai antimikroba

menunjukkan bahwa masih terdapat kesalahan penulisan aturan pakai

antimikroba pada musim hujan sebanyak 14% dan pada musim kemarau

sebanyak 13%.

6.2. Saran

Untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti gambaran penggunaan

antimikroba pada musim hujan dan musim kemarau menggunakan desain cohort

study dan jumlah sampel secara keseluruhan. Disarankan juga untuk dokter-

dokter agar meminimalkan kesalahan penulisan resep antimikroba sehingga sesuai

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2013. Prakiraan Musim

Kemarau. BMKG.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, 2013. Prakiraan Musim Hujan.

BMKG.

Brashers, Valentina, L., 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Brooks, Geo, F., Butel, Janet, S., Morse, Stephen, A., 2007. Mikrobiologi

Kedokteran Jawetz, Melnick,& Adelberg. Jakarta : EGC.

Budiarto, Eko, Anggraeni, Dewi, 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC.

Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta

: Salemba Medika.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2012. Dinas Kesehatan, RSUD Kabupaten/ Kota.

Dorland, W.A., 2012. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta : EGC.

Frumkin, H., Hess, J., Luber, G., Malilay, J. and McGeehin, M., 2008. Climate

Change: The Public Health Response. American Journal of Public Health, 98:

227-36.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Umum Penggunaan

Antibiotik. Peraturan Menteri Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Penyakit Musim Hujan yang

Harus Diwaspadai dan Langkah Antisipasinya. Direktur Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

MIMS, 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta : Bhuana Ilmu

Populer.

Okatini, M., Purwana, R., Djaja, I.M., 2007. Hubungan Faktor Lingkungan dan

Karakteristik Individu terhadap Kejadian Penyakit Leptospirosis di Jakarta,

2003- 2005. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta:

11.

Pierce, A.G., Borley, N.R., 2007. Surgery at A Glance. Jakarta: Erlangga.

Sastroasmoro, Sudigdo, 2013. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta

(38)

Setiabudy, R., Gan, Vincent, H.S., 2007. Antimikroba. Dalam : Staf Pengajar FK

UI, ed. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru, 571.

World Health Organization (WHO), (2003). Climate Change and Human Health,

(39)

Nama : Yessie Elenda Siregar

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 5 Juli 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Komp. Suka Maju Indah Blok F No.7 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Al-Asyiyah Medan Krio ( 1997 – 1998 )

2. SD Al-Washliyah Medan Krio ( 1998 – 2004 )

3. MTs Negeri 3 Medan ( 2004 – 2007 )

4. SMA Negeri 4 Medan ( 2007 – 2010 )

5. Fakultas Kedokteran USU ( 2011 – sekarang )

Riwayat Pelatihan : Seminar “Scripta Research Festival” 2012

Riwayat Organisasi : Anggota Divisi Hubungan Masyarakat TBM FK USU

(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

Gambar

Gambar  1. Trias Penyebab Penyakit
Gambar 2. Kerangka konsep
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Mengapa BPK tidak masuk pada klasifikasi lembaga Negara utama, sementara memiliki peranan yang sangat penting dalam

RADARSAT-2 quad-polarization image and HJ-1 CCD image have been used to estimate TIN of sea surface. Based on the situ measured data, four parameters were

Secara keseluruhan penyebab lain dari ketertinggalan Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut : (a) Terbatasnya jumlah orang

As the backscattered reflectance spectra are combined with the corresponding time-of-flight and concurrent scanner orientation, a hyperspectral point cloud (x, y,

Gerakan 1928 menghasilkan rumusan identitas kebangsaan yang diwujudkan dengan pembentukan wadah bangsa melalui proklamasi oleg gerakan 1945.. Gerakan 1966 menegaskan bentuk

Hasil lain yang diperoleh yaitu penggunaan mulsa alang-alang juga dapat mengurangi dosis FMA yang diberikan, terbukti pada perlakuan mulsa alang-alang dan 5 g FMA/polibag

Indikator pengaruh yaitu konsumsi normatif, persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, persentase penduduk yang dapat mengakses air bersih, dan persentase padi

Bapak/ibu merespon/menanggapi dengan baik jika saya menceritakan masalah yang saya alami.. Bapak/ibu menegur jika saya kurang sopan berkomunikasi dengan