PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANAK
KORBAN PERANG DI SURIAH MENURUT KONVENSI JENEWA 1949
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan oleh :
Nama : LALU ALVIAN DWI NUGRAHA S. NIM : 20120610136
FAKULTAS HUKUM
Abstrak
Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal, Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima decade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah pun tak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk membungkam gerakan protes tersebut, Aksi represif ini dahulu merupakan cara yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain tentara-tentara Assad. Pasukan pemerintah Suriah melakukan penyiksaan di antaranya anak-anak korban konflik bersenjata di Suriah dipukul dengan kabel besi, pecut dan pentungan dari kayu atau logam, disetrum, dan adanya kekeransan seksual. Dimana yang seharusnya pemerintah Suriah harus yang lebih dahsyat, Kebrutalan rezim Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini menjadi target kejahatan memberikan perlindungan terhadap anak-anak bahkan penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik peperangan tersebut, tetapi justru malah pemerintah Suriah menjadikan anak sebagai target sasaran tentara tentara Assad. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian hukum pendekatan doktrinal yang bersifat normatif, adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian dengan pendekatan doktrinal yang bersifat normatif ini adalah data-data yang berupa bahan primer dan bahan sekunder. Dan dimana Pemerintah Suriah tidak memberikan perlindungan kepada anak-anak korban perang. Perbuatan yang telah di lakukan oleh pasukan Pemerintah Suriah bahkan melanggar ketentuan yang ada. Dan bahkan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan pelanggaran berat seperti kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa tahun 1949.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Anak-anak Korban Perang di Suriah Menurut Konvensi
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
qqqqqqqSuriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang
dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami
konflik bersenjata internal. Pada tanggal 26 Januari 2011 terjadi demonstrasi
publik Suriah, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk
rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan
pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima decade pemerintahan Partai Ba'ath.
Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara Nasional Suriah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut,Pada awal tahun 2011 aksi-aksi demo mulai bermunculan
secara terus menerus di Suriah, rakyat Suriah mulai menyuarakan tuntutannya
untuk menghentikan rezim Bashar Al-Assad. Aksi demo ini dibubarkan oleh
tentara Suriah dan mengakibatkan ditahannya beberapa demonstran. Bentrokan
antara demonstran dan tentara Suriah pun semakin sering terjadi. Pemerintah
Suriah pun tak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk
membungkam gerakan protes tersebut. Aksi represif ini dahulu merupakan cara
yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya
memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih dahsyat. Aksi protes
ini menuntut penghentian Rezim Bashar Al-Assad yang dianggap sebagai
2
2
rakyat, serta pemberhentian undang-undang darurat yang telah diterapkan sejak
1963.1
qqqqqqqMeski telah dilakukan upaya-upaya reformasi oleh Presiden Bashar
Al-Assad, namun hal itu dianggap tidak cukup dan terlambat. Kini rakyat Suriah
hanya menginginkan penggulingan rezim Bashar Al-Assad dan pengangkatan
pemerintah yang sama sekali baru berdasarkan pemilu yang demokratis.
Kebrutalan rezim Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini
menjadi target kejahatan tentara-tentara Assad. Sejak bulan Januari 2011 lalu
rezim Assad telah melancarkan operasi biadab dan serangan dahsyatnya terhadap
rakyat Suriah. ”Masyarakat digempur dengan tank-tank, bom, mortir dan
tembakan dari pesawat terbang, ribuan penduduk yang tidak berdosa, tanpa
senjata, dibunuhi di rumah-rumah mereka. Organisasi-organisasi kemanusiaan
mengatakan, sekarang jumlah korban yang dibunuh lebih dari 70.000 orang.
Namun, diperkirakan jumlahnya lebih besar dari itu.”2
qqqqqqqqqqqqqMenurut pemerintah Suriah bahwa aksi demonstrasi yang terjadi di Suriah
merupakan suatu aksi-aksi pengacau keamanan di Suriah yang didalangi oleh
motif tertentu, namun hal tersebut tidak terbukti kebenarannya sampai sekarang
ini karena hal tersebut merupakan suatu opini publik yang dibuat oleh pemerintah
Suriah untuk mengalihkan isu yang sebenarnya dari konflik yang terjadi di Suriah.
Dengan berjalannya waktu, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Suriah
1
Http://en.wikipedia.org/wiki/konfliksuriah, Internasional conflict, International Committee of The Red Cross,Diakses pada 15 Oktober 2015 Pukul 17.00.
2
3
3
yang akhirnya berkembang menjadi suatu pemberontakan nasional. Aksi
pemberontakan nasional tersebut terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan dengan
sistem pemerintahan Presiden Bashar al-Assad selama ini dan juga keinginan dari
rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di Suriah. Aksi pemberontakan nasional
tersebut akhirnya berujung pada terjadinya konflik bersenjata internal di Suriah.
Dengan adanya bentrokan yang terjadi terus menerus antara para demonstran
dengan pemerintah Suriah tersebut membuat rakyat Suriah semakin memberontak
dan melawan pemerintah Suriah. Hal ini menyebabkan rakyat Suriah mulai
mengangkat senjata dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Suriah. Aksi
perlawanan dari Rakyat Suriah pun sangat beragam, mulai dari secara individu
maupun kelompok. Namun sering kali pertempuran dimenangkan oleh pasukan
pemerintah Suriah. Hal ini disebabkan karena perlawanan rakyat Suriah
cenderung masih bersifat individual dan tidak terorganisir dengan baik secara
strategi dan operasi militernya.
Berdasarkan hal tersebut membuat rakyat Suriah akhirnya merasa perlu
untuk membentuk suatu kekuatan oposisi yang mampu menandingi kekuatan
pasukan tentara Suriah. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Juli 2011 dalam sebuah
video yang dirilis di internet oleh sekelompok desertir berseragam dari militer
Suriah yang membelot dan para kelompok-kelompok pemberontak kecil serta
4
4
yang dibentuk bersama oleh mereka dengan nama Tentara Pembebasan Suriah
atau Free Syrian Army (FSA).3
FreeSyrian Army (FSA) adalah struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang telah aktif selama perang saudara di Suriah yang terdiri dari para personel angkatan bersenjata Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) tidak memiliki tujuan politik kecuali untuk melengserkan Bashar al-Assad sebagai Presiden Suriah. Konflik bersenjata yang terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata internal. Dalam Hukum Humaniter Internasional, suatu konflik bersenjata digolongkan menjadi dua macam yaitu konflik bersenjata internasional (International Armed Conflict) dan konflik bersenjata non internasional (Non International Armed Conflict). Konflik bersenjata internasional adalah konflik bersenjata yang terjadi antar negara dan CAR Conflict (Colonial Domination, Alien Occupation, dan Racist Regimes).4
Konflik bersenjata non-internasional adalah konflik bersenjata yang terjadi
dalam wilayah suatu negara antara kelompok bersenjata yang bukan merupakan
bagian dari angkatan bersenjata negara tersebut bertikai dengan pemerintah pusat
negara itu. Selain itu juga Konflik bersenjata non internasional dapat terjadi
karena adanya pertikaian antara faksi-faksi di suatu Negara. Dengan adanya
penggolongan macam-macam konflik tersebut maka konflik bersenjata yang
terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata non internasional karena konflik
bersenjata internal di Suriah tersebut melibatkan antara pemerintah Suriah dengan
para pemberontak yang menamakan kelompok organisasinya dengan nama
Tentara Pembebasan Suriah atau FreeSyrian Army (FSA).
qqqqqqq Kata juru bicara ICRC Hicham Hassan, International Committee of the
Red Cross (ICRC), “secara resmi menyatakan bahwa konflik berdarah yang
3
Http://en.wikipedia.org/wiki/konfliksuriah, Landis, Joshua (29 juli 2011), Free Syrian Army Founded by Seven Officers to Fight the Syrian Army,Diakses pada 16 Oktober 2015 Pukul 09.00.
4
5
5
terjadi di Suriah merupakan perang saudara. Kita sekarang membicarakan konflik
bersenjata non-internasional di negara ini (Suriah)”.5
qqqqqqqStatus yang diumumkan Palang Merah Internasional pada hari Minggu
tanggal 15 juli 2012 tersebut, memberi implikasi akan adanya tuntutan kejahatan
perang pada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pernyataan ICRC muncul
ketika tim pemantau PBB mengumpulkan detail baru tentang apa yang terjadi di
Desa Treimseh yang disebut kelompok oposisi sebagai pembantaian oleh tentara
rezim Presiden Bashar al-Assad. Berdasarkan uraian di atas yang mengatakan
bahwa konflik di Suriah merupakan konflik bersenjata internal maka
konsekuensinya adalah Hukum Humaniter Internasional menjadi berlaku dalam
konflik bersenjata internal di Suriah. Hukum Humaniter Internasional menurut
ICRC yaitu “International Humanitarian Law is aset of rules which seek,for humanitarian reasons, to limit the effects of armed conflict. It protects persons
who are not or are no longer participating in the hostilities and restricts the
means and methods of warfare. International Humanitarian Law is also known as
the law of war or the law of armed conflict”.6
qqqqqqqHukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja
adalah “sebagian dari hukum perang yang mengatur ketentuan-ketentuan
perlindungan korban perang berlainan dengan bagian hukum perang yang
mengatur cara dan saran perang”.7
5
Http://www.politikindonesia.com-politik>ICRC, Nyatakan Konflik Suriah adalah Perang Saudara, Suriah bergejolak lagi,Diakses 19 Oktober 2015 Pukul 12.00
6
Http://www.icrc.org/Web/eng/siteeng0.nsf/htmlall/humanitarian-lawfactsheet/$
File/What_is_IHL.pdf, ICRC, Humanitarian of law,Diakses 18 Oktober 2015 Pukul 11.00
7
6
6
Ketentuan Hukum Humaniter Internasional yang diatur dalam pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dan Protocol additional to the Geneva Convention of 12 August 1949 and relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict atau yang selanjutnya disebut dengan nama Protokol Tambahan II tahun 1977 memberikan definisi yang jelas tentang konflik bersenjata internal. Menurut pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, konflik bersenjata internal atau konflik bersenjata non-internasional (pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional) adalah konflik antara pasukan Pemerintah dan pasukan pemberontak atau antara dua pasukan pemberontak atau pada konflik lain yang mempunyai seluruh karakteristik perang tetapi berlangsung di dalam batas-batas wilayah sebuah negara. Sedangkan menurut Protokol Tambahan II tahun 1977, konflik bersenjata internal atau konflik bersenjata non-internasional adalah sengketa bersenjata yang terjadi dalam wilayah suatu negara antara pasukan bersenjata negara tersebut dengan pasukan bersenjata pemberontak atau dengan kelompok bersenjata terorganisir lainnya yang terorganisasi dibawah komando yang bertanggung jawab, melaksanakan kendali sedemikian rupa atas sebagian dari wilayahnya sehingga memungkinkan kelompok tersebut melakukan operasi militer yang berkelanjutan dan berkesatuan serta mampu menerapkan aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional yang termuat dalam Protokol Tambahan II tahun 1977.8
qqqqqqqSalah satu prinsip yang terdapat dalam Hukum Humaniter Internasional
dikenal dengan nama prinsip pembedaan yaitu suatu prinsip yang membedakan
atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang, atau sedang
terlibat dalam konflik bersenjata, ke dalam dua golongan yaitu penduduk sipil dan
peserta tempur atau kombatan. Pengertian penduduk sipil secara negative adalah
orang-orang yang tidak ikut dalam pertikaian dan mereka yang tidak mengangkat
senjata, sedangkan kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif ikut
terlibat dalam pertempuran dan permusuhan. Sedangkan menurut pendapat para
ahli, “kombatan adalah penduduk dari negara yang berperang yang turut serta
aktif dalam pertempuran yang berhak melakukan perbuatan perang dan dapat
8
7
7
dijadikan perbuatan sasaran perang serta bila jatuh ketangan musuh harus
dilindungi sebagai tawanan perang. Berdasarkan prinsip pembedaan maka Free
Syrian Army (FSA) dapat digolongkan sebagai kombatan dalam konflik bersenjata
di Suriah”.9
Pada Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis
dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan Hak Anak, hak anak berarti Hak Asasi Manusia untuk Anak. Menurut
Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan Anak secara umum sebagai manusia
yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan
terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam
perundangan nasional.10 Menurut konvensi hak anak Aturan mengenai perekrutan
tentara anak juga terdapat dalam International Convention on the Right of the
Child (Konvensi Hak Anak) yang ditandangani pada 20 Nopember 1989, dan
mulai berlaku sejak 2 September 1990. Ketentuan hukum yang mengatur
mengenai keterlibatan anak dalam konflik bersenjata hanya terdapat dalam satu
pasal saja, yaitu pasal 38 yang memuat berbagai kewajiban negara untuk tidak
merekrut anak di bawah usia 15 tahun dan memberikan perlindungan bagi anak
yang terkena dampak konflik bersenjata. Pasal ini tidak memberikan pengaturan
yang baru dalam hal pelibatan anak dalam konflik bersenjata, tetapi hanya
merupakan pengulangan dari pasal 77 ayat (2) Protokol Tambahan I tahun 1977.
Konvensi ini hanya melarang partisipasi langsung anak di bawah 15 tahun dalam
suatu permusuhan. Pengaturan ini lebih longgar jika dibandingkan dengan hukum
9
Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, Op.Cit.,hlm.135.
10
8
8
humaniter yang mengatur tentang konflik bersenjata non-internasional, yang
dengan tegas melarang partisipasi anak baik langsung maupun tidak langsung
dalam permusuhan.
Anak yang merupakan penerus atau generasi masa depan dari suatu
bangsa. Kualitas anak bukan ditentukan pada saat mereka dilahirkan, melainkan
pada saat anak tersebut menjalani masa-masa pertumbuhannya hingga ia menjadi
seorang yang dewasa. Namun, masa kanak-kanak juga merupakan masa yang
paling rentan dimana kondisi fisik dan psikologis seseorang dapat dengan mudah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari keluarga, lingkungan, kebutuhan
fisik, dan kebutuhan akan pendidikan. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi
perhatian seluruh masyarakat dunia dan dianggap perlu adanya suatu peraturan
intenasional yang bertujuan untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak
anak. Pandangan ini dipengaruhi oleh anak-anak, seperti : tingginya kematian
anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang
mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja
seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai
anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain serta mengenai anak-anak-anak-anak
sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata. Tak dapat diragukan keadaan
konflik bersenjata akan memiliki akibat yang merusak khusunya terhadap anak.
Terpisahnya keluarga, yatim piatunya seorang anak, perekrutan tentara anak, dan
kematian atau lukanya anak hanya sebagian kecil contoh kemungkinan akibat
9
9
psikologis dan fisik anak dimasa yang akan datang karena konflik bersenjata.
Anak senantiasa akan memerlukan perlindungan dan perlakuan khusus dalam
keadaan konflik bersenjata.11 Kondisi atau situasi buruk yang akan dialami
anak-anak diatas tentu akan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak baik
dari segi fisik maupun mentalnya. “Anak dapat mengalami penderitaan berupa
trauma atau bahkan cacat mental yang permanen. Maka, anak dibawah 18 tahun
tidak dizinkan untuk turut serta dalam peperangan atau tidak boleh direkrut
kedalam angkatan bersenjata”.12
Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai
belahan dunia ternyata telah memanfaatkan dan memberikan dampak yang buruk
terhadap anak-anak. “Sejak Perang Dunia II anak-anak telah dilibatkan dalam
partisipasi aktif dengan memasukkan mereka kedalam angkatan bersenjata
reguler. Partisipasi aktif anak-anak dalam permusuhan telah menarik perhatian
masyarakat internasional”.13
Hak anak-anak membutuhkan perlindungan khusus,
dan himbauan untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap situasi anak-anak
tanpa pandang bulu, juga terhadap perkembangan dan pendidikan mereka dalam
kondisi yang aman dan damai. Tergugah oleh dampak yang merusak dan luas dari
konflik bersenjata terhadap anak-anak dan konsekuensinya dalam jangka panjang
terhadap keamanan, perdamaian dan perkembangan. Mengutuk praktek yang
menjadikan anak-anak sebagai sasaran dalam situasi-situasi konflik bersenjata dan
serangan langsung pada benda-benda yang dilindungi oleh hukum internasional,
11
C. De Rover, 2000, To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm.386
12
Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Pasal 38
13
10
10
temasuk tempat-tempat yang umumnya memiliki kehadiran anak-anak secara
signifikan, seperti sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit.14
Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat
sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak. Sebagai
bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu
permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang merugikan
apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau pendapat
politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang disebabkan oleh
perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus mendapatkan
perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu mendapatkan
perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di wilayah penduduk.
Selain orang asing maka kategori penduduk sipil yang lain adalah mereka yang
tinggal di wilayah penduduk. Dalam situasi konflik bersenjata, masyarakat sipil
terutama anak-anak dan perempuan, merupakan kelompok yang paling rentan
menjadi korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri dari serangan
lawan. Akibatnya, mereka cenderung berada dalam situasi ketakutan,
kebingungan dan ketidak menentuan untuk mengakses informasi keamanan.
Anak-anak dan perempuan juga sering mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan
kekerasan, baik fisik, mental maupun seksual. Pada beberapa kasus, anak-anak
dilibatkan sebagai utusan, juru masak, pengangkut barang, mata-mata, atau
bahkan dilibatkan sebagai tentara anak. Hal ini tentu sangat membahayakan
keselamatan mereka. Padahal anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari
14
11
11
permusuhan dan bukan ‘peserta’ perang dari pihak yang bertikai. Idealnya,
keamanan dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama bagi
anak-anak. Dari beberapa laporan, konflik bersenjata berdampak buruk dan
permanen terhadap anak-anak di seluruh dunia.
Badan PBB untuk anak-anak UNICEF dalam State of the World’s
Children 1996 melaporkan, dalam periode 1985-1995 konflik bersenjata telah mengakibatkan dampak buruk dan permanen pada anak-anak, 12 juta kehilangan rumah. Selain itu 1 juta anak menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang tuanya,10 juta menderita trauma psikologis yang serius sebagai dampak perang, 300 ribu anak menjadi serdadu. Sekitar 90 persen korban perang adalah masyarakat sipil, utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta pengungsi di seluruh dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga 10.000 anak menjadi korban ranjau darat. Apalagi, dewasa ini perang menggunakan teknologi modern, sehingga risiko yang membayangi anak-anaksemakin kuat.15
Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier 2001, lebih dari
300.000 anak dibawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan direkrut
oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun konflik bersenjata bukan
negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara, mata-mata atau pekerjaan lain yang
terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata. Anak-anak yang seharusnya
memperoleh kebudayaan akan perdamaian, telah dididik oleh pelatihan militer
dan indoktrinasi dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.
Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan,
Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Myanmar,
Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan
Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak sebagai tentara baik
laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada
15
www.hizbut-tahrir.or.id/2008/07/27/nasib-anak-anak-dalam-konflik-bersenjata diakses pada 8
12
12
beberapa anak-anak berumur 7 tahun di rekrut sebagai tentara anak-anak. Konflik
bersenjata tersebut telah mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh
dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak
yang terluka, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu
akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di bawah usia 18
dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh kelompok
bersenjata untuk berpartisipasi. Berbagai pelanggaran hukum terhadap anak
sebagai korban konflik bersenjata seharusnya mendapatkan perlindungan hukum
daripada konvensi hak anak. Persoalan-persoalan tentang anak sebagai korban
konflik bersenjata dapat diminimalisir bahkan dihentikan dan pihak-pihak yang
terlibat mendapatkan perlakuan hukum yang sepantasnya.
Anak adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang
akan datang berada di tangan anak sekarang. Bagus kepribadian anak sekarang,
maka baguslah masa depan bangsa. Bobrok kepribadian anak sekarang,
bagaimana masa depannya? Anak-anak adalah anak-anak. Anak bukanlah
manusia dewasa dalam bentuk mini. Anak mempunyai alam fikiran, perasaan,
kemauan dan angan-angan, cara hidup yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia
anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Dengan demikian sikap dan perlakuan
serta harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada anak harus
berbeda dengan sikap, perlakuan, harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada
13
13
qqqqqqqBerdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi
dengan judul “Perlindungan hukum terhadap anak anak korban perang di Suriah menurut Konvensi Jenewa 1949”
B. Rumusan Masalah
qqqqqqqBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apakah Pemerintah Suriah telah memberikan perlindungan terhadap
anak-anak korban perang?
2. Apakah perlindungan hukum yang diberikan pemerintah Suriah terhadap
anak-anak korban perang di Suriah sudah sesuai dengan Konvensi Jenewa
1949 ?
C. Tujuan Penelitian
qqqqqqqBerdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ditetapkan
di atas, maka tujuan penelitian menurut penulis adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum terhadap anak- anak korban
perang di Suriah sebagaimana diatur Konvensi Jenewa 1949.
D. Manfaat Penelitian
qqqqqqqAdapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah
14
14 A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan
ilmu hukum pada umumnya dan hukum humaniter internasional pada
khususnya, terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap
anak-anak korban perang dalam suatu konflik bersenjata internal.
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan pembaca dapat memahami inti persoalan dari
konflik bersenjata internal di Suriah agar dapat menjadi tambahan
pengetahuan tentang perlindungan yang diberikan pemerintah Suriah
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Orang-orang Yang Harus Dilindungi dari Kejahatan Perang 1. Anak-anak Korban Perang
Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan
pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia,
menurut Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Protokol Opsional Konvensi hak anak
tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata yang telah di atur dalam Pasal
38 Konvensi Hak Anak tahun 1989, Menurut KHA definisi anak secara umum
adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam implementasi
keputusan KHA tersebut, setiap negara diberikan peluang untuk menentukan
berapa usia manusia yang dikategorikan sebagai anak. Menurut KHA yang
diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras,
jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak
yang mencakup empat bidang :
1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang
layak dan pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan,
17
3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan utnuk menyatakan pendapat,
berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut dirinya1
qqqqqqqKesejahteraan anak adalah suatu kehidupan dan penghidupan anak yang
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara
rohaniah, jasmani maupun sosialnya. Hak-hak anak berbagai kebutuhan dasar
yang seharusnya diperoleh anak untuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh
kembang dan perlindungan dari segala bentuk perlakuan salah, eksploitasi dan
pelantaran terhadap anak baik yang mencakup hak sipil, ekonomi, sosial, dan
budaya anak. Perlindungan anak adalah segala suatu upaya yang ditujukan untuk
mencegah, merehabilitas dan memperdaya anak yang mengalami tindak perlakuan
salah, eksploitasi dan pelentaraan agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya.
Perlindungan atas hak-hak anak sekarang ini masih memperhatikan, hak hak yang
seharusnya di miliki oleh anak belum sepenuhnya bisa dipenuhi dan ditegakkan
khususnya oleh negara. Hal ini terjadi karena perlindungan yang ada dalam
dokumen hukum yang ada masih sebatas cita-cita saja karena belom bisa
mengatasi keadaan buruk yang terjadi pada anak dan keadaan ini terjadi hampir di
seluruh dunia. Masalah yang ada sebenernya tidak luput dari perhatian masyarakat
1
Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang Kesejahteraan Anak
18
internasional. Dokumen-dokumen internasional baik yang berbentuk deklarasi,
perjanjian, konvensi maupun resolusi telah diterbitkan sebagai respon dari
keprihatinan masyarakat internasional. Tujuan dari semua dokumen dokumen
internasional tersebut yaitu untuk memperbaiki dan melindungi hak-hak anak
yang sekarang ini banyak dilanggar.2
qqqqqqqSejarah muncul perlindungan anak dalam hukum internasional dimulai
semenjak tahun 1924, ketika deklarasi tentang anak hak-hak anak internasional
yang pertama diadopsi oleh liga bangsa bangsa. Instrumen-instrumen hak-hak
azasi manusia berikutnya muncul dari perserikatan bangsa-bangsa, seperti
deklarasi universal hak hak azasi manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional
seperti deklarasi Amerika tentang hak-hak dan kewajiban manusia yang dibuat
pada tahun yang sama mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari
kekerasan, penganiayaan, dan eksploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang
termasuk anak anak. Dalam konflik bersenjata internasional sekalipun, anak-anak
yang bukan bagian dari permusuhan dilindungi oleh hukum humaniter
internasional Konvensi Jenewa 1949 maupun Protokol Tambahan 1977
memberikan perlindungan khusus pada anak-anak, perlindungan khusus ini
diperlukan oleh anak-anak karena meraka sangat rentan menjadi korban dan
mereka sulit untuk mendapatkan perlindungan terutama dalam konflik bersenjata,
hal ini dapat di lihat dari tingginya jumlah anak anak yang terpisah dari orang
tuanya, terluka dalam perang bahkan sebagian besar dari korban bersenjata yang
terbunuh merupakan anak anak.
2
19
qqqqqqqAnak anak yang tumbuh di tengah-tengah situasi konflik bersenjata dapat
menyebabkan anak-anak mengalami trauma yang sangat dalam anatara lain teror
akan pemboman dan penembakan secara brutal yang dilakukan oleh tentara
tentara, kehilangan orang tua atau keluarga, bahkan melihat anggota keluarga
meraka meninggal akibat situasi konflik yang terjadi. Pengalaman tersebut
membuat anak-anak belajar mengenai kekerasan di lingkungan dan mudah
terjebak dalam perekrutan tentara cilik, dan dalam konflik yang terjadi, penduduk
sipil seringkali harus mengungsi dari negara mereka sendiri, bahkan mereka
sering kali menjadi sasaran atau obyek dari para pihak sehingga mereka
mengalami pembunuhan secara masal, penyanderaan, kekerasan seksual,
pelecehan seksual, pengusiran, pemindahan secara paksa, penjarahan, dan
penutupan akses ke air, makan serta perawatan kesehatan.
qqqqqqqKonvensi Jenewa IV tahun 1949 dan protokol tambahan 1977,
perlindungan terhadap anak anak dapat dikategorikan ke dalam perlindungan
umum sebagai orang-orang sipil yang tidak ikut mengambil bagian dalam
permusuhan. Meskipun anak-anak masuk dalam perlindungan umum, tetapi
seharusnya anak-anak mendapatkan perlakuan yang diutamakan karena anak anak
adalah pihak yang paling rentan terhadap serangan psikis maupun fisik
dibandingkan dengan pihak lain yang berada dalam perlindungan umum dan
anak-anak masih membutuhkan orang lain. Konflik suriah yang terjadi sejak awal
tahun 2011 telah menimbulkan banyak korban, korban dari konflik tersebut
hingga februari 2014 telah mencapai 140.000 korban jiwa yang meliputi warga
20
Menurut data yang diterima oleh PBB 11.420 anak-anak suriah ikut terbunuh
dalam konflik tersebut. Sebuah laporan yang dirilis oleh PBB mengungkapkan
bahwa konflik telah berdampak besar bagi anak-anak, meraka telah mengalami
penderitaan yang sangat berat, termasuk penyiksaan dan pelecehan seksual. Hal
ini dilakukan olah pasukan pemerintah., meraka menyiksa anak-anak dengan
kabel logam, cambuk, tongkat kayu, dan logam selain itu anak-anak suriah yang
ada dalam penampungan juga disiksa dengan disudut rokok, dibiarkan kurang
tidur, dimasukkan ke dalam sel isolasi, dan semua ini mereka lakukan di dalam
camp pengungsiaan.3 Hal ini menjadi sebuah pelanggaran atas hak-hak anak,
dimana seharusnya meraka bisa belajar dan bermain seperti anak-anak pada
umumnya namun meraka justru harus ikut menjadi korban yang terlibat dengan
konflik bersenjata. Perlindungan terhadap anak-anak pada saat konflik bersenjata
sebenarnya sudah diatur dalam konvensi jenewa IV tahun 1949. protokol
tambahan tahun 1977 dan konvensi hak-hak anak tahun 1989 serta pada protokol
perlindungan anak pada konflik bersenjata tahun 2000. Namun para pihak yang
bersengketa seringkali tidak memperhatikan dan mematuhi aturan dalam konvensi
tersebut, mereka cendrung ingin mencari keuntungan dengan memanfaatkan anak
anak yang menjadi korban konflik.4
Anak-anak, sebagai seorang makhluk hidup juga memiliki hak-hak dasar
yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah. Keterlibatan mereka secara
langsung dalam konflik bersenjata, perlindungan hukum yang diberikan kepada
anak lebih tertuju pada akibat konflik bersenjata yang akan menimpa atau
3
Ambarwati. Denny Ramdhany. Rina Rusman,2012,op.cit. hilm 40.
4
21
berdampak pada anak. Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak
turut serta dalam suatu konflik mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan
yang merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau
pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang
disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus
mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu
mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di
wilayah pendudukan.5 Anak-anak membutuhkan perlindungan yang khusus dan
menyerukan perbaikan yang terus menerus bagi kondisi anak tanpa pembedaan
maupun bagi perkembangan dan pendidikan anak-anak.6 Secara umum dapat
dijelaskan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan
terkait dengan adanya keseimbangan hak dan kewajiban yang dimiliki manusia
sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya.7
Ada beberapa kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus,
yaitu (1) anak yang berada dalam keadaan darurat yakni pengungsi, anak yang
berada dalam konflik bersenjata; (2) anak yang mengalami konflik hukum, yang
menyangkut permasalahan administratif pengadilan anak, perampasan kebebasan
anak, pemulihan kondisi fisik dan psikologis anak dan (3) anak yang
5
Enny Narwati, Lina Hastuti, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Konflik Bersenjata, Jurnal Penelitian Dinas Sosial Volume 7, No. 1, April 2008, Surabaya, Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm 6.
6
Apang Supandi, Perang dan Kemanusiaan Dalam Pandangan Hukum Humaniter Internasional dan Kajian Islam, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=88924.html/ Diakses pada 9 maret 2016 pukul 09.00
7 CST.Kansil,1985.
22
dieksploitasi.8 Anak harus dilidungi dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan
pekerjaan yang membahakan dirinya, pelecehan seksual, penculikan, perdagangan
anak, ikut dalam kegiatan konflik bersenjata dan penggunaan narkoba.9
Dari beberapa ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap
anak-anak yang telah disampaikan di atas, maka beberapa hal yang harus diperhatikan
dan diberikan atau dilakukan oleh Pemerintah Suriah dalam memberikan
perlindungan yakni Pemerintah Suriah harus melindungi warga sipil, termasuk
anak-anak dari dampak perang, luka, sakit, dan mereka harus mendapatkan
perawatan dari ICRC dan harus ditempatkan dalam lingkungan yang aman (Pasal
14 Konvensi Jenewa IV tahun 1949).
2. Orang-orang Yang Dilindungi Secara Khusus Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 Dan Protokol Tambahan 1977
Orang-orang yang dilindungi adalah seseorang yang berdasarkan konvensi
jenewa 1949 dan protokol tambahan 1977 memiliki kedudukan yang dilindungi
secara khusus. Konvensi Jenewa 1949 menggolongkan orang-orang yang
dilindungi ini menjadi beberapa kategori yaitu anggota angkatan bersenjata dan
penduduk sipil yang terluka, sakit dan korban kapal karam, tawanan perang,
penduduk sipil yang berada di wilayah musuh. Namun demikian penggolongan ini
perlu dilengkapi dengan perlindungan bagi para personil yang sedang
8
Andri Kurniawan, 2011, Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Didasarkan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak, Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 2, Mei 2011, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Soedirman , hlm 187.
9
23
menjalankan tugas khusus selama berlangsungnya konflik bersenjata seperti
petugas medis, rohaniawan, anggota pertahanan sipil, dan lain lain. Dengan
demikian secara garis besar penggolongan terhadap orang orang yang dilindungi
ini meliputi perlindungan terhadap tawanan perang, perlindungan terhadap
penduduk sipil, dan perlindungan terhadap anggota angkatan bersenjata.
Pengaturan mengenai perlindungan orang orang yang menjadi korban perang
secara spesifikasi juga diatur pada Pasal 13 ketentuan yang bersamaan di dalam
konvensi Jenewa 1949.
Kesatuan-kesatuan kesehatan dilindungi dari segala bentuk penyerangan
dan tanda tanda yang dipergunakan sebagai lambang perlindungan yang diakui
secara internasional adalah tanda palang merah atau bulan sabit merah, jika
mereka jatuh ke tangan musuh maka mereka harus diperbolehkan untuk terus
melanjutkan fungsi medisnya hingga penguasa mengambil alih tanggung jawab
tersebut. Kesatuan kesatuan kesehatan akan kehilangan perlindungan apabila
meraka ambil bagian dalam permusuhan, namun ultimatum harus diberikan
sebelum mereka diserang. Pengangkutan kesehatan ini dilindungi oleh hukum
internasional, serta menggunakan tanda pengenal yang telah ditentukan bagi
kepentingan mencapai tujuan. Pengangkutan kesehatan tidak boleh diserang dan
akan merupakan suatu kejahatan perang bila menyerang transportasi kesehatan
yang diberi lambang pengenal ‘Perlindungan’.10
B. Akibat Perang di Suriah Bagi Anak-anak
10 Yustina Trihoni N, 2013,
24
Perang tentunya mempunyai dampak, baik secara personal maupun sosial,
baik lokal maupun interlokal. Perang tidak hanya berdampak pada pihak-pihak
yang terlibat langsung dalam perang tersebut tapi juga orang-orang yang tidak
terlibat langsung dengan perang tersebut bisa mengalami dampak penderitaan
akibat perang tersebut. Dampak perang sangat kompleks baik dari segi fisik
maupun psikologis. Secara fisik bisa dilihat banyak bangunan hancur, kota tidak
berbentuk lagi, bagi manusia atau makhluk hidup lainnya bisa menyebabkan
kematian dan juga cacat seumur hidup. Secara psikologis perang bisa
mengakibatkan trauma psikologis yang dalam, bisa mempengaruhi kejiwaan
seseorang dan berakibat mengalami gangguan jiwa. Dalam situasi perang
perempuan dan anak-anak serta lansia dalam posisi yang tidak diuntungkan.
Sering terjadi kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak-anak, baik
kekerasan fisik maupun seksual. Dalam situasi perang kehidupan anak-anak
menjadi tidak normal, waktu seumuran mereka mestinya penuh keceriaan menjadi
tangisan air mata dan kepedihan. Mestinya mereka bersekolah tapi harus berhenti
karena harus mengungsi dan bersembunyi. Saat anak-anak di negeri lain yang
damai bisa bermain dengan canda dan tawa mereka harus bermain petak umpet
karena serbuan peluru atau rudal. Bagi perempuan situasi perang tentu sangat
tidak nyaman apalagi yang mempunyai anak kecil atau masih mengandung.
Mereka terpaksa mengungsi dengan persedian air dan makanan yang kadang
sangat terbatas. Kesehatan reproduksi mereka kadang terabaikan, kebutuhan
terhadap pembalut misalnya bisa tidak terpenuhi. Mereka harus terus bergerak
25
seksual dalam situasi perang, sejarah perang membuktikan banyak kasus
perkosaan dan pelecehan seksual dalam situasi perang. Kalau menilik sejarah,
perang rata-rata dilakukan oleh golongan maskulin. Perang sepertinya menjadi
medan para maskulin untuk menunjukkan egonya, rasa gagahnya serta
menunjukkan sebagai makhluk yang berkuasa. Perang adalah panggung bagi para
maskulin menunjukkan kekuatan serta kekuasaan. Dalam situasi perang kadang
perempuan dan anak-anak dilindungi tapi sejatinya adanya perang itu sendiri telah
membahayakan bagi mereka dalam banyak aspek. Perang, konflik dan berbagai
tindakan kekerasan muncul dalam kehidupan ini. Berbagai peristiwa tersebut
selalu berulang seperti tidak ada habis-habisnya. Korban sipil sudah tak terbilang
lagi jumlahnya dan perang terus berlanjut dengan alasan yang kadang absurd dan
mengada-ada. kedamaian sulit diwujudkan karena ego manusia yang ingin
berkuasa terhadap yang lain. Bumi tidak dirawat dengan cinta kasih tapi dengan
kebencian dan kekerasan. Akankah kekerasan, konflik dan perang dibiarkan dan
semakin menambah penderitaan warga sipil. Perlu usaha serius untuk menjaga
perdamaian di bumi ini. Karena kalau perang dianggap menjadi “solusi” maka
bisa jadi kita atau orang-orang terdekat kita yang akan jadi korban di masa depan.
Mendorong perdamaian dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam
berbagai situasi khususnya dalam situasi perang sangatlah diperlukan dan semoga
hal ini menjadi perhatian internasional khususnya PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) dalam menjalankan tugasnya menjaga perdamaian dunia. 11
11
26
Secara psikologis, jiwa anak-anak masih belum memahami seutuhnya logika
mengapa perang harus terjadi? Mengapa ada derita kemanusiaan yang harus
mereka rasakan? Menurut UNICEF, anak-anak pengungsi korban perang Suriah
hari ini masih harus mengalami perlakuan kejam dan eksploitasi. Hak-hak hidup
layak anak-anak Suriah pun terenggut. Akses penddikan dan sarana kesehatan
mereka hancur lebur dan sengaja dihentikan, karena guru-guru mereka menjadi
sasaran perang dan ikut mengungsi keluar Suriah. Lebih 6,5 juta anak menderita
akibat perang saudara di Suriah. Mereka mengalami aksi kekerasan, intimidasi,
pelecehan, kelaparan dan penyakit. Puluhan ribu anak tewas, cacat badan, terusir
dan alami trauma berat.
Jutaan anak lainnya terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga. Kondisi
mereka di camp pengungsian juga memprihatinkan. Jutaan anak mengalami
trauma psikis dan fisik yang akan mereka tanggung seumur hidup. Di Suriah
terdapat sebuah generasi yang dipenuhi anak-anak yang cacat badan, trauma dan
perlu dampingan psikolog serta bantuan fisik jangka panjang, warisan dari perang
saudara ini akan terus membebani masyarakat Suriah. Banyak anak-anak yang
tewas atau cacat fisik akibat serangan yang diduga keras serangan sistematis dan
terarah. Kami mengetahui banyak penembak jitu secara terarah menyasar korban
anak-anak. Juga banyak serangan sistematis dilancarkan ke sekolah-sekolah,
banyak anak di kawasan yang dikusai teroris Islamic State harus menghadapi
kekerasan psikis dan fisik dalam keseharian mereka. Anak-anak di Raqqa di timur
laut Suriah kerap dipaksa untuk menonton video eksekusi penyembelihan atau
27
realitas sehari-hari saat ini di Suriah, Hal ini menunjukkan dengan tegas,
anak-anak di Suriah adalah korban utama yang sama sekali tak bisa melawan dari
perang brutal di negeri itu.12
C. Dampak negatife bagi anak
Dalam perang, anak berada di baris terdepan sebagai korban. Mereka
mengalami berbagai tindak kekejian. Tak banyak yang bisa lolos dan menemukan
kehidupan baru. Sebagian besar bertahan dengan beban psikologis yang dipikul
sampai mati. Laporan investigasi PBB mencatat, anak-anak korban perang di
Suriah mengalami kekerasan seksual di rumah tahanan pemerintah dan dipaksa
bertempur. Sebagian dari anak-anak itu juga disiksa dan digunakan sebagai perisai
hidup warga sipil. Diperkirakan sedikitnya 10.000 anak tewas sejak konflik
bersenjata pecah pada Maret 2011 di Suriah. Pelanggaran berat terhadap anak itu
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Lebih dari 100.000 orang
tewas dan jutaan orang lainnya telantar. dampak perang selama hampir empat
tahun terhadap anak-anak di Suriah itu dipaparkan diam-diam kepada Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bahwa Perang di Suriah
memberikan dampak negatif pada anak-anak. Jumlah anak-anak Suriah yang
terkena dampak negative perang saudara di negaranya telah meningkat dua kali
lipat dalam setahun. Terakhir menjadi sedikitnya 5,5 juta, lebih dari setengah
anak-anak di negara itu dengan efek-efek yang mengerikan bagi kesehatan,
pendidikan dan psikologi dari seluruh generasi. Setelah tiga tahun konflik dan
12
28
pergolakan, Suriah saat ini adalah salah satu tempat paling berbahaya di dunia
bagi anak-anak. Ribuan anak telah kehilangan nyawa dan kaki dan tangan, selain
setiap aspek dari masa kecilnya. Mereka telah kehilangan kelas dan guru, adik dan
kakak, teman, pengasuh, rumah dan stabilitas. Jutaan anak berisiko menjadi
generasi yang hilang. Dilaporkan bahwa kekurangan nutrisi dan penyakit telah
mampu menghambat pertumbuhan anak-anak di Suriah. Selain itu, sistem
pendidikan pun terganggu, dan trauma perang berdarah telah meninggalkan luka
psikologis yang dalam.
qqqqqqqUNICEF mengatakan lebih dari 10.000 anak-anak telah tewas dalam
kekerasan tersebut. Ribuan lainnya terluka, kehilangan rumah dan sekolah dan
melihat anggota keluarga dan temannya tewas. Trauma itu membuat sekitar dua
juta anak memerlukan dukungan atau perawatan psikologis, hampir tiga juta anak
mengungsi di dalam Suriah, sementara 1,2 juga lainnya telah meninggalkan
negara itu dan sekarang menjadi pengungsi di camp-camp dan masyarakat negara
tetangga di mana air bersih, makanan dan kebutuhan dasar lainnya masih langka.
Selain itu, UNICEF menyebutkan bahwa hampir setengah dari anak-anak usia
sekolah, sekitar 2,8 juta anak dan terus bertambah, tidak dapat bersekolah karena
adanya kekerasan. Seperti pada sebagian besar kasus, anak-anak adalah kelompok
yang paling rentan terdampak oleh konflik dan peperangan. Kejadian langsung
terhadap konflik dan pendudukan dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental
mereka. Perang juga akan secara tidak langsung mempengaruhi anak-anak seperti
halnya kesehatan mental bagi siapapun yang secara langsung berhubungan dengan
29
berdampak pada kualitas mereka dalam berinteraksi. Tumbuh di bawah kondisi
kehidupan yang penuh tekanan dan secara potensial terancam dapat menciptakan
hambatan bagi perkembangan anak yang mengarah pada tantangan masa
depannya baik di tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
Masalah kesehatan mental (masalah emosional dan perilaku) banyak
anak-anak berkembang karena paparan konflik dan perang yang berkelanjutan dapat
menjadi tipe yang eksternalis dan/atau yang internalis:
1. Masalah Eksternalisasi ditandai oleh perilaku yang terang-terangan yang
kelihatan mengarah pada orang lain termasuk kesulitan dengan perhatian,
perilaku agresif dan mengganggu orang lain serta dalam mematuhi aturan dan
peraturan. Anak-anak ini sering terlihat kurang mengontrol diri.
2. Masalah Internalisasi ditandai oleh perilaku yang terpusat pada diri sendiri dan
tersembunyi yang melibatkan penghindaran/penarikan diri, ketakutan yang
berlebih, kecemasan dan depresi.
Masalah kesehatan mental yang diderita oleh anak-anak akibat dari
beberapa paparan terhadap peperangan dan kekerasan yang berkelanjutan dapat
mengganggu kompetensi kognitif dan tingkah laku mereka (perkembangan
sumber daya) termasuk : perhatian, konsentrasi dan daya ingat yang kesemuanya
adalah dasar bagi pembelajaran dan pencapaian akademis. Kompetensi kognitif
dan perilaku mereka menjadi penuh dengan penderitaan mereka dan digunakan
30
dan kecakapan pengembangan tugas-tugas, proses disfungsional ini mengarah
pada terhambatnya keterlibatan efektif anak dalam proses belajar sebagai
akibatnya mereka tidak akan dapat mencapai sesuai dengan potensi intelektual
mereka. Prestasi mereka yang rendah di sekolah pada gilirannya akan memberikan
cerminan yang buruk terhadap rasa percaya diri, motivasi dan minat mereka.
Selanjutnya akan menyebabkan kerusakan dalam hal prestasi akademis dan
kesehatan mental mereka, dengan kurangnya perhatian dan intervensi khusus,
kepribadian, tingkah laku dan sumber daya kognitif dari banyak anak ini akan
terus dipenuhi oleh trauma dan dijadikan untuk melindungi harga diri mereka
yang tersisa dan berjuang melawan penderitaan mental mereka daripada dalam hal
pelajaran dan prestasi akademis. Faktor-faktor personal yang mungkin melindungi
kesehatan mental seorang anak adalah kekuatan individu dan sumber daya yang
dikembangkan selama tahun-tahun awal kehidupan mereka melalui interaksi yang
dinamis dengan lingkungan sekitar mereka, seperti halnya rasa percaya diri,
keberhasilan diri, pengendalian diri dan sistem kepercayaan dan nilai yang sehat,
membantu anak untuk mengatur dirinya setelah mengalami suatu kejadian untuk
menarik dan memperbaiki keseimbangan antara dirinya dan lingkungan dalam
waktu yang singkat dan sebelum kerusakan lainnya mempengaruhi kesehatan
mentalnya. Anak-anak dengan perkembangan sumber daya yang rendah akan
menjadi lebih rentan dan membuat diri mereka kurang dapat mengendalikan diri
atau mencapai keseimbangan dalam diri mereka yang akan mempengaruhi
kesehatan mental mereka, khususnya jika mereka juga kurang mendapat
31
Di sisi lain, kualitas hubungan sosial yang buruk ditandai oleh kekerasan,
pengabaian, penolakkan, keputusasaan, dan hukuman bukan hanya mengeluarkan
anak dari sumber daya pelindung yang penting tapi juga menciptakan tambahan
resiko bagi kesehatan mentalnya. Anak-anak yang memiliki kesehatan mental
yang baik meskipun terus menerus mengalami kekerasan dan ancaman militer,
mereka menikmati hubungan sosial yang efektif dan mendukung baik di rumah
dan di sekolah. Sebagai bukti, kualitas perkembangan sumber daya anak dan
keefektifan sistem pendukung sosial mereka, memainkan peran utama dalam
perbedaan status kesehatan mental dari anak-anak yang mengalami kekerasan
militer yang sama. Konsekuensinya, mengarah pada perbedaan dalam pencapaian
akademis mereka.
Anak-anak korban perang niscaya akan tumbuh dengan jiwa yang terluka,
dijejali dengan setumpuk dendam kesumat yang tak akan hilang kapan pun.
Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa anak-anak korban perang biasanya
tumbuh menjadi tentara anak yang menakutkan: mereka bahkan tak jarang
menjadi bagian dari pasukan berani mati yang rela bunuh diri asalkan
memperoleh kepuasan karena berhasil membunuh lawan yang telah merenggut
nyawa orangtua, teman, dan orang-orang yang mereka cintai. Selain menimbulkan
kematian, tak sekali-dua kali perang juga menimbulkan kecacatan fisik yang
permanen, luka batin yang mendalam, dan harga diri yang terkoyak. Perang yang
terjadi di Bosnia-Herzegovina dan Kroasia, Banglades, Kamboja, Haiti, Siprus,
Rwanda, Somalia, Uganda, dan dimana pun telah banyak membuktikan
32
perang jika memang harus terjadi atau tidak lagi terhindarkan, maka anak-anak
sesungguhnya mutlak harus dipastikan tidak menjadi korban situasi. Akan tetapi,
yang ironis, di kalangan bangsa-bangsa yang mengaku paham hak asasi manusia
dan mengklaim sebagai bangsa yang bermoral ternyata yang mereka lebih
kedepankan tampaknya adalah kepentingan yang sifatnya pragmatis, harga diri
yang terlalu egois, dan arogansi. Alih-alih bersedia memilih jalan damai atau
minimal menyelesaikan sengketa lewat jalur dialog, tidak sedikit pemimpin
negara di dunia ini ternyata lebih memilih perang sebagai jawaban atas
ketidaksabaran dan rasa superordinasi. Bahkan, tidak jarang terjadi, agama pun
kemudian menjadi dasar pembenar ditempuhnya jalan perang untuk
menghilangkan musuh atau legitimasi untuk membela harga diri dan dalih demi
kepentingan agama masing-masing pihak yang bersengketa. Bagi anak-anak yang
menjadi korban perang, situasi konflik yang hadir di sekitar mereka bahkan bukan
tidak mungkin justru menjadi proses pembelajaran dan bentuk sosialisasi tindak
kekerasan yang paling masif dan mengindoktrinasi. Menangani anak-anak yang
menjadi korban perang dengan bantuan kemanusiaan dan layanan kesehatan untuk
merehabilitasi luka-luka fisik, benar untuk jangka pendek memang diperlukan.
Tetapi, lebih dari sekadar penanganan yang sifatnya darurat-penyelamatan, bagi
anak- anak yang menjadi korban perang justru pertolongan yang paling
dibutuhkan adalah bagaimana kita semua mampu merekonstruksi kembali sejarah
33
yang sama sekali harus dihindari untuk mencegah tumbuhnya benih-benih
peperangan dan kekerasan di masa yang akan datang.13
Adapun beberapa dampak negatif dari peperangan tersebut bagi anak
adalah antara lain :
1. Pekerja Anak
Jumlah anak yang terpaksa bekerja akibat konflik di Suriah meningkat drastis, terutama di wilayah pengungsian. Mereka terpaksa turun mencari nafkah demi menghidupi keluarga di negeri orang. Survei dua lembaga pelindung anak UNICEF dan Save the Children
mengungkapkan, anak-anak tersebut menjadi satu-satunya atau salah satu pencari nafkah bagi keluarga di hampir setengah jumlah pengungsi Suriah di Yordania. "Berdasarkan semua survei ini, jelas bahwa jumlah pekerja anak meningkat drastis sejak konflik Suriah dimulai," ujar juru bicara UNICEF, Juliette Touma pada Reuters. Di Libanon, anak-anak ini bekerja sebagai pemetik kentang. Di Yordania, mereka bekerja di restoran dan pabrik sepatu. Sementara di Turki mereka bekerja di tukang reparasi sepatu dan pabrik roti. Beberapa terancam nyawanya karena mencari nafkah di sektor pertambangan dan konstruksi. Tiga dari empat pekerja anak di kamp pengungsi Zaatari, Yordania, mengalami masalah kesehatan, berdasarkan penelitian dua lembaga anak tersebut. Salah satu bocah Suriah berusia 13 yang bekerja di perkebunan di Libanon dilaporkan harus membawa kantung berisi lebih dari 10 kg kentang dan dipukuli dengan selang plastik jika ada kentang yang jatuh. Laporan juga menyebutkan kebanyakan anak-anak Suriah di Yordania bekerja enam hingga tujuh hari sepekan dan mendapat upah antara US$4-US$7 (Rp53-93 ribu) per hari. Kebanyakan mereka mulai bekerja sebelum berusia 12 tahun, beberapa anak berusia enam tahun sudah bekerja di Libanon. Beberapa pengusaha kecil memilih mempekerjakan anak karena upah mereka yang kecil. Selain itu, pengungsi dewasa sulit dipekerjakan di sektor formal karena harus mendapatkan izin kerja dari pemerintah setempat.14
Banyak yang terpaksa tumbuh dewasa terlalu cepat. Salah satu
contohnya, satu diantara 10 anak pengungsi sekarang bekerja, dan satu dari lima
13
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/publikasi/artikel/7-anak/97-anak-anak-korban-perang Diakses pada 10 maret 2016 pukul 20.00
14
34
anak perempuan Suriah di Yordania dipaksa memasuki pernikahan dini. Di
Suriah, anak laki-laki semuda 12 tahun telah direkrut untuk membantu
pemberontak, beberapa jadi petarung. Dana Anak-anak Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengatakan krisis ini adalah konflik yang paling merusak bagi
anak-anak dalam sejarah di wilayah ini. Jane MacPhail, seorang spesialis
perlindungan anak UNICEF yang bekerja dengan pengungsi di Yordania
mengatakan, “banyak anak-anak Suriah berada dalam usaha hanya untuk bertahan
hidup dan lupa respon normal sosial dan emosional terhadap apa yang mereka
lihat”.15
2. Rentan Pelecehan Seksual
qqqqqqqUNICEF mengatakan, anak-anak pekerja ini berpotensi putus sekolah
dan kurang mendapat pendidikan. Selain dipekerjakan, anak-anak Suriah juga
banyak yang menjadi tentara dalam konflik yang telah berlangsung empat tahun
di negara itu. Mereka rentan jadi korban pelecehan seksual dan perdagangan
manusia.perang di Suriah telah menewaskan lebih dari 220 ribu orang dan
membuat setengah populasi negara itu mengungsi. Menurut PBB, ini adalah krisis
pengungsi terparah sejak Perang Dunia II. Keadaan anak-anak Suriah akan lebih
mengenaskan menyusul keputusan beberapa lembaga untuk mengurangi bantuan
karena kekurangan dana.Badan bantuan PBB pekan lalu mengatakan bahwa hanya
seperempat dari US$4,5 miliar dana yang dibutuhkan bagi pengungsi Suriah di
tahun 2015 terpenuhi.16
15
http://www.antaranews.com/berita/unicef-anak-terimbas-kemelut-suriah di akses pada tanggal 10 maret 2016 pukul 21.00
35
Anak-anak korban perang niscaya akan terlunta-lunta, kelangsungan
hidupnya terganggu, bahkan yang mengerikan adalah ketika sebagian anak-anak
perempuan kemudian juga menjadi korban efek samping perang, mereka
diperkosa tentara musuh sebagai tanda penundukan sekaligus senjata untuk
melakukan tekanan untuk mendemoralisasi semangat lawan. Pekan lalu, ketika
wakil Pemerintah Suriah dan oposisi bertemu di Geneva, Swiss, untuk
perundingan damai yang difasilitasi PBB.Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB
untuk Isu Anak dalam Konflik Bersenjata Leila Zerrougui dijadwalkan bertemu
Dewan Keamanan PBB pekan depan. Laporan itu menyatakan, anak-anak mulai
usia 11 tahun disekap di rumah tahanan pemerintah bersama orang dewasa.
Menurut saksi mata, mereka disiksa agar anggota keluarga yang dicurigai punya
hubungan dengan pihak oposisi mengaku dan menyerah, mereka mengalami
ancaman dan tindakan pemerkosaan dan berbagai bentuk siksaan seksual, baik
anak perempuan maupun laki-laki, serta siksaan fisik dan mental, termasuk
dipaksa melihat kerabatnya disiksa. Terhitung tak kurang dari empat tahun
lamanya derita pengungsi korban konflik Suriah terus berlangsung hingga hari ini.
Serupa dengan kekejaman konflik di wilayah manapun, perang atau konflik pada
dasarnya tak akan membawa dampak yang baik bagi perubahan kondisi
masyarakat. Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, perang telah mengubah
tatanan hidup masyarakat menjadi jauh lebih buruk. Perang seperti yang kini
masih terus terjadi di Suriah hanya membawa derita. Kepedihan dan kesedihan
karena hilangnya sanak keluarga, hilangnya masa depan, dan hilangnya
36
jutaan pengungsi Suriah yang kini telah terpencar di sejumlah negara demi
mencari keamanan dan kehidupan yang lebih baik. Juga terdapat ratusan ribu
pengungsi anak-anak Suriah. Mereka harus mengalami nasib buruk sebelum akal
dan logika mereka mengerti sepenuhnya tentang penderitaan perang.
1. Anak-anak korban perang Suriah beresiko menjadi generasi yang hilang.
Anak Suriah adalah calon penerus bangsa Suriah, namun kini generasi
anak-anak Suriah terancam menjadi generasi yang hilang. Generasi yang tidak
berfungsi karena banyak dari anak-anak Suriah yang harus mati terbunuh dan
cacat akibat pemboman perang. Bahkan dilaporkan oleh VOA Indonesia,
UNICEF melalui Direktur untuk Wilayah Timur Tengah, Peter Salama
mengatakan anak laki-laki di Suriah usia delapan tahun harus menerima
kenyataan direkrut sebagai tentara anak-anak yang siap mati, sedangkan anak
gadis perempuan harus bertindak sebagai budak seks dan dipaksa untuk menikah
dini karena terhimpit kondisi perang.17
4. Putus Sekolah
Hal ini bertahap, akan mengarah pada penarikan mental mereka dari
kegiatan akademis sekolah bahkan ketika mereka secara fisik hadir di dalam
kelas. Anak-anak dengan masalah kesehatan mental tidak tersingkirkan dari
sekolah-sekolah yang berarti positif dan sejalan dengan pergerakan menuju akses
17
37
pada kualitas Pendidikan untuk Semua (PUS). Namun, penyertaan mereka di
sekolah umum bukan disengaja tapi lebih karena rendahnya pengetahuan akan
masalah kesehatan mental oleh sistem sekolah dan kurangnya kesadaran akan
pentingnya isyu kesehatan mental dan mereka dapat mempengaruhi prestasi
akademis anak pada tingkatan yang sama dengan masalah kesehatan fisik (dan
bahkan mungkin lebih). Meskipun secara fisik mereka positif, rendahnya
pengenalan awal masalah kesehatan mental berlanjut untuk mencabut anak dari
intervensi yang efektif. Hal ini tidak berarti bahwa sistem pendidikan tidak
menyediakan pelayanan bagi anak-anak dengan masalah kesehatan mental tapi
lebih pada program-program konseling yang ada tidak mengarah pada kebutuhan
mereka secara efektif. Walaupun hampir seluruh anak secara terus-menerus
mengahadapi masalah peperangan, kekerasan dan pendudukan, banyak yang tidak
mengalami masalah kesehatan mental yang serius.
Faktor penentu dari luar adalah sistem dukungan sosial dalam lingkungan
yang dekat dengan si anak. Di sini kita membicarakan tentang keluarga dan
sekolah sebagai seting yang berpengaruh erat dan paling penting. Mutu dari
hubungan sosial antara anak dan lingkungan sekitar yang dekat dengannya,
termasuk orangtua, saudara kandung, keluarga, guru, dan, teman sebaya, dapat
memediasi antara kejadian kekerasan dan kesehatan mental anak. Hubungan
sosial yang berkualitas tinggi antara anak dan orang lain ditandai oleh keramahan,
pengertian, rasa nyaman, dukungan, dorongan semangat dan penerimaan yang
dapat menahan atau melawan dampak negatif dari kekerasan atau trauma pada
38
kognitif dan perilakunya menuju pada pencapaian pengembangan tugas, seperti
dalam belajar dan prestasi sekolah. Dengan demikian, untuk melindungi
kesehatan mental anak-anak dan meningkatkan prestasi akademis mereka,
penerapan pendidikan inklusif di sekolah sebaiknya tidak hanya terbatas pada
penyesuaian kurikulum, metode pengajaran, bahan pelajaran, dan/atau ujian. Hal
ini juga menanggapi kebutuhan individual yang spesifik dari anak-anak yang
rentan ini melalui pemeliharaan pengembangan sumber daya dan kekuatan mereka
serta memperkenalkan keefektifan dari sistem sosial yang berhubungan dengan si
anak. Hal ini dapat diterapkan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang
aman, peduli, mendukung, memberi semangat dan menerima yang memudahkan
anak untuk mengolah pengalaman stress dengan sukses. Lingkungan seperti ini
akan membantu kesiapan mereka untuk belajar.
Dalam konteks ini, staf sekolah mungkin membutuhkan pelatihan
tambahan tentang bagaimana kualitas interaksi mereka dengan anak-anak dapat
meningkatkan perkembangan sumber daya mereka, dan mereka perlu untuk peka
tentang bagaimana hal ini dapat melindungi kesehatan mental anak-anak. Sebagai
tambahan, ketrampilan para guru tentang bagaimana untuk bertindak dan
berinteraksi dengan anak-anak di bawah situasi darurat seharusnya ditingkatkan.
Karena hubungan sosial dengan teman sebaya adalah faktor pelindung penting,
para guru perlu untuk menciptakan lingkungan dan kondisi yang meningkatkan
kegiatan rekreasional yang memperkuat hubungan sosial dengan teman sebaya di
antara anak-anak. Dalam bidang pendidikan inklusif, peran guru juga diperluas
39
perkembangan anak di bawah kondisi darurat, pendudukan dan peperangan,
khususnya bagaimana untuk bersikap pada anak setelah mengalami kekerasan
militer. Selain itu, para orangtua harus peka tentang betapa pentingnya suasana
keluarga yang hangat, kompak, berpengertian, saling bekerja sama dan tanggap
dalam melindungi kesehatan mental anak merela dari dampak kekerasan militer.
Terakhir dan yang terpenting, kekerasan militer dan pendudukan haruslah diakhiri
sehingga generasi baru dapat menikmati kesehatan mental yang baik dan dapat
40 BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
qqqqqqqPenelitian ini merupakan penelitian hukum pendekatan doktrinal yang
bersifat normatif. Adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian dengan
pendekatan doktrinal yang bersifat normatif ini adalah data-data yang berupa
bahan primer dan bahan sekunder.
2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
qqqqqqJenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Bahan Hukum Primer yaitu
qqqqqqqBahan hukum yang mengikat yakni beberapa peraturan dasar baik yang
pernah berlaku ataupun yang masih berlaku, mulai dari :
1. Konvensi Jenewa tahun 1949
2. Protokol tambahan tahun 1977
b. Bahan Hukum Sekunder
a. Buku
b. Jurnal
c. Artikel