• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun Oleh PATHIMATUZ ZUHRA

20120320135

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian Terkait ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Discahrge Planning... 10

a. Definisi ... 10

b. Pemberi Layanan Discharge Planning ... 11

c. Penerima Discharge Planning ... 12

d. Tujuan Discharge Planning ... 12

e. Manfaat Discharge Planning ... 14

f. Prinsip Discharge Planning ... 15

g. Proses Discharge Planning ... 15

h. Cara mengukur Discharge Planning ... 19

i. Discharge Planning Association ... 19

j. Informasi Pasien Pascaperasi ... 20

k. Faktor-faktor yang mempengaruhi Discharge Planning ... 21

2. Pascaoperasi ... 23

A. Definisi ... 23

B. Jenis Operasi ... 24

C. Tahapan Perawatan Pascaoperasi ... 26

D. Komplikasi ... 27

3. Apendiktomi ... 28

A. Definisi ... 28

B. Persiapan Pembedahan Apendiktomi ... 29

(3)

viii

B. Kerangka Konsep ... 37

BAB III METODE PENILITIAN A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

D. Variabel Penelitian ... 40

E. Definisi Operasional ... 40

F. Instrument Penelitian ... 42

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

H. Cara Pengumpulan Data ... 43

I. Pengelolaan Data ... 44

J. Analisa Data ... 44

K. Etika Penelitian ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

B. Hasil Penelitian ... 49

C. Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

(4)
(5)

xii

Pathimatuz Zuhra1, Novita Kurnia Sari2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY.

Dosen Program Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract

Beckground: Discharge planning is a planning done for the patient and family before the patient leaves the hospital. Complications or failure to provide discharge planning will be at risk of disease severity. The determine whether overview of the implementation of the discharge planning to postsurgery patients of appendectomy in PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta Hospital.

Methods: The research used observational descriptive. The sample in this study 30 respondents implementation of discharge planning was done by the nurses in undergoing post-surgery patients of appendectomy in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Result: The results of this study indicate that discharge planning actions at the beginning of the current assessment of patients admitted to the hospital there were 7 respondents (23.34%) did discharge planning and 23 respondents (76.66%) did not, the implementation of discharge planning for hospitalized patient, five respondents (16.66%) did the discharge planning and 25 respondents (83.34%) did not, and the implementation of discharge planning preparation for the repatriation, 12 respondents (40%) did the discharge planning and 18 respondents (60%) did not.

Conclusion: Based on the result the Implementation of discharge planning in postsurgery patients of appendectomy at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital, is not optimal because the nurses not really details with the discharge planning.

(6)

xiii

GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH

GAMPING YOGYAKARTA

Pathimatuz Zuhra1, Novita Kurnia Sari2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY.

Dosen Program Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Discharge planning adalah perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit. Komplikasi atau kegagalan dalam memberikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Selama ini perawat hanya melakukan discharge planning hanya di akhir saja. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses pelaksanaan discharge planning yang dilakukan oleh perawat pada pasien pascaoperasi apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini adalah deskriptif observasional. Sampel dalam penelitian ini 30 responden pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat pada pasien pascaoperasi apendiktomi yang menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa tindakan discharge planning pada assessment awal saat pasien masuk rumah sakit sebanyak 7 responden (23,34%) melakukan, 23 responden (76,66%) tidak melakukan. Pelaskanaan discharge planning saat di rawat inap 5 responden (16,66%) melakukan, 25 responden (83,34%) tidak melakukan, pelaksanaan discharge planning persiapan hari pemulangan 12 responden (40%) melakukan, 18 responden (60%) tidak melalukan tindakan

discharge planning.

Kesimpulan: Pelaksanaan discharge planning pasien pascaoperasi apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta tidak optimal dikarenakan perawat hanya melaksanakan discharge planning di akhir dan hanya melakukan tindakan yang penting-penting saja tanpa memperhatikan secara detail dari tindakan discharge planning.

(7)

1 A. Latar Belakang

Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

karena kemungkinan hal buruk yang membahayakan pasien bisa saja terjadi,

sehingga dibutuhkan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan

dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan

pasien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008 dalam Siahaan 2009).

Tindakan operasi dibagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain,

diagnostik, kuratif, dan rekonstruksi. Tindakan diagnostik merupakan tindakan

biopsi ataupun laparatomi eksploratif, kuratif merupakan tindakan mengeksisi

seperti eksisi masa tumor dan mengangkat apendiks (apendiktomi) yang

mengalami inflamasi serta rekonstruksi merupakan sebuah tindakan untuk

memperbaiki bentuk tubuh seperti tindakan perbaikan pada wajah (Smeltzer &

Bare, 2002).

Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan

ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% dan diperkirakan

32% diantaranya merupakan bedah laparatomi. Hasil studi pendahuluan di RS

(8)

2

pada tahun 2015 sebesar 2.471 tindakan operasi. Tindakan operasi yang paling

banyak dilakukan adalah operasi apendiktomi.

Apendiktomi adalah pembedahan dengan cara pengangkatan apendiks.

Apendisitis merupakan indikasi tersering pengangkatan apendiks, walaupun

pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor (nainggolan 2013). Di

Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan ke emapat terbanyak dari tahun

2006. Setiap tahunnya sekitar 700.000 pasien dengan usus buntu atau apendisitis

diruang gawat darurat untuk pengobatan termasuk apendiktomi (Clynton, 2009

dalam Wijaya 2012).

Pelayanan bedah merupakan pelayanan yang sering menimbulkan cedera

medis selain itu proses operasi juga dapat menimbulkan komplikasi seperti

infeksi, syok, emboli pulmonal, retensi urin yang dapat mengakibatkan ketidak

normalan mental seperti anoksia serebral dan tromboembolisme sehingga dapat

membahayakan nyawa pasien (Hasri dkk, 2012).

Cedera medis pada pasien post apendiktomi dapat menimbulkan nyeri,

resiko terjadinya infeksi yang disebabkan karena stress yang sangat serius yang

akan mengakibatkan sistem imun tubuh menurun sehingga tubuh rentan terkena

infeksi seperti peritonitis, abses peritoneal. Oleh karena itu perlu diberikan

informasi kepada pasien dan keluarga agar mampu mengenali tanda bahaya

sehingga dapat dilaporkan kepada petugas medis (Healthnotes, 2005).

Hasil studi terbaru di rumah sakit Amerika serikat menunjukkan terdapat

(9)

terjadi setelah operasi. SSI menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas

di rumah sakit dengan tingkat kematian sebesar 3% tidak berhubungan langsung

dengan SSI dan sebesar 75% berkaitan langsung dengan SSI (CDC, 2015). Pada

tahun 2011 prevalensi infeksi bedah terkait dengan operasi rawat inap

diperkirakan mencapai 157.500. Untuk meminimalkan terjadinya infeksi pada

pasien post pembedahan, (WHO, 2009) menerapkan Surgical Safety Checklist

(SSC) di bangsal bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas, menurunkan

kematian dan komplikasi akibat pembedahan. SSC adalah sebuah daftar periksa

untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien dan

merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim

profesional di ruang operasi.

Faktor- faktor yang mempengaruhi proses perawatan pasien pasca-operasi

adalah faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur,

penyakit penyerta, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi jaringan serta merokok.

Faktor ekstrinsik terdiri dari teknik operasi/pembedahan yang buruk, mobilisasi,

pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, obat-obatan, manajemen luka yang tidak

tepat dan infeksi (Potter & Perry, 2006).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembalian fungsi

tubuh dan mengurangi nyeri pada pasien apendiktomi, pasien dianjurkan

melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan, dan toleransi

aktivitas sesuai kemampuan. Ambulasi dini dapat dilakukan secara bertahap

(10)

4

Mobilisasi dini yang dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,

menggerakkan ujung jari kaki, dan memutar pergelangan kaki. Setalah 6-10 jam

pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah

thromboemboli, setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar

duduk setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan. Hal tersebut

dapat meningkatkan sirkulasi darah yang memicu penurunan nyeri dan

penyembuhan luka lebih cepat, serta memulihkan fungsi tubuh tidak hanya pada

bagian yang mengalami cedera tapi pada seluruh anggota tubuh (Widianto,

2014). Faktor –faktor tersebut mempengaruhi proses perawatan serta hal-hal

tersebut dapat dikendalikan dengan melaksanakan discharge planning dengan

baik pada pasien pasca-operasi.

Discharge planning adalah perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan

keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien

dapat mencapai kesehatan yang optimal dan mengurangi biaya rumah sakit

(Rakhmawati dkk, 2012). Sebelum pemulangan pasien keluarga harus

memahami dan mengetahui cara menajemen pemberian perawatan yang dapat

dilakukan di rumah seperti perawatan pasien yang berkelanjutan, sehingga dapat

mengurangi komplikasi (Perry & Potter, 2006).

Komplikasi atau kegagalan dalam memberikan discharge planning akan

beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik

(Nursalam, 2009), selain dari pada itu pasien yang tidak mendapatkan discharge

(11)

rumah seperti konseling kesehatan atau penyuluhan dan pelayanan komunitas,

biasanya akan kembali ke instalasi gawat darurat dalam 24-48 jam. Dalam

kondisi ini tentunya sangat merugikan pasien, keluarga dan rumah sakit (Istiyati,

dkk 2014). Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan dalam menghadapi

pemulangan.

Menurut Orem (1985) di dalam Alligood & Tommy (2006) menyatakan

bahwa intervensi keperawatan dibutuhkan karena ketidakmampuan dalam

melakukan perawatan diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan. Oleh karena

itu diperlukan discharge planning. Seorang perawat memiliki andil besar dalam

pelaksanaan discharge planning. Tugas perawat dalam pelaksanaan discharge

planning antara lain mempersiapkan kebutuhan pulang pasien seperti obat

sehingga sebelum pasien pulang pasien telah mengetahui obat yang harus di

konsumsi, menyiapkan lingkungan yang nyaman, perawat juga harus

memastikan pengobatan pasien dapat berlanjut setelah di rumah, memberikan

pendidikan kesehatan tentang diet sehingga dapat mempertahankan kesehatannya

serta menjelaskan tanda dan gejala yang mengharuskan pasien menghubungi

tenaga kesehatan (Perry & Potter, 2006).

Sesuai dengan klinikal pathway yang ada di RS PKU Muhammadiyah

Unit II Yogyakarta, tindakan yang harus dilakukan seorang perawat pada pasien

pasca operasi apendiktomi antaralain mentoring tanda-tanda vital, mentoring

bising usus, mentoring luka pascaoperasi dan melakukan mobilisasi. Sebelum

(12)

6

yang dilakukan dan pada hari pemulangan pasien diberikan surat pengantar

kontrol.

Hasil penelitian Setyowati (2011) menunjukkan perawat yang melakukan

indikator discharge planing atau perencanaan pulang klien sebesar 84,22%

sedangkan perawat yang melakukan perencanaan pulang pada indikator

persiapan kepulangan klien sebesar 73% dan perawat yang melakukan indikator

pada hari kepulangan klien sebesar 89,47%. Dari data tersebut dapat

disimpulkan pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat kurang

maksimal karena perawat lebih banyak melakukan discharge planning pada saat

hari kepulangan pasien dibandingkan dengan pada saat pasien sedang menjalani

perawatan di rumah sakit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II didapatkan bahwa perawat melakukan

discharge planning sejak pasien pertama masuk dengan melakukan pengkajian

dan memberitahuakan rencana perawatan pasien yang akan dilakukan tindakan

operasi. Pada saat setelah pasien operasi pasien diajarkan cara mobilisasi, tehnik

relaksasi untuk mengurangi nyeri dan ketika hari pemulangan pasien

diberitahukan obat yang akan dibawa pulang serta waktu untuk pasien kontrol.

Sehingga dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan

Discharge Planing di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

(13)

discharge planning pada pasien pasca operasi di RS PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana gambaran pelaksanaan discharge planning secara lebih mendalam

pada pasien post operasi apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses pelaksanaan

discharge planning yang dilakukan oleh perawat pada pasien post operasi

apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada:

1. Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan dalam rangka meningkatkan

profesionalisme dalam pelaksanaan discharge planning.

2. Profesi Keperawatan

Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi perawat rumah

sakit dalam mengevaluasi pelaksanaan discharge planning serta untuk

(14)

8

E. Penelitian Terkait

1. Ardiyanti.(2012).Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning Oleh Perawat

pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga. Penelitian

menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengambilan sample

menggunakan metode purposive sampling menggunakan pada 4 bangsal

rawat inap dengan jumlah keseluruhan perawat 63. Diambil 8 perawat dengan

2 perawat dari masing-masing ruangan dengan hasil mengungkapkan bahwa

partisipan memahami discharge planning sebagai sarana untuk memberikan

informasi tentang kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pasien pulang

dari rumah sakit. Terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu

variabel pelaksanaan discharge planning, sedangkan perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan adalah dari metode yang digunakan, subyek,

perbedaan tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian.

2. Wahyuni.(dkk).(2012). Kesiapan Pulang Pasien Penyakit Jantung Koroner

melalui Penerapan Discharge Planning. Metode penelitian ini menggunakan

desain quasi experiment dengan penekatan non-equivalent post-test only

control group design, dengan jumlah sample 32 orang yang terdiri

masing-masing 16 orang untuk kelompok control dan intervensi dengan hasil

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kesiapan

pulang pasien PJK yang terdiri dari status personal, pengetahuan, kemampuan

koping dan dukungan antara kelompok control dan kelompok intervensi.

(15)

discharge planning, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan

adalah dari metode yang digunakan, subyek, perbedaan tempat, dan waktu

pelaksanaan penelitian.

3. Rofi’i.(dkk).2012. Faktor Personil dalam Pelaksanaan Discharge planning

pada Perawat Rumah Sakit di Semarang. Metode penelitian ini menggunakan

desain korelasi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sample

penelitian adalah 147 perawat pelaksana, dengan metode pengambilan sample

total sampling dengan cara membagikan kuesioner kepada perawat pelaksana

dan melakukan observasi pada pendokumentasian asuhan keperawatan dengan

hasil terdapat hubungan antara faktor personil discharge planning dengan

pelaksanaan discharge planning. Terdapat persamaan dengan penelitian yang

dilakukan yaitu variabel pelaksanaan discharge planning, sedangkan

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dari metode yang

(16)

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan discharge planning di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta masih kurang optimal, sebagian besar tindakan discharge

planning dilakukan pada hari pemulangan.

2. Sebanyak (76,66%) tindakan discharge planning assessment awal saat

pasien masuk rumah sakit tidak dilakukan.

3. Sebanyak (83,34%) tindakan discharge planning saat di ruang rawat tidak

dilakukan.

4. Sebanyak (60%) tindakan discharge planning persiapan pada hari

pemulangan tidak dilakukan.

B. SARAN

BerdasarkanhasilpenelitianGambaranPelaksanaan Discharge Planning

PasienPascaOperasiApendiktomi di RS PKU MuhammadiyahGamping

Yogyakarta maka saran yang disampaikan oleh peneliti adalah:

1. Bagi Institusi Rumah sakit

Rumah sakit lebih mengembangkan discharge planning sebagai program

(17)

berisikan formasi kesehatan untuk memasilitasi tenaga kesehatan dalam

memberikan discharge planning.

2. Bagi Perawat

Sesama perawat harus lebih memotivasi untuk melakukan discharge

Planning sesuai dengan ketentuan yang digunakan di RS PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melanjutkan penelitian ini

dengan mengetahui tingkat pengetahuan tentang discharge planning pada

(18)

38 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu metode yang bertujuan

untuk membuat gambar atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif

yang menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

data tersebut serta penampilan dan hasilnya (Arikunto, 2006). Jenis Penelitian ini

adalah kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif

observasional. Penelitian digunakan untuk melihat gambaran dari fenomena,

deskripsi kegiatan dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada data

factual dari pada penyimpulan (Nursalam, 2013). Penelitian observasi merupakan

penelitian yg tidak melakukan manipulasi atau intervensi pada subyek peneliti.

penelitian ini hanya melakukan pengamatan (observasi) pada subjek penelitian.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang yang diperlukan

dalam waktu penelitian (Saryono, 2011). Populasi target dalam penelitian ini

adalah pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat pada pasien

apendiktomi di bangsal di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

(19)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2010). Sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sample

dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode. Sample dalam

penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode consecutive sampling

merupakan suatu teknik penetapan sampel dengan menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu (Sastroasmono &

Ismail,1995 dalam Nursalam 2013). Sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat pada

pasien pascaoperasi apendiktomi yang menjalani perawatan di RS PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dari awal pasien masuk sampai pasien

pulang selama dua bulan.

Ada beberapa kriteria untuk sampel yang dipakai dalam penelitian ini.

a. Kriteria inklusi

1) Tindakan discharge planning yang dilakukan perawat pada pasien

pascaoperasi apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta

b. kriteria Ekslusi:

(20)

40

C. Lokasi dan waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

RS PKU muhammadiyah Gamping Yogyakarta merupakan salah RS yang

bekerjasama dengan FKIK UMY serta berdasarkan hasil studi pendahuluan

pasien operasi apendiktomi mempunyai prosentase paling banyak diantara

pasien operasi yang lainnya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal April - Mei 2016.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu discharge

planning pada pasien pascaoperasi apendiktomi.

E. Definisi Operasional

Tabel 1 Definisi Operasional Pelaksanaan Discharge Planning

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1.Pengertian

Discharge Planning

-Tindakan keperawatan

yang mengenai

perencanaan pasien pulang sejak pasien masuk ke Rumah Sakit sampai pasien pulang.

-Checklist Discharge Planning

Optimal = 32

Tidak Optimal < 32

Nominal

(21)

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

t keperawatan yang -Discharge 8 awal saat

pasien masuk rumah sakit

dilakukan pada awal pasien berada dirumah sakit, seperti mengidentifikasi

persiapan dan

rancangan Discharge Planning, peninjauan ulang rekam medis, asessment kebutuhan perawatan

pasien,kondisi rumah serta mengidentifikasi siapa pendamping pasien.

Planning Tidak dilakukan skor < 8

3. Saat di ruang Rawat Inap

-Suatu tindakan keperawatan yang bertujuan

mempersiapkan pasien pada saat dirumah seperti

memprioritaskan hal-hal yang dibutuhkan pasien, mengobservasi tanda-tanda vital, melakukan mobilisasi, melaporkan tanda-tanda infeksi, serta memberikan

pendidikan kesehatan dan mendiskusikan rencana pulang pasien.

- Checklist Discharge Planning

Dilakukan = 16

Tidak dilakukan <16 Nominal 4. Persiapa n pemulan gan

-Suatu tindakan evaluasi akhir sebelum pasien

pulang dan

memberikan informasi tempat perawatan selanjutnya dan rencana control.

- Checklist Discharge Planning

Dilakukan =8

Tidak dilakukan <8

(22)

42

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian yaitu:

1. Kuesioner

Merupakan lembaran yang berisi data demografi respon seperti nama/inisial,

jenis kelamin.

2. Checklist

Checklist yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan lembar

observasi berupa checklist dengan pengukuran data yang digunakan yaitu

skalla Guttman. Berdasarkan tingkat kemampuan perawat dalam

melaksanakan tindakan pemberian discharge planningdengan jawaban “tidak

dilakukan” mendapatkan skor 0 dan jawaban “dilakukan” mendapatkan skor

1. Hasil berupa prosentase untuk menilai prosedur pemberian tindakan

discharge planning.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini menggunakan instrumen panduan pelaksanaan discharge

planning Rumah Sakit yang berlaku, sehingga peneliti tidak melakukan uji

validitas dan reliabilitas.

H. Cara pengumpulan data

(23)

1. Penelitian mengurus surat etik penelitian dan menunggu surat izin peneliti

keluar. Penelitian rencana akan dilakukan pada bulan April setelah surat izin

penelitian dan surat etik keluar.

2. Pemohonan izin yang diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta).

3. Peneliti akan memberikan surat tembusan penelitian kepada masing-masing

kepala ruang dan memberikan penjelasan tentang alur penelitian yang akan

dilakukan

4. Peneliti menghubungi pasien yang menjadi responden.

5. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat

penelitian, dan prosedur pengumpulan data.

6. Peneliti mengikuti perawat yang sudah bersedia menjadi responden untuk

mendapatkan data, kemudian peneliti mengobservasi dan mencatat

pelaksanaan discharge planning pada pasien pascaoperasi apendiktomi dan

hasil observasi di masukkan ke dalam map pribadi peneliti. Peneliti

mengumpulkan data dilakukan dengan cara mengobservasi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan discharge planning pada pasien

pascaoperasi apendiktomi, dengan menggunakan checklist.

I.Pengelolaan Data 1. Editing

Pengumpulan data yang telah dilakukan dalam proses ini, data dijumlahkan

(24)

44

2. Coding

Pemberian kode pada setiap variabel, coding adalah mengklasifikasikan

jawaban dalam kategori tertentu (Setiadi, 2007).

Pelaksanaan discharge planning oleh perawat

Tidak dilakukan : 0

Dilakukan : 1

3. Prosesing

Proses memasukkan data ke dalam program yang ada dikomputer (Setiadi,

2007). Data diproleh setelah peneliti melakukan observasi terhadap perawat.

4. Cleaning

Peneliti akan melakukan analisa kembali data yang telah selesai dimasukkan.

J. Analisa Data 1. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah cara analisis untuk variabel tunggal (Lapau,

2012). Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karekteristik setiap variabel penelitian (Notoatmojo, 2010). Bentuk analisis

univariat tergantung jenis datanya. Data numeric digunakan nilai mean dan

median. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan prosentase dari setiap variabel. Jenis data pada penilaian ini

adalah data nimerik (kuantitatif), jadi nilai yang digunakan adalah mean

median dan standar deviasi (Notoatmojo, 2010). Kemudian hasilnya di analisa

(25)

K. Etika Penelitian

Peneliti harus memperhatikan prinsip-prinsip etika dalam

penelitian.secara umum etika penelitian yang digunakan peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Autonomy

Responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah bersedia

menjadi subjek penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Peneliti

memberikan penjelasan yang meliputi tujuan penelitian dan manfaat

penelitian (penjelasan penelitian) kepada perawat yang berjaga pada jadwal

dinas saat peneliti datang. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed

consent) kepada kepala bangsal yang ada di RS PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta.

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasian informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Setelah peneliti

mendapatkan data secara lengkap kemudian penelitian selesai, file data

disimpan ditempat yang hanya peneliti yang mengetahuinya. Berkas-berkas

yang didapat tidak diletakkan di sembarang tempat.

(26)

46

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberi kode. Peneliti tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar observasi dan hanya menuliskan

(27)

47 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta yang berlokasi di kecamatan gamping, Kabupaten

Sleman, Yogyakarta. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta di resmikan pada tanggal 15 Februari 2009, rumah sakit ini

merupakan pengembangan dari Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta yang berlokasi di jalan K.H Ahmad Dahlan No. 20

Yogyakarta. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

adalah salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta yang merupakan amal

usaha Pimpinan Pusat Penyerikatan Muhammadiyah, selain memberikan

pelayanan kesehatan juga digunakan sebagai tempat pendidikan bagi dokter

dan perawat.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

menyediakan berbagai macam jenis pelayanan salah satu pelayanan yang

ditawarkan adalah ruang rawat inap. Ruang rawat yang terdapat di RS PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta memiliki berbagai macam kelas

(28)

48

kelas I, ruang perawatan kelas II dan ruang perawatan kelas III. Ruang rawat

inap yang terdapat di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta yaitu

bangsal Al Kautsar, Wardah, Naim, Zaitun, dan Ar-Royan.Peneliti

Melakukan penelitian di semua bangsal yang berada di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta karena di PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta pasien pascaoperasi tidak ditempatkan di satu bangsal

melainkan disemua bangsal.

Perawat yang bekerja di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta sebanyak 95 perawat yang terdiri dari 20 perawat S1 dan 75

perawat DIII, lebih banyak dua kali dari jumlah dokter, di mana jumlah

dokter spesialis dan dokter umum sebanyak 41 orang.Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dalam pelaksanaan pemulangan

pasien memiliki panduan rencana pemulangan pasien.

Tatalaksana asesmen awal dilakukan saat pasien masuk rumah sakit

yang dimulai dari mengidentifikasi, perisapan, dan rancangan discharge

planning sampai dengan memverifikasi availabilitas tempat perawatan

pasien setelah pulang dari rumah sakit selanjutnya pada saat pasien di ruang

rawat inap perawat akan menetapkan prioritas mengenai hal-hal yang

dibutuhkan oleh pasien dan keluarga selama perawatan dan memberikan

pendidikan kesehatan dan pada saat pasien akan dipulangkan dari rumah

sakit pasien telah dilakukan penilaian secara menyeluruh hingga menentukan

(29)

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran pelaksanaan Discharge Planning

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Discharge Planning Assesment

awal di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei 2016 (n=30)

Assesment awal saat pasien masuk rumah

sakit

frekuensi Prosentase (%)

Dilakukan 7 23,34

Tidak dilakukan 23 76,66

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa aspek pelaksanaan discharge

Planning pada tahap tindakan assesment awal saat pasien masuk rumah sakit

dilakukan sebanyak 23,34% dan yang tidak dilakukan sebanyak 76,66%.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan discharge Planning pada

tahap tindakan assesment awal tidak dilakukan secara optimal.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Discharge PlanningSaat di Ruang Rawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei2016 (n=30)

Saat di Ruang

Rawat frekuensi

Prosentase (%)

Dilakukan 5 16,66

Tidak Dilakukan 25 83,34

(30)

50

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa aspek pelaksanaan discharge

Planning pada tahap saat di rawat inap dilakukan sebanyak 16,66% dan yang

tidak dilakukan sebanyak 83,34%. Sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan

discharge Planning pada tahap saat di rawat inap tidak dilakukan secara

optimal.

Tabel 4.3 Distribusi FrekuensiPelaksanaan Discharge Planningtahap persiapan hari pemulangan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei 2016 (n=30)

Persiapan Hari Pemulangan

frekuensi Prosentase (%)

Dilakukan 12 40

Tidak Dilakukan 18 60

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa aspek pelaksanaan discharge

Planning pada tahap persiapan hari pemulangan pasien dilakukan sebanyak

40% dan tindakan yang tidak dilakukan sebanyak 60%. Sehingga dapat

disimpulkan pelaksanaan discharge Planning pada tahap persiapan hari

pemulangan pasien tidak dilakukan secaara optimal.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil akhir pelaksanaan discharge planning pasien pascaoperasi apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei 2016 (n=30)

Subvariabel frekuensi Prosentase (%)

total

Tidak Optimal

[image:30.612.168.469.316.403.2] [image:30.612.168.497.615.672.2]
(31)

Berdasarkan dari beberapa tabel diatas pelaksanaan discharge planning pada

pasien pascaoperasi apendiktomi masih kurang optimal dikarenakan beberapa

dari item tindakan discharge planningmasih belum dilakukan secara

maksimal.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pelaksanaan discharge

planning yaitu assesment awal saat pasien masuk rumah sakit yang

mencakup asuhan keperawatan dan pengkajian kebutuhanpasientidak

dilakukan sebanyak 76,66%, pelaksanaannya masih sering diabaikan atau

jarang dilakukan karena perawat hanya melakukan pada tahap-tahap yang

panting saja.Dalam proses discharge planning pengkajian awal sangat

penting untuk mendukung pengambilan keputusan intervensi yang

dibutuhkan pasien secepat mungkin, kategori masalah yang harus dilaporkan

terutama mobilitas, kegiatan rumah tangga, dan perawatan mandiri yang

konsisten setelah rawat inap dan pasien yang dirujuk ke pelayananan

kesehatan disekitar rumah.

Mengidentifikasi pasien sejak awal dengan banyak masalah akan

memudahkan rumah sakit memaksimalkan waktu yang tersedia dalam

melaksanaandischarge planning untuk mengidentifikasi sumber daya yang

tersedia dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan dan menjamin

kelangsungan perawatan (Holland, 2013).Hal tersebut juga akan

(32)

52

kembalinya pasien kerumah sakit (Pemila, 2011). Menurut teori yang

dikemukakan oleh Perry & Potter (2005), sejak pasien masuk harus

mengkaji kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan riwayat

keperawatan, berdiskusi dengan pasien, pada pengkajian berkelanjutan

terhadap kesehatan fisik pasien, status fungsional, system pendukung sosial,

sumber-sumber financial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis

serta hambatan selama perawatan.

Berdasarkan tabel 4.1gambaran pelaksanaan discharge planningpada

assesment awaltindakan yang paling sering dilakukan adalah peninjauan

ulang rekam medis pasien (anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis dan

tata laksana).Hal tersebut merupakan hal penting sebagai data awal pasien

ketika masuk kerumah sakit serta memudahkan perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat dansesuai dengan kebutuhan

pasien. Pada tahap pengkajian seperti kegiatan menilai ketergantungan klinis

merupakan tahap pengkajian awal untuk melanjutkan tindakan keperawatan

selanjutnya. Apabila tahap pengkajian ini tidak dilakukan secara

keseluruhan, maka akan berdampak terhadap tindakan keperawatan

selanjutnya, begitupun sebaliknya apabila dilakukan baik akan memudahkan

dalam tahap kegiatan yang akan diberikan selanjutnya (Dedi, dkk , 2013)

Tindakan yang paling jarang dilakukan adalah mengientifikasi

pendamping utama, asesmen mengenai kondisi rumah atau tempat tinggal,

(33)

kognitif, mobilisasi juga jarang dilakukan sehingga pelaksanaan discharge

planninguntuk tahap awal masih kurang optimal. Sejalan dengan hasil

penelitian penelitian yang dilakukan Shofiana (2014) perencanaan pulang

sejak awal pasien masuk masih kadang-kadang atau sering dilakukan

perawat. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa perencanaan pulang

yang dilaksanakan perawat di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung masih

kurang optimal (Setyowati, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan discharge planning Saat di

Ruang Rawat masih banyak yang belum dilakukan.Pelaksanaan perencanaan

pulang yang tampak kecil seperti menginformasikan mengenai pengaturan

fisik di rumah, sumber pelayanan kesehatan di sekitar rumah, membantu

klien saat meninggalkan rumah sakit dan mencatat kepulangan pasien masih

diabaikan oleh perawat.

Menurut Potter & Perry (2002) bahwa pada tahap perencanaan

perawat harus mempersiapkan pasien atau keluarga untuk mampu

menjelaskan bagaimana pelayanan kesehatan di rumah, pasien mampu

mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (atau keluaga mampu

melakukan perawatan), dan hambatan terhadap pergerakan pasien dan

ambulasi telah diubah sesuai keadaan rumah sehingga tidak membahayakan

pasien. Memberikan sumber-sumber dan informasi tentang sumber-sumber

pelayanan kesehatan.Selain itu penatalaksanaan penjelasan manfaat minum

(34)

54

pemberian obat dan pentingnya kontrol ulang setelah pulang dari rumah

sakit.

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil tindakan yang paling sering

dilakkukan adalah menetapkan priotas mengenai hal-hal yang dibutuhkan

oleh pasien dan keluarga serta melakukan observasi tanda-tanda vital untuk

mengetahui terjadinya perdarahan, syok, hipertermia, atau gangguan

pernapasan sesuai dengan clinical pathway.clinical pathwaymerupakan

suatukonsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap

langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis

dan asuhan keperawatan yang berbasis buktidengan hasil yang terukur dan

dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.memiliki standar

clinical pathwaypada pasien pascaoperasi anataralain mentoring tanda-tanda

vital, mentoring bising usus, mentoring luka pascaoperasi dan melakukan

mobilisisasi.Tindakan yang paling jarang dilakukan oleh perawat adalah

melakukan mobilisasi pada hari pertama operasi. Berdasarkan dari clinical

pathway yang dimiliki RS PKU muhammadiyah Gamping pasien pasca

operasi harus dilakukan mobilisasi segera pada hari pertama post operasi

yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, mempertahankan fungsi tubuh dan

memperlancar peredaran darah.

Memberikan leaflet, Leaflet adalah bentuk penyampean informasi

(35)

tidak pernah dilakukan dikarenakan dari rumah sakit sendiri belum

menyediakan leaflet untuk dibagikan.Leaflet penting bagi pasien dan

keluarga ketika berda di rumah sebagai informasi, pencegahan, perawatan

setelah berada di rumah.

Pemberian informasi nutrisi bagi keluarga dan pasien pascaoperasi

sangat penting. Nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

penyembuhan luka pasien pascaoperasi maka dibutuhkan informasi yang

tepat.Pengobatan melalui diet dan nutrisi pasca operasi sangat penting dalam

kesuksesan operasi dan penyembuhan pasien.Nutrisi yang dibutuhkan adalah

makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral

dan air yang cukup.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Meilany,dkk(2012)

menyebutkan bahwa 55-60% kebutuhan kalori total tubuh berasal dari

karbohidrat. Kepentingan karbohidrat untuk luka sebagai faktor struktural

lubrikan, fungsi transport, imunologi, hormonal dan enzimatik.Karbohidrat

juga merupakan komponen utama glikoprotein dalam penyembuhan luka

dan aktivitas enzim heksokinase dan sintesa sitrat dalam reaksi

penyembuhan luka.Penyediaan energi dari karbohidrat juga dapat melalui

penggunaan laktat.Laktat sebagai produk metabolik glukosa penting untuk

efek penyembuhan luka.Laktat menstimuli sintesis kolagen dan aktivator

(36)

56

diketahui diperlukan untuk penyembuhan luka dan apabila kekurangan maka

akan menghambat penyembuhan baik luka akut maupun kronis.

Pemeberian nomer telepon yang bisa dihubungi saat pasien

membutuhan bantuan perawat masih jarang dilakukan karena perawat hanya

menganjurkan kembali kerumah sakit untuk kontrol tanpa memberikan

nomor telepon yang bisa langsung dihubungi.Pelaksanaan yang kurang

optimal tersebut akanmeningkan resiko jumlah pasien yang kembali ke

rumah sakit dengan keluhan yang sama atau kekambuhan akan meningkat

(Purnamasari, 2012).

Berdasarkan tabel 4.3 Pelaksanaan discharge planning pada tahap

persiapan pada hari pemulangan sudah optimal kerena semua tindakan

discharge planningsudah dilakukan Penelitian ini didukung oleh penelitian

Purnamasari dan Repyanto (2012) menyatakan pada tahap perencanaan

pulang pada hari pemulangan pasien di RSUD Tugurejo Semarang sudah

baik karena tidak ada perawat yang tidak melakukan tindakan discharge

planning. Penelitian yang dilakukan namun dari hasil obserbasi perawat

melakukan semua tindakan discharge planning di akhir

Penelitian ini menunjukkan dari beberapa tahap discharge planning

pelaksanaannya masih kurang optimalnya pelaksanaan perencanaan pulanng

(discharge planning) dikarenakan detail-detail kecil perencanaan pulang

terkadang terabaikan oleh perawat.Selain itu hasil observasi yang dilakukan

(37)

planningbaik dari assessment awal, selama di ruang rawat dan pada saat

pemulangan hanya dilakukan pada saat pasien akan pulang ke rumahnya.

Kurang optimalnya pelaksanaandischarge panning dapat terjadi

karena kurangnya motivasi kerja dan masih minimnya manajemen

keperawatan di rumah sakit. Menurut Emery dan Darragh (2011) faktor yang

mempengaruhi tidak optimalnya pelaksanaan discharge planning

adalahpersonil pelaksanaan discharge planning, sejalan dengan penelitian

yang dilakukan (Rofii, 2013) terdapat hubungan antara personil discharge

planning dengan pelaksanaan discharge planning karena tanggung jawab

pada discharge planning di rumah saki adalah tanggung jawab staff

keperawatan dan bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan pasien dan

penyedia layanan kesehatan di masyarakat.

Selain itu faktor lainyang mempengaruhi discharge planning belum

dilaksanakan secara optimal adalah motivasi kerja, manajemen keperawatan,

dan beban kerja yang dilakukan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

(Riayanti,2015) bahwa perawat membutuhkan motivasi kerja yang tinggi

untuk mendukung kerja yang baik serta mempengaruhi kualitas kerja dan

perorma perawat.sehingga discharge planning tidak dilakukan kepada pasien

dengan optimal.

Menurut Notoadmodjo (2003) faktor yang berasal dari perawat yang

mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan adalah

(38)

58

baik akan mempengaruhi penyampaian informasi kepada pasien,

pengendalian emosi juga mempengaruhi karena dengan pengendalian emosi

yang baik baik akan mengarahkan perawat untuk lebih bersikap sabar,

hati-hati dan telaten. Dengan demikian informasi yang disampaikan lebih mudah

diterima pasien dan perawat harus memiliki pengetahuan yang baik juga

akan mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran pasien dengan

memberikan informasi-informasi. Selain dari pada itu. Pengalaman masa

lalu perawat berpengaruh terhadap gaya perawat dalam memberikan

informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai

dengan kebutuhan pasien. Perawat juga lebih dapat membaca situasi pasien

berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.

D. Kekuatan dan Hambatan 1. Kekuatan penelitian

a. Belum ada penelitian mengenai pelaksanaan discharge planning pada

pasien pascaoperasi apendiktomi.

b. Penelitian ini sangat menjaga kerahasiaan responden.

2. Kelemahan Penelitian

a. Penelitian ini hanya melihat gambaran pelaksanaan discharge

planning pada pasien pascaoperasi apendiktomi tanpa melihat

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi.

Jakarta : Rineka Cipta.

Cawthorn, L. (2005). Discharge Planning Under The Umbrella of Advance

Nursing Practice Case Manager. Canada:Longwoods Publishing.

CDC/NHSN Protocol Corrections, April 2013 Clarification, and Additions. diakses 10 Juni 20 http://www.cdc.gov/nhsn /PDFs/pscManual /9pscSSIcurrent.pdf

Dedi, B dkk.(2013) Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning Oleh Perawat Pada Klien Diabetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung. Downloads/333-346%20Blacius%20Dedi.pdf

Dermawan, Deden (2010). Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta. Gosyen Publishing, 2010.

Dewi L. Purnamasar, dkk (2012). Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pulang.

JURNAL NURSING STUDIES. diakses 10 Juni 2015.

http://download.portalgaruda.org/article.php?Article=74198&val =4707

Epiana, R. (2014). Hubungan Motivasi dengan Latihan Mobilisasi pada Pasien Post Operasi Appendicitis di RSUD Moewardi.Karya Tulis Ilmiah strata satu, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta.

Haryanti Lina, dkk 2013. Prevalens dan Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Pasca-bedah. Sari Pediatri. Vol. 15, No. 4.

Hasri E. T. dkk 2012. Praktik Keselamatan Pasien Bedah Di Rumah Sakit Daerah

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, diakses 10 Juni 2015.http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/15-4-2.pdf

(40)

61

Holland , D.E 2013.dkk Targeting Hospitalized Patients for Early Discharge Planning intervention. National institutes of health.http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc /articles/PMC3775892/

Istiyati, S., dkk 2014 Pelaksanaan Discharge Planning pada Pasien Post Sectio Caesaria.diakses 5 November 2015 http://ejournal.say.ac.id/ejournal/ index.php/jkk/article/view/54

Kozier, B.,et al (2004).Fundamental of Nursing Consepts Prosess and Practice. 1 st volume, 6 th edition New Jersey: person/prentice Hall.

Nainggolan, E. (2013). Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Llamanya Penyembuhan Luka Pascaoperasi Apendiktomi. jurnal Keperawatan HKBP Belige, 1. (2). 98.105.

Notoadmodjo, S. 2003. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku. Yogyakarta: Andi Offset.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo, S.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: salemba medika.

Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, dan Efendi, F. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2000). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta.: Media Euculapcius UI.

(41)

Pemila U. (2006). Konsep Discharge Planning. Diakses pada tanggal 13 Juli 2016 melalui: http://www.fik.ui.ac.id/.

Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Poglitsch, L.A, Emery, M & Darragh A. 2011. A qualitative study of the determinants of successful discharge for older adult inpatients. Jurnal of American Physical Therapy Association. (ISSN 1538-6724).

Pristahayuningtyas Rr.C.Y. (2015). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Perubahaan Tingkat Nyeri Klien Post OPerasi Apendektomi Di ruang Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika Husada Kabupaten Jember.Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Jember.http://jurnal.unej.ac.id/index. php/JPK/article/viewFile/2510/2026

Purnama, S. D. dkk (2012). Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pulang. Jurnal Nursing Studies. http://portalgaruda.org/ article. Php.articl e=74198&val= 4707

Rakhmawati N. Dian,dkk (2013). Pengaruh Discharge Planning Terhadap Penambahan Berat Badan Pada BBLR Dalam 3 Bulan Pertama Di Kota Semarang Jurnal Keperawatan Anak.Volume 1, No. 2, November 2013; 127-134.

Rhudy LM, Holland DE & Bowles KH, (2010). Illuminating hospital discharge planning: staff nurse decision making. Applied Nursing Research. 23, 198– 206.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3014219/pdf/nihms257 452.pdf.

Rismalia, R. (2010). Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati.Kerya Tulis Ilmiah Strata satu.diakses 2 Januari 2014 http://perpus.fkik.uinjkrt .ac.id/filedigital/skripsi %20lengkap.pdf

Riyanti R. D. (2015). Hubungan Antara Motivasi Kerja Perawat Dengan Pelaksanaan Discharge Planning di Ruang Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Bantul. http://opac.unisayogya.ac .id/147/1/NASKAH %20PUBLIKASI.pdf

Rofi’i Muhamad dkk, (2013). Faktor Personil Dalam Pelaksanaan Discharge

(42)

63

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Pres.

Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha.

Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta, EGC.

Setyowati T, (2011). Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat Pada Pasien di Ruang Syaraf dan Bedah Syaraf Gedung Kemuning Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung. 2011

Shofiana Ana M. (2014). Hubungan Persepsi Perawat TentangManfaat Discahrge Planning Dengan Pelaksanaan Discharge planning di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Naskah Publikasi.

http://opac.unisayogya.ac.id/245/1/ANA% 20MARIA % 20

SHOFIANA_201010201142_NASKAH \% 20PUBLIKASI.pdf

Siahaan, M. (2009). Pengaruh Discharge Planning yang Dilakukan oleh Perawat Terhadap Kesiapan Pasien Pasca Bedah Abdominal Menghadapi Pemulangan DI RSUP H.Adam Malik Medan.

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Swearingen, P.L. (2000). Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medical Bedah

Edisi 2.Jakarat.EGC.

Tirtabayu Eva Hasr, dkk ( 2012) Praktik Keselamatan Pasien Bedah Di Rumah Sakit Daerah Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 15, No. 4 Desember 2012.

Untari T. (2010). Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan DischargePlanning

oleh Perawat di RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta.

(43)

KepadaYth.

Sdra/i Responden

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Pathimatuz Zuhra

NIM : 20120320135

Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang akan

melaksanakan penelitian dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Discharge

Planning Pasien Pascaoperasi Apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak merugikan Bapak/Ibu. Bila

selama penelitian ini Bapak/Ibu merasakan ketidaknyamanan, maka Saudara

berhak untuk berhenti menjadi responden penelitian. Kerahasiaan semua

informasi yang diberikan juga akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk

kepentingan penelitian.

Dengan penjelasan ini peneliti mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu. Atas

perhatian dan partisipasinya dalam penelitian ini, kami ucapkan terima kasih.

Peneliti

(44)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Inisial Nama :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang akan

dilakukan oleh pathimzatuz Zuhra Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan

Discharge Planning Pasien Pascaoperasi Apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit IIdan saya akan mengikuti proses penelitian.

Oleh karena itu, saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk menjadi responden

pada penelitian ini dengan sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, April 2016

Responden

(45)

rumah sakit

a. Mengidentifikasi, persiapan, dan rancang Discharge planning

b. Peninjauan ulang rekam medis pasien (anamnesis, hasil

pemeriksaan fisik,

diagnosis dan tata laksana)

c. Asesmen kebutuhan perawatan

pasien apendiktomi

d. Asesmen mengenai kemampuan

fungsional pasien saat ini, misalnya

fungsi kognitif, mobilitas.

e. Asesmen mengenai kondisi rumah /

tempat tinggal pasien

f. Identifikasi siapa pendamping

utama / penanggung jawab

perawatan pasien

g. Diskusikan mengenai kebutuhan

pasien dan pendamping utama /

penanggung jawab perawatan

pasien.

h. Libatkan pasien dan keluarga

dalam perencanaan Discharge

planning (karena pasien yang

paling tahu mengenai apa yang

dirasakannya dan ingin dirawat

oleh siapa)

(46)

a. Tetapkan prioritas mengenai

hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien

dan keluarga

b. Lakukan observasi tanda-tanda

vital untuk mengetahui terjadinya

pendarahan, syok, hipertermia,

atau gangguan pernapasan.

c. Lakukan mobilisasi pada hari

pertama post operasi.

d. Melaporkan tanda-tanda gejala

terjadinya infeksi luka seperti

kemerahan menetap, bengkak,

drainase purulen, hangat pada area

luka, bau busuk, dan nyeri.

e. Berikan pendidikan kesehatan mengenai diet untuk

meningkatkan pemeliharaan

nutrisi dan cairan. Diet yang

dianjurkan diantaranya daging,

telur, ikan, buah, sayuran, susu,

keju, serela dan roti. Serta

pemenuhan cairan sedikitnyaa 2-3

L/hari.

f. Perawatan insisi, penggantian

balutan, dan izin untuk mandi atau

mandi pancuran jika jahitan sudah

diangkat.

g. Berikan informasi tentang hasil

pengkajian medis, diagnosis,

tatalaksana, prognosis, rencana

(47)

i. Pemberitahuan tanggal rencana

pemulangan pasien

j. Tanda dan gejala yang perlu di

laporkan

k. Tindakan / pengobatan yang dapat

dilakukan sebelum ke rumah sakit

l. Pemberian Nomor telepon yang

bisa di hubungi saat pasien

membutuhkan bantuan

m. Pemberian leaflet edukasi

kesehatan

n. Pemberian informasi pada pasien /

PJ perawatan pasien di rumah

tentang aktivitas pasien

o. Pemberian edukasi tentang nutrisi

p. Pemberian edukasi tentang

pemberian obat-obatan

Persiapan Pemulangan

a. Tempat perawatan selanjutnya

b. Obat untuk di rumah

c. Alat bantu / peralatan kesehatan

untuk di rumah

d. Rencana Kontrol

e. Format ringkasan pulang / resume

medis yang sudah terisi

f. Format ringkasan keperawatan

(48)

g. Alat transportasi yang digunakan

untuk pulang : ambulance / mobil

pribadi

(49)
(50)
(51)
(52)

GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING

PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiya

Yogyakarta

Disusun Oleh PATHIMATUZ ZUHRA

20120320135

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(53)
(54)

THE DESCRIPTIONS OF DISCHARGE PLANNING IMPLEMENTATION FOR PATIENT POSTOPERATIVE APENDIKTOMI IN PKU

MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA HOSPITAL

Pathimatuz Zuhra1, Novita Kurnia Sari2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY.

Dosen Program Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract

Beckground: Discharge planning is a planning done for the patient and family before the patient leaves the hospital. Complications or failure to provide discharge planning will be at risk of disease severity. The determine whether overview of the implementation of the discharge planning to postsurgery patients of appendectomy in PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta Hospital.

Methods: The research used observational descriptive. The sample in this study 30 respondents implementation of discharge planning was done by the nurses in undergoing post-surgery patients of appendectomy in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Result: The results of this study indicate that discharge planning actions at the beginning of the current assessment of patients admitted to the hospital there were 7 respondents (23.34%) did discharge planning and 23 respondents (76.66%) did not, the implementation of discharge planning for hospitalized patient, five respondents (16.66%) did the discharge planning and 25 respondents (83.34%) did not, and the implementation of discharge planning preparation for the repatriation, 12 respondents (40%) did the discharge planning and 18 respondents (60%) did not.

Conclusion: Based on the result the Implementation of discharge planning in postsurgery patients of appendectomy at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital, is not optimal because the nurses not really details with the discharge planning.

(55)

Pathimatuz Zuhra1, Novita Kurnia Sari2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY.

Dosen Program Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Discharge planning adalah perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit. Komplikasi atau kegagalan dalam memberikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Selama ini perawat hanya melakukan discharge planning hanya di akhir saja. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses pelaksanaan discharge planning yang dilakukan oleh perawat pada pasien pascaoperasi apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini adalah deskriptif observasional. Sampel dalam penelitian ini 30 responden pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat pada pasien pascaoperasi apendiktomi yang menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa tindakan discharge planning pada assessment awal saat pasien masuk rumah sakit sebanyak 7 responden (23,34%) melakukan, 23 responden (76,66%) tidak melakukan. Pelaskanaan discharge planning saat di rawat inap 5 responden (16,66%) melakukan, 25 responden (83,34%) tidak melakukan, pelaksanaan discharge planning persiapan hari pemulangan 12 responden (40%) melakukan, 18 responden (60%) tidak melalukan tindakan

discharge planning.

Kesimpulan: Pelaksanaan discharge planning pasien pascaoperasi apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta tidak optimal dikarenakan perawat hanya melaksanakan discharge planning di akhir dan hanya melakukan tindakan yang penting-penting saja tanpa memperhatikan secara detail dari tindakan discharge planning.

(56)

PENDAHULUAN

Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien karena kemungkinan hal buruk yang membahayakan pasien bisa saja terjadi, sehinggga dibutuhkan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melaukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan pasien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008 dalam Siahaan 2009).

Berdasarkan data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pola penyakit di Indonesia engan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi. Hasil studi pendahuluan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta didapatkan angka kejadian operasi pada tahun 2015 sebesar 2.471 tindakan operasi. Tindakan operasi yang paling banyak dilakukan adalah operasi apendiktomi.

Apendiktomi adalah pembedahan dengan cara pengangkatan apendiks. Apendisitis merupakan indikasi tersering pengangkatan apendiks, walaupun pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor (nainggolan 2013). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan ke emapat terbanyak dari tahun 2006. Setiap tahunnya sekitar 700.000 pasien dengan usus buntu atau apendisitis diruang gawat darurat untuk pengobatan termasuk apendiktomi (Clynton, 2009 dalam Wijaya 2012).

Cedera medis pada pasien post

apendiktomi dapat menimbulkan nyeri, resiko terjadinya infeksi yang disebabkan karena stress yang sangat serius yang

akan mengakibatkan sistem imun tubuh menurun sehingga tubuh rentan terkena infeksi seperti peritonitis, abses peritoneal. Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien dan keluarga agar mampu mengenali tanda bahaya sehingga dapat dilaporkan kepada petugas medis (Healthnotes, 2005).

Faktor- faktor yang mempengaruhi proses perawatan pasien pasca-operasi adalah faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, penyakit penyerta, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi jaringan serta merokok. Faktor ekstrinsik terdiri dari teknik operasi/pembedahan yang buruk, mobilisasi, pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, obat-obatan, manajemen luka yang tidak tepat dan infeksi (Potter & Perry, 2006).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi nyeri pada pasien apendiktomi, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan, dan toleransi aktivitas sesuai kemampuan. Ambulasi dini dapat dilakukan secara bertahap setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring terlebih dahulu. Mobilisasi dini yang dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki, dan memutar pergelangan kaki. Setalah 6-10 jam pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah

(57)

dengan melaksanakan discharge planning

dengan baik pada pasien pasca-operasi.

Discharge planning adalah

perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat mencapai kesehatan yang optimal dan mengurangi biaya rumah sakit (Rakhmawati dkk, 2012). Sebelum pemulangan pasien keluarga harus memahami dan mengetahui cara menajemen pemberian perawatan yang dapat dilakukan di rumah seperti perawatan pasien yang berkelanjutan, sehingga dapat mengurangi komplikasi (Perry & Potter, 2006).

Komplikasi atau kegagalan dalam memberikan discharge planning akan

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Discharge Planning Assesment awal di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei 2016 (n=30)
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil akhir pelaksanaan discharge planning pasien pascaoperasi apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, April-Mei 2016 (n=30)
Tabel HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran pelaksanaan Discharge Planning Assesment awal.
Tabel 4.3 Gambaran pelaksanaan Discharge Planning tahap persiapan hari pemulangan.

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Memang penelitian hisoris dan filosofis MacIntyre menunjukkan bahwa masing-masing pandangan etis tidak memiliki kesamaan berkenaan dengan apa itu telos dan virtue,

Uji F dilakukan untuk membuktikan atau mengetahui pengaruh secara bersama-sama variable bebas atau independen inflasi, kurs atau nilai tukar mata uang asing, dan BI- rate

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penetitian mengenai berapa besar permintaan akan pelayanan angkutan umum dan jumlah armada

Drainage, Sanitation, Septic-tank, Garbage/sewage, Are there any public toilets/shower ?, 24 TOILETS/SHOWER FORM 4_8_Who provides ?, Physical status maintenance of

13210013, mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, setelah membaca, mengamati kembali berbagai data yang

Dari sini kita dapat memahami bahwa Quraish Shihab dalam pemikirannya membolehkan poligami, namun dalam pelaksanaan poligami tersebut beliau sangat menekankan pada unsur keadilan

Penurunan terbesar terjadi di Kabupaten Trenggalek yang mengalami penurunan indeks harga sebesar 0,59 persen, kemudian diikuti Kabupaten Situbondo 0,55 persen,