commit to user
i
PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN 2008
Skripsi Oleh : Sholeh Wibawa
K 5404056
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)
DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008
SKRIPSI
Disusun Oleh : Sholeh Wibawa
K 5404056
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Wakino, M.S NIP. 19521103 197603 1 003
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : ...……….
Tanggal : ....………
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ………...…..
Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si ………...
Anggota I : Drs. Wakino, M.S ………...
Anggota II : Rahning Utomowati, Ssi ….………....………..
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Sholeh Wibawa. PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Mei 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (2) Karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (3) Efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif geografis dengan analisis peta dan analisis tabel. Populasi adalah penerima BLT sebanyak 3.927 KK dan sampel yang digunakan adalah 161 responden untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan 35 responden untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Data yang diperoleh, kemudian diolah dan diklasifikasikan untuk dapat dianalisis sebarannya. Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah karakteristik sosial ekonomi yang tercantum pada Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yang terdiri dari luas lantai setiap anggota keluarga, jenis lantai bangunan, jenis dinding, fasilitas buang air besar, sumber penerangan, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, kemampuan mengkonsumsi protein hewani, kemampuan membeli pakaian, konsumsi makanan, kemampuan berobat, sumber dan penghasilan kepala keluarga, tingkat pendidikan, dan kepemilikan barang berharga atau modal. Efektivitas penyaluran BLT berdasarkan analisis dari data karakteristik penerima BLT. Efektivitas penyaluran BLT diketahui dari perbandingan jumlah penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori rendah. Banyak sedikitnya jumlah penerima BLT di setiap desa berdasarkan jumlah keluarga miskin dan jumlah keluarga (jumlah KK) yang dimiliki setiap desa. Jumlah KK yang besar pada akan berpengaruh pada jumlah keluarga miskin yang terdapat pada desa tersebut. (2) berdasarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %) (3) efektivitas penyaluran BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 kurang efektif.
commit to user
vi ABSTRACT
Sholeh Wibawa. DIRECT CASH ASSISTANCE (BLT) RECEIVER MAPPING IN DISTRICT GATAK REGENCY OF SUKOHARJO IN 2008. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, 2010.
The purposes of this research are to know: (1) distribution of BLT receiver in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (2) characteristic of BLT receiver in Subdistrict Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (3) and the effectiveness of BLT distributions in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008.
This research uses the geographical descriptive method with map and tables analysis. BLT population is 3.927 of family leader, 161 respondents as characteristic of BLT receiver sample and 35 respondents as effectivveness of BLT distribution sample. Technigue sampling use puposive sampling technique and the data collecting technique is used interview and observation. The received data can be manner and to be classified to get distribution analysis. Social economic characteristic that is researched is the social economic characteristic which is available in field execution guidance of KSK/PKSK/and PCL that consist of the wide floor type of each family, type of building floor, type of wall, toilet facility, light source, mineral water source, fuels for cook, the ability to consume animal protein, to buy clothes, ability to consume food, ability to buy medicine, the source of family leader income, education stratification, luxurious stuff ownership. Effectiveness of BLT distribution known from comparison the BLT receiver based on criteria of BLT receiver and sufficiency of calorie.
commit to user
vii MOTTO
“Alloh tidak akan membebankan suatu beban, kecuali sesuai dengan kesanggupannya”.
(QS. Al Baqoroh : 286)
“Yang bisa kita lakukan sebagai manusia ialah mencoba dan tidak takut
untuk melangkah, karena tidak semua hal akan datang menghampiri
kita”
(Anonim)
“Semua itu indah bila kita mensyukuri….”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Dengan ucapan syukur Allhamdulillah
karya ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibuku yang tercinta.
Adik-adikku yang aku sayangi.
Seseorang yang selalu mendukungku.
Sahabat Geografi ’04.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Banyak hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat
bimbingan, petunjuk, bantuan, dan saran-saran yang bermanfaat dari berbagai
pihak sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan
rasa syukur, hormat dan bahagia disampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
mengkomunikasikan dengan pihak luar UNS.
2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
dalam rangka penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Wakino, M.S, selaku Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, selaku Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Ibu Dosen Program Studi Geografi atas bimbingan dan bekal ilmu
yang telah diberikan selama belajar.
7. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Camat Gatak beserta jajarannya, Kepala Desa di Kecamtan Gatak dan
jajarannya, dan warga Kecamatan Gatak yang telah banyak membantu
commit to user
x
9. Sahabatku Arief, Sukma, Habib, Eka, Linda, Prawita, dan seluruh anak
geografi angkatan 04, Thank’s for all. Terima kasih atas bantuan, motivasi
dan kerjasamanya selama ini.
10.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan imbalan yang sepadan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
demi sempurnanya skripsi ini sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Amiin.
Surakarta, Mei 2010
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... v
HALAMAN ABSTRACT ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
4. Efektivitas Penyaluran BLT ... 23
B. Penelitian Yang Relevan ... 24
commit to user
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 33
C. Sumber Data ... 33
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ... 38
F. Teknik Analisis Data ... 30
G. Prosedur Penelitian ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 44
1. Letak ... 44
2. Luas ... 44
3. Penggunaan Lahan ... 46
4. Keadaan Penduduk ... 50
a. Jumlah dan Persebaran Penduduk ... 50
b. Kepadatan Penduduk ... 51
c. Komposisi Penduduk ... 49
5. Penduduk Miskin dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak ... 56
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62
1. Persebaran Penerima BLT ... 62
2. Karakteristik Penerima BLT ... 73
a. Luas Lantai Setiap Anggota Keluarga ... 73
b. Jenis Lantai Bangunan ... 74
h. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani ... 80
i. Kemampuan Membeli pakaian ... 81
commit to user
xiii
k. Kemampuan Berobat ... 83
l. Sumber dan Penghasilan Kepala Keluarga ... 85
m. Tingkat Pendidikan ... 87
n. Barang Berharga atau Modal ... 88
3. Efektivitas Penyaluran BLT ... 92
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 103
A. Kesimpulan ... 103
B. Implikasi ... 103
C. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf ... 11
Tabel 2. Penelitian yang Relevan. ... 26
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 31
Tabel 4. Persebaran Sampel Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008... 36
Tabel 5. Pembagian Luas Kecamatan Gatak ... 42
Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kecamamatan Gatak ... 47
Tabel 7. Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007 50
Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Gatak tahun 2007 ... 51
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Gatak Tahun 2007 ... 54
Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ... 56
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Gatak Tahun 2007 ... 59
Tabel 12. Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2007 ... 63
Tabel 13. Jumlah Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 66
Tabel 14. Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ... 72
Tabel 15. Jenis lantai yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 75
Tabel 16. Jenis Dinding yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ... 76
Tabel 17. Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 77
Tabel 18. Sumber Penerangan Penerima BLT di Kecamatan Gatak
commit to user
xv
Tabel 19. Sumber Air minum Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 79
Tabel 20. Bahan bakar unutk Memasak Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 80
Tabel 21. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani (dalam 1 minggu)
Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 81
Tabel 22. Kemampuan Membeli Pakaian (dalam 1 minggu) Penerima BLT
di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 79
Tabel 23. Kemampuan Makan (dalam 1 hari) Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ... 83
Tabel 24. Kemampuan Berobat Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 84
Tabel 25. Jenis mata Pencaharian Kepala Keluarga Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 85
Tabel 26. Penghasilan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 86
Tabel 27. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ... 87
Tabel 28. Barang Berharga dan Barang Modal yang Dimilki Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 88
Tabel 29. Skor Karakteristik Sosial Ekonomi RTS BLT ... 89
Tabel 30. Klasifikasi Keluarga Miskin Sesuai RTS-BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ... 90
Tabel 31. Klasifikasi RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 93
Tabel 32. Jumlah Penerima BLT yang Layak Menerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008. ... 97
Tabel 33. Perhitungan Jumlah Kalori dengan Nilai Tukar Rupiah ... 101
Tabel 34. Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Jumlah Kalori ... 102
Tabel 35. Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kriteria Penerima
commit to user
xvi
DAFTAR PETA
Halaman
Peta 1. Persebaran Sampel Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 37
Peta 2 Administrasi Kecamatan Gatak ... 45
Peta 3. Penggunaan Lahan Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 49
Peta 4. Kepadatan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2010 ... 53
Peta 5. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 57
Peta 6. Matapencaharian Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 60
Peta 7. Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 65
Peta 8. Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 67
Peta 9. Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 71
Peta 10. Persebaran Kelas Sosial Ekonomi Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 91
Peta 11. Kelayakan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 95
Peta 12. Kesesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ... 96
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 31
Gambar 2. Penggunaan Lahan Sawah di Kecamatan Gatak ... ..48
Gambar 3. Alur Pembuatan Peta Perbandingan Jumlah KK dan Penerima
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Ijin Menyusun Skripsi
Lampiran 2. Ijin Penyusunan Skripsi
Lampiran 3. Permohonan Ijin Research / Try Out
Lampiran 4. Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5. Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Badan Kesatuan Bangsa
Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Sukoharjo
Lampiran 6. Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Kecamatan Gatak
Lampiran 7. Daftar Nama Responden
Lampiran 8. Lembar Wawancara dan Observasi
Lampiran 9. Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 10. Perhitungan Luas Lantai per Anggota Keluarga
Lampiran 11. Klasifikasi Sosial Ekonomi Penerima BLT
Lampiran 12. Lembar Wawancara (data tambahan)
Lampiran 13. Daftar Nama, Jumlah Pemasukan dan Pengeluaran Responden
Lampiran 14. Penghitungan Pendapatan Per Orang Per Bulan
Lampiran 15. Perbandingan Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan
Kriteria Penerima BLT dan Jumlah Kalori
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di Jawa
Tengah pada bulan Juli 2005 tercatat 6.533.500 jiwa (20,49 %) penduduk miskin
sedangkan pada bulan Juli 2007 tercatat 6.556.000 jiwa penduduk miskin
(http://jateng.bps.go.id/, 28 Agustus 2008). Selama periode Juli 2005 – Maret
2007 terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 22.500 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut tersebar di daerah pedesaan
(16.000 jiwa) dan daerah perkotaan (6.500 jiwa). Persentase penduduk miskin
antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah, dalam dua tahun
tersebut sebagian besar penduduk miskin berada di daerah pedesaan.
Kemiskinan merupakan masalah yang sering terjadi di masyarakat dalam
sebuah Negara. Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah:
1. Kesempatan kerja. Seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan dia tidak
memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam
ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala
setengah menganggur.
2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu
tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya relatif tinggi
maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin.
3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor
pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah.
4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak
memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan. Petani yang tidak
memiliki lahan bisa digolongkan miskin dengan pendapatan yang lebih kecil
dari pemilik lahan.
5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara
commit to user
6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh
rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama
berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.
Salah satu penyebab meningkatnya penduduk miskin adalah kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tanggal 1 September 2005 pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban
APBN khususnya subsidi BBM. Kenaikan BBM tersebut menjadi salah satu
penyebab meningkatnya penduduk miskin dari tahun 2005 ke tahun 2007.
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 belum mengalami penurunan
tetapi harga minyak mentah mengalami peningkatan lagi. Sejak Januari sampai
Oktober 2007, harga minyak tidak pernah mengalami penurunan dalam
pergerakan bulanan. Bahkan, bila dibanding harga pada tahun 2000 yang masih
USD 27,00 per barel, harga minyak dunia pada 7 Juni 2008 sudah mencapai $
138,54 per barel (http://muttaqiena.blogspot.com, 24 September 2008). Untuk
menyelamatkan APBN dan perekonomian nasional, maka setelah melalui
pertimbangan yang seksama pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral no.16/2008 menaikkan harga premium, solar, dan minyak
tanah yang mulai berlaku pada 24 mei 2008 (www.esdm.go.id, 6 September
2008).
Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat. Masyarakat miskin dengan penghasilan rendah yang paling
merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Untuk mempertahankan kesejahteraan
masyarakat yang berpenghasilan rendah terutama masyarakat miskin pemerintah
mengadakan program kompensasi salah satunya adalah program Bantuan
Langsung Tunai (BLT).
Program BLT bersifat sementara (selama 1 tahun), diarahkan sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong
menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp. 100.000,00 per bulan
per Rumah Tangga Sasaran (RTS). Bentuk BLT adalah uang tunai yang diberikan
commit to user
BLT merupakan program kompensasi jangka pendek akibat kenaikan
harga BBM. Program BLT bertujuan untuk:
1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
ekonomi.
3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Sasaran BLT adalah rumah
tangga yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.
(www.depsos.go.id,6 September 2008).
Penerima bantuan BLT adalah rumah tangga sangat miskin, miskin, dan
hampir miskin. Dalam program BLT tahun 2008 kriteria rumah tangga miskin
yang digunakan untuk menentukan kebijakan bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS).
Kabupaten Sukoharjo termasuk ke dalam salah satu kabupaten yang
terbebani atas kenaikan harga bahan bakar minyak. Jumlah Rumah Tangga
Sasaran (RTS) di Kabupaten Sukoharjo terdapat 73.401 dari 3.157.816 yang
terdapat di Propinsi Jawa Tengah (www.kompensasi.info, 20 Oktober 2008).
Penyaluran BLT di Kabupaten Sukoharjo dilakukan secara bergilir sesuai jadwal
di 167 Balai Desa lokasi penyaluran BLT. Masing-masing warga menerima Rp.
100.000,00 setiap bulan.
Kecamatan Gatak merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sukoharjo
yang mempunyai luas 19,45 km2 dan dihuni oleh 44.220 jiwa dengan kepadatan
penduduk rata – rata 227 jiwa/km2. Di kecamatan ini terdapat 14 desa yaitu: Desa
Blimbing: Desa Geneng, Desa Jati, Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan,
Desa Luwang, Desa Mayang, Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa
Trangsan, Desa Trosemi, dan Desa Wironanggan. Berdasarkan pada data
penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 jumlah penerima BLT terdapat
3.927 KK. Jumlah ini cukup besar bila dibanding dengan kecamatan-kecamatan
commit to user
di Kecamatan Gatak masih banyak rumah tangga yang termasuk dalam rumah
tangga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin.
Data RTS BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak hanya tersedia dalam
bentuk tabel. Data dalam bentuk tabel cukup mudah dibaca akan tetapi data itu
mempunyai kelemahan yaitu data tersebut tidak bisa memberikan gambaran
mengenai distribusi spasial. Alat bantu yang baik untuk mengetahui distribusi
spasial adalah peta. Dari peta dapat diketahui persebaran RTS BLT yang ada di
Kecamatan Gatak sehingga informasi yang ditampilkan lebih jelas dan lebih
mudah dipahami.
Penerima BLT yang ada di Kecamatan Gatak adalah keluarga yang sangat
miskin, miskin dan hampir miskin. Keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir
miskin diketahui dari karakteristik sosial ekonomi keluarga tersebut. Dalam
penyaluran BLT karakteristik yang menjadi tolak ukur dalam menentukan status
ekonomi masyarakat adalah karakteristik yang tercantum dalam Pedoman
Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yang terdiri dari 14 kriteria.
Semua kriteria tersebut perlu diteliti apakah sesuai dengan penerima BLT
di Kecamatan Gatak. Karena setiap kriteria dalam Pedoman Pelaksanaan
Lapangan KSK / PKSK / dan PCL mempunyai nilai dalam menentukan status
ekonomi rumah tangga sasaran BLT. Setelah dilakukan penelitian mengenai
karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak maka akan dapat diketahui
efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
Efektivitas penyaluran BLT yang dimaksud adalah apakah penyaluran
BLT sesuai dengan sasaran BLT yaitu keluarga yang sangat miskin, miskin dan
sangat miskin. Efektivitas penyaluran BLT perlu diteliti untuk mengetahui apakah
penyaluran BLT di Kecamatan Gatak sudah sesuai dengan sasaran BLT dan dapat
menjadi alat banding untuk program-program kompensasi pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan, sehingga program-program pengentasan pemerintah
dapat sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran.
Sesuai permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai persebaran penerima BLT, karakteristik penerima
commit to user
judul: "Pemetaan Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kecamatan
Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
2. Bagaimana karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
3. Bagaimana efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui persebaran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2008.
2. Mengetahui karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008.
3. Mengetahui efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini sebagai bentuk presentasi data yang berupa angka atau
tulisan-tulisan tentang informasi persebaran penerima BLT dalam bentuk peta,
sehingga dapat digunakan sebagai studi keruangan tentang program
commit to user
2. Untuk dunia pendidikan diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan
pembelajaran geografi mengenai antroposfer dan aspek kependudukan Kelas
IX IPS semester I.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis
Sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah
yang berupa teori-teori dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan. Dengan
demikian pemahaman tentang teori akan lebih mendalam.
b. Bagi Badan Pusat Statistik Sukoharjo
1. Dapat memberikan masukan dalam pendataan penduduk miskin di
Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo
2. Dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pemetaan
Peta menurut ICA (1973) dalam Sinaga (1999: 5) adalah suatu representasi
atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih di
permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau
benda-benda angkasa, dan pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil atau diskalakan. Sedangkan menurut Subagio (1996:12) peta adalah
gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang disajikan dalam
skala tertentu.
Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah
pengetahuan dan pemahaman geografi bagi pengguna peta. Dalam perencanaan
pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum perencanaan tersebut
memulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan
seperti yang dikemukakan oleh Sinaga (1999: 7) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu
daerah.
2. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang
dilakukan.
3. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.
4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai:
1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang
daerah yang akan diteliti.
2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan data
yang ditemukan di lapangan.
3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian.
commit to user
a. Jenis-Jenis Peta
Berdasarkan sumber datanya peta dikelompokkan ke dalam dua golongan
(Subagio, 1996: 2), yaitu :
1. Peta induk.
Peta induk adalah peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan
dilakukan secara sistematis. Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan
dalam pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometris.
2. Peta Turunan
Peta turunan adalah peta yang dibuat berdasarkan acuan peta yang sudah ada,
sehingga survei langsung ke lapangan tidak diperlukan.
Berdasarkan jenis data yang disajikan, peta dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu:
1. Peta topografi,
Peta topografi merupakan gambaran sebagian kecil permukaan bumi di atas
bidang datar atau bidang yang didatarkan yang dibuat dalam skala tertentu
serta dilakukan dengan metode tertentu pula. Karena banyaknya data topografi
yang dapat disajikan di atas suatu peta, maka perlu dilakukan pemilihan data
yang akan disajikan sehingga kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam
pemilihan data tersebut, perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti: skala
peta yang akan dibuat, sumber data pemetaan, serta jenis data yang akan
disajikan.
2. Peta tematik,
Peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan data atau informasi dari
suatu konsep atau tema tertentu saja baik itu berupa data kualitatif maupun
data kuantitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik,
terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud dengan data
kualitatif adalah data yang menyajikan unsur-unsur topografi berupa gambar
atau keterangan seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain
sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan
commit to user
nilai kontur, jumlah penduduk, dan lain sebagainya.
Berdasarkan skala peta dapat digolongkan dalam 4 kelompok
(Sinaga, 1999: 7), yaitu:
1. Skala Sangat Besar
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000. peta dengan skala ini digunakan
untuk aplikasi teknik yang membutuhkan informasi yang sangat akurat dan
sangat detail.
2. Skala Besar
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000 dan lebih kecil dari 1: 100.000.
3. Skala Sedang
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 1000.000 dan lebih kecil dari
1: 100.000.
4. Skala Kecil
Apabila skala peta lebih kecil dari 1: 1000.000.
b. Skala Peta
Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta, globe, model relatif
atau penampang melintang dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi.
(Prihandito,1989: 9).
Sedangkan menurut Sinaga (1999:9) skala peta adalah perbandingan jarak
antara dua titik di peta dengan jarak horizontal kedua titik itu di permukaan bumi
(dengan satuan yang sama). Jenis-jenis skala peta sebagai berikut:
1. Skala angka / skala pecahan,
Skala angka / skala pecahan adalah skala yang dinyatakan dengan angka atau
pecahan secara langsung sesuai besaran skala.
Contoh:
Skala angka (Numeric scale) =
Skala pecahan (Representative fraction) =
1: 50000
commit to user
2. Skala verbal
Skala verbal adalah skala yang dinyatakan dengan menggunakan kalimat.
Contoh:
1 inchi to one miles (skala verbal) = 1: 63660 (skala numerik)
1 inchi to two miles (skala verbal) = 1: 126720 (skala numerik)
3. Skala grafis
Skala grafis adalah suatu bentuk penyajian skala peta di atas garis lurus yang
mempunyai panjang tertentu, dan pada sisi garis yang satu dituliskan panjang
garis tersebut di peta (dalam satuan cm) serta pada sisi yang lain dituliskan
panjang garis tersebut di lapangan (dalam satuan km), sehingga kedua panjang
garis tersebut mempunyai perbandingan skala.
Contoh:
c. Simbol-Simbol Peta
Peta adalah suatu media komunikasi grafis, berarti informasi yang
diberikan dalam peta berupa gambar atau simbol. Dengan demikian simbol dalam
peta memegang peranan yang sangat penting. Dalam peta-peta khusus atau
tematik, simbol merupakan suatu informasi utama untuk menunjukkan tema suatu
peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan suatu gambar atau tanda yang
mempunyai makna atau arti. (Sinaga, 1999: 26)
Menurut bentuknya, simbol dibedakan menjadi:
1. Simbol titik
Simbol titik digunakan untuk menyatakan lokasi atau bentuk unsur-unsur lain
yang erat hubungannya dengan skala peta. Besarnya simbol titik dari mulai
yang kecil yang dibutuhkan untuk menunjukkan letak sebuah titik sampai
pada sebuah simbol yang dengan sengaja dibesarkan untuk menggambarkan
commit to user
2. Simbol garis
Simbol garis digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk garis
seperti sungai, jalan, batas administrasi, garis pantai dan lain sebagainya.
3. Simbol luas
Simbol luas atau ruang, digunakan untuk mewakili unsur-unsur topografi yang
berbentuk luas seperti areal permukiman, danau, daerah administrasi dan lain
sebagainya.
Simbol geometrik adalah simbol abstrak yang penggambarannya tidak mirip
dengan bentuk asli dari unsur yang diwakilinya.
3. Simbol huruf
Simbol huruf adalah yang simbol yang menggunakan huruf atau angka untuk
menggambarkan obyek yang diwakili. Biasanya menggunakan huruf pertama
atau kedua dari nama obyek yang diwakilinya.
Tabel 1. Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf. Bentuk /
Ujud
Simbol
Piktoral Geometrik Huruf / Angka
commit to user
Bandara
V
BandaraB
Bandara
Garis
Jalan
Sungai
Batas kabupaten
Batas desa
bb
bbb bbb bbbb
Batas
Bidang
Sawah
Perkebunan
Sawah
Perkebunan
Sawah
Perkebunan
2. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh
manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu
sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek
kehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi manusia
commit to user
terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan kesenjangan
adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang dimiliki.
Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah kondisi
depresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa
sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi kesenjangan
adalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis. Masalah
kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial.
Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207) adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Kemiskinan
memang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor
ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.
Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu
standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang
rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan
kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong
sebagai orang miskin.
Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan
dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur
yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya tolak
ukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang miskin
dapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang diperangi
kemiskinannya. Tolak ukur yang kedua adalah tolak ukur kebutuhan relatif
per-keluarga yang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang harus
dipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secara
sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup dalam
tolak ukur kebutuhan relatif per keluarga ini adalah: kebutuhan-kebutuhan yang
berkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan dan
commit to user
sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi dan
memadai.
b. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah:
1. Kesempatan kerja. Seseorang itu tidak mempunyai pekerjaan, sehingga dia
tidak memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam
ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala
setengah menganggur.
2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu
tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya cukup tinggi
maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin.
3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor
pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah.
4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak
memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan dia pemilikan dan
penguasaan lahan. Petani yang tidak memiliki lahan bisa digolongkan miskin
dengan pendapatan yang lebih kecil dari pemilik lahan.
5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara
penghasilan laki-laki dengan penghasilan perempuan.
6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh
rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama hal ini
berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.
Menurut Ghose dan Griffin dalam Suyanto (1995:106)
sekurang-kurangnya ada empat faktor yang menyebabkan kemiskinan di pedesaan,
faktor-faktor tersebut adalah:
Pertama, karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi
dengan adanya proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat. Jumlah penduduk
pedesaan yang terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan bertambahnya tanah
commit to user
sehingga akan terjadi yang disebut dengan shared poverty atau pembagian
kemiskinan. Di samping itu tekanan kebutuhan sehari-hari yang terus menerus
meningkat dan harga produksi pertanian yang tidak menentu menyebabkan
banyak warga desa sedikit demi sedikit terpaksa menjual lahannya untuk
menyambung hidup.
Kedua, nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sektor
pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lainnya termasuk
kebutuhan sehari-hari warga.
Ketiga, karena lemahnya posisi masyarakat desa khususnya petani dalam
rantai perdagangan. Biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah pada
pedagang atau tengkulak. Mungkin saja pada saat tertentu harga jual produk
pertanian tertentu naik. Tetapi karena sudah terjerat sistem ijon atau karena lemah
posisi harga barang maka acap kali tetap harus menanggung kerugian karena
harga beli ditekan serendah-rendahnya.
Keempat, karena faktor karakter struktur sosial masyarakat pedesaan yang
terpolarisasi, warga elit desa yang secara ekonomi mapan dan memiliki akses
terhadap kekuasaan dengan mudah dapat mengambil keuntungan dari paket-paket
inovasi yang masuk. Sementara, warga desa kebanyakan yang kurang
berpendidikan dan miskin harus puas hanya sebagai penonton.
c. Karakteristik Golongan Miskin
Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat dikategorikan
dalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal, tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta perawatan kesehatan
bisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial masyarakat.
Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:
13) adalah:
1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.
Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia
commit to user
jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam
menentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga. Bertambah
besarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar pula
kecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah anggota
rumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.
2. Karakteristik ekonomi dari penduduk miskin
Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas pekerjaan
kepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha atau
bahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi
jumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan
indikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan sangat
besar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah satu
karakteristik ekonomi penduduk miskin.
3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.
Pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi dua jenis yaitu:
karyawan/buruh dan pengusaha/majikan. Pekerjaan dengan status
karyawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga yang
memperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari pekerjaannya
sebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik, pembantu
rumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.
Kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnya
sebagai pemilik tanah, nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal dan
lain-lain. Di perkotaan dan pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timur
Indonesia, maupun di bagian barat Indonesia lebih banyak kepala rumah
tangga miskin yang menjadi pengusaha ketimbang yang menjadi buruh.
4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.
commit to user
komunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara umum
porsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai sebesar 70%
dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29, 31%.
dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan rumah
tangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak kurang
dapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus mengambil
makanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk
kondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya dimana
keluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari pendapatannya
hanya untuk makan.
5. Karakteristik sosial budaya
Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada di
pedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan warga
yang tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitas
pendidikan lebih lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan
pedesaan.
Menurut Sayogyo dalam Suyanto, (1995:5) ada tiga tipe orang miskin,
yaitu miskin (poor), sangat miskin (very poor) dan termiskin (poorest).
Penggolongan ini berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam
setiap tahun.
Orang miskin (poor) adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan
dalam beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup
memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr
protein/orang/hari).
Orang sangat miskin (very poor) berpenghasilan antara 240 kg – 320 kg
beras/orang/tahun.
Orang termiskin (poorest) berpenghasilan berkisar antara 180 kg – 240 kg
commit to user
d. Dimensi Kemiskinan
Dimensi kemiskinan menurut Ellis G.P.R. dalam Rais (1995: 31) terdiri
dari:
1. Ekonomi
Dimensi yang paling jelas dalam kemiskinan adalah dari segi ekonomi,
dimensi ini menjelma dalam segala kebutuhan ekonomi dan dapat dihitung
dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah setiap tahunnya
tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.
2. Sosial budaya
Dimensi kemiskinan adalah sosial dan budaya. Lapisan yang secara ekonomis
miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya
kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan dapat diketahui
dari ketidak-berdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Struktural atau politik
Kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami
kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan
struktural. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki
sarana politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur
sosial yang paling rendah.
Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut pada hakekatnya merupakan
gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam lingkup ekonomi tetapi juga
memperhatikan masalah sosial, budaya, dan politik.
e. Kriteria Keluarga Miskin, Penduduk Miskin, dan Rumah Tangga Miskin Menurut PT Pos Indonesia, kriteria keluarga miskin, penduduk miskin,
dan rumah tangga miskin adalah sebagai berikut:
1. Kriteria keluarga miskin
commit to user
untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun
non-makanan.
Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam
kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya.
Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis
kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan
2. Penduduk miskin
Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang per hari plus
kebutuhan dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 120.000,00 per
orang per bulan.
Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi
makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang per
hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara Rp. 150.000,00 per
orang per bulan.
Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 sampai 2300 kalori plus
kebutuhan dasar non-makanan atau setara Rp. 175.000,00 per orang per
bulan
3. Rumah Tangga Miskin
Rumah tangga dikatakan Sangat Miskin apabila tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp. 120.000,00 = Rp. 480.000,00 per
rumah tangga per bulan.
Rumah tangga dikatakan Miskin apabila kemampuan memenuhi
kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 150.000,00 = Rp. 600.000,00
commit to user
Rumah tangga dikatakan Mendekati Miskin apabila kemampuan
memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 175.000,00 = Rp.
700.000,00 per rumah tangga per bulan, tetapi di atas Rp. 600.000,00.
3. Bantuan Langsung Tunai (BLT)
BLT menurut tim sosialisasi BLT Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) adalah sejumlah uang tunai yang diberikan oleh
pemerintah kepada rumah tangga yang perlu dibantu agar kesejahteraannya tidak
menurun jika harga BBM dinaikkan. (www.bappenas.go.id, 6 September 2008).
Keputusan menaikkan harga BBM dalam negeri diambil karena biaya subsidi
BBM dalam negeri meningkat sangat pesat dengan naiknya harga minyak mentah
dunia yang terus naik mencapai di atas US$ 120,00 per barel pada bulan Mei
2008.
Dasar hukum pelaksanaan program adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 Tentang Pelaksanaan Program BLT Untuk Rumah Tangga Sasaran. Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin (www.depsos.go.id, 6 September 2008).
Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah. Namun demikian pemerintah
bertekad untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan
rendah terutama masyarakat miskin melalui program kompensasi, yang berupa:
1. Peningkatan program kemiskinan yang bersifat jangka panjang seperti PNPM,
program keluarga harapan, program JAMKESNAS, program penyediaan
beasiswa, program pelayanan KB bagi PUS, Program KUR dan program lain
yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
2. Program kompensasi jangka pendek yaitu program BLT, perluasan program
raskin, program penjualan minyak goreng bersubsidi dan program pasar beras
commit to user
Program BLT termasuk program kompensasi jangka pendek yang bersifat
sementara, dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya
BLT adalah Rp 100.000,00 per bulan per rumah tangga sasaran. Bentuk uang
tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang
disebabkan oleh naiknya harga BBM.
Data dasar yang digunakan adalah data untuk pelaksanaan BLT tahun
2005-2006 yang telah dimutakhirkan oleh BPS. Di samping itu, PT Pos
melakukan penyesuaian sehubungan dengan adanya rumah tangga sasaran yang
berpindah alamat, meninggal dunia atau tidak mengambil uang tunai pada
program BLT 2005-2006.
Tujuan Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat
konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan
kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah:
1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
ekonomi.
3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.
Di dalam proses pelaksanaanya, warga masyarakat yang ingin
mendapatkan BLT harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh BPS.
Adapun Kriteria RTS layak BLT adalah:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 M2 per orang
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah / bambu / kayu
murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu / rumbia / kayu berkualitas
rendah / tembok tanpa plester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga
lain
commit to user
6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air
hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak
tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam setahun
10.Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik
12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5
Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,00 per bulan.
13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD /
hanya SD.
14.Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.
Pembagian keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin adalah
sebagai berikut:
1. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 8 poin atau kurang, maka termasuk
dalam keluarga tidak miskin
2. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 9 poin sampai dengan 10, maka
termasuk dalam keluarga hampir miskin.
3. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 11 poin sampai dengan 12 poin, maka
termasuk dalam keluarga miskin.
4. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 13 poin atau lebih, maka termasuk
dalam keluarga sangat miskin.
commit to user
4. Efektivitas Penyaluran BLT
Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf
tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien,
meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan
pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara
mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan
outputnya.
Chester I. Barnard dalam Prawirosentono (1999: 27), menjelaskan bahwa
arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut: “When a specific desired end is
attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences
of the action are more important than the attainment of the desired end and are
dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought
consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we
shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it
satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”. (Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut
adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan
mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai,
sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak
efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh,
maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan
sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu
memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau
tidak).
Dalam bahasa dan kalimat yang mudah hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa: sesuatu dikatakan efektif apabila tujuan dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan.
Sesuai dengan pengertian efektivitas diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa efektivitas penyaluran BLT adalah kesesuaian antara tujuan BLT dan
realita yang tercapai oleh program BLT. Yaitu BLT yang menyasar kepada rumah
commit to user
B. Penelitian yang Relevan
1. Pemetaan Penerima RASKIN ( Beras Untuk Keluarga Miskin ) Di Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora Tahun 2005. Penulis : Yuni Sulistyawati
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora pada
tahun 2005 mengenai RASKIN. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
persebaran keluarga miskin, mengetahui persebaran penerima RASKIN di
Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005 dan mengetahui efektivitas
penyaluran Raskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005.
Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil
penelitiannya adalah persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap desa
dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari jumlah keseluruhan keluarga
miskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Persebaran penerima
RASKIN tersebut merata di setiap desa. Klasifikasi persebaran penerima
RASKIN adalah kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan Desa Bedingin. Sedangkan
yang masuk dalam kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa Gondorio,
Desa Wukirsari, dan Desa Prigi.
Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan Todanan Kabupaten
Blora belum efektif karena tidak sesuai dengan kriteria penerima RASKIN
dan penyalurannya yang tidak sesuai dengan ketentuan penyaluran RASKIN.
2. Analisis Kemanfaatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bagi Rumah Tangga
Miskin (RTM) Tahun 2005-2006. Penulis : Tri Anggoro
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kwarasan Kabupaten Kebumen
kepada 100 responden. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
karakteristik sosial ekonomi RTM penerima BLT bila dilihat dari segi
pendidikan, jumlah keluarga, pemanfaat BLT, durasi penggunaan dana BLT,
dan pemanfaatan dana BLT di Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen,
mengetahui pengaruh pendidikan dan jumlah keluarga terhadap kemanfaatan
commit to user
mengetahui berapa besar tingkat perbedaan antara tingkat pendidikan yang
lebih rendah, jumlah keluarga yang lebih sedikit dan jumlah keluarga yang
lebih banyak terhadap kemanfaatan BLT bagi RTM di Kecamatan Kuwarasan
Kabupaten Kebumen.
Metode Penelitian yang digunakan adalah area probability sampling
dan diolah dengan metode binary logit berdasarkan tingkat signifikansi 10% dengan alat bantu Eview’s 4.0.
Hasil penelitiannya diketahui bahwa secara individu variabel
pendidikan berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi
10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan variabel jumlah
keluarga secara individu berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat
signifikansi 1% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. Berdasarkan oods
ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan probabilitas kepala rumah tangga
yang berpendidikan lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan
BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya kemanfaatan BLT bagi kepala
rumah tangga dengan pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel
jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga yang jumlah anggota
keluarganya lebih sedikit dalam menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah
1,37 kali dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang mempunyai
26
1. Persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap
desa dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari
jumlah keseluruhan keluarga miskin di Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora.
2. Persebaran penerima RASKIN merata di setiap desa.
Persebaran penerima RASKIN yang masuk dalam
kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan
Desa Bedingin. Sedangkan yang masuk dalam
kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa
Gondorio, Desa Wukirsari, dan Desa Prigi.
3. Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora belum efektif.
2 Tri Anggoro Analisis
terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi
10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan
variabel jumlah keluarga secara individu berpengaruh
terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi 1%
dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. berdasarkan
oods ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan
probabilitas kepala rumah tangga yang berpendidikan
lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan
BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya
kemanfaatan BLT bagi kepala rumah tangga dengan
pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel
jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga
yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit dalam
menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah 1,37 kali
dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang
mempunyai anggota keluarga yang lebih banyak.
commit to user
29
C. Kerangka Pemikiran
Kenaikan harga BBM harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan
APBN. Dampak dari kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap harga
barang di pasar. Masyarakat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan karena
harga barang-barang kebutuhan semakin meningkat. Masyarakat kalangan
menengah kebawah adalah masyarakat yang paling merasakan dampak kenaikan
harga BBM. Angka kemiskinan akhirnya meningkat karena masyarakat dari
kalangan menengah kebawah tidak siap untuk menghadapi kenaikan harga BBM.
Untuk mengurangi beban masyarakat tersebut pemerintah mengeluarkan suatu
program yang bersumber dari subsidi BBM, program tersebut adalah BLT.
Penyaluran BLT pada tahun 2008 dilakukan di desa atau kelurahan kepada
keluarga misk. Pedoman untuk penentuan RTS BLT adalah berdasarkan
karakteristik sosial ekonomi keluarga. Karakteristik sosial ekonomi RTS penerima
BLT meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat,
jenis dinding tempat tinggal. fasilitas buang air besar, sumber penerangan rumah
tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak. kemampuan
mengkonsumsi protein hewani (daging / susu / ayam) dalam satu minggu,
kemampuan membeli pakaian baru dalam satu tahun, kemampuan untuk makan
dalam satu hari, kemampuan berobat di Puskesmas / Poliklinik, sumber
penghasilan kepala rumah tangga. pendidikan tertinggi kepala rumah tangga,
kepemilikan tabungan / barang yang mudah dijual.
Di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 3.927 KK (30.45 %)
menerima BLT dari 12.898 KK. Jumlah penerima BLT pada tahun 2008 sama
dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005. Dari fakta tersebut menimbulkan
pertanyaan apakah jumlah keluarga miskin dalam rentang waktu selama 3 tahun di
Kecamatan Gatak tidak mengalami perubahan? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut maka di lakukan survei untuk mengatahui karakteristik penerima BLT
apakah masih sesuai dengan 14 kriteria penerima BLT dan apakah penerima BLT
commit to user
Dari karakteristik penerima BLT sesuai kriteria penerima BLT akan
diketahui kelas sosial ekonomi penerima BLT. Untuk mengukur efektivitas
penyaluran BLT dapat dilakukan dengan membandingkan penerima BLT menurut
14 kriteria penerima BLT dan menurut kecukupan jumlah kalori.
Data RTS penerima BLT disajikan dalam bentuk peta tematik. Untuk
memudahkan analisis keruangan, data penerima BLT perlu diwujudkan dalam
bentuk peta. Melalui peta dapat diketahui persebaran penerima BLT dan
efektivitas penyalurannya. Berikut adalah gambar diagram alur
commit to user
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo yang
terdiri dari 14 desa yaitu: Desa Blimbing, Desa Geneng, Desa Jati,
Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan, Desa Luwang, Desa Mayang,
Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa Trangsan, Desa Trosemi, dan
Desa Wironanggan.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu lima belas bulan diawali
dari penyusunan proposal sampai penulisan laporan penelitian, mulai dari bulan
September 2008 sampai bulan November 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
commit to user
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja yang sistematis untuk
memahami obyek penelitian geografi dengan menggunakan alat dan melalui
prosedur ilmiah geografi, agar tujuan penelitian dapat tercapai.
Untuk mengetahui persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak, maka
dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif geografis yaitu menjelaskan
secara spasial persebaran penerima BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak. Strategi
penelitian yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tabel dari data primer,
dan sekunder.
Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara kemudian disusun
kedalam tabel. Data sekunder berbentuk tabel dan dokumentasi yang diperoleh
dari instansi yang terkait dalam pelaksanaan program BLT. Setelah analisis data
primer dan data sekunder analisis peta dilakukan untuk mengkaji persebaran
penerima BLT.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data Primer diperoleh dari wawancara dan observasi tahap pertama
dilakukan kepada penerima BLT di 14 desa di Kecamatan Gatak dan wawancara
tahap kedua dilakukan kepada penerima BLT di 3 desa. Responden pada tahap
kedua adalah keluarga yang sama dengan wawancara dan observasi tahap
pertama. Pedoman wawancara disusun dengan menggunakan kuesioner (daftar
pertanyaan) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Data primer yang diperoleh dari wawancara tahap pertama adalah:
1. Identitas responden yang berupa nama dan alamat.
2. Luas lantai bangunan tempat tinggal.