1
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah. Penerapan otonomi daerah telah membuka peluang
bagi daerah provinsi, daerah kabupaten/kota untuk mengembangkan
kreativitas dan inovasinya membangun daerah guna mengimplementasikan
makna otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah
diberlakukan pada setiap daerah. Otonomi tersebut memberi daerah
kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Agar Otonomi daerah
dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, maka daerah perlu diberikan
wewenang-wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan
sebagai urusan rumah tangganya
Implikasi dari otonomi daerah menurut Undang-undang 12 Tahun
2008 ini terhadap perkembangan daerah adalah terjadinya pergeseran
kewenangan dalam kebijakan perencanaan dan pembangunan daerah.
Melalui desentralisasi kebijakan, daerah mempunyai kewenangan dalam
menetapkan kebijakan untuk perencanaan dan pelaksanaan daerah.
Dalam
rangka
meningkatkan
dan
mempertahankan
kinerja
pembangunan menghadapi perkembangan perubahan lingkungan strategis
cepat dan sering tidak terduga, maka Kabupaten Karawang telah
mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 10 Tahun
2008, tentang Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. Salah satunya dengan
pembentukan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi
Kabupaten Karawang dan dijabarkan dalam Peraturan Bupati Karawang
Nomor : 38 tahun 2008 tentang Struktur organisasi dan tata kerja Dinas
Perindustrian, Pertambangan dan Energi Kabupaten Karawang. Berdasarkan
Peraturan dimaksud Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan
Energi Kabupaten Karawang mempunyai Tugas Pokok : Membantu Bupati
Karawang dalam melaksanakan sebagian kewenangan daerah Bidang
Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi dan tugas
pembantuan yang ditugaskan dari Pemerintah kepada Daerah.
Untuk merealisasikan persoalan tersebut diperlukan adanya kerjasama
yang solid antara pemerintah dengan para pengusaha swasta lokal maupun
swasta non lokal. Pemerintah dengan para pengusaha tersebut harus saling
mendukung, kondisi ini akan sangat mendukung terwujudnya pembangunan
perekonomian khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
Bentuk perhatian ataupun dukungan dari pemerintah selaku pemberi dan
pembuat kebijakan adalah pemberian kemudahan mendirikan perusahaan,
memberikan keringanan dalam penetapan besarnya pajak, memberikan
demikian maka akan memberikan peluang terhadap para pengusaha untuk
mendirikan suatu perusahaan. Sehingga kebutuhan pokok, sekunder dan
tersier warga masyarakat akan tercukupi dan tersedia dengan mudah dan
lengkap, serta jumlah pengangguran dapat diminimalisir karena kesempatan
lapangan kerja menjadi terbuka.
Keuntungan dari kerjasama yang baik antara pemerintah dengan
pengusaha juga dapat dirasakan oleh pemerintah, yaitu dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena pemerintah akan mendapatkan
penerimaan pajak serta restribusi dari para pengusaha yang mendirikan
usaha. Selain pemerintah, keuntungan juga dirasakan oleh para pengusaha,
yaitu para pengusaha bisa melakukan kegiatan usaha secara aman karena
sudah dilindungi oleh hukum dan pemerintah, selain itu pengusaha juga
mendapatkan laba dari usahanya tersebut. Dengan demikian, apabila
kerjasama antara pemerintah dengan para pengusaha bisa terselenggara
dengan baik, maka kebutuhan masyarakat akan tercukupi dengan baik dan
mudah didapatkan, tingkat konsumsi masyarakat akan meningkat,
memberikan peluang usaha bagi masyarakat, membuka kesempatan kerja
yang luas dan akhirnya akan memberikan dampak positif pula bagi
pembangunan yaitu meningkatkan devisa negara. Sehingga dengan
demikian tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
Sistem pemerintahan yang baik akan menciptakan lingkungan yang
produksi barang dan jasa. Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi dengan baik, sebaliknya sistem pemerintahan yang buruk akan
menghambat kinerja aktivitas pasar dan pengusaha swasta yang berdampak
pada kehancuran ekonomi, terbengkalainya kebutuhan dan pelayanan publik
ditambah dengan meningkatnya pengangguran.
Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang tinggi dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan daerahnya, begitu juga di dalam
sektor perdagangan. Salah satu bentuk campur tangan pemerintah daerah
sebagai alat administrasi negara adalah membentuk ketetapan atau
keputusan. Bentuk ketetapan atau keputusan yang berkaitan dengan
perdagangan adalah berupa perijinan. Di dalam suatu perusahaan dagang,
salah satu kewajiban para pelaku usaha adalah harus mempunyai SIUP
(Surat Ijin Usaha Perdagangan). Surat Ijin Usaha Perdagangan wajib dimiliki
oleh para pelaku usaha perdagangan karena sebagai bukti legalitas atas
perusahaannya dalam melakukan segala kegiatan usahanya. Dengan
adanya SIUP ini para pengusaha akan lebih leluasa dan tenang dalam
menjalankan usahanya karena sudah dilindungi oleh hukum dan sudah diakui
oleh pemerintah. SIUP dimaksudkan sebagai sumber informasi resmi dari
suatu perusahaan perdagangan baik mengenai identitas pendirinya, jenis
usahanya, ruang lingkup kegiatannya dan tempat pendirian perusahaannya.
Dengan adanya SIUP tersebut akan dapat didata dan dinilai oleh pemerintah
pemerintah dalam mengawasi, memberi pengarahan, bimbingan dan
lain-lain.
Dalam Pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan
kebebasan untuk mengelola dan mengolah potensi daerahnya
masing-masing dengan tujuan memajukan daerah dan mengembangkan daerah baik
dari sektor perdagangan, budaya, pariwisata, pendidikan, ekonomi dan
lain-lain agar warga masyarakat dapat hidup lebih sejahtera. Pengusaha swasta
dalam hal ini yang bergerak dalam bidang industri dan perdagangan sangat
besar peranannya dalam memajukan perekonomian daerah.
Demikian pula Kabupaten Karawang yang juga merupakan daerah
otonom. Kabupaten Karawang memiliki visi dan misi : Terwujudnya
masyarakat Karawang yang sejahtera melalui pembangunan di bidang
pertanian dan industri yang selaras dan seimabang berdasarkan iman dan
takwa ”.
(Perda No. 10 Tahun 2008). Pemerintah daerah Kabupaten
Karawang dalam meningkatkan perekonomian salah satunya dioptimalkan
pada sektor perdagangan, dengan demikian salah satu usaha pemerintah
dalam meningkatkan perdagangan adalah memberikan fasilitas kemudahan
dalam penerbitan ijin kegiatan usaha perdagangan (SIUP) serta
meningkatkan fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung bagi para
Kebijakan tentang kewajiban suatu perusahaan untuk memiliki SIUP
merupakan implementasi dari kewenangan pemerintah daerah Kabupaten
Karawang. Kewajiban suatu perusahaan untuk mendapatkan SIUP
didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No.
3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Surat Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 289/MPP/Kep/2001 tentang
Ketentuan Standar Pemberian SIUP. Pemerintah daerah Kabupaten
Karawang juga memiliki peraturan daerah sendiri yaitu Perda Nomor 10
Tahun 2001 mengenai Retribusi Izin Usaha Perdagangan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diharapkan pemerintah
Kabupaten Karawang mampu menciptakan akuntabilitas publik dalam bidang
pelayanan pembuatan SIUP, serta memberikan sistem informasi yang dapat
memudahkan masyarakat dalam memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi
(Desperindagtamben) Kabupaten Karawang.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik dan berinisiatif untuk
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka untuk mempermudah arah
dan pembahasan, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
komunikasi
dalam
kebijakan
pembuatan
SIUP
di Disperindagtamben Kabupaten Karawang?
2. Bagaimana sumber daya dalam kebijakan pembuatan SIUP
di Disperindagtamben Kabupaten Karawang?
3. Bagaimana
disposisi
dalam
kebijakan
pembuatan
SIUP
di Disperindagtamben Kabupaten Karawang?
4. Bagaimana struktur birokrasi dalam kebijakan pembuatan SIUP
di Disperindagtamben Kabupaten Karawang?
1.3 Maksud dan Tujuan KKL
Maksud dari KKL ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan
pembuatan SIUP di Disperindagtamben Kabupaten Karawang.
Sedangkan Tujuan KKL adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui komunikasi para implementor yang dapat
menentukan
keberhasilan
kebijakan
pembuatan
SIUP
di Disperindagtamben Kabupaten Karawang.
2. Untuk mengetahui sumber daya dalam mengimplementasikan
kebijakan pembuatan SIUP di Disperindagtamben Kabupaten
3. Untuk mengetahui disposisi antar organisasi terkait dengan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan
dalam menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan pembuatan SIUP di Disperindagtamben Kabupaten
Karawang.
4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam menentukan keberhasilan
implementasi kebijakan pembuatan SIUP di Disperindagtamben
Kabupaten Karawang.
1.4 Kegunaan KKL
Kegunaan dari penulisan ini adalah :
1. Guna teoritis, dalam rangka mengembangkan teori yang telah
diperoleh dibangku kuliah dengan praktek dilapangan mengenai
implementasi kebijakan pembuatan SIUP di Disperindagtamben
Kabupaten Karawang.
2. Guna praktis, untuk memberikan masukan kepada pemerintah
setempat mengenai implementasi kebijakan pembuatan pembuatan
1.5 Kerangka Pemikiran
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan.
Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun
pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus
mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Kebijakan pada dasarnya adalah suatu tindakan berpola yang mengarah
pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan
sesuatu. Kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
tindakan-tindakan yang terarah (Islamy, 1997:14). Apabila dikaitkan dengan
dengan kebijakan publik, maka kata pelaksanaan kebijakan publik dapat
diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik
yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk
mencapai tujuan kebijakan.
Pengertian implementasi menurut Edward III adalah:
“Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan diantara
pembentukan sebuah kebijakan semacam klausa dari sebuah
undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, mewariskan
keputusan pengadilan, atau pemberlakuan standar peraturan dan
konsekuensi kebijakan bagi masyarakat sebagai kelompok sasaran”
(Edward III, 1980:8).
Berdasarkan pengertian diatas, implementasi kebijakan merupakan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi
apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak
bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak
bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.
Berdasarkan pengertian implementasi menurut George C. Edward III,
dapat dikemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan
suatu pelaksanaan, yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
Keberhasilan suatu pelaksanaan menurut Edward III yang dikutip
Agustino dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor diatas, yaitu :
Kesatu
menurut Edward III adalah komunikasi, bahwa komunikasi sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan
yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa
yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat
berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan
dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada
bagian personalia yang tepat.
Menurut Edward III yang dikutip oleh Widodo, komunikasi kebijakan
memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau
penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka
terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu
pula sebaliknya.
Kedua menurut Edward III bahwa sumber-sumber yang dapat
menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya
yang tersedia, karena menurut Edward III sumber daya merupakan sumber
penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting
dalam menentukan suatu keberhasilan proses pelaksanaan. Sedangkan
menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2006:142), sumbar daya
merupakan keberhasilan proses implementasi yang dipengaruhi dengan
pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu. Sumber-sumber
kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah.
Sumber daya merupakan keberhasilan proses merupakan hal yang
mempengaruhi keberhasilan suatu pelaksanan. Menurut Edward III sumber
daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. (Edward III dalam agustino, 2006:151).
Ketiga
menurut Edward III adalah disposisi, disposisi atau sikap para
pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan.
Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan
dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana, kualitas
tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,
pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).
Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen
pelaksana). Hal ini sangat penting karena kinerja pelaksanaan kebijakan
publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya. Menurut Subarsono kualitas dari suatu
kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas
tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,
pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).
Keempat menurut Edward III adalah struktur birokrasi, walaupun
sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para
pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai
keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemunkinan kebijakan
tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya
kelemahan dalam struktur birokrasi. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan
melakukan koordinasi dengan baik.
SIUP adalah merupakan surat izin untuk dapat melaksanakan
kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan
perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili
perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang SIUP adalah
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
nomor: 289/MPP/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat
Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
Menurut ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan nomor : 289/MPP/Kep/10/2001, kewenangan pemberian SIUP
berada pada Bupati/Walikota. Dan menurut Pasal 16 ayat (3) keputusan
tersebut, menyatakan bahwa Bupati dan Walikota dapat mengatur standar
mekanisme pelayanan penerbitan SIUP di wilayah pembinaan
masing-masing dengan mengacu pada ketentuan yang ada pada keputusan ini.
Dengan demikian SIUP adalah Izin Usaha yang dikeluarkan Instansi
Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Wilayah
sesuai domisili perusahaan.
Sejalan
dengan
pengertian
diatas,
untuk
menindaklanjuti
terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata
pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah daerah Kabupaten
Karawang berkewajiban untuk mengoptimalisasi pembuatan SIUP yang
memungkinkan pemerintah daerah bekerja secara terpadu dengan
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka Definisi Operasional
dalam penelitian ini adalah:
1. Kebijakan adalah suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang
dilakukan
melalui
tindakan-tindakan
yang
terarah.
Kebijakan
mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung
satu sama lain, termasuk di dalamnya keputusan-keputusan untuk
melakukan tindakan.
2. Implementasi Kebijakan adalah suatu proses yang dinamis dimana
pelaksana kebijakan melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan dan
implementasi itu harus diterapkan pada prakteknya bukan sekedar teori.
Mengukur suatu keberhasilan implementasi tersebut dilihat dalam
indikator sebagai berikut:
1. Komunikasi kebijakan, meliputi:
a.
Transmisi
adalah
Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Bila penyaluran
komunikasi tejadi kesalahan (miskomunikasi) di beberapa
tingkatan birokrasi, diharapkan akan terdistorsi di tengah jalan.
b.
Kejelasan
adalah
Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan
pesan tidak selalu menghalangi implementasi, tetapi pada tataran
tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam
c. Konsistensi
adalah Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan
harus konsisten dan jelas. Karena jika perintah yang diberikan
berubah-ubah, dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana
di lapangan.
2. Sumber daya kebijakan, meliputi:
a.
Staf
adalah
Salah satu yang disebabkan oleh staf/pegawai yang
tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya.
b. Informasi
adalah mengenai data kebutuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c.
Wewenang
adalah Pada umumnya kewenangan harus bersifat
formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan
otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan secara politik.
d.
Fasilitas adalah Fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki
wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya
fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan tidak akan
berhasil.
3.
Disposisi
antar
organisasi
terkait
dengan
kegiatan-kegiatan
pelaksanaan adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh
sifat demokratik. Apabila pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik
atau watak yang baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan dengan
baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.
Disposisi meliputi:
a.
Pengangkatan birokrat adalah Disposisi atau sikap para pelaksana
akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
b.
Insentif adalah Salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah
kecenderungan
para
pelaksana
adalah
dengan
memanipulasi insentif.
4. Struktur birokrasi, meliputi:
a.
Standard Operating Prosedures (SOP) adalah Suatu kegiatan rutin
para pegawai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan setiap hari
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
b.
Fragmentasi
adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu
Adapun model kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :
Bagan 1.1
Model Kerangka Pemikiran
1.6 Metode Penulisan
1.6.1 Metode Laporan KKL
Sesuai dengan masalah yang ditulis pada KKL ini, yang berhubungan
dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah
dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode,
metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan
penulisan dan pengamatan.
Dengan demikian dalam penulisan KKL ini, penulis menggunakan
metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai :
“Penyelidikan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang ada,
misalnya tentang situasi yang di alami, suatu hubungan kegiatan,
pandangan, sikap yang nampak, tentang satu proses yang sedang
Pelaksanaan
Sistem Informasi
Surat Izin Usaha
Perdagangan
(SIUP)
Terciptanya pelayanan
sistem informasi Surat
Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
yang optimal
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi
berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang
muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing
dan sebagainya” (Surakhmad, 1998 : 139).
Berdasarkan pengertian diatas, maka metode deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang berlangsung
atau yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dengan cara
pengumpulan data atau keterangan-keterangan yang berhubungan dengan
masalah yang sedang diteliti, kemudian penulis mengembangankan konsep
dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
a. Studi Pustaka
Dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan
untuk memperoleh data yang bersifat teoritis dengan implementasi
kebijakan pembuatan SIUP di Disperindagtamben Kabupaten
Karawang serta sumber data berupa catatan atau dokumen yang
tersedia.
b. Observasi
Mengadakan pengamatan langsung dilokasi atau terjun langsung
dilapangan untuk mengetahui tentang implementasi kebijakan
dokumenter yaitu format pencatatan dokumen dan sumber datanya
berupa catatan atau dokumen yang tersedia. Akan tetapi, dalam
observasi ini penulis hanya bersifat non partisipan.
1.6.3 Teknik Analisa Data
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam KKL, maka analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif. Secara operasional, teknik analisis
data dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana teknik analisis data
yang dikemukakan Miles dan Huberman.(1992 : 15-20)
Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan,
klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan
data dilapangan. Reduksi data sudah dilakukan secara bertahap dengan cara
membuat ringkasan data.
Kedua, penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan
sekumpulan informasi menjadi pernyataan. Data kualitatif dijadikan dalam
bentuk teks yang ada mulanya terpencar dan terpisah menurut sumber
informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data
diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan yang diantara lain terkait
dengan
mengetahui
implementasi
kebijakan
pembuatan
SIUP
di
Disperindagtamben Kabupaten Karawang.
Ketiga, menarik kesimpulan berdasarkan reduksi, interpretasi dan
dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan kesimpulan
akan bertolak dengan hal-hal yang khusus (spesifik) sampai kepada rumusan
yang sifatnya umum (general).
1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Lokasi KKL dilaksanakan di Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) Kabupaten Karawang yang
beralamat di Jalan Achmad Yani No. 30 Karawang 41315. Telp (0267)
402948 / 402781.
[image:20.612.113.524.423.665.2]Jadwal KKL tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Jadwal KKL
Waktu
Kegiatan
Tahun 2011
Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov
Observasi lokasi KKL
Pengajuan Judul
KKL
Penyusunan Usulan
Penelitian
Bimbingan Laporan
KKL
Pelaksanaan KKL
Penyusunan Laporan
KKL
21 2.1 Tinjauan Implementasi Kebijakan
2.1.1 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting
dari keseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Implementasi
sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme
penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin
lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut
masalah konflik, keputusan, dan apa yang dapat diperoleh dari suatu
program/kebijakan. Menurut Patton dan Sawicki seperti yang dikutip oleh
Hessel Nogi S. Tangkilisan dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik
yang Membumi bahwa:
”Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan” (Tangkilisan, 2003:9).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat kita
lihat bahwa tahapan implementasi merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu program ditetapkan
dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk
berjudul Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi mengatakan
bahwa:
”Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut ”street level
bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku
kelompok sasaran (target group)” (Subarsono, 2005:88).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan
bahwa implementasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh para
pembuat program/kebijakan untuk mempengaruhi birokrasi/badan-badan
pemerintah agar memberikan pelayanan/pengaturan terhadap kelompok
yang menjadi sasaran dari suatu program/kebijakan. Rippley dan Franklin
seperti yang dikutip oleh Hessel Nogi S. Tangkilisan dalam bukunya yang
berjudul Kebijakan Publik yang Membumi mengemukakan bahwa tiga
kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
adalah:
1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.
(Tangkilisan, 2003:18)
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan
bahwa organisasi dapat dilihat sebagai aktor atau badan-badan yang
berperan dalam pelaksanaan suatu program dengan memfokuskan diri
proses implementasi hanya dilakukan oleh organisasi/birokrasi pemerintah
dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan suatu program.
Mazmanian dan Sebastiar juga mendefinisikan implementasi
sebagai berikut:
“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan”. (Mazmanian dan Sebastiar dalam Wahab,2004:68).
Menurut uraian di atas, implementasi merupakan tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam suatu perintah-perintah atau keputusan kebijakan. Akan
tetapi pemerintah dalam menentukan kebijakan tersebut harus ada
pengkajian yang benar-benar signifikan agar dalam tahap implementasi
suatu keputusan atau kebijakan tersebut tidak berdampak negatif dan
merugikan masyarakat sebagai sasaran dari implementasi tersebut.
2.1.2 Kebijakan Publik
Kebijakan secara efistimologi, istilah kebijakan berasal dari bahasa
Inggris “policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa
istilah kebijakan senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan.
Padahal apabila dicermati berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan
berasal dari kata “wisdom”.
Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan
oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya
masalah atau persoalan tertentu yang sedang dihadapi (Anderson dalam
Wahab, 2004:3). Oleh karena itu, kebijaksanaan menurut Anderson
merupakan langkah tindakan yang sengaja dilakukan oleh aktor yang
berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di hadapi.
Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh
Wahab bahwa:
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 2004:3).
Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur
tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin
dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu
mempunyai hambatan-hambatan pada pelaksanaannya tetapi harus
mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai
tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang,
kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai
hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan
tujuan dan sasaran yang diinginkan. Hal tersebut berarti kebijakan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada
dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan
akan mendapat kendala ketika di implementasikan. Sebaliknya, suatu
kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Atas dasar itu, pemerintah dituntut memiliki kemampuan atau
keahlian, rasa tanggungjawab dan kemauan dalam membuat kebijakan,
hal itu diperlukan agar kebijakan yang dibuat tidak mengalami kesalahan
dalam pembuatannya. Menurut pendapat Nigro and Nigro yang dikutip
oleh Islamy, ada beberapa kesalahan umum dalam pembuatan kebijakan,
yaitu:
1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar
2. Adanya pengaruh kebiasaan lama
3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
4. Adanya pengaruh dari kelompok luar
5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu
(Nigro and Nigro dalam Islamy, 2004:25-26).
Berdasarkan beberapa kesalahan dalam pembuatan kebijakan di
atas, akan di jelaskan sebagai berikut:
Pertama, adanya pengaruh tekanan dari pihak luar, pemerintah
dalam membuat kebijakan selalu mempertimbangkan alternatif yang akan
dipilih berdasarkan penilaian terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan
bertujuan agar kebijakan yang dibuat tidak bertentangan dengan pihak
masyarakat, akan tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah sering kali
mendapat tekanan atau pengaruh dari pihak luar. Tekanan atau pengaruh
kepentingan, sehingga mereka dapat mempengaruhi pemerintah dalam
membuat kebijakan.
Kedua, adanya pengaruh kebiasaan lama, pengaruh ini disebabkan
karena adanya pelaksana kebijakan mengikuti jejak pendahulunya.
Kebiasaan pendahulu itu misalnya, apabila ada investor yang
menanamkan modal untuk mendanai program-program tertentu akan
tetapi oleh para administrator disalah gunakan untuk kepentingan sendiri.
Kebiasaan tersebut akan terus diikuti oleh para administrator yang baru,
mereka tidak berani mengkritik dan menyalahkan para pendahulunya
karena mereka ingin segera menduduki jabatan karirnya.
Ketiga, adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, berbagai macam
keputusan kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan kebanyakan
dipengaruhi oleh sifat pribadi mereka. Sifat tersebut begitu melekat pada
pembuat kebijakan, misalnya dalam memutuskan atau membuat kebijakan
mengenai kebersihan lingkungan, maka proses pembuatan kebijakannya
akan dipengaruhi oleh sifat pribadinya yang suka akan kebersihan.
Keempat, adanya pengaruh dari kelompok luar, lingkungan sosial
sangat berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Pemerintah dalam
membuat kebijakan memerlukan sumber daya manusia yang berpotensial
ahli dalam bidangnya. Pemerintah oleh karena itu dalam mencari sumber
daya manusia yang handal mendapatkan masukan dari luar, seperti
dalam mempertimbangkan calon karyawannya yang mendapatkan
Kelima, adanya pengaruh keadaan masa lalu, hal ini terlihat dari
pengalaman latihan dan pengalaman dalam bekerja sangat berpengaruh
terhadap pembuatan kebijakan. Misalnya pengalaman bekerja di kantor
atau instansi pemerintah yang sehari-sehari bekerjanya di dalam kantor
yang tidak mengetahui keadaan di lapangan, sehingga apabila dia
sebagai pembuat kebijakan maka sifat atau penagalaman itu akan selalu
berpengaruh.
Dalam pembuatan kebijakan pemerintah sering sekali
mendapatkan pengaruh atau tuntutan dari para aktor, mereka banyak
yang mendesak kepada pemerintah agar pemikirannya atau sarannya
dapat dipertimbangkan. Pengaruh desakan tuntutan tersebut datang
berbeda-beda dari masing-masing para aktor, mereka mendesakan
tuntutan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda dan pada waktu yang
berbeda. Dalam hal ini kebijakan merupakan fungsi dari nilai dan perilaku
para aktor, fungsi dan nilai tersebut berdasarkan desakan para aktor
mengenai kepentingannya masing-masing. Wibawa berpendapat bahwa
nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang aktor
kebijakan adalah:
1. Nilai-nilai politik 2. Nilai-nilai organisasi 3. Nilai-nilai pribadi 4. Nilai-nilai kebijakan 5. Nilai-nilai ideologis (Wibawa, 1994:21).
Pertama, nilai-nilai politik merupakan nilai yang berdasarkan atas
kelompok, golongan atau partai politik tempat seorang aktor yang
memimpin partai politik tersebut. Kedua, nilai-nilai organisasi merupakan
nilai yang dilakukan oleh seorang aktor dalam mempertahankan
organisasinya dan memperluas organisasinya demi memperoleh anggota
atau masa yang lebih banyak, serta memperluas aktivitas ruang
lingkupnya.
Ketiga, nilai-nilai pribadi merupakan nilai yang dimiliki oleh
seseorang yang berasal dari sejarah kehidupan pribadinya, sehingga nilai
tersebut ikut terbentuk dalam perilakunya. Keempat, nilai-nilai kebijakan
merupakan nilai yang dimiliki oleh seorang aktor yang berupa
tindakan-tindakannya, seperti moralitas, rasa keadilan, kemerdekaan, kebebasan
dan kebersamaannya. Kelima, nilai-nilai ideologis merupakan nilai dasar
yang dimiliki oleh seorang aktor, ideologis ini seperti halnya prinsip
seorang aktor dalam melakukan tindakannya. Misalnya, seorang aktor
yang memiliki ideologis pancasila akan memandang perbedaan isu konflik
kepentingan akan berbeda dengan seorang aktor yang memiliki ideologis
religius.
Melengkapi mengenai kebijakan publik dikutip dari Subarsono,
secara tradisional ahli ilmu politik mengategorikan kebijakan publik
kedalam kategori, sebagai berikut:
1. Kebijakan Substantif, misalnya: kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri dan sebagainya
3. Kebijakan menurut kurun waktu tertentu, misalnya: kebijakan masa reformasi, kebijakan masa orde baru, dan kebijakan masa orde lama
(Subarsono, 2006:19).
Berdasarkan pengertian di atas suatu kebijakan berisi suatu
program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui
tindakan-tindakan yang terarah. Kebijakan publik mengisyaratkan adanya
pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu sama lain, termasuk di
dalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan
publik tersebut dibuat oleh badan atau kantor pemerintah, suatu kebijakan
apabila sudah dibuat maka harus di implementasikan untuk dilaksanakan
oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial
dan manusia.
2.1.3 Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat
kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil
dalam implementasinya. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun
kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan
upaya-upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku birokrat
pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku
kelompok sasaran.
Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan
pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak
pada warga negaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah
sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari
Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk
memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya
tidak dilakukan.
Pengertian implementasi menurut Van Meter dan Van Horn adalah:
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Meter dan Horn dalam Wahab, 2005:65).
Jadi sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau
akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah
dalam kehidupan ke negaraan. Karena kebijakan mengarah kepada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan bersama dalam
menentukan keberhasilan kebijakan tersebut.
Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :
1. Idealized policy, yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus
kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan
merangsang target group untuk melaksanakannya
2. Target group, yaitu bagian dari policy stake holders yang
diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana
yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini
dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan
yang telah dirumuskan
3. Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana yang
bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
4. Environmental factors, unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya,
sosial, ekonomi dan politik.
Model Smith ini memandang proses implementasi kebijakan dari
proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan
perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Sejalan dengan penjelasan di atas maka menurut Lester dan
Stewart yang dikutip oleh Winarno, bahwa implementasi adalah:
“implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor , organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan” (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101-102).
Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam
suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat
kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut
dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal
tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan
Sedangkan dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi
4. Struktur birokrasi
Berdasarkan keempat variabel di atas, lebih jelas akan di uraikan
bahwa Komunikasi implementasi kebijakan mensyaratkan agar
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, sehinggga apabila
membuat kebijakan tidak salah dalam membuat kebijakannya. Selain itu
juga dalam komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan
sasaran kebijakan yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran, hal
tersebut dilakukan agar mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan
kebijakan.
Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan
secara jelas dan konsisten, akan tetapi apabila implementor kekurangan
sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak akan berjalan
dengan efektif. Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan
kebijakan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia, dan sumber
daya finansial. Sumber daya ini sangat berpengaruh terhadap pelaksaan
kebijakan, tanpa sumber daya kebijakan tidak akan berjalan dengan baik.
Disposisi, adalah watak atau karakteeristik yang dimiliki oleh
demokratik. Apabila pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau
watak yang baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan dengan baik
sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.
Struktur organisasi, merupakan yang bertugas melaksanakan
kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan.
Salah satu aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures
atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam
bertindak atau menjalankan tugasnya.
2.2 Tinjauan SIUP
SIUP adalah merupakan surat izin untuk dapat melaksanakan
kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan
maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan
domisili perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.
SIUP juga merupakan salah satu alat bagi pemerintah melakukan
pembinaan kepada dunia usha khususnya di bidang perdagangan barang
maupun jasa. Pembinaan tersebut dimaksudkan antara lain untuk
melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap aktifitas dunia usaha
yang dapat menunjang kelancaran arus barang dan jasa. Selain itu SIUP
juga dimaksudkan sebagai legalitas usaha bagi setiap pelaku usaha dan
SIUP yang dikeluarkan Instansi Pemerintah melalui Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan.
SIUP digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha dibidang
Perdagangan Barang/Jasa di Indonesia sesuai dengan KLUI “Klasifikasi
Lapangan Usaha Indonesia”.
Sedangkan ketentuan Penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP) diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia nomor : 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia itu diperbaharui dengan dikeluarkan
Peraturan Menteri Perdagangan nomor : 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
nomor : 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Ijin Usaha
Perdagangan (SIUP).
Berdasarkan tujuan, fungsi dan peranan Surat Ijin Usaha
Perdagangan (SIUP) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tujuan
Bagi Pemerintah, penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP) bertujuan untuk melakukan mekanisme pengaturan dan
pengawasan administrative terhadap kegiatan usaha dan
2. Fungsi
a. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) mempunyai
kedudukan sebagai lisensi/izin teknis atau izin pokok/izin
induk untuk dapat melakukan usaha perdagangan.
b. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) sebagai alat yang
efektif untuk melakukan pembinaan untuk memelihara
komunikasi antara pemerintah dengan dunia usaha
3. Peranan
a. Dalam rangka kegiatan perbankan, SIUP sebagai salah satu
prasyarat untuk dapat memanfaatkan fasilitas perkreditan
atau menjadi sarana (akses) untuk dapat memasuki pasar
uang modal.
b. SIUP digunakan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
dan melaksanakan tender pengadaan barang dan/atau jasa
dan barang kebutuhan Pemerintah atau lembaga
administrasi Pemerintah lain termasuk BUMN/BUMD.
Adapun perusahaan yang wajib Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) adalah kantor pusat/induk dari setiap perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha di bidang perdagangan baik perdagangan barang maupun
perdagangan jasa, berkedudukan dan menjalankan kegiatan usahanya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan demikian Kantor
Cabang atau Kantor Perwakilan tidak diwajibkan memiliki Surat Izin Usaha
Bentuk Usaha Perusahaan Perdagangan meliputi :
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. Koperasi
3. Persekutuan Komanditer (CV)
4. Persekutuan Firma (Fa)
5. Perseorangan
Sedangkan berdasarkan besarnya jumlah Modal dan Kekayaan
Bersih di luar tanah dan bangunan atau jumlah modal disetor dalam akta
pendirian/perubahan, maka penggolongan SIUP dibedakan menjadi 3
(tiga) yaitu :
1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) besar, diberikan kepada
perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau modal
disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai diatas
Rp.500.000.000,- (limaratus juta rupiah).
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) menengah, diberikan
kepada perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau
modal disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai
diatas Rp.200.000.000,- (duartus juta rupiah) s/d Rp. 500.000.000,-
(limaratus juta rupiah).
3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kecil, diberikan kepada
perusahaan yang memiliki modal dan kekayaan bersih atau modal
disetor dalam AKTA PENDIRIAN/PERUBAHAN dengan nilai
37
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Karawang
3.1.1 Sejarah Kabupaten Karawang
Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa
oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang
terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang
sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara
merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya
oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak
diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung
Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten
Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan
Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa
itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan
Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di
Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun
1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari
kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang
disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang
Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama dengan luas
Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang
meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke
Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria
Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang
dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui
Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh
Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang
beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya,
Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di
udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di
imbangi dengan kekuatan yang memadai pula.
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga)
Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan
Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa
Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di
desa Waringipitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan
Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang
mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba
gagal dilaksanakan.
Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan
kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi “lumbung
padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia,
disamping mencetak prajurit perang.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II
ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada di
Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta. Pada tahun 1632,
Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan
membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan
pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan
Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan
persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di
Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba
yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan
dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas
keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan
Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati
Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama
“KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan
Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk
menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan
Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden
Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah
pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati
Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan
parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk
mendukung Logistik kebutuhan perang.
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede
yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut :
“ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang
kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun
Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates
Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine
pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut
dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi
lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang
potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu;
dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing
Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala
nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif.
Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.
“ Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan
kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah
karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di
sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya,
serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga
belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa.
Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa
bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan
membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa
serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka
ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah
menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari
Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah
anggaprana, selesai “.
Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang
sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan
hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968
tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian
terhadap tulisan :
1. Dr. Brandes dalam Tyds Taal-land En Volkenkunde XXVIII
2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam Tyds Taal-land En Volkenkunde
XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap
DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633.
3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di
Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677.
4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun
1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari
jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau
bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M.
3.1.2 Keadaan Geografis Kabupaten Karawang
Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara
1070 02’-1070 40’ BT dan 50 56’-60 34’ LS, termasuk daerah dataran yang relatif rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0-1.279 meter
di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0-20, 2-150, 15-400, dan diatas 400 dengan suhu rata-rata 270 C.
Ketinggian yang relatif rendah (25 m dpl) terletak pada bagian utara
mencakup Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya, Pedes,
Rengasdengklok, Kutawaluya, Tempuran, Cilamaya, Rawamerta,
Telagasari, Lemahabang, Jatisari, Klari, Karawang, Tirtamulya, sebagian
Telukjambe, Jayakerta, Majalaya, sebagian Cikampek dan sebagian
Memperhatikan kondisi tersebut, Kabupaten Karawang merupakan
daerah dataran rendah dengan sebagian kecil dataran tinggi terutama di
daerah perbukitan/pasir. Daerah perbukitan tersebut antara lain : Gunung
Pamoyanan, Dindingsari, Golosur, Jayanti, Godongan, Rungking,
Gadung, Kuta, Tonjong, Seureuh, Sinalonggong, Lanjung dan Gunung
Sanggabuana. Terdapat pula Pasir Gabus, Cielus, Tonjong dengan
ketinggian bervariasi antara 300-1.200 m dpl dan tersebar di Kecamatan
Tegalwaru, sebagian kecil Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan
Ciampel.
Kabupaten Karawang terutama di pantai utara tertutup pasir pantai
yang merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas
terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati
oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedangkan
dibagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ±
1.291 m dpl, yang mengandung endapan vulkanik.
Kabupaten Karawang dilalui oleh beberapa sungai yang bermuara
di Laut Jawa. Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten
Karawang dengan Kabupaten Bekasi, sedangkan sungai Cilamaya
merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai,
terdapat 3 buah saluran irigasi yang besar, yaitu : Saluran Induk Tarum
Utara, Saluran Induk Tarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum Barat yang
dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan pembangkit tenaga
Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, luas tersebut merupakan 3,73 % dari luas Provinsi Jawa Barat dan
memiliki laut seluas 4 Mil x 84,23 Km, dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Subang
3. Sebelah Tenggara : Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
4. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor
5. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
3.1.3 Keadaan Demografis Kabupaten Karawang
Jumlah penduduk Kabupaten Karawang sampai dengan Bulan
Desember 2010 berjumlah 2.124.565 jiwa, dengan rata-rata laju
pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,04%.
Komposisi penduduk Kabupaten Karawang menurut jenis kelamin
pada tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 1.094.734 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 1.029.831 jiwa. Dengan demikian berdasarkan rasio jenis
kelamin sebesar 106,3%, artinya setiap 100 orang perempuan berbanding
dengan 106 orang laki-laki.
Komposisi penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan usia pada
tahun 2010 sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5–9 tahun
200.402 jiwa atau sekitar 9,43%. Data tersebut juga memperlihatkan
bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar.
Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 – 64 tahun berjumlah
1.428.545 jiwa atau sekitar 67,24%. Berdasarkan komposisi penduduk
juga dapat dilihat angka beban ketergantungan (dependency ratio) yaitu
perbandingan antara penduduk usia non produktif dengan penduduk usia
produktif. Pada tahun 2010 nilai dependency ratio menunjukan angka
48,7% yang berarti bahwa dari 100 orang usia produktif menanggung
beban sekitar 49 orang yang tidak produktif. Jika dibandingkan dengan
angka dependency ratio pada tahun 2009 sebesar 47,53% (100 orang
menanggung beban sekitar 48 orang), sehingga memperlihatkan
perubahan tingkat beban ketergantungan yang semakin baik.
Pada tahun 2010 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan
usaha sebanyak 861.711 orang. Dari jumlah tersebut, sebesar 244.480
orang atau sekitar 28,37% bekerja pada lapangan usaha pertanian dan
perikanan. Pada lapangan usaha perdagangan memberikan kontribusi
dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 196.037 orang atau sekitar
22,75%. Sedangkan pada lapangan usaha industri menyerap tenaga kerja
sebesar 208.781 orang atau sekitar 24,23%.
Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas
pembangunan pada masa kepemimpinan Bupati Karawang saat ini,
karena kondisi tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah. Dilain
keberhasilan pembangunan. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan di Karawang secara umum masih relatif rendah atau masih
dalam taraf pendidikan sekolah dasar. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Karawang, pada tahun 2010 jumlah penduduk
usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan kurang atau setara SD
berjumlah 1.053.679 orang, SMP sebanyak 305.005 orang, SMA
sebanyak 309.484 orang dan Diploma sebanyak 51.790 orang.
3.1.4 Visi dan Misi Kabupaten Karawang
Visi Kabupaten Karawang adalah Karawang Sejahtera Berbasis
Pembangunan Berkeadilan Dilandasi Iman Dan Taqwa
Misi Kabupaten Karawang adalah :
1. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang cerdas, sehat,
berbudaya, dan religius yang harmonis.
2. Penguatan struktur dan kelembagaan ekonomi daerah.
3. Meningkatkan pelayanan ketersediaan infrastruktur wilayah
4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan
5. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
3.2 Disperindagtamben Kabupaten Karawang
3.1.1 Gambaran Umum Disperindagtamben
Dengan keluarnya PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Kelembagaan Perangkat Daerah, melalui Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2008 tentang Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaan perangkat daerah yang
dibentuk tersebut, maka dibuat Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
bagi Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 14 Dinas Daerah dan 11
Lembaga Teknis Daerah (5 Badan, 4 Kantor, Inspektorat dan RSUD),
dengan rincian sebagai berikut :
1. Sekretaris Daerah, membawahi 3 Asisten, 10 Bagian dan 30 Sub
Bagian;
2. Sekretariat DPRD Kabupaten Karawang membawahi 4 bagian dan
8 Sub Bagian;
3. Dinas Daerah terdiri dari:
a. Dinas Bina Marga dan Pengairan;
b. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
c. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan
Energi;
d. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
e. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah;
f. Dinas Pertanian dan Kehutanan;
g. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
h. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga;
i. Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan;
j. Dinas Cipta Karya;
k. Dinas Kesehatan;
m. Dinas Sosial;
n. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
4. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari:
a. Inspektorat
b. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
d. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan;
e. Badan Kepegawaian Daerah;
f. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
g. Kantor Pendidikan dan Latihan;
h. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat;
i. Kantor Arsip dan Dokumentasi;
j. Kantor Perpustakaan Daerah;
k. Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Non Pendidikan.
Berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2010 dibentuk lembaga lain,
terdiri atas :
1. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan;
2. Sekretariat KORPRI Kabupaten Karawang;
Sedangkan berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2010 dibentu