• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA DARI

BUBUR RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

dan

Sargassum

sp.

NOVI LUTHFIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NOVI LUTHFIYANA. Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. Dibimbing oleh NURJANAH, MALA NURILMALA dan EFFIONORA ANWAR.

Penggunaan krim tabir surya diperlukan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet. Penggunaan bahan yang alami dan aman sangat penting untuk mencegah efek samping dari penggunaan krim jangka panjang. E. cottonii memiliki aktivitas antioksidan dan dapat dimanfaatkan sebagai pengemulsi, pengental, penstabil, dan pembentuk gel dalam sediaan krim. Sargassum sp. mengandung antioksidan, komponen fenolik, dan sebagai agen fotoproteksi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan rasio penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. terbaik pada krim tabir surya melalui uji total mikroba, aktivitas antioksidan dan nilai SPF, menentukan kestabilan secara fisik, dan standar keamanan melalui uji iritasi pada sediaan krim yang dihasilkan.

Bahan utama penelitian adalah E. cottonii, Sargassum sp. dan bahan baku sediaan krim. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari empat perlakuan yaitu penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. dengan taraf (1:1), (1:2), (2:1) dan control dengan dua kali ulangan. Penelitian tahap pertama adalah pembuatan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Tahap kedua adalah pembuatan sediaan krim tabir surya. Penelitian tahap ketiga adalah uji iritasi pada sediaan krim terpilih dengan uji human 4 - hour patch test. Parameter pengamatan antara lain uji total mikroba, aktivitas antioksidan, Sun Protective Factor (SPF), evaluasi fisik sediaan krim (uji sensori, homogenitas, konsistensi) dan uji stabilitas (uji pada suhu yang berbeda yaitu suhu rendah 4 ± 2oC, suhu ruang 28 ± 2oC, tinggi 40 ± 2oC, cycling test dan centrifugal test).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim tabir surya terbaik adalah krim dengan ratio penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1) berdasarkan uji Bayes. Mikroba tidak ditemukan pada sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. serta sediaan krim tabir surya. Aktivitas antioksidan sediaan bubur E. cottonii 127.23 ± 2.77 µg/mL, Sargassum sp. 119.66 ± 0.25 µg/mL dan pada krim tabir surya 83.4± 0.03 µg/mL. Nilai SPF sediaan krim adalah 7.03 ± 0.01 sehingga dapat dikategorikan memiliki kemampuan ekstra (6-8). Penerimaan konsumen terhadap produk melalui uji sensori berkisar antara normal sampai suka. Hasil pengukuran konsistensi sediaan krim pada minggu ke-0 dan ke-12 menunjukkan bahwa sediaan krim merupakan semisolid. Krim tabir surya memiliki kestabilan fisik yang baik, tidak mengalami perubahan warna, bau dan pemisahan fase. Nilai pH sediaan krim pada penyimpanan 12 minggu dengan suhu yang berbeda berkisar antara 6 - 7. Sediaan krim aman digunakan secara topical dan aman tanpa menyebabkan iritasi kulit.

(5)

SUMMARY

NOVI LUTHFIYANA. Characterization of Sunscreen Cream from Seaweed Eucheuma cottonii and Sargassum sp Porridge. Supervised by NURJANAH, MALA NURILMALA and EFFIONORA ANWAR.

The sunscreen is necessary to protect the human skin from ultraviolet radiation. Nowadays, natural ingredient in sunscreen have been chosen to prevent its long side effect. It is known that E. cottonii can be used as emulsifier, thickener, stabilizer and gelling agent. On the other hand, Sargassum sp. has been reported containing phenolic component and photoprotection agent. Thus, the aims of this study were to obtain the best ratio of E. cottonii and Sargassum sp. porridges based on microbial enumeration test, antioxidant activity as well as SPF value and to determine the physical stability and safety standard of resulted sunscreen.

The main materials used in this study were E. cottonii, Sargassum sp. and other basic substances of cream. The experimental design used was a Completely Randomized with four treatments, namely, the ratio of E. cottonii and Sargassum sp. porridge with level (1:1), (1:2), (2:1) and controls with two replications. The first phase was preparation of E. cottonii and Sargassum sp porridge. The second stage was producing a sunscreen cream. Finally, the third phase was to test the elected cream for 4 hour human patch test. The analysis parameter conducted including microbial enumeration test, antioxidant activity, Sun Protective Factor (SPF), respectively. The physical evaluation of prepared cream was carried out based on sensory, homogeneity, and consistency. Moreover, the stability test at different temperatures (low temperature 4 ± 2°C, room 28 ± 2oC, and high 40± 2°C) cycling test and centrifugal test were conducted.

The results showed that the best sunscreen was a cream with the ratio of E. cottonii and Sargassum sp. porridges (1:1) based on Bayes test. There were no microbes were found in the prepared E. cottonii and Sargassum sp. porridges as well as sunscreen creams. Antioxidant activity was 127.23 ± 2.77, 119.66 ± 0.25 µg/mL for porridges of E. Cottonii and Sargassum sp, while 83.4 ± 0.03 µg/mL for sunscreen cream. Sun Protective Factor (SPF) value was 7.03 ± 0.01 indicating its excellent capability (6-8). Consumer acceptance of the products based on sensory test was in the range from normal to like. The cream consistency at week 0 and 12th showed as semisolid creams. In addition, sunscreen creams presented good physical stability, shown by no changes on color, odor and phase separation. The pH value of the cream at 12 weeks with different temperatures was in the range between 6 - 7. In conclussion, creams could be applied topically and safely without skin irritation.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

KARAKTERISASI SEDIAAN KRIM TABIR SURYA DARI

BUBUR RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

dan

Sargassum

sp

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp

Nama : Novi Luthfiyana NIM : C351140021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Ketua

Dr Mala Nurilmala, SPi MSi Anggota

Prof Dr Effionora Anwar, MS Apt Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahuwata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Karakterisasi Sediaan Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Sargassum sp.” dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 – Maret 2016 di Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.

2. Dr Mala Nurilmala, SPi MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof Dr Effionora Anwar, MS Apt sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan ilmu baru dalam bidang farmasi.

4. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua program studi S2 THP yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan tesis.

5. Prof Dr Ir Sri Purwaningsih, Msi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan tesis ini.

6. Komisi GKM yang telah memberikan masukan dalam penulisan untuk menyempurnakan tesis ini.

7. Kedua orang tua Imron Rosyadi, SE dan Catur Wirononingsih, SPd yang selama ini telah memberikan doa, perhatian, nasihat, motivasi dan kasih sayang yang tulus kepada penulis selama ini.

8. Suami Angga Andhika, SKel MKKK serta kedua adik penulis Faruq Khadami, SSi MSi dan Mutia Khoirunnisa yang selama ini telah memberikan perhatian, semangat dan doa kepada penulis selama ini. 9. Teman-teman Pasca sarjana THP 2014 yang telah membantu serta

memberikan semangat dalam proses penelitian sampai selesainya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan motivasi kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan dan Manfaat 3

Hipotesis 3

3 METODE PENELITIAN 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Analisis Penelitian 4

Tahapan Penelitian 6

Parameter Pengamatan 9

Analisis Data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Karakterisasi dan Preparasi Sediaan Bubur E. cottonii dan Sargassum sp 16

Penelitian Pendahuluan 17

Penelitian Utama 17

Pengujian Mikroba 17

Aktivitas Antioksidan 19

Nilai SPF Krim Tabir surya 20

Karakteristik Fisik Sediaan Krim Tabir Surya 22

Hasil uji Bayes 23

Konsistensi Krim Tabir Surya 24

Homogenitas Krim Tabir Surya 25

Stabilitas Krim Tabir Surya 25

Hasil Uji Iritasi Karakteristik Keamanan Krim Tabir Surya 29

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

(13)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi sediaan krim tabir surya 6

2 Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim tabir surya 17 3 Nilai IC50 vitamin C dan sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. 19

4 Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim tabir surya 20

5 Parameter sensori krim tabir surya 21

DAFTAR GAMBAR

1 Alur proses penelitian 6

2 Diagram alir penelitian tahap pertama 7

3 Diagram alir penelitian tahap kedua 8

4 Diagram alir penelitian tahap ketiga 9

5 Nilai IC50 sediaan krim tabir surya 19

6 Hasil uji konsistensi krim tabir surya minggu ke- 0 dan minggu ke- 12 23

7 Hasil pengamatan homogenitas krim tabir surya 24

8 Kurva pengukuran nilai pH pada penyimpanan suhu (4 ± 2οC) 25 9 Kurva pengukuran nilai pH pada penyimpanan suhu (28 ± 2οC) 25 10 Kurva pengukuran nilai pH pada penyimpanan suhu (40 ± 2οC) 26 11 Hasil pengamatan krim tabir surya setelah cycling test 27 12 Hasil pengamatan krim tabir surya setelah centrifugal test 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam nilai SPF sediaan krim pada penelitian

pendahuluan 37

2 Hasil uji Tukey nilai SPF sediaan krim pada penelitian pendahuluan 37

3 Hasil pengujian total mikroba minggu ke-0 37

4 Hasil perhitungan aktivitas antioksidan dan vitamin C dan bubur E.

cottonii dan Sargassum sp 38

5 Hasil perhitungan aktivitas antioksidan krim tabir surya 39 6 Hasil analisis ragam nilai aktivitas antioksidan krim tabir surya 41 7 Hasil uji Tukey aktivitas antioksidan krim tabir surya 41 8 Hasil analisis ragam nilai SPF sediaan krim tabir surya 41

9 Hasil uji Tukey nilai SPF krim tabir surya 41

10 Lembar uji sensori skala hedonik krim tabir surya 42 11 Data uji sensori skala hedonik parameter kenampakan 43 12 Hasil uji Kruskal-Wallis sensori krim tabir surya 44

13 Hasil uji Multiple Comparison homogenitas 44

14 Hasil uji Bayes parameter sensori 44

(14)

19 Hasil uji lanjut perlakuan rasio penambahan E. cottonii dan Sargassum sp terhadap nilai pH sediaan krim tabir surya 46 20 Hasil uji lanjut suhu yang berbeda terhadap nilai pH sediaan krim tabir

surya 47

21 Hasil uji lanjut waktu penyimpanan terhadap nilai pH sediaan krim

tabir surya 47

22 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan dan suhu terhadap nilai pH sediaan

krim tabir surya 47

23 Hasil uji lanjut interaksi suhu dan waktu terhadap nilai pH sediaan krim

tabir surya 48

24 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan dan waktu terhadap nilai pH sediaan

krim tabir surya 49

25 Standar warna yang digunakan dalam pengamatan stabilitas sediaan

krim tabir surya selama penyimpanan 50

26 Hasil pengamatan sediaan fisik sediaan krim tabir surya pada suhu yang

berbeda selama 12 minggu 51

27 Dokumentasi foto stabilitas sediaan krim pada suhu yang berbeda

selama 12 minggu 55

28 Formulir seleksi relawan 58

29 Hasil pengamatan uji iritasi pada subjek penelitian 59

30 Hasil penilaian derajat iritasi 60

(15)
(16)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perawatan kesehatan kulit merupakan faktor pendorong terjadinya peningkatan permintaan produk-produk kosmetik perawatan kulit. Penggunaan produk kosmetik perawatan kulit merupakan salah satu upaya melindungi kulit dari dampak negatif kondisi cuaca. Indonesia mempunyai iklim tropis dengan karakteristik kelembaban udara yang cukup tinggi. Talarosha (2005), menyatakan bahwa kelembaban udara di Indonesia dapat mencapai angka 80% dengan suhu udara relatif tinggi yaitu mencapai 35οC serta sinar matahari yang menyengat dan mengganggu.

Kulit melindungi diri dan organ di dalamnya secara alami dari paparan sinar matahari dengan membentuk melanin yang akan memantulkan kembali sinar matahari. Radiasi sinar matahari terus-menerus akan mengakibatkan munculnya noda hitam. Purwanti et al. (2005), melaporkan beberapa dampak negatif terhadap kulit akibat paparan langsung sinar ultraviolet secara terus menerus di antaranya pencoklatan, kulit kemerahan, kulit kering, kulit terbakar, keriput, kerusakan kulit, iritasi, serta promotor kanker kulit. Salah satu cara untuk mengatasi dampak negatif akibat radiasi sinar ultraviolet adalah penggunaan krim tabir surya.

Produk krim tabir surya telah banyak dikembangkan dan diproduksi di pasaran, namun muncul beberapa kekhawatiran diantaranya penggunaan bahan - bahan kimia berbahaya yang tidak sesuai efikasi produk yang dihasilkan dengan yang ada di label. Menurut Schneider et al. (2012), kosmetik umumnya mengandung campuran senyawa kimia dan tidak banyak yang berasal dari sumber alami. Singh et al. (2011), melaporkan bahwa permintaan akan kosmetik dari bahan herbal saat ini berkembang sangat pesat. Perluasan ini disebabkan adanya ketersediaan bahan baku dari alam. Reaksi negatif pada kulit karena campuran senyawa kimia, menyebabkan konsumen beralih ke produk kosmetik dari bahan alam. Dotulong et al. (2014), menyatakan perlu dicari sumber-sumber antioksidan alami yang relatif lebih aman penggunaanya. Bahan baku hasil perairan yang berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk kosmetika adalah rumput laut.

Rumput laut banyak dieksplorasi dalam dunia farmasi, industri dan kosmetik (Manivannan et al. 2008). Dinding sel rumput laut mengandung polisakarida, meliputi agar, alginat, karagenan dan bersifat sebagai pengemulsi, pengental, penstabil, dan pembentuk gel (Necas dan Bartosikova 2013). Rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia tercatat sekitar 555 spesies. Salah satu rumput laut yang potensial sebagai bahan baku kosmetik dan ketersediaannya melimpah adalah Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. Food and Aquaculture Organization (2015), melaporkan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua setelah Cina dalam produksi budidaya rumput laut tahun 2013 yaitu sebesar 34% dari 26.896.004 ton yang dihasilkan dunia. Produksi rumput laut merah di Indonesia jenis E. cottonii pada tahun 2013 menempati urutan pertama dunia sebanyak 8.3 juta ton.

(17)

2

melaporkan bahwa E. cottonii mengandung senyawa phycocyanin yang memiliki asam mycosporine (MAAs) dan terdiri atas derivat imine yang mengandung kromofor aminocycloheximine pengabsorbsi sinar ultraviolet. Berdasarkan Misonou et al. (2003), melaporkan bahwa jenis rumput laut merah mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat penetrasi sinar ultraviolet yang kuat ke dalam jaringan atau sel. Nurjanah et al. (2015), melaporkan bahwa komponen aktif E. cottonii yang dihasilkan antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid yang diduga merupakan senyawa potensial sebagai bahan baku krim tabir surya.

Yangthong (2009), melaporkan bahwa Sargassum sp. memiliki aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan Caulerpa racemosa, Ulva lactuca dan Gracilaria tenuistipitata dengan nilai IC50 masing-masing adalah 1.08 ± 0.83,

15.05 ± 0.61, 103.73 ± 0.59, 24.22 ± 0.87 µg/mL. Sunarwidhi et al. (2010), menyatakan bahwa Sargassum sp. merupakan jenis alga coklat yang mampu menyerap sinar ultraviolet. Alga coklat diinduksi oleh sinar matahari sehingga lebih banyak mensintesis senyawa-senyawa yang mampu menyerap sinar ultraviolet. Menurut Samee et al. (2009), Sargassum sp. mengandung fucoidan dan komponen fenolik yang mampu menangkap radikal bebas. Jenis komponen fenolik pada rumput laut coklat adalah phlorotannin yang berkisar antara 0.74% - 5.06%.

Perkembangan penelitian yang mengkaji tabir surya dari bahan alam sudah mulai banyak dilakukan, namun pemanfaatan rumput laut sebagai bahan aktif dalam sediaan krim tabir surya masih terlalu sedikit. Rumput laut dalam perkembangan produk tabir surya selama ini dimanfaatkan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil. Purwaningsih et al. (2015), menggunakan karagenan 0.5% dan ekstrak etanol buah bakau 1% dalam pembuatan krim tabir surya dengan nilai Sun Protection Factor (SPF) 10.21. Hamsinah et al. (2015), melaporkan bahwa pembuatan krim tabir surya dengan penambahan serbuk E. cottonii mampu menghasilkan krim tabir surya yang stabil secara fisik. Purwaningsih et al. (2014), menggunakan karagenan 1.5% dan antioksidan alami dari ekstrak Rhizophora Lamk. dalam pembuatan skin lotion. Dewi et al. (2007), menggunakan Kappaphycus alvarezii sebagai sumber karagenan dalam pembuatan krim tabir surya yang stabil dalam penyimpanan satu bulan dengan nilai SPF 4.77.

(18)

3 belum ada bukti secara ilmiah dan masih diperlukan adanya pengembangan. Pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penambahan bubur Sargassum sp. dan pengembangan formula dengan serangkaian pengujian sehingga diperoleh krim tabir surya yang diterima oleh konsumen, stabil, awet dan aman saat digunakan. Berdasarkan fakta-fakta yang disebutkan, maka diperlukan adanya penelitian sediaan krim tabir surya dari bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp.

Perumusan Masalah

Kerusakan kulit yang terjadi akibat peparan sinar UV jangka panjang memberikan efek negatif pada kulit dan kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemakaian tabir surya untuk melindungi kulit. Sediaan krim tabir surya dari bubur E. cottonii secara empiris memiliki manfaat bagi kulit, namun belum dilakukan penelitian secara ilmiah dan masih perlu banyak pengembangan. Pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penambahan sediaan bubur Sargassum sp. sebagai bahan aktif dan pengembangan formula krim. Perlu dilakukan penelitian secara ilmiah dan pengembangan, karena belum diketahui rasio kombinasi penggunaan bubur rumput laut yang tepat, karakteristik sediaan krim, formula yang efektif, stabilitas maupun keamana krim saat digunakan.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan rasio penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. terbaik pada sediaan krim tabir surya melalui uji total mikroba, aktivitas antioksidan dan nilai Sun Protection Factor (SPF), menentukan sediaan krim yang stabil secara fisik, serta memenuhi standar keamanan melalui uji iritasi pada sediaan krim terpilih.

Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan inovasi tepat guna penggunaan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. sebagai krim tabir surya. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dan pemanfaatan bahan alam dari hasil perairan lebih optimal.

Hipotesis

(19)

4

2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 - Maret 2016 di Laboratorium Farmasi Universitas Indonesia, Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan Pusat Studi Biofarmaka.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah rumput laut merah E. cottonii dan rumput laut coklat Sargassum sp. Bahan pembuatan sediaan krim yang digunakan antara lain emulgade, asam stearat, metil paraben, setil alkohol, parafin cair, Butil Hidroksi Toluen (BHT), gliserin, Tri Etanol Amin (TEA), air deionisasi, pewangi dan krim komersial. Bahan yang digunakan dalam analisis antara lain aquadest, etanol 95%, asam askorbat, serbuk 2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), CaO (kapur tohor), metanol p.a, Plate Count Agar (PCA), alkohol 70%. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital (Tanita KD-160), timbangan analitik tipe 210-LC (Adam, Amerika Serikat), spektrofotometer UV-Vis-1601 (Shimadzu, Jepang), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia), penetrometer (Herzoo, Jerman), sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), oven (Memmert, Jerman), alat-alat gelas (Pyrex), pengaduk, blander (Philiphs), aluminium foil, inkubator 37oC (Memmert), counter, Bunsen dan botol semprot.

Prosedur Analisis Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. dengan konsentrasi yang berbeda pada sediaan krim tabir surya. Konsentrasi terbaik dari penelitian pendahuluan digunakan sebagai acuan pada penelitian utama.

Pengambilan Sampel.

(20)

5 Preparasi Bubur Rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp.

Pembuatan bubur rumput laut mengacu pada penelitian Chaidir (2007), dengan modifikasi. Proses pembuatan bubur Sargassum sp. dilakukan melalui tiga tahap yaitu pencucian, perendaman dan penirisan. Rumput laut Sargassum sp. dicuci bersih dan direndam selama selama 12 jam menggunakan air deionisasi, kemudian ditiriskan. Pembuatan bubur Sargassum sp. dilakukan dengan mencampurkan Sargassum sp. dan air deionisasi menggunakan blender dengan perbandingan (1:1) b/v. Pembuatan bubur E. cottonii dilakukan melalui empat tahap, yaitu pencucian, pemucatan, perendaman dan penirisan. Proses pencucian E. cottonii bertujuan mendapatkan rumput laut yang bersih. Pemucatan E. cottonii menggunakan air deionisasi dan kapur tohor (CaO) 0.5% selama 30 menit. Rumput laut E. cottonii dibilas kembali dan dilanjutkan proses perendaman selama 12 jam. Proses pembuatan bubur dengan mencampurkan E.cottonii dan air deionisasi (1:1) menggunakan blender.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan adalah penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. dengan konsentrasi yang berbeda pada sediaan krim tabir surya. Konsentrasi terbaik dari penelitian pendahuluan sebagai acuan pada penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terbaik dalam penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp.

Pembuatan sediaan krim tabir surya dengan konsentrasi pemberian bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp.

Pembuatan sediaan krim mengacu pada penelitian Mishra et al. (2014), dengan modifikasi. Konsentrasi sediaan bubur yang digunakan meliputi 0%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Perbandingan rasio penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. yang ditambahkan pada masing-masing konsentrasi sediaan krim sama yaitu 1:1. Nilai Sun Protection Factor (SPF) tertinggi dari masing-masing perlakuan merupakan sediaan krim terbaik. Persentase terbaik dari penelitian pendahuluan digunakan dalam pembuatan formula sediaan krim pada penelitian utama, serta sebagai acuan penentuan perbandingan rasio antara bubur E. cottonii dan Sargassum sp. yang ditambahkan.

Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama merupakan pembuatan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Tahap kedua adalah pembuatan sediaan krim tabir surya dan penelitian tahap ketiga adalah uji iritasi pada sediaan krim terpilih.

Pembuatan sediaan krim tabir surya terpilih dan karakterisasinya

(21)

6

(sediaan 3) berupa krim yang homogen. Bubur E. cottonii dan Sargassum sp., Butil Hidroksi Toluena (BHT), metil paraben serta fragrance (pewangi) ditambahkan pada sediaan 3 pada suhu ± 40℃. Formula sediaan krim tabir surya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi sediaan krim tabir surya

Bahan Sediaan krim dengan penambahan bubur E. cottonii

dan Sargassum sp. dengan perbandingan (g)

1:1 1:2 2:1 Tanpa

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Alur proses penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur proses penelitian.

Pembuatan sediaan bubur

E. cottonii dan Sargassum sp.

Pembuatan krim tabir surya

E. cottonii dan Sargassum sp. (0, 1:1, 1:2, 2:1)

Pembuatan sediaan krim tabir surya E. cottonii dan Sargassum

sp. (1:1) dengan konsentrasi (0%, 4 %, 6%, 8%, 10%)

Krim dengan nilai SPF terbaik Penelitian Uji karakteristik fisik sediaan krim

Uji stabilitas sediaan krim

(22)

7 Preparasi pembuatan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. dilakukan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Diagram alir preparasi pembuatan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. disajikan pada Gambar 2.

1.

Gambar 2 Diagram alir penelitian tahap 1.

Rumput laut

Pencucian

Penirisan Perendaman12 jam

Pemucatan CaO 0.5 %, 30 menit

Pencampuran

(Sargassum sp. : air deionisasi) (1:1)

Pencucian

Perendaman 12 jam

Penirisan

Pencampuran (E. cottonii : air deionisasi)

(1:1)

Bubur Sargassum sp. Bubur E. cottonii

Sargassum sp. segar E.cottonii kering

(23)

8

Tahap kedua penelitian adalah pembuatan sediaan krim tabir surya dengan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Diagram alir penelitian tahap kedua disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir penelitian tahap 2.

Pencampuran

(suhu ± 75oC)

Pencampuran

(suhu ± 75oC)

Fase Air

Tri Etanol Amin (TEA) Gliserin

Air deionisasi

Fase Minyak

Emulgade

Setil alkohol Parafin cair Asam stearat

Fragrance Metil paraben

BHT Bubur E. cottonii

dan Sargassum sp. dengan perbandingan

A (1:1), B (1:2), C (2:1), dan K (0)

Sediaan I Sediaan II

Pencampuran

(suhu ± 40oC)

Sediaan III

Uji total mikroba Uji aktivitas antioksidan Uji Sun Protective Factor (SPF) Analisis karakteristik fisik sediaan krim

(nilai sensori krim, homogenitas krim dan konsistensi krim) Uji stabilitas sediaan krim

(nilai pH pada suhu rendah 4 ± 2oC, suhu ruang 28 ± 2oC

(24)

9 Tahap ketiga penelitian adalah melakukan uji iritasi pada sediaan krim terpilih dan krim tanpa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. untuk mendapatkan krim tabir surya yang memenuhi standar keamanan melalui uji iritasi Diagram alir penelitian tahap ketiga disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penelitian tahap 3. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada penelitian ini meliputi uji total mikroba, uji aktivitas antioksidan, uji nilai Sun Protective Factor (SPF), uji fisik sediaan krim yang meliputi meliputi uji sensori, uji homogenitas, uji konsistensi serta uji stabilitas krim yang meliputi pengujian pada suhu yang berbeda yaitu pada suhu rendah (4 2℃), suhu ruang (28 2℃), suhu tinggi (40 2℃), cycling test dan centrifugal test. Uji iritasi krim menggunakan subjek uji manusia atau sukarelawan dengan metode (human 4-hour patch test).

Uji total mikroba (SNI 19-2897-1992)

Pengujian total mikroba dilakukan secara aseptis. Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam garam fisiologis kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Sebanyak 1 mL dari sampel diinokulasikan pada cawan petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) yang steril pada suhu 45 - 55oC dituangkan pada cawan petri sebanyak 10 - 15 mL. Cawan petri digerakan dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.

Pengujian Aktivitas Antioksidan Metode 2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl

(DPPH) (Molyneux 2004). Pembuatan larutan DPPH 0.1 mM

Sebanyak 4 mg serbuk DPPH ditimbang seksama, dilarutkan dengan metanol p.a dan dimasukkan ke dalam 100 mL labu ukur gelap, kemudian dihomogen dengan mengocoknya perlahan.

Krim terpilih Krim kontrol

Pengamatan efek iritasi

(0 jam sebelum bahan uji ditempelkan dan 4, 24, 48,72 jam setelah bahan uji dilepaskan)

(25)

10

Optimasi panjang gelombang DPPH

Larutan DPPH 0.1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Selanjutnya divortex hingga homogen. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar dalam ruangan gelap selama 30 menit. Spektrum serapan ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 400-800 nm dan ditentukan panjang gelombangnya. Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH 0.1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Selanjutnya divortex hingga homogen. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar dalam ruangan gelap selama 30 menit. Selanjutnya larutan uji diukur serapanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515.5 nm.

Pembuatan larutan vitamin C sebagai pembanding

Vitamin C dibuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm dengan cara menimbang vitamin C sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan metanol p.a, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Selanjutnya dibuat seri konsentrasi 2.5, 5, 7.5, 10 dan 12.5 ppm. Masing – masing konsentrasi dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Masing – masing larutan uji dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan DPPH 0.1 mM sebanyak 2 mL, divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya larutan uji diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515.5 nm.

Pembuatan larutan sampel

Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam metanol p.a, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas. Selanjutnya dibuat seri konsentrasi 10, 15, 25, 50 dan 75 ppm. Masing – masing konsentrasi dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Masing-masing larutan uji dipipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan DPPH 0.1 mM sebanyak 2mL, divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan uji diukur serapanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515.5 nm. Penentuan % inhibisi, nilai IC50 (Inhibition Concentration)

Persentase inhibisi adalah persentase yang menunjukkan aktivitas radikal tersebut. Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus :

% inhibisi = [ (A - B) /A] x 100

Keterangan

A : absorbansi blanko

(26)

11 Setelah didapatkan persentase inhibisi dari masing-masing konsentrasi, selanjutnya konsentrasi sampel dan % inhibisi yang diperoleh diplotkan pada sumbu x dan y dalam persamaan regresi linier y = a ± bx. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel. Nilai IC50

adalah konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50% konsentrasi awal.

Pengujian Sun Protection Factor ( Pissavini dan Ferrero 2004 )

Penentuan SPF tabir surya menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Sampel diambil sebanyak 1 gram pada masing-masing sampel, dilarutkan dalam etanol 95% sebanyak 100 mL dicampur hingga homogen. Sebanyak 5 mL larutan dipindahkan ke dalam labu ukur dan ditambah etanol sampai 25 mL. Sebelumnya spektrofotometer dikalibrasi menggunakan etanol 95%, caranya etanol sebanyak 1 mL dimasukkan kedalam kuvet, kemudian kuvet tersebut dimasukkan dalam spektrofotometer UV-Vis untuk proses kalibrasi. Langkah selanjutnya adalah membuat kurva serapan uji dalam kuvet, dengan panjang gelombang 290 - 350 nm, etanol 96% sebagai blanko kemudian ditetapkan serapan rata-ratanya (Ar) dengan interval 10 nm. Hasil absorbansi dicatat, kemudian dihitung nilai SPFnya. Nilai SPF dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan

Aa : absorbansi pada panjang gelombang a nm Ab : absorbansi pada panjang gelombang b nm dPa-b : Selisih panjang gelombang a dan b

Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada setiap segmen panjang gelombang. Nilai SPF masing-masing konsentrasi ditentukan dengan menggunkan rumus :

Log SPF =

n : panjang gelombang terbesar

: panjang gelombang terkecil

n-1 : Interval aktivitas eritemogenik FP : Faktor pengenceran (2)

Uji Fisik Sediaan Krim (Depkes RI 1995)

(27)

12

dengan dua kaca objek. Berdasarkan hasil sebaran tersebut dapat dilihat kehomogenan krim yang dibuat.

Uji sensori (Carpenter et al. 2000)

Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan yang bertujuan untuk mengevaluasi daya terima panelis terhadap produk yang dihasilkan. Skala hedonik yang dihasilkan berkisar 1-7, dimana: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) normal; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka. Uji sensori yang dilakukan menggunakan panelis sebanyak 30 orang berusiausia 20-35 tahun. Sampel yang digunakan adalah krim yang telah diberi perlakuan dan menggunakan sediaan krim komersial sebagai pembanding.

Uji Bayes (Saaty 2000)

Nilai kepentingan masing-masing parameter sensori yang digunakan berdasarkan Saaty (2000), terdiri dari 9 nilai numerik, dimana: (1) sama penting; (2) sama hingga cukup penting; (3) cukup penting; (4) cukup penting hingga tinggi kepentingannya; (5) tinggi kepentingannya; (6) tinggi kepentingannya hingga sangat tinggi; (7) sangat tinggi kepentinganya; (8) kepentingannya sangat tinggi hingga amat sangat tinggi; (9) kepentingannya amat sangat tinggi. Nilai kepentingan diperoleh dari hasil kuisioner panelis.

Pemilihan penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. paling disukai dilakukan dengan uji indeks kinerja yang didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Bobot dari parameter meliputi kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Bobot parameter ditentukan dengan cara normalisasi vektor eigen, yang diasosiasikan dengan nilai eigen maksimum pada suatu matriks rasio.

Penentuan konsistensi (Jones dan Rolt 1991)

Sediaan yang diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang permukaan krim yang dapat diperjelas dengan menghidupkan lampu. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus sediaan. Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh nilai cairan krim yang mengalir. Pemeriksaan konsistensi dilakukan pada minggu ke- 0 dan minggu ke- 12 dengan penyimpanan pada suhu kamar.

Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989)

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Kalibrasi dilakukan menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 10. Pemeriksaan pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam 1 gram sediaan krim yang diencerkan dengan aquadest hingga mencapai 10 mL.

Pengujian Stabilitas (Djajadisastra 2004)

Stabilitas suhu pada (4 2℃), (28 2℃) dan (40 2℃).

(28)

13 aroma, dan pemisahan fase serta perubahan nilai pH akibat penyimpanan suhu yang berbeda. Pengujian dilakukan selama 12 minggu dengan pengamatan setiap 2 minggu sekali.

Cycling test (Depkes RI 1995)

Sediaan krim disimpan pada suhu 4 2℃ selama 24 jam lalu dipindahkan kedalam oven bersuhu 40 2℃ selama 24 jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tersebut dianggap satu siklus. Cycling test dilakukan sebanyak 6 siklus, kemudian diamati ada tidaknya perubahan warna, aroma dan pemisahan fase pada sediaan krim setelah perlakuan yang diberikan.

Centrifugal test / uji mekanik (Djajadisastra 2004)

Sediaan krim dimasukkan ke dalam tabung dengan berat yang sama dan ditutup. Tabung dimasukkan ke dalam sentrifugator pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Krim yang sudah disentrifugasi kemudian diamati untuk melihat adanya pemisahan fase minyak dengan air dari emulsi. Pengukuran dilakukan pada minggu ke 0.

Uji Iritasi (Pansang et al. 2010 dengan modifikasi )

Uji iritasi dilakukan secara tertutup, bahan penutup terdiri dari kertas saring berbentuk bulat dengan diameter 2 cm dan plaster. Bahan uji terdiri dari sediaan krim tabir surya dengan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. terpilih serta sediaan krim kontrol. Krim tabir surya terpilih diambil 0.2 g dan di letakkan pada bahan penutup dan ditempelkan pada lengan kanan bagian atas dari 10 sukarelawan yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi merupakan wanita yang berumur 25 - 40 tahun, belum menopause, tidak merokok dan tidak menderita penyakit kronis, sedangkan kriteria eksklusi merupakan relawan yang tidak memiliki luka, jerawat dan penyakit kulit lain, bukan merupakan wanita hamil, menyusui dan menopause.

Uji iritasi menggunakan subjek uji manusia dengan pengujian iritasi selama empat jam (human 4-hour patch test). Kulit tempat aplikasi diamati pada 0 jam sebelum bahan uji ditempelkan dan 4, 24, 48, 72 jam setelah bahan uji dilepas. Selama penilaian sukarelawan diperbolehkan membasuh kulit tempat aplikasi dengan menggunakan air tanpa sabun, deterjen atau produk kosmetik. Penilaian derajat iritasi dilakukan dengan cara memberi skor 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan reaksi eritema dan edema pada kulit yang terlihat.

Analisis Data Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1993)

(29)

14

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada penelitian ini terdiri dari satu faktor yaitu penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. pada taraf (0), (1:1), (1:2), (2:1). Penelitian ini terdiri dari dua kali ulangan. Faktor perlakuan adalah penambahan rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk menyatakan perbedaan nyata. Data dianalisis dengan analisis ragam, jika dari hasil analisis ragam berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Model matematis rancangan ini adalah sebagai berikut:

Yij= μ + αi+ εij Keterangan:

Yij : Hasil pengamatan krim tabir surya ke-j dengan perlakuan ke-i j : Ulangan dari setiap perlakuan

i : 1,2,3,4 (1= rasio (1:1); 2= rasio (1:2); 3= rasio (2:1); 4= tidak ada penambahan); μ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

εij : Pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke j

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H0 : Perbedaan rasio penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan

Sargassum sp. tidak berpengaruh terhadap karakteristik sediaan krim yang dihasilkan.

H1 : Perbedaan rasio penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan

Sargassum sp. memberikan pengaruh terhadap karakteristik sediaan krim yang dihasilkan.

Rancangan Acak Lengkap in time (RAL in time) pada penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. pada taraf (1:1), (1:2), (2:1) dan (0) yaitu krim tanpa penambahan E. cottonii dan Sargassum sp. serta suhu pada taraf 4 2℃, 28 2℃ dan 40 2℃. Pengaruh perlakuan/ suhu/ waktu yang memberikan hasil p<0.05 maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95% menggunakan software Statistical Process forSocial Science (SPSS) 16.0. Model matematis rancangan ini adalah sebagai berikut:

Yijkl= μ + αi+ βj + €k + (αβ)ij+ (α€)ik+ (β€)jk+ (αβ€)ijk+ εijkl Keterangan:

(30)

15

(α€)ik : Pengaruh interaksi rasio penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. ke-i dengan waktu ke-k

(αβ€)ijk : Pengaruh interaksi rasio penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. ke-i , suhu ke-j dan waktu ke-k

εijkl : Galat

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh perlakuan terhadap respon

H0 : α1 =α2=α3 = αi (tidak ada pengaruh penambahan terhadap respon)

H1 : minimal ada satu αi ≠ 0 (ada pengaruh perlakuan terhadap respon)

2. Pengaruh suhu terhadap respon

H0 : β1 =β2=β3 = βi (tidak ada pengaruh suhu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 (ada pengaruh suhu terhadap respon)

3. Pengaruh waktu terhadap respon

H0 : €1 =€2=€3 = €i (tidak ada pengaruh waktu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu €i ≠ 0 (ada pengaruh waktu terhadap respon)

4. Pengaruh interaksi perlakuan dan suhu terhadap respon

H0 : (αβ)11 = (αβ)12=... = (αβ)ij (tidak ada pengaruh interaksi perlakuan dan

suhu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu (αβ)ij ≠ 0 (ada pengaruh interaksi perlakuan dan

suhu terhadap respon)

5. Pengaruh interaksi perlakuan dan waktu terhadap respon

H0 : (α€)11 =(α€)12=... = (α€)ik (tidak ada pengaruh interaksi perlakuan dan

waktu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu (α€)ik ≠ 0 (ada pengaruh interaksi perlakuan dan

waktu terhadap respon)

6. Pengaruh interaksi suhu dan waktu terhadap respon

H0 : (β€)11 = (β€)12 =... = (β€)jk (tidak ada pengaruh interaksi suhu dan

waktu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu (β€)jk ≠ 0 (ada pengaruh interaksi suhu dan waktu

terhadap respon)

7. Pengaruh interaksi perlakuan suhu dan waktu terhadap respon

H0 : (αβ€)111 = (αβ€)112 =... = (αβ€)ijk (tidak ada pengaruh interaksi

perlakuan suhu dan waktu terhadap respon)

H1 : minimal ada satu (αβ€)ijk≠ 0 (ada pengaruh interaksi perlakuan, suhu

dan waktu terhadap respon)

Perhitungan uji sensori dilakukan dengan menggunakan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis. Bila hasil uji berbeda nyata p<0.05 maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons menggunakan software Statistical Process forSocial Science (SPSS) 16.0.

(31)

16

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi dan Preparasi Sediaan Bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Rumput laut E. cottonii yang digunakan dalam penelitian ini dalam keadaan kering, berwarna kecoklatan dan pada usia panen optimum 45 hari. Rumput laut E. cottonii ini memiliki thalus yang kasar, agak pipih dan bercabang teratur, yaitu bercabang dua atau tiga. Ujung - ujung percabangan ada yang runcing dan tumpul dengan permukaan bergerigi, agak kasar dan berbintil-bintil. Lewerissa (2007), melaporkan bahwa rumput laut siap panen pada umur 6 – 28 minggu setelah tanam memiliki kandungan karagenan dan kekuatan gel yang dihasilkan tinggi. Bachtiar et al. (2013), menjelaskan bahwa, rumput laut E. cottonii berwarna agak coklat atau hijau dan semakin cerah warnanya ketika semakin dalam keberadaanya. Tinggi E. cottonii mencapai 40 cm, cabangtidak beraturan tumbuh di bagian yang muda maupun yang tua. Bentuk thallus mengembung jika terdapat bekas luka sebagai bentukregenerasi cabang.

Sargassum sp yang digunakan dalam penelitian ini memiliki thallus pipih, licin, batang utama bulat agak kasar. Cabang pertama timbul pada bagian pangkal sekitar 1 cm dari tempat melekatnya pada karang. Sargassum sp ini memiliki panjang hingga 3 meter dan berwarna kecoklatan. Percabangan berselang-seling secara teratur. Bentuk daun oval dan memanjang berukuran 40 x 10 mm. Tepi daun bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung. Vesicle atau gelembung yang menyerupai buah berbentuk agak lonjong, berukuran 7 x 1.5 mm. Berdasarkan penelitian Firdaus (2013), Sargassum sp. memiliki ciri-ciri thallus silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai gelembung udara dan hampir semua jenis Sargassum sp. hidup di laut melekat pada suatu substrat yang keras.

Penggunaaan air deionisasi pada proses pencucian, pembilasan, dan perendaman rumput laut disebabkan memiliki tingkat kemurnian yang sangat tinggi (Ultra Pure Water) dengan jumlah kandungan zat ionik dan anionik mendekati nol, menghilangkan ion garam, kesadahan dan berbagai macam ion logam yang tidak dikehendaki. Menurut Newman et al. (2009), deionisasi air merupakan proses penghilangan ion - ion organik yang terkandung di dalamnya. Kandungan mineral sebagai bentuk kation dan anion dalam air diantaranya adalah Na+, Ca+2, Mg+2, K+, Fe+3, Cl-, SO4-2, dan CO3-2.

Pemucatan rumput laut E. cottonii dalam penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel setelah mengalami proses pencucian. Proses pemucatan menggunakan kapur tohor 0.5%. Angka dan Suhartono (2000), melaporkan bahwa untuk mendapatkan rumput laut yang cenderung bersih dapat dilakukan proses pemucatan yaitu perendaman dalam larutan pemutih/pemucat. Larutan pemucat yang dapat digunakan adalah larutan kapur tohor (CaO) 0,5 %. Larutan dari kapur tohor memperkecil ukuran molekul kotoran dengan mengoksidasinya dan mengubah warna kotoran yang melekat menjadi tidak tampak dan lebih bersih.

(32)

17 digunakan dalam keadaan segar. Menurut Suryaningrum et al. (2006), rumput laut segar mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput laut kering. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak metanol rumput laut E. cottonii segar 45.60 ± 1.80 µg/mL dan kering 64.80 ± 2.26 µg/mL.

Proses perendaman E. cottonii dan Sargassum sp. dilakukan selama 12 jam bertujuan untuk menghilangkan sisa – sisa kapur tohor (CaO) pada proses pemucatan E cottonii. Tujuan lain dari perendaman adalah untuk menghasilkan gel pada rumput laut dan memastikan rumput laut dalam keadaan bersih sebelum pembuatan sediaan bubur. Sediaan bubur dibuat dengan menghomogenkan antara rumput laut dan deionize water dengan perbandingan (1:1) menggunakan blander. Pembuatan sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. masing-masing dilakukan secara terpisah.

Penelitian Pendahuluan

Efektivitas sebuah tabir surya dinyatakan dengan nilai Sun Protection Factor (SPF), yang didefinisikan sebagai perbandingan Dosis Eritema Minimum (DEM) pada kulit manusia terlindungi tabir surya dengan DEM tanpa perlindungan (Draelos dan Thaman 2006). Hasil perhitungan nilai SPF krim tabir surya pada penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim tabir surya

Sampel Nilai SPF

Simbol huruf superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata pada selang kepercayaan 95%

(33)

18

Penelitian Utama

Hasil penelitian pendahuluan digunakan sebagai acuan penelitian utama. Krim dengan konsentrasi bubur E. cottonii dan Sargassum sp. 10 % digunakan sebagai formula dalam pembuatan krim tabir surya pada penelitian utama, namun menggunakan rasio yang berbeda (1:1, 1:2, 2:1 dan tanpa penambahan E. cottonii dan Sargassum sp). Sediaan krim dilakukan serangkaian pengujian mikrobiologi, aktivitas antioksidan, nilai Sun Protective Factor (SPF), karakteristik fisik, stabilitas, konsistensi dan keamanan krim tabir surya

Pengujian Mikrobiologi Total Mikroba

Hasil pengujian total mikroba tidak ditemukan adanya koloni mikroba baik dalam sediaan bubur Sargassum sp. dan E. cottonii serta krim tabir surya (Lampiran 3). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara mikrobiologi bubur rumput laut Sargassum sp. dan E. cottonii aman digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan sediaan krim. Koloni mikroba tidak ditemukan pada sediaan krim sehingga krim dapat digunakan karena bebas dari mikroba. Hasil uji menunjukkan bahwa krim aman digunakan karena total mikroba berada dibawah batas total mikroba pada krim yang disyaratkan oleh SNI 16-4399-1996 yaitu maksimal 1.0 x 102 koloni/gram.

Pembuatan krim tabir surya dalam penelitian ini menggunakan bahan pengawet yaitu metil paraben. Bahan pengawet pada kosmetik dapat mengendalikan kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba, mencegah kerusakan pada saat proses pembuatan hingga produk akhir ditangan konsumen. Mitsui (1997), melaporkan bahwa penggunaan bahan pengawet dapat mengendalikan mikroorganisme sehingga mempertahankan daya awet, keadaan fisik, dan keadaan emulsi yang dihasilkan. Menurut Rahmanto et al. (2011), metil paraben memiliki keunggulan terutama pada sifat sangat rendahnya efek toksisitas, relatif tidak menimbulkan iritasi pada kadar penggunaan yang dianjurkan serta sangat efektif pada rentang pH yang cukup luas. Rowe et al. (2009), melaporkan bahwa metil paraben aktif pada rentang pH yang luas. Konsentrasi metil paraben yang biasa digunakan pada sediaan topikal adalah 0.02 – 0.3%. Aktivitas antimikroba efektif pada pH 4 - 8 dan aktivitasnya menjadi berkurang dengan bertambahnya pH. Metil paraben stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar.

Teknik aseptis sangat penting dalam pengerjaan mikrobiologi yang memerlukan ketelitian, keakuratan dan kestrerilan yang harus dijaga selalu agar terbebas dari kontaminan yang dapat mencemari produk (Pelczar dan Chan 2007). Bahan baku, peralatan, lingkungan dan proses pembuatan sediaan krim harus selalu diperhatikan kesterilannya. Tindakan aseptis dapat menghindarkan produk dari cemaran mikroba.

Aktivitas Antioksidan Sediaan Bubur E. cottonii dan Sargassum sp.

Nilai IC50 vitamin C dan sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. yang

(34)

19 memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong dalam katagori sedang, karena nilai IC50 berada diantara 100 - 150 µg/mL. Molyneux (2004), melaporkan bahwa

suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL, kuat untuk IC50 antara 50 - 100 µg/mL, sedang jika

IC50 bernilai 100-150 µg/mL dan lemah jika IC50 bernilai 150 - 200 µg/mL.

Menurut Nurjanah et al. (2015), aktivitas antioksidan ekstrak E. cottonii dengan pelarut metanol menunjukkan IC50 sebesar 105.04 µg/mL. Berdasarkan penelitian

Septianan et al. (2013), nilai IC50 Sargassum polycystum menggunakan tiga jenis

pelarut yaitu metanol 109.43 µg/mL, n-heksan 1174.98 µg/mL dan etil asetat 129.40 µg/mL. Habitat, lokasi, jenis, cara preparasi dan jenis pelarut mempengaruhi aktivitas antioksidan rumput laut. Menurut Amelia et al. (2016), melaporkan nilai IC50 rumput laut E. cottonii kering dengan pengeringan sinar

matahari adalah 693.90 µg/mL, suhu ruang 593.19 µg/mL dan pengeringan oven suhu 70 - 80οC adalah 232.87 µg/mL.

SediaanKrim

Aktivitas antioksidan pada sediaan krim sangat penting untuk mengetahui efektivitas suatu produk. Hasil penghitungan nilai IC50 sediaan krim tabir surya

disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai IC50 krim E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1), E. cottonii

dan Sargassum sp. (1:2), E. cottonii dan Sargassum sp. (2:1), . tanpa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan krim tabir surya p<0.05 (Lampiran 7). Uji lanjut memperlihatkan bahwa nilai IC50 pada krim tanpa penambahan bubur E. cottonii

dan Sargassum sp. berbeda nyata dibandingkan dengan krim dengan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum (1:1), (1:2) dan (2:1) (Lampiran 8). Krim dengan

(35)

20

penambahan E. cottonii dan Sargassum (1:1), (1:2) dan (2:1) memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, dengan nilai IC50 < 100, sedangkan Krim kontrol memiliki

aktivitas antioksidan yang lemah, dengan nilai IC50 >100 µg/mL (Gambar 5).

Penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp, diduga memberikan pengaruh terhadap nilai IC50 sediaan krim. Berdasarkan Zubia et al. (2007), rumput laut

memiliki komponen fenolik dan mengandung antioksidan yang mampu melawan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu atau lebih elektron pada radikal bebas. Kang et al. (2010), menyatakan radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil dan reaktif, serta merusak jaringan.

Penambahan Butil Hidroksi Toluen (BHT) pada formulasi sediaan krim meningkatkan aktivitas antioksidan dan mencegah oksidasi pada sediaan krim. Wade dan Weller (1994), melaporkan bahwa BHT merupakan senyawa fenol yang digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik dan farmasi, untuk memperlambat atau mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut lemak. Konsentrasi BHT yang diperbolehkan untuk sediaan topikal adalah 0.0075 - 0.1%.

Nilai SPF Krim Tabir Surya

Nilai Sun Protective Factor (SPF) menunjukkan efektivitas suatu krim tabir surya dalam melindungi kulit. Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim tabir surya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim tabir surya

Sampel Nilai SPF SPF label

Simbol huruf superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata pada selang kepercayaan 95%

(36)

21 flavonoid memiliki tiga sifat fotoprotektor yaitu penyerapan sinar ultraviolet, sifat antioksidan dan memodulasi beberapa jalur pensinyalan DNA (imunomodulator). Menurut Taufikurrohmah (2005), polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan karena kemampuannya mendonorkan atom hydrogen, menangkap radikal bebas dan sebagai pengikat logam. Rumput laut E. cottonii merupakan jenis alga merah yang memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi dan dapat mengabsorbsi sinar ultraviolet. Groniger et al. (2000), melaporkan bahwa alga merah mengandung kromofor cyclohexenimine yang dapat menyerap sinar ultraviolet. Kandungan mycosporine-like amino acids (MAAs) dalam alga merah sangat potensial dalam menyerap sinar UV-A. Mycosporine-like amino acids (MAAs) merupakan substansi larut air yang banyak ditemukan pada organisme tingkat rendah seperti alga merah, cyanobacteria, dinoflagellata, karang dan banyak invertebrata laut.

Nilai SPF krim tabir surya dengan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp berkisar antara 6 - 7, sehingga dapat dikatagorikan memiliki kemampuan ektra dalam melindungi kulit. Produk komersial 1 dan 2 serta krim tanpa penambahan E. cottonii dan Sargassum sp. memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) lebih rendah berkisar antara 2 - 4, sehingga dikategorikan memiliki kemampuan minimal. Demogalad et al. (2013), melaporkan kemampuan tabir surya dalam melindungi kulit dikategorikan minimal (2 - 4), sedang (4 - 6), ekstra (6 - 8), maksimal (8 - 15). dan ultra (>15).

Krim tabir surya dengan penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1) memiliki nilai SPF lebih tinggi bila dibandingkan dengan krim komersial (Tabel 5). Hal ini diduga karena perbedaan waktu pengujian. proses pengujian yang berbeda dan metode penghitungan nilai SPF yang berbeda. Adnin (2014), melaporkan bahwa perbedaan nilai SPF pada produk krim komersil yang tertera pada label dengan data pengujian diduga karena metode perhintungan SPF yang digunakan berbeda.

Karakteristik Fisik Sediaan Krim Tabir Surya Karakteristik sensori

Uji sensori merupakan pengujian subjektif yang diimplementasikan dengan nilai kesukaan konsumen terhadap penerimaan produk. Pengujian sensori menggunakan skala hedonik dengan panelis tidak terlatih berusia 20-35 tahun berjumlah 30 orang. Trihapsoro (2003), menyatakan usia 20-35 tahun merupakan usia kerja dan usia pelajar/mahasiswa yang banyak menggunakan kosmetik. Parameter yang diamatai dalam penelitian ini antara lain kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Nilai rata-rata parameter kenampakan, warna, aroma dan homogenitas pada krim disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter sensori krim tabir surya

Parameter Krim tabir surya dengan bubur E.cottonii dan Sargassum sp.

(1:1) (1:2) (2:1) (0)

Kenampakan 5.16 ± 0.91a 4.86 ± 1.16a 5.03 ± 1.09a 4.90 ± 0.95a

Warna 5.46 ± 1.13a 5.23 ± 1.00a 5.36 ± 1.06a 5.43 ± 1.04a

Aroma 6.03 ± 0.76a 5.56 ± 0.62a 5.63 ± 0.80a 5.56 ± 0.97a

Homogenitas 5.73 ± 0.73a 5.60 ± 0.62a 5.66 ± 0.71ab 5.13 ± 0.73b

(37)

22

Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter yang sangat penting dalam sebuah produk kosmetik. Jenis emulsi mempengaruhi kenampakan krim tabir surya dan kesukaan konsumen terhadap produk. Nayank et al. (2004), melaporkan bahwa krim dengan basis emulsi minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman dan cenderung disukai oleh masyarakat, karena tidak berminyak dan lengket saat diaplikasikan pada kulit. Nilai kesukaan panelis terhadap kenampakan krim tabir surya berkisar antara 4.86 - 5.16 yang berarti bahwa panelis memberikan penilaian antara normal sampai agak suka. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan kenampakan krim (Lampiran 12).

Warna

Warna merupakan salah satu parameter pengamatan visual yang melekat pada suatu produk. Warna dapat menjadi salah satu faktor penilaian dalam pemilihan suatu produk oleh konsumen. Nilai kesukaan panelis terhadap warna krim berkisar antara 5.23 - 5.70 yang berarti panelis memberikan penilaian agak suka. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan warna krim (Lampiran 12). Warna kecoklatan pada Sargassum sp diduga mempengaruhi warna krim yang dihasilkan. Penambahan konsentrasi bubur Sargassum sp lebih banyak akan menyebabkan warna krim menjadi lebih gelap. Mitsui (1997), melaporkan bahwa warna yang terbentuk pada suatu produk dipengaruhi oleh warna bahan-bahan penyusunnya.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter sensori yang melekat pada suatu produk yang diamati dengan indera penciuman. Aroma yang enak dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma yang tidak dikenali. Kusumaningsih et al. (2011), melaporkan bahwa fragrance atau pewangi dapat menduplikasi aroma yang diinginkan. Semakin tinggi jumlah persentase senyawa aromatik, maka diperoleh intensitas dan aroma yang tahan lama.

Pemilihan pewangi atau fragrance pada produk kosmetik biasanya berasal dari essensial oil dan rempah-rempah alami. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma krim berkisar antara 5.56 - 6.03 yang berarti panelis memberikan penilaian antara agak suka sampai suka. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan aroma krim (Lampiran 12).

Homogenitas

(38)

23 Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa rasio penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan homogenitas krim (Lampiran 12). Hasil uji lanjut Multiple Comparation memperlihatkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter homogenitas krim dengan penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp (1:1) berbeda nyata terhadap krim tanpa penambahan bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. (Lampiran 13).

Hasil berdasarkan uji Bayes

Keputusan yang optimal perlu mempertimbangkan berbagai kriteria. Menurut Marimin (2004), uji Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji karakteristik sensori saja belum cukup untuk menentukan krim tabir surya terbaik karena terdapat perbedaan hasil pada setiap parameter. Untuk menentukan parameter terbaik dari berbagai kriteria, digunakan uji Bayes. Uji Bayes menunjukkan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. dengan rasio (1:1) menghasilkan nilai terbaik yaitu 4. Parameter kenampakan dan homogenitas merupakan parameter yang memiliki bobot paling tinggi pada marameter sensori yaitu sebesar 0.43 (Lampiran 14).

Konsistensi Krim

Penentuan konsistensi sediaan krim ditentukan dengan menggunakan alat penetrometer. Hasil pengukuran konsistensi sediaan krim tabir surya pada minggu ke-0 dan ke-12 pada suhu ruang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Konsistensi krim minggu ke-0 dan minggu ke-12. Hasil pengukuran konsistensi krim tabir surya dengan penambahan bubur rumput laut E. cottoni dan Sargassum sp. (1:1), (1:2), (2:1) serta krim tanpa penambahan bubur E. cottoni dan Sargassum sp pada minggu ke-0 dan ke-12 menunjukkan bahwa sediaan krim tabir surya berbetuk semisolid karena berkisar 300 - 500 ablesung1/10 mm (Gambar 6). Nilai konsistensi dipengaruhi oleh banyaknya bahan sebagai formula konsistensi yaitu setil alkohol. Juwita et al. (2011), melaporkan bahwa konsistensi yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya bahan penambah konsistensi, seperti setil alkohol yang merupakan alkohol rantai panjang berbentuk padat. Pemakaian setil alkohol yang semakin

(39)

24

banyak, maka konsistensinya semakin tinggi. Menurut Djajadisastra (2004), semakin tinggi nilai konsistensi sediaan krim menunjukkan bahwa krim tersebut memiliki karakteristik penyebaran yang baik, sehingga jumlah partikel yang tersebar menjadi hampir sama rata.

Pertumbuhan mikroorganisme pembentuk alkohol optimal pada suhu ruang dan pertumbuhannya terhambat pada suhu rendah. Setil alkohol pada sediaan krim(alkohol rantai panjang) mengakibatkan pertumbuhan mikroba optimal pada suhu ruang (Buckle 1987). Nilai konsistensi sediaan krim tabir surya dengan penambahan bubur rumput laut E. cottoni dan Sargassum sp. (1:1), (1:2), (2:1) dan tanpa penambahan bubur E. cottoni dan Sargassum sp mengalami penurunan nilai konsistensi pada minggu ke-12. Setil alkohol memiliki manfaat meningkatkan konsistensi sediaan krim, namun setil alkohol mengakibatkan mikroorganisme pembentuk alkohol optimal pada suhu ruang.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan yaitu penambahan bubur rumput laut E. cottoni dan Sargassum sp. (1:1), (1:2), (2:1) dan tanpa penambahan bubur E. cottoni dan Sargassum sp dengan lama waktu tidak berbeda nyata terhadap nilai konsistensi krim tabir surya (Lampiran 15). Konsistensi yang baik berkaitan erat dengan kestabilan emulsi. Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antara partikel dalam sistem emulsi. Mitsui (1997), melaporkan bahwa setil alkohol juga dapat memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki konsistensi atau zat pembentuk, serta sebagai surfaktan nonionik dan bahan pelembut yang efektif pada produk krim. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugus hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk seperti krim dan losion.

Homogenitas Krim

Gambar

Tabel 1 Formulasi sediaan krim tabir surya
Gambar 2 Diagram alir penelitian tahap 1.
Gambar 3 Diagram alir penelitian tahap 2.
Gambar 4 Diagram alir penelitian tahap 3.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun jamblang dan amylum oryzae terhadap nilai Sun Protection Factor (SPF) krim tabir surya

Ekstrak rumput laut merah dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim yang homogen dengan tipe emulsi minyak dalam air, pH yang diperoleh 5,5-5,9, tidak menimbulkan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun jamblang dan amylum oryzae terhadap nilai Sun Protection Factor (SPF) krim tabir surya

Sekarang ini, telah dilakukan Formulasi dan Uji Stabilitas sediaan krim tabir surya ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan menggunakan variasi

Kesimpulan: Ekstrak etanol rumput laut merah dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.. CHARACTERIZATION OF SIMPLICIA

Tujuan: Memformulasikan ekstrak etanol rumput laut merah dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti-aging pada kulit

Uji homogenitas dengan tidak terdapatnya partikel-partikel kecil pada seluruh sediaan krim, uji pH dengan nilai pH 6 yang masih dalam interval pH kulit yaitu 4,5-8,0 dan uji

Dari hasil penentuan nilai SPF (Sun Protecting Factor) yang diperoleh diketahui bahwa formula I dengan konsentrasi ekstrak 0,03% dan formula II dengan konsentrasi