KAJIAN PERUBAHAN MUTU
PISANG RAJA BULU SELAMA
PROSES PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN
WIHARYANI WERDININGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis kajian perubahan mutu pisang raja bulu selama proses penyimpanan dan pemeraman adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
Wiharyani Werdiningsih
ABSTRACT
WIHARYANI WERDININGSIH. Study on The Quality Evaluation of Banana Fruit cv. Raja Bulu during Storage and Ripening. Under the Supervision of SUROSO and Y. ARIS PURWANTO.
Storage of banana at optimum temperature could prolong pre-climacteric and storage life of banana cv. Raja Bulu. Therefore, to achieve uniform ripening, artificial ripening by exposing the fruit to exogenous ethylene was done. The objective of this study were (1) to examine the best temperature of storage (10oC and 15oC) to maintain quality of banana cv. Raja Bulu before ripening, (2) to examine storage life before ripening (5, 10 and 15 days), and (3) to investigate quality of banana cv. Raja Bulu after storage and ripening.
Green mature of bananas were stored at 10oC and 15oC for different period of storage (5, 10 and 15 days) and allowed to ripen by injecting 100 ppm of ethylene at 25oC for 24 h. After ripening process, banana fruits were placed at ambient temperature room.
Respiration rate banana cv. Raja Bulu during storage at 10oC, 15oC and
ambient temperature was 5,4 ml CO2/kg h; 7,2 ml CO2/kg h and
28,1 ml CO2/kg h. The climacteric peak of CO2respiration rate during ripening
was achieved at 51 h for banana stored at 10oC for 5 day, 24 h for banana stored at 10oC and 15oC for 10 day, 15 h for banana stored at 10oC and 15oC for 15 day. The optimum stage for eat-ripe of banana was at 3 days after ripening treatment which was indicated by the changes of colour (fruit completely yellow) (peel colour a* = -4.43 and b* = 60), total soluble solid i.e. 29.0% brix, firmness i.e. 0.34 kgf. It was obtained that the weight loss for banana fruits ripened after 15 days of storage in both 10oC and 15oC were 19.09% and 24.05%. It can be concluded that banana fruit cv. Raja Bulu was possible to store at storage temperature of 10oC for 15 days.
RINGKASAN
WIHARYANI WERDININGSIH. Kajian Perubahan Mutu Pisang Raja Bulu Selama Proses Penyimpanan dan Pemeraman. Dibimbing oleh SUROSO dan Y. ARIS PURWANTO.
Penyimpanan dingin dengan suhu dan waktu yang sesuai dapat memperpanjang praklimakterik dan umur simpan buah pisang Raja Bulu sehingga pada saat dilakukan pematangan buatan dengan menggunakan etilen sebagai trigger dapat dihasilkan buah pisang dengan kematangan, warna yang seragam serta mutu yang tetap baik hingga di tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menentukan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mempertahankan mutu pisang Raja Bulu setelah pemeraman, (2) menentukan lama penyimpanan sebelum pemeraman, dan (3) mengkaji perubahan mutu pisang Raja Bulu selama perlakuan penyimpanan dingin dan proses pemeraman.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHPP), fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor pada bulan April sampai Juli 2007. Penelitian ini terdiri dari 2 faktor, pertama adalah tingkat suhu penyimpanan (suhu 10oC dan 15oC) dan faktor kedua adalah tingkat lama penyimpanan (5 hari, 10 hari dan 15 hari) untuk penyimpanan. Pemeraman pada suhu 25oC dengan konsentrasi etilen 100 ppm selama 24 jam dilakukan setelah penyimpanan dengan kombinasi lama penyimpanan dan suhu tersebut, kemudian dibiarkan pada suhu ruang.
Rata-rata laju respirasi pisang Raja Bulu selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu (10oC, 15oC dan suhu ruang) adalah 5,37 ml CO2/kg jam; 7,16 ml
CO2/kg jam; dan 28,07 ml CO2/kg jam. Puncak klimakterik respirasi setelah
pemeraman dari buah pisang yang sebelumnya disimpan 5 hari pada suhu 10oC terjadi pada jam ke-51, pada suhu 10oC dan 15oC terjadi pada jam ke-24 untuk pisang yang disimpan selama 10 hari, sedangkan pada lama simpan 15 hari terjadi puncak klimakterik pada jam ke-15 untuk suhu 10oC dan 15oC.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN PERUBAHAN MUTU PISANG RAJA BULU
SELAMA PROSES PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN
WIHARYANI WERDININGSIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Perubahan Mutu Pisang Raja Bulu Selama Proses Penyimpanan dan Pemeraman
Nama : Wiharyani Werdiningsih
NRP : F051050081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suroso, M.Agr Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pasca Panen
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Juli 2007 ini ialah
penyimpanan, dengan judul Kajian Perubahan Mutu Pisang Raja Bulu Selama
Proses Penyimpanan dan Pemeraman.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr dan
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku pimpinan proyek
Program Insentif Riset Terapan Ristek, 2007 sehingga penelitian ini dapat
terlaksana. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo (Jawa Tengah) pada tanggal 22 Agustus
1982 dari ayah Drs. Teguh Haryono dan ibu Elmy Sri Winarti. Penulis merupakan
putri pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Mataram, lulus pada tahun 2004. Satu tahun
kemudian penulis lulus seleksi masuk sekolah pascasarjana IPB dengan program
studi Teknologi Pascapanen (TPP).
Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti berbagai seminar
nasional antara lain sebagai peserta Lokakarya Nasional Sistem Pemasaran Hasil
Pertanian dan Perikanan melalui Terminal Agribisnis pada bulan Juni 2006,
peserta International Meeting of The Second Symposium and Workshop on
Carbohydrates and Carbohydrate Acting Enzymes Bioengineering pada bulan Mei
2007 dan sebagai pemakalah pada seminar nasional XIII PERSADA pada bulan
Agustus 2007 dan pada seminar nasional ketahanan pangan, PERTETA pada
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Hipotesis ... 3
C. Tujuan Penelitian... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. Tanaman Pisang ... 4
B. Komposisi Gizi Buah Pisang... 5
C. Pemanenan dan Tingkat Kematangan Buah Pisang ... 6
D. Respirasi ... 7
E. Penyimpanan dan Pematangan Buatan... 9
F. Model Matematika Respirasi Buah dan Sayuran... 13
III. BAHAN DAN METODE ... 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
B. Bahan dan Alat ... 15
C. Prosedur Penelitian... 15
D. Pengamatan dan Analisis ... 19
E. Pendekatan Model Pendugaan Pola Respirasi... 23
F. Rancangan Penelitian... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. Laju respirasi ... 25
B. Total padatan terlarut... 29
C. Kekerasan ... 32
D. Susut bobot... 35
E. Warna... 38
F. Uji organoleptik ... 44
G. Model Pendugaan Klimakterik Respirasi... 49
H. Pendugaan Umur Simpan setelah Pemeraman... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Simpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Data produksi pisang di Indonesia tahun 2000-2005... 1
2 Perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia tahun 2002-2004
(Kg, US $) ... 2
3 Komposisi gizi berbagai jenis buah pisang tiap 100 gram bagian yang
dimakan ... 5
4 Klasifikasi komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasi ... 9
5 Rekomendasi temperatur, kelembaban, daya simpan terhadap
jenis buah pisang ... 10
6 Hubungan lama penyimpanan buah pisang Raja Bulu
dengan lama waktu utnuk mencapai klimakterik respirasi ... 49
7 Pendugaan klimakterik respirasi buah pisang Raja Bulu berdasarkan
lama penyimpanan ... 50
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pisang Raja Bulu ... 5
2 Berbagai tingkat kematangan buah pisang... 7
3 Pembagian tahap-tahap klimakterik... 8
4 Indeks kematangan buah pisang... 12
5 Pengaruh pemberian etilen terhadap pola respirasi buah klimakterik dan non klimakterik ... 13
6 Penyimpanan pisang Raja Bulu dalam cold storage ... 15
7 Pemeraman pisang dengan konsentrasi etilen 100 ppm selama 24 jam... 16
8 Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 17
9 Gas Analyzer Shimadzu tipe IRA-107 untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan tipe POT-101 untuk mengukur konsentrasi CO2... 19
10 Refraktometer... 19
11 Rheometer CR-300 ... 20
12 Timbangan digital ... 20
13 Munsell color chart ... 21
14 Laju respirasi buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan ... 26
15 Laju respirasi pisang Raja Bulu selama pemeraman yang sebelumnya disimpan selama (a) 5 hari, (b) 10 hari dan (c) 15 hari ... 28
16 Total padatan terlarut (%brix) buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan... 30
17 Total padatan terlarut pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan ... 31
18 Kekerasan (kgf) buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan ... 32
19 Kekerasan pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan... 34
20 Susut bobot buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan ... 36
21 Susut bobot pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan... 37
22 Warna kulit buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan ... 39
23 Nilai L buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan... 39
24 Nilai a dan b buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan .... 40
26 Nilai L pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan
dan (c) 15 hari simpan... 42
27 Nilai a dan b pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari,
dan (c) 15 hari simpan... 43
28 Skor warna kulit pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan,
(b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan ... 45
29 Skor tekstur pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan... 46
30 Skor rasa pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan disimpan ... 47
31 Skor penerimaan pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan disimpan ... 48
32 Hubungan lama simpan dengan lama waktu puncak klimakterik respirasi ... 50
33 Total padatan terlarut dan kekerasan pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 51
34 Nilai a dan b pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 52
35 Total padatan terlarut pisang Raja Bulu yang telah disimpan
pada suhu 15oC... 52
36 Kekerasan pisang Raja Bulu yang telah disimpan pada suhu 15oC ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
3 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap total padatan terlarut pisang Raja Bulu setelah
pemeraman ... 63
4 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap total padatan terlarut pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 63
5 Uji beda rataan pengaruh interaksi perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap total padatan terlarut pisang Raja Bulu
setelah pemeraman ... 64
6 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap kekerasan pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 65
7 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap kekerasan pisang
Raja Bulu setelah pemeraman... 65
8 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap kekerasan pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 66
9 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap susut bobot pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 67
10 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap susut bobot pisang
Raja Bulu setelah pemeraman... 67
11 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap susut bobot pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 68
12 Uji beda rataan pengaruh interaksi perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap terhadap susut bobot pisang Raja Bulu setelah
pemeraman ... 68
13 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap nilai L pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 69
14 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap nilai L pisang
Raja Bulu setelah pemeraman... 69
15 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap nilai L pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 70
16 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap nilai a pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 71
17 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan suhu terhadap nilai a
pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 71
pemeraman terhadap nilai a pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 72
19 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap nilai b pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 73
20 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap nilai b pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 73
21 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap nilai b pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 74
22 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap warna kulit pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 75
23 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap warna kulit pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 75
24 Uji beda rataan pengaruh interaksi perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap warna kulit pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 76
25 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap tekstur pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 77
26 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap tekstur pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 77
27 Uji beda rataan pengaruh interaksi perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap tekstur pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 78
28 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap rasa pisang Raja Bulu setelah pemeraman... 79
29 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap rasa pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 79
30 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap rasa pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 79
31 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan suhu dan lama simpan sebelum pemeraman terhadap penerimaan pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 80
32 Uji beda rataan pengaruh perlakuan suhu terhadap penerimaan pisang
Raja Bulu setelah pemeraman... 80
33 Uji beda rataan pengaruh perlakuan lama simpan sebelum pemeraman
terhadap penerimaan pisang Raja Bulu setelah pemeraman ... 80
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buah pisang merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai produksi
cukup tinggi yaitu sebesar 5.177.607 ton pada tahun 2005 sehingga berpotensi
untuk diperdagangkan baik untuk pasaran dalam maupun luar negeri. Buah ini
banyak digemari dan sebagian dikonsumsi dalam bentuk segar (fresh fruit) karena
rasanya yang enak terutama buah pisang meja untuk cuci mulut. Disamping
dikonsumsi sebagai buah segar, pisang banyak digunakan sebagai makanan
seperti tepung, anggur, sale, sari buah, pisang goreng, pisang rebus, keripik
pisang, kolak pisang dan getuk pisang.
Di Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena 50% dari
produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia. Di Indonesia sendiri pisang
adalah salah satu komoditas buah unggulan. Berikut adalah data produksi pisang
yang terus meningkat setiap tahunnya dari tahun 2000 sampai 2005.
Tabel 1. Data produksi buah pisang di Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005
Tahun Produksi pisang (ton) 2000
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produksi pisang di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun pada kenyataannya buah
pisang masih belum menjadi komoditas andalan Indonesia.
Hingga saat ini mutu pisang Indonesia, terutama skala komersial, belum
memenuhi standar mutu sebagai pisang ekspor karena tidak memenuhi
kriteria-kriteria mutu ekspor buah pisang. Parameter mutu pisang secara umum yaitu
bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna kulit buah yang cerah,
mulus, keseragaman alami, daging buah tidak lembek dan aroma serta rasa yang
enak.
Rendahnya mutu disebabkan oleh penanganan pascapanen dan distribusi
penanganan pascapanen pada tingkat pedagang pengumpul relatif sederhana dan
tidak memperhatikan kondisi terbaik komoditas.
Tabel 2. Perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia tahun 2002-2004 (Kg, US $) Manggis 6.512.423 6.956.915 9.304.511 9306.042 3.045.379 3.291.855
Pepaya 3.287 6.643 187.972 231.350 524.686 1.301.371
Pisang 512.596 979.729 10.615 7.899 992.505 722.772
Nenas 3.734.414 2.784.582 2.284.432 2.315.283 2.431.263 529.122
Duku 16.921 6.313 21.044 12.662 1.643 1.643
Durian 89.479 96.634 14.241 12.943 1.494 6.710
Jambu 32.052 28.859 47.871 49.843 106.274 102.074
Jeruk 156.437 75.320 85.920 22.026 632.996 517.554
Mangga 1.572.634 2.671.995 559.224 460.674 1.879.664 2.013.390
Rambutan 366,435 588.140 604.006 958.850 134.772 117.336
Buah tropis lainnya
1.591.329 1.451.391 984.820 523.031 1.341.923 794.924
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002-2004 dalam http://agribisnis.deptan.go.id/ web.eksim/2006/horti2006.htm
Buah pisang merupakan produk hortikultura yang memiliki sifat mudah
rusak (perishable) karena umur simpannya sangat terbatas. Hal ini menyebabkan terganggunya kontinyuitas pasokan, baik jumlah maupun mutunya sehingga
diperlukan sistem penyimpanan dingin dengan pematangan buatan untuk
memenuhi tuntutan konsumen. Menurut Kader et al. (1985), besarnya kehilangan pascapanen buah-buahan segar berkisar antara 5-25% di negara maju dan 20-50%
di negara berkembang.
Kader et al. (1985) merekomendasikan suhu selama penyimpanan dan transportasi adalah 13-14oC dengan RH 90-95%. Menurut Ipteknet (2005), daya
simpan pisang mentah pada suhu 13-15°C berkisar antara 21-30 hari. Iswari
(2002) melaporkan bahwa berdasarkan model simulasi, toleransi penundaan
pematangan (penyimpanan) buah pisang Ambon sampai 30 hari pada suhu 15oC
dan kemudian diperam dengan 100 ppm etilen.
Menurut Satuhu dan Supriyadi (2000), pisang Raja Bulu dapat digunakan
sebagai buah meja dan buah olahan dengan daging buah yang agak tebal, rasa
juga bahwa pisang Raja Bulu dapat menguatkan jantung bila dikukus dan
dimakan dengan madu. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian
mengenai lama dan suhu penyimpanan untuk menjaga kontinyuitas dan mutu
buah pisang.
B. Hipotesis
Suhu dan lama penyimpanan akan berpengaruh terhadap mutu buah baik
secara fisik, kimia maupun organoleptik selama pemeraman.
C. Tujuan penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan
lama penyimpanan terhadap mutu buah pisang Raja Bulu selama penyimpanan
dan setelah proses pemeraman. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk:
1. Menentukan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mempertahankan mutu
pisang Raja Bulu setelah pemeraman.
2. Menentukan lama penyimpanan sebelum pemeraman.
3. Mengkaji perubahan mutu pisang Raja Bulu selama perlakuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Pisang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di
Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan banyak terdapat serta tumbuh di daerah
tropis maupun subtropis (Munadjim, 1983) seperti Afrika (Madagaskar), Amerika
Selatan dan Tengah.
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp
Di Indonesia tanaman pisang dapat tumbuh di dataran rendah maupun
dataran tinggi dengan ketinggian sampai 2000 meter di atas permukaan laut
(Munadjim, 1983). Di daerah tropis dengan iklim basah dengan suhu 27oC dan
curah hujan 1.520–3.800 mm/tahun yang merata sepanjang tahun, pisang dapat
tumbuh dengan baik. Tanah liat yang mengandung kapur atau tanah alluvial
dengan pH 4.5-7,.5 cocok untuk tanaman pisang (Satuhu dan Supriyadi, 1996)
seperti di Pulau Madura yang banyak memiliki bukit-bukit kapur.
Menurut Prihatman (2000), jenis pisang dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, yaitu M. paradisiaca
formatypica atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji, yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
Gambar 1. Pisang Raja Bulu
Pisang Raja Bulu merupakan salah satu jenis pisang komersial yang
mempunyai ukuran sedang dan gemuk dengan bentuk buah melengkung dan
pangkal buah agak bulat. Kulit buah tebal dan berwarna kuning berbintik coklat.
Daging buahnya sangat manis, berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan
tidak berbiji. Berat setiap tandannya 7-10 kg terdiri dari 6-7 sisir dan setiap
sisirnya 10-15 buah. Panjang buah antara 12-18 cm, diameter 3-4 cm dengan
bobot rata-rata 110-120 gram. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata
sekitar 90 buah (Ipteknet, 2005).
B. Komposisi Gizi Buah Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin,
mineral dan juga karbohidrat (Prihatman, 2000). Menurut Rismunandar (1981),
kandungan gula, pati dan air yang terdapat dalam buah pisang tergantung pada
varietas, waktu panen, iklim dan keadaan tanah.
Tabel 3. Komposisi gizi berbagai jenis buah pisang tiap 100 gram bagian yang dimakan
C. Pemanenan dan Tingkat Ketuaan Buah Pisang
Standar ketuaan tiap jenis pisang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
apabila pisang dibiarkan matang di pohon maka memiliki citarasa yang rendah
dan memiliki kecenderungan rontok dari pohon sebelum maupun waktu panen
sehingga pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat buah pisang masih hijau
namun sudah tua (Tucker et al., 1993).
Pemanenan pisang harus disesuaikan dengan tujuannya karena akan
mempengaruhi mutu. Waktu, teknik dan kondisi pada saat pemanenan dapat
mempengaruhi mutu dan harga (FAO, 2000). Mutu yang baik sangat diperlukan
baik untuk pemasaran dalam negeri maupun luar negeri.
Satuhu (1995) menyatakan bahwa tingkat ketuaan buah sangat
mempengaruhi mutu serta kandungan kimia dan gizinya. Tingkat ketuaan buah
dapat dilihat dari umur dan tanda fisik. Berdasarkan umur panennya, dapat
ditentukan mulai dari saat bunga mekar sampai buah siap di panen. Untuk buah
pisang, berkisar antara 100-120 hari setelah bunga mekar, tergantung dari
varietasnya. Berdasarkan tingkat ketuaannya, buah digolongkan menjadi beberapa
tingkatan, yaitu:
1. Tingkat ketuaan buah ¾ penuh, dengan tanda bentuk sudut pada
penampang melintang buah tampak jelas dan berukuran separuh dari
ukuran maksimumnya. Buah ini kurang lebih berumur 80 hari setelah
pembungaan.
2. Tingkat ketuaan hampir penuh. Beberapa sudut penampang lintang buah
masih tampak. Umur buah ini kurang lebih 90 hari setelah pembungaan.
3. Tingkat ketuaan penuh. Sudut pada penampang lintang buah sudah tidak
tampak lagi, umur buah kurang lebih 100 hari setelah pembungaan.
4. Tingkat ketuaan benar-benar penuh bentuk sudut pada penampang lintang
buah sudah tidak tampak lagi dan 1-2 buah berwarna kuning. Buah ini
Gambar 2. Berbagai tingkat ketuaan buah pisang
Berdasarkan sifat fisik dengan cara melihat sifat dan bentuk fisiknya seperti
bentuk, ukuran, warna kulit dan tekstur, buah yang sudah tua diantaranya sebagai
berikut (Satuhu dan Supriyadi, 1996) :
a. Buah tampak berisi, bagian sudut (lingir/tepi) buah sudah tidak ada lagi.
b. Warna buah hijau kekuningan. Untuk buah pisang dengan tingkat kematangan
penuh, maka pada tandannya akan ada buah yang sudah masak (2-3 buah).
c. Tangkai di putik telah gugur.
D. Respirasi
Buah-buahan melakukan proses pernapasan (respirasi) selama masih di
pohon maupun setelah pemanenan. Terpisahnya buah dari pohon induknya
menyebabkan bahan-bahan untuk melakukan reaksi metabolisme hanya berasal
dari cadangan makanan dan air yang terdapat pada buah. Kehilangan substrat dan
air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai terjadi (Wills et al., 1989).
Kader et al. (1985) menyatakan bahwa kehilangan cadangan makanan selama respirasi berarti: (1) mempercepat senescene karena cadangan makanan
telah habis terpakai, (2) kehilangan nilai dari komoditas, (3) berkurangnya
kualitas rasa terutama tingkat kemanisannya dan (4) daya jual menurun.
Menurut Winarno (2002) respirasi merupakan suatu proses metabolisme
dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang
lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak dan asam organik sehingga
menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti CO2, air dan energi serta
molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia. Reaksi kimia
sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut:
Wills et al. (1989) menyatakan bahwa laju respirasi produk dapat menjadi indikator yang baik bagi penentuan kegiatan metabolisme jaringan dan umur
simpan produk. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang
pendek. Dwidjoseputro (1992) mengemukakan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap laju respirasi antara lain jumlah substrat, temperatur, kadar O2 di udara,
kadar CO2 di udara, persediaan air, cahaya, luka dan pengaruh bahan kimia.
Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu klimakterik dan non klimakterik (Kader et al., 1985). Respirasi klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 rendah saat
praklimakterik, diikuti peningkatan mendadak saat klimakterik dan penurunan
laju produksi CO2 dan konsumsi O2 pada fase senescence (Gambar 3). Menurut
Winarno (2002), klimakterik adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah
dan dalam fase ini banyak perubahan yang berlangsung.
puncak klimaterik
praklimaterik
klimakterik menaik senescence
Jumlah CO
2
Pertumbuhan Sel
Gambar 3. Skema Pembagian Tahap-tahap Klimaterik (Winarno, 2002)
Buah-buahan yang mengalami pola respirasi klimakterik adalah apel,
alpukat, pepaya, sukun, kurma, jambu biji, nangka, sirsak, kiwi, markisa, mangga,
kesemek, semangka, pir, peach, sawo. Sedangkan buah-buahan dengan pola
respirasi non klimakterik yaitu jambu mete, cheri, mentimun, rambutan, jeruk,
anggur, lemon, cabai, nenas, asam, arbei (Kader et al., 1985).
Selama proses respirasi berlangsung beberapa perubahan fisik, kimia,
biologis terjadi, yaitu proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan,
buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Kelayuan dan kebusukan
pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus, sehingga mengakibatkan
mutu buah dan nilai gizi berkurang. Simmonds (1966) mengemukakan bahwa
buah pisang termasuk buah dengan laju respirasi menengah (moderat).
Berdasarkan laju respirasi, komoditas hortikultura dapat digolongkan ke dalam
beberapa kelas (Tabel 4).
Tabel 4. Klasifikasi komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasi
Kelas Laju respirasi pada 5
o
C
(mg CO2/kg-jam)* Komoditas hortikultura
Sangat lambat
Apel, jeruk, anggur, buah kiwi, bawang
Aprikot, pisang, cherry, peach, pear, plum, kubis, wortel, selada, cabai, kentang
Strawberry, raspberry, bunga kol, adpokat
Bawang daun, brussels sprout, bunga potong
Asparagus, brokoli, jamur, kacang polong, bayam, jagung manis
*) Kebutuhan panas (Btu/24 jam)= mg CO2/Kg-jam x 220
Sumber: Kader et al. (1985)
E. Penyimpanan dan Pematangan Buatan
Penyimpanan adalah suatu cara pemeliharaan kualitas setelah pemanenan
dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual atau dikonsumsi. Tujuan
penyimpanan adalah untuk memperpanjang masa simpan pada suhu yang sesuai
pada tiap-tiap buah yang mencakup pengaturan buah untuk mencapai mutu yang
diinginkan setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu. Pisang yang digunakan
untuk tujuan ekspor harus dalam keadaan tetap hijau hingga ke negara tujuan
(Hasan dan Pantastico, 1990). Broto (2000) dalam Trisnawati dan Rubiyo (2004) mengungkapkan bahwa penyimpanan hasil hortikultura dimaksudkan untuk
meningkatkan daya gunanya dalam jangka waktu selama mungkin tanpa harus
Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara untuk memperpanjang
umur simpan atau ketahanan komoditas pertanian. Pendinginan secara efektif
dapat menghambat laju respirasi sehingga proses pematangan dan penuaan dapat
dihambat (Hardenburg, 1971). Penyimpanan pada suhu rendah mengakibatkan
terhambatnya proses respirasi sehingga dapat memperpanjang masa simpan
pisang, susut bobot menjadi minimal serta mutu masih tetap baik (Suyatmi, 2001;
satuhu dan Supriyadi, 1996).
FAO (2000) mengemukakan bahwa pisang yang dipanen dalam keadaan
masih hijau dengan tingkat ketuaan ¾ (80 hari setelah pembungaan) hingga ¾
hampir penuh (90 hari setelah pembungaan) memiliki batas maksimum
penyimpanan yaitu 2-3 minggu pada suhu 12-14oC dengan RH 85-95%. Iswari
(2002) melaporkan bahwa berdasarkan model simulasi, toleransi penundaan
pematangan (penyimpanan) buah pisang Ambon sampai 30 hari pada suhu 15oC.
Tabel 5 menunjukkan rekomendasi suhu, kelembaban serta daya simpan terhadap
jenis buah pisang.
Tabel 5. Rekomendasi suhu, kelembaban, daya simpan terhadap jenis buah pisang Jenis buah Suhu (oC) Kelembaban (%) Daya simpan (minggu) Sumber: Satuhu dan Supriyadi, 1996
Suhu merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang dapat
mempengaruhi kerusakan pada komoditas yang telah di panen (Kader et al., 1985). Satuhu dan Supriyadi (1996) menyatakan bahwa suhu penyimpanan dingin
kondisi optimum penyimpanan buah pisang tua hijau maupun matang di daerah
tropis yaitu pada suhu 14-15oC dengan RH 85-95%. Namun, apabila pisang
disimpan pada suhu yang sangat rendah akan terjadi chilling injury.
Esguerra et al. (1992) menambahkan bahwa suhu penyimpanan dapat
mempengaruhi proses pematangan pada pisang.
Chilling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena terekspose pada suhu rendah diatas suhu pembekuan, biasanya berkisar antara 0-10oC
(Winarno, 2002). Menurut Ratule et al. (2006), gejala chilling injury akan terjadi bila suhu penyimpanan buah dibawah 12oC, sedangkan Kader et al. (1985) menyebutkan suhu penyimpanan dibawah 5-15oC akan menunjukkan gejala
chilling injury, tergantung dari komoditasnya.
Gejala umum chilling injury pada pisang berupa kulit berwarna kuning pudar, kecoklatan pada kulit dan daya tahan terdahap penyakit turun dan
kadang-kadang gejala awal nampak pada kulit (Ratule et al., 2006).
Pematangan (ripening) adalah tahap perkembangan buah yang mengalami perubahan rasa, aroma, dan tekstur (kekerasan buah). Sedangkan pematangan
buatan merupakan suatu usaha mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya
mengandalkan proses pematangan alami. Hal ini dilakukan secara komersial
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar sesuai jadwal dengan mutu yang
masih bagus.
Secara teknis, proses pematangan buatan dapat digunakan gas etilen.
Penggunaan gas dalam pemeraman lebih efektif dibandingkan dengan
penggunaan karbit (Satuhu dan Supriyadi, 1996). Etilen merupakan hormon yang
terdapat pada tumbuhan dalam bentuk gas. Etilen mempunyai banyak fungsi pada
proses metabolisme tumbuhan, salah satunya adalah sebagai pemicu dan
percepatan proses pematangan (Siriboon dan Propapan, 2000).
Gas etilen (C2H4) adalah salah satu jenis bahan yang banyak digunakan
sebagai pemicu (trigger) proses pematangan dimana jumlah dan waktu yang tepat
dalam pemberiannya juga sangat khas untuk tiap jenis buah-buahan. Etilen
merupakan gas yang tidak berwarna, agak berbau, mudah terdeteksi, dan tidak
beracun bagi manusia dan hewan selama kepakatannya dibawah 1000 ppm (0.1%)
Secara komersial, pemeraman buah pisang dapat dilakukan dengan gas
etilen yang dapat menyebabkan buah pisang mengalami perubahan warna kulit
dari hijau menjadi kuning penuh dan akhirnya busuk. Deskripsi tingkat
kematangan pisang dapat digolongkan sesuai dengan indeks kematangan pada
Gambar 4 yang menunjukkan indeks kematangan (1) berwarna hijau, (2) berwarna
hijau dengan sedikit bercak kuning, (3) berwarna hijau lebih banyak daripada
kuning, (4) berwarna kuning lebih banyak daripada hijau, (5) berwarna kuning
dengan daerah ujung berwarna hijau, (6) berwarna kuning penuh, dan (7)
berwarna kuning penuh dengan bercak coklat.
Iswari (2002) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemeraman pisang
Ambon dengan konsentrasi etilen 100 dan 200 ppm tidak berbeda nyata terhadap
kekerasan, total padatan terlarut dan warna, sehingga sebaiknya digunakan
konsentrasi etilen 100 ppm untuk pengkajian selanjutnya.
Gambar 4. Indeks Kematangan Buah Pisang (Kader, 2005)
Pada umumnya produksi etilen meningkat pada tahap dewasa setelah di
panen, kerusakan fisik, terkena penyakit, peningkatan temperatur hingga 30oC dan
tekanan air. Berdasarkan laju produksi etilen, pisang termasuk dalam kelompok
moderat (Kader et al., 1985).
Tucker et al. (1993) menyatakan bahwa pemberian gas etilen pada buah non
klimakterik akan menaikkan laju respirasi sehingga laju pematangan meningkat.
Hal ini berkaitan erat dengan konsentrasi gas yang diberikan dan tidak
berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Sedangkan pada buah
klimakterik, pemberian gas etilen berpengaruh untuk mempercepat tercapainya
puncak klimakterik, namun tidak berpengaruh terhadap tingginya laju respirasi
Klimakterik
ppm C2H4
0
100 10 1
Laju resp
ira
si
Waktu
Non Klimakterik
100
Laju resp
ira
si
10
1
0
Waktu
Gambar 5. Pengaruh pemberian etilen terhadap pola respirasi buah klimakterik dan non klimakterik (Tucker, et al. 1993)
F. Model Matematika Respirasi Buah dan Sayuran
Suatu model matematika secara luas dapat didefinisikan sebagai formulasi
atau persamaan yang mengungkapkan segi utama suatu sistem atau proses fisika
dalam istilah matematika (Chapra, 1991). Pendekatan matematis umumnya
dilakukan melalui dua tahapan pokok yaitu: (1) penyusunan persamaan matematis
persamaan-persamaan matematis yang telah disusun. Tahapan pertama
memerlukan penguasaan konsep-konsep dasar peristiwa yang ditinjau,
pemahaman konsep matematika, kemampuan imajinasi dan kemampuan
menyederhanakan (asumsi). Tahapan kedua dapat dilakukan secara analitis atau
secara numerik dengan operasi aritmatika(Chapra, 1991). Cara analitis
memerlukan kemampuan yang tinggi dalam manipulasi matematis dan terbatas
hanya untuk model matematika sederhana. Sebaliknya cara numerik hanya
memberikan jawaban pendekatan (aproksimasi) namun tidak memerlukan
kemampuan matematika yang tinggi melainkan memerlukan jumlah hitungan
yang lebih banyak dengan bantuan komputer.
Banyak peneliti yang telah merumuskan model matematika untuk
pendugaan konsentrasi O2, CO2 dan laju respirasi pada penyimpanan buah segar.
Beberapa diantaranya adalah Gane (1936) dalam Simmods (1966) tentang laju respirasi (mg CO2/kg jam) pra klimakterik buah pisang setelah periode
penyimpanan dingin pada skala suhu 0-20oC dapat dihubungkan secara
eksponensial terhadap suhu (oC) yaitu log R= 0,843 + 0,0348T, dengan
Q10 = 2,23. Lee et al. (1992) merumuskan model respirasi buah segar pada ruang
penyimpanan tertutup dengan memakai prinsip kinetika enzim. Cameron et al. (1994) menggunakan model pendugaan respirasi dan persamaan parsial O2
kemasan sebagai fungsi terhadap suhu. Hasil dari persamaan tesebut yaitu
menduga bahwa kemasan MA dengan jenis film yang memiliki energi aktivasi
terhadap permeabilitas O2 yang sangat tinggi (misalnya > 70 kJ/mol) akan
mengalami respirasi anaerob pada selang suhu 0-25oC. Fishman et al. ( 1996) juga telah menyusun model respirasi buah terhadap efek perforasi (pelubangan)
pada kemasannya. Namun belum banyak yang merumuskan model pendugaan
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2007 di Laboratorium
Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
B. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang Raja Bulu
yang diperoleh dari kebun petani di daerah Cibedug dan Ciawi, Bogor. Pisang
dipanen pada umur 120 hari setelah bunga mekar (tingkat ketuaan penuh). Buah
yang digunakan adalah buah pada sisir kedua dari pangkal tandan sampai sisir
kelima dari ujung tandan. Kemudian buah pisang dibawa ke laboratorium TPPHP
dalam pengemas kotak menggunakan mobil. Bahan lain yang digunakan adalah
gas etilen, benomyl, lilin dan alkohol 70%.
Peralatan yang digunakan yaitu cold storage, chamber (ruang penyimpanan)
yang terbuat dari kaca dengan tebal 1 cm dengan ukuran 50 cm x 30 cm x 20 cm,
gas Analyzer Shimadzu tipe IRA-107 untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan tipe
POT-101 untuk mengukur konsentrasi CO2, rheometer tipe CR-300 untuk
mengukur kekerasan, refraktometer tipe PR-201 untuk mengukur total padatan
terlarut, termometer serta timbangan digital untuk mengukur berat bahan. Selain
itu alat-alat pendukung yang digunakan adalah penjepit, kipas angin dan ember.
C. Prosedur Penelitian
Buah pisang Raja Bulu setelah dipanen pada tingkat ketuaan yang seragam
diangkut ke laboratorium TPPHP, IPB menggunakan mobil. Skema urutan
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Buah segera dilepas dari
sisirnya dengan pisau tajam dan bersih, dan tangkai sisiran diberi kertas koran
untuk menghindari getah yang menempel pada buah. Buah kemudian dicuci
dengan air mengalir dan dibersihkan serta di buang bagian yang tidak berguna.
lainnya, buah pisang direndam dalam larutan Benomyl 500 mg/l selama 30 detik
setelah itu ditiriskan.
Buah ditimbang berat dan diukur volume, kemudian dikeringanginkan
untuk selanjutnya siap diberi perlakuan. Volume pisang diukur dengan
memasukkan pisang ke dalam wadah yang berisi penuh air. Air yang tumpah
setelah pisang dimasukkan ke dalam wadah diukur volumenya. Volume air yang
tumpah tersebut dinyatakan sebagai volume pisang. Kemudian pisang diukur
kekerasan, warna dan total padatan terlarutnya.
1. Penyimpanan Dingin
Penyimpanan dingin bertujuan untuk memperpanjang masa simpan
buah pisang sebelum dilakukan proses pemeraman. Pisang dimasukkan ke
dalam chamber yang telah diberi kapas lembab di dasarnya untuk menjaga
kelembaban (RH 90-95%). Chamber ditempatkan dalam lemari pendingin
masing-masing bersuhu 10oC, 15oC dan kontrol (suhu ruang) selama
perlakuan penyimpanan (5, 10 dan 15 hari) (Gambar 6).
Gambar 6. Penyimpanan pisang Raja Bulu dalam cold storage
2. Pemeraman
Pemeraman buah pisang bertujuan agar pisang matang seragam
dengan kondisi yang baik. Pisang yang sudah disimpan pada suhu 10oC
dan 15oC dimasukkan dalam chamber, dan disuntikkan etilen dengan
konsentrasi 100 ppm. Pemeraman dilakukan selama sehari semalam (24
jam) dengan suhu 25oC. Selanjutnya pisang dibiarkan di udara terbuka dan
Pengukuran berat, kekerasan, kandungan total padatan terlarut (TPT), warna buah pisang
Penyimpanan pada 3 suhu: 10oC, 15oC dan suhu ruang; RH 90-95%
Pisang Raja Bulu
berumur 120 setelah bunga mekar
Pembersihan dan sortasi
Perendaman dengan Benomyl (500 mg/l selama 30 detik)
Pemeraman selama 24 jam dengan konsentrasi etilen 100 ppm pada suhu 25oC
Pengukuran laju respirasi setiap 3 jam
Dibiarkan pada suhu ruang dan dilakukan pengukuran kekerasan, warna, TPT dan uji organoleptik
Pengukuran laju respirasi setiap 24 jam
5 hari 10 hari 15 hari
D. Pengamatan dan Analisis
Parameter yang akan diamati adalah laju respirasi, kekerasan, warna kulit
buah, total padatan terlarut, dan uji organoleptik terhadap rasa, aroma dan warna.
1. Laju respirasi
Penentuan laju respirasi dilakukan selama penyimpanan dan
pemeraman. Pengukuran laju respirasi bertujuan untuk menentukan pola
respirasi sampai terjadinya pola klimakterik. Untuk mengukur laju
respirasi selama penyimpanan, buah dimasukkan ke dalam chamber dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10oC dan 15oC.
Pengukuran laju respirasi selama penyimpanan dilakukan setiap 24 jam
selama 15 hari, sedangkan untuk pemeraman, laju respirasi diukur tiap 3
jam selama 5 hari. Buah pisang Raja Bulu dimasukkan ke dalam chamber
yang telah diberi kapas lembab dasarnya untuk menjaga kelembaban (RH
90-95%). Chamber yang digunakan terbuat dari kaca dengan tebal 1 cm
dan ukuran 50 x 30 x 20 cm. Dua buah slang yang dihubungkan dengan
alat pengukur dimasukkan ke dalam chamber untuk melewatkan gas CO2
dan O2. Pada alat akan terbaca persen gas CO2 dan O2. Chamber
ditempatkan dalam lemari pendingin dengan suhu 10oC, 15oC dan suhu
ruang (sebagai kontrol). Pengukuran laju respirasi dilakukan sebanyak 3
ulangan. Data laju respirasi yang diperoleh kemudian diplotkan dalam
suatu kurva berupa kurva laju respirasi. Laju produksi gas CO2 atau O2
(ml/kg-jam) selama respirasi pada ruang tertutup diukur dengan
persamaan, yaitu:
dt dx W
V
R= ...(1)
Dimana:
R = laju respirasi (ml/kg jam) W = berat segar produk (kg) V = volume bebas ruangan (dm3)
t = waktu (jam)
1 2
Gambar 9. Gas Analyzer Shimadzu tipe IRA-107 untuk mengukur konsentrasi gas O2 (1) dan tipe POT-101 untuk mengukur konsentrasi CO2 (2)
2. Total Padatan Terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan menggunakan
Refraktometer (Gambar 10). Pasta buah diletakkan pada prisma
Refraktometer yang sudah distabilkan pada suhu 25oC, kemudian
dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma
Refraktometer dibersihkan dengan aquades. Angka refraktometer
menunjukkan kadar total padatan terlarut (%brix).
Gambar 10. Refraktometer
3. Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan Rheometer model
CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman
penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter
prob 5 mm. Bahan ditekan pada bagian pangkal tengah dan ujung buah.
Gambar 11. Rheometer CR-300
4. Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase
penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir
penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot, digunakan rumus sebagai
berikut:
Susut bobot (%) = x100%
W W W − a
...(2)
Dimana:
W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)
Gambar 12. Timbangan digital
5. Warna
Pengukuran warna objek (buah pisang) ditentukan berdasarkan data
citra digital dengan resolusi 800x600 pixel dan 256 tingkat intensitas
cahaya merah, hijau dan biru (RGB). Nilai RGB objek dikonversi menjadi
X = 0.607*R + 0.174*G + 0.201*B...(3)
Y = 0.299*R + 0.587*G + 0.114*B...(4)
Z = 0.066*G + 1.117*B...(5)
Penentuan warna buah pisang Raja Bulu dilakukan dengan mengukur
bagian pangkal, tengah dan ujung sehingga diperoleh kode warna yang
kemudian dibandingkan dengan kode warna dari buah hasil pengukuran
dengan chromameter Minolta CR-200. Alat ini menunjukkan nilai Y, y
dan x yang kemudian diperoleh nilai L a b melalui perhitungan dengan
rumus. Nilai L menunjukkan kecerahan [L=0 (hitam) dan L=100 (putih)],
nilai a yaitu –a menunjukkan warna hijau dan +a menunjukkan warna
merah, nilai b yaitu –b menunjukkan warna biru dan +b menunjukkan
warna kuning. Berikut adalah persamaan konversi nilai L, a dan b
6. Uji organoleptik
Citarasa diuji secara organoleptik untuk mengetahui sejauh mana
konsumen masih menerima perkembangan mutu bahan selama percobaan.
Jumlah panelis yang digunakan sebanyak 15 panelis karena panelis
dianggap terlatih karena sejak kecil sudah terbiasa makan buah pisang.
Bahan disajikan secara acak dengan memberikan kode dan panelis diminta
untuk memberikan penilaian berdasarkan skala hedonik terhadap warna
kulit, tekstur, rasa dan penerimaan.
Skor hedonik yang digunakan mempunyai rentangan skor 1-7
kemudian menilai berdasarkan tingkat kesukaannya, yaitu (1) sangat tidak
suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat
suka dan (7) amat sangat suka.
E. Pendekatan Model Pendugaan Pola Respirasi
Model pendugaan respirasi disusun berdasarkan data respirasi selama
penyimpanan dan pemeraman. Pada penelitian ini diamati pengaruh perbedaan
suhu penyimpanan dan lama penyimpanan sebelum pemeraman. Perlakuan lama
penyimpanan setelah pemeraman yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 hari pada suhu 10oC
dengan lama simpan sebelum pemeraman selama 15 hari menunjukkan suatu pola
tertentu yang dicoba untuk dimodelkan karena pada suhu dan lama simpan
tersebut merupakan kombinasi perlakuan yang optimum. Pola tersebut dicoba
didekati dengan teori sebagai berikut:
1. Model Arrhenius
Dalam penyimpanan produk, keadaan suhu ruang penyimpanan
selayaknya tetap dari waktu ke waktu. Untuk itu dapat dirumuskan laju
penurunan mutu dengan menggunakan persamaan Arrhenius dalam
Labuza (1982):
k = ko e-Rt atau ln k = ln ko –Rt
dimana:
k : konstanta penurunan mutu
ko : konstanta (tidak tergantung pada suhu)
t : suhu penyimpanan
Dengan regresi sederhana y = a+bx akan diperoleh nilai slope (b) sebesar R
seperti pada grafik berikut:
Ln k
t
Laju penurunan mutu (slope)=R
Hal serupa dapat dianalogikan dengan peristiwa pertambahan konsentrasi
gas akibat respirasi buah segar pada ruang tertutup dimana akumulasi gas akan
meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan sehingga persamaan k = ko
eRt dapat dianalogikan dengan:
k = waktu pencapaian klimakterik respirasi (jam)
ko = konstanta
R = laju pencapaian klimakterik (slope) t = lama penyimpanan buah pisang (hari)
F. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor
dan 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah suhu
penyimpanan pisang yang terdiri dari dua taraf yaitu: A1 = 10oC dan A2 = 15oC.
Faktor kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri dari lima taraf yaitu: B1 = 5
hari, B2 = 10 hari, B3 = 15 hari.
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (Mattjik dan
Sumertajaya, 2000) pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan SAS, dan jika
terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk.
Dimana:
Yijk = Respon setiap variabel pengamatan μ = Nilai rata-rata umum pengamatan Ai = Pengaruh suhu penyimpanan ke-i
BBj = Pengaruh lama penyimpanan ke-j
(AB)ij = Interaksi suhu penyimpanan ke-i dengan lama penyimpanan ke-j εijk = Galat percobaan suhu penyimpanan ke-i, lama penyimpanan ke-j dan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju respirasi
Proses metabolisme utama yang terjadi pada buah maupun sayuran yang
dipanen adalah respirasi. Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang
mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang sudah dipanen
sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk yang baik untuk daya simpan buah
sesudah dipanen dan penentuan kegiatan metabolisme jaringan. Menurut Santoso
dan Purwoko (1993), respirasi merupakan pemecahan oksidatif terhadap bahan
kompleks yang terdapat dalam sel seperti tepung, gula dan asam amino menjadi
molekul sederhana seperti CO2, air serta energi dan molekul lainnya yang dapat
digunakan oleh sel untuk reaksi sintesis selanjutnya. Laju respirasi yang tinggi
biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek dan sebaliknya. Pengukuran
laju respirasi berdasarkan pada produksi CO2 dan konsumsi O2 yang dinyatakan
dalam mililiter CO2 per kilogram produk per jam.
Laju respirasi pisang Raja Bulu selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu
mengalami perubahan yang bervariasi (Lampiran 2). Laju respirasi selama
penyimpanan pada suhu 10oC berkisar antara 4.7 ml CO2/kg jam-7.6 ml CO2/kg
jam. Pada awal penyimpanan, laju respirasi pada suhu 10oC sebesar
5.2 ml CO2/kg jam dan setelah 15 hari penyimpanan menjadi 5.1 ml CO2/kg jam.
Laju respirasi pada suhu 15oC berkisar antara 5.9 ml CO2/kg jam-8.6 ml CO2/kg
jam dimana pada awal penyimpanan laju respirasi sebesar 8.3 ml CO2/kg jam dan
setelah 15 hari sebesar 6.1 ml CO2/kg jam sedangkan pada suhu ruang laju
respirasi berkisar antara 13.9 ml CO2/kg jam-60.6 ml CO2/kg jam. Pada suhu
ruang laju respirasi awal penyimpanan sebesar 18.4 ml CO2/kg jam dan menjadi
41.2 ml CO2/kg jam setelah 15 hari simpan.
Laju respirasi pada suhu 10oC memberikan nilai terrendah dibandingkan
dengan suhu 15oC dan suhu ruang. Rata-rata laju respirasi pada suhu 10oC sebesar
5.4 ml CO2/kg jam, pada suhu 15oC sebesar 7.2 ml CO2/kg jam sedangkan pada
suhu ruang 28.1 ml CO2/kg jam. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) suhu
0
Gambar 14. Laju respirasi buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan
Pada Gambar 14 terlihat bahwa laju respirasi selama penyimpanan pada
suhu 10oC dan 15oC relatif stabil dan belum terjadi lonjakan laju respirasi selama
15 hari. Peningkatan laju respirasi terjadi pada suhu ruang yang dimulai pada hari
ke-7 kemudian peningkatan yang tajam terjadi pada hari ke-14 yaitu sebesar
60.6 ml CO2/kg jam dan kemudian berkurang dan mengalami penurunan pada hari
berikutnya menjadi 41.2 ml CO2/kg jam. Peningkatan laju respirasi yang tajam
pada suhu ruang menunjukkan bahwa pada suhu ruang mengalami klimakterik
respirasi (Pantastico, 1993). Weixin et al, 1993 dalam Ahmad et al., (2001) menyatakan bahwa peningkatan laju respirasi seiring dengan peningkatan suhu,
ditambahkan Krishnamoorthy (1981), pada suhu 35oC laju respirasi akan
meningkat dengan tajam.
Winarno (2002) menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu 10oC akan
meningkatkan laju pernapasan sebesar dua atau tiga kali, hal itu mengikuti hukum
Van Hoff yang menyatakan bahwa laju dari seluruh reaksi kimia dan biokimia
meningkat dua atau tiga kali dengan setiap peningkatan suhu 10oC.
Wills et al. (1981) menyatakan bahwa terjadinya penurunan laju respirasi setelah puncak klimakterik disebabkan jumlah adenosin diphosphat (ADP) yang
bertindak sebagai aseptor pospat konsentrasinya menurun dan rusaknya
mitokondria, sehingga konsentrasi adenosin triphosphat (ATP) sebagai suplai
energi dalam reaksi metabolik juga menurun.
Pisang merupakan buah klimakterik dimana pada proses pematangan
klimakterik merupakan suatu kenaikan produksi CO2 secara mendadak, sedangkan
Biale dan Young (1981) dalam Eskin (1990) menyatakan bahwa klimakterik diartikan sebagai perubahan fisik, kimia, fisiologis dan metabolisme yang terjadi
seiring dengan peningkatan laju respirasi.
Pada Gambar 15 terlihat bahwa pola respirasi pisang Raja Bulu selama
pematangan menunjukkan adanya praklimakterik, puncak klimakterik dan
senescense sehingga mengalami kemunduran dengan cepat dan cepat mengalami
reaksi browning enzimatik. Puncak klimakterik dari buah pisang (Gambar 15a)
yang disimpan 5 hari pada suhu 10oC terjadi pada jam ke-51 pada suhu 15oC
terjadi pada jam ke-18. Untuk pisang yang disimpan selama 10 hari (Gambar 15b)
pada suhu 10oC terjadi puncak klimakterik pada jam ke-24 dan pada suhu 15oC
pada jam ke-24 sedangkan yang disimpan selama 15 hari (Gambar 15c) pada
suhu 10oC puncak klimakterik terjadi pada jam ke-15, suhu 15oC terjadi juga pada
jam ke-15. Dengan demikian dari Gambar 15 dibawah terdapat adanya perbedaan
kecepatan pematangan buah. Tingkat kematangan optimal yang tercepat terdapat
pada buah yang disimpan selama 15 hari pada suhu 10oC dan 15oC yaitu pada jam
ke-15. Perbedaan kecepatan pematangan mungkin disebabkan oleh adanya
perbedaan lama simpan selama penyimpanan.
Puncak klimakterik menunjukkan tercapainya tingkat kematangan yang
optimal bagi buah. Puncak klimakterik pada pisang Raja Bulu yang disimpan pada
suhu 10oC selama 5 hari, 10 hari dan 15 hari berturut-turut mencapai 21 kali dari
laju respirasi praklimakterik (7.6 ml CO2/kg jam menjadi 147.2 ml CO2/kg jam);
27 kali dari laju respirasi praklimakterik (menjadi 199.59 ml CO2/kg jam) dan 21
kali dari laju respirasi praklimakterik (menjadi 152.4 ml CO2/kg jam) sedangkan
puncak klimakterik buah pisang yang disimpan pada suhu 15oC selama 5 hari, 10
hari dan 15 hari berturut-turut sebesar 22 kali dari laju respirasi praklimakterik
(8.6 ml CO2/kg jam menjadi 176.7 ml CO2/kg jam); 22 kali dari laju respirasi
praklimakterik (menjadi 182.8 ml CO2/kg jam) dan menjadi 20 kali dari laju
respirasi praklimakterik (menjadi 166.4 ml CO2/kg jam).
Peacock dan Blake, 1970 dalam Mitra (1997) mengemukakan bahwa puncak respirasi pisang Cavendish pada suhu 20oC mencapai 3-5 kali dari laju
140 ml CO2/kg jam dan hampir 200 ml CO2/kg jam untuk laju respirasi pisang
jenis Seronita dan Kluai Khai (Abdullah et al, 1990 dalam Mitra, 1997).
(a)
) penyimpanan p setelah pemeraman
e penyimpanan setelah pemeraman
p
penyimpanan p setelah pemeraman e
Gambar 15 diatas memperlihatkan bahwa semakin lama waktu
penyimpanan maka puncak klimakterik yang dicapai oleh buah pisang Raja Bulu
tersebut semakin cepat. Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan telah
banyak substrat yang digunakan sehingga puncak klimakterik setelah pemeraman
lebih cepat terjadi. Kays (1991) menyatakan bahwa pada proses respirasi terjadi
penggunaan substrat-substrat yang terdapat dalam produk, konsumsi O2 dari
lingkungan, dan produksi CO2, air dan panas.
Peningkatan respirasi hingga mencapai puncak respirasi mengakibatkan
tersedianya energi yang cukup untuk merombak senyawa-senyawa yang terdapat
pada buah. Menurut Pantastico (1993), pada saat proses pematangan berjalan,
terjadi pemecahan senyawa klorofil, pati, pektin dan tanin yang diikuti dengan
pembentukan senyawa etilen, pigmen, flavor, energi serta polipeptida.
B. Total Padatan Terlarut
Dari Gambar 16 terlihat bahwa total padatan terlarut cenderung meningkat
selama penyimpanan. Peningkatan total padatan terlarut pada suhu 10oC sebesar
1.6%, pada suhu 15oC sebesar 0.9% dan pada suhu ruang sebesar 11.6%.
Peningkatan yang tajam terjadi pada suhu ruang yang dimulai pada hari ke-5 dan
meningkat secara tajam pada hari ke-10 hingga 31% brix. Peningkatan total
padatan terlarut yang tajam pada suhu ruang disebabkan karena suhu tinggi
sehingga dapat mempercepat reaksi kimia antara lain pemecahan karbohidrat oleh
aktivitas enzim (Broto dkk, 1994; Wills et al. 1981). Untuk pisang yang disimpan pada suhu 10oC dan 15oC memiliki kandungan total padatan terlarut yang
cenderung stabil selama penyimpanan. Penelitian Ahmad et al., (2001) menunjukkan bahwa buah pisang Cavendish yang disimpan pada suhu 14oC
15
Gambar 16. Total padatan terlarut (%brix) buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan
Buah pisang yang telah disimpan kemudian dilakukan pemeraman selama
24 jam dengan konsentrasi etilen 100 ppm. Total padatan terlarut pisang Raja
Bulu mengalami peningkatan setelah proses pemeraman yang berkisar antara
18-32% brix (Gambar 17a, 17b dan 17c).
Peningkatan total padatan terlarut disebabkan karena perombakan pati
menjadi gula-gula sederhana (sukrosa, glukosa dan fruktosa) yang larut dalam air.
Selain itu peningkatan total padatan terlarut juga disebabkan oleh terdegradasinya
komponen dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadi
komponen yang lebih sederhana yang larut dalam air (Mitra, 1997).
Perubahan persentase total padatan terlarut setelah pemeraman dikarenakan
perombakan karbohidrat (cadangan energi untuk proses metabolisme selama
proses pematangan) menjadi gula sederhana sehingga terjadi akumulasi gula
(glukosa, fruktosa) (Sjaifullah dkk, 1996; Sumadi dkk, 2004) dan dapat digunakan sebagai petunjuk secara kimiawi telah terjadi kemasakan (Lodh et al., 1971 dalam
Pantastico, 1989). Peningkatan total padatan terlarut pada buah berkorelasi dengan
pelunakan tekstur buah selama pemasakan. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Siriboon dan Propapan (2000) menunjukkan bahwa pisang Kluai Namwa dengan
tingkat ketuaan 80% mempunyai total padatan terlarut sampai 30% brix pada hari
ke-8 bila disimpan pada suhu ruang. Doesburg (1961) dalam Pantastico (1986) menyatakan bahwa perbedaan tekstur sebagian besar (92%) disebabkan oleh
Gambar 17. Total padatan terlarut pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan
Perubahan total padatan terlarut sesuai dengan persentase kelembaban,
dimana akan meningkat dengan tajam pada hari ke-1 setelah pemeraman dan tetap
setelahnya. Siriboon dan Propapan (2000) menyatakan bahwa pergerakan air pada (a)
) penyimpanan setelah pemeraman
p penyimpanan p setelah pemeraman
e
penyimpanan setelah p pemeraman
daging buah dan degradasi karbohidrat menjadi gula yang larut dalam air didalam
sel dapat meningkatkan total padatan terlarut. Menurut Nascimento et al., (2005) total padatan yang terlarut semakin banyak karena karbon mengalir dari
karbohidrat menuju gula yang dapat larut.
Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 3, perlakuan suhu simpan
tidak berpengaruh terhadap total padatan terlarut setelah pemeraman (5 hari)
sehingga tidak di uji lanjut dengan uji Duncan. Perlakuan lama penyimpanan
sebelum pemeraman berpengaruh terhadap total padatan terlarut pada hari ke-0, 1
dan 5 setelah pemeraman, sedangkan interaksi antara perlakuan suhu dan lama
simpan sebelum pemeraman berpengaruh nyata pada hari ke-5 setelah
pemeraman.
Perlakuan lama simpan 5 hari berbeda nyata dengan 10 hari simpan namun
tidak berbeda dengan 15 hari simpan (pada hari ke-0), untuk hari ke-1 setelah
pemeraman perlakuan lama simpan 5 hari simpan berbeda nyata dengan semua
perlakuan dan hari ke-5 setelah pemeraman, perlakuan lama simpan 15 hari
berbeda nyata dengan semua perlakuan.
C. Kekerasan
Kekerasan merupakan salah satu pamareter mutu yang penting pada buah.
Kekerasan pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu selama penyimpanan
menunjukkan penurunan. Kekerasan selama penyimpanan pada suhu 10oC yaitu
3.1 kgf-2.9 kgf, pada suhu 15oC sebesar 3.4 kgf-2.6 kgf, dan pada suhu ruang
sebesar 3.2 kgf-0.3 kgf.
Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwa penurunan kekerasan pada suhu
10oC dan 15oC agak landai dibandingkan dengan suhu ruang. Rata-rata kekerasan
selama penyimpanan pada suhu 10oC sebesar 3.1 kgf dan pada suhu 15oC sebesar
2.9 kgf. Kekerasan selama penyimpanan pada suhu ruang mengalami penurunan
yang tajam mulai hari ke-5 sebesar 2.6 kgf dan menjadi 0.3 kgf pada akhir
penyimpanan.
Menurut Siriboon dan Propapan (2000); Matto et al. (1975), penurunan kekerasan disebabkan oleh degradasi protopektin tidak larut menjadi pektin yang
larut atau oleh hidrolisa karbohidrat diubah menjadi gula yang digunakan untuk
menyediakan energi yang penting untuk proses metabolisme. Setelah mengalami
pemeraman kekerasan buah mengalami penurunan kekerasan sangat besar, yang
berkisar dari 3 kgf menjadi 0.2 kgf (Gambar 19a, 19b maupun 19c).
Buah pisang yang mengalami penyimpanan selama 5 hari pada suhu 10oC
dan 15oC dan kemudian diperam pada suhu 25oC mempunyai nilai kekerasan
menjadi 0.29 kgf dan 0.23 kgf, penyimpanan selama 10 hari pada suhu yang sama
menjadi 0.34 kgf dan 0.23 kgf, sedangkan untuk buah pisang yang disimpan
selama 15 hari pada suhu 10oC dan 15oC kemudian diperam menghasilkan
kekerasan menjadi 0.26 kgf dan 0.25 kgf. Hal ini disebabkan karena selama proses
pemeraman protopektin yang tidak larut akan diubah menjadi pektin yang larut
sehingga jumlah pektin yang tidak larut menurun seiring dengan peningkatan
pektin yang larut, atau oleh hidrolisa pati dan hidolisa lemak sehingga buah
menjadi lunak (Ben-Arie et al, 1979; Eskin, 1990; Matto et al., 1975). Protopektin yang terdegradasi menjadi pektin selanjutnya akan menjadi asam pektat yang larut
dalam air.
Ditambahkan (Quazi dan Freebairn, 1970; Krishnamoorthy, 1981) bahwa
pelunakan buah terjadi karena pada saat pemasakan buah terjadi peningkatan
respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula, perombakan klorofil, dan
(a)
penyimpanan p setelah pemeraman e
Gambar 19. Kekerasan pisang Raja Bulu setelah (a) 5 hari simpan, (b) 10 hari simpan, dan (c) 15 hari simpan
Penurunan kekerasan pada pisang masak pada suhu tinggi disebabkan
karena selama pemeraman terjadi hidrolisa karbohidrat dan susut bobot yang
tinggi. Salvador (2007) menyatakan penurunan kekerasan atau terjadinya
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
anan p setelah pemeraman e
kelunakan selama pemeraman berhubungan dengan tiga proses, yaitu (1)
pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana dimana granula-granula pada pati
mempunyai fungsi struktural di dalam sel; (2) pemecahan dinding sel pada lamela
tengah karena kelarutan substansi pektin sehingga ikatan kimia pada dinding sel
mengalami perubahan (Palmer, 1971; Smith, et al., 1989 dalam Salvador et al., 2007; Mitra, 1997); (3) perpindahan atau migrasi air dari kulit kedalam daging
buah karena osmosis.
Analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan
perlakuan lama simpan sebelum pemeraman berpengaruh nyata terhadap
kekerasan pisang Raja Bulu setelah pemeraman. Perlakuan suhu dan perlakuan
lama simpan sebelum pemeraman berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan
buah pada hari ke-0 dan 1 setelah pemeraman. Pada perlakuan suhu menunjukkan
bahwa suhu 10oC berbeda nyata dengan suhu 15oC dengan nilai kekerasan yang
lebih kecil dibandingkan dengan kekerasan pada suhu 10oC, hal ini dikarenakan
proses degradasi enzimatis pada suhu 15oC lebih cepat daripada suhu dingin 10oC.
Untuk perlakuan lama simpan sebelum pemeraman memberikan hasil bahwa lama
simpan 5 hari berbeda nyata dengan lama simpan 15 hari namun tidak berbeda
nyata dengan lama simpan 10 hari terhadap kekerasan buah.
D. Susut bobot
Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu
yang menggambarkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi susut bobotnya
maka semakin berkurang tingkat kesegarannya.
Persentase susut bobot selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu
mengalami peningkatan. Dalam 5 hari simpan pada suhu 10oC kehilangan berat
buah pisang Raja Bulu mencapai 1.7%. Pada 10 hari simpan sebesar 3.4% dan
pada hari ke 15 mencapai lebih dari 5%. Pada suhu 15oC dengan lama simpan 15
hari menunjukkan susut bobot yang cukup besar (9.3%). Sedangkan pada suhu
ruang susut bobotnya sangat besar yaitu 35.6% dengan lama simpan 15 hari.
Persentase susut bobot selama 5 hari penyimpanan pada suhu 10oC, 15oC dan
0
Gambar 20. Susut bobot buah pisang Raja Bulu pada tiga kondisi suhu penyimpanan
Peningkatan susut bobot pada suhu 10oC dan 15oC lebih kecil dibandingkan
dengan suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan buah pada suhu
dingin yang stabil dapat memperpanjang daya simpan buah pisang dilihat dari
segi penurunan berat. Rata-rata susut bobot selama penyimpanan pada suhu 10oC
sebesar 3.4%, pada suhu 15oC sebesar 6.5% dan pada suhu ruang adalah 23.3%
(rata-rata 1521.9 gram pada hari ke 0 menjadi 990.6 gram pada hari ke 15). Susut
bobot pada suhu ruang memberikan nilai paling tinggi dibandingkan dengan suhu
10oC dan 15oC.
Persentase susut bobot pisang Raja Bulu selama penyimpanan sampai
proses pemeraman mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 2% sampai 24%
dari berat awal (Gambar 21a, 21b dan 21c). Penurunan bobot ini disebabkan
karena selama pemeraman buah pisang terjadi hidrolisa pati menjadi gula yang
mempunyai berat molekul relatif rendah (Nurtama dkk, 1995). Semakin banyak pati yang diubah menjadi gula maka penyusutan juga akan semakin meningkat.
Penyusutan juga berhubungan dengan banyaknya kehilangan air pada buah akibat
proses transpirasi yang cenderung meningkat dengan makin matangnya buah.
Penurunan persentase susut bobot pisang Raja Bulu selama proses
pemeraman juga karena suhu tinggi (suhu pemeraman 25oC). Semua reaksi kimia
mengalami peningkatan karena suhu. Energi yang tinggi dibutuhkan untuk
menjalankan metabolisme sehingga karbohidrat diubah menjadi gula dan
digunakan sebagai energi. Energi yang dihasilkan dari proses respirasi dilepaskan