• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN GIZI TERKAIT PENYAKIT

DEGENERATIF, POLA KONSUMSI, DAN

AKTIVITAS FISIK MAHASISWA IPB

KIKY YUNITA SARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Kiky Yunita Sari NIM I14110005

(4)
(5)

ABSTRAK

KIKY YUNITA SARI. Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA. Tujuan umum penelitian adalah menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dengan pola konsumsi dan aktivitas fisik mahasiswa IPB. Desain penelitian adalah cross-sectional study dengan teknik penarikan sampel secara purposive sebanyak 80 contoh mahasiswa GIZ dan MNH IPB. Pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif pada contoh GIZ (79.3±9.5) lebih tinggi dibanding MNH (39.3±17.1). Rata-rata frekuensi konsumsi makanan berlemak dan jeroan, makanan manis, makanan asin dan awetan, fast food, soft drink, dan minuman berkafein lebih tinggi pada contoh MNH (8.8±5.2; 2.1±3.7; 16.5±11.2; 7.9±2.2; 4.6±3.7; 3.6±4.2; 2.6±3.0) kali/minggu dibanding GIZ (7.8±4.0; 0.9±1.3; 13.5±8.7; 5.9±3.2; 4.1±2.8; 2.3±3.3; 1.3±2.6) kali/minggu secara berturut-turut. Namun, frekuensi konsumsi sayur dan buah lebih tinggi pada contoh GIZ (18.6±12.5; 10.3±8.9) kali/minggu dibanding MNH (15.0±11.5; 6.1±5.4) kali/minggu secara berturut-turut. Tingkat aktivitas fisik GIZ (1.56±0.21) relatif sama dengan MNH (1.59±0.19). Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dengan frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan, sayur, buah, dan minuman berkafein. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p≥0.05) antara pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dengan frekuensi konsumsi makanan berlemak, makanan manis, jeroan, fast food, dan soft drink serta aktivitas fisik. Kata kunci: aktivitas fisik, pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, pola konsumsi.

ABSTRACT

KIKY YUNITA SARI. Nutrition Knowledge related Degenerative Disease, Food Consumption Pattern, and Physical Activity of Students in Bogor Agricultural University. Supervised by IKEU TANZIHA.

(6)

frequency of consumption vegetables and fruits in the sample GIZ (18.6±12.5; 10.3±8.9) times/week was higher than sample MNH (15.0±11.5; 6.1±5.4) times/week, respectively. Physical activity levels of sample GIZ (1.56±0.21) was relatively similar to the MNH (1.59±0.19). Based on Spearman correlation, there was a significant correlation (p<0.05) between nutrition knowledge related degenerative disease with frequency of consumption salty and preserved food, vegetables, fruits, and caffeinated beverages. There was no significant correlation (p≥0.05) between nutrition knowledge related degenerative disease with frequency consumption of dietary fats, sweetened food, fast food, soft drink, dan physical activity.

(7)

PENGETAHUAN GIZI TERKAIT PENYAKIT

DEGENERATIF, POLA KONSUMSI, DAN

AKTIVITAS FISIK MAHASISWA IPB

KIKY YUNITA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB

Nama : Kiky Yunita Sari NIM : I14110005

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Maret 2015 ini ialah Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS yang telah membimbing penulis sejak awal perumusan tema hingga selesainya karya tulis ini, juga atas segala bentuk dukungan lain yang telah diberikan, sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan dukungan selama menjalankan studi di Departemen Ilmu Gizi.

2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS sebagai dosen pemandu seminar dan penguji sidang yang telah memberikan masukan yang teramat berharga bagi penulis. 3. Mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan 49 yang telah bersedia menjadi

mitra dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.

4. Ayahanda tercinta, Sumanto dan Ibunda tercinta, Wartianah yang selalu memberikan kasih sayang serta teladan atas semangat menuntut ilmu dan juga adik tersayang, Riqqi Wafdan As-Syahid atas segala dukungan yang diberikan. 5. Elma, Aviani, Widya, dan kak Faiza sebagai rekan seperjuangan dalam

penelitian, serta teman-teman lain yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

6. Saudara seperjuangan Manggolo Putro 48 (Renita, lilis, siti, alfi, dani, lusi, fajar, doni, alfian), Bahriyatul Ma’rifah, dan Mochamad Tholkhah Syamhadi yang telah memberikan banyak inspirasi dan semangat yang telah diberikan selama ini.

7. Teman-teman Gizi 48 yang telah memberikan banyak inspirasi, semangat, ruang untuk diskusi dan berbagi, serta bantuan lainnya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang belum disebutkan yang juga turut membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6 Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7 Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Mayor 12

Karakteristik Contoh 12

Karakteristik Keluarga 14

Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif 17

Pola Konsumsi 25

Aktivitas Fisik 38

Hipertensi 40

Hubungan antar Variabel 41

SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 45

(14)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, cara, dan alat pengumpulan data 7 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian 8 3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 10 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin 12 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan 13 6 Sebaran contoh berdasarkan asal daerah 14 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 14 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua 15 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua 15 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan dan besar keluarga 16 11 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit orang tua 17 12 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit ayah dan ibu 17 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan benar 18 14 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi 24 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi terkait

penyakit degeneratif

25 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan berlemak 26 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan

berlemak

26 18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jeroan 27 19 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi jeroan 28 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan manis 28 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan

manis

29 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan asin dan

awetan

30 23 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan asin

dan awetan

30 24 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayur 31 25 Sebaran contoh berdasarkan kategori konsumsi sayur 32 26 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi sayur 32 27 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi buah 33 28 Sebaran contoh berdasarkan kategori konsumsi buah 33 29 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi buah 34 30 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi fast food 34 31 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi fast food 35 32 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi soft drink 36 33 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi soft drink 36 34 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi minuman

berkafein

37 35 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi minuman

berkafein

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Skema kerangka pemikiran pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, pola konsumsi, dan aktivitas fisik contoh

5

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan perekonomian sebagai dampak dari pembangunan di negara-negara sedang berkembang sebagaimana di Indonesia menyebabkan perbaikan tingkat hidup. Hal ini menjadikan kesehatan masyarakat meningkat, disamping itu terjadi pula perubahan pola hidup. Perubahan ini yang menyebabkan pola penyakit berubah dari penyakit infeksi atau penyakit menular dan rawan gizi ke penyakit-penyakit tidak menular (Kemenkes 2011).

Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global, regional, nasional, dan lokal. Global status report on NCD World Health Organization (WHO) (2011) melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 28% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara dengan tingkat ekonomi ke atas menyebabkan 13% kematian. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular.

Penyakit degeneratif yaitu suatu penyakit kronis yang merupakan salah satu kategori penyakit tidak menular. Penyakit ini mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang secara lambat. Ada empat jenis penyakit degeneratif utama menurut WHO yaitu penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes (Riskesdas 2013). Saat ini penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Hampir 17 juta orang di dunia meninggal lebih awal setiap tahun akibat epidemi global penyakit degeneratif. Penyebab utama penyakit degeneratif adalah pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stres, dan pencemaran lingkungan (Handajani et al. 2010).

(18)

mengurangi konsumsi gula, garam, lemak, dan alkohol, serta melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur (Kemenkes 2011).

Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan makan yang tidak sehat (konsumsi tinggi gula, garam, lemak jenuh, dan lainnya) dan gaya hidup yang tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik) merupakan faktor risiko utama penyakit jantung dan penyakit tidak menular lainnya. Menurut Hoppu et al. (2010), banyak perhatian di sekitar mengenai remaja yang memiliki kebiasaan dalam memilih makanan, termasuk rendahnya konsumsi buah dan sayur serta tingginya konsumsi makanan dan minuman manis dan Montazerifar et al. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja memiliki kebiasaan dalam mengonsumsi makanan asin yang tinggi.

Peningkatan pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif diharapkan dapat digunakan sebagai langkah dalam mencegah terjadinya penyakit degeneratif sejak dini, mengingat bahwa penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis yang kejadiannya dalam kurun waktu yang lama dan merupakan penyakit turunan dimana anak akan berisiko lebih tinggi apabila orang tua memiliki riwayat penyakit ini. Selain pengetahuan, pola makan dan aktivitas fisik yang baik perlu direalisasikan. Terkait dengan perilaku hidup sehat, peran setiap anggota keluarga dan peran ibu atau perempuan dalam rumah tangga sangat penting. Oleh karena itu, sumber informasi baik formal maupun informal sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan.

Penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa Ilmu Gizi semester 6 dan mahasiswa diluar program studi gizi yaitu mahasiswa jurusan Manajemen Hutan semester 6 di Institut Pertanian Bogor. Melihat bahwa mahasiswa Gizi semester 6 sudah mendapatkan pendidikan formal mengenai penyakit degeneratif, diharapkan memiliki pengetahuan gizi, pola makan, dan aktivitas fisik lebih baik dibanding mahasiswa jurusan Manajemen Hutan yang tidak menerima pendidikan formal gizi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokok masalah yang dijadikan fokus penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga

2. Bagaimana pengetahuan mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan terkait penyakit degeneratif

3. Bagaimana pola konsumsi dan aktifitas fisik mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

(19)

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (uang saku dan asal daerah) dan keluarga (pendapatan dan riwayat penyakit orang tua).

2. Membandingkan pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif contoh. 3. Membandingkan pola konsumsi (konsumsi sayur dan buah, konsumsi

makanan manis, konsumsi makanan berlemak dan jeroan, konsumsi makanan asin dan awetan, konsumsi fast food dan soft drik, serta konsumsi minuman berkafein) contoh.

4. Membandingkan aktivitas fisik contoh. 5. Mengidentifikasi tekanan darah contoh.

6. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan keluarga, pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, pola konsumsi, dan aktivitas fisik contoh.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola konsumsi dan aktifitas fisik serta pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif pada mahasiswa gizi dan non gizi di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan masukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap gizi terkait penyakit degeneratif mengingat prevalensi kejadian penyakit degeneratif saat ini semakin meningkat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang tidak ditularkan dari orang ke orang, namun dapat diturunkan dari garis keturunan. Riwayat penyakit keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, dan diabetes. Penyakit kompleks tersebut dipengaruhi oleh kombinasi antara faktor genetik, kondisi lingkungan, dan pilihan gaya hidup. Riwayat penyakit degeneratif keluarga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan preventif dalam mengurangi kebiasaan konsumsi makanan berisiko dan gaya hidup yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Pendapatan orang tua berpengaruh terhadap alokasi uang saku yang akan menentukan alokasi dana konsumsi pangan. Selain itu, asal daerah juga menentukan pemilihan jenis dan jumlah pangan karena ini erat kaitannya dengan kebudayaan lingkungan keluarga dan tempat asal seseorang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pola makan seseorang, sehingga akan menentukan kualitas kesehatan dan berperan penting terhadap gaya hidupnya. Pola makan yang buruk merupakan salah satu pembentuk gaya hidup yang tidak sehat sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kesehatan seseorang.

(20)

Mahasiswa Ilmu Gizi semester 6 telah mendapatkan mata kuliah tentang patofisiologi yang didalamnya menjelaskan tentang penyakit degeneratif, sedangkan mahasiswa Manajemen Hutan tidak mendapatkan mata kuliah tersebut. Sumber informasi formal (yang berasal dari institusi pendidikan) lebih sistematis, terstruktur, dan penyampaiannya dilakukan secara berkala dibandingkan sumber informasi non formal. Oleh karena itu, mahasiswa Gizi semester 6 diharapkan memiliki pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa Manajemen Hutan semester 6 yang tidak menerima pengetahuan tersebut dari perkuliahan. Pengetahuan tidak hanya dijadikan dasar untuk sekedar tahu atau mengerti, tetapi implementasi dari pengetahuan tersebut juga harus dilakukan secara nyata dalam gaya hidup sehari-hari seperti pola makan dan aktifitas fisik, sehingga mahasiswa Gizi semester 6 seharusnya memiliki pola makan dan aktivitas fisik yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa Manajemen Hutan semester 6.

(21)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang berhubungan tetapi tidak diteliti : Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, pola konsumsi, dan aktifitas fisik contoh

Mahasiswa GIZ dan MNH semester 6

Sumber Informasi Karakteristik contoh :

1. Uang saku 2. Asal daerah Karakteristik Keluarga :

1. Pendapatan orang tua 2. Riwayat penyakit

orang tua

Pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif Pola konsumsi :

-Makanan manis

-Makanan berlemak dan jeroan

-Makanan asin dan awetan -Fast food

-Soft drink

-Minuman berkafein -Sayur dan buah

Aktifitas fisik

Kebiasaan merokok Konsumsi alkohol

Penyakit degeneratif

Hipertensi Diabetes mellitus Jantung koroner Stroke

(22)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dimana data di ambil pada waktu tertentu secara bersamaan. Tempat penelitian dipilih secara purposive sesuai dengan kriteria contoh yaitu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2015.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan semester 6 program sarjana Institut Pertanian Bogor. Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 orang, yaitu sebanyak 40 orang mahasiswa Ilmu Gizi dan 40 orang mahasiswa Manajemen Hutan yang dipilih secara purposive. Adapun kriteria contoh dalam penelitian ini adalah 1) Mahasiswa Manajemen Hutan IPB semester 6; 2) Mahasiswa Ilmu Gizi IPB semester 6; 3) Tidak mengambil minor atau supporting course Ilmu Gizi untuk mahasiswa Manajemen Hutan; 4) Tinggal mandiri atau tidak tinggal dengan orang tua, kerabat, kakek atau nenek ; 5) Bersedia mengikuti kegiatan penelitian.

Jumlah sampel minimal dari penelitian ini diperoleh menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

 

2

1

N

d

N

n

n =

+ .

n = 70.41 orang, dibulatkan menjadi 71 orang Keterangan :

N : besar populasi

n : jumlah contoh minimal d : presisi (10% atau 0.1)

Pembagian jumlah sampel pada mahasiswa Ilmu Gizi dan Manajemen Hutan dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah contoh minimum yang diperoleh. Penentuan jumlah contoh masing-masing kelompok dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

n GIZ = �

� x n n MNH =

� � x n

(23)

Keterangan :

n Gizi : jumlah contoh GIZ n MNH : jumlah contoh MNH N1 : jumlah populasi GIZ N2 : jumlah populasi MNH N : total populasi (GIZ + MNH) n : jumlah contoh minimal

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (uang saku dan asal daerah), data karakteristik keluarga (pendapatan dan riwayat penyakit orang tua). Data pola konsumsi dikelompokkan menggunakan Semi Quantitative Food Frequencies Questionaires (SQFFQ), data pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif, dan data aktivitas fisik meliputi jenis dan durasi aktivitas serta tingkat aktivitas fisik contoh. Selain itu, juga dilakukan pengukuran tekanan darah mahasiswa menggunakan tensi meter digital. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah database mahasiswa Manajemen Hutan dan mahasiswa Ilmu Gizi semester 6 serta gambaran umum mayor. Data primer seluruhnya dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Variabel, cara, dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, cara, dan alat pengumpulan data

Jenis data Variabel Cara pengumpulan Primer Karakteristik contoh

Uang saku Kuesioner & pengisian langsung oleh contoh Asal daerah

Karakteristik keluarga

Pendapatan orang tua Kuesioner & pengisian langsung oleh contoh Riwayat penyakit orang tua

Pengetahuan gizi

Pengetahuan terkait penyakit degeneratif

Kuesioner & Pengisian langsung oleh contoh

Pola konsumsi

Jenis, jumlah, dan frekuensi pangan Kuesioner SQFFQ Aktivitas fisik

Jenis dan durasi aktivitas Kuesioner & Pengisian langsung oleh contoh Tingkat aktivitas fisik

Tekanan darah Pengukuran tekanan darah

dengan tensi meter

(24)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan Statistical Prog for Social Science (SPSS for windows version 16.0), melalui enam tahapan, yaitu editing, coding, entry, editing/ cleaning, pengolahan, dan analisis data. Proses Editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang diluar kewajaran. Pengkategorian dan analisis variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian

Jenis Data Variabel Kategori Penelitian Sumber Karakteristik

Asal daerah Jawa Sebaran contoh Luar jawa

< 60% (kurang) Khomsan 2000 60-80% (sedang)

> 80% (baik) Pola

konsumsi

Jenis Sayur dan buah, Makanan manis; Makanan berlemak dan jeroan; Makanan asin dan awetan, Fast food; Soft drink; dan Minuman berkafein

(25)

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian (lanjutan) Jenis Data Variabel Kategori Penelitian Sumber Hipertensi Tekanan

darah

Normal (<120/ <80 mmHg) JNC 7 dalam Nelms et al. 2010 Prahipertensi (120-139/ 80-89

mmHg)

Hipertensi derajat 1 (140-159/ 90-99 mmHg)

Hipertensi derajat 2 (≥ 160/ ≥

100 mmHg)

Tingkat pengetahuan gizi contoh tentang penyakit degeneratif dinilai berdasarkan kemampuan mahasiswa dalam menjawab pertanyaan tertutup melalui wawancara mengenai pengetahuan gizi umum dan pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Tes ini dilakukan dengan memberikan 25 butir soal yang berjenis multiple choice dengan nilai 0 jika jawaban salah dan 1 jika jawaban benar. Skor yang diperoleh dibandingkan dengan dengan skor maksimal dan dikali 100%. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000).

Data pola konsumsi diperoleh berdasarkan Semi Quantitative Food Frequency Questionary (SQFFQ) yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu bulan terakhir. Konsumsi sayur dan buah pada seseorang dikatakan cukup, apabila telah mengonsumsi sayur dan buah minimal 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Konsumsi makanan tertentu seperti makanan dan minuman manis, makanan berlemak dan jeroan, makanan asin dan awetan, dan minuman berkafein dikatakan sering apabila seseorang mengonsumsi ≥ 1 kali/hari (Riskesdas 2013). Menurut Verzeletti et al. (2009), konsumsi fast food dikatakan sering apabila

dikonsumsi ≥ 1 kali/hari, sedangkan Neeraj et al. (2010) mengatakan, konsumsi soft drink dikatakan sering apabila dikonsumsi ≥ 3 kali/minggu.

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan pada jenis aktivitas yang dilakukan contoh dan lama waktu dalam melakukan aktivitas fisik dalam sehari. FAO (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : 1) Ringan dengan nilai PAL 1.40-1.69; 2) Sedang dengan nilai PAL 1.70-1.99; 3) Berat dengan nilai PAL

PAL =��� � � � � � �

(26)

2.00-2.40 (FAO/WHO/UNU 2001). Nilai Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik Aktivitas Physical Activity

Ratio/ satuan waktu

Tidur (siang dan malam) 1

Tidur-tiduran, duduk diam, membaca 1.2 Duduk sambil menonton TV 1.72

Mandi dan berpakaian 2.3

Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.5 Berkendaraan di mobil/ bus/ angkutan 1.2

Makan minum 1.6

Jalan santai 2.5

Berbelanja (membawa beban) 5

Mengendarai kendaraan 2.4

Melakukan pekerjaan RT 2.75

Setrika pakaian (duduk) 1.7 Office worker (duduk di depan meja, menulis, mengetik) 1.3

Olahraga (badminton) 4.85

Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.5

Olahraga (bersepeda) 3.6

Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola dll) 7.5 Kegiatan dilakukan dengan duduk 1.5

Kegiatan ringan 1.4

memasak 2.1

Sumber : FAO/WHO/UNU 2001

(27)

Definisi Operasional

Contoh adalah mahasiswa Manajemen Hutan dan Ilmu Gizi semester 6 di Institut Pertanian Bogor yang memenuhi syarat dipilih secara purposive.

Riwayat penyakit orang tua adalah penyakit degeneratif yang pernah/ sedang di derita oleh orang tua contoh.

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang diturunkan atau penyakit yang timbul akibat kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak sehat.

Pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif adalah pemahaman contoh mengenai berbagai macam jenis penyakit degeneratif dan upaya pencegahannya serta kejadian pemicu penyakit degeneratif.

Pola konsumsi adalah jenis, frekuensi, dan jumlah contoh dalam mengonsumsi makanan manis, makanan berlemak dan jeroan, makanan asin dan awetan, fast food dan soft drink, serta minuman berkafein.

Konsumsi sayur dan buah adalah kebiasaan contoh mengonsumsi sayur dan buah, dinilai menggunakan Food Frequency Questionary yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Makanan manis adalah makanan yang didominasi rasa manis seperti dodol, kue-kue manis, coklat dsb; yang dinilai berdasarkan frekue-kuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Makanan berlemak adalah makanan yang didominasi kandungan lemak seperti gorengan, keju, gajih, kerang-kerangan dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Jeroan adalah makanan berupa hati, usus, ampela, babat dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Makanan asin adalah makanan yang didominasi rasa asin dan tinggi kandungan natrium seperti corned beef, keripik asin, ikan asin, telur asin dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Makanan yang diawetkan adalah makanan yang menggunakan bahan pengawet alami ataupun buatan seperti asinan, ikan kaleng, daging kaleng, dendeng, buah kaleng dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Fast food adalah makanan siap saji yang tinggi kalori seperti fried chicken, fried fries, hamburger, pizza, spagetti dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Soft drink adalah minuman ringan non alkohol baik yang berkarbonasi atau tidak yang dikemas dalam bentuk kemasan siap dikonsumsi seperti teh kemasan, pepsi, fanta, sprite, coca cola dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

Minuman berkafein adalah minuman yang mengandung kafein seperti kopi, coklat dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya dalam hari, minggu, dan bulan.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Mayor

Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat memiliki kompetensi dalam mengaplikasikan ilmu gizi di keluarga dan masyarakat terkait dengan pertanian, pangan, gizi, dan perencanaannya serta kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Mahasiswa belajar tentang pangan dan gizi terkait kesehatan masyarakat dan hubungannya dengan kejadian penyakit menular maupun penyakit tidak menular salah satunya penyakit degeneratif.

Mayor Manajemen Hutan memiliki kompetensi dalam konsep-konsep pengelolaan hutan, perencanaan kehutanan, penatagunaan hutan, pembentukan unit dan penetapan tujuan pengelolaan hutan, metode pengaturan hasil, penetapan preskripsi pengelolaan hutan, monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan hutan. Selain itu, mayor ini juga mempelajari tentang teknik inventarisasi sumberdaya hutan, dasar-dasar kebijakan hutan, pemanenan hutan, hidrologi hutan, ekonomi perusahaan hutan. Namun, tidak terdapat kurikulum yang membahas tentang pangan dan gizi.

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin dan Usia

Contoh dalam penelitian ini terdiri dari 80 orang, yaitu 40 contoh GIZ dan 40 contoh MNH. Sebanyak 27.5% (GIZ) dan 47.5% (MNH) adalah laki-laki, sedangkan 72.5% (GIZ) dan 52.5% (MNH) adalah perempuan. Mayoritas contoh GIZ (67.5%) dan MNH (55.0%) berusia 20 tahun. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991), tahapan perkembangan pada usia 12-14 tahun termasuk dalam kategori remaja awal, 15-17 tahun termasuk remaja lanut, dan 18-21 termasuk remaja akhir. Contoh pada penelitian ini termasuk dalam kategori remaja akhir. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin Karakteristik

contoh

GIZ MNH Total

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 11 27.5 19 47.5 30 37.5 Perempuan 29 72.5 21 52.5 50 62.5 Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0

Usia

(29)

Uang Saku

Uang saku merupakan jumlah uang yang dikeluarkan oleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan. Uang saku dapat berasal dari orang tua, beasiswa, ataupun sumber lain (Fitriana 2011). Uang saku mahasiswa dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu <Rp 600 000, Rp600 000 - 1 199 999, Rp 1 200 000-1 799 999, dan >Rp 1 800 000. Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan

Uang saku per bulan GIZ MNH Total P n % n % n %

< Rp 600 000 1 2.5 0 0.0 1 1.25

0.419 Rp 600 000-1 199 999 29 72.5 32 80.0 61 76.25

Rp 1 200 000-1 799 999 8 20.0 8 20.0 16 20.0 > Rp 1 800 000 2 5.0 0 0.0 2 2.5

Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 Rata-rata ± SD 1 008 750 ±

358 574

938 750 ± 287 225

974 000 ± 324 700

Secara keseluruhan baik GIZ (72.5%) ataupun MNH (80.0%) memiliki uang saku sebesar Rp 600 000-1 199 999. Uang saku paling rendah yaitu < Rp 600 000 sebanyak 2.5% pada GIZ dan tidak ada pada MNH. Uang saku di atas Rp 1 800 000 hanya dimiliki oleh contoh GIZ (5.0%). Rata-rata uang saku per bulan GIZ (1 008 750 ± 358 574) lebih tinggi dibanding MNH (938 750 ± 287 225). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan uang saku.

Asal Daerah

(30)

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan asal daerah

Asal daerah GIZ MNH Total P

n % n % n %

Jawa 26 65.0 28 70.0 54 67.5

0.633 Luar jawa 14 35.0 12 30.0 26 32.5

Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0

Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan sikap dan perilaku seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang/ masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplikasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita 2004). Tingkat pendidikan orang tua merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh orang tua contoh. Tingkat pendidikan ayah contoh GIZ (52.5%) dan MNH (35.5%) mencapai pendidikan perguruan tinggi, hanya 2.5% (GIZ) dan 5.0% (MNH) yang tidak tamat SD. Tingkat pendidikan ibu contoh GIZ (47.5%) dan MNH (42.5%) mencapai pendidikan SMA, hanya 5.0% (GIZ) yang tidak tamat SD. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Tingkat pendidikan orang

tua

Ayah Ibu

GIZ MNH GIZ MNH n % n % n % n % Tidak tamat SD 1 2.5 2 5.0 2 5.0 0 0.0 Tamat SD 1 2.5 7 17.5 4 10.0 8 20.0 Tamat SMP 4 10.0 4 10.0 3 7.5 5 12.5 Tamat SMA 13 32.5 13 32.5 19 47.5 17 42.5 Tamat Perguruan Tinggi 21 52.5 14 35.5 12 30.0 10 25.0 Total 40 100.0 40 100.0 40 100.0 40 100.0 Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).

Pekerjaan Orang Tua

(31)

petani/ nelayan/ buruh dan MNH (5.0%) bekerja sebagai pegawai swasta atau lainnya. Menurut Suhardjo (1989), seseorang yang memiliki pendidikan biasanya memiliki pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pendidikan. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Pekerjaan orang tua

Ayah Ibu

GIZ MNH GIZ MNH n % n % n % n % Tidak bekerja 2 5.0 0 0.0 20 50.0 22 55.5 PNS 12 30.0 8 20.0 7 17.5 5 12.5 Wiraswasta 11 27.5 10 25.0 7 17.5 4 10.0 Pegawai swasta 4 10.0 5 12.5 2 5.0 2 5.0 Polisi/ ABRI 3 7.5 3 7.5 0 0.0 0 0.0 Petani/ nelayan/ buruh 1 2.5 7 17.5 1 2.5 5 12.5 Lainnya 7 17.5 7 17.5 3 7.5 2 5.0

Total 40 100.0 40 100.0 40 100.0 40 100.0

Pendapatan Orang Tua

Tingginya tingkat pendapatan cenderung di ikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga. Menurut Suhardjo (1989), perubahan pendapatan secara langsung akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Peningkatan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Pendapatan orang tua merupakan penjumlahan antara pendapatan ayah dan ibu. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua ditunjukkan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua

Pendapatan orang tua GIZ MNH Total P n % n % n %

< Rp 3 000 000 12 30.0 15 37.5 27 33.75

0.148 Rp 3 000 000-5 999 999 13 32.5 16 40.0 29 36.25

Rp 6 000 000-8 999 999 9 22.5 4 10.0 13 16.25 Rp 9 000.000-11 999 999 2 5.0 4 10.0 6 7.5 > Rp 12 000 000 4 10.0 1 2.5 5 6.25

Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 Rata-rata ± SD 6 180 000 ±

6 084 288

4 403 125 ± 3 790 661

5 290 000 ± 5 115 000

(32)

sedangkan pendapatan orang tua > Rp 12 000.000 paling banyak pada contoh GIZ (10.0%) dibanding MNH (2.5%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan

pendapatan orang tua.

Data pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh diperoleh dari jumlah total pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga. Pendapatan per kapita per bulan menurut BPS (2014) adalah <Rp 302 735 yang dikategorikan miskin dan ≥Rp 302 735 dikategorikan tidak miskin. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan orang tua Gizi (Rp 2 242 006 ± 2 478 942) lebih tinggi dibanding MNH (Rp 1 781 597 ± 1 902 587).

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun seiring dengan peningkatan jumlah anggota keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa besar keluarga dapat mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan dan besar keluarga disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan dan besar keluarga

Besar keluarga

Tingkat kemiskinan

GIZ MNH

Tidak miskin Miskin Tidak miskin Miskin n % n % n % n %

Kecil (≤ 4 orang) 12 34.3 1 20.0 18 46.2 0 0 Sedang (5-7 orang) 22 62.9 3 60.0 18 46.2 1 100.0

Besar (≥ 8 orang) 1 2.8 1 20.0 3 7.6 0 0

Total 35 100.0 5 100.0 39 100.0 1 100.0 Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa keluarga contoh GIZ yang tidak miskin dengan kategori besar keluarga sedang adalah 62.9%, sedangkan keluarga contoh GIZ yang tidak miskin dengan kategori besar keluarga sedang dan kecil memiliki presentase sama yaitu 46.2%. Mayoritas kedua contoh termasuk dalam keluarga yang tidak miskin dengan besar keluarga sedang.

Riwayat Penyakit Orang Tua

(33)

keluarga difokuskan pada penyakit degeneratif yang dibedakan antara ayah dan ibu. Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit orang tua dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit orang tua Riwayat penyakit

orang tua

GIZ MNH Total

P n % n % n %

Ada 18 45.0 6 15.0 24 30.0

0.003a Tidak ada 22 55.0 34 85.0 56 70.0

Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 Rata-rata ± SD 0.45 ± 0.50 0.15 ± 0.36 0.30 ± 0.46

a Berbeda nyata (p <0.05)

Berdasarkan Tabel 11, orang tua contoh GIZ (45.0%) lebih banyak menderita penyakit degeneratif dibanding orang tua contoh MNH (15.0%). Hasil uji beda menggunakan Chi-square menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p <0.05) antara orang tua kedua contoh berdasarkan riwayat penyakit degeneratif yang diderita. Penjabaran dari penyakit degeneratif yang diderita oleh orang tua contoh dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit ayah dan ibu Riwayat Penyakit

GIZ MNH

Ayah Ibu Ayah Ibu n % n % n % n % Tidak ada 23 57.5 24 60.0 31 77.5 31 77.5 Hipertensi 6 15.0 3 7.5 2 5.0 1 2.5 Diabetes melitus 3 7.5 1 2.5 2 5.0 1 2.5 Stroke 2 5.0 2 5.0 0 0.0 0 0.0 Jantung koroner 0 0.0 2 5.0 0 0.0 0 0.0 Kanker 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 5.0 Lainnya 6 15.0 8 20.0 5 12.5 5 12.5

Total 40 100.0 40 100.0 40 100.0 40 100.0 Berdasarkan Tabel 12, ayah contoh GIZ (15.0%) dan MNH (5.0%) menderita penyakit hipertensi, sedangkan ibu dari contoh GIZ (7.5%) dan MNH (2.5%) menderita penyakit hipertensi. Ayah dari contoh GIZ (7.5%) dan MNH (5.0%) menderita penyakit diabetes melitus dan ibu yang menderita penyakit diabetes melitus baik contoh GIZ dan MNH sebesar 2.5%. Sedangkan penyakit jantung koroner hanya diderita oleh ibu dari contoh GIZ (5.0%). Selain itu, ayah contoh GIZ (15.0%), MNH (12.5%) dan ibu contoh GIZ (20.0%), MNH (12.5%) menderita penyakit diluar kategori di atas seperti hipotensi, anemia, dan ambeyen.

Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif

(34)

pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga (Notoatmodjo 2005). Menurut Soekanto (2012), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan yang keliru. Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal, dan non formal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan objek tertentu.

Pengetahuan gizi pada penelitian ini mencakup 25 pertanyaan, yaitu 5 pertanyaan tentang pengetahuan gizi umum dan 20 pertanyaan tentang pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan benar dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan benar No Pertanyaan

Jumlah yang menjawab benar GIZ MNH Jumlah n % n % n %

Pertanyaan gizi umum

1 Susunan makanan dengan gizi seimbang

31 77.5 21 52.5 52 65.0 2 Makanan yang mengandung

serat

35 87.5 28 70.0 63 78.75 3 Manfaat mengonsumsi buah dan

sayur

38 95.0 14 35.0 52 65.0 4 Frekuensi makan buah dan

sayur dalam sehari 10 Penyakit diabetes mellitus tidak

(35)

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan benar (lanjutan) 21 Penyakit yang disebabkan oleh

terlalu banyak mengonsumsi jeroan

37 92.5 12 30.0 49 61.25

22 Makanan yang dapat memicu diabetes dan hipertensi

Secara umum dapat dilihat bahwa contoh GIZ tidak memiliki kesulitan dalam menjawab pertanyaan tentang pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Hal ini dapat dilihat pada jumlah presentase contoh GIZ yang menjawab benar lebih besar dibanding contoh MNH.

Pertanyaan ke-1 sampai ke-5 merupakan pertanyaan gizi umum. Pertanyaan ke-1 tentang susunan makanan dengan gizi seimbang, sebanyak 77.5% contoh GIZ menjawab dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (52.5%). Pertanyaan ini dapat dijawab dengan benar oleh 65.0% contoh. Hal ini karena sebagian besar contoh mengetahui susunan makanan dengan gizi seimbang, dimana contoh GIZ telah mendapatkan informasi dari mata kuliah penilaian status gizi dan contoh MNH mendapatkan informasi dari institusi pendidikan dan media massa. Menurut Permenkes (2014), susunan makanan dengan gizi seimbang menurut pedoman gizi seimbang adalah makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayuran, buah, dan susu.

(36)

Pertanyaan ke-3 tentang manfaat mengonsumsi sayur dan buah dapat dijawab dengan benar oleh contoh GIZ (95.0%) lebih banyak dibanding contoh MNH (35.0%). Sebanyak 65.0% contoh dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Menurut Kusharto (2006), manfaat mengonsumsi buah dan sayur adalah dapat mencegah berbagai macam penyakit diantaranya, jantung koroner, hipertensi, stroke, dan diabetes mellitus.

Pertanyaan ke-4 tentang frekuensi makan buah dan sayur, sebanyak 95.0% contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (7.5%). Perbandingan keduanya cukup jauh karena mayoritas contoh MNH tidak mengetahui frekuensi makan buah dan sayur yang dianjurkan setiap hari. Menurut Riskesdas (2013), konsumsi sayur dan buah dikatakan cukup apabila dikonsumsi minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu.

Pertanyaan ke-5 tentang frekuensi olahraga yang baik dalam seminggu, sebanyak 22.0% (GIZ) dapat menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (15.0%). Hasil presentase yang menjawab pertanyaan dengan benar untuk pertanyaan ini sedikit. Hal ini disebabkan karena banyak diantara kedua contoh yang tidak mengetahui anjuran lama olahraga yang baik. Contoh GIZ seharusnya dapat menjawab soal ini karena informasi mengenai lama olahraga yang baik telah didapatkan pada mata kuliah Gizi Olahraga. Menurut Werner dan Sharon (2005), standar aktivitas fisik untuk dapat mencapai kesehatan khususnya aktivitas sedang adalah 30 menit selama 5-6 kali per minggu.

Pertanyaan ke-6 sampai dengan ke-25 merupakan pertanyaan tentang pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Pertanyaan ke-6 mengenai pengertian penyakit degeneratif yang mampu dijawab oleh 92.5% (GIZ) lebih banyak dibanding contoh MNH (55.0%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan contoh MNH kebanyakan mengetahui informasi ini dari media massa. Menurut Handajani et al. (2010), penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang muncul akibat proses kemunduran fungsi tubuh, dimana terjadi perubahan dari keadaan normal menjadi lebih buruk.

Pertanyaan ke-7 tentang macam-macam penyakit degeneratif, sebanyak 97.5% contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (42.5%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan contoh MNH hanya sebagian kecil mengetahui dari orang tua dan media massa. Menurut Handajani et al. (2010), macam-macam penyakit degeneratif diantaranya adalah diabetes, jantung koroner, hipertensi, kanker dan lain-lain.

(37)

Pertanyaan ke-9 mengenai pengertian penyakit diabetes mellitus, sebanyak 92.5% (GIZ) menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding MNH (37.5%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan contoh MNH hanya sebagian kecil mengetahui dari teman dan media massa. Menurut Nurrahmani (2012), diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan terhadap sekresi insulin. Insulin bertugas untuk mengendalikan kadar glukosa darah yang seimbang sesuai dengan kondisi tubuh.

Pertanyaan ke-10 tentang apakah penyakit diabetes mellitus selalu berhubungan dengan obesitas, sebanyak 82.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (67.5%). Contoh GIZ mengetahui pertanyaan ini karena telah mendapatkan informasi pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan contoh MNH hanya sebagian kecil mengetahui dari teman dan media massa. Menurut Khasanah (2012), penyakit diabetes mellitus tidak hanya di alami oleh orang gemuk, melainkan orang normal juga bisa terkena penyakit tersebut.

Pertanyaan ke-11 tentang tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus, sebanyak 60.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibandingkan contoh MNH (17.5%). Contoh GIZ mengetahui informasi ini karena telah mendapatkan mata kuliah patofisiologi. Menurut Nurrahmani (2012), gejala yang muncul akibat diabetes mellitus adalah poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan turun dan menjadi kurus.

Pertanyaan ke-12 tentang dampak penumpukan lemak di dalam pembuluh darah yang membentuk plak. Sebanyak 87.5% contoh GIZ mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibandingkan contoh MNH (22.5%). Selisih presentase antara GIZ dan MNH cukup jauh karena sebagian besar contoh MNH tidak mengetahui informasi ini. Menurut Ridwan (2002), penumpukan lemak dalam waktu yang lama akan menyebabkan obesitas, penumpukan lemak dalam pembuluh darah akan membentuk plak yang nantinya akan berdampak pada penyakit hipertensi dan jantung koroner.

Pertanyaan ke-13 mengenai komplikasi dari penyakit hipertensi, sebanyak 97.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (60.0%). Secara keseluruhan lebih dari 70.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian besar mengetahui dari orang tua dan media massa. Menurut Ridwan (2002), hipertensi merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner.

(38)

konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, rendahnya konsumsi Ca dan K, rendahnya konsumsi ikan, dan stress.

Pertanyaan ke-15 tentang faktor risiko penyakit stroke, sebanyak 97.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (65.0%). Secara keseluruhan lebih dari 80.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian besar mengetahui dari teman, media massa, dan lainnya. Menurut Sharon at al. (2008), penyakit hipertensi merupakan penyebab utama stroke dan gagal ginjal.

Pertanyaan ke-16 tentang pengertian kanker, sebanyak 95.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (45.0%). Secara keseluruhan sebanyak 70.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian besar mengetahui dari teman dan media massa. Menurut Hurst (2008), kanker merupakan hasil dari pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel abnormal.

Pertanyaan ke-17 tentang faktor-faktor penyebab penyakit degeneratif yang dapat dikontrol, sebanyak 100.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (70.0%). Secara keseluruhan lebih dari 80.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dan merupakan pertanyaan yang paling banyak terjawab dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian besar mengetahui dari orang tua, teman, dan media massa. Menurut WHO (2008), faktor risiko penyebab penyakit degeneratif yang dapat dikontrol adalah pola konsumsi makan, aktivitas fisik, merokok, dan konsumsi alkohol.

Pertanyaan ke-18 mengenai faktor risiko yang menyebabkan penyakit degeneratif, sebanyak 100.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (65.0%). Secara keseluruhan lebih dari 85.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian besar mengetahui dari teman dan media massa. Menurut WHO (2008), merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif.

Pertanyaan ke-19 tentang alasan fast food tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan, sebanyak 70.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (65.0%). Secara keseluruhan lebih dari 60.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Sebagian besar contoh mendapatkan informasi ini dari teman dan media massa. Menurut Khomsan (2004), fast food merupakan makanan yang mengandung zat gizi seperti energi, protein, lemak, dan karbohidrat, namun miskin vitamin dan mineral.

(39)

Menurut Nelms et al. (2010), makanan yang mengandung tinggi natrium adalah daging panggang, keju kemasan, dan jus tomat kaleng.

Pertanyaan ke-21 tentang penyakit yang disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi jeroan, sebanyak 92.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (30.0%). Secara keseluruhan lebih dari 60.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian kecil mengetahui dari media massa. Menurut Khasanah (2012), mengonsumsi jeroan binatang dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan kanker (terutama kanker kolon). Pertanyaan ke-22 tentang makanan yang dapat memicu penyakit diabetes mellitus dan hipertensi, sebanyak 77.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (32.5%). Secara keseluruhan lebih dari 50.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Contoh GIZ mendapatkan informasi ini pada mata kuliah patofisiologi, sedangkan MNH sebagian kecil mengetahui dari orang tua dan media massa. Menurut Nuryati (2009), konsumsi makanan penghasil kalori (makanan/ minuman manis) dalam jumlah besar berpotensi menimbulkan obesitas. Obesitas ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Menurut Khasanah (2012), makanan asin dan awetan mengandung kadar natrium tinggi yang berpotensi menyebabkan hipertensi.

Pertanyaan ke-23 tentang batas maksimal pengulangan dalam menggoreng bahan makanan agar tidak menimbulkan zat karsinogenik (penyebab kanker), sebanyak 47.5% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (12.5%). Secara keseluruhan kurang dari 50.0% kedua contoh yang mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar karena banyak contoh yang tidak mengetahui informasi ini. Menurut Khomsan (2004), penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang (lebih dari 4 kali) dalam proses menggoreng menimbulkan zat karsinogenik (zat pemicu timbulnya kanker).

Pertanyaan ke-24 tentang kebiasaan konsumsi makanan pemicu kanker, sebanyak 35.0% (GIZ) mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih banyak dibanding contoh MNH (15.0%). Secara keseluruhan kurang dari 50.0% kedua contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar karena banyak contoh yang tidak mengetahui informasi ini. Menurut Sharon et al. (2008), kebiasan konsumsi daging merah, makanan dengan natrium tinggi, suplemen beta karoten, dan diet tinggi kalsium (> 1500 per hari) akan memicu timbulnya penyakit kanker. Asupan kalsium yang berlebih berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kanker prostat. Peningkatan kalsium membuat penurunan regulasi 1.25(OH)2 vitamin D dan terjadilah proliferasi sel kanker prostat. Karena adanya inisiator yang menyebabkan promotor untuk membuat kanker tumbuh progresif.

(40)

berkarbonasi yang diberi tambahan bahan perasa dan pemanis seperti gula, yang menyumbang tinggi energi.

Sebagian besar contoh GIZ dan MNH mampu menjawab pertanyaan nomor 17 dan 18 dengan benar lebih banyak diantara pertanyaan yang lain. Informasi nomor 17 dan 18 yang diperoleh contoh GIZ berasal dari mata kuliah patofisiologi yang telah diberikan, sedangkan contoh MNH diperoleh dari teman dan media massa.

Sumber Informasi

Menurut Khomsan (2009), seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti, buku-buku pustaka, televisi, radio, majalah, surat kabar, dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain). Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi Sumber informasi GIZ MNH Total

fa % fa % n %

Institusi pendidikan 791 86.3 93 16.0 884 59.0 Orang tua 5 0.5 57 9.8 62 4.1 Media massa 45 4.9 299 51.5 344 23.0 Teman 3 0.3 87 15.0 90 6.0 Lainnya 73 8.0 45 7.7 118 7.9 Total 917 100.0 581 100.0 1498 100.0 fa : jumlah pertanyaan yang terjawab

Sebagian besar contoh GIZ (86.3%) mendapatkan informasi mengenai pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dari institusi pendidikan, sedangkan sebagian besar contoh MNH (51.5%) mendapatkan informasi tersebut dari media massa yaitu televisi dan internet. Secara keseluruhan, sumber informasi yang berperan pada kedua contoh baik GIZ dan MNH adalah institusi pendidikan (59.0%). Hal ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan adalah sumber informasi yang penting untuk memberikan informasi tentang pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif. Menurut Hayati (2000), pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal dengan kurikulum yang terorganisasi secara struktural memberikan pengetahuan yang lebih baik.

Tingkat Pengetahuan Gizi

(41)

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif

Kategori GIZ MNH Total P

n % n % n %

Kurang 3 7.5 34 85.0 37 46.25

0.000a Sedang 18 45.0 6 15.0 24 30.0

Baik 19 47.5 0 0.0 19 23.75 Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 Rata-rata ± SD 79.3 ± 9.5 39.3 ± 17.1 59.3 ± 24.4

a Berbeda nyata (p <0.05)

Berdasarkan Tabel 15, melalui uji beda Mann Whitney diketahui bahwa pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif antara contoh GIZ dan MNH menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif dengan kategori baik pada contoh GIZ (47.5%) dan MNH (0.0%), sedangkan untuk kategori pengetahuan yang kurang contoh GIZ (7.5%) dan MNH (85.0%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa contoh GIZ memiliki pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif lebih baik dibandingkan dengan contoh MNH.

Pola Konsumsi

Pola konsumsi makan adalah susunan makanan yang biasa dimakan mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang/penduduk dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu (Kemenkes 2011). Pada penelitian ini, pola konsumsi difokuskan pada konsumsi makanan berlemak dan jeroan, konsumsi makanan manis, konsumsi makanan asin dan awetan, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food, konsumsi soft drink, dan konsumsi minuman berkafein.

Konsumsi Makanan Berlemak

Peningkatan asupan energi yang berasal dari lipid dipengaruhi oleh konsumsi jenis pangan yang digoreng. Makanan yang digoreng memiliki rasa gurih, renyah, enak, dan kaya lemak. Makanan ini memiliki densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang rendah, sehingga seseorang ingin makan terus-menerus. Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di pembuluh darah (Riskesdas 2013). Sebanyak 50.0% contoh GIZ dan 62.5% contoh MNH mengonsumsi makanan berlemak ≥ 7 kali/minggu, hanya 5.0% (GIZ) dan 7.5% (MNH) yang mengkonsumsi makanan berlemak < 3 kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi makanan berlemak pada contoh MNH (8.8 ± 5.2) kali/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (7.8 ± 4.0) kali/minggu. Menurut Riskesdas (2013), konsumsi makanan berlemak dikatakan sering apabila

(42)

konsumsi makanan berlemak. Noia et al. (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa remaja memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak yang tinggi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan berlemak disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan berlemak Makanan berlemak GIZ MNH Total P g/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (628.6 ± 318.7) g/minggu. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=1.000) antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi makanan berlemak.

Berikut ini merupakan data tentang kebiasaan contoh dalam mengonsumsi makanan berlemak. Jenis makanan berlemak yang paling banyak dikonsumsi adalah gorengan (100%) pada kedua contoh dengan rata-rata frekuensi konsumsi yang hampir sama antara contoh GIZ (4.1 kali/minggu) dan MNH (4.3 kali/minggu). Jenis makanan berlemak yang paling sedikit dikonsumsi adalah keju (30.0%) pada kedua contoh dengan rata-rata frekuensi konsumsi yang sama antara contoh GIZ dan MNH (1.1 kali/minggu). Menurut Khasanah (2012), gorengan memiliki kandungan kalori, lemak/ minyak, dan oksidan yang tinggi. Bila dikonsumsi secara terus-menerus, gorengan dapat menyebabkan kegemukan dan meningkatkan kadar asam lemak dalam darah yang berisiko memunculkan penyakit jantung koroner. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dapat dilihat pada Tabel 17.

(43)

Konsumsi Jeroan

Jeroan seperti usus, hati, ampela, babat, otak, dan paru, banyak mengandung lemak jenuh (saturated fatty acid/ SFA). Kandungan kolesterol pada jeroan 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan pada daging. Asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25%-50% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh, diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dl kolesterol darah, tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol (Almatsier 2013). Menurut Khasanah (2012), mengonsumsi jeroan binatang dalam jumlah banyak dan waktu lama, dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan kanker (terutama kanker usus besar).

Sebanyak 47.5% (GIZ) dan 40.0% (MNH) mengonsumsi jeroan <3 kali/minggu, hanya 5.0% contoh MNH yang mengonsumsi jeroan ≥7 kali/minggu. Rata-rata frekuensi konsumsi jeroan pada contoh MNH (2.1 ± 3.7) kali/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (0.9 ± 1.3) kali/minggu. Menurut Riskesdas

(2013), konsumsi makanan jeroan dikatakan sering apabila dikonsumsi ≥1 kali/hari.

Sebagian besar contoh (58.75%) mengonsumsi jeroan dengan kategori jarang. Hasil uji beda Mann Whitneymenunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p ≥0.05) antara frekuensi konsumsi jeroan pada kedua contoh. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jeroan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jeroan

Jeroan GIZ MNH Total P

n % n % n %

Tidak pernah 17 42.5 14 35.0 31 38.75

0.144 < 3 kali/minggu 19 47.5 16 40.0 35 43.75

3-6 kali/minggu 4 10.0 8 20.0 12 15.0

≥ 7 kali/minggu 0 0.0 2 5.0 2 2.5

Total 40 100.0 40 100.0 80 100.0 Rata-rata ± SD 0.9 ± 1.3 2.1 ± 3.7 1.5 ± 2.8

Rata-rata konsumsi jeroan contoh MNH (77.9 ± 135.9) g/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (37.6 ± 61.1) g/minggu. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.179) antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi jeroan.

(44)

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi jeroan

Makanan manis mengandung unsur karbohidrat sederhana yang menghasilkan energi tinggi (Aisyiyah 2009). Konsumsi makanan manis yang berlebihan akan meningkatkan asupan energi yang kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Penumpukan lemak di dalam tubuh, khususnya pada bagian perut akan menyebabkan obesitas sentral, sedangkan penumpukan pada pembuluh darah akan menyumbat peredaran darah dan membentuk plak (aterosklerosis) yang berdampak pada hipertensi dan jantung koroner. Selain itu, konsumsi makanan atau minuman manis yang berlebihan akan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja keras untuk memproduksi insulin. Apabila hal ini dibiarkan terlalu lama, kerja pankreas untuk memproduksi hormon insulin akan terganggu. Hormon insulin berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah. Apabila produksi insulin terganggu, besar kemungkinan seseorang akan mengalami peningkatan gula darah yang berdampak pada kejadian diabetes mellitus tipe 2 (Nelms et al. 2010). Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan manis dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan manis Makanan manis GIZ MNH Total P (75.0%). Sebanyak 2.5% pada masing-masing contoh tidak pernah mengkonsumsi makanan manis. Rata-rata frekuensi konsumsi makanan manis pada contoh MNH (16.5±11.2) kali/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (13.5±8.7) kali/minggu. Menurut Riskesdas (2013), konsumsi makanan/ minuman manis dikatakan sering

(45)

kebiasaan dalam memilih makanan, termasuk tingginya konsumsi makanan dan minuman manis.

Rata-rata konsumsi makanan manis pada contoh MNH (842.6 ± 805.1) g/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (750.0 ± 565.1) g/minggu. Jumlah konsumsi makanan manis paling tinggi diantara makanan dan minuman lainnya. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.927) antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi makanan manis. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan manis dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan manis Jenis Berdasarkan Tabel 21, jenis makanan manis yang paling banyak dikonsumsi pada contoh GIZ (77.5%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (1.3 kali/minggu) dan MNH (82.5%) dengan rata-rata frekuensi konsumsi (1.6 kali/minggu) adalah coklat. Jenis makanan manis yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh GIZ (12.5%) dan MNH (25.0%) adalah dodol, dengan rata-rata frekuensi konsumsi MNH (0.4 kali/minggu) lebih tinggi dibanding GIZ (0.05 kali/minggu).

Konsumsi Makanan Asin dan Awetan

Makanan asin dan makanan awetan mengandung kadar natrium yang tinggi. Natrium adalah mineral yang ditemukan di alam dan memberikan rasa asin pada lidah. Makanan asin dan makanan awetan memiliki rasa yang gurih (umami), sehingga meningkatkan nafsu makan dan membuat kita lama untuk merasa kenyang (Kurniadi 2013). Makanan yang diasinkan mengalami penambahan asupan garam yang tinggi, sehingga dapat menambah berat beban ginjal dan menyebabkan hipertensi. Terlebih, selama proses pengasinan sering ditambahkan zat aditif yang menyebabkan peningkatan bahaya timbulnya kanker hidung dan tenggorokan (Khasanah 2012).

Makanan awetan seperti makanan kalengan mengalami kerusakan zat gizi terutama vitamin. Biasanya makanan ini ditambahkan dengan kadar gula tinggi. Apabila dikonsumsi, tubuh akan cepat menyerap dengan cepat, sehingga akan terjadi lonjakan kadar gula secara mendadak. Hal ini menyebabkan kadar gula darah meningkat dan membuat pankreas bekerja lebih keras untuk menghasilkan insulin. Jika hal ini terjadi dalam waktu lama, maka dapat memicu timbulnya diabetes mellitus (Khasanah 2012).

(46)

contoh GIZ tidak pernah mengonsumsi makanan asin dan awetan. Rata-rata frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh MNH (7.9±2.2) kali/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (5.9±3.2) kali/minggu. Menurut Riskesdas (2013), konsumsi makanan asin dan awetan dikatakan sering apabila

dikonsumsi ≥1 kali/hari. Sebagian besar contoh (75.0%) mengonsumsi makanan asin dan awetan dengan kategori sering. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kedua contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan. Montazerifar et al. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja memiliki kebiasaan dalam mengonsumsi makanan asin yang tinggi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan 22.1) g/minggu lebih tinggi dibanding contoh GIZ (12.8 ± 22.9) g/minggu. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.930) antara kedua contoh berdasarkan jumlah konsumsi makanan asin dan awetan. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan asin dan awetan dapat dilihat pada Tabel 23.

Gambar

Gambar 1  Skema kerangka pemikiran pengetahuan gizi terkait penyakit
Tabel 1  Variabel, cara, dan alat pengumpulan data
Tabel 2  Pengkategorian dan analisis variabel penelitian
Tabel 2  Pengkategorian dan analisis variabel penelitian (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxlylaceae yang menghasilkan kokain

Kepemimpinan kyai memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan pribadi muslim, pembinaan keteladanan dan jiwa kepemimpinan sebab pondok pesantren berusaha membina dan

lebih efektif daripada plasebo dan kombinasi ekstrak jahe dengan piridoksin lebih efektif daripada plasebo dalam menurunkan derajat mual dan episode muntah pada emesis gravidarum,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di masa produksi kopra yang begitu massif, kelapa menjadi komoditi yang disembah bagi masyarakat Selayar dan memiliki makna

[r]

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Dalam hal ini, PHP telah menyediakan fasilitas koneksi untuk hampir semua program database popular baik yang komersial maupun gratis, contohnya MySQL yang merupakan suatu

Dengan arah koefisien positif, dengan demikian diperoleh bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap