• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya

terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

FELIX SUTANTO

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FELIX SUTANTO. Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Dibimbing oleh DARMAWAN dan GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang memberikan pengaruh paling cepat dan nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Pada umumnya efisiensi pemupukan nitrogen dalam bentuk urea rendah. Hal ini dikarenakan sifat urea yang mudah larut, sehingga nitrogen di dalamnya menjadi mudah hilang akibat tercuci dan menguap. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dikembangkan teknologi pupuk lambat tersedia. Kitosan merupakan resin alami bersifat non toksik yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan untuk pupuk lambat tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kitosan sebagai pelapis urea untuk membuat pupuk lambat tersedia, menguji karakteristik dan melihat pengaruh urea berlapis kitosan terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Pelapisan urea dengan kitosan dilakukan dengan cara menyemprotkan kitosan pada urea menggunakan sprayer sambil dikeringkan menggunakan dryer. Selanjutnya karakteristik urea berlapis kitosan diuji dengan dua pendekatan, yaitu ketahanan dan kelarutan (perendaman dan perkolasi). Selain itu, diamati pengaruhnya terhadap tinggi tanaman dan lebar daun serta warna daun. Efisiensi pembuatan pupuk urea berlapis kitosan dalam penelitian ini adalah 96,65%. Kadar nitrogen yang dimiliki oleh pupuk urea berlapis kitosan pada penelitian ini adalah sebesar 36,91%, lebih sedikit dibanding nitrogen pada urea sebelum dilapisi (40,12%). Pupuk urea berlapis kitosan lebih tahan terhadap tumbukan tetesan akuades, lebih lambat melarut, lebih sedikit tercuci daripada pupuk urea tanpa pelapis. Pertumbuhan tinggi dan lebar daun tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk urea berlapis kitosan lebih lambat dan warna daun lebih pucat daripada perlakuan pemberian pupuk urea tanpa pelapis. Hal ini menunjukkan kerja kitosan sebagai pelapis berfungsi dalam menghambat kelarutan urea.

(5)

ABSTRACT

FELIX SUTANTO. Characteristcs of Chitosan Coated Urea Fertilizer and Its Effect on the Growth of Maize Plant. Supervised by DARMAWAN and GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Nitrogen is one of nutrients that give the fastest and significant effect for plant growth. Generally efficiency of nitrogen fertilization as urea is low. It’s caused by the characteristic of urea that is easy to dissolve, so the nitrogen is easy to dissapear caused by leaching and volatilization. To solve that problem, technology of slow release fertilizer was then developed. Chitosan is one of non toxic natural resin that is potentially can be used as material for slow realease fertilizer. This research was intended to know the capability of chitosan as coating material on urea to make slow release fertilizer, to examine the characteristic and to observe the effect of chitosan coated urea on the growth of maize plant. Urea fertilizer was coated with chitosan by spraying technique using sprayer and at the same time was dried using a dryer. After that its characteristic was examined with two approaches, i.e. durability and solubility (submersion and percolation). Its effects on plant height, leaf width, and leaf colour were also observed. Efficiency of chitosan coated urea production in this research was 96.65%. Nitrogen concentration of the chitosan coated urea fertilizer in this research was 36.91%, a little bit lower then the original urea (40.12%). The chitosan coated urea fertilizer was more durable against the impact of aquadest drops, less soluble, less leached as compare to the urea fertilizer without coating. The increase of height and width of maize leaf in chitosan coated urea fertilizer application was slower and the leaf colour was paler than that of the urea fertilizer application. It means that chitosan as coating of urea has retarded the solubility of urea.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya

terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

Nama : Felix Sutanto NIM : A14090081

Disetujui oleh

Dr Ir Darmawan, MSc. Pembimbing I

Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini berjudul Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Darmawan, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan semangat, dukungan, bimbingan, arahan, saran dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi;

2. Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penelitian sampai menyelesaikan skripsi ;

3. Dr Ir Suwardi, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan arahan sehingga skripsi tersebut menjadi lebih baik ;

4. Lili Handayani, SP M.Si yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penulisan sampai menyelesaikan skripsi;

5. Teman-teman yang telah membantu dalam penelitian;

6. Kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xii

LAMPIRAN...xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Bahan ... 2

Alat ... 3

Metode Penelitian ... 3

Pembuatan Kitosan ... 3

Pelapisan Urea dengan Kitosan ... 4

Pengujian Karakteristik Urea Berlapis Kitosan ... 4

Pengujian Pengaruh Urea Berlapis Kitosan terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Karakteristik Kitosan dan Urea Berlapis Kitosan ... 5

Ketahanan dan Kelarutan SRF-UK ... 6

Pengaruh SRF-UK terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 8

KESIMPULAN ... 11

SARAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

LAMPIRAN ... 13

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Dosis pupuk yang diberikan pada media tanam ... 5

2. Total nitrogen yang terlepas (mg) dari satu gram pupuk selama uji perendaman pupuk dalam satuan waktu (detik) ... 7

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram tahap pembuatan kitosan (modifikasi Handayani, 2014) ... 3

2. (a) Pengujian ketahanan pupuk terhadap tetesan akuades dan (b) Pengujian kelarutan pupuk secara perkolasi (modifikasi Handayani, 2014) ... 4

3. Kitosan yang dihasilkan berbentuk serpihan ... 6

4. (a) Pupuk urea (merah muda) dan (b) SRF-UK (biru muda) ... 6

5. (a) Grafik pupuk terhadap ketahanan tumbukan tetesan akuades, (b) pupuk urea setelah ditetesi akuades, dan (c) SRF-UK setelah ditetesi akuades ... 7

6. Grafik total akumulasi nitrogen yang mengalami pencucian pada proses perkolasi berdasarkan waktu (minggu) ... 8

7. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung berdasarkan waktu (minggu) ... 9

8. Grafik pertumbuhan lebar daun tanaman jagung berdasarkan waktu (minggu) ... 9

9. Bagan Warna Daun (IRRI Leaf Color Chart) yang dipakai ... 10

10. Grafik perubahan warna daun menggunakan BWD berdasarkan waktu (minggu) ... 10

LAMPIRAN

1. Gambar struktur kimia (a) Selulosa, (b) Kitosan ... 13

2. Gambar benih jagung yang digunakan ... 13

3. Gambar proses pembuatan kitosan ... 14

4. Gambar kitosan (a) dilarutkan asam asetat 2%, (b) diencerkan akuades dan diberi pewarna... 14

5. Gambar uji kelarutan dengan (a) Proses perendaman pupuk, kemudian (b) Hasil perendaman disaring ... 14

6. Gambar uji kelarutan pupuk dengan perkolasi ... 15

7. Gambar susunan percobaan penelitian dari kiri ke kanan ( SRF-UK, Urea, Blanko)... 15

8. Jumlah tetesan pada pupuk sampai melarut ... 15

9. Akumulasi rata-rata total nitrogen yang tercuci (mg) yang tertampung di perkolat ... 15

10. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman (cm) tiap MST ... 16

11. Rata-rata pertumbuhan lebar tanaman (cm) tiap MST ... 16

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang memberikan pengaruh paling cepat dan nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Nitrogen berfungsi untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan memberikan warna hijau pada daun. Pada bagian daun tumbuhan, 40% dari total nitrogen merupakan kloroplas (Murata 1969). Selain itu, nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalium, fosfor dan penyusun lainnya. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil dan memiliki sistem perakaran yang terbatas. Daun juga akan menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung cepat rontok (Soepardi 1983). Kadar hara nitrogen dalam tanah sangat rendah. Rendahnya kadar nitrogen di dalam tanah tidak sebanding dengan jumlah yang diangkut oleh tanaman. Oleh karena itu, diperlukan tambahan pupuk nitrogen untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pupuk nitrogen yang umumnya ada di pasaran Indonesia ialah urea, ZA, dan diammonium phospate (DAP). Berdasarkan statistik pertanian tahun 2013 di Indonesia, kebutuhan pupuk urea paling banyak dibandingkan dengan pupuk lainnya, yaitu sebesar 5.100.000 ton pada tahun 2012 (Kementerian Pertanian 2013).

Pupuk urea yang digunakan saat ini efisiensinya rendah. Urea yang mudah larut membuat nitrogen di dalamnya menjadi mudah hilang akibat tercuci dan menguap. Nitrogen sedikit tercuci dalam bentuk amonium (NH4+) dan lebih banyak mengalami pencucian dalam bentuk nitrat (NO3-). Nitrogen mengalami volatilisasi dalam bentuk amonia (NH3). Pencucian dan penguapan tersebut menyebabkan ketersediaan hara nitrogen untuk tanaman menjadi rendah, sehingga pemupukan harus sering dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tanaman. Frekuensi pemupukan yang tinggi jelas meningkatkan ongkos produksi yang membebani petani serta membutuhkan lebih banyak tenaga yang dikeluarkan. Untuk mengatasi kendala tersebut maka dikembangkan pupuk dengan teknologi pelepasan kandungan hara secara terkendali atau Slow Release Fertilizer.

Slow Release Fertilizer (SRF) adalah pupuk yang dapat mengontrol pelepasan unsur-unsur hara yang mudah hilang akibat pelarutan dan penguapan secara lambat dan bertahap. Selain itu, SRF dapat meningkatkan efisiensi pemupukan serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Secara prinsip, proses pengontrol pelepasan unsur hara pada SRF sehingga menjadi lambat tersedia dapat dilakukan secara fisik, kimiawi, maupun keduanya. Oleh karena itu, pembuatan SRF dapat dilakukan dengan memperbesar ukuran butiran pupuk, menambah kekerasannya, melapisi, atau menambahkan dengan bahan tertentu. Penelitian tentang SRF telah dilakukan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hoeung et al. (2011) menggunakan zeolit untuk membuat urea menjadi lambat tersedia. Suherman dan Anggoro (2011) menggunakan campuran pati dan asam akrilat sebagai bahan pelapis urea. Yenni (2012) menggunakan polimer amilum, asam polyacrylic, serta polivinil alkohol sebagai pelapis urea.

(14)

2

lebih ramah lingkungan, mudah terdegradasi secara alami, berbentuk serbuk berwarna putih dan semi transparan, serta sifatnya yang tidak larut dalam air (Haryani et al. 2007). Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-deoxy-β-D-glucosan) (Tosh dan Katual 2012). Kitosan terdapat dalam jumlah yang banyak dan mirip dengan selulosa. Perbedaannya adalah gugus hidroksil pada atom nomor dua selulosa digantikan oleh gugus amin (NH2). Kitosan banyak digunakan di bidang pangan, farmasi, medis. Contoh produk kitosan adalah bahan pengawet, pembuatan kontak lensa, obat anti infeksi.

Kitosan dapat dibuat dari limbah udang. Limbah udang yang berasal dari industri pengalengan dan pembekuan udang ketersediaannya cukup melimpah dan belum dimanfaatkan, sehingga berpotensi menjadi bahan untuk pembuatan kitosan. Oleh karena itu, kitosan diharapkan dapat digunakan sebagai pelapis urea. Pelapis kitosan dapat mengurangi kehilangan nitrogen akibat pencucian dan penguapan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui kemampuan kitosan sebagai pelapis urea untuk membuat SRF, (2) Menguji kelarutan pupuk urea berlapis kitosan, dan (3) Mengamati pengaruh urea berlapis kitosan terhadap pertumbuhan tanaman jagung.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari November 2013 sampai Desember 2014. Penelitian dilakukan beberapa tahap, yaitu tahap pembuatan kitosan, pelapisan urea dengan kitosan, pengujian kelarutan pupuk, dan pengujian pengaruh penggunaan pupuk terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Tahap pembuatan kitosan, pelapisan urea dengan pelapis kitosan dan pengujian kelarutannya dilakukan di Laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tahap pengujian pengaruh penggunaan urea berlapis kitosan terhadap pertumbuhan tanaman jagung dilakukan di rumah plastik.

Bahan

(15)

3

menggunakan tanaman jagung manis (Laksmi SD3 IPB), polibag, serta Latosol Dramaga.

Alat

Alat yang digunakan untuk membuat urea menjadi SRF dengan pelapis kitosan terdiri dari sprayer dan dryer. Alat yang digunakan untuk uji kelarutan ialah kolom perkolasi terbuat dari pipa paralon. Alat untuk mengamati pertumbuhan tanaman jagung dengan SRF yang dibuat, menggunakan alat ukur dan bagan warna daun (IRRI Leaf Color Chart).

Metode Penelitian Pembuatan Kitosan

Proses pembuatan kitosan dilakukan dengan metode seperti diagram pada Gambar 1, seperti yang dilakukan oleh Suptijah (2012). Tahapannya terdiri dari demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Limbah kulit udang yang telah bersih dan kering didemineralisasi menggunakan HCl 1N dengan perbandingan 1:7 b/v, dipanaskan selama 1 jam pada suhu sekitar 90 °C. Selanjutnya dilakukan pencucian hingga pH mendekati netral, didekantasi, dan dikeringkan. Setelah itu dilakukan deproteinasi menggunakan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 b/v, dipanaskan pada suhu sekitar 90 °C selama 1 jam, kemudian didekantasi. Tahap berikutnya ialah proses deasetilasi menggunakan NaOH 50% dengan perbandingan 1:10 b/v, dipanaskan pada suhu sekitar 110 °C selama 1 jam sampai dihasilkan kitosan. Kitosan dicuci hingga pH menjadi netral dan dikeringkan.

(16)

4

Pelapisan Urea dengan Kitosan

Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 2% dengan perbandingan 1:20 b/v, kemudian ditambahkan dengan akuades dan ditera sampai 100 ml serta diberikan pewarna pembanding berupa pewarna makanan berwarna biru sebanyak 1 tetes. Pewarna makanan diberikan untuk mempermudah proses pelapisan. Jumlah urea yang digunakan adalah 100 gram, kemudian disemprotkan ke permukaannya dengan menggunakan sprayer yang telah diisi dengan 100 ml larutan kitosan sambil dikeringkan menggunakan dryer.

Pengujian Karakteristik Urea Berlapis Kitosan

Pengujian karakteristik urea berlapis kitosan dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu menguji ketahanan terhadap tumbukan tetesan air dan menguji kelarutannya. Ketahanan pupuk terhadap tumbukan tetesan air dilakukan dengan cara meneteskan akuades pada pupuk menggunakan buret pada ketinggian 20 cm dengan kecepatan tetesan 12 tetes/menit hingga pupuk melarut (Gambar 2a). Pengujian kelarutan dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dan perkolasi. Perendaman dilakukan dengan merendam 1 gram pupuk menggunakan 20 ml akuades, dengan waktu 1, 50, 100, 150, dan 200 detik. Setelah itu, disaring dengan kertas saring dan larutan yang telah disaring diukur nitrogennya dengan metode Kjeldahl. Metode perkolasi dilakukan dengan menggunakan 1 gram pupuk serta tanah Latosol dengan kedalaman 20 cm seperti pada Gambar 2b dan dilakukan selama 7 minggu. Setiap minggu dilakukan 3 kali penyiraman dengan menggunakan akuades sebanyak 90 ml. Kemudian nitrogen pada perkolat diukur setiap minggu dengan menggunakan metode Kjeldahl.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Pengujian ketahanan pupuk terhadap tetesan akuades dan (b) Pengujian kelarutan pupuk secara perkolasi (modifikasi Handayani, 2014)

(17)

5

Pengujian Pengaruh Urea Berlapis Kitosan terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

Pengujian pengaruh pemberian urea berlapis kitosan terhadap pertumbuhan tanaman jagung dilakukan pada tanaman jagung manis varietas Laksmi SD3 IPB. Benih ditanam dua biji per polibag yang diisi dengan tanah Latosol Dramaga sebanyak 10 kg BKU. Rancangan perlakuan terdiri dari tiga perlakuan, yaitu penambahan urea bersubsidi, penambahan urea berlapis kitosan yang selanjutnya disebut SRF-UK, serta tanpa pemberian keduanya (BLANKO). Semua perlakuan diberikan pupuk dasar SP-36 dan KCl. Banyaknya dosis pupuk dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Dosis pupuk yang diberikan pada media tanam

Dosis pupuk dasar yang digunakan adalah 100 kg/ha (1,6 gram/Polybag) KCl dan 100 kg/ha (1,6 gram/polybag) SP-36. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, lebar daun, serta warna daun selama 8 minggu hingga masa primordia. Warna daun diukur menggunakan Bagan Warna Daun (IRRI Leaf Color Chart) yang selanjutnya disebut BWD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kitosan dan Urea Berlapis Kitosan

Hasil pembuatan kitosan dari limbah kulit udang secara fisik berbentuk serpihan berwarna kuning (Gambar 3). Namun, pada umumnya kitosan berbentuk serbuk berwarna putih atau kuning dengan ukuran partikel kurang dari 30 µm (Handayani 2008). Bentuk serbuk ini dikarenakan adanya proses penghancuran secara fisik sebelum dilakukan proses kimiawi. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan proses penghancuran secara fisik, karena untuk mempermudah proses dekantasi dan pencucian. Hasil rendemen kitosan yang dihasilkan adalah sebesar 19,56% dari bobot kulit udang. Bentuk dan ukuran kitosan yang digunakan tidak berpengaruh karena dapat dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 2%.

Perlakuan

Urea SRF-UK

Dosis/ha (kg) Dosis/polybag (g) Dosis/ha (kg) Dosis/polybag (g)

Blanko - - - -

Urea 400 6,46 - -

(18)

6

Gambar 3. Kitosan yang dihasilkan berbentuk serpihan

Gambar 4 (a) menunjukkan urea yang belum dilapisi oleh pelapis kitosan, sedangkan Gambar 4 (b) menunjukkan urea dengan pelapis kitosan (SRF-UK). Warna biru pada SRF-UK dikarenakan adanya tambahan pewarna berwarna biru pada larutan kitosan yang berasal dari pewarna makanan. Efisiensi pembuatan SRF-UK adalah 96,65% dari bahan asalnya (urea bersubsidi).

Gambar 4. (a) Pupuk urea (merah muda) dan (b) SRF-UK (biru muda) Kadar nitrogen yang dimiliki oleh SRF-UK adalah sebesar 36,91%, lebih sedikit dibanding nitrogen pada urea sebelum dilapisi (40,12%). Perbedaan kadar nitrogen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Berkurangnya kadar nitrogen dikarenakan adanya sedikit penambahan bobot dari lapisan kitosan sendiri dan kehilangan saat proses pembuatan SRF-UK.

Ketahanan dan Kelarutan SRF-UK

Hasil uji ketahanan pupuk terhadap tetesan akuades disajikan pada Gambar 5a. Dapat dilihat bahwa SRF-UK memiliki ketahanan lebih kuat dibandingkan dengan urea tanpa pelapis. Pupuk urea tanpa pelapis mulai melarut pada rata-rata tetesan ke-6 (Gambar 5b), sedangkan pada SRF-UK mulai melarut pada rata-rata tetesan ke-13 (Gambar 5c). Ketahanan SRF-UK disebabkan oleh adanya lapisan kitosan pada urea. Adanya pelapis kitosan pada urea dapat menghambat kelarutan urea karena air tidak secara langsung bersentuhan dengan permukaan pupuk di dalamnya.

(19)

7

Uji kelarutan pupuk dilakukan dengan merendam pupuk menggunakan akuades. Hasil uji perendaman pupuk dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, SRF-UK lebih lambat melarut bila dibandingkan dengan urea tanpa pelapis. Pada detik ke-1, SRF-UK melarutkan nitrogen sebanyak 138,1 mg, sedangkan urea tanpa pelapis melarutkan nitrogen sebanyak 186,7 mg. Hal ini dikarenakan adanya lapisan kitosan yang tidak larut air dan menahan air secara fisik sehingga tidak langsung bersentuhan dengan air.

Tabel 2. Total nitrogen yang terlepas (mg) dari satu gram pupuk selama uji perendaman pupuk dalam satuan waktu (detik)

Perlakuan

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji perkolasi (Gambar 6), SRF-UK mengalami pencucian lebih sedikit dibandingkan dengan urea tanpa pelapis dari minggu ke-4 hingga akhir pengujian perkolasi pada minggu ke-7. Terlihat pada minggu ke-4 akumulasi pencucian nitrogen pada SRF-UK lebih sedikit dibandingkan urea tanpa pelapis. Hal ini dikarena SRF-UK mengeluarkan nitrogen secara perlahan, sehingga membuat sebagian nitrogen masih tertahan di dalam SRF-UK. Nitrogen pada urea

(a) (c)

(20)

8

tanpa pelapis dan SRF-UK keduanya mengalami pencucian karena tidak ada tanaman yang memanfaatkan nitrogen di dalam tabung perkolasi.

Berdasarkan penelitian Handayani (2014), pencucian nitrogen pada perkolasi pupuk yang dilapisi kitosan juga lebih lambat daripada pupuk yang tidak dilapisi kitosan. Hal ini sesuai dengan hasil uji perkolasi pada Gambar 6.

Pengaruh SRF-UK terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman jagung yang dipupuk dengan SRF-UK, urea tanpa pelapis, dan blanko (Gambar 7), terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada perlakuan urea tanpa pelapis lebih cepat dibandingkan dengan SRF-UK maupun blanko. Hal ini karena urea tanpa pelapis menyediakan nitrogen untuk tanaman jagung dalam jumlah yang sangat banyak. Pada SRF-UK pertumbuhan tanaman jagung lebih lambat dari urea tanpa pelapis. Hal ini dikarenakan pada SRF-UK menyediakan nitrogen secara perlahan, sehingga pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diberikan urea tanpa pelapis. Akan tetapi pertumbuhan tanaman jagung yang diberi SRF-UK lebih baik dibandingkan dengan blanko yang hanya diberikan pupuk dasar P dan K tanpa pemberian pupuk nitrogen. Dapat dikatakan bahwa kitosan sebagai pelapis urea berfungsi dalam memperlambat kelarutan nitrogen.

.

(21)

9

Berdasarkan penelitian Sari (2013), pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada pupuk lambat tersedia lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diberikan urea tanpa pelapis. Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan tinggi tanaman jagung yang ditunjukkan Gambar 7.

Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan lebar tanaman jagung yang diberi SRF-UK, urea tanpa pelapis, dan blanko yang disajikan pada Gambar 8, terlihat bahwa pertumbuhan tanaman jagung yang pada perlakuan yang diberi urea tanpa pelapis lebih cepat dibandingkan dengan tanaman jagung pada perlakuan yang diberikan SRF-UK. Hal ini dikarenakan urea tanpa pelapis menyediakan kebutuhan nitrogen yang banyak untuk pertumbuhan vegetatif secara langsung. Namun, pertumbuhan lebar daun pada perlakuan SRF-UK sama dengan blanko, sehingga dapat dikatakan bahwa penyediaan nitrogen dari SRF-UK terhambat bagi pertumbuhan lebar daun tanaman jagung. Artinya fungsi pelapisan kitosan terlihat dalam menghambat kelarutan nitrogen.

Gambar 8. Grafik pertumbuhan lebar daun tanaman jagung berdasarkan waktu (minggu)

(22)

10

Hasil pengamatan terhadap warna daun menggunakan Bagan Warna Daun (IRRI Leaf Color Chart) disajikan pada Gambar 10. Semakin tinggi angka pada BWD, maka semakin gelap warna daun (Gambar 9). Warna pada daun menunjukan kecukupan nitrogen yang diserap oleh tanaman. Semakin gelap warna daun, maka jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman semakin banyak. Warna daun diamati dengan menggunakan BWD. Pada perlakuan Urea angka pada BWD tinggi dari minggu pertama hingga minggu ke-3. Hal ini karena urea menyediakan nitrogen yang banyak bagi tanaman untuk membentuk kloroplas pada daun. Setelah minggu ke-4 sampai minggu ke-8, angkanya mengalami penurunan. Pada perlakuan SRF-UK, angka BWD menunjukkan cenderung konstan dan warnanya lebih pucat dari warna daun dengan perlakuan pemberian urea. Hal ini dapat dikatakan bahwa SRF-UK menyediakan nitrogen bagi tanaman secara perlahan dan tetap. Pada blanko, angka pada BWD yang pada awalnya sama dengan perlakuan lain. Pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 angka pada BWD terus menurun. Hal ini menandakan bahwa pada minggu ke-1 hingga minggu ke-5 nitrogen pada tanah masih tercukupi bagi tanaman. Ketersediaan nitrogen pada tanah mulai mengalami penurunan pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8. Sehingga dapat dikatakan fungsi kitosan sebagai pelapis bekerja dengan baik dalam menghambat terjadinya kelarutan nitrogen

Gambar 9. Bagan Warna Daun (IRRI Leaf Color Chart) yang dipakai

Gambar 10. Grafik perubahan warna daun menggunakan BWD berdasarkan waktu (minggu)

Menurut Suwardi dan Efendi (2009), nilai BWD dengan nilai klorofil daun yang diukur menggunakan klorofilmeter Minolta SPAD 512 (Soil Plant Analysis Development) menunjukkan hubungan positif nyata linier, di mana semakin besar nilai klorofil meter semakin besar nilai skala BWD. Hal tersebut menunjukkan

(23)

11

bahwa nilai BWD berkaitan erat dengan nilai SPAD sekaligus berkaitan erat dengan jumlah klorofil yang terkandung pada kloroplas tumbuhan.

Berdasarkan pengamatan terhadap tinggi, lebar, dan warna tanaman jagung, pupuk SRF-UK yang dihasilkan telah berhasil dalam menghambat kelarutan pupuk urea. Pupuk SRF-UK yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alternatif pupuk untuk tanaman tahunan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk tanaman semusim agar sesuai untuk pola pertumbuhannya.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini ialah:

1. Kitosan dapat digunakan sebagai pelapis urea untuk membuat pupuk SRF

2. Urea berlapis kitosan pada penelitian ini memiliki ketahanan terhadap tetesan akuades dua kali lebih kuat, kelarutannya lebih lambat, tercuci lebih sedikit dibandingkan dengan urea tanpa pelapis

3. Tinggi, lebar dan warna daun menunjukkan nitrogen dari urea berlapis kitosan ketersediaannya lebih terhambat. Hal ini menunjukkan kerja kitosan sebagai pelapis berfungsi dengan baik.

SARAN

(24)

12

DAFTAR PUSTAKA

Handayani I. 2008. Karakterisasi dan Profil Disolusi Atenolol dari Matriks Kompleks Poliion Kitosan-Natrium Alginat [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Farmasi.

Handayani L. 2014. Formulasi Pupuk Lepas Terkendali Menggunakan Pelapisan Akrilik dan Kitosan serta Aplikasinya pada Pembibitan Acacia crassicarpa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana, Progam Studi Agroteknologi Tanah.

Haryani K, Hargono, Budiyati CS. 2007. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang untuk Mengadsorbsi Logam Krom (Cr6+) dan Tembaga (Cu). Jurnal Reaktor. 11(2): 86-90.

Hoeung P, Bindar Y, Senda SP. 2011. Development of Granular Urea-Zeolite Slow Release Fertilizer Using Inclined Pan Granulator. Jurnal Teknik Kimia Indoesia. 10 (2): 102-111.

Kementerian Pertanian (ID). 2013. Statistik Pertanian 2013 Agricultural Statistics. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

Murata Y. 1969. Physiological Responses to Nitrogen in Plants. Di dalam: Jerry D Eastin, FA Haskins, CY Sullivan, CHM Van Bavel, and Richard C Dinauer editor. Physiological Aspects of Crop Yield: Proceedings of a symposium sponsored by the University of Nebraska, the American Society of Agronomy, and the Crop Science Society of America; 20-24 Januari 1969; Nebraska(US): hlm. 235-259.

Sari EP. 2013. Formulasi Pupuk Nitrogen Lambat Tersedia dari Bahan Urea, Zeolit, serta Asam Humat dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Jagung [tesis] Bogor : Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana, Program Studi Agroteknologi Tanah.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suherman dan Anggoro DD. 2011. Producing Slow Release Urea by Coating with

Strach/Acrylic Acid in Fluid Bed Spraying. International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS. 11(6) : 77-80.

Sumada K, Tamara PE. Alqani F. 2011. Kajian Proses Isolasi α – Selulosa dari Limbah Batang Tanaman Manihot Esculenta Crantz yang Efisien. Jurnal Teknik Kimia 5(4) : 434-438

Suptijah P. 2012. Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Keragenan [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pasasarjana, Program Studi Tekonologi Kelautan.

Suwardi dan Efendi R. 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Jagung Komposit Menggunakan Bagan Warna Daun. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros, 29 Juli 2009: hlm. 108-115.

Tosh B dan Katual PC. 2012. Synthesis and Characterization of Chitosan Derivatives in Homogeneous Medium. Chemical Science Reiew and Letters 1(3): 156-161.

(25)

13

dengan Menggunakan Metoda Fluidized Bed [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro, Program Pascasarjana, Program Studi Teknik Kimia.

LAMPIRAN

(a)

(b)

Lampiran 1. Gambar struktur kimia (a) Selulosa (modifikasi dari Sumada et al. 2011), (b) Kitosan (modifikasi dari Handayani 2014)

(26)

14

Lampiran 3. Gambar proses pembuatan kitosan

Lampiran 4. Gambar kitosan (a) dilarutkan asam asetat 2%, (b) diencerkan akuades dan diberi pewarna

Lampiran 5. Gambar uji kelarutan dengan (a) Proses perendaman pupuk, kemudian (b) Hasil perendaman disaring

Kulit udang Pencucian Demineralisasi Dekantasi dan pencucian

Deproteinasi Deasetilasi Dekantasi dan pencucian

Kitosan yang dihasilkan

(a) (b)

(27)

15

Lampiran 6. Gambar uji kelarutan pupuk dengan perkolasi

Lampiran 7. Gambar susunan percobaan penelitian dari kiri ke kanan (SRF UK, Urea, Blanko)

Lampiran 8. Jumlah tetesan pada pupuk sampai melarut

Ulangan 1 2 3

Urea 5 6 8

SRF-UK 11 13 15

Lampiran 9. Akumulasi rata-rata total nitrogen yang tercuci (mg) yang tertampung di perkolat

Perlakuan Hasil akumulasi pencucian nitrogen (mg) pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

Blanko 8,0 20,0 24,2 43,3 65,5 65,5 65,5

(28)

16

Lampiran 10. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman (cm) tiap MST

Perlakuan MST

1 2 3 4 5 6 7 8

Blanko 13,0 35,0 59,0 76,3 88,7 101,0 104,0 104,7 Urea 14,0 36,0 71,0 100,5 124,0 145,0 161,5 192,5 SRF-UK 8,2 28,3 45,0 70,7 92,7 114,7 125,3 133,5 Lampiran 11. Rata-rata pertumbuhan lebar tanaman (cm) tiap MST

Lampiran 12. Rata-rata pada angka BWD tiap MST

Perlakuan MST

1 2 3 4 5 6 7 8

Blanko 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 2,8 2,2 2,0

Urea 3,5 4,0 4,0 3,5 3,5 3,3 3,3 3,3

SRF-UK 3,0 3,0 3,0 3,3 3,5 3,2 3,2 3,3

Perlakuan MST

1 2 3 4 5 6 7 8

(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 19 Juli 1991, putra dari Bapak Eddie Sutanto dan Ibu Thio Kiang Kiang. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis mulai menempuh pendidikan formal di SD Kalam Kudus kota Pekanbaru. Setelah lulus SD, penulis melanjutkan ke SMP Santa Maria Pekanbaru dan pada tahun ke-2 berpindah ke SMP Methodist-2 Medan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan SMA ke SMA Methodist-2 Medan. Setelah itu penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTM).

Gambar

Gambar 1, seperti yang dilakukan oleh Suptijah (2012). Tahapannya terdiri dari Proses pembuatan kitosan dilakukan dengan metode seperti diagram pada Kitosan dicuci hingga pH menjadi netral dan dikeringkan
Gambar 2. (a) Pengujian ketahanan pupuk terhadap tetesan akuades dan (b) Pengujian
Gambar 3. Kitosan yang dihasilkan berbentuk serpihan
Gambar 5. (a) Grafik pupuk terhadap ketahanan tumbukan tetesan akuades, (b) pupuk urea
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membatasi kajian pada penampang yang bersifat lentur saja, yakni penampang balok beton bertulang yang memiliki mutu material normal dan dilakukan

Namun lebih jauh dari itu adalah untuk membaca asma dan kemuliaan Allah, membaca teknologi genetika, membaca teknologi komunikasi, dan membaca segala yang belum

Kegiatan selanjutnya secara terencana meliputi : (a) Sosialisasi Program Pengabdian Masyarakat khususnya ikon desa “lele” kepada msyarakat desa Senggowar,

Menurut JJ Spilance dalam (Sabtimarlia, 2013) terdapat peranan dari pariwisata dalam pembangunan yaitu segi ekonomi menjadi peningkatan devisa, segi sosial pembuka

 Bagi MAF, Fasilitas secara umum bisa diartikan sebagai berbagai peralatan pelengkap yang tertempel pada infrastruktur untuk mendukung berfungsinya

Tidak terdapat perbedaan abnormal return dan trading volume activity sebelum dan sesudah peristiwa bencana banjir di Jakarta baik tahun 2007 dan 2013. Hal

Berdasarkan rangkaian perangkat perangkat konseptual tersebut, penelitian ini menggunakan etnomusikologi musik sebagai pendekatan utamannya dengan fokus kajian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mana dari keterbatasan tersebut bisa menjadi acuan peneliti selanjutnya untuk bereksperimen yaitu hasil penelitian