• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI

PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

RIZKY ALIFIA WINDARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi mengenai Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek adalah karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

ABSTRAK

RIZKY ALIFIA WINDARI. Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek. Dibimbing oleh RATNA WINANDI.

Pupuk merupakan input produksi yang mampu mengoptimalkan hasil produksi pertanian. Penggunaan pupuk menjadi kebutuhan utama bagi petani, sehingga perlu ditunjang oleh sistem distribusi yang dijalankan produsen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi dan menganalisis efisiensi distribusi pupuk bersubsidi di tingkat distributor ke pengecer. Pengolahan data dilakukan dengan model transportasi menggunakan Software POM. Hasil analisis sistem distribusi menunjukkan mekanisme distribusi yang dijalankan sesuai dengan SOP penyaluran pupuk bersubsidi. Jumlah penyaluran pupuk di Karawang sesuai dengan jumlah kebutuhan sehingga tidak menyebabkan peningkatan harga di atas HET. Namun, dalam beberapa kondisi pengecer menjual di atas HET karena pembelian eceran, pengantaran pupuk ke petani dan pembelian kredit di luar ketentuan pemerintah. Berdasarkan analisis efsiensi distribusi diperoleh nilai optimal cost sebesar Rp 1 693 506 000, sedangkan biaya total berdasarkan pola distribusi sebesar Rp 1 745 020 000 dan selisih nilai optimal hanya sebesar tiga persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penyaluran di tingkat distributor ke kios penyecer tidak menyebabkan terjadinya kekurangan jumlah pupuk dan peningkatan harga di atas HET. Adapun peningkatan harga terjadi di tingkat pengecer.

Kata Kunci: efisiensi, model transportasi, pupuk bersubsidi

ABSTRACT

RIZKY Alifia WINDARI. Analysis of Subsidized Fertilizer Distribution System PT Pupuk Kujang Cikampek. Supervised by RATNA WINANDI.

Fertilizer is the input which can optimize the production of agricultural. The use of fertilizers become the main requirement for farmers, so it needs supported by the distribution system run of producer. The purpose of this study was to analyze the distribution system and analyzed the efficiency of the distribution conducted by distributor to retailer. Data processed by transportation model used Software POM. The results of analysis distribution system, showed the mechanism of distribution in accordance with SOP. Volume of distribution fertilizer in Karawang according of demand and the increase price above HET isn’t occur. But , in other condition a retailer sell above HET because the purchase of retail, delivery fertilizer to farmers and credit outside the government regulation. Analyzed of the efficiency distribution showed optimal cost amount Rp 1 693 506 000, whereas total cost of current system amount Rp 1 745 020 000 the difference is only three percent. The result showed that the distribution by distributor to retailer doesn’t occur of fertilizers and the increase price above HET. As for the increase occured at the retailer level.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI

PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

RIZKY ALIFIA WINDARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek

Nama : Rizky Alifia Windari NIM : H34134042

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi, MS Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2015 ini berjudul Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang Cikampek.

Berkat bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, serta bimbingan sehingga penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, serta kepada Dr Amzul Rifin, SP. MM dan Feryanto SP. Msi selaku penguji.. Terimakasih kepada Dr Ir Anna Fariyanti, Msi selaku pembimbing akademik dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku Ketua Program Sarjana Alih Jenis yang telah memberikan arahan dan dukungan. Dan kepada PT Pupuk Kujang Cikampek, distributor dan pengecer yang telah mengijinkan Penulis untuk melakukan Riset Data.

Karya ilmiah ini Penulis sampaikan kepada kedua orang tua Ayahanda Asep Dudi Sudiana dan Ibunda Darmi, serta adik Rifqi Mochamad Taufik yang telah menyayangi, mendidik, memberikan dukungan baik moril maupun materiil dan selalu memberikan do’anya. Selain itu, ungkapan terimakasih Penulis ucapkan kepada teman-teman Alih Jenis Agribisnis yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi ini. Serta, semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah. Jika terdapat kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan dalam penulisan ini, Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi 8

Sistem Distribusi Pupuk Berubsidi 9

Efisiensi Distribusi Pupuk Bersubsidi 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Analisis Data 21

Definisi dan Batasan Operasional 28

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN DISTRIBUTOR 28

Sejarah dan Perkembangan PT Pupuk Kujang 28

Organisasi PT Pupuk Kujang 30

Profil Karyawan PT Pupuk Kujang 31

Manajemen Distribusi dan Sistem Penjualan Pupuk Bersubsidi 32 Gambaran Umum Distributor Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi 34

Mekanisme Distribusi Pupuk Bersubsidi 36

Analisis Volume Distribusi 39

Analisis Efisiensi Distribusi dengan Model Transportasi 42

SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 54

RIWAYAT HIDUP 62

DAFTAR TABEL

(10)

3 Konsumsi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014 3 4 Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat Tahun 2015 (Ton) 6

5 Tabel Matriks Perumusan Model Transportasi 18

6 Matriks Awal Minimisasi Biaya Transportasi 26

7 Daftar Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik PT Pupuk Kujang 29 8 Daftar Responden Distributor Pupuk Bersubsidi 33 9 Total Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang di

Tingkat Distributor dan Pengecer 40

10 Nilai Tebus Distributor dan Pengecer, Harga Eceran Tertinggi dan

Jumlah Minimal Pembelian Pupuk Bersubsidi 41

11 Jumlah Penyaluran Distributor Pupuk Bersubsidi 42 12 Jumlah Total Permintaan Pupuk Bersubsidi Tingkat Kecamatan 43 13 Biaya Distribusi dari Distributor ke Pengecer (Rupiah per Kilogram per

Kilometer) 44

14 Hasil Analisis Sensitivitas Optimalisasi Distribusi 48 15 Jumlah Kebutuhan Pupuk Urea, Npk dan Organik Provinsi Tahun 2015 54 16 Data Alokasi dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk

Kujang di Wilayah Jawa Barat Bulan Januari Hingga Agustus 2015 55 17 Matriks Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang 58

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Operasional Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi 19 2 Diagram Pola Distribusi Berdasarkan Wilayah Tanggung Jawab 24 3 Diagram Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang 25 4 Prosedur Mekanisme Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang 37 5 Mekanisme Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang 38 6 Struktur Organisasi Departemen Pemasaran PT Pupuk Kujang 56 7 Pola Rayonisasi Penyaluran Pupuk di Karawang 57

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah Kebutuhan Pupuk Urea, NPK dan Organik per Provinsi Tahun

2015 54

2 Data Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang di Jawa Barat

Bulan Januari hingga Agustus 2015 55

3 Struktur Organisasi Departemen Pemasaran PT Pupuk Kujang 56 4 Persyaratan Menjadi Distributor dan Kios Pengecer Resmi PT Pupuk

Kujang 56

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional tidak terlepas dari peranan sektor pertanian. Peningkatan kinerja pada sektor pertanian terus dilakukan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dalam penyediaan kebutuhan beras nasional. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah pupuk. Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menentukan keberlangsungan usahatani. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman. (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2011).

Pupuk merupakan input produksi yang mampu mengoptimalkan hasil produksi pertanian. Estiaty et al (2006) menyatakan bahwa penambahan pupuk ke dalam tanah sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman yang tidak dapat dipenuhi oleh tanah. Oleh karena itu, pupuk menjadi input produksi pertanian yang utama untuk memperoleh hasil yang optimal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 130 menyatakan bahwa pupuk dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan biologi yang merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Sedangkan pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan atau bagian hewan dan limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Kementrian Pertanian 2014).

Hendrawan et al (2011) menyatakan bahwa pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menentukan produksi dan produktifitas. Oleh karena itu, ketersediaan pupuk di pasar baik dari segi kualitas, kuantitas dan harga yang terjangkau menjadi salah satu syarat yang harus dijamin oleh pemerintah. Sehingga pemeritah melakukan kebijakan subsidi terhadap pupuk untuk seluruh sektor pertanian dalam menjamin ketersediaan pupuk bagi petani.

Kebijakan pupuk bersubsidi merupakan upaya pemerintah dalam menyediakan sarana produksi pertanian dalam jumlah yang relatif mencukupi dengan harga yang terjangkau di kalangan petani. Hal tersebut diupayakan untuk mendorong petani dalam meningkatkan hasil pertanian serta meningkatkan pendapatan petani. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk telah diterapkan secara komprehensif mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem distribusi dalam menyalurkan pupuk ke petani (Rachman dan Sudaryanto 2010).

(12)

2

Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 untuk menjamin proses penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Peraturan Menteri Perdagangan berisikan penugasan kepada PT Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk untuk bertanggung jawab dalam ketersediaan dan pendistribusian pupuk hingga sampai ke kios pengecer di Lini IV.

Berdasarkan penugasan pemerintah, produksi pupuk bersubsidi nasional dilakukan oleh PT Pupuk Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada lima anak perusahaan pupuk PT Pupuk Indonesia yaitu PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI), PT Petrokimia Gresik (PKG), PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan PT Pupuk Kalimantan Timur yang membentuk sebuah Holding Company menjadi PT Pupuk Indonesia. Produksi kelima pabrik pupuk tersebut wajib memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi dalam pasar domestik dengan kapasitas produksi pupuk pada masing-masing pabrik dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai jumlah kapasitas produksi pupuk oleh PT Pupuk Indonesia.

Tabel 1 Kapasitas Produksi Pupuk oleh PT Pupuk Indonesia

No Pabrik Kapasitas Produksi

(Ton/Tahun) 1 PT Pupuk Sriwidjaja Palembang

- Urea 2 262 000

2 PT Pupuk Kujang Cikampek

- Urea 1 140 000

- NPK Granular I 100 000

3 PT Petrokimia Gresik

- Urea 460 000

- NPK Phonska I 460 000

- NPK Phonska II & III 1 280 000

- NPK Phonska IV 600 000

- NPK I 70 000

- NPK II 100 000

- NPK III & IV 200 000

- NPK Blending 60 000

- Pupuk Phosphate 500 000

- Pupuk ZA 650 000

- Pupuk ZK (KSO4) 10 000

4 PT Pupuk Kalimantan Timur

- Urea 2 980 000

- NPK Pelangi 350 000

5 PT Pupuk Iskandar Muda

- Urea 1 140 000

Sumber: PT Pupuk Indonesia (2015)

(13)

3 Tabel 2 Produksi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014

Jenis Pupuk Tahun (Ton/Tahun)

2010 2011 2012 2013 2014

1. Urea 6 721 947 6 743 422 6 907 237 6 698 349 6 742 366 2. Fosfat/SP-36 636 207 441 223 521 486 517 757 400 508 3. ZA/AS 792 917 816 377 812 123 827 225 816 001 4. NPK 1 853 172 2 213 491 2 893 868 2 528 347 2 715 098 5. Organik 260 705 341 476 761 657 787 516 580 120 Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015).

Berdasarkan data produksi pupuk di Indoensia, secara umum relatif terjadi peningkatan jumlah produksi untuk pupuk Urea dan NPK. Sedangkan untuk pupuk Fosfat/SP-36, ZA/AS dan Organik relatif berfluktuasi, berdasarkan keterangan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015) menyatakan bahwa jenis pupuk Fosfat/SP-36 dan ZA/AS berbahan dasar zat kimia yang berasal dari luar negeri (impor), sehingga produksi kedua pupuk tersebut sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku serta kondisi ekonomi yang sedang terjadi. Sedangkan pupuk Organik masih terkendala teknologi. Peningkatan jumlah produksi terus dilakukan, hal tersebut didorong dengan terus meningkatnya kebutuhan pupuk dalam negeri baik pupuk anorganik maupun pupuk organik di kalangan petani. Data jumlah konsumsi pupuk di Indonesia secara umum terjadi peningkatan jumlah konsumsi pupuk dalam negeri seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Konsumsi Pupuk di Indonesia Tahun 2010 – 2014

Jenis Pupuk Tahun (Ton/Tahun)

2010 2011 2012 2013 2014

1. Urea 5 717 512 5 744 731 5 546 892 5 216 797 5 589 484 2. Fosfat/SP-36 634 883 723 177 858 719 830 638 798 816 3. ZA/AS 739 198 969 344 1 051 281 1 106 362 1 011 141 4. NPK 1 804 413 2 124 474 2 478 399 2 443 456 2 672 052 5. Organik 235 455 386 063 742 198 766 691 753 761 Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2015).

Berdasarkan data konsumsi pupuk di Indonesia untuk kebutuhan pupuk Urea dan NPK jumlah produksi pupuk tersebut lebih tinggi dari jumlah konsumsi. Hal tersebut karena kapasitas produksi yang dimiliki PT Pupuk Indonesia untuk Urea dan NPK cukup tinggi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan untuk pupuk Fosfat/SP-36, ZA/AS dan Organik jumlah konsumsinya lebih besar dari jumlah produksi dalam negeri. Sehingga kebutuhan pupuk tersebut masih mengandalkan impor pupuk untuk mencukupi kebutuhan pupuk tersebut (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia 2015).

(14)

4

dioptimalkan. Berdasarkan jumlah kebutuhan pupuk yang ditetapkan Menteri Pertanian untuk Tahun 2015 (dapat dilihat pada Lampiran 1), Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan kebutuhan pupuk yang cukup tinggi. Hal tersebut mendorong produsen pupuk yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan pupuk di Jawa Barat untuk berupaya menjamin pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah tersebut.

Berdasarkan surat penugasan dari PT Pupuk Indonesia Holding Company No. U-1308/A00000.UM/2012 tanggal 8 Oktober 2012 perihal wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi, seluruh wilayah Jawa Barat merupakan tanggung jawab PT Pupuk Kujang. Perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat ini memiliki dua unit pabrik pupuk urea dengan kapasitas produksi sebanyak 1 140 000 Ton urea per tahun dan pupuk NPK Granular I sebanyak 100 000 Ton per tahun. Selain memproduksi pupuk anorganik, PT Pupuk Kujang juga memproduksi pupuk organik sebanyak 120 000 Ton per tahun (PT Pupuk Kujang 2015).

PT Pupuk Kujang bertanggung jawab dalam menjamin pengadaan dan ketersediaan stok pupuk bersubsidi di seluruh wilayah Jawa Barat untuk sektor pertanian mulai dari Lini II sampai Lini IV. Penentukan jumlah alokasi pupuk sesuai wilayah ditetapkan oleh Gubernur dan Walikota setempat kemudian diajukan kepada Kementerian Pertanian dan ditetapkan ke dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pengadaan pupuk bersubsidi dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan sesuai RDKK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian.

Pupuk bersubsidi Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 130 adalah pupuk yang merupakan barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan kelompok tani dan petani di sektor pertanian. Sistem distribusi pupuk bersubsidi diatur melalui sistem rayonisasi, dimana setiap produsen bertanggung jawab memenuhi permintaan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya mulai dari Lini II sampai Lini IV (Kementrian Pertanian 2014).

Pola Rayonisasi ditetapkan supaya wilayah yang ditunjuk dapat terpenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi dengan HET yang telah ditentukan. Bila produsen memasarkan pupuk di luar wilayah tanggung jawabnya maka kebutuhan pupuk menjadi tidak terjamin. Hal tersebut memicu terjadinya kekurangan pupuk bersubsidi di wilayah tersebut dan kekurangan tersebut akan dipenuhi oleh produsen lainnya meskipun jaraknya cukup jauh, sehingga harga yang diterima petani menjadi lebih mahal (Rini 2006).

Penyaluran pupuk bersubsidi harus tepat sasaran sesuai alokasi kebutuhan dan HET yang telah ditetapkan. Sistem distribusi yang dijalankan dalam penyaluran pupuk bersubsidi sangat mempengaruhi tersalurnya pupuk bersubsidi ke petani sesuai dengan jumlah dan HET. Selain itu, pengawasan dan pemantauan pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini II sampai Lini IV menjadi kewajiban produsen pupuk dan di tingkat daerah menjadi tanggung jawab gubernur/bupati/walikota melalui Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) provinsi/kabupaten/kota.

(15)

5 sektor pertanian. Lemahnya sistem distribusi pupuk bersubsidi dapat menyebabkan terjadinya kekurangan jumlah pupuk atau penyimpangan dari sasaran (petani/kelompok tani). Apabila terjadi gangguan pada sistem distribusi dapat menyebabkan petani kesulitan memperoleh pupuk. Kelangkaan pupuk di tingkat petani bukan disebabkan kurangnya jumlah produksi pupuk melainkan disebabkan karena lemahnya sistem distribusi. Demikian pula masalah-masalah lain dalam penyaluran, penyimpanan dan pemasaran pupuk bersubsidi disebabkan karena sistem distribusi yang belum terkoordinasi dengan baik.

Peran lembaga distribusi yang terlibat dalam penyaluran pupuk bersubsidi menentukan keberhasilan produsen pupuk dan pemerintah dalam menyediakan dan menjamin ketersediaan pupuk dengan baik. Oleh karena itu, pentingnya sistem distribusi pupuk yang efisien sehingga ketersediaan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan petani sesuai dengan jumlah dan harga yang diharapkan dapat dinikmati petani.

Perumusan Masalah

Distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk wilayah Jawa Barat. Sistem distribusi yang dijalankan mengacu pada aturan distribusi yang ditetapkan pemerintah untuk menunjang kegiatan pertanian dalam menyediakan sarana produksi pertanian. Distribusi pupuk bersubsidi melalui beberapa Lini distribusi mulai dari Lini II hingga Lini IV. Lini II adalah gudang produsen pupuk PT Pupuk Kujang, pada Lini III yaitu gudang penyangga di tingkat kabupaten dan kota. Lini IV merupakan gudang pengecer di tingkat kecamatan. Distributor pupuk bersubsidi ditentukan oleh produsen pupuk secara resmi, sedangkan kios pengecer ditentukan oleh distributor pada wilayah kewenangannya.

Berdasarkan kondisi geografis wilayah Jawa Barat dan sentra produksi pertanian yang menyebar, mendorong PT Pupuk Kujang berupaya untuk tetap menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah dan HET. Produsen menerapkan sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi dengan menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang dibuat oleh kelompok-kelompok tani sebagai dasar penebusan pupuk ke kios-kios resmi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin distribusi pupuk bersubsidi dan mencegah terjadinya penyimpangan penyaluran di lapangan, (Pupuk Indonesia, 2015). Namun, menurut Hendrawan et al (2011) berdasarkan kenyataan dilapangan, dalam mendapatkan pupuk bersubsudi, petani masih menghadapi beberapa masalah antara lain: terjadinya kelangkaan pupuk akibat kurangnya jumlah pupuk yang tersalurkan dan harga pupuk diatas HET.

(16)

6

sepenuhnya merupakan tanggung jawab PT Pupuk Kujang. Berikut data Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4:

Tabel 4 Rekap Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Jawa Barat Tahun 2015 (Ton)

Sumber: PT Pupuk Kujang (2015)

Berdasarkan data tersebut, diketahui masih adanya kekurangan jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan di bawah jumlah kebutuhan pupuk untuk wilayah Jawa Barat. Seperti yang terjadi di Kabupaten Indramayu, Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu (2015) menyatakan bahwa terjadi kekurangan pupuk bersubsidi yang diterima petani jika dibandingkan dengan jumlah alokasi pupuk yang telah ditetapkan dalam RDKK untuk Kabupaten Indramayu1.

Selain Kabupaten Indramayu, beberapa Kabupaten lainnya juga mengalami kekurangan pupuk berusbsidi yang dapat dilihat pada Lampiran 2, mengenai data Alokasi dan Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang pada setiap Kabupaten dan Kota di Jawa Barat bulan Januari hingga September 2015. Berdasarkan hasil rekap tersebut, jumlah Realisasi pupuk pada setiap Kabupaten di Jawa Barat masih di bawah Alokasi kebutuhan pupuk. Sehingga dalam mencukupi kebutuhan pupuk, petani harus membeli pupuk dengan harga non subsidi atau membeli pupuk bersubsidi dengan harga di atas HET.

Rini (2006) menyatakan bahwa kenaikan harga pupuk yang terjadi akibat kekurangan jumlah pupuk yang diterima kios pengecer, memicu kios membeli pupuk ke distributor lain meskipun jaraknya lebih jauh dari distributor yang biasa menjadi langganannya. Sehingga biaya distribusi menjadi lebih mahal dan harga yang diterima kios pengecer lebih tinggi menyebabkan kios menjual dengan harga yang lebih tinggi ke petani. Adanya kekurangan terhadap kebutuhan pupuk bersubsidi dikalangan petani diduga dapat menyebabkan harga pupuk bersubsidi melonjak dari HET yang ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan Permentan RI Nomor 130 Tahun 2014, HET pupuk bersubsidi yang ditetapkan untuk pupuk Urea sebesar Rp 1 800 per kilogram, pupuk NPK sebesar Rp 2 300 per kilogram dan pupuk Organik sebesar Rp 500 per kilogram, dengan pembelian kemasan 50 kilogram untuk Urea dan NPK serta 40 kilogram untuk pupuk Organik. Namun, petani masih mendapatkan harga pupuk bersubsidi di atas HET yang telah ditentukan pemerintah.

Menurut keterangan petani Desa Cikanca yang dikutip dalam Radar Cianjur Online (2015), mengatakan bahwa harga pupuk bersubsidi jenis Urea di kios pupuk resmi mencapai harga Rp 110 000 per 50 kilogram atau sebesar Rp 2 200 per kilogram2 yang seharusnya harga pupuk Urea yaitu Rp 1 800 per kilogram. Selain di Cianjur, lonjakan harga pupuk juga terjadi di Kabupaten Subang dan Karawang. Menurut keterangan petani di Kabupaten Subang yang dikutip dalam

1

Muhammad Ashari. Januari 2015. http://www.pikiran-rakyat.com/node/312236 . [29/08/2015] 2

Harga Pupuk Langkahi Aturan Menteri. Agustus 2015. http://pojokjabar.id. [29 Agustus 2015]. Jenis Pupuk Januari – September Presentase Realisasi

(%) Alokasi Realisasi

Urea 408 031 360 537 88.36

NPK 66 805 35 266 52.78

(17)

7 Tempo Online (2015), menyatakan bahwa harga pupuk yang diterima petani di Kabupaten Subang untuk pupuk Urea sebesar Rp 230 000 per kwintalnya atau sebesar Rp 2 300 per kilogram3. Sedangkan Kepala UPTD Pertanian Jatisari (2015), menyatakan bahwa petani di wilayah Jatisari membeli pupuk urea dengan harga antara Rp 230 000 hingga Rp 250 000 per kwintalnya4. Penjualan pupuk bersubsidi dengan harga di atas HET yang ditetapkan pemerintah telah bertentangan dengan ketentuan HET pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan.

Kariyasa dan Yusdja (2006) mengemukakan bahwa fakta dilapangan menunjukkan kasus kelangkaan pupuk merupakan fenomena yang berulang-ulang setiap tahunnya sehingga memicu lonjakan harga pupuk di tingkat petani diatas HET. Sedangkan jumlah produksi pupuk oleh para produsen pupuk selalu diatas kebutuhan pupuk domestik. Hal tersebut disebabkan karena adanya penyimpangan maupun masalah yang dihadapi oleh distributor dalam menyalurkan pupuk bersubsidi.

Distribusi merupakan suatu proses kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk mempermudah kegiatan penyaluran barang dari produsen ke konsumen (Tjiptono 2008). Distribusi meruakan usaha-usaha yang dilakukan produsen dan lembaga pemasaran untuk menjamin ketersediaa produk bagi pasar sasaran pada saat yang dibutuhkan (Suharno 2009). Sistem distribusi yang dilakukan produsen pupuk menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penyaluran pupuk bersubsidi yang sesuai dengan jumlah dan HET yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian permasalahan dalam sistem distrisbusi pupuk bersubsidi, diduga adanya peran lembaga distribusi yang bertugas dalam penyalurkan pupuk dapat menentukan keberhasilan penyaluran pupuk, baik dari gudang Lini III ke kios pengecer maupun kios pengecer ke petani. Masalah yang dihadapi distributor baik dalam jangkauan jarak yang menyebabkan perbedaan biaya distribusi, infrastruktur jalan maupun keterbatasan fasilitas yang dimiliki distributor dalam menyalurkan pupuk ke kios pengecer. Sehingga perlu diamati sistem distribusi yang dijalankan PT Pupuk Kujang dan peran lembaga distribusi dalam menyalurkan pupuk bersubsidi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap sistem distribusi pupuk dari produsen hingga ke kios pengecer dan peran lembaga distribusi dalam menjalankan fungsinya. Sehingga dapat diketahui apakah sistem distribusi pupuk bersubsidi yang dijalankan sesuai dengan peraturan pemerintah dalam menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi maupun HET, sebagaimana tujuan subsidi pupuk yang diberikan pemerintah untuk mendukung kegiatan pertanian. Berdasarkan uraian tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang?

2. Bagaimana efisiensi distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang pada Lini III dan Lini IV?

3. Apa penyebab harga pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi?

3

Harga Pupuk Bersubsidi Tembus Rp 230 Ribu. Januari 2015. http://nasional.tempo.co. [26 Juli 2015].

4

(18)

8

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang.

2. Menganalisis tingkat efisiensi distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang pada Lini III dan Lini IV

3. Menganalisis penyebab harga pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi mengenai sistem distribusi pupuk bersubsidi, seperti yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian. Terutama bagi pihak instansi terkait yaitu PT Pupuk Kujang Cikampek dalam rangka mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penyaluran pupuk bersubsidi serta perbaikan terhadap sistem distribusi yang telah dilakukan

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Pupuk Kujang Cikampek yang beralamat di Jl. Jend. A. Yani No 39, Karawang, Jawa Barat 41373. Pemilihan tempat penelitian secara sengaja (purposive) dengan kriteria bahwa PT Pupuk Kujang sebagai produsen pupuk yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan pupuk bersubsidi untuk wilayah Jawa Barat, dimana Jawa Barat merupakan salah satu provinsi sentra produksi pertanian dengan permintaan kebutuhan pupuk yang cukup tinggi. Berdasarkan pemasalahan dan tujuan penelitian aspek yang dianalisis dalam penelitian ini mecakup seluruh aspek yang berpengaruh terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini terdiri dari: (1) Analisis sistem distribusi yang dilakukan langsung di perusahaan produsen pupuk bersubsidi yaitu PT Pupuk Kujang; (2) Analisis dilakukan terbatas pada satu kabupaten dengan kebutuhan pupuk terbanyak yaitu Kabupaten Karawang; dan (3) Analisis efisiensi distribusi dilakukan terbatas pada Lini III dan Lini IV.

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Distribusi Pupuk Bersubsidi

(19)

9 bersubsidi merupakan lembaga resmi yang ditunjuk produsen pupuk bersubsidi sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditentukan produsen pupuk. Lembaga distribusi dalam penyaluran pupuk bersubsidi yaitu distributor di tingkat kabupaten dan pengecer di tingkat kecamatan.

Lembaga distribusi yang terbentuk dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi adalah lembaga resmi yang berbadan hukum dan memiliki surat ijin secara resmi sebagai penyalur pupuk bersubsidi. Distributor di tingkat kabupaten ditentukan oleh produsen pupuk tersebut sesuai dengan kriteria yang ditentukan produsen pupuk. Sedangkan kios pengecer ditentukan oleh distributor pada wilayah tanggung jawabnya. Jumlah lembaga distribusi cenderung tetap dengan tanggung jawab wilayah sesui aturan rayonisasi yang ditetapkan pemerintah dan produsen pupuk.

Burhan et al (2011) mengemukakan bahwa konsentrasi pembeli dan penjual didesain berdasarkan wilayah tanggung jawab kabupaten dan kecamatan. Di tingkat pengecer masih memberi peluang membeli pada pengecer tertentu, sehingga masih memungkinkan terjadi perebutan konsumen antar pengecer. Secara umum distribusi informasi pasar relatif sama diantara pelaku pasar tetapi masih terdapat ketidak adilan distribusi informasi yang diterima disebabkan ada peluang asymmetric information antar level lembagadistribusi.

Safitri (2002) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa lembaga distribusi yang terbentuk dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi merupakan lembaga yang ditunjuk oleh produsen dan dalam pelaksanaan tanggung jawabnya diatur dalam Surat Perjanjian Jual-Beli (SPJB) yang mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan tetang Penyaluran Pupuk Bersubsidi, sehingga lembaga distribusi pupuk bersubsidi yang terbentuk berbeda dengan lembaga pemasaran komoditas pertanian. Menurut Sirait (2008) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa lembaga distribusi pupuk bersubsidi melakukan tujuh fungsi distribusi yaitu pembelian, penjulan, penyimpanan, transportasim pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar.

Setiap saluran distribusi yang terbentuk akan memberikan keuntungan yang berbeda kepada masing-masing lembaga distribusi yang terlibat dalam kegiatan penyaluran pupuk tersebut. Proses penyaluran pupuk yang dilakukan produsen atau industri berbeda dengan proses produk pertanian. Hal tersebut karena dalam proses menyalurkan pupuk berusbsidi, lembaga distribusi hanya menjalankan fungsinya dalam mendistribusikan produk tanpa melakukan kegiatan penambahan nilai pada produk (Limbong dan Sitorus 1987).

Muhammad (2014) dan Heriyanto (2006) membuktikan dalam penelitiannya mengenai distribusi pupuk bahwa setiap sistem distribusi akan membentuk saluran yang berbeda-beda dan menghasilkan tingkat keuntungan yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi seberapa baik lembaga distribusi yang terlibat dalam penyaluran pupuk bersubsidi, serta faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan yang dilakukan dalam saluran distribusi.

Sistem Distribusi Pupuk Berubsidi

(20)

10

(2002) mengemukakan bahwa distribusi mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan dan dengan memperoleh produk final dari tempat produksi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan memperoleh keuntungan. Sedangkan tujuan distribusi adalah membawa barang dalam jumlah tepat, pada waktu yang tepat dan biaya serendah mungkin. Distribusi penting untuk alasan-alasan biaya, menjaga kesetiaan konsumen dan berbagai kaitan lain dari fungsi-fungsi distribusi terhadap perusahaan (Firdaus 2008).

Sistem distribusi pupuk bersubsidi di Indonesia diatur berdasarkan Peraturan Menteri mengenai Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pengaturan sistem distribusi pupuk dengan harapan supaya petani dapat memperoleh pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan harga yang sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Keberhasilan dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi salah satunya dapat dilihat adanya kesesuaian antara rencana penyaluran dengan realisasi.

Proses distribusi pupuk bersubsidi masih mengalami beberapa kendala sehingga distribusi pupuk yang sesuai dengan jumlah kebutuhan dan HET belum tercapai. Beberapa masalah dalam menyalurkan pupuk besubsdi antara lain: (1) besarnya biaya transportasi yang dikeluarkan lembaga distribusi berbeda-beda sesuai dengan jarak antar gudang. Hal ini menyebabkan harga jual lembaga distribusi sulit mencapai atau sama dengan HET yang ditetapkan; (2) kedatangan pupuk bersubsidi yang tidak tepat waktu dari distributor kabupaten ke pengecer; (3) jumlah pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan; (4) belum tepat harga; dan (5) adanya penyusutan bongkar muat dan pendistribuasian pupuk. Penyusutan tersebut menyebabkan jumlah pupuk yang sampai ke pengecer lebih sedikit dibanding jumlah yang di beli dari gudang distributor (Kariyasa dan Yusdja 2006).

Fitriana (2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa sejumlah permasalah yang dihadapi dalam distribusi pupuk bersubsdi adalah besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, pendistribusian pupuk yang belum sesuai dengan prinsip enam tepat terutama belum tepat waktu, tepat jumlah dan tepat harga serta adanya biaya penyusutan akibat proses bongkar muat pupuk saat distribusi pupuk berlangsung, serta infrastruktur dan keterbatasan fasilitas masih menjadi kendala yang dihadapi penyalur di Lini IV.

(21)

11 Efisiensi Distribusi Pupuk Bersubsidi

Kinerja produsen pupuk bersubsidi dalam menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan kebutuhan dan HET sangat berhubungan dengan pembiayaan dalam proses penyaluran yang dilakukan oleh distributor, terutama biaya pengangkutan dan transportasi. Adanya biaya distribusi yang berbeda antar lembaga distribusi dapat menyebabkan adanya tindakan menaikan harga pupuk bersusbidi diatas Harga Eceran Tertinggi yang telah ditetapkan. Jarak dan jangkauan wilayah yang menjadi tanggung jawab lembaga distribusi berbeda-beda antar lembaga distribusi sehingga memicu lembaga distribusi menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan yang memadai. Sirait (2008) membuktikan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa adanya perbedaan biaya distribusi pada masing-masing lembaga distribusi mengakibatkan harga yang diterima petani tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Fitriana (2008) mengemukakan bahwa biaya distribusi yang dikeluarkan oleh lembaga distribusi berbeda-beda sesuai dengan jarak yang ditempuh antar gudang distributor. Distributor mengeluhkan besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk mengangkut pupuk dari gudang Lini pembelian ke gudang mereka, terlebih adanya kenaikan bahan bakar. Hal tersbeut menyebabkan lembaga distribusi sulit mencapai harga yang sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Sehingga menyebabkan harga jual lembaga distribusi diatas harga yang telah ditetapkan. Pendistribusian pupuk yang belum sesuai dengan prinsip enam tepat terutama belum tepat waktu, tepat jumlah dan tepat harga serta adanya biaya penyusutan akibat proses bongkar muat pupuk saat distribusi pupuk berlangsung.

Heriyanto (2006) mengemukakan berdasarkan hasil analisis efisiensi distribusi pupuk urea bersubsidi diketahui bahwa penyaluran pupuk urea bersubsidi belum efisien. Hal tersebut disebabkan karena biaya-biaya distribusi yang dikeluarkan distributor terutama biaya transportasi masih cukup tinggi. Tingginya biaya transportasi karena pada Lini III (Kabupaten) masih banyak yang tidak memiliki gudang penyimpanan, sehingga harga pupuk urea yang diterima petani menjadi lebih tinggi. Burhan et al (2011) menyatakan bahwa kinerja penyaluran pupuk bersubsidi sangat bergantung pada kegiatan penyaluran yang dijalankan oleh lembaga distribusi. Perbedaan biaya penyaluran antar lembaga distribusi memicu adanya peningkatan harga diatas HET yang telah ditetapkan. Hal tersebut dilakukan karena lembaga distribusi yang menginginkan keuntungan yang memadai

Perencanaan selalu digunakan dalam menetapkan jumlah pasokan dan teknologi optimasi untuk menentukan optimalisasi distribusi. Namun, dalam pelaksanaan sistem distribusi masih menemui beberapa kendala sehingga pendistribusian yang optimal masih seringkali tidak mencapai hasil yang optimal (Firdaus 2008). Penentuan optimalisasi distribusi menggunakan model transportasi program linear untuk mengetahui pola distribusi yang optimal. Metode ini bertujuan untuk menentukan minimisasi biaya distribusi yaitu biaya transportasi sehingga dapat diketahui hasil optimal dengan efisiensi distribusinya.

(22)

12

berdasarkan biaya distribusi minimal. Metode yang digunakan adalah Model Transportasi untuk meminimisasi biaya distribusi yang di analisis dengan Linear Programming oleh Software LINDO. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pla distribusi pupuk urea yang optimum memiliki nilai fungsi tujuan Rp6.02 Milyar, sedangkan dengan alokasi yang dilakukan oleh PT Pusri biayanya adalah Rp 7.02 Milyar. Terjadi selisih nilai yang cukup besar menjelaskan bahwa terdapat kekurangan penyaluran pupuk urea sebesar nilai selisih tersebut.

Bestisara (2003) membuktikan dalam penelitiannya mengenai opimalisasi distribusi pupuk urea di wilayah Jawa Barat dengan pengolahan oleh program LINDO. Pada model rasionalisasi permintaan menghasilkan nilai fungsi tujuan (total biaya transportasi) sebesar Rp 1 231 643 000. Biaya distribusi yang dialokasikan PT Pusri tahun 2002 sebesar Rp 156 347 360, sedangkan pemenuhan kebutuhan pupuk dari 20 Kabupaten yang ada di Jawa Barat hanya 60 persen Kabupaten yang permintaannya dapat dipenuhi sedangkan 40 persen Kabupaten lainnya permintaannya tidak terpenuhi. Hasil optimal diperoleh pada iterasi ke-16 menunjukkan adanya slack yag berarti tidak terpenuhinya demand pada wilayah tersebut. Hasil pengolahan model keseimbangan dan solusi optimal distribusi pupuk urea dianalisis dengan model transportasi menunjukkan bahwa pola distribusi pupuk urea yang optimal diperoleh dari hasil iterasi ke-36 dengan nilai fungsi tujuan Rp 1 081 343 000 sedangkan alokasi PT Pusri Rp 1 387 990 360. Selisih biaya distribui perencanaan PT Pusri dan hasil optimal menunjukkan bahwa belum efisiennya sistem distribusi pupuk urea di Jawa Barat.

Yugo (2003) dalam penelitiannya mengenai optimalisasi distribusi pupuk urea di wilayah Jawa Barat, menunjukkan bahwa pola distribusi optimal pupuk Urea di Jawa Barat menghasilkan nilai fungsi tujuan Rp 22.82 Milyar. Berdasarkan hasil optimal diperoleh bahwa pola yang dibuat oleh PT Pupuk Kujang menghasilkan biaya distribusi lebih besar dari pola buatan PT Pusri yang lebih efisien yaitu sekitar 9.23 peren dari total biaya distribusi PT Pupuk Kujang. Analisis optimalisasi distribusi menggunakan Program Linear Model Transportasi dengan pengolahan data oleh Software LINDO.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Pemasaran

(23)

13 produk atau pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan, harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, jasa, untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler 2005).

Pemasaran merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas mengalirkan atau menyalurkan barang-barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. proses kegiatan menyalurkan tersebut memerlukan beberapa fungsi pemasaran yang dikelompokkan menjadi tiga fungsi (Limbong dan Sitorus1987), yaitu :

1. Fungsi Pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar atau memudahkan perpindahan hak miliki dari barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

2. Fungsi Fisik yaitu semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang atau jasa yang menimnulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan.

3. Fungsi Faisilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan memperlancar kegaitan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi strandarisasi dan grading, fungsi penanggulangan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar.

Distribusi

Distribusi merupakan proses pemindahan tempat dan kepemilikan barang yang mencakup juga pengangkutan barang-barang dari tempat asal atau produksi lanjutan ke tempat penjualan. Dalam hal ini, distribusi mencakup berbagai bidang manajemen khususnya seperti penjualan, pengiklanan, keuangan, pengangkutan dan pergudangan (Taff 1994). Sistem distribusi diartikan sebagai rangkaian mata rantai penghubung antara produsen dan konsumen dalam rangka menyalurkan produk atau jasa dari produsen hingga sampai ke konsumen secara efisien dan mudah dijangkau. Sistem distribusi adalah bagian dari totalitas sistem pemasaran dimana saluran distribusi (distribution channel) dipahami sebagai seperangkat organisasi yang memungkinkan produk atau jasa tersedia untuk dibeli oleh konsumen atau bisnis (Hollensen 2010).

Nasruddin (1996) menyatakan bahwa banyak persepsi yang menyamakan distribusi dengan pemasaran, padahal distribusi atau distribusi fisik khususnya adalah merupakan bagian dari pemasaran. Distribusi mencakup semua aktivitas yang terlibat dalam pemindahaan fisik barang dari produsen ke konsumen. Distribusi fisik meliputi pengaliran barang dari supplier ke pelanggan dalam jumlah, jenis waktu dan tempat yang tepat.

Distribusi adalah suatu proses penyimpanan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan dimana barang tersebut diperlukan. Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, terdapat dua aspek penting yang terlibat didalamnya, yaitu : (1) Lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi (Channel of distribution/marketing channel); dan (2) Aktivitas yang menyalurkan arus fisik barang (Physical distribution). Distribusi atau transportasi terkandung makna yakni adanya perpindahan atau aliran barang dari satu tempat ke tempat lain (Prawirosentono 2007).

(24)

14

Namun demikian, apapun istilah yang digunakan konsep dasarnya adalah sama. Menurut Dharmmesta (1997), menyatakan bahwa kegiatan yang ada dalam kegiatan distribusi fisik dapat dibagi ke dalam lima macam yaitu:

1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanannya.

2. Sistem penanganan barang, sistem penanganan barang yang dapat digunakan antara lain: (1) Paletisasi yang merupakan penanganan barang-barang baik itu berupa bahan baku maupun barang jadi dipakai suatu alat yang disebut palet; dan (2) Pengemasan barang-barang yang ditangani ditempatkan dalam suatu kemasan atau peti kemas baik dari logam, kayu, ataupun bahan yang lain. 3. Sistem pengawasan persediaan yang merupakan aktor penting yang lain

dalam sistem distribusi fisik adalah mengadakan pengawasan secara efektif terhadap komposisi dan besarnya persediaan..

4. Prosedur memproses pesanan merupakan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk memproses pesanan antara lain yaitu menyelenggarakan kegiatan kantor secara teratur, membuat barang dengan baik serta menyampaikan kepada pembeli.

5. Pemilihan metode pengangkutan. Dalam hal ini, rute dan rit pengangkutan merupakan faktor yang penting, dan mempunyai hubungan yang erat dengan pasar atau daerah penjualan, serta lokasi persediaannya. Selain itu fasilitas pengangkutan yang ada juga merupakan faktor penentu.

Lembaga Distribusi

Lembaga distribusi adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan kegiatan pemasaran, menyalurkan barang/jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha dengan badan usaha lain. Lembaga distribusi ini timbul karena ada keinginan konsumen untuk produk yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Sudiyono 2002).

Adapun lembaga-lembaga yang menjadi bagian dalam menyalurkan barang atau jasa adalah produsen, perantara dan konsumen akhir. Saluran distribusi dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Penyaluran produk dari produsen ke konsumen memerlukan alur yang dapat memberikan akses terbaik agar produk yang dihasilkan sampai ke tangan konsumen sesuai kriteria keinginan konsumen (Dharmmesta 1997).

Lembaga distribusi melaksanakan sejumlah fungsi saluran distribusi (Kotler 2002). Fungsi adalah pekerjaan atau jabatan yang dilaksanakan, tindakan atau kegiatan perilaku, atau juga dapat berarti kategori bagi aktivitas-aktivitas (Komaruddin 1994). Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa fungsi saluran distribusi adalah aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan anggota saluran distribusi dalam memindahkan barang dari produsen ke konsumen dan menciptakan kegunaan produk tersebut bagi konsumen.

Saluran Distribusi

(25)

15 adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Saluran distribusi merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Dharmmesta dan Irawan 1990).

Peranan saluran distribusi dalam pemasaran tercermin dari biaya distribusi yang besarnya dapat melebihi biaya produksi, biaya promosi, biaya administrasi pemasaran dan biaya-biaya lainnya (Purwadi 2000). Supaya suatu kegiatan penyaluran barang dapat berjalan dengan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai saluran distribusi harus mampu melakukan sejumlah tugas penting, yaitu: Penelitian, Promosi, Kontak, Penyelarasan, Negoisasi, Distribusi fisik, Pembiayaan dan Pengambilan resiko (Dharmmesta dan Irawan 1990). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran distribusi (Limbong dan Sitorus 1987) yaitu: (1) Pertimbangan pasar: siapa konsumen, rumah tangga atau industri, besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli; (2) Pertimbangan barang: berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan; dan (3) Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi: pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya.

Saluran distribusi yang efektif, pastilah dapat lebih menunjang pelaksanaan distribusi yang efektif pula. Meurut Suwarno (2006) menyatakan bahwa saluran distribusi merupakan kunci pelaksanaan kegiatan distribusi yang efektif. Fungsi saluran distribusi yang dijalankan oleh organisasi atau lembaga yang saling bergantung maka dapat diketahui saluran distribusi yang efektif.

Efisiensi Distribusi

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara yaitu pertama, output tetap konstan sedangkan input dikurangi; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga, output meningkat lebih tinggi dibanding peningkatan input; dan keempat, penurunan output lebih rendah dibanding penurunan input (Rahim dan Dwihastuti 2007).

Efisiensi distribusi dapat terjadi yaitu (1) jika biaya distribusi dapat ditekan sehingga keuntungan yang diperoleh dapat lebih tinggi; (2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi; dan (3) tersedianya fasilitas fisik yang mendukung proses pendistribusian (Rahim dan Dwihastuti 2007). Tingkat efisiensi distribusi dapat dihitung dengan perbandingan antara biaya distribusi dengan nilai jual produk yag dipasarkan. Dalam hal ini, tingkat efisiensi distribusi semakin efisien apabila nilai efisiensi distribusinya semakin kecil.

(26)

16

dan mutu. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam distribusi maka biaya distribusi semakin tinggi (Daniel 2002).

Distribusi yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan distribusi tersebut. Meningkatnya efisiensi atau sistem distribusi yang efisien merupakan keinginan atau tujuan dari partisipan pemasaran yaitu petani, perusahaan atau lembaga-lembaga distribusi, konsumen dan masyarakat umum. Salah satu indikator efisiensi distribusi adalah efisiensi teknis (operasional) yaitu merupakan ukuran dari perbandingan (rasio) dari nilai output dengan input (Asmarantaka 2012).

Program Linear

Metode transportasi merupakan bagian dari program linier. Menurut Taha (1993) mendefinisikan bahwa metode transportasi merupakan bentuk khusus dari pemprograman linier. Metode ini digunakan dalam mendistribusikan suatu barang dari daerah penghasil (produsen) ke sejumlah daerah tujuan supaya biaya (pengorbanan) yang dikeluarkan menjadi minimum. Model transportasi merupakan salah satu bentuk khusus atau variasi dari program linier yang di kembangkan khusus untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan transportasi (pengangkutan) dan disribusi produk atau sumber daya dari berbagai sumber (pusat pengadaan, atau titik supply) ke berbagai tujuan (titik permintaan atau pusat pemakaian) yang lebih efisien dalam hal perhitungan. Asumsi dari model ini adalah bahwa biaya transportasi di sebuah rute tertentu adalah proporsional secara langsung dengan jumlah unit yang dikirimkan. Definisi unit transportasi akan bervariasi tergantung pada jenis barang yang dikirimkan.

Persoalan transportasi merupakan masalah pendistribusian suatu barang atau produk dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand, destination) dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. Ciri-ciri khusus persoalan transportasi yaitu : (1) Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu; (2) Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu; (3) Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya sesuai dengan permintaan atau kapasitas sumber; dan (4) Ongkos pengangkutan komoditas dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya tertentu. Data yang dibutuhkan dalam metode transportasi adalah: Level supply pada setiap daerah sumber dan level permintaan pada setiap daerah tujuan untuk kasus pendistribusian barang; jumlah produksi dan jumlah permintaan. Serta biaya transportasi per unit komoditas dari setiap daerah sumber menuju berbagai daerah tujuan pada kasus pendistribusian; biaya produksi (Taha 1993).

(27)

17 untuk mengirimkan produk dari produsen ke sejumlah tujuan. Model ini dapat diperluas secara langsung untuk mencakup situasi-situasi praktis dalam bidang pengendalian mutu, penjadwalan dan penugasan tenaga kerja di antara bidang-bidang lainnya.

Menurut Taylor (1996) menyatakan bahwa model transportasi dirumuskan untuk sekumpulan masalah yang memiliki ciri sebagai berikut: (1) Barang atau produk yang di transportasikan dari sejumlah daerah sumber (n) ke sejumlah daerah tujuan (m) dengan biaya transportasi seminimum mungkin; (2) Setiap daerah sumber (n) dapat menyediakan barang atau produk dalam jumlah tertentu dan setiap daerah tujuan memiliki permintaan terhadap barang atau produk dalam jumlah tertentu pula.

Persoalan transprotasi dapat dirumuskan ke dalam model matematika. Misalkan terdapat sumber (m) yaitu pusat pengadaan dan tujuan (n) yaitu pusat permintaan. Kemudian mengankut produk X dari pusat i (daerah sumber) ke pusat j (daerah tujuan) (i= 1, 2, .... m dan j = 1, 2, .... n) dengan ongkos angkut per unit sebesar C, maka jumlah produk sebesar a di pusat pengadaan dapat diangkut ke pusat permintaan sebanyak b unit (Handoko 1983):

Fungsi Tujuan = Minimalisasi Z =

=1

=1

Dengan syarat batasan-batasan bahwa:

∑ �

=1

= , , … … . . ,

∑ �

=1

= , , … … . . ,

Xij ≥ 0 (i= 1, 2, ...m) (j= 1, 2, ... n) Dimana :

Cij = biaya transportasi per unit dari tempat asal ke i ke tempat tujuan ke-j Xij = menentukan berapa unit yang diangkut dari sumber ke setiap tempat tujuan ai = jumlah unit yang tersedia pada tempat asal ke-i (sumber)

bj = jumlah unit yang diminta oleh tempat tujuan ke-j. m = jumlah daerah sumber

n = jumlah daerah tujuan

Model transportasi dari sebuah jaringan dengan sumber (m) dan tujuan (n). Sebuah sumber dan tujuan diwakili dengan sebuah node busur yang menghubungkan sebuah sumber dengan sebuah tujuan yang mewakil rute pengiriman barang tersebut. Jumlah penawaran di sumber i adalah ai dan permintaan di tujuan j adalah bj. Biaya unit transportasi antara sumber i dan tujuan j adalah Cij.

(28)

18

Ongkos transportasi per unit (Cij) dari sumber dummy ke seluruh tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari sumber dummy tidak terjadi pengiriman. Begitu pula dengan ongkos transportasi per unit dari daerah sumber ke tujuan dummy adalah nol. Sumber ditulis dalam baris-baris dan tujuan dalam kolom-kolom. Tabel tersebut mempunyai kotak bernilai m × n. Biaya transportasi per unit (Cij) dicatat pada kotak kecil di bagian atas setiap kotak. Permintaan dari setiap tujuan terdapat pada baris paling bawah, sementara penawaran setiap sumber dicatat pada kolom paling kanan. Kotak pojok kanan bawah menunjukkan bahwa penawaran sama dengan permintaan (S=D). Variabel Xij pada setiap kotak menunjukkan jumlah barang yang diangkut dari sumber i ke tujuan j (yang akan dicari) (Mulyono 1991).

Masalah transortasi dapat diselesaikan melalui beberapa teknik solusi transportasi. Perumusan model dilakukan terlebih dahulu dalam bentuk tabel transportasi dalam bentuk matriks yangs ecara umum mempunyai bentuk umum seperti pada Tabel 5. Tabel transportasi menunjukkan biaya atau ongkos angkut serta alokasi barang yang diangkut dari titik asal ke titik tujuan.

Tabel 5 Tabel Matriks Perumusan Model Transportasi

M n (Daerah Tujuan) S

1 2 3 4 5 6 7 8

1 X11 C11 X12 C12 X13 C13 X14 C14 X15 C15 X16 C16 X17 C17 X18 C18 a1

2 X21 C21 X22 C22 X23 C23 X24 C24 X25 C25 X26 C26 X27 C27 X28 C28 a2

3 X31 C31 X32 C32 X33 C33 X34 C34 X35 C35 X36 C36 X37 C37 X38 C38 a3

D b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8

Keterangan:

Cij = biaya transportasi per unit dari tempat asal ke i ke tempat tujuan ke-j

Xij = menentukan berapa unit yang diangkut dari Gudang Lini III ke setiap Kios Pengecer tujuan ai = jumlah unit yang tersedia pada tempat asal ke-i (sumber)

bj = jumlah unit yang diminta oleh tempat tujuan ke-j. m = jumlah daerah sumber

n = jumlah daerah tujuan

Berdasarkan perumusan model transportasi dalam bentuk matriks tersebut akan diperoleh hasil solusi optimal distribusi dengan biaya minimum. Pengolahan model transportasi dapat digunakan program linear dengan pengolahan menggunakan Software tertentu yang dapat digunakan dalam mengolah model transportasi (Taha 1993).

Kerangka Pemikiran Operasional

(29)

19 Pemerintah juga mengatur Kebijakan Penyaluran dan Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 130/Permentan/SR.130/11/2014 untuk menjamin tersalurnya pupuk bersubsidi dengan baik. Namun, dalam pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi, petani masih mendapatkan harga pupuk diatas HET dan jumlah yang disalurkan di bawah jumlah kebutuhan pupuk petani. Hal tersebut diduga adanya masalah dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi. Lembaga distribusi mengalami kesulitan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi diduga karena infrastruktur yang belum memadai dan sulitnya menjangkau wilayah pertanian.

Penelitian dilakukan untuk menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang dan mengetahui apakah sistem distribusi yang dilakukan efisien atau tidak. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang, serta menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam sistem penyaluran pupuk subsidi PT Pupuk Kujang, khususnya pada Lini III dan IV.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung efisiensi distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang melalui model transportasi. Analisis efisiensi distribusi dengan model transportasi menggunakan Software POM QM. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka akan diketahui sistem distribusi yang telah berjalan sudah efisien atau belum. Alur kerangka pemikiran operasinal penelitian sistem distribusi pupuk bersubsidi dapat dilihat pada Gambar 1.

Distribusi/Penyaluran Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kujang: 1. harga pupuk bersubsidi diatas HET

2. jumlah realisasi dibawah jumlah kebutuhan pupuk

Diduga ada masalah dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi di Lini III dan Lini IV

Bagaimana sistem distribusi pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang

Analisis kualitatif: 1. Sistem distribusi

2. Identifikasi masalah dalam proses distribusi

Analisis kuantitatif:

Efisiensi distribusi dengan biaya minimal menggunakan Model transportasi

(30)

20

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengenai Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi adalah PT Pupuk Kujang Cikampek yang beralamat di Jl. Jend. A. Yani No 39, Karawang, Jawa Barat 41373. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa PT Pupuk Kujang Cikampek merupakan produsen pupuk bersubsidi yang ditunjuk oleh PT Pupuk Indonesia dalam menjamin ketersediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi jenis Urea, NPK dan Organik untuk seluruh wilayah Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi sentra produski pertanian nasional dengan jumlah permintaan pupuk yang cukup tinggi. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian, wawancara langsung dengan perusahaan produsen dan lembaga distribusi yang terlibat (distributor dan pengecer) serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi dengan panduan kuesioner. Hasil wawancara merupakan informasi yang disampaikan oleh pihak yang berwenang dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi di PT Pupuk Kujang.

Data sekunder diperoleh melalui laporan tahunan tertulis atau hasil rekapitulasi lembaga yang terkait dalam penelitian ini, serta melakukan studi literatur dengan mengumpulkan literatur-literatur yang relevan mengenai sistem distribusi sebagai keterangan penunjang. Studi literatur yang dilakukan dengan membaca informasi pada buku, majalah, internet, jurnal, artikel ilmiah, skripsi, tesis, serta data dinas atau instansi terkait yang berkaitan dengan topik penelitian seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bogor, Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia dan instansi lain yang dapat mendukung ketersediaan data penelitian.

Metode Pengumpulan Data

(31)

21 PT Pupuk Kujang, lembaga distribusi yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi yaitu distributor dan pengecer resmi PT Pupuk Kujang.

Pengambilan data dilakukan dengan memilih sampel wilayah kabupaten dengan kebutuhan pupuk terbanyak di Jawa Barat yaitu Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil rekapitulasi penyaluran pupuk PT Pupuk Kujang total kebutuhan pupuk Kabupaten Karawang hingga bulan September 2015 untuk jenis Urea, NPK dan Organik sebesar 59 246 Ton. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Karawang merupakan Kabupaten dengan kebutuhan pupuk terbanyak di wilayah Jawa Barat.

Lembaga distribusi di tingkat distributor adalah seluruh distributor yang bertanggung jawab dalam menyalurkan pupuk ke wilayah Kabupaten Karawang. Berdasarkan informasi dari PT Pupuk Kujang diketahui ada 12 distributor yang bertanggung jawab terhadap penyaluran pupuk ke wilayah Kabupaten Karawang. Masing-masing distributor bertanggung jawab menyalurkan pupuk bersubsidi ke kios pengecer di masing-masing kecamatan yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Setiap distributor memiliki wilayah tanggung jawab yang berbeda-beda dan pola distribusi ditetapkan oleh PT Pupuk Kujang. Pemilihan responden kios pengecer berdasarkan kios pengecer dengan jumlah pembelian terbanyak pada masing-masing wilayah kecamatan atau desa yang menjadi tanggung jawab distributor dan merupakan rekomendasi dari distributor berdasarkan volume pembelian, diketahui ada 30 kecamatan atau desa di wilayah Kabupaten Karawang.

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara terhadap pihak terkait. Wawacara dilakukan dengan pihak yang berwenang terhadap penjualan pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang yaitu Departemen Penjualan Public Service Obligation (PSO). Wawancara juga dilakukan dengan Distributor dan Kios Pengecer yang menjadi responden penelitian. Penelitian ini dilakukan terbatas dari Lini II yang merupakan perusahaan produsen hingga Lini IV yang merupakan Kios Pengecer. Pengambilan data sekunder dengan melakukan rekapitulasi data yang diperoleh dari perusahaan PT Pupuk Kujang maupun laporan tertulis PT Pupuk Kujang.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap keadaan sistem distribusi dari Lini II hingga Lini IV, serta mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam proses penyaluran pupuk bersubsidi. Analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis margin biaya distribusi, presentasi biaya distribusi yang dikeluarkan oleh Lini distribusi pupuk bersubsidi, serta perhitungan efisiensi distribusi.

(32)

22

mengevaluasi data dan informasi yang ada; dan (iii) Pengolahan data dan interprestasi data.

Data yang diperoleh mengenai sistem distribusi pupuk bersubsidi dapat menjawab tujuan mengenai sistem distribusi yang dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif tentang sistem dan mekanisme disribusi pupuk bersubsidi dan volume distribusi yang dijelaskan berdasarkan data penyaluran yang dilakukan masing-masing lembaga distribusi. Selain itu, sistem distribusi menjelaskan mekanisme harga dan tingkat keuntungan masing-masing lembaga distribusi. Analisis efisiensi distribusi pupuk bersubsidi digunakan data kuantitatif dan pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan komputer Software Microsoft Excel dan Software POM QM untuk mengolah data menggunakan model transportasi dengan menghitung biaya distribusi dan jumlah untuk optimalisasi distribusi. Pemilihan Software POM QM dalam menghitung analisis efisiensi distribusi karena Software POM QM lebih cepat, praktis dan hasil output mudah dipahami (Nuryanto dan Farida 2014). Adapun analisis mengenai analisis sistem distribusi pupuk bersubsidi melalui penjelasan berikut ini:

Analisis Sistem Distribusi

Analisis sistem distribusi dilakukan secara deskriptif dengan melakukan survei terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi pada masing-masing Lini distribusi hingga sampai ke Lini akhir (Lini IV). Analisis sistem distribusi dilakukan dengan mengamati mekanisme distribusi pupuk bersubsidi yang dijalankan PT Pupuk Kujang. Analisis pada Lini II, data diperoleh dari perusahaaan produsen yaitu PT Pupuk Kujang selaku pelaksana distribusi pupuk bersubsidi. Wawancara dilakukan dengan karyawan yang menangani bidang penjualan pupuk bersubsidi (Public Service Obligation).

Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dari perusahaan PT Pupuk Kujang, diperoleh alur distribusi pupuk bersubsidi dan lembaga distribusi yang terlibat dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi. Lembaga distribusi yang terlibat yaitu distributor dan pengecer. Analisis di tingkat distributor dan pengecer yang menjadi responden penelitian dilakukan dengan wawancara pihak distributor maupun pengecer.

Variabel yang diamati dalam analisis sistem distribusi pupuk bersubsidi dengan memperhatikan mekanisme sistem distribusi yang berkaitan dengan aspek kuantitas atau volume, harga beli dan harga jual, alat pengangkutan serta sarana dan fasilitas penunjang yang digunakan, serta data mengenai biaya distribusi. Data sistem distribusi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan Standard Operational Procedure (SOP) penyaluran pupuk bersubsidi PT Pupuk Kujang. Selain itu juga mengamati permasalahan-permasalahan yang dihadapi lembaga distribusi dalam menyalurkan pupuk bersubsidi ke petani serta mengamati adanya pengaruh terhadap harga dengan HET dalam Permentan.

Analisis Efisiensi Distribusi dengan Model Transportasi

Gambar

Tabel 1  Kapasitas Produksi Pupuk oleh PT Pupuk Indonesia
Gambar 1  Kerangka Operasional Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi
Gambar 2  Diagram Pola Distribusi Berdasarkan Wilayah Tanggung Jawab
Gambar 3  Diagram Model Transportasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karawang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara biaya saluran distribusi yang terdiri dari

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diimpulkan bahwa diketahui Aanalisis Pelaksanaan Strategi Distribusi Pupuk (studi Evaluasi penjualan pupuk urea

Kegiatan pendistribusian pada perusahaan dapat dilakukan penjadwalan distribusi mengunakan metode Distribution Requirement Planning (DRP), yaitu perencanaan kebutuhan

Gizindo Prima Nusantara dan juga biaya distribusi yang dikeluarkan untuk kegiatan distribusi selama 5 tahun, maka ada beberapa hal yang perlu diketahui dan dianalisa,

Penyesuaian sistem distribusi dapat dilakukan dengan melakukan penambahan jumlah dan kapasitas gudang Gresik dan gudang penyangga yang digunakan atau dengan mengubah

Beberapa asumsi yang digunakan pada perumusan model yaitu semua node dianggap rentan terhadap serangan worm, laju masuknya node baru ke kelompok rentan sama

Kegiatan pendistribusian pada perusahaan dapat dilakukan penjadwalan distribusi mengunakan metode Distribution Requirement Planning (DRP), yaitu perencanaan kebutuhan

Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar Bulk Power Source sampai ke konsumen Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah: 1