• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

JANGKAUAN MEDIA, PENGETAHUAN DAN SIKAP SIAGA

BENCANA DI DAERAH RAWAN BENCANA

KABUPATEN BANDUNG

FITRIA KHOIRUNNISAK

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya pihak lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

ABSTRAK

FITRIA KHOIRUNNISAK. Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Indonesia secara geografis memiliki resiko bencana alam yang sangat tinggi, sehingga diperlukan upaya meminimalisasi dampak dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap siaga bencana. Penelitian ini bertujuan menganalisis sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan dan sikap siaga bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian di Desa Cipelah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali, dan Desa Kutawaringin, Desa Sukamulya, Kecamatan Kutawaringin, dengan jumlah 200 keluarga dipilih secara purposive. Sosialisasi bencana tergolong masih rendah dengan media informasi terbanyak melalui media berbasis manusia (tatap muka langsung) oleh petugas penyuluh. Kepercayaan dan penerimaan informasi responden terhadap aparat desa dinilai baik. Pengetahuan siaga bencana 53.5% persen berada pada kategori rendah dan sikap siaga bencana 81.0 persen berada pada kategori tinggi. Pendidikan, frekuensi dan durasi penggunaan media serta pengetahuan siaga bencana memiliki hubungan positif signifikan dengan sikap siaga bencana. Usia dan pendapatan per-kapita memiliki hubungan negatif signifikan dengan sikap siaga bencana. Uji regresi menunjukkan sikap siaga bencana dipengaruhi pengetahuan, dan pendapatan per-kapita.

Kata kunci: siaga bencana, bencana longsor, jangkauan media, pengetahuan, sikap.

FITRIA KHOIRUNNISAK. Media Outreach, Knowledge and Attitudes Disaster Preparedness on Disaster-Prone Areas In Bandung Regency. Supervised by RETNANINGSIH and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

ABSTRACT

Indonesia is geographically at risk of natural disasters is very high, so it takes effort to minimize the impact by increasing knowledge and disaster preparedness. This study aims to analyze the social-economic, media outreach, knowledge and disaster preparedness in disaster prone regions of Bandung regency. Study sites in the village Cipelah, Sukaresmi Village, District Rancabali, and Kutawaringin Village, Village Sukamulya, District Kutawaringin, the number of 200 families were selected purposively. Socialization disaster is still relatively low with most information media through human-based media (face to face) by the extension workers. Trust and acceptance of information respondents to village officials considered good. Knowledge of disaster preparedness 53.5% percent are in the low category of disaster preparedness and 81.0 percent are in the high category. Education, frequency and duration of use of the media as well as knowledge of disaster preparedness has a significant positive relationship with disaster preparedness. Age and income per capita has a significant negative relationship with disaster preparedness. Regression test showed influenced disaster preparedness knowledge, and per-capita income.

(5)

RINGKASAN

FITRIA KHOIRUNNISAK. Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Kabupaten Bandung merupakan wilayah perbukitan atau pegunungan dengan lereng terjal dan curah hujan cukup tinggi, sehingga potensi kerawanan tanah longsor tinggi. Beberapa wilayah di Kabupaten Bandung sering terjadi longsor dengan skala kecil sampai besar yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur, terganggunya kegiatan sosial ekonomi dan terancamnya keselamatan penduduk. Upaya pemerintah meminimalisasi dampak bencana dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap siaga bencana.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana pada keluarga daerah rawan bencana Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tujuan Khusus adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, (2) Menganalisis hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana, (3) Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian strategis nasional DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa” tahun 2011-2012 oleh Krisnatuti, Retnaningsih, dan Rahmayani. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Cipelah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali, dan Desa Kutawaringin, Desa Sukamulya, Kecamatan Kutawaringin, dengan jumlah 200 keluarga dipilih secara purposive. Jumlah contoh pengambilan data masing-masing desa 50 keluarga tercatat sebagai keluarga yang mengalami dampak bencana alam dan tinggal di daerah rawan bencana (longsor) dan bersedia diwawancara. Total contoh pengambilan data terdapat 200 keluarga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga juli 2012. Data dikumpulkan melalui metode wawancara dengan kuesioner.

(6)

Pengalaman sosialisasi bencana masih rendah. Aparat desa sebagai salah satu bentuk media berbasis manusia bersifat internal, yang dipercaya hampir keseluruhan contoh (83.5%). Sumber informasi eksternal televisi sebagai media berbasis audio-visual lebih dipercaya 61.0 persen contoh. Hal tersebut menjelaskan, kepercayaan dan penerimaan informasi contoh dari aparat desa cukup tinggi, namun keluarga sebagian besar hanya menggunakan 1 jenis media dan pada jenis media informasi, yang disukai 58.5 persen contoh cenderung lebih menyukai televisi. Jenis acara yang paling disukai 41.0 persen contoh dari 98.0 persen pengguna televisi lebih menyukai sinetron/drama. Media lain yang digunakan adalah radio (14.5%) dengan lebih menyukai musik (13.5%), majalah (2.0) dengan rublik pendidikan (1%) dan rublik fasion (1%), serta Koran (5%) dengan rublik olahraga (2.5%). Pengetahuan siaga bencana yang dimiliki keluarga masih tergolong rendah, akan tetapi sikap positif mampu ditunjukkan keluarga. Penguasaan setiap pertanyaan pengetahuan siaga bencana tergolong rendah, karena dari 15 pertanyaan pengetahuan, 7 diantaranya berada pada skor dibawah 60. Sikap siaga bencana masih terdapat satu pernyataan sikap negatif sebesar 10.3 persen contoh, yaitu pernyataan sikap untuk tidak panik saat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana.

Semakin banyak anggota keluarga maka semakin sering keluarga menonton TV dan membaca Koran. Semakin tinggi usia suami-istri maka semakin sering menggunakan media komunikasi dan lebih mempercayai informasi dari pihak internal. semakin baik pendapatan keluarga maka semakin sering memperoleh informasi dan menggunakan media Koran-radio. Semakin lama menempuh pendidikan kemudian semakin sering frekuensi dan lama durasi menggunakan media informasi atau semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki contoh, sehingga semakin banyak sikap positif siaga bencana yang ditunjukkan contoh. Semakin tua usianya maka semakin rendah pengetahuan siaga bencana yang dimiliki dan semakin negatif sikap siaga bencana yang ditunjukkan. Semakin banyak mengikuti sosialisasi bencana dan semakin banyak penggunaan media maka semakin baik tingkat pengetahuan siaga bencana. Semakin semakin tinggi pendapatan per-kapita maka sikap siaga bencana semakin negatif. Pendapatan perper-kapita memiliki pengaruh nyata secara negatif terhadap sikap siaga bencana, sedangkan pengetahuan siaga bencana berpengaruh nyata secara positif terhadap siaga bencana.

Saran yang diberikan kepada pemerintah berdasarkan hasil penelitian adalah sosialisasi bencana lebih dapat dimaksimalkan melalui aparat desa dan televisi. Materi yang perlu diberikan adalah pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana, bentuk siaga bencana, program desa/pemerintah yang berkaitan dengan upaya siaga bencana, dan lembaga-lembaga pemerintah yang membantu dalam kesiapsiagaan bencana. Pemerintah perlu membuat peta jalur evakuasi dan memasang rambu jalur evakuasi, (Desa Sukaresmi yang hampir tidak memiliki jalur evakuasi) karena terdapat sikap negatif pada sebagian besar masyarakat yang panik ketika bencana terjadi sehingga proses penyelamatan diri cenderung tidak memperhatikan jalur evakuasi.

(7)

JANGKAUAN MEDIA, PENGETAHUAN, DAN SIKAP SIAGA

BENCANA DI DAERAH RAWAN BENCANA

KABUPATEN BANDUNG

FITRIA KHOIRUNNISAK

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)

Judul Skripsi : Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana Kabupaten Bandung

Nama : Fitria Khoirunnisak NIM : I24070062

Disetujui oleh,

Ir. Retnaningsih, M.Si. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. Pembimbing 1 Pembimbing 2

Diketahui oleh,

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan selama proses penyelesaian skripsi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian program Dikti yang berjudul “Pengembangan

Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa”, tahun 2011 -2012.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Retnaningsih, M.Si. dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir Ujang Sumarwan, M.Sc. sebagai ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.F.S.A. sebagai pembimbing akademi, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS sebagai penguji sidang, serta para dosen dan Staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bimbingan, dukungan, kerjasama, dan arahannya selama penulis menjadi mahasiswa Departemen IKK, IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kedua Orangtua yang tidak hentinya berjuang, memberikan semangat dan doa untuk mendukung penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi. Selain itu adik-adik tersayang yang selalu memberikan semangat, dukungan dan keceriaan. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan masa depan. Demikian skripsi ini disusun semoga bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 4

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE PENELITIAN 6

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Pengambilan Contoh 6

Jenis Dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan Dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 10

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Lokasi Penelitian 11

Karakteristik Keluarga Contoh 12

Jangkauan Media 15

Pengetahuan Siaga Bencana 18

Sikap Siaga Bencana 19

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media,

Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana 21 Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media,

Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana 21

Pembahasan 22

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 36

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Kategori Data 9

Tabel 2 Nilai minimal, maksimal, dan rataan 13

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri 13 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami-istri 13 Tabel 5 Sebaran contoh menurut lama pendidikan suami-istri 14 Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 14 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama 15

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan 15

(14)

Tabel 11 Sebaran contoh menurut penggunaan media 17 Tabel 12 Sebaran contoh menurut frekuensi penggunaan media 17 Tabel 13 Sebaran contoh menurut durasi penggunaan media 18 Tabel 14 Persentase responden yang menjawab benar pada item

pertanyaan pengetahuan 19

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan yang dimiliki 19 Tabel 16 Persentase responden yang setuju dengan item

pernyataan sikap siaga bencana 20

Tabel 17 sebaran contoh berdasarkan kategori sikap siaga bencana 21 Tabel 18 Hubungan karakteristik sosial ekonomi,

jangkauan media, dan pengetahuan, dengan sikap siaga bencana 21 Tabel 19 Pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media,

pengetahuan terhadap sikap siaga bencana 22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran 5

Gambar 2. Mekanisme pengambilan contoh penelitian 7

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan sumber informasi (internal dan eksternal), bentuk

perolehan informasi, media yang disukai (%) 31 Lampiran 2 Persentase sebaran pilihan responden berdasarkan rublik

(koran dan majalah) dan acara (radio dan TV) yang disukai (%) 32

Lampiran 3 Gambar lokasi penelitian 1 33

Lampiran 4 Gambar lokasi penelitian 2 34

Lampiran 5 Hasil uji kolerasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Letak Indonesia secara astronomis dilewati garis katulistiwa, secara geografis Indonesia terletak dipertemuan dua samudra (Pasifik dan Hindia), dua benua (Asia dan Australia). Indonesia terdapat pertemuan jalur gunung berapi aktif (Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania), pertemuan lempeng (Eurasia, Indoaustralia, dan Pasifik), dan pertemuan pergerakan angin barat dan timur (angin berasal dari dataran Asia bersifat panas dengan angin dari dataran Australia bersifat dingin), serta kontur topografi Indonesia dominan dengan dataran tinggi, dan perbukitan atau pegunungan. Kondisi tersebut dapat membuat Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi rawan terhadap bencana, terlebih dengan luas lautan Indonesia lebih besar dari daratannya.

Kejadian bencana alam di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2011-2012, intensitas atau curah hujan tinggi dan berjangka lama mengakibatkan bencana alam sering terjadi. Terlebih wilayah dengan kondisi tanah tidak berpenahan, drainase air buruk, terjadinya pencemaran alam, perilaku manusia merusak alam (seperti buang sampah sembarangan, mendirikan rumah di daerah resapan air, dan sebagainya). Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 1815-2012, pulau jawa memiliki tiga provinsi yang memiliki intensitas terjadi bencana terbanyak, dengan urutan yaitu provinsi Jawa Tengah, provinsi Jawa Barat, dan provinsi Jawa Timur. Tercatat 1.700 kejadian bencana di provinsi Jawa Barat. Total kejadian dari tahun 2000-2012 di Indonesia adalah 12.614 kejadian bencana dengan 188.045 korban meninggal dunia. Bencana di Indonesia mengalami peningkatan tahun 2008 sebesar 47 persen, terlihat peningkatan korban bencana dari 624 jiwa (2008) menjadi 2.611 jiwa pada tahun 2009.

Upaya pemerintah meminimalisasikan dampak bencana alam, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana, melalui program sosialisasi bencana, pelatihan siaga bencana, dan peringatan dini bencana oleh BPBD atau Tagana. Kebijakan pemerintah sebagai bentuk keseriusan penanganan bencana diperkuat dengan adanya mandat pengurangan resiko bencana Undang-undang No. 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana alam dan Undang-undang No. 21 tahun 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menciptakan ketahanan masyarakat. Tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana bertujuan menciptakan kesejahteraan sosial masyarakat sesuai Undang-undang No. 11 tahun 2009.

(16)

2

Media massa adalah bentuk komunikasi yang sasarannya berjumlah banyak dan beragam dengan jangkauan luas serta pesan dapat diterima audiens secara serempak dengan jumlah relatif banyak. Menurut Leshin, Pollock dan Reigeluth (1992), mengklasifikasikan media menjadi lima kelompok, yaitu media berbasis manusia (tatap muka langsung), media berbasis cetak, media berbasis audio-visual, dan media berbasis computer. Media massa yang sifat pesan atau informasinya begitu kuat dan diulang-ulang dengan frekuensi serta durasi tinggi akan dapat mendorong perubahan pemikiran penerima pesan. Hal tersebut menjelaskan dampak dan proses sebuah persuasi yang datang dari media massa juga mampu memegang peran penting dalam merubah cara penerima pesan atau informasi dalam berpikir, bersikap, maupun berperilaku. Namun, terkadang efek media terjadi tidak secara langsung dan perlu termediasi dengan pendapat para pakar atau individu kharismatik yang dipercaya dalam komunitas sosial dalam penyampaian informasi (Severin, W. J., dan Tankard, J, W., 2007).

Media massa lebih daripada sekadar pemberi informasi dan opini. Media massa mungkin saja kurang berhasil mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi sangat berhasil mendorong pembacanya untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan (Cohen, 1963). Dampaknya Menurut Severin, W. J., dan Tankard, J, W., (2007), penggunaan media dapat menyebabkan perubahan pendapat, nilai, moral, dan tata cara kehidupan. Maka perlu adanya evaluasi isi dan informasi dari media yang digunakan khalayak dalam menilai realita sosial yang dihadapi, agar tidak terjadi perubahan nilai-nilai positif menjadi negatif. Namun, menurut Klapper (1960), komunikasi massa pada umumnya bukan penyebab utama dari timbulnya efek bagi penerima pesan, melainkan lebih merupakan fungsi antara faktor mediasi dan pengaruh. Sehingga efektif dalam penyebaran informasi, pengetahuan, dan kesadaran dasar, serta kurang efektif dalam mengubah pendapat-pendapat khusus, bahkan tidak efektif untuk mengubah sikap dan perilaku. Sikap merupakan ungkapan perasaan yang menunjukkan positif atau negatif, setuju atau tidak setuju, dan suka atau tidak suka. Sikap siaga bencana positif diperlukan untuk menentukan tindakan atau perilaku yang lebih baik dalam mengurangi dampak bencana alam. Sikap positif secara tidak langsung maupun secara langsung dapat terjadi ketika pengetahuan siaga bencana dimiliki masyarakat melalui media massa sebagai perantara informasi.

Perumusan Masalah

(17)

3

yang jelas, sehingga radio local dan TV dapat memberikan peringatan dini ketika terjadi hujan dengan intensitas dan durasi tinggi (Hasnawir, 2012).

Kabupaten Bandung menduduki peringkat ketiga skala nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor. Menurut BPS (2011), penduduk Jawa Barat berjumlah kurang lebih 44 juta jiwa dan sebanyak 28 juta bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Wilayah di Kabupaten Bandung yang terindikasi masuk dalam daerah rawan bencana berada di bagian tengah dan selatan (BPLHD, 2010). Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin berada di Kabupaten bagian selatan yang masuk ke kategori rawan bencana. Hal ini karena termasuk daerah tersebut dikelilingi tebing dengan kecuraman tinggi yang rawan longsor.

Dampak terjadinya bencana alam dapat menimbulkan korban jiwa, psikologis, dan ekonomi. Bencana alam dapat menyebabkan krisis keluarga yang kehilangan pekerjaan, dan berkurangnya pendapatan. Pengurangan dampak bencana alam dengan meningkatkan pengetahuan melalui sosialisasi bencana, peringatan dini, memberikan pendidikan kebencanaan di sekolah sejak dini. Upaya pemerintah dalam penanganan bencana hasilnya tidak dapat dirasakan optimal oleh masyarakat apabila terjadi perbedaan pendapat masyarakat dan pemerintah. Hal itu disebabkan dari cara berkomunikasi yang tidak tepat, pemilihan media komunikasi yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat, serta terbatasnya pengetahuan dan kesadaran untuk bersikap atau perilaku menghargai alam yang dimiliki masyarakat. Akibat dari kesenjangan masyarakat dengan pemerintah dapat mempengaruhi penerimaan masyarakat dalam penanganan bencana yang dilakukan pemerintah berjalan lamban.

Keterbatasan media yang digunakan masyarakat dapat menghambat akses kinerja dari penanggulangan bencana melalui proses pembelajaran mengenai kesiapsiagaan bencana. Hal tersebut dapat diatasi melalui komunikasi antar pribadi menggunakan peran aktif aparat desa, pemuka adat, orang dituakan maupun penerima pesan pemerintah lainnya yang dipercaya masyarakat. Bentuk investasi ketahanan masyarakat yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan peningkatan kualitas masyarakat dalam menghadapi bencana (kesiapsiagaan bencana) dan pengenalan alam Indonesia melalui proses pembelajaran atau pendidikan. Menurut Everett (1973) mass media akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pibadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesan-pesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan (belief) audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka.

Sesuai dengan pemaparan permasalahan di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin? 2. Bagaimana hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan

pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana?

(18)

4

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana pada keluarga daerah rawan bencana Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung Bagian Selatan, Jawa Barat

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana di Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin.

2. Menganalisis hubungan karkateristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana dengan sikap siaga bencana.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana di Rancabali dan Kutawaringin.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan menganalisa suatu permasalahan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki, serta memperkaya wawasan dan studi kepustakaan mengenai bidang konsumen. permasalahan sikap kesiapsiagaan bencana pada keluarga daerah rawan bencana dengan jangkauan media, dan pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang dapat digunakan sebagai referensi literature dan dapat sebagai masukan-masukan untuk penelitian selanjutnya. Partisipasi aktif masyarakat secara tidak langsung dijadikan bahan pertimbangan dan masukan untuk lembaga terkait pengurangan resiko bencana atau penanggulangan bencana atas desakan kebutuhan masyarakatnya. Penelitian ini dapat menjadi masukan pembuatan program-program pemerintah dalam peningkatan pengetahuan masyarakat, perubahan sikap, dan perilaku masyarakat sebagai wujud kesuksesan mengenai penanganan bencana dengan orientasi kesiapsiagaan bencana.

KERANGKA PEMIKIRAN

(19)

5

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan dengan realitas-realitas yang tetap dan senantiasa berubah.

Proses pembelajaran pada peningkatan pendidikan selain peran pemerintah, dan pendidik perlu komunikasi baik, jelas dan tepat sasaran, dengan menggunakan jangkauan media massa sehingga mampu menembus suatu wilayah tanpa terikat lagi keterbatasan ruang dan waktu yang dimiliki sebuah komunikasi. Media merupakan sarana perantara informasi atau pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan secara audio, visual, maupun audiovisual. Dampak adanya media massa adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat yang menerima informasi, terbentuknya opini publik atau persepsi dalam masyarakat yang menerima informasi, adanya perubahan sikap masyarakat serta dapat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat yang menerima informasi (Agustin, 2011).

Media massa akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pribadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesan-pesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka. Sikap seseorang terbentuk dengan perubahan cara pandang dan peningkatan pengetahuan yang melalui pengalaman sebelumnya maupun pembelajaran. Upaya pemerintah dalam pencegahan atau mitigasi bencana jangka panjang dengan memberikan pendidikan kebencanaan sebagai mata pelajaran di sekolah sejak dini, sehingga pengetahuan masyarakat mengenal alam atau lingkungan sekitarnya akan semakin meningkat (Andayani, 2011).

Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga :

1. Usia suami-istri 2. Besar Keluarga

3. Pendidikan suami-istri 4. Pekerjaan suami-istri 5. Pendapatan

JANGKAUAN MEDIA

PENGETAHUAN

SIAGA BENCANA SIKAP SIAGA

(20)

6

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian berjudul Jangkauan Media, Pengetahuan, dan Sikap Siaga Bencana di Daerah Rawan Bencana, merupakan bagian dari penelitian strategis nasional DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa” tahun 2011-2012 oleh Krisnatuti, Retnaningsih, dan Rahmayani. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yakni penelitian dengan mempelajari objek riset hanya pada satu waktu tertentu atau tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang (single periode in time). Pemilihan tempat Kabupaten Bandung dengan Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin dilakukan secara purposive sampling dengan alasan sebagai daerah rawan bencana, kondisi topografi pegunungan dan terdapat patahan darat aktif (sumber peta topografi BPBD Kabupaten Bandung). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga juli 2012.

Teknik pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di daerah rawan bencana Kabupaten Bandung bagian selatan. Cara pemilihan contoh menggunakan metode purposive dengan kriteria keluarga pernah mengalami bencana alam sehingga memiliki pengetahuan setidaknya berdasarkan pengalaman bencana alam. Responden penelitian merupakan istri atau kepala keluarga di lokasi penelitian yang bersedia memberikan informasi sebagai data penelitian.

(21)

7

Gambar 3. Proses pengambilan contoh penelitian

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah wawancara dengan kuesioner terstruktur yang dibuat sendiri. Data primer meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga (usia, pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, dan pendapatan keluarga), jangkauan media (penggunaan media, nama koran/majalah/radio/TV, rublik/acara yang disukai, frekuensi dan durasi, pengalaman sosialisasi bencana dan kepercayaan terhadap informasi), pengetahuan siaga bencana, serta sikap siaga bencana.

Hasil uji reliabilitas menunjukkan masing-masing variabel jangkauan media α= 0.638, pengetahuan α= 0.741, dan sikap siaga bencana memiliki α=0.752.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007, Statistic Program for Sosial Science (SPSS) versi 16.0 for windows, dan minitab versi 15.0 melalui tahapan proses editing, coding, scoring, entrying, dan cleaning data. Editing meliputi pengecekan mengenai kelengkapan isi yang dapat diterima pada kuesioner serta konsistensi jawaban antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Coding berupa penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Scoring adalah sistem skoring yang dilakukan dengan menjumlahkan dan mengkategorikan. Entrying adalah memasukkan data penelitian yang sudah dilakukan coding maupun scoring kedalam program Microsoft Excel 2007. Cleaning adalah pengecekan kesesuaian data.

Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif merupakan metode penelahan data menggunakan rataan, median, nilai maksimum, dan nilai minimum untuk dapat menggambarkan data menjadi lebih dipahami. Data yang dianalisis deskriptif meliputi karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, pengetahuan siaga bencana, dan sikap siaga bencana. Analisis deskriptif menggunakan alat uji descriptive statistics. Teknik scoring secara normatif

(22)

8

merupakan sistem scoring yang dilakukan dengan menjumlahkan dan mengkategorikan data menggunakan cut off point dengan interval Khomsan (2007) yaitu rendah (<60%), sedang (60%-80%) dan tinggi (>80%), digunakan untuk variabel pengetahuan siaga bencana dan sikap siaga bencana. Analisis inferensia digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik sosial ekonomi, jangkauan media, dan pengetahuan siaga bencana terhadap sikap siaga bencana yang menggunakan Uji Regresi, berikut merupakan pengolahan data pada setiap variabel:

Pengolahan data setiap variabel adalah, karakteristik sosial ekonomi terdiri dari usia, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, dan besar keluarga. Berdasarkan Hurlock (1998), Usia dibagi menjadi tiga kategori. Pendidikan diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti dan lama pendidikan yang pernah ditempuh. Jenis pekerjaan merupakan pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan yang dilakukan untuk menghidupi keluarga (pekerjaan kepala keluarga dan pekerjaan istri). Pendapatan keluarga per-bulan diperoleh dari pendapatan utama, pendapatan tambahan, bonus perusahaan, kiriman anak yang ditotalkan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori sesuai UMR (Upah minimum Regional). Menurut SK Gub. 561/KEP.1540-BANGSOS/2011 (UMK se-JABAR), Upah Minimum Regional Kabupaten Bandung tahun 2012 sebesar Rp 1 223 800. Pendapatan per-kapita diperoleh dari total pendapatan keluarga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang ditanggung yang kemudian diklasifikasikan menurut BPS (2012) Rp 228 577. Berdasarkan data BKKBN (1998) besar keluarga dibagi menjadi tiga kelompok.

Jangkauan media yang diteliti adalah penggunaan media, frekuensi penggunaan dalam seminggu, durasi menggunakan dalam satu hari, macam acara atau rublik yang disukai, pengalaman sosialisasi bencana, pihak/sumber informasi internal dan eksternal yang dipercaya, bentuk perolehan informasi, media informasi paling disukai. Penggunaan media di skoring berdasarkan jumlah penggunaan jenis media cetak dan media elektronik, dan macam acara atau rublik yang disukai, ditanyakan kemudian di coding.

Frekuensi penggunaan dalam seminggu menggunakan pertanyaan terbuka yang kemudian dihitung total frekuensi. Durasi penggunaan dalam satu hari diperoleh dari pertanyaan terbuka yang kemudian satuan menit diubah menjadi jam dan dihitung total durasi penggunaan. Pengalaman sosialisasi bencana menggunakan teknik scoring. Sumber pengalaman sosialisasi bencana, pihak/sumber informasi yang dipercaya (internal dan eksternal), bentuk perolehan informasi, dan media informasi paling disukai, menggunakan pertanyaan terbuka yang diolah dengan mengelompokkannya sesuai coding yang dibuat.

(23)

9

(BAKORNAS, 2009). Menurut Fothergill, alice, and lori peek (2004) menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana terdiri atas kesiapsiagaan yaitu peringatan bahaya. Selanjutnya adalah tanggap darurat, pemulihan, dan terakhir rekonstruksi.

Tabel 1 Variabel kategori data dan skala data

NO Variabel Satuan Skala Data

1. Karakteristik sosial ekonomi

Usia Tahun Rasio

Pendidikan

Lama pendidikan Tahun Rasio

Pendapatan Rupiah per bulan Rasio

Besar Keluarga Orang Rasio

2. Jangkauan Media

Penggunaan media Jumlah Rasio

Frekuensi Kali dalam seminggu Rasio

Durasi Jam dalam sehari Rasio

Pengalaman sosialisasi bencana

Tidak = 0 Iya = 1

Ordinal

3. Pengetahuan Siaga Bencana (0) Tidak menjawab/Jawaban salah (1) Menjawab/Jawaban benar

Ordinal

4. Sikap Siaga Bencana (0) Tidak

(1) Ya

Kecuali, pertanyaan kedua sebelum bencana dan pertanyaan keenam saat bencana (0) Ya (1) Tidak.

Ordinal

Regresi versi Galton adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) terhadap satu atau lebih variabel independen (variabel bebas), dengan tujuan mengestimasi dan/atau memprediksi rataan populasi atau nilai rataan variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003). Asumsi klasik regresi yang harus dipenuhi agar dapat menentukan model uji regresi yang baik, apabila tidak ada autokolerasi data, tidak ada multikoliniaritas dan homokedastisitas.

(24)

10

Y = a + b1X1 + b2X2+ ….+ bnXn

Keterangan :

Y = variabel dependen (nilai yang diprediksi) X1 dan X2 = variabel independen

a = konstanta (parameter intercept)

b = koefisien regresi (kemiringan/gradien) mengetahui nilai peningkatan ataupun penurunan.

Pengambilan data penelitian dari 200 contoh, yang dapat diolah secara regresi adalah 185 contoh setelah diuji kenormalan dengan program minitab versi 15.0. H0: residual menyebar normal, H1: residual tidak menyebar normal, hasil uji kenormalan p-value 0.010 < alpha 5%, artinya tolak H0, karena residual tidak menyebar normal. Selanjutnya menghilangkan beberapa data yang heterogen dan large standardized residual. Hasilnya tidak ada autokolerasi positif (1.608 < dw <1.862, dw= 1.781).

Variabel karakteristik sosial ekonomi yang digunakan untuk analisis regresi ini adalah pendidikan, pendapatan, besar keluarga, dan usia. Pertanyaan yang digunakan pada variabel Jangkauan media untuk analisis yaitu, penggunaan media, frekuensi, durasi, dan pengalaman sosialisasi bencana. variabel pengetahuan yang memiliki pertanyaan terbuka bersifat kualitatif diubah menjadi kuantitatif dengan scoring dan ditotalkan serta variabel sikap juga diubah menjadi scoring dan ditotalkan.

Definisi Operasional

Jangkauan Media adalah jenis media yang dipilih dan digunakan sesuai frekuensi dan durasi penggunaan media.

Jenis Media adalah ragam media baik cetak maupun elektronik yang membantu proses penyampaian informasi atau pesan seperti koran, majalah, radio, dan televisi.

Frekuensi adalah ukuran dari berapa kali dalam seminggu (acara dan rublik media) dilihat, dibaca maupun didengarkan contoh.

Durasi adalah ukuran dari berapa lama contoh dalam sehari (menit dan jam) melihat, membaca, atau mendengarkan informasi atau pesan tersebut dari media.

Nama media adalah macam nama Koran, nama Majalah, nama saluran Radio, dan nama Channel TV.

Pengetahuan Siaga Bencana adalah hasil penginderaan dengan media sumber informasi dilakukan contoh yang menghasilkan pemahaman dalam proses belajar, terhadap segala aspek tentang bencana alam, tanda bahaya, resiko bencana alam, penyebab bencana alam, aparat pemerintahan, dan persiapan langkah menghadapi bencana alam. Sikap siaga Bencana adalah reaksi positif negatif terhadap pernyataan siaga

(25)

11

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Lokasi Penelitian Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Secara geografis terletak pada koordinat 60 41' sampai dengan 70 19' lintang selatan dan diantara 1070 22' sampai dengan 1080 5' bujur timur. Batas wilayah Kabupaten Bandung:

a. Utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang,

b. Timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut, c. Selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur,

d. Barat : Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Kabupaten Bandung secara morfologi berupa daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng antara nol sampai delapan persen, delapan sampai lima belas persen hingga diatas 45 persen. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1762.39 kilometer persegi atau 179238.67 Ha. Kabupaten Bandung beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata antara 1 500 Mm hingga 4 000 Mm, suhu udara berkisar 120 celcius sampai 240 celsius, serta kelembaban 78 persen pada musim hujan dan 70 persen musim kemarau.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 267 desa, dan 9 kelurahan. Secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai 3 299 988 jiwa dengan proporsi penduduk terbesar laki-laki sebanyak 1 682 208 jiwa (51%) dan sisanya perempuan sebanyak 1 617 780 jiwa (49%). Wilayah Kabupaten Bandung menempati rangking 3 nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung, Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Kutawaringin memiliki retakan tanah dengan tingkat bahaya tinggi. Desa Sukaresmi memiliki Kampung Pondok Datar sebagai pemukiman pegawai perkebunan teh yang wilayahnya dikelilingi lereng dan tidak terdapat jalur evakuasi. Retakan tanah di Desa Cipelah dan Kampung Pondok Datar Desa Sukaresmi mengancam 500 jiwa yang tinggal disekitarnya.

(26)

12

Kecamatan Rancabali

Kecamatan Rancabali berupa daerah pegunungan atau perbukitan seluas 148.37 Km2 atau sekitar 11 219.20 Ha. Jarak tempuh Kecamatan Rancabali dari ibukota provinsi Jawa Barat lebih kurang 46 kilometer. Sedangkan jarak dari ibukota Kabupaten Bandung lebih kurang 29 kilometer. Kecamatan Rancabali memiliki lima desa yaitu, Desa Alamendah, Desa Cipelah, Desa Indragiri, Desa Patengan, dan Desa Sukaresmi. Populasi penduduk Kecamatan Rancabali berdasarkan BPS tahun 2011 adalah 48 449 jiwa dan kepadatan penduduk 327 jiwa per kilometer. Jumlah penduduk Kecamatan Rancabali yang berjenis kelamin laki-laki 24 507 jiwa (50.58%), dan perempuan 23 942 jiwa (49.42%), dengan rasio jenis kelamin Kecamatan Rancabali mencapai 102. Kecamatan tersebut memiliki 281 RT, 82 RW dan 17 dusun.

Kecamatan Kutawaringin

Kutawaringin merupakan kecamatan di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat yang menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.18 Tahun 2007 tanggal 12 Desember 2007 terbentuk dari pemekaran Kecamatan Soreang. Kecamatan Kutawaringin merupakan daerah yang cenderung berbukit-bukit atau dataran tinggi di sebelah barat, sedangkan wilayah sebelah timurnya adalah dataran dengan daratan persawahan cukup luas membentang sampai muara Sungai Ciwidey. Kecamatan Kutawaringin terdapat stadion kebanggaan masyarakat Bandung, yaitu Stadion Si Jalak Harupat. Luas wilayah Kecamatan Kutawaringin lebih kurang 47.30 Km2 atau sekitar 4 430.90 Ha dan tercatat memiliki 11 Desa, 171 RW, dan 529 RT. Populasi penduduk Kecamatan Kutawaringin berdasarkan data BPS 2011 sebesar 92 036 jiwa dan kepadatan penduduk 1 946 jiwa per kilometer.

Karakteristik Keluarga Contoh

Contoh penelitian di Desa Sukaresmi terdapat 3 responden yang tidak memiliki suami, Desa Kutawaringin terdapat 6 responden tidak memiliki suami dan 2 responden tidak memiliki istri, Desa Sukamulya terdapat 3 responden tidak memiliki suami dan 5 responden tidak memiliki istri. Jumlah contoh 200 orang dengan responden salah satu istri/kepala keluarga yang bersedia menjawab wawancara.

(27)

13

Tabel 2 Nilai Minimal, Maksimal, Rataan karakteristik keluarga

Variabel (satuan) Min Max Rataan ±standar deviasi (%)

Usia responden (th) 19 85 39.5245 ± 12.51617

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia suami berkisar 22 tahun sampai 80 tahun, sedangkan usia istri berkisar 19 tahun hingga 85 tahun. Rata-rata usia istri (39.0 tahun) lebih muda dari pada rata-rata usia suami (44.4 tahun). Persentase tertinggi usia suami (47.9%) berada pada kategori dewasa madya (41– 65 tahun) dan istri (61.7%) berada pada kategori dewasa muda (18-40 tahun). Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri

Usia (tahun) Suami Istri

Keterangan : Dewasa muda (18 - 40 tahun), Dewasa madya (41 – 65 tahun), dan Dewasa lanjut (>65 tahun)

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan suami-istri di dominasi tamatan SD (suami 68.1% dan istri 68.9%). Namun masih ada yang tidak bersekolah (suami-istri 2.1 persen). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami-istri

Tingkat Pendidikan Suami Istri

(28)

14

Lama Pendidikan

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase tertinggi berada pada kategori rendah, dengan suami sebesar 80.3 persen dan istri sebesar 85.5 persen. Suami-istri sebesar 1.6 persen menempuh lama pendidikan lebih dari 12 tahun, sedangkan suami yang menempuh 9 tahun hingga 12 tahun sebanyak 18.1 persen dan 12.9 persen istri. Rata-rata lama pendidikan usia suami lebih tinggi (6.6 tahun) dari pada rata-rata lama pendidikan istri (6.2 tahun).

Tabel 5 Sebaran contoh menurut lama pendidikan suami-istri

Lama Pendidikan (Tahun) Suami Istri

n % n %

Rendah 151 80.3 165 85.5

Sedang 34 18.1 25 12.9

Tinggi 3 1.6 3 1.6

Total 188 100 193 100

Minimum-Maksimum 0 - 16 0 – 17

Rataan 6.59 ± 2.667 6.18 ± 2.381

Keterangan : Rendah (<9 tahun), Sedang (9 – 12 tahun), dan Tinggi (>12 tahun)

Besar Keluarga

Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga contoh (72.0%) termasuk kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 3 sampai 4 orang (3.86), dengan jumlah minimal anggota keluarga 1 orang dan maksimal 9 orang.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Total

n %

Keluarga kecil 144 72.0

Keluarga sedang 49 24.5

Keluarga besar 7 3.5

Total 200 100

Minimum – maksimum (orang) 1 – 9

Rataan 3.86

Keterangan : Keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 – 6 orang), dan Keluarga besar (≥7 orang)

Pekerjaan Utama

Contoh penelitian ini terdapat 12 responden tidak memiliki suami dan 7 responden tidak memiliki istri. Oleh sebab itu responden yang tidak memiliki suami (12 istri) berubah menjadi kepala keluarga dan pekerjaannya dimasukkan ke dalam tabel pekerjaan kepala keluarga.

(29)

15

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan utama

Pekerjaan Utama Kepala Keluarga Istri

n % n % kategori rentang Rp 1 223 800 - Rp 2 447 600 terdapat 28.0 persen. Sebanyak 8.5 persen keluarga contoh memiliki pendapatan di atas Rp 2 447 600. Rata-rata pendapatan perbulan Rp 1 188 015, dengan minimal pendapatan Rp 200 000 dan maksimal pendapatan perbulan Rp 4 341 700.

Hasil penelitian menunjukkan 60.0 persen berada pada kategori tidak miskin. Pendapatan per-kapita minimal yang dimiliki sebesar Rp 50 000 dan pendapatan kapita maksimal Rp 804 800, dengan rata-rata pendapatan per-kapita Rp 322 903.25.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan

(30)

16

Tabel 9 Sebaran contoh menurut pengalaman sosialisasi bencana

Variabel n %

Pengalaman sosialisasi bencana

Iya 52 26.0

Tidak 148 74.0

Informasi bencana

Aparat Desa 16 30.8

Televisi 15 28.8

Petugas Penyuluh 21 40.4

Sumber Informasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan contoh (83.5%) memiliki pilihan pertama sumber informasi internal yang dipercayai adalah aparat desa (S1, Nomor 2, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 82.0 persen contoh hanya percaya pada 1 sumber informasi internal dan 5.0 persen contoh tidak percaya sama sekali dengan sumber informasi internal (S1, Nomor 1, Lampiran 1). Lebih dari setengah contoh (61.0%) percaya pada televisi (S2, Nomor 10, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 75.0 persen contoh hanya percaya pada 1 sumber informasi eksternal (S2, Nomor 7, Lampiran 1). Pilihan pertama 43.5 persen contoh selama ini lebih menyukai memperoleh informasi dengan pertemuan bersama atau tatap muka (S3, Nomor 13, Lampiran 1) dan 22.0 persen contoh lebih menyukai memperoleh informasi dengan pemberitahuan langsung oleh petugas (S3, Nomor 15, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 70.0 persen contoh hanya menyukai bentuk perolehan pilihan pertamanya dan 1.0 persen contoh tidak menyukai memperoleh informasi dalam bentuk-bentuk tersebut (S3, Nomor 12, Lampiran 1). Lebih dari setengah contoh (58.5%) cenderung menyukai bentuk media televisi sebagai pilihan pertama (S4, Nomor 20, Lampiran 1), dan 34.0 persen contoh lebih menyukai pertemuan warga dalam mendapatkan informasi (S4, Nomor 22, Lampiran 1). Data pilihan kedua menunjukkan 73.0 persen contoh hanya menyukai media dari pilihan pertama (S4, Nomor 18, Lampiran 1). Spanduk merupakan media sumber informasi yang paling tidak disukai baik sebagai pilihan pertama maupun pilihan kedua (S4, Nomor 23, Lampiran 1).

Penggunaan Media

(31)

17

Tabel 10 sebaran contoh menurut jumlah penggunaan media

Variabel n %

Tabel 11 menunjukkan hampir keseluruhan contoh (98.0%) menggunakan media televisi. Persentase pembaca koran sebanyak 5.0 persen, pendengar radio sebanyak 14.5 persen contoh, dan majalah merupakan media yang paling sedikit digunakan (2.0%).

Tabel 11 Sebaran contoh menurut penggunaan media

Variabel n %

Contoh (2.5%) paling sering membaca koran dengan rublik olahraga (M1, Nomor 4, Lampiran 2), sedangkan rublik majalah yang paling sering dibaca adalah fasion dan pendidikan (M2, Nomor 9 dan 10, Lampiran 2). Contoh (13.5%) paling sering mendengarkan radio dengan acara musik (M3, Nomor 13, Lampiran 2). Hampir setengah contoh (41.0%) paling sering menonton TV acara sinetron atau drama (M4, Nomor 17, Lampiran 2), dan 24.0 persen contoh lebih sering menonton berita (M4, Nomor 16, Lampiran 2).

Tabel 12 menunjukkan sebanyak 90.0 persen contoh menonton televisi lebih dari 5 kali dalam seminggu dengan rata-rata 13 kali seminggu. Sebanyak 10 persen contoh mendengar radio lebih dari 5 kali seminggu, dan rata-rata menggunakan sekali dalam seminggu. Frekuensi membaca majalah sebanyak 3 kali seminggu oleh 1.5 persen contoh dan rata-rata penggunaan majalah sebesar 0.06. Frekuensi membaca koran antara 1 sampai 4 kali dalam seminggu oleh 4.0 persen contoh, dan rata-rata membaca koran 0.16 seminggu.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut frekuensi penggunaan media

(32)

18

Tabel 13 menunjukkan 85.0 persen contoh menonton televisi dengan durasi 0.25 sampai 5.65 jam dalam sehari. Durasi 5.0 persen contoh membaca Koran berada pada 0.1 sampai 2 jam dalam sehari. Majalah memiliki pembaca paling sedikit dan lama membacanya (2.0%) antara 0.1 sampai 2 jam dalam sehari. Radio banyak didengarkan setiap hari selama 0.1 sampai 2.65 jam oleh 10.0 persen contoh. Rata-rata lama penggunaan media sebesar 4.0295 dala sehari dengan minimal penggunaan 0.25 jam perhari dan maksimal penggunaan 12 jam dalam sehari.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut durasi penggunaan media

Variabel n % Rataan ± std

Durasi (jam dalam sehari)

Koran 0.0322 ± 0.17938

0 190 95.0 0.1 – 0.65 8 4.0 >0.65 2 1.0

Majalah 0.0175 ± 0.15972

0 196 98.0 0.1 – 0.65 2 1.0 >0.65 2 1.0

Radio 0.3088 ± 0.93286

0 171 85.5 0.1 – 2.65 20 10.0 >2.65 9 4.5

TV 4.0295 ± 2.26635

0 4 2.0 0.1 – 5.65 170 85.0 >5.65 26 13.0

Total durasi media 805.90 Minimal – maksimal 0.25 – 12

Rataan ± std 4.0295 ± 2.26635

Pengetahuan Siaga Bencana

(33)

19

Tabel 14 Persentase responden yang menjawab benar pada item pertanyaan pengetahuan

Pertanyaan Pengetahuan n %

Pengertian siaga bencana Bentuk siaga bencana longsor

Program siaga bencana desa/pemerintah

Lembaga siaga bencana BNPB, BPBD, TAGANA Bentuk tanda bahaya

Pihak yang terlibat tim siaga bencana desa Manfaat siaga bencana

Tingkat pengetahuan diukur dari seberapa banyak pertanyaan pengetahuan yang dijawab benar oleh responden. Hasil penelitian tabel 18 menunjukkan pengetahuan yang dimiliki contoh lebih banyak berada pada kategori rendah (53.5%). Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan siaga bencana yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki

Tingkat pengetahuan siaga bencana n %

Rendah 107 53.5

Keterangan : Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), dan Tinggi (>80%)

Sikap Siaga Bencana

(34)

20

Tabel 16 Persentase responden yang setuju dengan item pernyataan sikap siaga bencana Melaporkan ke aparat desa jika terjadi tanda bahaya longsor

Pentingnya mengikuti kegiatan siaga bencana yang disosialisasikan aparat desa/pemerintah Yakin bahwa relokasi tempat tinggal merupakan satu-satunya jalan mengurangi dampak bencana alam

Bersedia untuk direlokasi tempat tinggal apabila kondisi membahayakan keluarga

Keinginan ada warga yang memberikan tanda bahaya ketika ada bencana

Saling memberitahu kepada tetangga saat ada tanda bencana sangat penting untuk keselamatan bersama

Tidak panik ketika menyelamatkan diri dari bencana longsor Lebih waspada ketika terdapat tanda bahaya longsor

Bersedia mengikuti instruksi dari pemerintah untuk pengamanan pasca bencana

Membantu kegiatan relawan untuk membantu korban bencana yang lain

Segera meminta bantuan ke pihak lain setelah terjadi bencana

(35)

21

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap

Kategori sikap siaga bencana n % Keterangan : Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), dan Tinggi (>80%)

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media dan Pengetahuan Siaga Bencana Dengan Sikap Siaga Bencana

Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara lama pendidikan istri (r=0.199**), frekuensi penggunaan media (r=0.232**), durasi penggunaan media (r=0.170*) dan pengetahuan siaga bencana (r=0.311**) dengan sikap siaga bencana. Artinya, semakin lama pendidikan, semakin banyak frekuensi penggunaan media, semakin lama durasi penggunaan media, dan semakin tinggi pengetahuan siaga bencana maka semakin positif sikap siaga bencana. Akan tetapi, semakin tua usia responden dan usia suami-istri serta semakin tinggi pendapatan per-kapita yang dimiliki maka memiliki sikap siaga bencana akan semakin negatif.

Tabel 18 Hubungan karakteristik dengan jangkauan media, pengetahuan, dan sikap siaga bencana

**. Korelasi signifikan pada p<0.01. *. Korelasi signifikan pada p<0.05.

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi, Jangkauan Media dan Pengetahuan Terhadap Sikap Siaga Bencana

(36)

22

negatif signifikan terhadap sikap siaga bencana sebesar -0.1112. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan seratus ribu rupiah pendapatan maka akan menurunkan sikap siaga bencana sebesar 0.1112 poin. variabel lain dalam penelitian yang berpengaruh adalah pengetahuan (β=0.105, p=0.001). Artinya setiap peningkatan satu skor benar pengetahuan siaga bencana maka akan meningkatkan sikap siaga bencana sebesar 0.095 poin,

Nilai adjusted R-Square menunjukkan bahwa model tersebut menjelaskan 14.9 persen pengaruh besar keluarga, usia suami, lama pendidikan suami, pendapatan, pengalaman sosialisasi, penggunaan media, total frekuensi media, total durasi media, dan pengetahuan terhadap sikap siaga bencana. Sisanya 85.1 persen dipengaruhi variabel yang tidak diteliti.

Tabel 19 Pengaruh karakteristik, jangkauan media, dan pengetahuan terhadap sikap siaga bencana

Variabel Sikap Siaga bencana

Β unstandardized Beta standardized Sig.

Besar keluarga (org) 0.015 0.007 0.926

Usia responden (th) -0.013 -0.143 0.061

Lama pendidikan responden (th) -0.036 -0.076 0.361

Pendapatan per-kapita

(00000 rupiah) -0.1112 -0.170 0.017

Pengalaman sosialisasi

(ya=1, tidak=0) -0.303 -0.116 -0.111

Penggunaan media (jumlah) -0.084 -0.034 0.668

(37)

23

pengetahuan dan pemahaman siaga bencana bahkan sikap dan/atau perilaku siaga bencana. Media lain yang digunakan adalah radio (14.5%) dengan lebih menyukai musik (13.5%) (M3, Nomor 13, Lampiran 2), majalah (2.0) dengan rublik pendidikan (1%) (M2, Nomor 10, Lampiran 2) dan rublik fasion (1%) (M2, Nomor 9, Lampiran 2), serta Koran (5%) dengan rublik olahraga (2.5%) (M1, Nomor 4, Lampiran 2).

Pengetahuan yang dimiliki rendah, namun sikap positif ditunjukkan keluarga. Usia akan menunjukkan tahapan seseorang mampu menyelesaikan masalah dan meningkatkan cara berfikir atau bersikap sesuai tahapan usianya (Hultsch dan Deutsh, 1981). Tingkat pengetahuan yang dimiliki contoh lebih banyak berada pada kategori rendah (53.5%). Penguasaan pertanyaan pengetahuan contoh termasuk kategori rendah (46.7%) dengan 7 pertanyaan memiliki skor dibawah 60. Sikap siaga bencana masih terdapat satu pernyataan sikap negatif sebesar 10.3 persen contoh, yaitu pernyataan sikap untuk tidak panik saat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Menurut Jurenzy (2011), pengetahuan mengenai lingkungan dan kebencanaan yang masih rendah dengan sikap memperlihatkan positif. Akan tetapi masih terdapat sikap masyarakat yang panik saat terjadi bencana dan pasrah terhadap keadaan alam, kurangnya perhatian serta kesadaran mengenai pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, sehingga perlu kelembagaan BNPB, BPBD, TAGANA, relawan dan RT/RW membantu dalam hak penyiapan semua hal yang berkaitan dengan bencana, seperti peringatan dini, evakuasi dengan sigap dan distribusi bantuan.

(38)

24

Komponen jangkauan media memiliki hubungan positif signifikan dengan beberapa karakteristik keluarga. Hal ini terlihat dari semakin banyak anggota keluarga maka semakin sering keluarga menonton TV dan membaca Koran. Semakin tinggi usia suami-istri maka semakin sering menggunakan media komunikasi dan lebih mempercayai informasi dari pihak internal. Pendapatan per-kapita memiliki hubungan positif signifikan bentuk perolehan informasi dan total frekuensi durasi Koran-radio. Sehingga, semakin baik pendapatan keluarga maka semakin sering memperoleh informasi dan menggunakan media Koran-radio. Pengetahuan memiliki hubungan positif signifikan dengan lama pendidikan suami-istri dan hubungan negatif signifikan dengan usia suami-istri. Sehingga semakin lama menempuh pendidikan maka semakin tinggi pengetahuannya, dan semakin muda usia seseorang maka semakin baik pengetahuannya. Usia dewasa muda memiliki pendidikan rendah, pendapatan diatas garis kemiskinan, penggunaan media rendah, pengalaman sosialisasi rendah sehingga minim sekali mendapatkan informasi untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga pengetahuan rendah, akan tetapi sikap positif ditunjukkan keluarga terhadap siaga bencana karena keyakinan dan situasi yang akan dihadapi keluarga. Hal ini menjelaskan secara tidak langsung penggunaan media dapat menyebabkan perubahan pendapat, nilai, moral, dan tata cara kehidupan untuk menghasilkan sikap positif. Maka perlu adanya evaluasi isi dan informasi dari media yang digunakan khalayak dalam menilai realita sosial yang dihadapi, agar tidak terjadi perubahan nilai-nilai positif menjadi negatif (Severin, W. J., dan Tankard, J, W., 2007).

Pengetahuan didapat dari informasi yang disimpan dalam ingatan termasuk pengalaman pribadi, dapat membantu seseorang mengambil keputusan rasional dan efisien dalam penyelamatan diri ketika terjadi bencana, sehingga mengurangi resiko atau memperkecil ketidak pastian sikap dan perilaku ketika terjadi bencana (Sumarwan, 2011). Peningkatan pengetahuan diperlukan agar dapat membuat perubahan sikap siaga bencana lebih baik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan sarana meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang yang dilakukan menggunakan jangkauan media komunikasi (BPS 2011). Menurut Everett (1973) mass media akan berperan secara efektif dalam merubah pendapat atau menambah pengetahuan, sedangkan komunikasi antar pibadi umumnya lebih efektif dalam perubahan sikap, kecuali jika pesan-pesan tersebut justru memperkuat nilai-nilai dan kepercayaan (belief) audience, sedangkan pesan-pesan yang bertentangan akan disaring audience melalui tingkat selektivitas mereka. Komunikasi antar pribadi bisa melalui aparat desa, aparat kecamatan, tokoh agama, tokoh masyarakat (tokoh yang dituakan/kepala adat), dan tetangga atau saudara. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000), keterlibatan individu dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang sudah dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, dan kemampuan berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menganalisis masalah, mencari informasi yang dibutuhkan, menentukan sikap positif, dan kemampuan individu membuat keputusan tepat saat dihadapkan situasi yang tidak diinginkan.

(39)

25

menghadapi ancaman bencana yang tinggi (Maarif, Pramono, Kinseng, Sunarti, 2012). Tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Sikap terhadap siaga bencana merupakan kesepahaman pendapat dan keyakinan contoh terhadap upaya penanggulangan bencana dan menjadi dasar untuk memberikan respon dengan cara tertentu yang dipilihnya (Swastha dan Handoko, 2002). Sikap siaga bencana terdiri dari tiga kelompok sebelum terjadinya bencana, saat terjadinya bencana, dan setelah terjadinya bencana. Sikap seseorang terbentuk dengan perubahan cara pandang dan peningkatan pengetahuan melalui pengalaman dan pembelajaran. Menurut Bilson Simamora (2008), teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Pavlov, Skinner dan Hull menyatakan sikap hingga perilaku seseorang merupakan hasil belajar dari akumulasi pengalaman hidupnya.

Pendapatan perkapita berpengaruh nyata secara negatif terhadap sikap siaga bencana sedangkan pengetahuan siaga bencana berpengaruh nyata secara positif terhadap siaga bencana. Sesuai dengan dampak adanya media massa adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat yang menerima informasi, terbentuknya opini publik atau persepsi dalam masyarakat yang menerima informasi, secara tidak langsung adanya perubahan sikap masyarakat serta dapat berdampak pada perubahan perilaku masyarakat yang menerima informasi (Agustin, 2011). Saudara atau kekerabatan yang sangat erat dan gotong royong yang baik dapat membantu masyarakat dalam penanggulangan bencana melalui kesiapsiagaan bencana dan berbasis masyarakat (Nasution, 2005). Program desa tangguh bencana dapat menjadi pilihan program pemerintah dalam mengurangi resiko bencana dengan melakukan pengorganisasian, identifikasi potensi dan resiko bencana, penyusunan rencana penanggulangan bencana, edukasi masyarakat, serta proses pemberdayaan ekonomi dan kelembagaan yang menangani bencana (Saptadi, G. dan Djamal, H., 2012).

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya mewawancarai istri atau kepala keluarga tanpa melibatkan anggota keluarga, sehingga dalam beberapa hal peneliti mengalami kendala dalam memperoleh informasi terkait kondisi keluarga dalam penggunaan media, pengetahuan yang dimiliki, serta sikap yang ditunjukkan. Penelitian ini dilakukan tiga tahun pasca bencana terjadi, sehingga sumber informasi berdasarkan pengalaman pribadi tidak terlalu membantu dalam menjawab pertanyaan pengetahuan siaga bencana, dan sosialisasi bencana oleh pemerintah dilakukan pasca bencana 3 tahun lalu, sehingga terdapat keterbatasan contoh dalam mengingat pengetahuan yang didapat dari pengalaman sosialisasi bencana.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(40)

26

(Rp 228 577). Sumber informasi dipercaya adalah aparat desa dan televisi. Bentuk perolehan informasi yang selama ini diterima dan disukai adalah pertemuan tatap muka, sedangkan media informasi yang disukai adalah televisi. Media terbanyak yang digunakan adalah televisi. Tingkat pengetahuan siaga bencana berada pada kategori rendah. Akan tetapi sikap siaga bencana yang dimiliki keluarga tergolong positif.

Faktor yang berhubungan dengan sikap siaga bencana adalah lama pendidikan, frekuensi penggunaan media, durasi penggunaan media, dan pengetahuan siaga bencana, dengan sikap siaga bencana. Semakin lama pendidikan yang ditempuh contoh, semakin banyak frekuensi dan semakin lama durasi penggunaan media, semakin tinggi pengetahuan siaga bencana yang dimiliki contoh maka semakin positif sikap siaga bencana yang ditunjukkan contoh. Akan tetapi, terdapat faktor yang berhubungan negatif dengan sikap siaga bencana adalah usia suami–istri, dan pendapatan per-kapita. Semakin tua usia suami-istri maka keluarga tersebut memiliki sikap siaga bencana cenderung negatif. Semakin tinggi rendah pendapatan per-kapita maka semakin positif sikap siaga bencana. Kurangnya pengalaman sosialisasi bencana yang didapat mengakibatkan rendahnya pengetahuan siaga bencana.

Faktor yang mempengaruhi sikap siaga bencana adalah pendapatan per-kapita dan pengetahuan. Pendapatan per-per-kapita berpengaruh negatif signifikan terhadap sikap siaga bencana, sedangkan pengetahuan berpengaruh positif terhadap sikap siaga bencana. Model uji regresi menjelaskan variabel yantg diteliti berpengaruh terhadap sikap siaga bencana 14.9 persen. Pengetahuan tentang bencana akan mempengaruhi sikap dalam memperkecil dampak bencana, diperkuat dengan pengalaman bencana serta penggunaan media.

Saran

Sosialisasi bencana lebih dapat dimaksimalkan melalui aparat desa dan televisi. Materi yang perlu diberikan adalah pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana, bentuk siaga bencana, program desa/pemerintah yang berkaitan dengan upaya siaga bencana, dan lembaga-lembaga pemerintah yang membantu dalam kesiapsiagaan bencana. Pemerintah perlu membuat peta jalur evakuasi dan memasang rambu jalur evakuasi, (Desa Sukaresmi yang hampir tidak memiliki jalur evakuasi) karena terdapat sikap negatif pada sebagian besar masyarakat yang panik ketika bencana terjadi sehingga proses penyelamatan diri cenderung tidak memperhatikan jalur evakuasi. Hal ini sesuai dengan mandat pengurangan resiko bencana Undang-undang No. 24 tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana alam dan Undang-undang No. 21 tahun 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menciptakan ketahanan masyarakat. Mayoritas keluarga masih menjadikan televisi sebagai sumber hiburan dan belum menjadikan sebagai sumber informasi. Sehingga perlu diadakan sosialisasi dari pemerintah sebagai upaya menambah informasi yang didapat keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

(41)

27

Agustin, R. 2011. Peranan dan Pengaruh Surat Kabar terhadap Perkembangan Informasi Masyarakat. [makalah]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Andayani, T. T. 2011. Dana Sumbangan Masyarakat Untuk Pembangunan Ekonomi Pasca Bencana Merapi. Jurnal Penanggulangan Bencana. Juni [Internet]. [diunduh 2013 Sep 9]; Vol 2(1). http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/379.pdf

[BAKORNAS]Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 2009. Pedoman Penanganan Pasca Gempa. [diunduh 2013 Jan 11]. www.bappenas.go.id/files/.../bab-iv__20091213102221__2486__5.doc

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2008. Kesejahteraan Keluarga Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://www.bkkbn.go.id [BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2011. Indeks Kerawanan

Bencana Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11]. http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/441.pdf

. 2011. Data dan Informasi Bencana di Indonesia. [diunduh 2013 Jan 11].http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&con tinue=y&lang=ID

[BPBD] Badan Penanggulangan Bencana Daerah. 2007. Undang-undang No.24 Tahun 2007 : Penanggulangan Bencana. [diunduh 2013 Jan 11]. http://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/1.pdf

. 2011. Kebencanaan Kabupaten Bandung. [diunduh 2013 jan 11].

http://www.bandungkab.go.id/arsip/2200/informasi-publik-badan-penanggulangan-bencana-daerah

[BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. 2010. Kerentanan Bencana Jawa Barat. [diunduh 2013 Mar 12]. http://www.bplhdjabar.go.id [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Pendidikan di Indonesia. [diunduh 2013 Jan

Elton, L. 2007. Pengaruh pemberitaan surat kabar terhadap persepsi masyarakat pengguna jasa transportasi udara di Surabaya (Kasus studi kecelakaan pesawat adam air). Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Juli [Internet]. [diunduh 2013 Sep 9]; Vol 1(2). http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/2433.pdf Engle J. F, Blackwell R. D, Miniard P. W. 1994. Perilaku Konsumen (edisi 6) jilid

1. Jakarta: Binarupa Aksara. (alih bahasa: F.X. Budiyanto).

Everett, R. M. 1973. Communication Strategies For Family Planning. New York:

Free Press. [diunduh 2013 Agt 10].

http://www.jstor.org/discover/10.2307/2777455?uid=3738224&uid=2129 &uid=2&uid=70&uid=4&sid=21104095103231

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Proses pengambilan contoh penelitian
Tabel 1 Variabel kategori data dan skala data
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami-istri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “asas perlindungan” adalah Pembangunan Keluarga didasarkan pada prinsip memberikan perlindungan seluruh masyarakat Daerah sehingga setiap

Perjuangan perempuan dalam dunia kerja untuk perluasan akses aktivitasnya dapat membuat kaum perempuan berada pada posisi negatif (suatu tindakan keburukan) dan positif

bahwa dengan bertambahnya aset kekayaan Daerah serta tarif retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2000 sebagaimana diubah beberapa kali

Refleksi yang terjadi pada kondisi gelombang pecah di kaki struktur sangat berkemungkinan dipengaruhi oleh kondisi – kondisi lokal oleh proses interaksi aliran

bahwa insektisida DDT tidak dipakai lagi dalam upaya pemberantasan nyamuk karena risikonya sangat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia sehingga perlu mencabut

Hasil penelitian dapat diasumsikan bahwa perlakuan lama perendaman benih sengon dengan air rendaman daun sirih menghasilkan waktu yang optimal yaitu selama 30

Pelaksanaan siklus III penelitian dilakukan peneliti dengan mengintegrasikan strategi yang telah direncanakan, yaitu penulisan jurnal dan pemilihan ketua kelompok

3 0018057402 SYOFIARTI Kebijakan Pemerintah Dalam Pemanfaatan Tanah Ulayat Untuk Kegiatan Pertambangan Dalam Rangka Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Di Sumatera Barat.