ANALISIS POTENSI FISIK, SOSIAL DAN EKONOMI
UNTUK PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN SUKABUMI
USDI DIRGANTARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Fisik, Sosial dan Ekonomi untuk Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008
USDI DIRGANTARA NRP. A 353060274
©Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS POTENSI FISIK, SOSIAL DAN EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN SUKABUMI
USDI DIRGANTARA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Potensi Fisik, Sosial Dan Ekonomi Untuk Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi
Nama : Usdi Dirgantara
NIM : A 353 060 274
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS Ketua
Didit Okta Pribadi, SP, MSi Anggota
Dr. Ir. Boedi Tjahjono, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, MAgr
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kusayangi... istriku (Marisa Lenawati))
yang telah tabah & sabar merawat buah hati kami dengan penuh suka duka, anak-anakku (Muhammad Fakhri Disa Al Faishal & Muhammad Fathi Disa Al Faishal)
yang tidak banyak mendapat kasih sayang selama meyelesaikan studi, yang kuhormati ayahanda H. Midin (Alm) & ibunda Hj. Ucih (Alm) yang telah mendidik dan membesarkanku sehingga menjadi seperti saat ini
keluarga besarku (maria, gian, tia & wawa) yang selalu hangat dan kompak dalam kebersamaan,
ayah dan ibu mertuaku Sulaeman & Ernawati, yang memberikan dorongan & doa
almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa PWL 2006 terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini adalah Analisis Potensi Fisik, Sosial dan Ekonomi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, M.S, Didit Okta Pribadi, SP. M.Si dan Dr. Boedi Tjahjono sebagai Komisi Pembimbing yang telah melakukan pembimbingan dan pengarahan dengan penuh tanggung jawab.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S selaku Penguji Luar Komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
4. Pusbindiklatren Bappenas selaku sponsor yang memberikan beasiswa untuk tugas belajar S-2 13 bulan.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan ijin dan dukungan moral untuk mengikuti tugas belajar.
6. Drs. Bambang Setiawan selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan rekomendasi untuk mengikuti tugas belajar.
7. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada orangtua yang selalu memberikan dukungan doa. Istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala pengorbanan, doa, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Maret 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi Propinsi Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1972, putra ke empat dari empat bersaudara pasangan H. Midin dan Hj. Ucih.
Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di Bekasi. Gelar Sarjana Kehutanan diperoleh penulis dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, jurusan Teknologi Hasil Hutan pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi. Saat ini tercatat sebagai staf pada Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.
Pada bulan Agustus 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……… i
DAFTAR TABEL ………... iii
DAFTAR GAMBAR……… iv
DAFTAR LAMPIRAN ……… v
PENDAHULUAN ……….. 1
Latar Belakang ………. 1
Rumusan Permasalahan ……… 4
Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 4
Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian ……… 4
TINJAUAN PUSTAKA ……….. 7
Pengertian Hutan Rakyat ……….. 7
Perananan Hutan Rakyat……… 9
Sistem Informasi Geografis ……….. 10
Analisis Kesesuaian Lahan ……… 13
Komoditas Unggulan Daerah ……… 15
Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian ………... 16
. Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ………. 16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20
Administrasi ... 20
Kependudukan ... 22
Sifat Fisik Dasar ... 23
Sektor Kehutanan di Kabupaten Sukabumi ... 28
METODE PENELITIAN ………. 31
Bahan dan Alat ……….. 31
Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 31
Metode Pengumpulan Data ………... 32
Pengumpulan Data ……… 32
Metode Pengambilan Contoh Responden ………... 32
Metode Analisis Data ………... 34
Identifikasi Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Hutan Rakyat (Analisis dengan Menggunakan GIS) ... 34
Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ... 35
Analisis Location Quotient (LQ) ... 36
Analisis Location Index (LI) ... 38
Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat ... 39
Analisis Deskriptif Saluran Pemasaran ... 41
Analisis Deskripsi Kelembagaan dan Persepsi Masyarakat dalam Pengusahaan Hutan Rakyat. ... 41
Gambaran Umum Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 43
Potensi Lahan Kering untuk Pengembangan Hutan Kakyat... 43
Potensi Tegakan ... 45
Produksi Kayu Rakyat ... 48
Kelembagaan dan Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat ... 52
Pola Pengembangan Hutan Rakyat ... 52
Dukungan Strategis ... 53
Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat ... 54
Potensi Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat ... 57
Pewilayahan Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ... 62
Pewilayahan berdasarkan Analisis LQ dan LI ... 66
Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat... 69
Kelayakan Finansial ... 69
Hutan Rakyat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 72
Kontribusi Hutan Rakyat dalam Penyerapan Tenaga Kerja... 73
Saluran Pemasaran ... 75
Pengembangan Hutan Rakyat dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 78
Arahan Pengembangan Hutan Rakyat ... 79
Arahan Berdasarkan Kesesuaian Jenis ... 79
Arahan Berdasarkan Potensi Pengembangan ... Arahan Sistem Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi... 83
Pengembangan Sumberdaya Manusia... 86
Pengembangan Kelembagaan Pemasaran... 87
KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Luas lahan tidak produktif di Kabupaten Sukabumi ... 2
2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten
Sukabumi tahun 2000-2005 ...
22
3. Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi ... 26
4. Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi ... 28
5. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2000-2004 (dalam persen) ...
29
6. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 33
7. Luas lahan kering di Kabupaten Sukabumi berdasarkan
penggunaannya ...
43
8. Luas hutan rakyat per kecamatan di Kabupaten Sukabumi ... 45
9. Prakiraan potensi tegakan tiga jenis komoditas kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi ...
46
10. Produksi kayu rakyat tahun 2004-2007 di Kabupaten Sukabumi 49
11. Sebaran lokasi potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat 57
12. Sebaran lokasi prioritas lahan untuk pengembangan hutan rakyat 61
13. Prosentase luasan berdasarkan kesesuaian lahan ... 62
14. Nilai LQ hutan rakyat per kecamatan ... 66
15. Nilai LI tiap sektor pemanfaatan lahan kering di Kabupaten Sukabumi ...
69
16. Nilai NPV, B/C Rasio dan IRR tiga komoditas hutan rakyat ... 71
17. PAD dari retribusi penebangan kayu rakyat tahun 2004-2006 73
18. Pembangunan rakyat di Kabupaten Sukabumi dari tahun 2004-2007 ...
74
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir kerangka pemikiran ... 6
2. Peta Administrasi Kabupaten Sukabumi ... 21
3. Peta kelerengan lahan Kabupaten Sukabumi ... 24
4. Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata ... 25 5. Peta jenis tanah Kabupaten Sukabumi ... 27
6. Lokasi penelitian... 31
7. Diagram alir analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat ... 35 8. Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih ... 36 9. Diagram alir analisis dan pengolahan data ... 42
10. Peta sebaran hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 47
11. Grafik produksi kayu jati tahun 2003-2007 ... 49
12. Grafik produksi kayu sengon tahun 2003-2007 ... 50
13. Grafik produksi kayu mahoni tahun 2003-2007... 50
14. Peta sebaran kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi... 51
15. Peta potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat ... 59
16. Peta potensi lahan untuk prioritas pengembangan hutan rakyat 60 17. Peta kesesuaian lahan untuk jati ... 63
18. Peta kesesuaian lahan untuk sengon ... 64
19. Peta Kesesuaian lahan untuk mahoni ... 65
20. Peta kecamatan yang memiliki LQ>1... 68
22. Pewilyahan Kabupaten Sukabumi berdasarkan DAS... 78
23. Peta arahan pengembangan hutan rakyat berdasarkan
kesesuaian jenis ...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Potensi kayu jati pada areal hutan rakyat di Kabupaten
Sukabumi ... 94 2. Potensi kayu sengon pada areal hutan rakyat di Kabupaten
Sukabumi ... 95 3. Potensi kayu mahoni pada areal hutan rakyat di Kabupaten
Sukabumi ... 96 4. Produksi kayu jati rakyat Kabupaten Sukabumi tahun 2003 –
2007... 97 5. Produksi kayu sengon rakyat Kabupaten Sukabumi tahun 2003
– 2007... 98 6. Produksi kayu mahoni rakyat Kabupaten Sukabumi tahun
2003 – 2007 ... 99 7. Luas lahan kering menurut penggunaannya per kecamatan di
Kabupaten Sukabumi tahun 2005 (Ha) ... 100 8. Potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Sukabumi ... 102 9. Analisis biaya produksi tanaman jati secara mMonokultur daur
15 tahun ... 103 10. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan
tanaman jati pada tingkat suku bunga 12 % ... 104 11. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan
tanaman jati pada tingkat suku bunga 20 % ... 105 12. Analisis biaya produksi tanaman sengon secara monokultur
daur 6 tahun ... 106 13. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan
tanaman sengon pada tingkat suku bunga 12 % ... 107 14. Analisis kelayakan fimansial pengusahaan hutan rakyat
dengan tanaman sengon pada tingkat suku bunga 20% ... 108 15. Analisis biaya produksi tanaman mahoni secara monokultur
daur 15 ... 109 16. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan
tanaman mahoni pada tingkat suku bunga 12% ... 110 17. Analisis kelayakan fimansial pengusahaan hutan rakyat
dengan tanaman mahoni pada tingkat suku bunga 20% ... 111 18. Kriteria kesesuaian lahan untuk Jati (Tectona grandis) ... 112 19. Kriteria kesesuaian lahan untuk Sengon (Paraserianthes
falcataria) ... 113 20. Kriteria kesesuaian lahan untuk Mahoni (Swietenia
macrophylla) ... 114 21. Karakteristikjenis tanah Sukabumi ... 115 22. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Sukabumi tahun
1981-2005 ... 116
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi
yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan
manfaat yang optimal. Tekanan yang berlebihan juga menyebabkan sumberdaya
hutan mengalami kerusakan dan menurunnya produktivitas. Saat ini tingkat
kerusakan hutan di Indonesia makin tinggi. Deforestasinya sudah mencapai 2,83
juta hektare per tahun. Data terakhir menunjukan dari total kawasan hutan seluas
120,35 juta hektar, lebih dari 59 juta hektar kondisinya rusak dan sangat
memprihatinkan (www.fiskal.depkeu.go.id).
Kerusakan kawasan hutan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan
lingkungan. Pada musim kemarau hutan yang rusak sangat mudah terbakar.
Kebakaran hutan serta asap yang ditimbulkannya sudah menjadi permasalahan
nasional tiap tahun dan sampai saat ini belum dapat teratasi. Sedangkan pada
musim hujan terjadi bencana banjir yang terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
Sementara itu dengan terus berkembangnya pembangunan di Indonesia
dewasa ini, maka kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan oleh masyarakat akan
terus meningkat, sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Saat ini
kebutuhan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun. Dalam waktu sepuluh tahun
ke depan kebutuhan tersebut bisa mencapai 37,6 juta m3 per tahun. Di lain pihak,
kondisi sebaliknya terjadi, dimana dalam beberapa dekade mendatang pasokan
kayu dari areal hutan alam akan semakin menurun (www.indonesia.go.id).
Di Pulau Jawa yang penduduknya paling padat di Indonesia, tekanan
terhadap sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan
lahan semakin meningkat. Tekanan untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi
pertanian, industri dan perumahan menyebabkan terjadinya konversi hutan
menjadi lahan perumahan dan kawasan industri ataupun pertanian. Di lain pihak
masih banyak lahan kering yang tidak produktif belum dapat dimanfaatkan untuk
ataupun lahan kritis yang tidak produktif adalah dengan menanam tanaman
berkayu (hutan rakyat) yang mempunyai nilai komersial. Selain manfaat tersebut,
pengembangan hutan rakyat juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat di perdesaan (Attar,
2000).
Berdasarkan kondisi aktual saat ini bahwa hutan alam tidak akan dapat
memenuhi kebutuhan kayu di masa yang akan datang, maka pengembangan hutan
rakyat yang dibangun di atas tanah milik dapat menjadi komplemen yang sangat
berarti dalam penyediaan bahan baku kayu sekaligus dapat mengurangi tekanan
terhadap kerusakan hutan.
Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten yang memiliki lahan tidak
produktif (lahan kritis) terluas di Provinsi Jawa Barat selain Kabupaten Garut.
Terdapat sekitar 61.000 Ha lahan tidak produktif, diantaranya 36.000 Ha terdapat
pada lahan-lahan milik masyarakat. Lahan-lahan tidak produktif tersebut
kemungkinan berpotensi untuk pengembangan hutan rakyat.
Tabel 1. Luas lahan tidak produktif di Kabupaten Sukabumi
No. Status Lahan Luas
Lahan tidak Produktif (Ha)
Persentase
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Tahun 2006
Di Kabupaten Sukabumi rusaknya kawasan hutan dan kawasan lindung
juga menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan.
Permasalahan-permasalahan lingkungan yang dilaporkan antara lain adalah :
1. Menurun secara drastis debit air sungai pada musim kemarau, sebagai contoh
pada musim kemarau sungai Citatih dan sungai Citarik yang biasa
dipergunakan untuk kegiatan wisata arung jeram debit airnya sangat kecil,
2. Menurunnya muka air tanah dan hilangnya sumber mata air terutama di
Wilayah Sukabumi Selatan, akibatnya masyarakat semakin kesulitan untuk
mendapatkan sumber air terutama pada musim kemarau.
3. Sering terjadi banjir dan longsor yang tidak hanya merugikan secara ekonomi,
namun lebih dari itu dalam beberapa kasus menyebabkan korban meninggal.
Pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi memiliki dua fungsi,
yaitu fungsi ekonomi dan yang tak kalah penting adalah fungsi ekologi
(lingkungan). Secara ekonomi pengembangan hutan rakyat antara lain berfungsi
sebagai penyedia bahan baku kayu yang akan mendorong berkembangnya
berbagai kegiatan ekonomi yang berbasis kayu seperti penggergajian kayu,
industri kerajinan dan lain-lain. Secara ekologis pengembangan hutan rakyat akan
bermanfaat bagi perbaikan kualitas lahan, memperbaiki tata air, bahkan yang lebih
besar, hutan rakyat akan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.
Dari sisi kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, kegiatan pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu kegiatan
prioritas dalam sektor kehutanan. Di tingkat pusat kegiatan pengembangan hutan
rakyat merupakan kegiatan utama dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GERHAN/GN-RHL). Sementara itu, di tingkat Propinsi Jawa
Barat melalui Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), kegiatan
pengembangan hutan rakyat juga menjadi salah satu kegiatan prioritas.
Permasalahannya adalah belum tersedianya data yang memadai terutama secara
spasial wilayah-wilayah yang berpotensi untuk pengembangan hutan rakyat.
Dari berbagai alasan tersebut ditambah dengan potensi lahan yang
tersedia, budidaya hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi menjadi penting untuk
dikembangkan. Dibutuhkan perencanaan yang baik yang dudukung oleh data
yang memadai agar pengembangan hutan rakyat dapat berjalan secara optimal,
Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka dapat diuraikan
beberapa rumusan permasalahan sebagai dasar dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana penyebaran sumberdaya lahan secara spasial yang berpotensi
untuk pengembangan hutan rakyat ?
2. Apakah komoditas unggulan yang telah berkembang saat ini sesuai dengan
karakteristik lahan?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan hutan
rakyat ?
4. Bagaimana arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Mengidentifikasi potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan
rakyat di Kabupaten Sukabumi;
2. Membuat pewilayahan pengembangan hutan rakyat berdasarkan komoditas
unggulan, dan
3. Menyusun arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi
Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan kehutanan di
Kabupaten Sukabumi, khususnya pembangunan hutan rakyat.
2. Sebagai bahan masukan dalam kebijakan penatagunaan lahan di Kabupaten
Sukabumi.
Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan dan landasan teori yang
mendasari pelaksanaan penelitian ini, maka secara garis besar dapat disarikan
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan terus berjalannya roda
pembangunan menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan baku kayu,
sedangkan daya dukung hutan alam sebagai sumber kayu terus menurun.
Akibatnya, tekanan terhadap kelestarian sumberdaya hutan terus meningkat.
Rusaknya sumberdaya hutan mendorong terjadinya berbagai macam bencana
alam, seperti banjir, longsor, kekeringan, dan lain-lain. Di sisi lain banyak
lahan-lahan yang kritis (tidak produktif) di luar kawasan hutan yang belum
termanfaatkan atau kurang cocok untuk budidaya tanaman pertanian.
Untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan sekaligus dapat
menjadi sumber bahan baku kayu, maka perlu di lakukan upaya pembangunan
sumber kayu dari luar kawasan hutan negara. Alternatif kegiatan yang
mempunyai prospek yang baik adalah pengembangan hutan rakyat.
Pengembangan hutan rakyat relatif mudah dilaksanakan, karena pada dasarnya
masyarakat telah lama mempraktekannya. Namun selama ini, budidaya hutan
rakyat yang dilaksanakan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dengan
pengelolaan sederhana.
Sehubungan dengan hal tersebut dan agar pengembangan hutan rakyat
dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, maka perlu dilakukan
perencanaan yang baik dalam pengembangan hutan rakyat. Dengan demikian
diperlukan identifikasi sebaran secara spasial lahan-lahan yang berpotensi untuk
pengembangan hutan rakyat. Diperlukan juga analisis kesesuian jenis untuk
komoditas unggulan agar menghasilkan produksi yang menguntungkan. Juga
dibutuhkan analisis kelembagaan dan persepsi masyarakat terhadap
pengembangan hutan rakyat agar arahan pengembangan hutan rakyat dapat
mencapai hasil yang optimal.
Secara ringkas kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian ini disajikan
Kondisi Faktual :
• kebutuhan bahan baku kayu terus meningkat
• stok kayu dari hutan alam terus menurun
• Kebutuhan lahan
Dampak terhadap kawasan hutan
• Eksploitasi berlebihan
• Kerusakan kawasan hutan
• Terganggunya keseimbangan lingkungan (terjadi bencana alam)
• Timbulnya lahan-lahan kritis (tidak produktif)
Perlu alternatif kegiatan yang dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan, sebagai
sumber kayu sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan
• Belum ada perencanaan yang baik
Kegiatan Penelitian :
Bagaimana potensi pengembangan hutan rakyat dalam pengembangan wilayah, kontribusi hutan rakyat terhadap sosial ekonomi masyarakat, dan pewilayahan pengembangan
hutan rakyat.
Sasaran
Arahan pengembangan hutan rakyat yang memberikan manfaat optimal bagi
pengembangan wilayah
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hutan Rakyat
Dalam Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
berdasarkan status kepemilikannya dikenal hutan negara dan hutan milik. Hutan
negara adalah kawasan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak
milik, sedangkan hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang
dibebani hak milik. Selanjutnya dalam Bab Penjelasan disebutkan bahwa hutan
milik tersebut lazimnya disebut hutan rakyat. Mardikanto (1995) mengemukakan
bahwa hutan rakyat dapat berbentuk (1) hutan adat (di luar Jawa), (2) hutan rakyat
yang dikembangkan melalui proyek-proyek tertentu seperti Wanagama di
Kabupaten Gunung Kidul yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada
(UGM), atau Wanasemar di Kabupaten Boyolali yang dikembangkan oleh
Universitas Sebelas Maret (UNS). Bahkan muncul pola pengembangan hutan
rakyat yang dipadukan dengan program transmigrasi yaitu hutan rakyat
transmigrasi (Tinambunan dkk, 1995).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997
tercantum definisi hutan rakyat lebih jelas lagi, yaitu Hutan Rakyat adalah hutan
yang dimiliki oleh rakyat dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha dan penutupan
tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama
sebanyak minimal 500 tanaman.
Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya, hutan rakyat dapat
digolongkan kedalam bentuk-bentuk (1) hutan rakyat murni, (2) hutan rakyat
campuran dan (3) hutan rakyat dengan sistem agroforestry atau tumpangsari
(APHI, 1995). Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari dari satu
jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau
monokultur. Hutan rakyat murni lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan
pengawasannya, namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat murni
mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya mudah dan peka terhadap serangan
hama-penyakit dan gangguan alam lainnya. Dari segi ekonomi kurang fleksibel
dan tidak ada diversifikasi komoditas, sehingga ketahanan ekonominya kurang
hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara
campuran. Dari segi silvikultur bentuk hutan ini lebih baik dari hutan rakyat
murni. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap serangan hama-penyakit dan
gangguan alam lainnya. Selain itu pada jenis hutan ini dapat mengurangi
persaingan penggunaan zat hara oleh akar maupun penggunaan cahaya matahari.
Dari segi ekonomi memiliki ketahanan dan fleksibilitas yang lebih tinggi, karena
terdapat diversifikasi komoditas secara horizontal dan resiko yang lebih kecil.
Hutan rakyat agroforestry merupakan hutan rakyat yang mempunyai bentuk
usaha kombinasi, yaitu usaha kehutanan dengan usaha tani lainnya seperti
perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi.
Hutan rakyat agroforestry berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan
secara rasional dan ideal, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan
seperti ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan hama-penyakit dan
gangguan alam lainnya. Dalam kehidupan masyarakat perdesaan bentuk hutan ini
dapat berupa pekarangan, talun, kebun campuran dan tegalan. Secara ekonomi
dapat diperoleh suatu keuntungan ganda melalui pemanenan yang bertahap dan
berkesinambungan. Adanya diversifikasi komoditas secara vertikal dan horizontal
menyebabkan nilai ekonomi yang didapat semakin tinggi serta penyerapan tenaga
kerja yang lebih banyak dan berkelanjutan.
Hutan rakyat juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutan rakyat
tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional adalah hutan rakyat
yang dibangun/ditanam di atas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri
tanpa adanya subsidi atau bantuan dari pemerintah. Sedangkan hutan rakyat
inpres adalah hutan rakyat yang dibangun melalui kegiatan atau program bantuan
penghijauan.
Menurut Departemen Kehutanan (1995), pengusahaan hutan rakyat
memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana
petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang
diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari
10 % dari pendapatan total.
Peranan Hutan Rakyat
Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Jepang,
Inggris, Canada, Finlandia dan negara-negara lainnya, hutan rakyat sudah sejak
lama dikembangkan, yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pulp dan kertas dalam negeri dan kayu
bakar. Hutan pada tanah milik masyarakat (private forest) telah menjadi sumber
daya alam yang sangat penting di India, terutama untuk rumah tangga miskin
dipedesaan yang memiliki lahan sempit. Hutan rakyat menjadi sumber kehidupan
mereka. Di sisi lain di India telah tejadi kerusakan sumberdaya hutan negar
mencapai 20 % dalam dekade terakhir ini, sehingga pengelolaan hutan menjadi
menarik untuk dikembangkan (Sinha dan Suar, 2005).
Sedangkan Suharjito (2000) mengemukakan bahwa hutan rakyat
mempunyai peranan yang penting, diantaranya adalah : (1) meningkatkan
pendapatan masyarakat, (2) memanfaatkan secara maksimal dan lestari
lahan-lahan yang tidak produktif, (3) menghasilkan kayu bakar, (4) menghasilkan kayu
bahan bangunan dan bahan industri, (5) mempercepat usaha rehabilitasi lahan
kritis, (6) menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, pakan
ternak dan sayuran, dan (7) membantu resapan air di tempat-tempat recharge
area.
Di Amerika Serikat fungsi hutan rakyat (private forest) telah mengalami
pergeseran dari sebagai penghasil kayu (timber production) menjadi lebih
berfungsi untuk manfaat lain (non-timber production) seperti jasa lingkungan.
Peningkatan kepadatan penduduk menyebabkan meningkatnya nilai ekonomi jasa
lingkungan dari hutan rakyat (Butler dan Leatherberry, 2004).
Menurut Simon (1995) keberhasilan pembangunan hutan rakyat, akan
memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam
bentuk (1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, (2) memperluas
aksesibilitas dan kesempatan kerja di pedesaan, (3) memperbaiki sistem tata air
dan meninngkatan perlindungan permukaan tanah dari bahaya erosi, (4)
meningkatkan proses penguraian oksida carbon (CO2) dan polutan lain di udara
karena adanya peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi, (5) dari proses
fotosintesis dapat menjaga kadar oksigen udara segar tetap pada tingkat yang
menguntungkan bagi mahluk hidup, dan (6) dapat menyediakan habitat yang
dapat menjaga keragaman hayati (biodiversity) flora dan fauna.
Pengembangan hutan rakyat sejalan dengan berbagai kebijakan baik di
pusat maupun daerah. Untuk tingkat nasional pengembangan hutan rakyat
merupakan kegiatan pokok dalam progran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GN RHL) yang digulirkan sejak tahun 2003, dengan target seluas 3
juta hektar yang akan dilaksanakan dalam waktu 5 tahun. Sasaran GN RHL ada
di 15 provinsi, yaitu di Pulau Jawa meliputi seluruh provinsi, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Sumatera
berada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Lampung. Di
Kalimantan hanya di Kalimantan Selatan, sedangkan Sulawesi di Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Sulawesi Selatan. Untuk tingkat Propinsi Jawa Barat, sejak tahun
2003 juga telah digulirkan Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis yang
kegiatan utamanya adalah pengembangan hutan rakyat.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas terlihat adanya satu kesamaan yang
paling mendasar tentang peranan hutan rakyat yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, baik melalui peningkatan pendapatan (ekonomi) maupun peningkatan
kualitas lingkungan hidup.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknologi informasi
yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan
berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Definisi lain mengenai
yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis
yang mencakup (1) pemasukan (input/encoding), (2) managemen data
(penyimpanan data dan pemanggilan lagi), (3) manipulasi dan analisis dan (4)
pengembangan produk dan pencetakan (output). Selain itu menurut prahasta
(2005), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumberdaya fisik dan
logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi.
Dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan
untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan
keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya.
Menurut Prahasta (2005), Barus dan Wiradisastra (2000) SIG mempunyai
empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain :
1. Data input : Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data
spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggungjawab
mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta
perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital.
2. Data managemen : Komponen ini mengorganisasi baik data spasial maupun
non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga
mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating dan editing.
3. Data manipulasi dan analisis : Komponen ini melakukan manipulasi dan
permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan.
Komponen perangkat lunak yang memiliki kedua funsi tersebut merupakan
kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan.
Kemampuan analisis data spasial melalui algoritma atau pemodelan secara
matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain.
4. Data out put : Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau
sebagian basisdata dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras
(hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan
sejenis, seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file)
yang dapat dibaca oleh komputer.
Perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi
data spasial dan non spasial (atribut) sekaligus. Menurut Aronoff (1993) fungsi
analisis SIG dapat dikelompokan ke dalam empat kategori :
a. Fungsi pemanggilan, klasifikasi dan pengukuran data
Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan adalah :
memilih, mancari dan memanipulasi data tanpa mngubah identitas spasial
obyek atau membuat identitas spasial baru. Penerapan yang umum
menggunakan fungsi pemanggilan SQL (Standard Query Languange),
(Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan klasifikasi data dilakukan untuk
menghasilkan pengelompokan beberapa obyek menjadi kelas baru
berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi klasifikasi penting kerena dapat
menentukan pola dan membantu mengenal pola-pola baru. Fungsi
pengukuran berkaitan dengan penghitungan titik, jarak antar obyek, panjang
garis, penentuan keliling dan luas poligon, volume suatu ruang dan ukuran
serta pola sekelompok sel yang mempunyai identitas yang sama.
b. Fungsi tumpang tindih (overlay)
Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda
dengan unit awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima
cara yaitu : (a) pemanfaatan fungsi logika dan bolean seperti : penggabungan
(union), irisan (intersection), perbedaan (difference), pilihan (ansd dan or),
dan pernyataan bersyarat (if, then, else), (b) pemanfaatan fungsi relasional
seperti : ukuran >, < = dan kombinasinya, (c) pemanfaatan fungsi aritmetika
seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian, (d)
pemanfaatan data atribut atau tabel dua atau tiga dimensi dan (e)
menyilangkan dua peta langsung (Barus dan Wiradisastra, 2000).
c. Fungsi tetangga
Operasi tetangga mengevalusi ciri-ciri lingkungan tetangga yang
mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi
tetangga adalah: (a) fungsi penelusuran (search), fungsi topografi (kontur,
aspek/arah dan lereng) dan poligon thiesen (Barus dan Wiradisastra, 2000)
d. Fungsi jaringan/keterkaitan
Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang
mengakumulasikan nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi.
Fungsi-fungsi yang terdapat pada Fungsi-fungsi jaringan/keterkaitan adalah : (a) Fungsi-fungsi
kesinambungan (contiguity), (b) fungsi perkiraan (proximity), (c) fungsi
jaringan kerja (network), (d) fungsi penyebaran (spread), (e) fungsi aliran
(stream), dan (f) fungsi keterlihatan (intervisibility).
Analisis Kesesuaian Lahan
Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan
kesesuaiannya untuk tujuan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah
membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan
diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang
akan digunakan. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Dalam Sistem FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4
(empat) kategori, yaitu :
1. Ordo, menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu.
2. Kelas, Menunjukan tingkat kesesuaian suatu lahan.
3. Sub-Kelas, menunjukan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus
dijalankan dalam masing-masing kelas.
4. Unit, menunjukan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang
berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas.
Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo
Pada tingkat ordo ditunjukan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai
untuk suatu jenis penggunaan tertentu. Dikenal 2 (dua) ordo, yaitu :
1. Ordo S (sesuai) : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat
telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan ini akan
memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.
2. Ordo N (tidak sesuai) : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya
untuk suatu tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai (misalnya untuk tujuan
pertanian) karena adanya berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng
sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan
yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).
Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas
Kelas diberi nomor urut dibelakang simbol ordo, semakin tinggi nomornya
menunjukan semakin jelek kelas kesesuaiannya. Pembagian serta definisi kelas
secara kualitatif adalah sebagai berikut :
1. Kelas S1 (sangat sesuai/higly suitable) : lahan tidak mempunyai pembatas
yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau mempunyai pembatas
yang tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan masukan yang diberikan.
2. Kelas S2 (cukup sesuai/moderately suitable) : lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang
harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan
meningkatkan masukan yang diperlukan.
3. Kelas S3 (sesuai marginal/marginally suitable) : lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan
yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau
keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.
4. N1 (tidak sesuai pada saat ini/currently not suitable) lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang besar, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi,
dengan biaya yang tinggi. Keadaan pembatas yang besar, sehingga
Komoditas Unggulan Daerah
Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah
awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk
meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era
perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang
memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah
dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,
kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya
setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003).
Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah
menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan
komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi
penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik,
teknologi, dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya
manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) petani di suatu wilayah. Sedangkan dari
sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar
baik pasar domestik maupun internasional.
Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan
memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan
nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi
kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar
yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi;
(5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan
(6) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten.
Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber
daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan
menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan
kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu
wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa
komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas-komoditas yang
diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif.
Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian
Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan
dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal.
Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan
untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types) baik secara campuran
(multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types)
mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002).
Dilihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai
peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling
sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.
Pada umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai
persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian
untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila
persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap
jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah.
Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara
dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi,
lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan
komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan
pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan
dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak
lingkungan.
Komoditas Unggulan Hutan Rakyat
Badan Perencanaan dan Penelitian Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Sukabumi (2005) melalui FGD (focus group discussion) dengan berbagai
adalah (1) menggunakan bahan baku lokal, (2) sesuai dengan potensi dan kondisi
daerah; (3) memiliki pasar yang luas; (4) mampu menyerap tenaga kerja relatif
banyak; (5) merupakan sumber pendapatan masyarakat; (6) volume produksi
relatif besar dan kontinyu; (7) merupakan ciri khas daerah; (8) memiliki daya
saing yang relatif tinggi; dan (9) memiliki nilai tambah relatif tinggi.
Dengan kriteria tersebut dipilih komoditas unggulan masing-masing sektor
pembangunan. Untuk komoditas kehutanan terpilih 3 (tiga) komoditas yang
menjadi unggulan daerah, yaitu Jati (Tectona grandis), Sengon (Paraserianthes
falcataria) dan Mahoni (Swietenia macrophylla).
Jati (Tectona grandis)
Jati termasuk famili Verbenaceae adalah tumbuhan tropis yang
penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di
Indonesia terutama di Pulau Jawa, ditemukan di daerah-daerah pada ketinggian
kurang dari 700 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di
Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.
Untuk pertumbuhannya membutuhkan iklim dengan curah hujan berkisar
antara 1.250 – 2.500 mm per tahun dan jumlah bulan kering berkisar antara 3 – 5
bulan. Tempat tumbuh membutuhkan tanah yang beraerasi baik. Mempunyai
riap pertumbuhan 7,9 – 10,9 m3/Ha/Tahun.
Tinggi pohon antara 25-30 m, namun di daerah yang subur tinggi pohon
bisa mencapai 50 m dengan diameter sampai 150 cm. Batang umumnya bulat dan
lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam. Untuk
mendapatkan kayu yang berkualitas baik daur tanaman minimal 40 tahun.
Kayu memiliki kelas awet I, kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,70,
cocok dipergunakan untuk keperluan kayu perkakas dan pertukangan (Direktorat
Sengon (Paraserianthes falcataria)
Sengon mempunyai dua nama latin yakni Albazia falcataria dan
Paraserianthes falcataria, termasuk dalam famili Mimosaceae (keluarga
polong-polongan). Merupakan salah satu tanaman kayu yang cepat tumbuh (fast growing
species) dengan daur tanaman minimal 6 tahun.
Pohon sengon berbatang lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu
keputih-putihan, licin, dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 m. Tajuk
berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang agak jarang ini
memungkinkan beberapa jenis tanaman perdu tumbuh baik di bawahnya.
Secara khusus sengon tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit,
dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, namun untuk memperoleh sengon
yang baik diperlukan beberapa syarat tumbuh yaitu ;
a. Jenis Tanah : Alfisol dan Mollisol
b. pH tanah : netral sampai basa
c. Iklim : suhu 20-33o C (suhu optimum 22,29 o C)
d. Ketinggian tempat : 10 – 800 m dpl
e. Curah Hujan rata-rata : 2000 – 2700 mm/tahun,
f. Topografi : datar sampai lereng 25 %
Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat III, banyak digunakan untuk
pulp, palet, peti kemas, perabot rumah tangga dan lain-lain (Diniyati dkk, 2004).
Mahoni (Swietenia macrophylla)
Mahoni (Swietenia macrophylla) termasuk dalam famili Meliaceae,
dikenal sebagai mahoni daun lebar. Tinggi pohon mahoni dapat mencapai 40 m
dengan diameter batang lebih dari 100 cm. Pohon mahoni tahan terhadap
naungan, sehingga dapat digunakan untuk tanaman penghijauan, karena dapat
bersaing dengan alang-alang dan semak belukar dalam mendapatkan matahari.
Pohon mahoni dapat tumbuh sampai ketinggian lebih dari 1.000 dpl,
dengan suhu udara berkisar antara 20-28oC dan rata-rata curah hujan 1.400 –
2.500 mm per tahun. Mahoni tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang
spesifik. Secara alami, mahoni dapat tumbuh pada tipe tanah alluvial, vulkanik,
mahoni akan baik, pada tanah yang subur, bersolum dalam dan aerasi baik dengan
pH 6.5 sampai 7.5 (Mindawati dan Tata, 2001)
Daur pertumbuhan mahoni pada umumnya adalah 40 – 60 tahun dengan
riap tumbuh 15-20 m3/tahun/Ha. Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat II,
banyak digunakan untuk kayu bangunan, plywood, kayu perkakas, lantai, papan
dan lain-lain. (Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2002).
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Administrasi
Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara
geografis terletak diantara 6o57`-7o25` Lintang Selatan dan 106o49` - 107o00`
Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4.139 Km2 atau 14,39 persen dari luas
Jawa Barat dengan batas-batas wilayahnya :
- sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor,
- sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia,
- sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia,
- sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Selain itu secara administratif Kabupaten Sukabumi juga berbatasan secara
langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong
(enclave). Kota Sukabumi dengan wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi
mempunyai hubungan yang bersifat fungsional dimana Kota Sukabumi
merupakan salah satu pusat (nodes) bagi wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi
yang mengelilinginya (hinterland). Sebagai pusat wilayah, sebagaimana
disebutkan dalam (Rustiadi dkk, 2006), Kota Sukabumi berfungsi sebagai (1)
tempat terkonsentrasinya penduduk (permukiman), (2) pusat pelayanan terhadap
daerah hinterland, (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian dan lokasi
pemusatan industri manufaktur. Sedangkan wilayah-wilayah Kabupaten
Sukabumi sebagai hinterland berfungsi sebagai (1) pemasok (produsen)
bahan-bahan mentah dan atau bahan-bahan baku (2) pemasok tenaga kerja melalui proses
urbanisasi dan menglaju (commuting) (3) daerah pemasaran barang dan jasa
industri manufaktur dan (4) penjaga keseimbangan ekologis.
Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam
45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di
Jika dilihat dari perkembangan dan karakteristik wilayah, Kabupaten
Sukabumi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Sukabumi Utara dan
Sukabumi Selatan. Kedua wilayah ini mempuyai karakteristik yang berbeda,
diantaranya (1) Sukabumi utara yang dilalui oleh jalur tengah yang relatif lebih
berkembang, dibandingkan Sukabumi selatan yang dilalui oleh jalur selatan, (2)
Pusat-pusat pertumbuhan dan kegiatan banyak terdapat di Sukabumi utara, seperti
pasar, industri, pusat pendidikan dan lain-lain (3) Sumberdaya alam lahan (tanah)
relatif lebih subur di utara, karena terdapat diantara dua gunung, yaitu Gunung
Gede-Pangrango dan Gunung Salak (4) Kepadatan penduduk di utara lebih tinggi
di bandingkan di selatan Sukabumi.
Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2005 mencapai
2.300.644 jiwa yang terdiri dari 1.156.871 laki-laki dan 1.143.773 perempuan
dengan rasio jenis kelamin 101,15 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk
perempuan terdapat 101 laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi
adalah sebesar 557,33 orang per Km2 (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2005
Penduduk Tahun
Laki-laki Perempuan Jumlah
Rasio Jenis Kelamin
Kepadatan Penduduk/Km2
2000 1.058.852 1.033.596 2.092.448 102,44 506,89
2001 1.075.979 1.053.685 2.129.664 102,12 515,91
2002 1.094.940 1.075.241 2.170.181 101,83 525,72
2003 1.115.074 1.097.747 2.212.821 101,58 536,05
2004 1.135.889 1.120.755 2.256.644 101,35 546,67
2005 1.156.871 1.143.773 2.300.644 101,15 557,33
Jumlah rumah tangga miskin Kabupaten Sukabumi tercatat 228.370 atau
38,70 % dari jumlah total rumah tangga. Persentase rumah tangga miskin terbesar
berada di Kecamatan Kabandungan yaitu sebesar 61,06 % dari jumlah rumah
tangga yang ada di kecamatan tersebut. Sedangkan kecamatan yang paling kecil
persentase rumahtangga miskinnya adalah Kecamatan Cicurug dan Cisaat.
Sifat Fisik Dasar
Topografi
Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi
permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian
utara dan tengah. Ketinggian tempat berkisar antara 0 – 2.960 m.
Sebaran lokasi berdasarkan kelerengan didominasi oleh daerah-daerah
yang agak miring dan berbukit (kelerengan 8 – 25 %) yang mencapai 44,8 %
(185.479 Ha) dari seluruh luas daratan. Daerah dengan kelerengan datar sampai
landai (kemiringan 0 – 8 %) mencapai 33,0 % (136.393 Ha) dari luas daratan dan
daerah yang agak curam sampai curam (kelerengan 25 % ke atas) mencapai 22,2
% (92.031 Ha) dari luas daratan (Gambar 3).
Bentuk permukaan tanah (morfologi) Kabupaten Sukabumi pada
umumnya bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung.
Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi dari 0 sampai dengan 2.958
meter di atas permukaan laut (dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Salak
2.211 meter dpl dan Gunung Gede 2.958 meter dpl). Daerah datar umumnya
terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian besar merupakan
persawahan, sementara daerah selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan
ketinggian berkisar 300 – 1.000 meter dpl.
Berdasarkan luasan di peta 42,0 % (173.833 Ha) wilayah Kabupaten
Sukabumi mempunyai ketinggian 100 – 500 meter dpl, 35,2 % (145.488 Ha)
mempunyai ketinggian 500 – 1000 meter dpl, 16,4 % (67.678 Ha) mempunyai
ketinggian < 100 meter dpl dan sisanya 6,5 % (26.703 Ha) mempunyai ketinggian
Iklim
Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 4.632
mm/tahun (data Curah Hujan rata-rata dari tahun 1981 – 2005) dan 183 hari hujan
(data tahun 2005). Suhu udara berkisar 18,8o C – 31,8o C dengan suhu rata-rata
25,55oC. Kelembaban udara rata-rata 88,8 %. Data Curah Hujan lengkap dapat
dilihat dalam Lampiran 22. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Klimatologi Bogor, curah hujan di Kabupaten Sukabumi dapat di bagi ke
dalam dua wilayah, yaitu wilayah utara dengan curah hujan rata-rata 2000- 3000
mm/tahun dan wilayah tengah sampai selatan dengan curah hujan rata-rata 3000 –
4000 mm/tahun (Gambar 4).
Gambar 4 Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata
Tanah
Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), wilayah
Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanpa liat).
Kedalaman tanahnya dapat dikelompok menjadi 2 (dua) golongan besar, yaitu
kedalaman efektif tanah dalam dan kedalaman efektif tanah sedang sampai
kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal tersebar di bagian tengah dan
selatan (BPS Kabupaten Sukabumi, 2006).
Jenis tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah Departemen Pertanian
(1966), dibagian utara pada umumnya terdiri dari tanah Podsolik, Andosol dan
Regosol. Sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah
Grumusol, Latosol dan Alluvial (Gambar 5).
Sebaran luasan berdasarkan perhitungan di peta tanah Podsolik
mendominasi dengan luasan mencapai 189.815 Ha (45,8 %) dari seluruh lahan.
Selanjutnya jenis tanah Latosol dengan luasan mencapai 86.950 Ha (21 %).
Secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi
Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%
Podsolik 189.815 45,8
Latosol 86.950 21,0
Grumosol 716.86 17,3
Regosol 44.436 10,7
Andosol 11.467 2,8
Alluvium 9.640 2,3
Total 413.996 100,0
Sumber : diolah dari peta
Struktur geologi wilayah Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua zona
yaitu zona utara dan zona selatan, dengan batas Sungai Cimandiri yang mengalir
dari arah Timur Laut ke Barat Daya. Zona Utara merupakan kawasan yang
dipengaruhi oleh vulkan dan sebagian besar merupakan daerah yang subur,
dimana terdapat kawasan perkebunan, persawahan dan kegiatan pertanian lainnya.
Sedangkan zona selatan merupakan kawasan yang berbukit-bukit yang terdiri atas
Sektor Kehutanan di Di Kabupaten Sukabumi
Luas Kawasan Hutan
Di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat sekitar 101.280,14 Ha
kawasan hutan negara (24,5 % dari luas daratan), yang terdiri dari Hutan
Konservasi 44.344,82 Ha dan Hutan Produksi 56.935,32 Ha (Tabel 4). Selain
berfungsi sebagai tempat pelestarian berbagai jenis hewan dan tumbuhan,
kawasan hutan di wilayah Kabupaten Sukabumi juga berfungsi sebagai kawasan
penyangga yang melindungi daerah-daerah di sekitarnya terutama Bogor dan
Jakarta.
Data Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi (2005) menunjukan sekitar
17.630 Ha kawasan telah mengalami kerusakan dengan rincian 4.850 Ha di dalam
kawasan hutan konservasi dan 12.780 Ha di dalam kawasan hutan produksi.
Penyebab kerusakan hutan antara lain adalah pembalakan liar (illegal logging),
perambahan kawasan (konversi hutan menjadi lahan pertanian) dan penambangan
liar (illegal mining).
Tabel 4 Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi
No. Jenis Kawasan Hutan Luas (Ha)
1. Taman Nasional Gununggede Pangrango 6.800
2. Taman Nasional Halimun-Salak 28.915,82
3. Hutan Produksi 56.935,32
4. Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa 8.629
Jumlah 101.280,14
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi (2007)
Berdasarkan kewenangan pengelolaan kawasan hutan terdapat dua
institusi, yaitu pemerintah pusat yang mengelola kawasan hutan konservasi dan
PT. Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
mengelola kawasan hutan produksi. Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
kawasan hutan hanya sebagai regulator dan mengkoordinasikan pembangunan
Peranan Sektor Kehutanan dalam Pembangunan Daerah
Sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi
memang sangat kecil 0,81 % (Tabel 5), namun kalau ditinjau dalam beberapa hal
peran sektor kehutanan sangat penting dalam pembangunan Kabupaten Sukabumi,
diantaranya adalah :
1. Kawasan hutan Gunung Salak di Kecamatan Cicurug dan Kecamatan Cidahu
merupakan sumber mata air yang banyak dimanfaatkan oleh
perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan seperti : Aqua, Ades dan lain-lain.
Pemanfaatan mata air ini jelas memiliki efek yang cukup besar terhadap
perekonomian daerah.
2. Sebagian besar masyarakat perdesaan Kabupaten Sukabumi yang mayoritas
bermatapencaharian petani memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan.
Indikasinya adalah ada 131 desa (38 % dari seluruh desa yang ada) yang
terdapat di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
Tabel 5 Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2002 – 2004 (dalam persen)
Sektor Lapanaga Usaha 2002 2003 2004
1. Pertanian 37,78 38,00 36,35
a. Tanaman bahan pangan 21,02 19,98 18,98
b. Tanaman perkebunan 5,49 6,11 5,83
c. Peternakan dan hasilnya 8,67 9,36 8,95
d. Kehutanan 0,78 0,74 0,81
e. Perikanan 1,82 1,81 1,78
2. Pertambangan 5,27 5,08 4,93
3. Industri Pengolahan 17,03 16,87 16,38
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,93 1,22 1,42
5. Bangunan dan Kontruksi 1,49 2,30 3,21
6. Angkutan dan Komunikasi 5,64 5,67 6,81
7. Perdagangan, Hotel dan restoran 16,08 15,53 16,02
8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 3,57 3,54 3,62
9. Jasa-jasa 12,21 11,79 11,27
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi
dan RTRW), data-data statistik, sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah
Komputer, Software GIS, dan Kuisioner.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat
(Gambar 6). Jangka waktu pelaksanaan penelitian di lapangan selama kurang
lebih 2 (dua) bulan, mulai Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan Data
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang terkait dengan
tema penelitian, yakni Badan Pusat Statistik (BPS), Balai Penelitian Tanah,
Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukabumi,
Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kabupaten Sukabumi, Dinas Perkebunan Kabupaten Sukabumi dan instansi
terkait lainnya. Data-data sekunder juga dikumpulkan dari sumber-sumber lain
yang relevan.
Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pengisian kuisioner
dan wawancara langsung terhadap responden terpilih yang terdiri dari petani
hutan rakyat, pedagang pengumpul atau tengkulak, pedagang penampung
(perantara), industri pengolahan kayu rakyat dan lembaga-lembaga lain yang
terkait dengan kegiatan pengusahaan hutan rakyat.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis, baik secara statistik
maupun deskriptif untuk mengetahui hubungan atau keterkaitan antara variabel
yang satu dengan yang lain untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pada
dasarnya sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui potensi pengembangan
hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi (diagram analisis data dapat dilihat pada
Gambar 9)
Metode Pengambilan Contoh Responden
Pengambilan contoh responden dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode pengambilan contoh tingkat tiga (three stage sampling). Penentuan
contoh terpilih dilakukan purposive sampling atau contoh diarahkan dengan
memperhatikan potensi untuk pengembangan hutan rakyat yang dicirikan dengan
luas pemilikan serta posisi lokasi terhadap wilayah Kabupaten Sukabumi. Satuan
contoh tingkat pertama adalah kecamatan, satuan tingkat ke dua adalah desa dan
satuan contoh ketiga adalah rumah tangga. Satuan contoh tingkat pertama dipilih
tiga kecamatan (yaitu Kecamatan Cisolok, Simpenan, dan Parakansalak).
Kemudian dipilih 2 (dua) desa untuk masing-masing kecamatan, yaitu Desa
Cidadap (Kecamatan Simpenan), serta Desa Makasari dan Palasari Girang
(Kecamatan Kalapanunggal). Selanjut diambil masing-masing 10 orang petani
hutan rakyat sebagai responden. Kriteria pengambilan responden adalah petani
yang aktif membudidayakan tanaman kayu-kayuan (tanaman kehutanan di lahan
miliknya).
Disamping itu juga dipilih beberapa orang responden yang terdiri dari
pedagang perantara/tengkulak dan pengolah hasil hutan rakyat serta Industri
Pengolahan Kayu (IPK).
Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data
4 Peta Penggunaan Lahan
8 Data Curah Hujan - 1981-2005 Tabular Badan Meteorologi dan Geofisika,
- 2005/2006 Tabular BPS Kab.Sukabumi
Metode Analisis Data
Identifikasi Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Hutan Rakyat (Analisis dengan Menggunakan GIS).
Sasaran lokasi pengembangan hutan rakyat adalah : (1) lahan yang karena
kelerengannya tidak memungkinkan untuk budidaya tanaman pertanian, (2) lahan
yang ditelantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan tanaman semusim, (3)
lahan yang karena pertimbangan khusus misalnya untuk perlindungan mata air
atau bangunan air, (4) lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi
lebih menguntungkan apabila dijadikan hutan rakyat dari pada tanaman semusim,
dan (5) lahan-lahan tidak produktif lainnya.
Kriteria tersebut kemudian diterjemahkan kedalam peta menjadi sebagai
berikut : (1) merupakan kawasan budidaya pertanian lahan kering (lahan non
sawah); (2) bukan merupakan kawasan hutan (Hutan konservasi, Hutan Lindung
dan Hutan Konservasi); (3) bukan merupakan kawasan perkebunan (negara); (4)
bukan permukiman; (5) bukan kawasan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) yang ditetapkan sebagai zone khusus seperti zone industri misalnya.
Analisis ketersediaan lahan hutan rakyat ini dilakukan dengan metode
tumpang tindih (overlay) dengan menggunakan Software GIS. Tahapan adalah
sebagai berikut :
1. Peta RTRW Kab. Sukabumi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kawasan Hutan,
Peta Perkebunan dan Peta Administrasi ditumpangtindihkan.
2. Selanjutnya melalui proses logical query dengan kriteria lahan untuk hutan
rakyat didapatkan Peta Ketersediaan Lahan (lahan potensial) untuk
pengembangan hutan rakyat.
3. Untuk mendapatkan Peta Lahan Prioritas untuk pengembangan hutan rakyat
dilakukan lagi proses logical query dengan kriteria (1) lahan dengan
kelerengan lebih dari 25 % dan (2) lahan-lahan disekitar tubuh air (radius 200
meter).
4. Peta Ketersediaan Lahan dan Peta Lahan Prioritas disajikan dalam skala 1 :
100.000, kemudian dihitung luasan masing-masing lahan sehingga didapatkan
luasan lahan per kecamatan. (Gambar 7)
Gambar 7 Diagram alir analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat.
Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat
Berdasarkan data yang ada dan beberapa kajian yang sudah dilakukan oleh
Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi ada 3 (tiga) jenis komoditas yang menjadi
unggulan untuk dikembangkan, yaitu Jati (Tectona grandis), Sengon
(Paraserianthes falcataria) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Analisis
Kesesuaian lahan dilakukan dengan Metode FAO (1976) dengan cara
membandingkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh komoditas
tanaman hutan rakyat. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Peta Lahan Tersedia, Peta Lereng, Peta Tanah dan Peta Curah Hujan
ditumpangtindihkan untuk mendapatkan satuan peta ketersediaan lahan
beserta karakteristiknya.
2. Selanjutnya satuan peta ketersedian lahan dipadukan dengan persyaratan
tumbuh tiga komoditas hutan rakyat.
Peta Lahan Tersedia Skala 1 : 200.000
Overlay
Matching • Peta Tanah
• Peta CH • Peta Lereng • Peta Ketersediaan
lahan
Persyaratan Komoditas
Peta Kesesuaian Komoditas Hutan Rakyat
Skala 1 : 200.000
3. Kemudiaan satuan peta ketersedian lahan dimasukan ke dalam kelas-kelas
kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling minimal. (Gambar
8).
Gambar 8 Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih
Analisis Location Quotient (LQ)
Potensi pengembangan hutan rakyat di lokasi penelitian terutama dilihat
dari luasan lahan yang digunakan untuk usaha hutan rakyat dan atau potensial
untuk pengusahaan hutan rakyat jika dibandingkan dengan luas lahan secara