• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Fisik, Sosial Dan Ekonomi Untuk Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi Fisik, Sosial Dan Ekonomi Untuk Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI FISIK, SOSIAL DAN EKONOMI

UNTUK PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT

DI KABUPATEN SUKABUMI

USDI DIRGANTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

 

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Fisik, Sosial dan Ekonomi untuk Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008

USDI DIRGANTARA NRP. A 353060274

(3)

 

                          ©Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

 

 

(4)

ANALISIS POTENSI FISIK, SOSIAL DAN EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT

DI KABUPATEN SUKABUMI

USDI DIRGANTARA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

Judul Tesis : Analisis Potensi Fisik, Sosial Dan Ekonomi Untuk Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi

Nama : Usdi Dirgantara

NIM : A 353 060 274

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS Ketua

Didit Okta Pribadi, SP, MSi Anggota

Dr. Ir. Boedi Tjahjono, MSc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, MAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(7)

PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kusayangi... istriku (Marisa Lenawati))

yang telah tabah & sabar merawat buah hati kami dengan penuh suka duka, anak-anakku (Muhammad Fakhri Disa Al Faishal & Muhammad Fathi Disa Al Faishal)

yang tidak banyak mendapat kasih sayang selama meyelesaikan studi, yang kuhormati ayahanda H. Midin (Alm) & ibunda Hj. Ucih (Alm) yang telah mendidik dan membesarkanku sehingga menjadi seperti saat ini

keluarga besarku (maria, gian, tia & wawa) yang selalu hangat dan kompak dalam kebersamaan,

ayah dan ibu mertuaku Sulaeman & Ernawati, yang memberikan dorongan & doa

almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa PWL 2006 terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini adalah Analisis Potensi Fisik, Sosial dan Ekonomi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, M.S, Didit Okta Pribadi, SP. M.Si dan Dr. Boedi Tjahjono sebagai Komisi Pembimbing yang telah melakukan pembimbingan dan pengarahan dengan penuh tanggung jawab.

2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S selaku Penguji Luar Komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

4. Pusbindiklatren Bappenas selaku sponsor yang memberikan beasiswa untuk tugas belajar S-2 13 bulan.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan ijin dan dukungan moral untuk mengikuti tugas belajar.

6. Drs. Bambang Setiawan selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan rekomendasi untuk mengikuti tugas belajar.

7. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada orangtua yang selalu memberikan dukungan doa. Istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala pengorbanan, doa, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Maret 2008

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi Propinsi Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1972, putra ke empat dari empat bersaudara pasangan H. Midin dan Hj. Ucih.

Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di Bekasi. Gelar Sarjana Kehutanan diperoleh penulis dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, jurusan Teknologi Hasil Hutan pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi. Saat ini tercatat sebagai staf pada Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.

Pada bulan Agustus 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR……… iv

DAFTAR LAMPIRAN ……… v

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ………. 1

Rumusan Permasalahan ……… 4

Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 4

Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian ……… 4

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 7

Pengertian Hutan Rakyat ……….. 7

Perananan Hutan Rakyat……… 9

Sistem Informasi Geografis ……….. 10

Analisis Kesesuaian Lahan ……… 13

Komoditas Unggulan Daerah ……… 15

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian ………... 16

. Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ………. 16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20

Administrasi ... 20

Kependudukan ... 22

Sifat Fisik Dasar ... 23

Sektor Kehutanan di Kabupaten Sukabumi ... 28

METODE PENELITIAN ………. 31

Bahan dan Alat ……….. 31

Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 31

Metode Pengumpulan Data ………... 32

Pengumpulan Data ……… 32

Metode Pengambilan Contoh Responden ………... 32

Metode Analisis Data ………... 34

Identifikasi Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Hutan Rakyat (Analisis dengan Menggunakan GIS) ... 34

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ... 35

Analisis Location Quotient (LQ) ... 36

Analisis Location Index (LI) ... 38

Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat ... 39

Analisis Deskriptif Saluran Pemasaran ... 41

Analisis Deskripsi Kelembagaan dan Persepsi Masyarakat dalam Pengusahaan Hutan Rakyat. ... 41

(11)

Gambaran Umum Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 43

Potensi Lahan Kering untuk Pengembangan Hutan Kakyat... 43

Potensi Tegakan ... 45

Produksi Kayu Rakyat ... 48

Kelembagaan dan Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat ... 52

Pola Pengembangan Hutan Rakyat ... 52

Dukungan Strategis ... 53

Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat ... 54

Potensi Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat ... 57

Pewilayahan Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat ... 62

Pewilayahan berdasarkan Analisis LQ dan LI ... 66

Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat... 69

Kelayakan Finansial ... 69

Hutan Rakyat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 72

Kontribusi Hutan Rakyat dalam Penyerapan Tenaga Kerja... 73

Saluran Pemasaran ... 75

Pengembangan Hutan Rakyat dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 78

Arahan Pengembangan Hutan Rakyat ... 79

Arahan Berdasarkan Kesesuaian Jenis ... 79

Arahan Berdasarkan Potensi Pengembangan ... Arahan Sistem Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi... 83

Pengembangan Sumberdaya Manusia... 86

Pengembangan Kelembagaan Pemasaran... 87

KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Luas lahan tidak produktif di Kabupaten Sukabumi ... 2

2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten

Sukabumi tahun 2000-2005 ...

22

3. Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi ... 26

4. Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi ... 28

5. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2000-2004 (dalam persen) ...

29

6. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 33

7. Luas lahan kering di Kabupaten Sukabumi berdasarkan

penggunaannya ...

43

8. Luas hutan rakyat per kecamatan di Kabupaten Sukabumi ... 45

9. Prakiraan potensi tegakan tiga jenis komoditas kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi ...

46

10. Produksi kayu rakyat tahun 2004-2007 di Kabupaten Sukabumi 49

11. Sebaran lokasi potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat 57

12. Sebaran lokasi prioritas lahan untuk pengembangan hutan rakyat 61

13. Prosentase luasan berdasarkan kesesuaian lahan ... 62

14. Nilai LQ hutan rakyat per kecamatan ... 66

15. Nilai LI tiap sektor pemanfaatan lahan kering di Kabupaten Sukabumi ...

69

16. Nilai NPV, B/C Rasio dan IRR tiga komoditas hutan rakyat ... 71

17. PAD dari retribusi penebangan kayu rakyat tahun 2004-2006 73

18. Pembangunan rakyat di Kabupaten Sukabumi dari tahun 2004-2007 ...

74

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran ... 6

2. Peta Administrasi Kabupaten Sukabumi ... 21

3. Peta kelerengan lahan Kabupaten Sukabumi ... 24

4. Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata ... 25 5. Peta jenis tanah Kabupaten Sukabumi ... 27

6. Lokasi penelitian... 31

7. Diagram alir analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat ... 35 8. Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih ... 36 9. Diagram alir analisis dan pengolahan data ... 42

10. Peta sebaran hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 47

11. Grafik produksi kayu jati tahun 2003-2007 ... 49

12. Grafik produksi kayu sengon tahun 2003-2007 ... 50

13. Grafik produksi kayu mahoni tahun 2003-2007... 50

14. Peta sebaran kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi... 51

15. Peta potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat ... 59

16. Peta potensi lahan untuk prioritas pengembangan hutan rakyat 60 17. Peta kesesuaian lahan untuk jati ... 63

18. Peta kesesuaian lahan untuk sengon ... 64

19. Peta Kesesuaian lahan untuk mahoni ... 65

20. Peta kecamatan yang memiliki LQ>1... 68

(14)

22. Pewilyahan Kabupaten Sukabumi berdasarkan DAS... 78

23. Peta arahan pengembangan hutan rakyat berdasarkan

kesesuaian jenis ...

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Potensi kayu jati pada areal hutan rakyat di Kabupaten

Sukabumi ... 94 2. Potensi kayu sengon pada areal hutan rakyat di Kabupaten

Sukabumi ... 95 3. Potensi kayu mahoni pada areal hutan rakyat di Kabupaten

Sukabumi ... 96 4. Produksi kayu jati rakyat Kabupaten Sukabumi tahun 2003 –

2007... 97 5. Produksi kayu sengon rakyat Kabupaten Sukabumi tahun 2003

– 2007... 98 6. Produksi kayu mahoni rakyat Kabupaten Sukabumi tahun

2003 – 2007 ... 99 7. Luas lahan kering menurut penggunaannya per kecamatan di

Kabupaten Sukabumi tahun 2005 (Ha) ... 100 8. Potensi lahan untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten

Sukabumi ... 102 9. Analisis biaya produksi tanaman jati secara mMonokultur daur

15 tahun ... 103 10. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan

tanaman jati pada tingkat suku bunga 12 % ... 104 11. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan

tanaman jati pada tingkat suku bunga 20 % ... 105 12. Analisis biaya produksi tanaman sengon secara monokultur

daur 6 tahun ... 106 13. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan

tanaman sengon pada tingkat suku bunga 12 % ... 107 14. Analisis kelayakan fimansial pengusahaan hutan rakyat

dengan tanaman sengon pada tingkat suku bunga 20% ... 108 15. Analisis biaya produksi tanaman mahoni secara monokultur

daur 15 ... 109 16. Analisis kelayakan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan

tanaman mahoni pada tingkat suku bunga 12% ... 110 17. Analisis kelayakan fimansial pengusahaan hutan rakyat

dengan tanaman mahoni pada tingkat suku bunga 20% ... 111 18. Kriteria kesesuaian lahan untuk Jati (Tectona grandis) ... 112 19. Kriteria kesesuaian lahan untuk Sengon (Paraserianthes

falcataria) ... 113 20. Kriteria kesesuaian lahan untuk Mahoni (Swietenia

macrophylla) ... 114 21. Karakteristikjenis tanah Sukabumi ... 115 22. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Sukabumi tahun

1981-2005 ... 116

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi

yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan

manfaat yang optimal. Tekanan yang berlebihan juga menyebabkan sumberdaya

hutan mengalami kerusakan dan menurunnya produktivitas. Saat ini tingkat

kerusakan hutan di Indonesia makin tinggi. Deforestasinya sudah mencapai 2,83

juta hektare per tahun. Data terakhir menunjukan dari total kawasan hutan seluas

120,35 juta hektar, lebih dari 59 juta hektar kondisinya rusak dan sangat

memprihatinkan (www.fiskal.depkeu.go.id).

Kerusakan kawasan hutan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan

lingkungan. Pada musim kemarau hutan yang rusak sangat mudah terbakar.

Kebakaran hutan serta asap yang ditimbulkannya sudah menjadi permasalahan

nasional tiap tahun dan sampai saat ini belum dapat teratasi. Sedangkan pada

musim hujan terjadi bencana banjir yang terjadi hampir di seluruh wilayah

Indonesia.

Sementara itu dengan terus berkembangnya pembangunan di Indonesia

dewasa ini, maka kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan oleh masyarakat akan

terus meningkat, sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Saat ini

kebutuhan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun. Dalam waktu sepuluh tahun

ke depan kebutuhan tersebut bisa mencapai 37,6 juta m3 per tahun. Di lain pihak,

kondisi sebaliknya terjadi, dimana dalam beberapa dekade mendatang pasokan

kayu dari areal hutan alam akan semakin menurun (www.indonesia.go.id).

Di Pulau Jawa yang penduduknya paling padat di Indonesia, tekanan

terhadap sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan

lahan semakin meningkat. Tekanan untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi

pertanian, industri dan perumahan menyebabkan terjadinya konversi hutan

menjadi lahan perumahan dan kawasan industri ataupun pertanian. Di lain pihak

masih banyak lahan kering yang tidak produktif belum dapat dimanfaatkan untuk

(17)

ataupun lahan kritis yang tidak produktif adalah dengan menanam tanaman

berkayu (hutan rakyat) yang mempunyai nilai komersial. Selain manfaat tersebut,

pengembangan hutan rakyat juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk

meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat di perdesaan (Attar,

2000).

Berdasarkan kondisi aktual saat ini bahwa hutan alam tidak akan dapat

memenuhi kebutuhan kayu di masa yang akan datang, maka pengembangan hutan

rakyat yang dibangun di atas tanah milik dapat menjadi komplemen yang sangat

berarti dalam penyediaan bahan baku kayu sekaligus dapat mengurangi tekanan

terhadap kerusakan hutan.

Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten yang memiliki lahan tidak

produktif (lahan kritis) terluas di Provinsi Jawa Barat selain Kabupaten Garut.

Terdapat sekitar 61.000 Ha lahan tidak produktif, diantaranya 36.000 Ha terdapat

pada lahan-lahan milik masyarakat. Lahan-lahan tidak produktif tersebut

kemungkinan berpotensi untuk pengembangan hutan rakyat.

Tabel 1. Luas lahan tidak produktif di Kabupaten Sukabumi

No. Status Lahan Luas

Lahan tidak Produktif (Ha)

Persentase

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Tahun 2006

Di Kabupaten Sukabumi rusaknya kawasan hutan dan kawasan lindung

juga menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan.

Permasalahan-permasalahan lingkungan yang dilaporkan antara lain adalah :

1. Menurun secara drastis debit air sungai pada musim kemarau, sebagai contoh

pada musim kemarau sungai Citatih dan sungai Citarik yang biasa

dipergunakan untuk kegiatan wisata arung jeram debit airnya sangat kecil,

(18)

2. Menurunnya muka air tanah dan hilangnya sumber mata air terutama di

Wilayah Sukabumi Selatan, akibatnya masyarakat semakin kesulitan untuk

mendapatkan sumber air terutama pada musim kemarau.

3. Sering terjadi banjir dan longsor yang tidak hanya merugikan secara ekonomi,

namun lebih dari itu dalam beberapa kasus menyebabkan korban meninggal.

Pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi memiliki dua fungsi,

yaitu fungsi ekonomi dan yang tak kalah penting adalah fungsi ekologi

(lingkungan). Secara ekonomi pengembangan hutan rakyat antara lain berfungsi

sebagai penyedia bahan baku kayu yang akan mendorong berkembangnya

berbagai kegiatan ekonomi yang berbasis kayu seperti penggergajian kayu,

industri kerajinan dan lain-lain. Secara ekologis pengembangan hutan rakyat akan

bermanfaat bagi perbaikan kualitas lahan, memperbaiki tata air, bahkan yang lebih

besar, hutan rakyat akan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.

Dari sisi kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah, kegiatan pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu kegiatan

prioritas dalam sektor kehutanan. Di tingkat pusat kegiatan pengembangan hutan

rakyat merupakan kegiatan utama dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi

Hutan dan Lahan (GERHAN/GN-RHL). Sementara itu, di tingkat Propinsi Jawa

Barat melalui Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), kegiatan

pengembangan hutan rakyat juga menjadi salah satu kegiatan prioritas.

Permasalahannya adalah belum tersedianya data yang memadai terutama secara

spasial wilayah-wilayah yang berpotensi untuk pengembangan hutan rakyat.

Dari berbagai alasan tersebut ditambah dengan potensi lahan yang

tersedia, budidaya hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi menjadi penting untuk

dikembangkan. Dibutuhkan perencanaan yang baik yang dudukung oleh data

yang memadai agar pengembangan hutan rakyat dapat berjalan secara optimal,

(19)

Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka dapat diuraikan

beberapa rumusan permasalahan sebagai dasar dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana penyebaran sumberdaya lahan secara spasial yang berpotensi

untuk pengembangan hutan rakyat ?

2. Apakah komoditas unggulan yang telah berkembang saat ini sesuai dengan

karakteristik lahan?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan hutan

rakyat ?

4. Bagaimana arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Mengidentifikasi potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan

rakyat di Kabupaten Sukabumi;

2. Membuat pewilayahan pengembangan hutan rakyat berdasarkan komoditas

unggulan, dan

3. Menyusun arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi

Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan kehutanan di

Kabupaten Sukabumi, khususnya pembangunan hutan rakyat.

2. Sebagai bahan masukan dalam kebijakan penatagunaan lahan di Kabupaten

Sukabumi.

Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan dan landasan teori yang

mendasari pelaksanaan penelitian ini, maka secara garis besar dapat disarikan

(20)

Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan terus berjalannya roda

pembangunan menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan baku kayu,

sedangkan daya dukung hutan alam sebagai sumber kayu terus menurun.

Akibatnya, tekanan terhadap kelestarian sumberdaya hutan terus meningkat.

Rusaknya sumberdaya hutan mendorong terjadinya berbagai macam bencana

alam, seperti banjir, longsor, kekeringan, dan lain-lain. Di sisi lain banyak

lahan-lahan yang kritis (tidak produktif) di luar kawasan hutan yang belum

termanfaatkan atau kurang cocok untuk budidaya tanaman pertanian.

Untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan sekaligus dapat

menjadi sumber bahan baku kayu, maka perlu di lakukan upaya pembangunan

sumber kayu dari luar kawasan hutan negara. Alternatif kegiatan yang

mempunyai prospek yang baik adalah pengembangan hutan rakyat.

Pengembangan hutan rakyat relatif mudah dilaksanakan, karena pada dasarnya

masyarakat telah lama mempraktekannya. Namun selama ini, budidaya hutan

rakyat yang dilaksanakan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dengan

pengelolaan sederhana.

Sehubungan dengan hal tersebut dan agar pengembangan hutan rakyat

dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, maka perlu dilakukan

perencanaan yang baik dalam pengembangan hutan rakyat. Dengan demikian

diperlukan identifikasi sebaran secara spasial lahan-lahan yang berpotensi untuk

pengembangan hutan rakyat. Diperlukan juga analisis kesesuian jenis untuk

komoditas unggulan agar menghasilkan produksi yang menguntungkan. Juga

dibutuhkan analisis kelembagaan dan persepsi masyarakat terhadap

pengembangan hutan rakyat agar arahan pengembangan hutan rakyat dapat

mencapai hasil yang optimal.

Secara ringkas kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian ini disajikan

(21)

Kondisi Faktual :

• kebutuhan bahan baku kayu terus meningkat

• stok kayu dari hutan alam terus menurun

• Kebutuhan lahan

Dampak terhadap kawasan hutan

• Eksploitasi berlebihan

• Kerusakan kawasan hutan

• Terganggunya keseimbangan lingkungan (terjadi bencana alam)

• Timbulnya lahan-lahan kritis (tidak produktif)

Perlu alternatif kegiatan yang dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan, sebagai

sumber kayu sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan

• Belum ada perencanaan yang baik

Kegiatan Penelitian :

Bagaimana potensi pengembangan hutan rakyat dalam pengembangan wilayah, kontribusi hutan rakyat terhadap sosial ekonomi masyarakat, dan pewilayahan pengembangan

hutan rakyat.

Sasaran

Arahan pengembangan hutan rakyat yang memberikan manfaat optimal bagi

pengembangan wilayah

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Rakyat

Dalam Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

berdasarkan status kepemilikannya dikenal hutan negara dan hutan milik. Hutan

negara adalah kawasan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak

milik, sedangkan hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang

dibebani hak milik. Selanjutnya dalam Bab Penjelasan disebutkan bahwa hutan

milik tersebut lazimnya disebut hutan rakyat. Mardikanto (1995) mengemukakan

bahwa hutan rakyat dapat berbentuk (1) hutan adat (di luar Jawa), (2) hutan rakyat

yang dikembangkan melalui proyek-proyek tertentu seperti Wanagama di

Kabupaten Gunung Kidul yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada

(UGM), atau Wanasemar di Kabupaten Boyolali yang dikembangkan oleh

Universitas Sebelas Maret (UNS). Bahkan muncul pola pengembangan hutan

rakyat yang dipadukan dengan program transmigrasi yaitu hutan rakyat

transmigrasi (Tinambunan dkk, 1995).

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997

tercantum definisi hutan rakyat lebih jelas lagi, yaitu Hutan Rakyat adalah hutan

yang dimiliki oleh rakyat dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha dan penutupan

tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama

sebanyak minimal 500 tanaman.

Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya, hutan rakyat dapat

digolongkan kedalam bentuk-bentuk (1) hutan rakyat murni, (2) hutan rakyat

campuran dan (3) hutan rakyat dengan sistem agroforestry atau tumpangsari

(APHI, 1995). Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari dari satu

jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau

monokultur. Hutan rakyat murni lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan

pengawasannya, namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat murni

mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya mudah dan peka terhadap serangan

hama-penyakit dan gangguan alam lainnya. Dari segi ekonomi kurang fleksibel

dan tidak ada diversifikasi komoditas, sehingga ketahanan ekonominya kurang

(23)

hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara

campuran. Dari segi silvikultur bentuk hutan ini lebih baik dari hutan rakyat

murni. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap serangan hama-penyakit dan

gangguan alam lainnya. Selain itu pada jenis hutan ini dapat mengurangi

persaingan penggunaan zat hara oleh akar maupun penggunaan cahaya matahari.

Dari segi ekonomi memiliki ketahanan dan fleksibilitas yang lebih tinggi, karena

terdapat diversifikasi komoditas secara horizontal dan resiko yang lebih kecil.

Hutan rakyat agroforestry merupakan hutan rakyat yang mempunyai bentuk

usaha kombinasi, yaitu usaha kehutanan dengan usaha tani lainnya seperti

perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi.

Hutan rakyat agroforestry berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan

secara rasional dan ideal, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan

seperti ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan hama-penyakit dan

gangguan alam lainnya. Dalam kehidupan masyarakat perdesaan bentuk hutan ini

dapat berupa pekarangan, talun, kebun campuran dan tegalan. Secara ekonomi

dapat diperoleh suatu keuntungan ganda melalui pemanenan yang bertahap dan

berkesinambungan. Adanya diversifikasi komoditas secara vertikal dan horizontal

menyebabkan nilai ekonomi yang didapat semakin tinggi serta penyerapan tenaga

kerja yang lebih banyak dan berkelanjutan.

Hutan rakyat juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutan rakyat

tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional adalah hutan rakyat

yang dibangun/ditanam di atas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri

tanpa adanya subsidi atau bantuan dari pemerintah. Sedangkan hutan rakyat

inpres adalah hutan rakyat yang dibangun melalui kegiatan atau program bantuan

penghijauan.

Menurut Departemen Kehutanan (1995), pengusahaan hutan rakyat

memiliki beberapa ciri sebagai berikut :

1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana

petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah.

2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan

(24)

3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang

diusahakan dengan cara-cara sederhana.

4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai

pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari

10 % dari pendapatan total.

Peranan Hutan Rakyat

Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Jepang,

Inggris, Canada, Finlandia dan negara-negara lainnya, hutan rakyat sudah sejak

lama dikembangkan, yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu

untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pulp dan kertas dalam negeri dan kayu

bakar. Hutan pada tanah milik masyarakat (private forest) telah menjadi sumber

daya alam yang sangat penting di India, terutama untuk rumah tangga miskin

dipedesaan yang memiliki lahan sempit. Hutan rakyat menjadi sumber kehidupan

mereka. Di sisi lain di India telah tejadi kerusakan sumberdaya hutan negar

mencapai 20 % dalam dekade terakhir ini, sehingga pengelolaan hutan menjadi

menarik untuk dikembangkan (Sinha dan Suar, 2005).

Sedangkan Suharjito (2000) mengemukakan bahwa hutan rakyat

mempunyai peranan yang penting, diantaranya adalah : (1) meningkatkan

pendapatan masyarakat, (2) memanfaatkan secara maksimal dan lestari

lahan-lahan yang tidak produktif, (3) menghasilkan kayu bakar, (4) menghasilkan kayu

bahan bangunan dan bahan industri, (5) mempercepat usaha rehabilitasi lahan

kritis, (6) menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, pakan

ternak dan sayuran, dan (7) membantu resapan air di tempat-tempat recharge

area.

Di Amerika Serikat fungsi hutan rakyat (private forest) telah mengalami

pergeseran dari sebagai penghasil kayu (timber production) menjadi lebih

berfungsi untuk manfaat lain (non-timber production) seperti jasa lingkungan.

Peningkatan kepadatan penduduk menyebabkan meningkatnya nilai ekonomi jasa

lingkungan dari hutan rakyat (Butler dan Leatherberry, 2004).

(25)

Menurut Simon (1995) keberhasilan pembangunan hutan rakyat, akan

memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam

bentuk (1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, (2) memperluas

aksesibilitas dan kesempatan kerja di pedesaan, (3) memperbaiki sistem tata air

dan meninngkatan perlindungan permukaan tanah dari bahaya erosi, (4)

meningkatkan proses penguraian oksida carbon (CO2) dan polutan lain di udara

karena adanya peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi, (5) dari proses

fotosintesis dapat menjaga kadar oksigen udara segar tetap pada tingkat yang

menguntungkan bagi mahluk hidup, dan (6) dapat menyediakan habitat yang

dapat menjaga keragaman hayati (biodiversity) flora dan fauna.

Pengembangan hutan rakyat sejalan dengan berbagai kebijakan baik di

pusat maupun daerah. Untuk tingkat nasional pengembangan hutan rakyat

merupakan kegiatan pokok dalam progran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan

dan Lahan (GN RHL) yang digulirkan sejak tahun 2003, dengan target seluas 3

juta hektar yang akan dilaksanakan dalam waktu 5 tahun. Sasaran GN RHL ada

di 15 provinsi, yaitu di Pulau Jawa meliputi seluruh provinsi, yaitu DKI Jakarta,

Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Sumatera

berada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Lampung. Di

Kalimantan hanya di Kalimantan Selatan, sedangkan Sulawesi di Sulawesi Utara,

Gorontalo, dan Sulawesi Selatan. Untuk tingkat Propinsi Jawa Barat, sejak tahun

2003 juga telah digulirkan Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis yang

kegiatan utamanya adalah pengembangan hutan rakyat.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas terlihat adanya satu kesamaan yang

paling mendasar tentang peranan hutan rakyat yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, baik melalui peningkatan pendapatan (ekonomi) maupun peningkatan

kualitas lingkungan hidup.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknologi informasi

yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan

berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Definisi lain mengenai

(26)

yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis

yang mencakup (1) pemasukan (input/encoding), (2) managemen data

(penyimpanan data dan pemanggilan lagi), (3) manipulasi dan analisis dan (4)

pengembangan produk dan pencetakan (output). Selain itu menurut prahasta

(2005), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumberdaya fisik dan

logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi.

Dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan

untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan

keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya.

Menurut Prahasta (2005), Barus dan Wiradisastra (2000) SIG mempunyai

empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain :

1. Data input : Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data

spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggungjawab

mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta

perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital.

2. Data managemen : Komponen ini mengorganisasi baik data spasial maupun

non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga

mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating dan editing.

3. Data manipulasi dan analisis : Komponen ini melakukan manipulasi dan

permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan.

Komponen perangkat lunak yang memiliki kedua funsi tersebut merupakan

kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan.

Kemampuan analisis data spasial melalui algoritma atau pemodelan secara

matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain.

4. Data out put : Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau

sebagian basisdata dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras

(hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan

sejenis, seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file)

yang dapat dibaca oleh komputer.

Perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi

(27)

data spasial dan non spasial (atribut) sekaligus. Menurut Aronoff (1993) fungsi

analisis SIG dapat dikelompokan ke dalam empat kategori :

a. Fungsi pemanggilan, klasifikasi dan pengukuran data

Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan adalah :

memilih, mancari dan memanipulasi data tanpa mngubah identitas spasial

obyek atau membuat identitas spasial baru. Penerapan yang umum

menggunakan fungsi pemanggilan SQL (Standard Query Languange),

(Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan klasifikasi data dilakukan untuk

menghasilkan pengelompokan beberapa obyek menjadi kelas baru

berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi klasifikasi penting kerena dapat

menentukan pola dan membantu mengenal pola-pola baru. Fungsi

pengukuran berkaitan dengan penghitungan titik, jarak antar obyek, panjang

garis, penentuan keliling dan luas poligon, volume suatu ruang dan ukuran

serta pola sekelompok sel yang mempunyai identitas yang sama.

b. Fungsi tumpang tindih (overlay)

Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda

dengan unit awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima

cara yaitu : (a) pemanfaatan fungsi logika dan bolean seperti : penggabungan

(union), irisan (intersection), perbedaan (difference), pilihan (ansd dan or),

dan pernyataan bersyarat (if, then, else), (b) pemanfaatan fungsi relasional

seperti : ukuran >, < = dan kombinasinya, (c) pemanfaatan fungsi aritmetika

seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian, (d)

pemanfaatan data atribut atau tabel dua atau tiga dimensi dan (e)

menyilangkan dua peta langsung (Barus dan Wiradisastra, 2000).

c. Fungsi tetangga

Operasi tetangga mengevalusi ciri-ciri lingkungan tetangga yang

mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi

tetangga adalah: (a) fungsi penelusuran (search), fungsi topografi (kontur,

aspek/arah dan lereng) dan poligon thiesen (Barus dan Wiradisastra, 2000)

(28)

d. Fungsi jaringan/keterkaitan

Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang

mengakumulasikan nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi.

Fungsi-fungsi yang terdapat pada Fungsi-fungsi jaringan/keterkaitan adalah : (a) Fungsi-fungsi

kesinambungan (contiguity), (b) fungsi perkiraan (proximity), (c) fungsi

jaringan kerja (network), (d) fungsi penyebaran (spread), (e) fungsi aliran

(stream), dan (f) fungsi keterlihatan (intervisibility).

Analisis Kesesuaian Lahan

Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan

kesesuaiannya untuk tujuan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah

membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan

diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang

akan digunakan. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Dalam Sistem FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4

(empat) kategori, yaitu :

1. Ordo, menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk

penggunaan tertentu.

2. Kelas, Menunjukan tingkat kesesuaian suatu lahan.

3. Sub-Kelas, menunjukan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus

dijalankan dalam masing-masing kelas.

4. Unit, menunjukan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang

berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas.

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo

Pada tingkat ordo ditunjukan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan tertentu. Dikenal 2 (dua) ordo, yaitu :

1. Ordo S (sesuai) : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

(29)

telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan ini akan

memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.

2. Ordo N (tidak sesuai) : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang

mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya

untuk suatu tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai (misalnya untuk tujuan

pertanian) karena adanya berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng

sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan

yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas

Kelas diberi nomor urut dibelakang simbol ordo, semakin tinggi nomornya

menunjukan semakin jelek kelas kesesuaiannya. Pembagian serta definisi kelas

secara kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Kelas S1 (sangat sesuai/higly suitable) : lahan tidak mempunyai pembatas

yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau mempunyai pembatas

yang tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan masukan yang diberikan.

2. Kelas S2 (cukup sesuai/moderately suitable) : lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang

harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan

meningkatkan masukan yang diperlukan.

3. Kelas S3 (sesuai marginal/marginally suitable) : lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau

keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

4. N1 (tidak sesuai pada saat ini/currently not suitable) lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang besar, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi,

dengan biaya yang tinggi. Keadaan pembatas yang besar, sehingga

(30)

Komoditas Unggulan Daerah

Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah

awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk

meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era

perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang

memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah

dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,

kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya

setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003).

Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah

menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan

komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi

penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan

dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik,

teknologi, dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya

manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) petani di suatu wilayah. Sedangkan dari

sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar

baik pasar domestik maupun internasional.

Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan

memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan

nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi

kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar

yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi;

(5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan

(6) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten.

Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber

daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan

menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan

kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu

wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa

komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas-komoditas yang

(31)

diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif.

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian

Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan

dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal.

Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan

untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types) baik secara campuran

(multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types)

mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002).

Dilihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai

peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai

tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling

sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

Pada umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai

persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini

menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian

untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila

persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap

jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah.

Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara

dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi,

lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan

komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan

pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan

dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak

lingkungan.

Komoditas Unggulan Hutan Rakyat

Badan Perencanaan dan Penelitian Daerah (BAPPEDA) Kabupaten

Sukabumi (2005) melalui FGD (focus group discussion) dengan berbagai

(32)

adalah (1) menggunakan bahan baku lokal, (2) sesuai dengan potensi dan kondisi

daerah; (3) memiliki pasar yang luas; (4) mampu menyerap tenaga kerja relatif

banyak; (5) merupakan sumber pendapatan masyarakat; (6) volume produksi

relatif besar dan kontinyu; (7) merupakan ciri khas daerah; (8) memiliki daya

saing yang relatif tinggi; dan (9) memiliki nilai tambah relatif tinggi.

Dengan kriteria tersebut dipilih komoditas unggulan masing-masing sektor

pembangunan. Untuk komoditas kehutanan terpilih 3 (tiga) komoditas yang

menjadi unggulan daerah, yaitu Jati (Tectona grandis), Sengon (Paraserianthes

falcataria) dan Mahoni (Swietenia macrophylla).

Jati (Tectona grandis)

Jati termasuk famili Verbenaceae adalah tumbuhan tropis yang

penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di

Indonesia terutama di Pulau Jawa, ditemukan di daerah-daerah pada ketinggian

kurang dari 700 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di

Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.

Untuk pertumbuhannya membutuhkan iklim dengan curah hujan berkisar

antara 1.250 – 2.500 mm per tahun dan jumlah bulan kering berkisar antara 3 – 5

bulan. Tempat tumbuh membutuhkan tanah yang beraerasi baik. Mempunyai

riap pertumbuhan 7,9 – 10,9 m3/Ha/Tahun.

Tinggi pohon antara 25-30 m, namun di daerah yang subur tinggi pohon

bisa mencapai 50 m dengan diameter sampai 150 cm. Batang umumnya bulat dan

lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam. Untuk

mendapatkan kayu yang berkualitas baik daur tanaman minimal 40 tahun.

Kayu memiliki kelas awet I, kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,70,

cocok dipergunakan untuk keperluan kayu perkakas dan pertukangan (Direktorat

(33)

Sengon (Paraserianthes falcataria)

Sengon mempunyai dua nama latin yakni Albazia falcataria dan

Paraserianthes falcataria, termasuk dalam famili Mimosaceae (keluarga

polong-polongan). Merupakan salah satu tanaman kayu yang cepat tumbuh (fast growing

species) dengan daur tanaman minimal 6 tahun.

Pohon sengon berbatang lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu

keputih-putihan, licin, dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 m. Tajuk

berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang agak jarang ini

memungkinkan beberapa jenis tanaman perdu tumbuh baik di bawahnya.

Secara khusus sengon tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit,

dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, namun untuk memperoleh sengon

yang baik diperlukan beberapa syarat tumbuh yaitu ;

a. Jenis Tanah : Alfisol dan Mollisol

b. pH tanah : netral sampai basa

c. Iklim : suhu 20-33o C (suhu optimum 22,29 o C)

d. Ketinggian tempat : 10 – 800 m dpl

e. Curah Hujan rata-rata : 2000 – 2700 mm/tahun,

f. Topografi : datar sampai lereng 25 %

Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat III, banyak digunakan untuk

pulp, palet, peti kemas, perabot rumah tangga dan lain-lain (Diniyati dkk, 2004).

Mahoni (Swietenia macrophylla)

Mahoni (Swietenia macrophylla) termasuk dalam famili Meliaceae,

dikenal sebagai mahoni daun lebar. Tinggi pohon mahoni dapat mencapai 40 m

dengan diameter batang lebih dari 100 cm. Pohon mahoni tahan terhadap

naungan, sehingga dapat digunakan untuk tanaman penghijauan, karena dapat

bersaing dengan alang-alang dan semak belukar dalam mendapatkan matahari.

Pohon mahoni dapat tumbuh sampai ketinggian lebih dari 1.000 dpl,

dengan suhu udara berkisar antara 20-28oC dan rata-rata curah hujan 1.400 –

2.500 mm per tahun. Mahoni tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang

spesifik. Secara alami, mahoni dapat tumbuh pada tipe tanah alluvial, vulkanik,

(34)

mahoni akan baik, pada tanah yang subur, bersolum dalam dan aerasi baik dengan

pH 6.5 sampai 7.5 (Mindawati dan Tata, 2001)

Daur pertumbuhan mahoni pada umumnya adalah 40 – 60 tahun dengan

riap tumbuh 15-20 m3/tahun/Ha. Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat II,

banyak digunakan untuk kayu bangunan, plywood, kayu perkakas, lantai, papan

dan lain-lain. (Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2002).

(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Administrasi

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara

geografis terletak diantara 6o57`-7o25` Lintang Selatan dan 106o49` - 107o00`

Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4.139 Km2 atau 14,39 persen dari luas

Jawa Barat dengan batas-batas wilayahnya :

- sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor,

- sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia,

- sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia,

- sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.

Selain itu secara administratif Kabupaten Sukabumi juga berbatasan secara

langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong

(enclave). Kota Sukabumi dengan wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi

mempunyai hubungan yang bersifat fungsional dimana Kota Sukabumi

merupakan salah satu pusat (nodes) bagi wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi

yang mengelilinginya (hinterland). Sebagai pusat wilayah, sebagaimana

disebutkan dalam (Rustiadi dkk, 2006), Kota Sukabumi berfungsi sebagai (1)

tempat terkonsentrasinya penduduk (permukiman), (2) pusat pelayanan terhadap

daerah hinterland, (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian dan lokasi

pemusatan industri manufaktur. Sedangkan wilayah-wilayah Kabupaten

Sukabumi sebagai hinterland berfungsi sebagai (1) pemasok (produsen)

bahan-bahan mentah dan atau bahan-bahan baku (2) pemasok tenaga kerja melalui proses

urbanisasi dan menglaju (commuting) (3) daerah pemasaran barang dan jasa

industri manufaktur dan (4) penjaga keseimbangan ekologis.

Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam

45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di

(36)
(37)

Jika dilihat dari perkembangan dan karakteristik wilayah, Kabupaten

Sukabumi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Sukabumi Utara dan

Sukabumi Selatan. Kedua wilayah ini mempuyai karakteristik yang berbeda,

diantaranya (1) Sukabumi utara yang dilalui oleh jalur tengah yang relatif lebih

berkembang, dibandingkan Sukabumi selatan yang dilalui oleh jalur selatan, (2)

Pusat-pusat pertumbuhan dan kegiatan banyak terdapat di Sukabumi utara, seperti

pasar, industri, pusat pendidikan dan lain-lain (3) Sumberdaya alam lahan (tanah)

relatif lebih subur di utara, karena terdapat diantara dua gunung, yaitu Gunung

Gede-Pangrango dan Gunung Salak (4) Kepadatan penduduk di utara lebih tinggi

di bandingkan di selatan Sukabumi.

Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2005 mencapai

2.300.644 jiwa yang terdiri dari 1.156.871 laki-laki dan 1.143.773 perempuan

dengan rasio jenis kelamin 101,15 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk

perempuan terdapat 101 laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi

adalah sebesar 557,33 orang per Km2 (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2005

Penduduk Tahun

Laki-laki Perempuan Jumlah

Rasio Jenis Kelamin

Kepadatan Penduduk/Km2

2000 1.058.852 1.033.596 2.092.448 102,44 506,89

2001 1.075.979 1.053.685 2.129.664 102,12 515,91

2002 1.094.940 1.075.241 2.170.181 101,83 525,72

2003 1.115.074 1.097.747 2.212.821 101,58 536,05

2004 1.135.889 1.120.755 2.256.644 101,35 546,67

2005 1.156.871 1.143.773 2.300.644 101,15 557,33

(38)

Jumlah rumah tangga miskin Kabupaten Sukabumi tercatat 228.370 atau

38,70 % dari jumlah total rumah tangga. Persentase rumah tangga miskin terbesar

berada di Kecamatan Kabandungan yaitu sebesar 61,06 % dari jumlah rumah

tangga yang ada di kecamatan tersebut. Sedangkan kecamatan yang paling kecil

persentase rumahtangga miskinnya adalah Kecamatan Cicurug dan Cisaat.

Sifat Fisik Dasar

Topografi

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi

permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian

utara dan tengah. Ketinggian tempat berkisar antara 0 – 2.960 m.

Sebaran lokasi berdasarkan kelerengan didominasi oleh daerah-daerah

yang agak miring dan berbukit (kelerengan 8 – 25 %) yang mencapai 44,8 %

(185.479 Ha) dari seluruh luas daratan. Daerah dengan kelerengan datar sampai

landai (kemiringan 0 – 8 %) mencapai 33,0 % (136.393 Ha) dari luas daratan dan

daerah yang agak curam sampai curam (kelerengan 25 % ke atas) mencapai 22,2

% (92.031 Ha) dari luas daratan (Gambar 3).

Bentuk permukaan tanah (morfologi) Kabupaten Sukabumi pada

umumnya bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung.

Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi dari 0 sampai dengan 2.958

meter di atas permukaan laut (dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Salak

2.211 meter dpl dan Gunung Gede 2.958 meter dpl). Daerah datar umumnya

terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian besar merupakan

persawahan, sementara daerah selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan

ketinggian berkisar 300 – 1.000 meter dpl.

Berdasarkan luasan di peta 42,0 % (173.833 Ha) wilayah Kabupaten

Sukabumi mempunyai ketinggian 100 – 500 meter dpl, 35,2 % (145.488 Ha)

mempunyai ketinggian 500 – 1000 meter dpl, 16,4 % (67.678 Ha) mempunyai

ketinggian < 100 meter dpl dan sisanya 6,5 % (26.703 Ha) mempunyai ketinggian

(39)
(40)

Iklim

Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 4.632

mm/tahun (data Curah Hujan rata-rata dari tahun 1981 – 2005) dan 183 hari hujan

(data tahun 2005). Suhu udara berkisar 18,8o C – 31,8o C dengan suhu rata-rata

25,55oC. Kelembaban udara rata-rata 88,8 %. Data Curah Hujan lengkap dapat

dilihat dalam Lampiran 22. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika

Stasiun Klimatologi Bogor, curah hujan di Kabupaten Sukabumi dapat di bagi ke

dalam dua wilayah, yaitu wilayah utara dengan curah hujan rata-rata 2000- 3000

mm/tahun dan wilayah tengah sampai selatan dengan curah hujan rata-rata 3000 –

4000 mm/tahun (Gambar 4).

Gambar 4 Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata

Tanah

Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), wilayah

Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanpa liat).

Kedalaman tanahnya dapat dikelompok menjadi 2 (dua) golongan besar, yaitu

kedalaman efektif tanah dalam dan kedalaman efektif tanah sedang sampai

(41)

kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal tersebar di bagian tengah dan

selatan (BPS Kabupaten Sukabumi, 2006).

Jenis tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah Departemen Pertanian

(1966), dibagian utara pada umumnya terdiri dari tanah Podsolik, Andosol dan

Regosol. Sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah

Grumusol, Latosol dan Alluvial (Gambar 5).

Sebaran luasan berdasarkan perhitungan di peta tanah Podsolik

mendominasi dengan luasan mencapai 189.815 Ha (45,8 %) dari seluruh lahan.

Selanjutnya jenis tanah Latosol dengan luasan mencapai 86.950 Ha (21 %).

Secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi

Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%

Podsolik 189.815 45,8

Latosol 86.950 21,0

Grumosol 716.86 17,3

Regosol 44.436 10,7

Andosol 11.467 2,8

Alluvium 9.640 2,3

Total 413.996 100,0

Sumber : diolah dari peta

Struktur geologi wilayah Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua zona

yaitu zona utara dan zona selatan, dengan batas Sungai Cimandiri yang mengalir

dari arah Timur Laut ke Barat Daya. Zona Utara merupakan kawasan yang

dipengaruhi oleh vulkan dan sebagian besar merupakan daerah yang subur,

dimana terdapat kawasan perkebunan, persawahan dan kegiatan pertanian lainnya.

Sedangkan zona selatan merupakan kawasan yang berbukit-bukit yang terdiri atas

(42)
(43)

Sektor Kehutanan di Di Kabupaten Sukabumi

Luas Kawasan Hutan

Di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat sekitar 101.280,14 Ha

kawasan hutan negara (24,5 % dari luas daratan), yang terdiri dari Hutan

Konservasi 44.344,82 Ha dan Hutan Produksi 56.935,32 Ha (Tabel 4). Selain

berfungsi sebagai tempat pelestarian berbagai jenis hewan dan tumbuhan,

kawasan hutan di wilayah Kabupaten Sukabumi juga berfungsi sebagai kawasan

penyangga yang melindungi daerah-daerah di sekitarnya terutama Bogor dan

Jakarta.

Data Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi (2005) menunjukan sekitar

17.630 Ha kawasan telah mengalami kerusakan dengan rincian 4.850 Ha di dalam

kawasan hutan konservasi dan 12.780 Ha di dalam kawasan hutan produksi.

Penyebab kerusakan hutan antara lain adalah pembalakan liar (illegal logging),

perambahan kawasan (konversi hutan menjadi lahan pertanian) dan penambangan

liar (illegal mining).

Tabel 4 Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi

No. Jenis Kawasan Hutan Luas (Ha)

1. Taman Nasional Gununggede Pangrango 6.800

2. Taman Nasional Halimun-Salak 28.915,82

3. Hutan Produksi 56.935,32

4. Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa 8.629

Jumlah 101.280,14

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi (2007)

Berdasarkan kewenangan pengelolaan kawasan hutan terdapat dua

institusi, yaitu pemerintah pusat yang mengelola kawasan hutan konservasi dan

PT. Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

mengelola kawasan hutan produksi. Pemerintah Daerah dalam pengelolaan

kawasan hutan hanya sebagai regulator dan mengkoordinasikan pembangunan

(44)

Peranan Sektor Kehutanan dalam Pembangunan Daerah

Sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi

memang sangat kecil 0,81 % (Tabel 5), namun kalau ditinjau dalam beberapa hal

peran sektor kehutanan sangat penting dalam pembangunan Kabupaten Sukabumi,

diantaranya adalah :

1. Kawasan hutan Gunung Salak di Kecamatan Cicurug dan Kecamatan Cidahu

merupakan sumber mata air yang banyak dimanfaatkan oleh

perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan seperti : Aqua, Ades dan lain-lain.

Pemanfaatan mata air ini jelas memiliki efek yang cukup besar terhadap

perekonomian daerah.

2. Sebagian besar masyarakat perdesaan Kabupaten Sukabumi yang mayoritas

bermatapencaharian petani memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan.

Indikasinya adalah ada 131 desa (38 % dari seluruh desa yang ada) yang

terdapat di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan.

Tabel 5 Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2002 – 2004 (dalam persen)

Sektor Lapanaga Usaha 2002 2003 2004

1. Pertanian 37,78 38,00 36,35

a. Tanaman bahan pangan 21,02 19,98 18,98

b. Tanaman perkebunan 5,49 6,11 5,83

c. Peternakan dan hasilnya 8,67 9,36 8,95

d. Kehutanan 0,78 0,74 0,81

e. Perikanan 1,82 1,81 1,78

2. Pertambangan 5,27 5,08 4,93

3. Industri Pengolahan 17,03 16,87 16,38

4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,93 1,22 1,42

5. Bangunan dan Kontruksi 1,49 2,30 3,21

6. Angkutan dan Komunikasi 5,64 5,67 6,81

7. Perdagangan, Hotel dan restoran 16,08 15,53 16,02

8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 3,57 3,54 3,62

9. Jasa-jasa 12,21 11,79 11,27

(45)

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :

Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi

dan RTRW), data-data statistik, sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah

Komputer, Software GIS, dan Kuisioner.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

(Gambar 6). Jangka waktu pelaksanaan penelitian di lapangan selama kurang

lebih 2 (dua) bulan, mulai Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007.

(46)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan Data

Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang terkait dengan

tema penelitian, yakni Badan Pusat Statistik (BPS), Balai Penelitian Tanah,

Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukabumi,

Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Sukabumi, Dinas Perkebunan Kabupaten Sukabumi dan instansi

terkait lainnya. Data-data sekunder juga dikumpulkan dari sumber-sumber lain

yang relevan.

Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pengisian kuisioner

dan wawancara langsung terhadap responden terpilih yang terdiri dari petani

hutan rakyat, pedagang pengumpul atau tengkulak, pedagang penampung

(perantara), industri pengolahan kayu rakyat dan lembaga-lembaga lain yang

terkait dengan kegiatan pengusahaan hutan rakyat.

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis, baik secara statistik

maupun deskriptif untuk mengetahui hubungan atau keterkaitan antara variabel

yang satu dengan yang lain untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pada

dasarnya sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui potensi pengembangan

hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi (diagram analisis data dapat dilihat pada

Gambar 9)

Metode Pengambilan Contoh Responden

Pengambilan contoh responden dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode pengambilan contoh tingkat tiga (three stage sampling). Penentuan

contoh terpilih dilakukan purposive sampling atau contoh diarahkan dengan

memperhatikan potensi untuk pengembangan hutan rakyat yang dicirikan dengan

luas pemilikan serta posisi lokasi terhadap wilayah Kabupaten Sukabumi. Satuan

contoh tingkat pertama adalah kecamatan, satuan tingkat ke dua adalah desa dan

satuan contoh ketiga adalah rumah tangga. Satuan contoh tingkat pertama dipilih

tiga kecamatan (yaitu Kecamatan Cisolok, Simpenan, dan Parakansalak).

Kemudian dipilih 2 (dua) desa untuk masing-masing kecamatan, yaitu Desa

(47)

Cidadap (Kecamatan Simpenan), serta Desa Makasari dan Palasari Girang

(Kecamatan Kalapanunggal). Selanjut diambil masing-masing 10 orang petani

hutan rakyat sebagai responden. Kriteria pengambilan responden adalah petani

yang aktif membudidayakan tanaman kayu-kayuan (tanaman kehutanan di lahan

miliknya).

Disamping itu juga dipilih beberapa orang responden yang terdiri dari

pedagang perantara/tengkulak dan pengolah hasil hutan rakyat serta Industri

Pengolahan Kayu (IPK).

Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

No Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data

4 Peta Penggunaan Lahan

8 Data Curah Hujan - 1981-2005 Tabular Badan Meteorologi dan Geofisika,

- 2005/2006 Tabular BPS Kab.Sukabumi

(48)

Metode Analisis Data

Identifikasi Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Hutan Rakyat (Analisis dengan Menggunakan GIS).

Sasaran lokasi pengembangan hutan rakyat adalah : (1) lahan yang karena

kelerengannya tidak memungkinkan untuk budidaya tanaman pertanian, (2) lahan

yang ditelantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan tanaman semusim, (3)

lahan yang karena pertimbangan khusus misalnya untuk perlindungan mata air

atau bangunan air, (4) lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi

lebih menguntungkan apabila dijadikan hutan rakyat dari pada tanaman semusim,

dan (5) lahan-lahan tidak produktif lainnya.

Kriteria tersebut kemudian diterjemahkan kedalam peta menjadi sebagai

berikut : (1) merupakan kawasan budidaya pertanian lahan kering (lahan non

sawah); (2) bukan merupakan kawasan hutan (Hutan konservasi, Hutan Lindung

dan Hutan Konservasi); (3) bukan merupakan kawasan perkebunan (negara); (4)

bukan permukiman; (5) bukan kawasan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah

(RTRW) yang ditetapkan sebagai zone khusus seperti zone industri misalnya.

Analisis ketersediaan lahan hutan rakyat ini dilakukan dengan metode

tumpang tindih (overlay) dengan menggunakan Software GIS. Tahapan adalah

sebagai berikut :

1. Peta RTRW Kab. Sukabumi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kawasan Hutan,

Peta Perkebunan dan Peta Administrasi ditumpangtindihkan.

2. Selanjutnya melalui proses logical query dengan kriteria lahan untuk hutan

rakyat didapatkan Peta Ketersediaan Lahan (lahan potensial) untuk

pengembangan hutan rakyat.

3. Untuk mendapatkan Peta Lahan Prioritas untuk pengembangan hutan rakyat

dilakukan lagi proses logical query dengan kriteria (1) lahan dengan

kelerengan lebih dari 25 % dan (2) lahan-lahan disekitar tubuh air (radius 200

meter).

4. Peta Ketersediaan Lahan dan Peta Lahan Prioritas disajikan dalam skala 1 :

100.000, kemudian dihitung luasan masing-masing lahan sehingga didapatkan

luasan lahan per kecamatan. (Gambar 7)

(49)

Gambar 7 Diagram alir analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat.

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat

Berdasarkan data yang ada dan beberapa kajian yang sudah dilakukan oleh

Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi ada 3 (tiga) jenis komoditas yang menjadi

unggulan untuk dikembangkan, yaitu Jati (Tectona grandis), Sengon

(Paraserianthes falcataria) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Analisis

Kesesuaian lahan dilakukan dengan Metode FAO (1976) dengan cara

membandingkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh komoditas

tanaman hutan rakyat. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Peta Lahan Tersedia, Peta Lereng, Peta Tanah dan Peta Curah Hujan

ditumpangtindihkan untuk mendapatkan satuan peta ketersediaan lahan

beserta karakteristiknya.

2. Selanjutnya satuan peta ketersedian lahan dipadukan dengan persyaratan

tumbuh tiga komoditas hutan rakyat.

(50)

Peta Lahan Tersedia Skala 1 : 200.000

Overlay

Matching • Peta Tanah

• Peta CH • Peta Lereng • Peta Ketersediaan

lahan

Persyaratan Komoditas

Peta Kesesuaian Komoditas Hutan Rakyat

Skala 1 : 200.000

3. Kemudiaan satuan peta ketersedian lahan dimasukan ke dalam kelas-kelas

kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling minimal. (Gambar

8).

Gambar 8 Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih

Analisis Location Quotient (LQ)

Potensi pengembangan hutan rakyat di lokasi penelitian terutama dilihat

dari luasan lahan yang digunakan untuk usaha hutan rakyat dan atau potensial

untuk pengusahaan hutan rakyat jika dibandingkan dengan luas lahan secara

Gambar

Tabel 2  Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2005
Gambar 4    Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata
Tabel 3  Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi
Tabel 4  Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal menarik yang kami lihat saat permainan berlangsung, banyak diantara mereka sebelum melakukan pemindahan batu ke tiap-tiap lubang, terlebih dahulu mereka

Pem!inaan ekstra *aji! #apak Su&amp;i !agi kelas 1 dan 11 se&amp;ara klasikal. g.Peningkatan kegiatan :W

"Kita bekerja sama dengan pihak Kantor Urusan Agama untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang adanya peraturan pemerintah untuk proses pelaksanaan pencatatan nikah di

Elektronik voting yang biasa disebut e-voting adalah salah satu bentuk pemilihan suara dari sejumlah option kandidat dengan memanfaatkan teknologi elektronisasi untuk

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi melalui pendekatan deskriptif kuantitatif untuk mengukur berapa kandungan pesan dakwah yang ada

Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian, Kemitraan, Inovasi, dan Usaha bertugas mengoordinasikan kegiatan hubungan alumni dan kerja sama, riset dan pengabdian kepada

Teçhizatın kendi kesicisi ile bağlı olduğu baraya Ana bara, transfer kesici veya ayırıcısı ile bağlı bulunduğu baraya Transfer bara denir.. Enerji

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Komisi Independen Pemilihan Aceh dan Komisi