• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM DI DESA

CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PRATICA DEWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)

ABSTRAK

PRATICA DEWI. Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Bayam dikenal sebagai King of Vegetables dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan petani bayam, tingkat efisiensi usahatani, imbalan terhadap tenaga kerja dan imbalan terhadap modal. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif, analisis pendapatan petani, dan R/C rasio. Hasil menunjukkan bahwa pendapatan petani lahan luas lebih tinggi daripada petani lahan sempit baik pada musim tanam terakhir musim kemarau maupun musim hujan. Sementara itu, pendapatan petani lahan sempit dan petani lahan luas pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau karena harga jual bayam yang tinggi. R/C rasio dari usahatani bayam besar dari satu. Nilai R/C rasio tersebut mengindikasikan bahwa usahatani bayam efisien untuk dilakukan. Berdasarkan hasil imbalan terhadap tenaga kerja dan modal dapat disimpulkan bahwa pilihan petani untuk melakukan usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir sudah tepat.

Kata kunci : analisis pendapatan petani, analisis R/C rasio, bayam

ABSTRACT

PRATICA DEWI. Spinach Farmer’s Income Analysis in Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor District, West Java. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Spinach is known as The King of Vegetables and loved by the whole society. The purpose of this research is to analyze spinach farmer’s income, level of farm efficiency, return to labor and return to capital. The data were analyzed using descriptive methods, farmer’s income analysis, and R/C ratio. The result showed that income of large farmers were greater than small farmers in dry and rainy last cropping season. Meanwhile, the income of small farmers and large farmers in the rainy season was higher than in the dry season because of the high price of spinach. R/C ratio of spinach farming was greater than one. The R/C ratio indicates that spinach farming were efficient. From the return to labor and return to capital can be concluded that options for the farmers who grew the spinach in Ciaruteun Ilir Village was right.

Keywords : farmer’s income analysis, R/C ratio analysis, spinach

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM DI DESA

CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PRATICA DEWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat

Nama : Pratica Dewi NIM : H34100058

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Shalawat dan salam senantiasa pula disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin terbaik bagi umat manusia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing, Tintin Sarianti, SP, MM dan Siti Jahroh PhD selaku dosen penguji yang memberikan saran membangun dalam perbaikan skripsi ini. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Tri Arifin Darsono dan rekan-rekan yang memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada warga Desa Ciaruteun Ilir, khususnya keluarga Bapak Hidayat dan staf pegawai Desa Ciaruteun Ilir atas bantuan beserta arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Analisis Pendapatan Usahatani 9

Return to Labor dan Return to Capital 12

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Konsep Fungsi Produksi 13

Konsep Usahatani 14

Konsep Pendapatan Usahatani 16

Konsep Biaya Usahatani 16

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 18 Konsep Return to Labor dan Return to Capital 18

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Pengumpulan Data 21

Metode Analisis dan Pengolahan Data 22

Analisis Pendapatan Usahatani 22

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 23

Return to Labor dan Return to Capital 24

(10)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26

Karakteristik Wilayah 26

Gambaran Umum Karakteristik Petani Responden 27

Gambaran Umum Usahatani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir 30

Penggunaan Sarana Produki 30

Teknik Budidaya Bayam 37

ANALISIS PENDAPATAN PETANI BAYAM 41

Penerimaan Usahatani 41

Biaya Usahatani 42

Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio 46

Return to Labor dan Return to Capital 51

SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 55

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia

tahun 2007-2010 1

2 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman sayuran di

Indonesia tahun 2011-2012 2

3 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman bayam di

Indonesia tahun 2008-2012 4

4 Perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia

tahun 2008-2012 4

5 Produksi sayuran bayam menurut Kabupaten di Jawa Barat 5 6 Susunan penduduk Desa Ciaruteun Ilir menurut jenis pekerjaan

tahun 2013 26

7 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan 27 8 Karakteristik petani responden berdasarkan status usaha 27 9 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan

lahan 28

10 Karekteristik petani responden berdasarkan golongan usia 28 11 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 29 12 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani 29 13 Karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota

keluarga 30

14 Jumlah kebutuhan rata-rata pupuk per hektar berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa

Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 32

15 Jumlah kebutuhan rata-rata pestisida dan herbisida per hektar golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa

Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 33

16 Jumlah kebutuhan rata-rata tenaga kerja (HOK) per hektar berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan

luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 35 17 Penerimaan rata-rata petani bayam (rupiah) per hektar

berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan

luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 41 18 Biaya rata-rata usahatani bayam (rupiah) per hektar berdasarkan

golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa

Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 43

19 Pendapatan rata-rata usahatani bayam (rupiah) per hektar berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan

luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 47 20 Struktur pendapatan per hektar untuk musim tanam terakhir

musim kemarau dan musim hujan berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa Ciaruteun Ilir

periode tanam tahun 2013-2014 49

21 Analisis R/C rasio untuk musim tanam terakhir musim kemarau dan musim hujan berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam tahun

(12)

22 Return to labor (Rp) dan return to capital (%) untuk musim tanam terakhir musim kemarau dan musim hujan berdasarkan golongan petani responden lahan sempit dan lahan luas di Desa

Ciaruteun Ilir periode tanam tahun 2013-2014 51

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marginal 13

2 Kurva fixed dan variable cost 17

3 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat 20

4 Proses pengolahan tanah yang dilakukan petani 37 5 Proses penyebaran benih yang dilakukan oleh petani bayam 38

6 Kobak (tempat penampungan air) 40

7 Bayam yang akan dijual kepada pedagang pengumpul 40

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan

petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan

September-Oktober 2013 55

2 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam(kilogram) per 0.15 hektar golongan petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode

tanam bulan September-Oktober 2013 56

3 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan Februari-Maret

2014 57

4 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per 0.15 hektar golongan petani responden lahan sempit pada musim tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam

bulan Februari-Maret 2014 58

5 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan

September-Oktober 2013 59

6 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per 0.43 hektar golongan petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim kemarau di Desa Ciaruteun Ilir periode

(13)

7 Analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per hektar golongan petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam bulan Februari-Maret

2014 61

8 Kondisi aktual analisis pendapatan petani bayam (kilogram) per 0.43 hektar golongan petani responden lahan luas pada musim tanam terakhir musim hujan di Desa Ciaruteun Ilir periode tanam

bulan Februari-Maret 2014 62

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura memegang peranan yang penting dan strategis bagi perekonomian nasional karena merupakan subsektor yang potensial. Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat (Direktorat Jenderal Hortikultura 2012).

Komoditas hortikultura memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebagai konsumen produk hortikultura yang dihasilkan petani merupakan pasar yang sangat potensial. Produk hortikultura ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu yang diinginkan dari tahun ke tahun.

Indonesia sendiri memiliki banyak potensi seperti lahan subur yang sangat luas, iklim memungkinkan untuk panen sepanjang tahun, dan tenaga kerja yang efisien. Keadaan ekonomi yang semakin membaik menjadikan konsumsi beras semakin berkurang digantikan sayur, buah, daging, dan telur (Pardede 2013). Keuntungan bertanam hortikultura di antaranya pendapatan setiap satuan luas lahan bisa mencapai 120 kali bertanam padi. Kondisi di Indonesia, padi dengan luas panen 13.4 juta hektar memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 2.5 persen, sedangkan hortikultura dengan luas panen 1.8 juta hektar memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 1.5 persen.

Subsektor hortikultura ini terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai PDB dari subsektor hortikultura dari Tahun 2007 hingga 2010 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2007-2010

No Komoditas Nilai PDB(milyar rupiah)

2007 2008 2009 2010

1 Buah-buahan 43 362 47 060 48 437 45 482

2 Sayuran 25 587 28 205 30 506 31 244

3 Tanaman hias 4 741 5 085 5 494 3 665

4 Biofarmaka 4 105 3 853 3 897 6 174

Total 76 795 84 203 88 334 86 565

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012).

(16)

2

dikarenakan sayuran adalah produk hortikultura yang banyak diperjualbelikan dalam kehidupan sehari-hari dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain penyumbang PDB, luas panen sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan yang berdampak pula pada peningkatan produksi dan produktivitasnya. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap komoditas sayuran.

Tabel 2 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman sayuran di Indonesia tahun 2011-2012

N

O Komoditas

Luas panen(ha) Produksi(ton) Produktivitas(ton/ha) Tahun Growth

(%)

Tahun Growth

(%)

Tahun Growth

(%) 2011 2012 2011 2012 2011 2012

1 Bawang merah 93 667 99 519 6.25 893 124 964 195 7.96 9.54 9.69 1.61 2 Bawang putih 1 828 2 632 43.98 14 749 17 630 119.53 8.07 6.70 - 16.98 3 Bawang daun 55 611 58 427 5.06 526 774 596 805 1 13.29 9.47 10.21 7.83 4 Bayam 46 882 46 211 - 1.43 160 513 155 070 - 3.39 3.42 3.36 - 1.99 5 Kangkung 55 704 53 352 - 4.22 355 466 320 093 - 9.95 6.38 6.00 - 5.98 6 Kentang 59 882 65 989 10.20 955 488 1 094 232 14.52 15.96 16.58 3.92 7 Kol/Kubis 65 323 64 277 - 1.60 1 363 741 1 450 037 6.33 20.88 22.56 8.06 8 Petsai/Sawi 61 538 61 059 - 0.78 580 969 594 911 2.40 9.44 9.74 3.20 9 Wortel 33 228 29 331 -11.73 526 917 465 527 -11.65 15.86 15.87 0.09

10 Lobak 1 813 2 269 25.15 27 279 39 048 43.14 15.05 17.21 14.37

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013).

Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas beberapa hortikultura sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan berdasarkan pertumbuhan untuk masing-masing komoditas sayuran tersebut. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa sayuran sangat berpotensi untuk dikembangkan di masa yang akan datang sebagai salah satu sumber pangan nasional. Kebutuhan sayuran setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Peningkatan konsumsi sayuran dapat tercermin dari perubahan pola pikir hidup sehat. Dewasa ini masyarakat semakin memahami pentingnya hidup sehat dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat pula, seperti sayur-sayuran. Kesadaran akan gizi menyebabkan masyarakat cenderung mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi yang dominan berasal dari bahan hewani dan beralih mengkonsumsi sayuran.

Berdasarkan Tabel 2, luas panen beberapa komoditas hortikultura pada tahun 2011 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan namun terdapat pula komoditas yang mengalami penurunan seperti wortel, kangkung, kubis, bayam, dan sawi. Meskipun terjadi penurunan luas panen, beberapa sayuran tersebut mengalami peningkatan produksi. Penurunan produksi terjadi pada sayuran wortel, kangkung, dan bayam. Terkait produktivitas, sayuran wortel mengalami peningkatan produktivitas, sedangkan sayuran bayam dan kangkung mengalami penurunan produktivitas.

(17)

3 memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya (Rukmana 1994). Tanaman bayam sebagai sayuran daun sudah lama dikenal dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang enak, lunak, memberikan rasa dingin dalam perut, kaya vitamin yang dapat diproduksi secara murah dengan jumlah tak terbatas, pasokannya sinambung, dan mengandung serat yang sangat berguna untuk membantu proses pencernaan makanan dalam lambung.

Tanaman bayam dari sudut masyarakat awam merupakan komoditas sederhana karena mudah didapat setiap saat dengan harga murah dan pengolahannya untuk makanan sederhana. Namun tanaman bayam ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan sayuran lain khususnya sayuran daun yaitu tanaman bayam mampu beradaptasi pada beragam ekosistem seperti kondisi kering, kisaran keasaman, dan salinitas tanah yang diluar normal maupun struktur dan tekstur tanah yang beragam (Hadisoeganda 1996). Berdasarkan kemampuan adaptasi yang tinggi tersebut, tidak mengherankan apabila tanaman bayam dinilai sebagai tanaman sederhana tetapi multiguna baik sebagai sumber pangan, tanaman hias, zat pewarna alami, penyedia serat, obat-obatan nabati, pakan ternak, maupun sebagai bahan organik penyubur tanah.

Produk turunan bayam yang beragam menjadikan bayam sebagai tanaman yang memiliki prospek bisnis yang cerah. Contohnya adalah keripik bayam yang banyak dikembangkan oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia dan tepung biji bayam. Tepung biji bayam ini mengandung nutrisi tinggi dan banyak dimanfaatkan sebagai makanan berenergi tinggi oleh industri pengolahan hasil berupa produk makanan bayi, produk serelia untuk sarapan siap saji, terigu bahan roti, dan pengolahan secara sederhana dapat dimanfaatkan untuk campuran berbagai macam bubur makanan serta makanan olahan lainnya. Peningkatan pemanfaatan bahan baku bayam ini menjadikan bayam unggul dibandingkan sayuran daun lainnya.

Beragam spesies bayam mampu hidup pada beragam habitat. Ada jenisnya yang hidup di air dan ada jenis bayam lain yang mampu hidup pada habitat yang lebih kering. Tanaman bayam memiliki siklus hidup yang relatif singkat, mampu menghasilkan biji yang sangat banyak dan ukurannya kecil sehingga memiliki daya sebar yang luas. Biji bayam tidak mengalami masa istirahat, apabila mendapat habitat yang memenuhi syarat tumbuh biji tersebut maka akan segera berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman.

Harga jual dari sayuran daun ini relatif lebih mahal pada musim hujan karena penawarannya yang rendah di pasar. Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik yaitu Adi Lumaksono menyatakan bahwa pada bulan Februari 2014 bayam menyumbang inflasi sebesar 0.02 persen (setelah beras, ikan segar, dan cabai rawit) karena curah hujan yang tinggi menyebabkan pasokan bayam turun dan sebanyak 31 kota IHK mengalami kenaikan harga. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh sejumlah petani yang tanggap terhadap kondisi musim tanam yaitu dengan melakukan upaya perawatan intensif bayam agar hasil panen yang diperoleh dapat memenuhi kekurangan pasokan bayam di pasar.

(18)

4

singkat, serta hasil yang selalu tertampung pasar memberikan motivasi kuat kepada petani untuk selalu menanam bayam kapan saja dan dimana saja.

Bayam sudah cukup dikenal oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pemenuhan akan kebutuhan pangan yang bergizi, bayam merupakan salah satu komoditi sayuran yang dapat diandalkan bagi pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral yang relatif mudah dan murah. Namun demikian, tanaman bayam yang mempunyai prospek sebagai tanaman sumber vitamin dan mineral yang andal, belum diusahakan dalam skala luas. Luas panen bayam di Indonesia pada dua tahun terakhir yang mengalami penurunan, tentunya akan berdampak terhadap produksi dan produktivitas dari bayam yang dihasilkan oleh para petani di Indonesia.

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman bayam di Indonesia tahun 2008-2012

Tahun Growth 2012

over 2011 (%)

2008 2009 2010 2011 2012

Luas panen(ha) 44 711 44 975 48 844 46 882 46 211 -1.43

Produksi(ton) 163 817 173 750 152 334 160 513 155 070 -3.39

Produktivitas(ton/ha) 3.66 3.86 3.12 3.42 3.36 -1.99

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013).

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas bayam berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada dua tahun terakhir diketahui bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas bayam mengalami penurunan dengan masing-masing sebesar 1.43 persen, 3.39 persen, dan 1.99 persen. Penurunan produksi bayam dikarenakan cuaca yang tidak menentu sehingga bayam rentan terhadap serangan hama dan penyakit dan adanya pengalihan profesi dari petani gurem di Indonesia (Reforma Agraria Sensus Pertanian 2013). Penurunan luas panen, produksi, dan produktivitas bayam ini berbanding terbalik dengan harga bayam yang berlaku di Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan rata-rata harga produsen bayam yang semakin meningkat dibandingkan sayuran lainnya. Adapun perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia tahun 2008-2012

N

O Komoditas

Rata-rata harga produsen (Rp/kg)

Tahun Growth 2012

over 2008 (%) 2008 2009 2010 2011 2012

1 Bawang merah 11 558 10 953 11 757 12 923 12 816 2.80 2 Bayam 2 944 3 363 3 823 4 158 4 424 10.77 3 Kangkung 2 462 2 814 2 991 3 251 3 452 8.86 4 Kentang 4 737 5 759 6 157 6 622 6 733 9.43 5 Kol/Kubis 3 135 3 386 3 589 3 684 4 248 8.00 6 Petsai/Sawi 3 194 3 897 4 240 4 462 4 670 10.18 7 Wortel 4 470 5 188 5 163 5 148 6 574 10.75

(19)

5 Tabel 4 menunjukkan bahwa sayuran bayam memiliki perkembangan rata-rata harga produsen tertinggi pada tahun 2008-2012 yaitu sebesar 10.77 persen. Angka ini menunjukkan pertumbuhan harga produsen bayam yang lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya. Harga produsen merupakan harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli (pedagang pengumpul/ tengkulak). Peningkatan harga produsen ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan harga yang dibayarkan pedagang pengumpul/tengkulak kepada petani. Hal tersebut secara tidak langsung memberikan potensi terhadap peningkatan penerimaan petani. Peningkatan penerimaan petani bayam belum tentu sejalan dengan pendapatan yang diterima oleh petani bayam. Hal ini dikarenakan semakin naiknya harga input pertanian seperti benih, pupuk (pengurangan subsidi pupuk), dan obat-obatan dari tahun ke tahun, sehingga dibutuhkan analisis pendapatan petani untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari fakta kenaikan harga produsen bayam.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah utama pengahasil bayam. Hal yang mendukung Provinsi Jawa Barat cocok untuk pengembangan tanaman sayuran bayam yaitu memiliki iklim, tekstur tanah, dan cuaca yang baik. Salah satu sentra penghasil bayam di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 5, Kabupaten Bogor memberi kontribusi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jawa Barat. Produksi bayam di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2008 – 2009, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 – 2010. Namun pada tahun 2011, produksi bayam mengalami peningkatan cukup besar hingga tahun 2012 yaitu sebesar 167 244 ton.

Tabel 5 Produksi sayuran bayam menurut kabupaten di Jawa Barat (ton)

No Kabupaten Tahun

2008 2009 2010 2011 2012*)

1 Bogor 17 116 29 940 7 884 20 531 167 244

2 Sukabumi 6 119 133 266 2 543

3 Cianjur 234 1 027 558 655 3 119

4 Bandung 1 618 972 802 1 065 24 275

5 Garut 1 267 2 104 929 931 11 176

6 Tasikmalaya 1 850 2 167 1 658 1 053 13 884

7 Ciamis 960 464 662 800 6 515

8 Cirebon 0 43 0 68 590

9 Sumedang 0 29 36 6 120

10 Indramayu 97 302 179 54 667

11 Subang 501 722 225 234 1 750

12 Purwakarta 862 1 850 1 539 1 964 15 701

13 Karawang 812 741 214 162 1 537

14 Bekasi 14 150 13 853 8 137 13 079 100 545

15 Bandung Barat 820 705 652 775 8 914

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012).

(20)

6

yang mempengaruhi produksi bayam, dan banyaknya serangan hama dan penyakit terlebih lagi cuaca Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami kondisi buruk berupa intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan banyaknya terjadi kondisi gagal panen yang merugikan banyak petani. Masalah- masalah tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam meningkatkan pendapatannya.

Desa Ciaruteun Ilir yang menjadi daerah sentra produksi bayam dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan usahatani bagi petani di Kecamatan Cibungbulang, akan tetapi hal di atas belum mampu menggambarkan pendapatan keluarga petani secara keseluruhan. Indikator lain yang diperlukan untuk menilai keberhasilan usahatani adalah tingkat pendapatan petani. Pendapatan tersebut dapat diperoleh oleh para petani melalui penganekaragaman usahatani maupun pendapatan lain di luar usahatani.

Perumusan Masalah

Kecamatan Cibungbulang Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 15 desa yaitu Desa Cemplang, Desa Ciaruteun Ilir, Desa Ciaruteun Udik, Desa Cibatok 1, Desa Cibatok 2, Desa Cijujung, Desa Cimanggu , Desa Cimanggu 2, Desa Dukuh, Desa Galuga, Desa Girimulya, Desa Leuweung Kolot, Desa Situ Ilir, Desa Situ Udik, dan Desa Sukamaju. Desa Ciareteun Ilir merupakan salah satu desa yang turut memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian daerah karena memiliki komoditas unggulan yaitu komoditas bayam.

Petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir menanam sayuran dengan sistem yang bermacam-macam. Beberapa diantaranya ada yang melakukan sistem tumpangsari, rotasi tanaman, maupun penanaman bayam secara monokultur. Sistem penanaman tumpangsari yaitu petani mengusahakan dua atau lebih komoditas dalam waktu yang bersamaan pada satu lahan. Contoh tanaman lain yang ditanam bersamaan dengan penanaman tanaman bayam yaitu bunga pepaya. Beberapa petani melakukan sistem tumpangsari ini karena hasil yang didapatkan petani menjadi lebih banyak karena bunga pepaya memiliki harga jual yang tinggi yaitu dapat dijual dengan harga Rp10 000 per kilogram. Bunga pepaya dapat dipanen dalam jangka waktu tiga minggu dan tanaman ini sangat membantu pemasukan petani jika harga jual bayam rendah.

Penanaman sistem rotasi yaitu ketika suatu jenis sayur selesai dipanen kemudian komoditas selanjutnya yang ditanam adalah jenis sayuran lain. Mayoritas petani melakukan sistem penanaman ini dengan menggilir tanaman bayam dengan tanaman kangkung karena merupakan sayuran daun yang memiliki masa tanam yang relatif sama. Selanjutnya petani yang menerapkan sistem monokultur yaitu petani yang menerapkan sistem satu tanaman dibudidaya setiap musim tanamnya yaitu tanaman bayam saja. Penanaman bayam dilakukan terus-menerus baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Hasil produksi sayuran terutama sayuran bayam yang diperoleh oleh petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir akan dijual sesaat setelah dipanen dalam keadaan segar karena sayur tergolong jenis hortikultura yang mudah layu dan membusuk.

(21)

7 dilihat dari segi pendapatan petani. Permasalahan yang terjadi diantaranya yaitu luasan lahan pertanian yang mampu digarap petani. Petani di lokasi penelitian seringkali menanam sayuran bayam dalam skala pertanian yang kecil dan terpencar-pencar. Mayoritas petani mengusahakan sayuran bayam di lahan sempit (berukuran kecil), yaitu lahan kurang dari 0.25 hektar dan tidak cukup banyak petani yang mengusahakan bayam pada lahan luas. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan diterima petani.

Penerimaan petani lahan luas di lokasi penelitian lebih tinggi dibandingkan petani lahan sempit. Hal ini dikarenakan beberapa petani lahan luas memiliki pekerjaan rangkap sebagai pedagang pengumpul sehingga menerima harga jual bayam yang lebih tinggi dibandingkan petani lahan sempit yang mayoritas menjual hasil panennya pada pedagang pengumpul di sekitar desa saja. Harga jual bayam yang diterima petani lahan sempit lebih rendah dibandingkan petani lahan luas yang langsung menjual hasil panennya ke pasar. Selain itu dari segi biaya, biaya input yang dikeluarkan oleh petani lahan luas lebih murah dibandingkan petani lahan sempit. Petani lahan luas seringkali membeli input pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, herbisida, maupun kebutuhan tali dalam jumlah banyak (borongan) sehingga petani lahan luas menerima harga yang lebih murah. Hal ini berbeda dengan petani lahan sempit yang membeli input pertanian dalam jumlah sedikit atau eceran sehingga harga input yang dibayarkan petani lahan sempit menjadi lebih mahal.

Penyebab lain yang menimbulkan adanya keterbatasan pendapatan yang diterima petani adalah kondisi antar musim tanam yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pendapatan petani bayam lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aldila (2013) untuk komoditas jagung manis, menunjukkan bahwa pendapatan petani pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau karena adanya pengaruh risiko musim tanam. Kondisi cuaca yang kini tidak menentu dapat mengundang serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit yang tinggi menyebabkan petani harus semakin banyak mengeluarkan biaya untuk membeli obat dan pestisida. Akibat dari masalah di atas yaitu hasil produksi yang diperoleh petani menjadi tidak maksimal baik kuantitas maupun kualitasnya.

(22)

8

Seperti yang telah dijelaskan di atas, Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu sentra produksi bayam di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, Desa Ciaruteun Ilir ini mampu menggambarkan pendapatan petani sayuran bayam untuk menjawab permasalahan yang diuraikan di atas.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir sudah menguntungkan petani baik petani lahan sempit maupun lahan luas pada musim kemarau dan musim penghujan dilihat dari analisis pendapatan usahatani? Apakah usahatani sayuran bayam sudah efisien dari segi biaya?

2. Bagaimana imbalan bagi faktor-faktor produksi terutama tenaga kerja dan modal di Desa Ciaruteun Ilir?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitan ini yaitu :

1. Menganalisis pendapatan petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan kondisi antar musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan pada golongan petani lahan sempit dan petani lahan luas.

2. Menganalisis tingkat efisiensi biaya usahatani bayam.

3. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to labor) dan imbalan modal (return to capital) pada usahatani bayam.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang terkait, yaitu :

1. Bagi petani bayam, diharapkan dapat menjadi masukan, tambahan informasi, dan bahan pertimbangan guna pengembangan produksi, peningkatan produktivitas, dan pendapatan usahatani bayam.

2. Bagi masyarakat dan para pelaku kegiatan agribisnis, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil sebuah keputusan.

3. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan teori yang diperoleh saat kuliah terhadap permasalahan yang terjadi pada masyarakat.

4. Bagi para peneliti, sebagai rujukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya pada bidang yang berkaitan dengan penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dan dibatasi oleh :

(23)

9 2. Analisis yang digunakan adalah pendapatan petani, R/C rasio, return to labor, dan return to capital. Analisis ini terbatas pada dua musim tanam sayuran bayam, yaitu musim tanam terakhir pada musim kemarau periode tanam bulan September-Oktober 2013 dan musim tanam terakhir pada musim penghujan periode tanam bulan Februari-Maret 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian dengan topik pendapatan usahatani bukanlah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan beberapa laporan penelitian terdahulu sebagai rujukan, referensi, dan pedoman. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, artikel ilmiah, laporan penelitian, dan skripsi. Berdasarkan referensi yang telah dibahas maka dapat diperoleh kesimpulan atas beberapa konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Analisis Pendapatan Usahatani

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sudah banyak dilakukan dan bertujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diperoleh petani dalam usahatani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Melalui analisis pendapatan usahatani, para petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat dilakukannya evaluasi perencanaan kegiatan usahatani di masa mendatang. Penelitian terdahulu mengenai analisis pendapatan usahatani diantaranya dilakukan oleh Sumiyati (2006), Osin (2010), Ekaningtias (2011), Auliya (2012), dan Cempaka (2013).

Para peneliti melakukan analisis yang beragam dalam menentukan kategori petani. Cempaka (2013) menganalisis pendapatan petani berdasarkan dua kelompok yaitu petani lahan sempit dan petani lahan luas. Petani lahan sempit adalah petani yang luas lahannya berada di bawah rata-rata luas lahan seluruh responden, sedangkan petani lahan luas adalah petani yang luas lahan garapannya sama atau lebih dari rata-rata luas lahan seluruh petani responden. Penelitian Cempaka (2013) menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan petani responden adalah 1 595 m2, yaitu luas lahan petani sempit < 1 595 m2 dan petani luas ≥ 1 595 m2. Analisis usahatani yang dilakukan oleh Osin (2010) dibedakan berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.4 hektar dan luas lahan satu hektar. Hal yang sama juga dilakukan oleh Auliya (2012) yang menganalisis pendapatan usahatani berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar dan satu hektar. Lain halnya dengan Sumiyati (2006) dan Ekaningtias (2011) tidak membagi petani berdasarkan golongan tertentu seperti luasan lahan melainkan mengkonversi satuan luas lahan yang sama yaitu per hektar.

(24)

10

Auliya (2012) menganalisis kentang dan kubis. Ekaningtias (2011) menganalisis pendapatan usahatani bayam Jepang (Horenso) selama tiga musim tanam terakhir, begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Cempaka (2013) yang menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran di Kecamatan Ciwidey yang dominan ditanam oleh petani yaitu salederi, bawang daun, kembang kol, kentang, cabai, dan petsai pada tiga musim tanam terakhir.

Penelitian pendapatan usahatani sayuran menunjukkan keragaan usahatani sayuran yang berbeda-beda pada tiap komoditas dan pada tiap lokasi yang berbeda. Hasil penelitian Sumiyati (2006) menggambarkan bahwa petani di Desa Sindangjaya menanam komoditas bawang daun pada umumnya dan cenderung diusahakan pada lahan yang berukuran sempit dan terpencar-pencar dengan waktu penanaman dan pemanenan yang berbeda-beda untuk setiap petani responden. Petani di Desa Sindangjaya menanam bawang daun secara khusus pada sebagian lahan dan sisanya digunakan petani untuk melakukan sistem penanaman tumpangsari dengan tanaman lain berupa tanaman wortel dan daun mint.

Penelitian yang dilakukan oleh Cempaka (2013) menunjukkan bahwa pada umumnya petani di Kecamatan Ciwidey juga terdiri dari petani lahan sempit dimana dari 35 petani responden ada 11 orang petani dikategorikan sebagai petani luas dan sebanyak 24 orang dikategorikan petani sempit. Petani responden pada penelitian Cempaka (2013) ini pada umumnya menjadikan pekerjaan berusahatani sayuran sebagai mata pencaharian utama dengan persentase sebesar 88.57 persen. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekaningtias (2011), menunjukkan bahwa petani responden yang membudidayakan tanaman Horenso disebar berdasarkan karakteristik petani responden baik berdasarkan usia, tingkat pendidikan, keikutsertaan penyuluhan, pengalaman usahatani, dan kepemilikan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani Horenso merupakan petani non pemilik lahan yang rata-rata berpengalaman selama 4-6 tahun.

Auliya (2012) menggambarkan bahwa petani di Desa Cikandang merupakan petani kentang yang sekaligus mengusahakan tanaman kubis. Cocoknya lahan pertanian di daerah Cikandang memberikan keuntungan bagi petani yang membudidayakan kedua komoditas tersebut.

Berdasarkan hasil analisis biaya, penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2006) menunjukkan bahwa komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan petani adalah pengeluaran biaya untuk bibit sebesar 56.52 persen dari total biaya, kemudian biaya produksi terbesar kedua adalah tenaga kerja terutama tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar 16.97 persen dari biaya total. Penelitian ini membuktikan bahwa sayuran memang merupakan komoditas yang memerlukan biaya input yang lebih intensif dibandingkan buah, tanaman palawija, dan padi karena didapat biaya total rata-rata per hektar per musim tanam pada tanaman bawang daun adalah Rp27 040 198 sedangkan pendapatan atas biaya total dalah Rp31 753 163.

(25)

11 dibandingkan dengan tanaman padi dalam kurun waktu sama dan satuan luas lahan yang sama.

Ukuran efisiensi usahatani dapat menggunakan analisis R/C rasio dan perhitungannya akan beragam tergantung skala usahatani serta komoditas yang diusahakan oleh petani. Berdasarkan penelitian pendapatan usahatani terdahulu, seluruh kegiatan usahatani efisien bila nilai R/C rasio yang diperoleh besar dari satu. Hasil analisis Sumiyati (2006) menunjukkan bahwa usahatani petani responden pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 8.13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2.32 per musim tanam terakhir. Oleh karena itu usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu 20.82 ton per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar.

Perhitungan efisiensi dilakukan oleh setiap peneliti yang menganalisis pendapatan usahatani karena analisis pendapatan selalu diikuti dengan analisis efisiensi. Analisis R/C rasio yang dilakukan Osin (2010) menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani dengan luasan lahan satu hektar adalah sebesar 2.6 per musim tanam sedangkan R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani kembang kol dengan luasan lahan 0.4 hektar adalah sebesar 2.5 per musim tanam. Oleh karena itu luasan lahan yang sempit juga masih efisien untuk dilakukan usahatani kembang kol. Auliya (2012) juga melakukan analisis R/C rasio untuk melihat efisiensi usahatani kentang dan kubis di Desa Cikandang. Usahatani kentang dan kubis menunjukkan nilai R/C > 1 menurut rata-rata luasan lahan 0.5 hektar dan satu hektar baik dlihat dari nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas biaya total. Akan tetapi nilai R/C menurut rata-rata luasan lahan satu hektar lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata luasan lahan 0.5 hektar. Hal ini menyimpulkan bahwa petani lahan luas lebih efisien daripada petani lahan sempit.

Terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian pendapatan usahatani terdahulu. Persamaannya pada analisis pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio. Perbedaannya adalah komoditas yang diteliti serta waktu dan lokasi penelitian. Komoditas yang diteliti pada penelitian ini yaitu komoditas sayuran bayam di Desa Ciareteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menghitung return to labor dan return to capital yang berbeda analisisnya dengan referensi penelitian terdahulu kecuali pada penelitian yang dilakukan oleh Cempaka (2013).

(26)

12

dan harga jual. Agroklimat yang mendukung di wilayah Indonesia memberikan keuntungan bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani berbagai jenis sayuran termasuk sayuran bayam dan sayuran merupakan high value comodity yaitu meskipun biaya produksi tinggi namun dapat menciptakan pendapatan yang tinggi pula.

Return to Labor dan Return to Capital

Return to Labor atau imbalan bagi tenaga kerja dihitung berdasarkan penerimaan/ nilai total produksi dari usahatani sayuran bayam dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja. Return to Capital atau imbalan bagi modal dihitung berdasarkan penerimaan/ nilai total produksi dari usahatani sayuran bayam dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya modal.

Analisis mengenai perhitungan dari return to labor dan return to capital ini pernah dilakukan oleh Cempaka (2013). Cempaka (2013) menganalisis imbalan bagi faktor-faktor produksi pada usahatani sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Hasil analisis Cempaka menunjukkan bahwa rata-rata return to labor atau imbalan bagi tenaga kerja petani sayuran di Desa Panundaan pada petani lahan luas adalah sebesar Rp 84 200 dan petani lahan sempit adalah sebesar Rp75 623, sedangkan rata-rata return to capital atau imbalan bagi modal pada petani lahan luas adalah sebesar 148.02 persen dan petani lahan sempit adalah sebesar 90.43 persen.

Hasil penelitian Cempaka (2013) menunjukkan bahwa nilai rata-rata return to labor petani luas maupun petani sempit lebih tinggi daripada nilai upah rata-rata tenaga kerja di Desa Panundaan yaitu sebesar Rp30 000 per hari. Hal ini megindikasikan bahwa pilihan petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran sudah tepat daripada menjadi buruh tani. Sementara itu, hasil perhitungan return to capital menunjukkan bahwa pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani yang dilakukan sudah tepat, karena nilai return to capital lebih besar dari nilai suku bunga pinjaman yang berlaku, yakni 15.97 persen.

Berdasarkan hasil kedua perhitungan yang dilakukan Cempaka (2013) dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani sayuran di daerah penelitian secara ekonomis menguntungkan. Hal ini dikarenakan usahatani sayuran mampu memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi tenaga kerja dan modal yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran.

KERANGKA PEMIKIRAN

(27)

13

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti lahan, pupuk, modal, tenaga kerja, dan sebagainya mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang diperoleh (Soekartawi et al. 2002).

Informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan jika bentuk fungsi produksi diketahui untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani karena adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar, pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan, data harga, dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti, serta setiap petani pada usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun dengan kurva produksi. Kurva produksi menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus). Terdapat produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal pada kurva produksi. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor bernilai konstan, maka produksi total akan berubah menurut jumlah faktor variabel yang digunakan. Sementara itu, jika produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya, maka akan dihasilkan produk rata-rata (AP). Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat penambahan penggunaan input variabel sebanyak satu unit (Lipsey et al. 1995). Adapun kurva produksi total digambarkan sebagai berikut :

TP = Produk total AP = Produk rata-rata MP = Produk marjinal y = Output

x = Input

Gambar 1 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal

(28)

14

Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produk total pada saat penggunaan input sebesar 0 sampai dengan x1 akan meningkat dengan laju peningkatan yang

meningkat, dimana penggunaan input sebesar x1 akan menyebabkan produktivitas

rata-rata maksimum. Sementara itu, kurva produk total pada saat penggunaan input sebesar x1 sampai dengan x2 juga akan meningkat tetapi laju peningkatannya

semakin menurun. Kemudian penggunaan input yang lebih besar dari x2 justru

akan menyebabkan kurva produk total menurun sehingga produk marjinal bernilai negatif. Oleh karena itu, penggunaan input yang akan menghasilkan produksi optimum adalah sebesar antara x1 dan x2, dimana jumlah penggunaan input

sebesar x2 akan menghasilkan produksi yang maksimum. Konsep Usahatani

Usahatani menurut Ken (2009) adalah bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sementara menurut Soekartawi (2002), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengolahan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya.

Tujuan berusahatani menurut Soekartawi (2005) ialah terbagi menjadi dua kategori, yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimalkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dalam jumlah tertentu (terbatas) seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum. Konsep meminimumkan pengeluaran yaitu bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Suratiyah (2009), mengemukakan bahwa unsur-unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani meliputi empat macam berupa alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen). Penjabaran keempat unsur-unsur pokok tersebut yaitu :

1. Alam

Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Alam mempunyai berbagai sifat yang harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap pengaruh alam.

(29)

15 2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Unsur kerja dalam usahatani diperlakukan untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan dalam usahatani menurut sifatnya dapat dikelompokkan menjadi pekerjaan yang bersifat produktif (meliputi mengolah lahan, menyiangi, memupuk, dan mencegah hama dan penyakit), pekerjaan yang bersifat investasi (meliputi membuka hutan untuk lahan pertanian, memperbaiki pematang, dan membuka teras), dan pekerjaan yang bersifat umum (meliputi memperbaiki alat-alat pertanian, menjemur hasil produksi, membeli sarana produksi, dan menyelenggarakan akuntansi/ perhitungan usahatani).

Tenaga kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, kegiatan usahatani menggunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengendalian hama, dan pemanenan.

3. Modal

Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama dengan faktor produksi lainnya berupa lahan, tenaga kerja, dan pengelolaan untuk menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Modal berguna untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan petani. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap dan modal tidak tetap. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non formal, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa. Pada usahatani yang termasuk modal yaitu : tanah, bangunan, alat-alat pertanian, ternak dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di Bank, dan uang tunai.

4. Pengelolaan (manajemen)

(30)

16

alokasi penggunaan lahan sesuai dengan kondisi lahan untuk komoditas yang diusahakannya.

Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sementara itu faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual dan harga sarana produksi), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

Konsep Pendapatan Usahatani

Terdapat cash flow analysis pada kegiatan usahatani yaitu anggaran arus uang tunai yang mencakup penerimaan usahatani, biaya, dan pendapatan usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mecakup semua produk yang dijual, semua produk yang dikonsumsi RT petani, semua produk yang digunakan dalam usahatani untuk bibit, dan semua produk yang digunakan sebagai pembayaran yang disimpan.

Menurut Soekartawi et al. (1984), penerimaan total usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup uang untuk keperluan usahatani. Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani dan jumlah pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Oleh karena itu petani dapat melakukan perencanaan kegiatan usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang dengan melakukan analisis tersebut.

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio). Hasil analisis R/C rasio akan menunjukkan besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Dilihat dari rasio, semakin besar nilai rasio maka kegiatan usahatani akan semakin efisien. Hal ini dikarenakan dalam unit biaya yang sama, suatu kegiatan usahatani mampu memperoleh penerimaan yang lebih besar.

Konsep Biaya Usahatani

(31)

17 adalah pengorbanan yang dikeluarkan saat sekarang dan diharapkan dapat memperoleh hasil tertentu pada masa yang akan datang.

Konsep biaya usahatani lebih mengkaji aspek-aspek biaya produksi. Biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan dalam beberapa bagian :

a. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, terdiri dari ;

1. Biaya tetap (biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, seperti pajak tanah, sewa tanah, bunga pinjaman, dan penyusutan alat- alat pertanian).

2. Biaya variabel (biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaran untuk benih/bibit, pupuk, dan biaya pekerja).

Gambar 2 Kurva fixed dan variable cost Sumber : Lipsey et al. (1995)

Gambar 2 memperlihatkan kurva dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Garis FC (fixed cost) menunjukkan bahwa biaya tetap berada di sepanjang garis horizontal dan konstan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah produksi (output) tidak mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Garis VC (variable cost) menunjukkan bahwa jumlah produksi (output) mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi dengan biaya yang dikeluarkan adalah berbanding lurus. Semakin meningkat jumlah output yang diproduksi maka biaya yang dikeluarkan pun juga ikut meningkat.

b. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan, terdiri dari :

1. Biaya tunai (biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani).

(32)

18

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau biasa dikenal dengan analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai keuntungan usahatani. R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Apabila nilai R/C lebih dari satu maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut, sementara itu apabila nilai R/C kurang dari satu menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Apabila R/C sama dengan satu maka penerimaan yang diperoleh sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

Konsep Return to Labor dan Return to Capital

Menurut Soekartawi et al. (1984) imbalan kepada tenaga kerja dan imbalan kepada modal merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani. Keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara menyeluruh, maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial (per bagian) perlu dihitung imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan bagi modal (return to capital).

Kamiliah W (2009) menyatakan bahwa sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani seharusnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, seharusnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja dan modal lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani.

Kerangka Pemikiran Operasional

Pada kegiatan usahatani, penerimaan yang besar tidak berarti bila harus diperoleh dengan mengeluarkan biaya produksi dalam jumlah yang besar pula. Maka karena itu, petani harus melakukan upaya agar memperoleh rasio yang besar antara pendapatan yang diperoleh pada usahatani dibandingkan total biaya produksinya. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petanipun tergantung pada jenis tanaman atau komoditas yang diusahakan oleh petani tersebut.

(33)

19 komoditas sayuran bayam. Sayuran bayam ini merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang enak, lunak, dan dapat memberikan rasa dingin dalam perut serta dapat memperlancar pencernaan. Meskipun daerah Ciaruteun Ilir ini berkontribusi dalam sentra produksi bayam, namun pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani tergantung pada skala usahataninya. Petani yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan yang sempit tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahataninya. Sempitnya skala usahatani menyebabkan jumlah produksi yang diusahakan tidak sesuai dengan yang diharapkan petani. Terlebih lagi harga jual yang diterima petani berfluktuatif menyebabkan pendapatan petani menjadi tidak menentu.

Selain skala usahatani, hal yang akan mempengaruhi pendapatan usahatani adalah modal yaitu bila modal yang dimiliki petani berjumlah terbatas maka petani akan kesulitan dalam memenuhi faktor produksinya terlebih lagi ditambah dengan cuaca yang tidak menentu sehingga dapat menyebabkan tanaman yang diusahakan petani menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Seperti halnya musim tanam pada budidaya sayuran bayam yang akan mempengaruhi pendapatan petani bayam yaitu pada musim kemarau dan musim penghujan.

Petani sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani sewajarnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tersebut bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, sewajarnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan jika dana modal tersebut disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani.

Analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (R/C rasio). Pada dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani sudah efisien.

Jika dilihat dari faktor manusia, karakteristik petani seperti usia, pengalaman bertani, pendidikan, serta jumlah tanggungan keluarga akan berdampak pada jumlah penerimaan yang akan diperoleh petani. Semakin tua usia petani maka kemampuan fisiknya akan cenderung menurun sehingga mengurangi kemampuannya dalam bertani. Pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Semakin lama pengalaman bertani, kemampuan yang dimiliki akan semakin baik. Sementara itu semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan yang mampu diserap. Jumlah tanggungan keluarga juga berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Semakin banyak jumlah tanggungan akan cenderung menurunkan pendapatan keluarga dibandingkan dengan yang jumlah tanggungannya sedikit dengan asumsi pendapatan yang sama.

(34)

20

usahatani serta R/C rasio dari mengusahakan sayuran bayam. Setelah hasil analisis diketahui, akan diperoleh data mengenai pendapatan keluarga petani, imbangan penerimaan dan biaya, serta pengembalian terhadap modal dan tenaga kerja.

Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut:

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional analisis pendapatan usahatani bayam di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir

Keragaan usahatani bayam

- Musim kemarau

- Musim hujan

Penggunaan input produksi

- Benih

- Pupuk kandang (ayam)

- Pupuk Urea

- Pupuk TSP

- Pupuk NPK Phonska

- Pestisida - Herbisida - Tenaga kerja

Harga input Produksi

bayam Harga

output

Penerimaan petani

Pengeluaran petani

Pendapatan petani bayam

- Analisis efisiensi biaya (R/C rasio)

(35)

21

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitan ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi hortikultura sayuran terutama sayuran bayam yang potensial di Kabupaten Bogor. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada petani sayuran bayam menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari : identitas petani, luas lahan, teknis budidaya penanaman, pekerjaan, dan pendapatan lain selain bertani serta sistem panen yang diterapkan petani. Hal ini berguna untuk melihat gambaran umum mengenai petani di lokasi tempat penelitian. Data primer mengenai jumlah dan jenis input usahatani, biaya produksi, penggunaan tenaga kerja, serta harga jual berguna untuk menganalisis penadapatan usahatani. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi terkait, seperti laporan tahunan Desa Ciareteun Ilir, penelitian terdahulu, jurnal, dan sumber media elektronik dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pemerintah Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Departemen Pertanian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui survey dan wawancara langsung kepada petani. Wawancara menggunakan teknik individual. Teknik mengumpulkan data untuk kuesioner dilakukan dengan cara menemui responden terkait di ladang maupun tempat tinggal responden.

Petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan luasan lahan yang dimiliki petani yaitu petani lahan luas yaitu petani yang memiliki lahan lebih besar atau sama dengan 0.25 hektar dan petani lahan sempit yaitu petani yang memiliki lahan kurang dari 0.25 hektar (Badan Litbang Departemen Pertanian 2003). Metode penarikan sampel dilakukan secara stratified random sampling, yaitu sample diambil dari setiap sub-group atau strata yang terdapat dalam populasi yaitu menurut luas penguasaan lahan usahatani. Informasi mengenai jumlah populasi petani bayam terbatas sehingga tidak diketahui jumlah pasti dari petani bayam yang ada di desa Ciaruteun Ilir. Pengambilan sample dibantu oleh Ketua Gapoktan yang terdapat di lokasi penelitian yaitu “Gapoktan MiRasa”. Jumlah sampel untuk masing-masing kelompok petani (petani lahan luas dan petani lahan sempit) adalah 30 petani sehingga memenuhi kriteria sebaran normal.

(36)

22

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk menggambarkan dan menguraikan usahatani bayam oleh petani responden di Desa Ciaruteun Ilir. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data hasil kuesioner. Pendapatan petani diukur menggunakan analisis pendapatan usahatani yang dapat diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel yang bertujuan untuk mengklasifiksikan data dan memudahkan dalam menganalisis data penelitian. Uji beda dengan menggunakan Uji-T baik untuk pendapatan total antar petani bayam maupun antar musim menggunakan software SPSS. Pengolahan data menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C ratio yang bertujuan untuk menganalisis besarnya pendapatan petani sayuran bayam.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis ini menggambarkan secara kuantitatif pendapatan petani dari usahatani sayuran bayam. Variabel yang akan dianalisis berupa penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani. Penjabaran rumus dari perhitungan analisis usahatani tersebut yaitu :

1. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani menurut Soekartawi et al. (1984) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai usahatani adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain. Penerimaan total dari suatu usahatani merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga jual dari produksi dikalikan total produksi, dengan rumus:

Keterangan :

TR : Penerimaan total (Rp) P : Harga jual produk (Rp)

Q : Produksi yang diperoleh dalam usahatani (Kg)

Penerimaan dari usahatani bayam yang dihasilkan petani dihitung dalam satuan ikat gabung yang dikonversi menjadi satuan kilogram (satu ikat gabung = 100 ikat kecil) dengan asumsi tujuh kilogram per ikat gabung. Tanaman bayam dapat dipanen pada umur 20-22 HST (Hari Setelah Tanam) pada musim kemarau dan umur 30-45 HST pada musim hujan.

2. Biaya

Biaya usahatani dibagi menjadi 2 berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan, yaitu terdiri dari :

 Biaya tunai

a. Sarana produksi : benih, pupuk, dan pestisida b. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Gambar

Tabel 2 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman sayuran di Indonesia   tahun 2011-2012
Tabel 4  Perkembangan rata-rata harga produsen sayuran di Indonesia tahun 2008-
Tabel 5  Produksi sayuran bayam menurut kabupaten di Jawa Barat (ton)
Gambar 1  Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam sayuran, pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga, serta distribusi pendapatan rumah tangga petani sayuran di

Dari hasil wawancara dengan petani responden, pada usahatani benih kentang G-4 di Kecamatan Pangalengan pada musim tanam ke 2 atau pada musim hujan tahun 2012,

Petani SPI lapisan bawah mempunyai tingkat kemandirian tinggi yang berarti pemberdayaan Serikat Petani Indonesia sudah berhasil dalam meningkatkan kemandirian petani

Apabila dibedakan berdasarkan usahataninya, maka biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam usahatani padi organik yang dikeluarkan petani penggarap lebih

Penelitian yang dilakukan oleh Aldila (2013) menunjukan hal yang serupa, bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang pada musim kemarau menguntungkan untuk

Pemanfaatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial untuk menjaga komponen ketahanan pangan. Melalui kepercayaan, jaringan, dan norma

Biaya Penggunaan Bibit Tembakau Rakyat Per Hektar di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam... Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Per Petani di Daerah Penelitian Selama 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani yang sering diusahakan oleh petani di Desa Giritirto pada musim hujan adalah padi dan jagung, sedangkan musim kemarau rata-rata