• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Karakteristik Dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Karakteristik Dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KARAKTERISTIK DAN KUALITAS AIR

MELALUI RBF DI SUB DAS CISADANE SUNGAI

CIHIDEUNG

DIANA RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisa Karakteristik Dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub Das Cisadane Sungai Cihideung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DIANA RAHAYU. Analisa Karakteristik dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub DAS Cisadaane Sungai Cihideung. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO dan M. YANUAR J. PURWANTO.

Perubahan penggunaan lahan hulu dari hutan menjadi pertanian dan pemukiman, serta berbagai industri sepanjang DAS Cisadane pada akhirnya perlu mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak. Sungai Cisadane telah mengalami pencemaran akibat masuknya berbagai jenis limbah dari berbagai kegiatan yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS)-nya.

RBF (Riverbank Filtration) yang merupakan proses dimana air permukaan mengalami infiltrasi menuju sub aliran permukaan lalu diekstraksi dari sumur horizontal maupun vertikal. RBF biasanya mengambil lokasi di tepi sungai (riverbank). Pengurangan konsentrasi pencemar fisika, kimia maupun biologi yang berada diantara air permukaan dan air bawah permukaan. Dibandingkan dengan kebanyakan sumber airtanah, akuifer aluvial yang secara hidraulik tersambung ke Sungai biasanya lebih mudah untuk dieksploitasi dan lebih sangat produktif untuk penyediaan sumber air.

Ada dua manfaat langsung bagi peningkatan menggunakan teknologi RBF: meminimalkan keperluan penggunaan bahan kimia seperti disinfektan dan koagulan ke permukaan air untuk mengontrol patogen, dan mengurangi biaya masyarakat tanpa meningkatkan risiko bagi kesehatan manusia. Hasil empat parameter yang diteliti di DAS Cisadane segmen hulu pada sub sungai Cihideung, yaitu TDS sebesar 60 mg/l, Fosfat sebesar 0,23 mg/l, Nitrat sebesar 1,46 mg/l, dan Permanganat sebesar 40,45 mgKMnO4/l.

(5)

SUMMARY

DIANA RAHAYU. Analysis the Characteristics and Quality of Water Through RBF in Cisadane Sub Watershed Cihideung River . Supervisor ROH SANTOSO BUDI WASPODO and M. YANUAR J. PURWANTO.

Land use change in upstream from forests into farms and settlements, as well as a wide range of industries throughout the Cisadane watershed ultimately needs great attention from various parties. The river is thought to have been subjected to contamination as a result the inclusion of various types waste from variety activities in all watersheds.

The RBF (Riverbank Filter) which is the process where surface water undergoes infiltration to sub surface flow and then extracted from the well horizontally and well vertically. The RBF is usually takes the location on the riverbank. Riverbank can reduce concentration of physics, chemistry and biology contaminant which are among surface water and subsurface water. Compared with most underground water, resources alluvial aquifer that hidraulicly connected to the river usually easier to be exploited and more highly productive to providing water sources. Aquifer alluvial used widely as a source of ground water in many countries to ease exstracsi and increasing.

Two benefits directly increased use the technology RBF: minimize needed chemicals as a disinfectant and coagulant for water to control pathogenic; and reduce cost society without increases the risk to human health. Four parameters are investigated in the upstream segment on Cisadane Watershed sub River Cihideung, i.e. TDS is 60 mg/l, Phosphates is 0,23 mg/l, Nitrate is 1,46 mg/l, and Permanganate is 40,45 mgKMnO4/l.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISA KARAKTERISTIK DAN KUALITAS AIR

MELALUI RBF DI SUB DAS CISADANE SUNGAI

CIHIDEUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)
(10)
(11)

Judul Tesis : Analisa Karakteristik Dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung

Nama : Diana Rahayu NIM : F451120101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Roh Santoso BW, MT Ketua

Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr Satyanto K Saptomo, STp, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 8 Juli 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah pencemaran sumber air, dengan judul Analisa Karakteristik Dan Kualitas Air Melalui RBF di Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Roh Santoso Budi Waspodo, MT dan Bapak Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman yang sudah membantu saya dalam penelitian ini sampai selesai. Siti Komariah Stp, Dimas Ardi Prasetya ST, Gendam Wahyu Prakoso, STp, Msi. Terimakasih karena sudah membantu secara teknis maupun diluar teknis untuk pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung 3

Tutupan Lahan DAS Cisadane 4

Topografi 5

Keadaan Geologi 5

Keadaan Hidrogeologi 5

Kualitas Air 6

Parameter Kualitas Air 6

Parameter Fisik 6

Parameter Kimia 6

Riverbank Filtration (RBF) 7

METODE 9

Waktu dan Tempat 9

Alat dan Bahan 9

Prosedur Analisis Data 9

Teknik Pengukuran 11

Pengukuran Geolistrik 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Pengukuran Geolistrik 15

Uji Pemompaan (Pumping Test) 17

(17)

Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Kualitas Air 20

Total Dissolved Solid (TDS) 20

Nitrat (N-NO3) 21

Fosfat (PO4-P) 23

Permanganat (TOM) 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Jarak dan kedalaman sumur RBF 13

2 Hasil analisi uji geolistrik 16

3 Interpretasi nilai tahanan jenis di lokasi penelitian 16

4 Tinggi Muka Air Tanah Pada Setiap Sumur 18

5 Hasil pengukuran kualitas air sungai Cihideung, DAS Cisadane Segmen Hulu

19 6 Hasil pengukuran kualitas air di sumur Riverbank Filtration (RBF) 19 7 Penurunan nilai parameter pada air tanah 20 8 Output minitab korelasi pengukuran kualitas air 20

DAFTAR GAMBAR

1 Dasar sistem RBF 2

2 Lokasi penelitian 4

3 Representasi Sumur Horizontal dan Vertikal (Desain USA) 8

4 Diagram alir tahapan penelitian 10

5 Prinsip kerja metode geolistrik resistivitas 12 6 Skema kualitatif penggambaran evolusi beberapa parameter dalam

jalur aliran infiltrasi pada RBF

12

7 Penampang desain sumur RBF 14

8 Kurva Penurunan dan Imbuhan Muka air tanah pada Sumur RBF 17 9 Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Nilai TDS 21 10 Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Nilai Nitrat 22 11 Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Nilai Fosfat 23 12 Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Nilai TOM 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Hidrologi DAS Cisadane 29

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang menjadi kebutuhan primer bagi seluruh makhluk hidup tanpa terkecuali, keberadaannya melimpah tapi terbatas dan tidak dapat diperbarui. (National Geographic, 2012) menyebutkan sekitar 70% air yang melingkupi seluruh bumi, hanya sekitar 2.5% yang merupakan air segar. Selebihnya adalah air laut atau yang memiliki sifat seperti air laut. 2.5% air segar pun sebagian besarnya mengalami pencemaran.

Tiga belas sungai besar yang melewati Kota Jakarta telah mengalami penurunan kualitas dan tercemar berat. Salah satunya sungai Cisadane. Cisadane adalah salah satu sungai besar di Pulau Jawa yang bermuara ke Laut Jawa. Hulu sungai ini berada di lereng Gunung Pangrango, dengan beberapa anak sungai yang berawal di G. Salak, melintas di sisi barat Kabupaten Bogor, terus ke arah Kabupaten Tangerang dan bermuara di sekitar Tanjung Burung. Dengan panjang keseluruhan sekitar 126 km (Wikipedia, 2013).

Perubahan penggunaan lahan hulu dari hutan menjadi pertanian dan pemukiman, serta berbagai industri sepanjang DAS Cisadane pada akhirnya perlu mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak. Dalam selang kurun waktu 8 tahun yaitu dari tahun 1987-1995, tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu 2.8% per tahun menyebabkan lahan pertanian sawah berkurang sebesar 28%, tegalan 5% dan kebun campuran 53% dan berubah fungsinya menjadi pemukiman, Dari tahun 1987 -1995 ada kecenderungan luas lahan pertanian semakin berkurang dengan luas pemilikan lahan yang semakin sempit, hal ini menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan hutan menjadi semakin besar (Puspaningsih, 1999). Menurut Sigid et al dalam Siahaan (2011) sungai ini telah mengalami pencemaran akibat masuknya berbagai jenis limbah dari berbagai kegiatan yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS)-nya.

RBF (Riverbank Filtration) yang merupakan proses dimana air permukaan mengalami infiltrasi menuju sub aliran permukaan lalu diekstraksi dari sumur horizontal maupun vertikal. RBF biasanya mengambil lokasi di tepi sungai (riverbank) (Bouwer, 2003). Menurut Jaramillo (2011) dengan dipompa, sumur dibuat di tanah beraluvial yang secara hidrolik akan terhubung pada sungai. Hal ini memungkinkan terjadinya hidraulik gradien sehingga air permukaan dipaksa mengalir melalui river bed dan tepi sungai (Gambar 1). Proses itulah yang dikenal sebagai Riverbank Filtration, pengurangan konsentrasi pencemar fisika, kimia maupun biologi yang berada diantara air permukaan dan air bawah permukaan.

Dibandingkan dengan kebanyakan sumber airtanah, akuifer aluvial yang secara hidraulik tersambung ke Sungai biasanya lebih mudah untuk dieksploitasi dan lebih sangat produktif untuk penyediaan sumber air. Akuifer aluvial yang digunakan secara luas sebagai sumber air tanah dibanyak negara untuk kemudahan ekstrkasi dan meningkatkan produksi (Bouwer, 2003; Doussan, et al 1998).

(22)

2

secara signifikan meningkatkan kualitas air baku. Transportasi melalui aluvial akuifer ini terkait dengan sejumlah manfaat kualitas air, termasuk penghapusan mikroba, pestisida, karbon organik total karbon organik (TOC), terlarut (DOC), nitrat, dan kontaminan lain.

Sumber : Jaramillo (2011)

Gambar 1. Dasar sistem RBF

Ada dua manfaat langsung bagi peningkatan menggunakan teknologi RBF: meminimalkan keperluan penggunaan bahan kimia seperti disinfektan dan coagulant ke permukaan air untuk mengontrol patogen, dan mengurangi biaya untuk masyarakat tanpa meningkatkan risiko bagi kesehatan manusia (Srisuk, 2012).

Perumusan Masalah

Masalah yang akan ditinjau pada penelitian ini adalah:

a. Pengembangan inovasi teknologi treatment alami dalam penyediaan air untuk irigasi

b. Membandingkan kualitas air Sungai Cihideung dengan air hasil teknologi RBF (Riverbank Filtration)

c. Mengetahui susunan material alami penyusun RBF (Riverbank Filtration) pada daerah tepi Sungai Cisadane.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Mempelajari karakteristik RBF,

b. Mengetahui karakteristik aliran dengan Pumping Test,

(23)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain barupa paket teknologi yang aplikatif dan publikasi ilmiah. Paket teknologi yang aplikatif yang akan dihasilkan antara lain berupa:

a. Teknologi treatment alami filtrasi air sungai Riverbank pada Daerah Aliran Sungai Cisadane.

b. Teknologi pengambilan akuifer tanah pada daerah aliran Sungai Cisadane untuk mengetahui perbedaan kualitas air Sungai Cisadane dengan air akuifer riverbank.

c. Untuk memanfaatkan teknologi yang dapat digunakan sebagai penyediaan air di Daerah Aliran Sungai yang tercemar

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah :

a. RBF (Riverbank Filtration) merupakan teknologi yang digunakan sebagai metode penyediaan sumber air yang pada penelitian ini diperuntukkan untuk irigasi.

b. Parameter fisik yang diamati adalah TDS dan parameter kimia yang diamati adalah N, P, dan K.

TINJAUAN PUSTAKA

Sub DAS Cisadane Sungai Cihideung

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai-sungai utama (Asdak, 1995).

Karakteristik DAS pada umumnya tercermin dari penggunaan lahan, jenis tanah, topografi, kemiringan, panjang lereng, serta pola aliran yang ada. Pola aliran dalam das dapat terbentuk dari karakteristik fisik dari DAS. Pola aliran merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah yang kering atau tidak dialiri sungai (riil). Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan, struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan geomerfologi dari daerah alairan sungai. Dengan demikian pola aliran sangat berguna dalam interpretasi kenampakan geomorfologis, batuan dan struktur geologi (Raharjo, 2010).

(24)

4

lahan. Tumbuhnya berbagai industri di Jabodetabek menyebabkan daerah ini harus mendatangkan tenaga kerja dari berbagai daerah sehingga menjadikan Jabodetabek sebagai kawasan urbanisasi yang secara tidak langsung juga memerlukan areal lahan untuk pemukiman. Sebagai akibatnya kebutuhan lahan untuk lokasi pabrik dan pemukiman meningkat, kebutuhan air bersih untuk industri dan rumah tangga meningkat dan juga menjadikan sampah industri dan sampah rurnah tangga turut rneningkat.

Untuk lokasi dalam penelitian ini berada di salah satu sub-DAS Cisadane bagian hulu yaitu sungai Cihideung yang secara administratif melingkupi Darmaga, Ciampea, Cibungbulang, Pamijahan, dan Leuwiliang (Gambar 2). Secara geografis DAS Cisadane bagian Hulu terletak di antara 106o28’40”BT – 106o56’19” BT dan 06o27’45” LS – 06o46’55” LS.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Tutupan Lahan DAS Cisadane

Penggunaan lahan di DAS Cisadane dibedakan 12 kelas penggunaan lahan yaitu hutan primer, sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, rawa, sawah, semak/belukar, tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh air. Penggunaan lahan di DAS Cisadane sebagian besar merupakan kebun campuran yang mencakup kawasan seluas 70.592 Ha atau meliputi 46,23%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah sawah seluas 20.734 atau 13,58 %. Selanjutnya permukiman seluas 19.025 atau 12,46 %.

(25)

5 Dominasi luas jenis tanah yang terbesar di DAS Cisadane adalah jenis Latosol Coklat dengan luas 36.535 ha. Persebaran jenis tanah ini berada disepanjang wilayah timur Sub-DAS Cisadane bagian hulu.

Topografi

DAS Cisadane mempunyai bentuk topografi yang bervariasi dar hulu hingga hilir. Wilayah hulu merupakan pegungungan dengan ketinggian 300 mdpl – 3000 mdpl, wilayah tengah merupakan dataran dengan ketinggian 100 mdpl – 300 mdpl, dan wilayah hilir merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 mdpl – 100 mdpl. Dominasi kelas lereng yang berada di DAS Cisadane adalah pada kelas lereng datar dengan peresentase 67,51% dari total luas DAS.

Keadaan Geologi

Berdasarkan tatanan geologi DAS Cisadane termasuk kedalam 2 zona fisiografi, yakni zona Bogor, menempati wilayah Bogor yang dicirikan oleh adanya antiklinorium dengan arah barat-timur dan wilayah Sukabumi merupakan kelanjutan dari zona Bandung yang dicirikan oleh adanya tinggian yang terdiri dari sedimen tua menyembul di antara endapan vulkanik. Formasi geologi yang terdapat di DAS Cisadane terdiri dari Aluvium (Qa), konglomerat atau Kipas Aluvium (Qav), Formasi Bojongmanik (Tmb), Formasi Genteng (Tpg), Formasi Serpong (Tpss), Tufa Banten (QTvb), Batuan Gunungapi Muda (Qv), Andesit Gunung Sudamanik (Qvas) (lampiran 1). Kondisi geologi di daerah ini terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang berumur sekarang.

Batuan tertua menempati initi antiklin yang secara berurutan ditutupi oleh batuan yang lebih muda yang tersingkap pada bagian sayap antiklin di bagian utara dan selatan.

Keadaan Hidrogeologi

Sungai Cisadane dengan daerah tangkapan seluas 151.808 ha, merupakan salah satu sungai utama di Propinsi Banten dan Jawa Barat. Fluktuasi aliran Sungai Cisadane sangat bergantung pada curah hujan di daerah tangkapannya (catchment area). Aliran yang tinggi terjadi saat musim hujan dan menurun saat musim kemarau. Debit normal Sungai Cisadane sebesar 70 m³//detik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan di stasiun pengamat Serpong antara tahun 1971 hingga 1997, aliran terendah yang pernah terjadi sebesar 2,93 m³/detik di tahun 1991 dan tertinggi 973,35 m³//detik tahun 1997. Berdasarkan catatan bulanan antara tahun 1981 dan 1997, aliran minimum terjadi antara bulan Juli dan September dengan rata-rata aliran di bawah 25 m³/detik.

(26)

6

Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis.

Parameter Kualitas Air Parameter Fisik

1. TDS (Total Dissolved Solid)

TDS merupakan bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6mm - 10-3mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada media filter berdiameter 0,45 μm (Rao, 1992). Pada umumnya kisaran ukuran pasir dan lanau mempunyai diameter 0,004 mm – 0,0625 mm, sedangkan lempung mempunyai diameter kurang dari 0,004 mm. TDS disebabkan oleh bahan anorganik berupa ion-ion antara lain; Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Sulfat, Klorida, Besi, Kalium, Karbonat, Nitrat, Fluorida, Strontium, Boron, dan Silika (Effendi, 2003).

Parameter Kimia 1. Nitrat

Senyawa kimia nitrogen urea (N-urea), algae memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen (organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.

(27)

7 pada warna daun menguning, produksi menurun, bahkan berakibat kematian pada tumbuhan. Sedangkan jika tanaman kelebihan nitrat akan menyebabkan rasa pahit seperti pada mentimun, daun lebat dan pertumbuhan vegetatif yang cepat, dan menyebabkan keracunan pada tanaman (Akbar, 2010).

2. Fosfat

Fitoplankton merupakan salah satu parameter biolagi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup diperairan tersebut.

Di perairan, Fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan, sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan. Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk (limbah rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah industri, hancuran bahan organik dan mineral fosfat (Saeni, 1989).

Umumnya kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui 0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian. Perairan yang tercemar limbah organik, khususnya organik fosfat akan meningkatkan tegangan permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat menghalangi difusi O2 dari udara ke dalam badan air. Fosfor memegang peranan penting dalam berbagai proses, seperti fotosintesis, asimilasi, dan respirasi. Kekurangan fosfor akan menyebabkan pertumbuhan yang lambat pada tumbuhan, rasa buah yang masam, kulit buah tebal dan warna daun pucat. Tapi jika tanaman kelebihan Fosfat akan mengalami terhambatnya pertumbuhan, warna daun yang menguning, dan dapat menyebabkan efek antagonis atau kekurangan hara lain.

Riverbank Filtration (RBF)

Menurut Hunt (2003) ketika mempertimbangkan penerapan RBF, merupakan sebuah keharusan bagi peneliti untuk mengenali beberapa parameter berikut dapat mempengaruhi kinerja sistem RBF:

a. Air sungai yang tersedia yang dapat mengalir ke akuifer b. Kualitas air sungai

c. Lalu lintas sungai komersial (sumber polutan) d. Aliran kecepatan

(28)

8

Kebanyakan sistem RBF yang dibangun dalam akuifer aluvial terletak di sepanjang tepian sungai. Akuifer ini dapat terdiri dari berbagai lapisan mulai dari pasir, kerikil, batu-batu dan pasir. Tempat yang ideal biasanya termasuk coarse-grained, yang secara hidraulik terhubung dengan bahan dasar. Lapisan ini berada pada kedalaman di lembah-lembah yang mendalam dan luas atau sempit dan dangkal. Sistem RBF di lembah-lembah yang mendalam dan luas mungkin memiliki jangkauan lebih luas dan dapat menggunakan dua pilihan jenis sumur. Karena sumur (vertikal dan horisontal) dapat ditempatkan pada kedalaman yang lebih besar (yang dapat memberikan kapasitas yang lebih tinggi) dan dapat ditempatkan jauh dari sungai untuk meningkatkan derajat filtrasi. Di lembah yang sempit, dangkal, sumur horisontal mungkin lebih menguntungkan daripada sumur vertikal karena sumur dapat ditempatkan pada elevasi terendah (memaksimalkan penarikan tersedia) dan diperpanjang keluar di bawah sungai itu, dan panjang sumur dapat diinstal untuk memperkecil kecepatan.

Masih menurut Hunt (2003) Sejarah mencatat, tiga jenis sumur telah digunakan untuk RBF sejak teknologi tersebut pertama kali didirikan di tahun 1800. Ketiga jenis sumur itu adalah sebagai berikut:

a. Sumur horizontal b. Sumur vertikal

c. Sumur Pit atau sumur gali,

Sumber : Hunt (2003)

Gambar 3. Representasi Sumur Horizontal dan Vertikal (Desain USA)

(29)

9 Ini melibatkan pemilihan yang baik dari ketinggian untuk memproyeksikan screen lateral dan kadang-kadang jarak lokasi sumur yang cukup dari sungai untuk meningkatkan derajat filtrasi dan perjalanan waktu untuk mengisi air. Kemampuan aliran dinding sungai dan akuifer untuk menyaring mikroorganisme dan mengurangi kekeruhan dari sumber air permukaan akan bervariasi dari wilayah ke wilayah dan, tentu saja dari satu lokasi ke lokasi lain.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Desember 2013 yang dilakukan dibeberapa tempat, yaitu :

a. Penelitian Penyediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan air dengan RBF (riverbank filtration) yang melalui beberapa tahap penelitian, yaitu ; geolistrik, pengeboran, uji pompa dilakukan di Daerah Aliran Sungai Cisadane, Leuwi Kopo.

b. Pengujian kualitas air di Laboratorium produktifitas dan lingkungan departemen MSP – FPIK – IPB Dramaga.

Alat dan Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : a. Piezo meter

b. Geologger [ABEM DC Sas Z-2000] c. Bor manual

d. Pipa PVC [[Ø = 4 inchi]] e. Avo meter

f. Pompa

g. Sample air [air sungai, sumur gali, RBF 1, RBF 2, RBF 3, RBF 4] h. Program perhitungan [minitab 14]

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik RBF dan kualitas air di Sub-DAS Cisadane, sungai Cihideung. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Survey lokasi dibeberapa tempat di sekitar DAS Cisadane.

b. Melakukan uji geolistrik untuk mendeteksi letak dan sebaran akuifer.

c. Analisa data geolistrik untuk mendapatkan hasil ketebalan lapisan litologi tanah dan kedalaman air.

(30)

10

e. Uji pemompaan yang dilakukan setelah pengeboran selesai untuk mendapatkan informasi debit sungai dan perbedaan level permukaan air sungai dan air tanah.

f. Anlisa data uji pemompaan.

g. Mengambil air dalam RBF dan air sungai untuk kemudian dijadikan sebagai sample.

h. Menguji kualitas air.

i. Menganalisa perbedaan kualitas air disetiap sumur dengan program minitab 14.

j. Menulis laporan akhir

Berikut diagram alir tahapan penelitian untuk lebih singkatnya pada Gambar 3.

Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian Uji Laboratorium kualitas air

Selesai

Penyusunan Laporan dan Makalah

Pengambilan sample air Mulai

Survey Lokasi Penelitian

Uji geolistrik

Study literature

Pengeboran Analisa geolistrik

Uji pemompaan

Analisa uji pemompaan

(31)

11 Teknik Pengukuran

Pengukuran Geolistrik

Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang digunakan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan bumi dengan cara mempelajari sifat aliran listrik pada lapisan batuan. Pada metode geolistrik resistivitas, sifat aliran listrik yang dipelajari adalah resistivitas batuan. Resistivitas batuan merupakan besaran fisika yang berhubungan dengan kemampuan suatu lapisan batuan dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan batuan yang mempunyai nilai resistivitas rendah, berarti mudah menghantarkan arus listrik. Sebaliknya lapisan batuan yang nilai resistivitasnya tinggi, berarti sulit menghantarkan arus listrik.

Resistivitas formasi batuan mempunyai jangkauan harga yang bervariasi, tergantung atas jenis materialnya, densitas, porositas, permeabilitas, ukuran dan bentuk pori, kandungan dan kualitas air, temperatur, proses-proses geologi yang terjadi, dan sebagainya. Beberapa jenis batuan mempunyai jangkauan nilai resistivitas tertentu. Jangkauan nilai resistivitas tersebut akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya, sehingga menyulitkan identifikasi batuan, jika hanya berdasarkan nilai resistivitas. Hasil pengukuran dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas, masih merupakan resistivitas semu. Untuk memperoleh nilai resisitvitas sebenarnya dari setiap lapisan batuan di bawah permukaan, diperlukan metode pengolahan data.

Langkah-langkah pengukuran geolistrik adalah sebagai berikut : a. Menentukkan lokasi penelitian.

b. Menyiapkan alat-alat seperti; geolistrik ABEM DC Sas Z-2000, elektroda tembaga-besi 8 batang, palu-martil, dan empat set kabel dengan panjang 360 m.

c. Dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik searah ke dalam bumi melalui dua elektrode arus

d. Respon beda potensial antara dua titik di permukaan yang diakibatkan oleh aliran arus tersebut, diukur melalui dua elektrode potensial (P1 dan P2). e. Hasil pengukuran berupa arus dan beda potensial untuk setiap jarak

elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi nilai tahanan jenis masing-masing lapisan dibawah titik ukur dalam satu ohm-m.

f. Berdasarkan nilai arus listrik (I) yang diinjeksikan dan beda potensial (ΔV) yang ditimbulkan, besarnya resistivitas (ρ) dapat dihitung dengan

formula sebagai berikut :

………(1)

Dimana :

ρ : Besar resistivitas ΔV : Beda potensial I : Nilai arus listrik K : Faktor geometri

(32)

12

ditentukan oleh jenis konfigurasi pengukuran yang digunakan. Konfigurasi pengukuran berhubungan dengan cara meletakan elektrode arus dan elektrode potensial pada saat pengukuran (Astawa, 2007).

Sumber : (Astawa, 2007; Waspodo, 2012)

Gambar 5. Prinsip kerja metode geolistrik resistivitas

Desain Riverbank Filtration ( RBF)

Desain sumur RBF yang sudah pernah dilakukan di sungai Nil mengambil jarak 30 m dari sisi sungai dengan sumur bor RBF dengan pemanfaatan air sebagai sumber air minum. Dan beberapa negara bagian di Amerika seperti di sungai Missouri, Missouri, dengan jarak 24 m dan 37 m dari tepi sungai dengan sumur RBF. Berbagai macam kontaminan alami disaring dari air permukaan yang mengalir melalui akuifer aluvial menuju sumur pompa. Proses ini mengurangi jumlah perlakuan yang dibutuhkan untuk mengurangi kontaminan pada air (Tufenkji et al, 2002).

Sumber : Bourg dalam Tufenkji et al, 2002

Gambar 6. Skema gambaran evolusi beberapa parameter dalam jalur aliran infiltrasi pada RBF

Mangan Zona Penurunanan

Zona Penurunanan Sumur Pompa

Dissolved Oxygen (DO)

Dissolved Organic Carbon (DOC) Aerasi

(33)

13 Gambar 6 menggambarkan bagaimana oksigen secara signifikan berkurang lalu habis dalam river bed setelah beberapa meter air sungai berinfiltrasi. Air meresap melalui tepi sungai ke dalam akuifer, mengalami perubahan-perubahan kimia yang dijelaskan oleh empat jenis reaksi umum; transfer elektron, pelapukan, pertukaran ion, dan pertukaran gas. Dalam banyak penelitian, perubahan-perubahan kimia paling signifikan yang berkaitan dengan aktivitas mikroba, seperti degradasi bahan organik atau polutan organik, ditemukan terjadi dalam tahap awal infiltrasi (Bize dalam Tufenkji, 2002). Pada jarak tertentu dari Sungai, dimana aktivitas mikroba berkurang akibat kekurangan oksigen, kondisi mikroba mengalami intensitas penurunan. Mangan dan besi kemudian dapat dihapus dari serangkaian reaksi curah hujan. Oleh karena itu, luasnya reduced zone dapat ditentukan dengan mempertimbangkan sebaran mangan dan besi sepanjang jalur aliran infiltrasi sungai (Bourg, A. C. M. et al dalam Tufenkji et al, 2002).

Dalam penelitian ini desain sumur Riverbank Filtration memiliki jarak dan kedalaman yang berbeda. Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan kualitas dari setiap sumur dengan jarak dan kedalaman sumur yang berbeda seperti yang tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Jarak dan kedalaman sumur RBF

No Nama Sumur Kedalaman

Adapun untuk pemilihan sumur vertikal dan horizontal yang sesuai untuk RBF masih menjadi perdebatan. Sumur vertikal dan horizontal telah digunakan untuk RBF selama bertahun-tahun. Secara tradisional, sumur vertikal digunakan untuk mengembangkan pasokan air bawah tanah disistem akuifer aluvial. Panjang pipa dan diameter dipilih untuk mengontrol kecepatan dan untuk menghindari memompa berlebihan pasir dan partikel halus dari akuifer. (Hunt, 2003).

(34)

14

Gambar 7. Penampang desain sumur RBFdi DAS Cisadane Sub DAS Cihideung

Uji Pemompaan

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik geohidrologi akuifer seperti arah aliran air tanah, pengisian sumur dominan, dan nilai konduktivitas hidraulik. Metode yang digunakan sebagai pendugaan nilai konduktivitas hidraulik akuifer adalah Metode Theis (Todd dan Mays, 2005).

(2)

Dimana :

K : konduktivitas hidraulik Q : debit pemompaan

s : penurunan muka air tanah pada sumur h : Tinggi permukaan lapisan kedap air r : Jari-jari sumur

Pengukuran kualitas air

(35)

15 a. Parameter TDS [APHA, ed. 22, 2012, 2540-C method]

b. Parameter Fosfat (P-PO4) [APHA, ed. 22, 2012, 4500-P-E method] c. Parameter Nitrat [APHA, ed. 22, 2012, 4500-NO3-E]

d. Parameter Permanganat [SNI 06-6989/22-2004]

Analisis data kualitas air

Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program olah data SPSS 14. Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis korelasi antara jarak sumur dan kualitas air pada penelitian ini adalah dengan regresi berbentuk eksponensial dengan rumus umum sebagai berikut :

Y =

(3)

Dimana :

β0 : Intersep/constant β1 : Kemiringan/slope,

X : faktor yang mempengaruhi Y

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Geolistrik

Pegukuran geolistrik diperlukan untuk mengetahui sebaran tinggi aquifer dan muka air tanah di lokasi penelitian. Dengan teknik pengukuran ini dapat diprediksi distribusi nilai resistivitas material di bawah permukaan dalam arah lateral secara lebih baik dan lebih cepat, karena dengan menggunakan metode ini maka kedalaman, ketebalan sekaligus penyebaran suatu lapisan batuan dapat terdeteksi (Astawa, 2007).

(36)

16

Tabel 2. Hasil analisi uji geolistrik

No Titik

8 – 40,11 Pasir (diduga akuifer bebas) 40,11 - 50 Breksi / batu breksi kasar

50 – 58,99 Lempung

59 - ∞ Lempung pasiran (diduga lap. Akuifer dalam)

3 GL 3 0 - 2 Tanah penutup

2 – 6,24 Pasir (diduga akuifer bebas)

6,24 – 9,87 Pasir lempungan

9,87 - ∞ Pasir (diduga akuifer bebas)

4 GL 4 0 - 2 Tanah penutup

2 – 13,48 Pasir (diduga akuifer bebas)

13,48 - 27 Pasir lempungan

27 - ∞ Breksi / batu breksi kasar

Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik pada titik GL-1, akuifer bebas berada pada kedalaman 3-13 m dengan litologi terdiri dari pasir dan pasir lempungan, sedangkan breksi kasar berada pada kedalaman 15-30 m. Pada titik GL-2, akuifer bebas berada pada kedalaman 8-40 m dengan litologi pasirdan batu breksi kasar, sedangkan lempung dan pasir lempungan berada pada kedalaman 40-59 m, dan sudah masuk pada area aquifer dalam. Pada titik GL-3, aquifer bebas berada pada kedalaman 2-6 m dengan susunan litologi pasir dan pasir lempungan. Sedangkan pada titik GL-4, akuifer bebas berada pada kedalaman 2-14 meter dengan litologi pasir dan pasir lempungan, pada kedalaman 27 m terdapat breksi kasar.

Berdasarkan interpretasi pendugaan geolistrik di lokasi penelitian, di daerah ini bertahanan jenis antara 15-358 ohm.m. Pada kisaran nilai tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya pada tabel 2, berikut ini:

Tabel 3. Interpretasi nilai tahanan jenis di lokasi penelitian

Tahanan jenis Perkiraan litologi

< 10 Lempung

10 – 20 Batu lempung

20 – 35 Pasir lempungan

35-50 Pasir

(37)

17 Seperti yang dikemukan Rosenshein dalam Tufenkji (2002), RBF biasanya dilakukan dalam akuifer aluvial yang merupakan sistem hidrologi kompleks yang menunjukkan heterogenitas fisik dan geokimia. Akuifer aluvial paling banyak didominasi oleh pasir dan kerikil, tapi flood plain juga meninggalkan lapisan lumpur dan tanah liat pada stratigrafi. Dari hasil penelitian uji geolistrik diatas, maka bisa dipertimbangkan lokasi sumur bor RBF berada disekitar titik penyelidikan geolistrik dengan kedalaman sumur berkisar antara 3-10 meter. Desain jarak antar sumur bisa diketahui lebih lanjut dengan uji pumping yang dilakukan setelah tahap desain RBF dan pengeboran.

Uji Pemompaan (Pumping Test)

Tujuan dari uji pemompaan adalah untuk menetapkan kemampuan sumur yang akan diproduksi. Dari uji ini akan didapat data debit Q dan penurunan muka air s yang diukur dapat diperoleh kapasitas jenis sumur atau sebaliknya penurunan jenis sumurnya. Kapasitas jenis sumur merupakan ukuran kemampuan produksi suatu sumur. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode konstan, yaitu dengan melakukan pemompaan secara terus menerus sampai mendapatkan debit yang konstan pada sumur-sumur yang telah ditetapkan. Data yang didapat kemudian dianalisis dengan metode perhitungan Theis dan untuk aquifer adalah unconfined (tidak tertekan). Dari hasil analisis tersebut akan didapat grafik penurunan muka air tanah dan air imbuhan seperti pada Gambar 8 dibawah ini, juga informasi tinggi muka air tanah pada setiap sumur sebelum dilakukan pemompaan seperti yang tersaji pada tabel 4.

Debit pada saat pemompaan sumur 1adalah 0,44 l/det, pada sumur 2 0,44 l/det, sedangkan pada sumur 3 dan 4 debit yang terukur terlalu kecil sehingga mendekati 0 l/det. Rata-rata di sumur RBF adalah 0,439 l/s dengan pendugaan nilai konduktivitas hidraulik metode Theis 2,32 m/hari (Prakoso, 2014).

(38)

18

Pada sumur RBF imbuhan dominan diperoleh dari air sungai dan sebagian kecil dari air aquifer setempat. Pendugaan imbuhan dominan dilakukan dengan membandingkan kurva penurunan dan imbuhan sumur dari uji pemompaan pada sumur yang terletak dalam satu garis lurus memotong aliran sungai.

Pada sumur RBF 1 besaran penurunan muka air selama pemompaan mencapai 1,04 m dari statistik water level, sedangkan pada sumur RBF 3 dan RBF 4 hanya mencapai 0,23 m. kurva imbuhan pada sumur RBF 1 memiliki respon imbuhan lebih cepat dibanding sumur RBF 3 dan 4 yang mana jarak kedua sumur itu lebih jauh dibanding sumur RBF 1 dan RBF 2.

Hal tersebut menunjukkan jika sistem aliran air bawah permukaan memiliki sistem influen, dimana air sungai masuk ke dalam tanah memberikan pasokan terhadap air tanah. Sehingga apabila ada suatu pencemaran pada sungai maka akan dapat membahayakan kondisi air tanah yang digunakan sebagai air minum (Raharjo, 2010).

Tabel 4. Tinggi Muka Air Tanah Pada Setiap Sumur

No. Nama Sumur Tinggi Muka Air Tanah

Kualitas Air sungai dan Air Tanah Sungai Cihideung

Kualitas Air sungai Cihideung

Penilaian pada dasarnya dilakukan dengan membandingkan nilai parameter kualitas air dari hasil pengambilan sample dilapangan kemudian diuji di laboratorium dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya yang berlaku di Indonesia yakni mengacu pada PP no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Salah satu pemanfaatan air sungai di DAS Cisadane adalah untuk pertanian, meskipun masih banyak dibeberapa daerah yang menggunakannya untuk keperluan sehari-hari seperti mandi-cuci-kakus, maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan baku mutu air kelas IV, yaitu air yang peruntukannya digunakan sebagai pertanian dan tempat rekreasi.

(39)

19 Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas air sungai Cihideung, DAS Cisadane Segmen Hulu

Kualitas Baku mutu *)

+ : Parameter yang terakreditasi

*) : PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

LD : Limited detection

Kualitas Air Tanah Cihideung

Airtanah sangat rentan terhadap kontaminasi senyawa organik, khususnya jika transformasi biologis lambat karena suhu yang lebih rendah dan penurunan aktivitas enzim. Berbagai penelitian telah berfokus pada nasib polutan organik seperti herbisida, pestisida, dan senyawa-senyawa lain selama Riverbank Filtration terjadi. Juttner menyelidiki efisiensi Riverbank Filtration dalam menghilangkan senyawa-senyawa organik di sungai Ruhr, Jerman Pusat. Hingga 99% dari kontaminan dapat berkurang dibagian awal filtrasi. Begitupun dengan nilai parameter TDS, Fosfat, Nitrat, dan Permanganat pada ke empat sumur RBF dan satu sumur gali menunjukkan penurunan nilai parameter air pada setiap sumur (Tabel 6). Semakin jauh jarak sumur bor dengan tepi sungai maka dapat dikatakan hampir semua nilai parameternya mengalami penurunan yang masing-masing penurunannya dijabarkan secara rinci pada tabel 7.

Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air tanah di Riverbank Filtration (RBF)

Parameter Satuan Air Tanah Standar

kualitas

+ : Parameter yang terakreditasi

(40)

20

Tabel 7. Penurunan nilai parameter pada air tanah

Parameter Satuan Penurunan nilai parameter pada Air Tanah Sumur

Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution). Hasil koefisien korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif antara jarak sumur dengan kualitas air. Hal ini berarti semakin jauh jarak sumur dari tepi sungai maka akan semakin rendah nilai parameter TDS, Fosfat, dan Permanganat yang terkandung dalam air. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Schijven (2002) bahwa metode RBF efektif mengurangi berbagai macam kontaminan pada jarak yang lebih jauh dalam batas jari-jari pengaruh sumur. Hasil output perhitungan korelasi dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil Perhitungan SPSS korelasi pengukuran kualitas air

Parameter R-Sq

Korelasi Antara Jarak Sumur RBF pada Kualitas Air

Total Dissolved Solid (TDS)

(41)

21 (prob) (0,0001) < 5% yang menunjukkan bahwa jarak sumur berpengaruh terhadap TDS. Nilai -0,037 menunjukkan bahwa kenaikan sumur 1% akan menurunkan TDS sebesar 0,037%.

Kualitas TDS dalam air sungai sebesar 60 mg/l, dalam air sumur gali sebesar 64 mg/l, dalam air sumur 1 sebesar 54 mg/l, air sumur 2 sebesar 46 mg/l, air sumur 3 sebesar 42 mg/l, dan sumur 4 sebesar 40 mg/l. Baku mutu kulitas air kelas IV berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk total padatan terlarut maksimal 2000 mg/l. Nilai total padatan terlarut (TDS) di Sungai Cihideung dan sumur memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, meskipun nilai TDS pada Sumur Gali yang berjarak 1 meter dari sisi sungai, kedalaman 2 meter dan diameter 30 cm lebih besar dibanding nilai TDS air sungai Cihideung, yaitu 64 mg/l. Rendahnya pengaruh jarak dan kedalaman sumur RBF terhadap kualitas air pada Sumur Gali, hal ini bisa disebabkan oleh padatan yang masuk ke sumur tersebut lebih banyak berbentuk padatan yang ukurannya lebih kecil.

Gambar 9. Korelasi Antara Jarak Sumur pada Nilai TDS

Nitrat (N-NO3)

Korelasi antara jarak sumur pada nilai parameter Nitrat yang terkandung dalam air memiliki nilai R-Sq 0,65. Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi dapat menjelaskan keberagaman jarak sumur sebesar 0,65. Sisanya 0,93 dijelaskan oleh variabel lain. Grafik korelasi dapat dilihat pada Gambar 10. Persamaan regresi Nitrat = 0,678 exp0,046 Sumur , hasil menunjukkan bahwa uji t (prob) (0,625) > 5% yang menunjukkan bahwa kualitas nitrat pada sumur tidak dipengaruhi oleh jarak dari tepi sungai.

(42)

22

dimana oksigen menjadi berkurang, dibawah kondisi anoksik atau keadaan tanpa oksigen yang sering kali terdapat di rawa-rawa daerah tropis atau pada permukaan tertentu suatu perairan aktivitas mikroba denitrifikasi yang membentuk senyawa nitrat dapat bekerja pada keadaan anaerob. Karena proses kimia yang terjadi pada daerah filtrasi inilah, konsentrasi Nitrat secara umum akan naik meskipun jarak sumur dengan tepi sungai jauh.

Seperti yang bisa dilihat pada Gambar 6 mengenai skema kualitatif penggambaran evolusi beberapa parameter dalam jalur aliran infiltrasi pada RBF, parameter Nitrat terus mengalami peningkatan di zona aerasi setelah berkurang pada reduced zone. Zona aerasi inilah yang menjadi faktor aktivitas mikroba denitrifikasi yang membentuk senyawa nitrat dapat bekerja sehingga meningkatkan kadar nitrat.

Sumber polusi Nitrat sendiri berasal dari pupuk atau kotoran. Kenaikan konsetrasi Nitrat pada sumur 2, sumur 3 dan sumur 4 juga bisa disebabkan lahan tersebut digunakan untuk pertanian yang mana unsur nitrat disumbangkan dari pupuk. Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi disuatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari pertanian, peternakan, industri (Siahaan, 2012) dan limbah domestik yang masuk ke dalam sungai. Lokasi penelitian sebagaian besar digunakan sebagai lahan pertanian. Kontaminasti Nitrat pada wilayah sekitar dikarenakan adanya kegiatan pertanian yang sudah berlangsung sejak lama. Sisa dari pupuk buatan maupun pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan. Karena itulah nilai Nitrat pada ketiga sumur tersebut mengalami kenaikan.

Gambar 10. Korelasi Antara Jarak Sumur pada Nilai Nitrat

(43)

23 Fosfat (PO4-P)

Hasil analisi kualitas air di sungai menunjukkan nilai fosfat lebih dari 0,1 mg/l, dimana sir sungai Cihideung memiliki kandungan fosfat sebesar 0,23 mg/l, dan sumur gali 0,11 mg/l. Sedangkan pada sumur 1 smemiliki kandungan fosfat sebesar 0,05 mg/l, sumur 2 sebesar 0,04 mg/l, sumur 3 sebesar 0,03 mg/l, dan pada sumur 4 memiliki kandungan fosfat sebesar 0,02 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa di sungai terjadi akumulasi fosfat yang bersumber dari sisa pakan ikan. Kotoran manusia dan deterjen juga mengandung unsur fosfat yang cukup tinggi yang dapat meningkatkan kandungan fosfat di air sungai. Sejalan pernyataan tersebut, Chester (1990) menyatakan bahwa fosfat yang terdapat diperairan sungai bersumber dari kegiatan antropogenik seperti limbah perkotaan dan pertanian seperti polifosfat yang terdapat pada deterjen.

Korelasi antara jarak sumur pada nilai parameter Fosfat yang terkandung dalam air memiliki nilai R-Sq 0,86. Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi dapat menjelaskan keberagaman jarak sumur sebesar 0,86. Sisanya 0,14 dijelaskan oleh variabel lain. Grafik korelasi dapat dilihat pada Gambar 11. Persamaan regresi Fosfat = 0,149 exp-0,153 Sumur , hasil menunjukkan bahwa uji t (prob) (0,0007) < 5% yang menunjukkan bahwa jarak sumur berpengaruh terhadap Fosfat. Nilai -0,153 menunjukkan bahwa kenaikan sumur 1% akan menurunkan fosfat sebesat 0,153%.

Gambar 11. Korelasi Antara Jarak Sumur pada Nilai Fosfat

Berdasarkan baku mutu air kelas IV sebagai sumber air pertanian dipersyaratkan kadar fosfat > 5 mg/l. dengan demikian dapat disimpulkan jika air sungai Cihideung dan sumur tidak mengalami pencemaran fosfat, karena nilai yang ada menunjukkan tidak lebih besar dari 5 mg/l.

Permanganat (TOM)

(44)

24

bahwa model regresi dapat menjelaskan keberagaman jarak sumur sebesar 0,69. Sisanya 0,31 dijelaskan oleh variabel lain.

Persamaan Permanganat (TOM) = 37,483 exp-0,013 Sumur , hasil menunjukkan bahwa uji t (prob) (0,039) < 5% yang menunjukkan bahwa jarak sumur berpengaruh terhadap Permanganat (TOM). Nilai -0,013 menunjukkan bahwa kenaikan sumur 1% akan menurunkan TOM sebesar 0,013%. Nilai TOM berkurang secara signifikan seiring dengan jauhnya jarak sumur dari sisi sungai. Air sungai Cihideung memiliki kandungan permanganat sebesar 40,45 mg/l, sumur gali 35,39 mg/l, sumur 1 sebesar 34,10 mg/l, sumur 2 sebesar 33,50 mg/l, sumur 3 sebesar 32,86 mg/l, sumur 4 sebesar 32,23 mg/l.

Keadaan sungai di lokasi penelitian disominasi oleh vegetasi, dari tumbuhan rumput liar yang cukup tinggi dan beberapa jenis tumbuhan seperti bambu yang tumbuh di tepi sungai yang secara biokimia akan mengalami penguraian yang intensif untuk menghasilkan TOM. Permanganat merupakan bahan kimia yang berbahaya. Apabila kontak dengan senyawa yang mudah menimbulkan api. Permanganat juga merupakan asam yang kuat peroksida, dan senyawa kimia logam aktif. Pada gambar 12 terlihat penurunan TOM secara signifikan dari setiap sumur konsentrasinya semakin berkurang.

Gambar 12. Korelasi Antara Jarak Sumur pada Nilai Permanganat

(45)

25

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini bisa disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Karakteristik RBF di lokasi diantaranya memiliki kedalaman air tanah antara 2-48 m dengan lapisan yang terdiri dari pasir, pasir lempungan, dan breksi. Jarak sumur terdekat ke sungai adalah 1 meter sedang untuk yang terjauh 13 m.

b. Nilai konduktivitas hasil perhitungan 2,32 m/hari dengan karakteristik aliran akuifer setempat influen, dimana air tanah setempat dipasok sebagian besar oleh sungai Cihideung.

c. Kualitas air sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Sub-DAS Sungai Cihideung, yaitu TDS sebesar 60 mg/l, Fosfat sebesar 0,23 mg/l, Nitrat sebesar 1,46 mg/l, dan Permanganat sebesar 40,45 mgKMnO4/l. Sedangkan nilai TDS dalam air pada setiap sumur berturut-turut adalah sebesar 64 mg/l, 54 mg/l, 46 mg/l, 42 mg/l, dan 40 mg/l. Nilai Nitrat dalam air pada setiap sumur berturut-turut adalah sebesar 1,19 mg/l, 0,20 mg/l, 0,38 mg/l, 1,72 mg/l, dam 2,02 mg/l. Nilai Fosfat dalam air pada setiap sumur berturut-turut adalah sebesar 0,11 mg/l, 0,05 mg/l, 0,04 mg/l, 0,03 mg/l, dan 0,02 mg/l. Nilai Permanganat (TOM) dalam air pada setiap sumur berturut-turut adalah sebesar 35,39 mg/l, 34,10 mg/l, 33,50 mg/l, 32,86 mg/l dan 32,23 mg/lBerdasarkan peraturan air baku di indonesia, ke empat parameter uji termasuk ke dalam kelas 3.

Saran

Saran untuk peneliti selanjutnya yang memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala DAS dan peruntukkannya bukan sebagai sumber air irigasi tapi sebagai air minum. Dan ditambahkan untuk parameter Fisik dan Kimia yang akan diuji, jika perlu parameter Biologi dimasukkan kedalam parameter uji.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Lah A, Shamrukh M (2006) Riverbank filtration: a promise method for mater supply from Nile, Egypt. In: Proceedings of 7th international symposium on water supply technology,Yokohama, 385–395.

(46)

26

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Bouwer EJ. 2003. Riverbank Filtration The American Experience. Amerika: The Johns Hopkins University.

Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London : Unwin Hyman Ltd.

Descloitres M, Ruiz L, Sekhar M, Legchenko A, Braun JJ, Kumar MSM, Subramanian S. 2008. Characterization of seasonal local recharge using electrical resistivity tomography and magnetic resonance sounding. Hydrological Processes. 22(3): 384-394.

Dewandel B, Lachassagne P, Wyns R, Marechal JC, Krishnamurthy NS. 2006. A generalized 3-D geological and hydrogeological conceptual model of granite aquifers controlled by single or multiphase weathering. Journal of Hydrology. 330(1-2): 260-284.

Doussan C, Ledoux E, Detay M. 1998. River-groundwater exchanges, bank filtration, and groundwater quality. Journal of Environmental Quality. 27(6):1418–1427.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan kelima. Yogyakarta: Kanisius

Grischek T, Schoenheinz D, Ray C. 2002. Siting and design issues for riverbank filtration schemes, The Netherlands. Kluwer Academic Publishers, 291-302.

Hunt H. 2003. Construction and Maintenance of Wells for Riverbank Filtration. The second International Riverbank Filtration Conference. United State of America.

National Geographic. 2013. Volume of Earth Water [internet]. [diacu 2013 Desember 12]. Tersedia dari: http://nationalgeographic.co.id/forum/topic-1901.html

Wikipedia. 2013. DAS Cisadane [internet]. [diacu 2013 Desember 12]. Tersedia dari : http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ci_Sadane

Jannah UF. 2008. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Sumur Simpan Pisang Raja Bulu. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor.

Jaramillo M. 2011. Riverbank filtration: an efficient and economical drinking-water treatment technology. Dyna, year 79, No. 171. 148-149.

Kim HS, Kim JY. 2008. High-resolution profiling of alluvial aquifer in potential riverbank filtration site by use of combining CMP refraction and reflection seismic methods. Journal of Applied Geophysics. 66:1-14.

Liferdi L. 2010. Efek Pemberian Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Status Hara pada Bibit Manggis. Jurnal Hortikultura. 20(1):18-26.

Maréchala JC, Vouillamoz JM, Kumar MSM, Dewandel B. 2010. Estimating aquifer thickness using multiple pumping tests. Hydrogeology Journal. 18(8):1787-1796.

Oktiawan W, Krisbiantoro. 2007. Efektivitas Penurunan Fe2+ Dengan Unit Saringan Pasir Cepat Media Pasir Aktif. Semarang : FT – TL Universitas Diponegoro.

(47)

27 Prakoso WG. 2014. Analisis Sumur Filtrasi Bantaran Sungai (Riverbank

Filtration) dengan Uji Pemompaan (Studi Kasus Sungai Cihideung Bogor). Tesis. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Raharjo PD. 2010. Ekstraksi Informasi Hidrologi dengan Menggunakan Data

Penginderaan Jauh [internet]. [diacu 2014 Juni 9]. Tersedia dari:

http://puguhdraharjo.wordpress.com/2010/03/18/ektraksi-hidrologi-dengan-penginderaan-jauh

Rao C. S, 1992. Environmental Pollution Control Engineering. New Delhi : Wiley Eastern Limited.

Ray C, Melin G, Linsky RB. 2002. Riverbank Filtration Improving Source-Water Quality. London: Kluwer Academic Publishers.

Saeni MS. 1996. Kimia Lingkungan. Bogor (ID): Depdikbud dan PAU Ilmu Hayat IPB.

Schijven J, Berger P, Miettinen I. 2002. Removal of Pathogens, Surrogates, Indicators, and Toxin Using Riverbank Filtration. Dutch: National Institute of Public Health and Environment.

Siahaan R. 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal ilmiah sains. 11(2): 268-273.

Srisuk K. 2012. Groundwater resources development by riverbank filtration technology in thailand. International Journal of Environmental and Rural Development. 3(1):155.

Todd KD, Mays LW. 2005. Groundwater Hydrology, 3rd Edition. New York : John Wiley & Sons Inc.

Tufenkji N, Ryan JN, Elimelech M. 2002. The promise of bank filtration. Environmental Science and Technology Journal. 36 (21): 422A–428.

(48)

28

(49)
(50)

2

(51)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kab. Subang, Jawa Barat pada tanggal 19 Februari 1989 dari ayah Abas dan Ibu N. Runengsih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, kakak dari Dede Erika dan Mega Mutiana. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Kalijati dan diterima di SMA Negeri 1 Kalijati. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama diterima di Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan. Pada tahun 2012 penulis lulus dengan gelar Sarjana Pendidikan lalu pada tahun yang sama diterima bekerja sebagai Wakil Manager di Bank BTPN Syariah KCP Cirebon, penulis bekerja selama empat bulan.

Gambar

Gambar 1. Dasar sistem RBF
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Gambar 3. Representasi Sumur Horizontal dan Vertikal (Desain USA)
Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara faktor risiko penyakit jantung dengan persepsi pasien infark miokard akut terhadap gejala nyeri dada yang dialami responden ditunjukkan dalam tabel 2 yang

Sindrom nefrotik resisten steroid merupakan masalah karena risiko progesivitas yang tinggi untuk menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan memerlukan imunosupresan selain steroid

Interaksi antara pemberian pupuk plant catalyst 2006 dengan konsentrasi 1,0 gr/l dan pemangkasan tunas air memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan jumlah

Hal tersebut dikarenakan kondisi awal operator saat membaca tombol sebelum dilakukanya perancangan dengan melihat patokan-patokan yang ada.Sehingga operator

Hubungan sanro guru ini dalam memaksimalkan fungsi adat di masyarakat Ballaparang sangat menyatuh dilihat dari kerja sama mereka, didalam menjaga tatanan adat

Peringkat selanjutnya, dilanjutkan dengan poin-poin yang berbentuk fitur dari produk, yaitu poin Z6 dan Z5 atau Fitur “Poin Solid” khusus untuk pengguna kartu LOOP

Repowering adalah metode untuk merubah unit pembangkit yang sudah ada, dengan cara menambahkan beberapa gas turbin dan unit HRSG (heat recovery steam generator) sebagai

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengkaji penilaian kurikulum program SPF dan SPC dari segi program, kekuatan dan kelemahan kandungan pelajaran, keberkesanan pengajaran