• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Informasi Teknologi Oleh Petani Mangga (Kasus Di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Informasi Teknologi Oleh Petani Mangga (Kasus Di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon)."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

PEMANFAATAN INFORMASI TEKNOLOGI

OLEH PETANI MANGGA

(Kasus di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon)

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pemanfaatan Informasi Teknologi oleh Petani Mangga (Kasus di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

JUNIKA MEGAWATY PASARIBU. Pemanfaatan Informasi Teknologi oleh Petani Mangga (Kasus di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon). Dibimbing oleh NINUK PURNANINGSIH dan RETNO SRI HARTATI MULYANDARI.

Pengembangkan komoditas mangga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan buah di dalam negeri dan permintaan ekspor. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan produksi dan mutu buah mangga melalui penerapan teknologi. Oleh sebab itu, penyebaran informasi teknologi mangga menjadi sangat penting agar petani dapat meningkat pengetahuannya dan dapat menerapkan teknologi tersebut dalam usahataninya. Informasi-informasi teknologi yang disebarkan diharapkan sesuai dengan kebutuhan para petani dan dapat diakses petani dengan mudah dan dengan biaya yang terjangkau.

Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga; (2) Menganalisis tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga; (3) Menganalisis hubungan karakteristik petani terhadap tingkat kebutuhan informasi oleh petani mangga; (4) Menganalisis hubungan karakteristik petani, tingkat kebutuhan informasi, dan tingkat akses informasi terhadap tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga; (5) Menganalisis hubungan tingkat penggunaan sumber informasi terhadap tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat pada bulan Juni-Juli 2014 dengan desain penelitian kuantitatif. Penelitian dilakukan 65 orang petani mangga sebagai responden. Data dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif, korelasi Rank Spearman, dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat pemanfaatan informasi teknologi oleh petani mangga cenderung tinggi untuk meningkatkan pengetahuan, sedang untuk dipraktekkan, dan sedang untuk diteruskan kepada orang lain; (2) Tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga adalah jumlah sumber informasi yang diakses cenderung sedang dengan intensitas mengakses informasi sedang, dan tingkat kesesuaian sumber informasi sedang; (3) Karakteristik petani yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat kebutuhan informasi adalah umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, serta skala usaha dan pendapatan; (4) Faktor-faktor yang memiliki hubungan nyata dengan penggunaan sumber informasi adalah: a) karakteristik petani, yaitu umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, serta skala usaha dan pendapatan; b) tingkat kebutuhan informasi, yaitu informasi budidaya, pasca panen, dan pemasaran; c) tingkat akses informasi, yaitu kemudahan akses dan keterjangkauan biaya akses; dan (5) Semakin tinggi tingkat penggunaan sumber informasi maka semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan informasi, baik dalam peningkatan pengetahuan, untuk dipraktekkan, maupun diteruskan kepada orang lain.

(5)

SUMMARY

JUNIKA MEGAWATY PASARIBU Information utilization of technology by mango farmers (case of Sedong Subdistrict Cirebon District). Supervised by NINUK PURNANINGSIH AND RETNO SRI HARTANTI MULYANDARI.

Cultivation of mango commodity is aimed to supply domestic demand and horticultural export. One of the effort done is increasing the production and quality of mango by implementing technology innovation. Therefore information dissemination of mango cultivation technology is very important to improve farmers‟ knowledge as well as their skill in implementing the technology in their farm. The information of technology disseminated is expected to be appropriate to farmers‟ need and accessible easily at affordable cost.

This aims of this study were to analyse: (1) the level of information utilization of mango farmer; (2) the level of information sources utilization of mango farmer; (3) the relationship between farmer‟s characteristic and the level of information need; (4) the relationship of the farmer‟s characteristic, level of information need, and level of information accessibility to the level of information sources utilization; (5) the relationship between the level of sources information utilization and the level of information utilization.

This study was conducted in the Subdistric of Sedong, Cirebon Regency, West Java Province in June-July 2014 by applicating a quantitative design. Sixty five mango farmers were taken as the respondents. The data were analysed by Spearman‟s rank correlation and t-test.

The result showed that: (1) The level of information utilization of mango farmers was tend to high to increase their knowledge, moderate to be applicated, and moderate to be disseminated; (2) The level of the use of information sources by mango farmers were moderate in the number of information sources accessed as well as in the intensity of accessing information and in the appropiateness of information sources; (3) The characteristics of farmers which were correlated significantly with the level of need of information were the age, level of formal and non-formal education, farming scale, and income; (4) Factors related significanly to the use of information sources were: a) farmers characteristics including the age, level of formal and non-formal education, farming scale, and income; b) level of information needs in the terms of information of cultivation, post-harvest, and marketing; c) level of accessing information in the terms of accessibility and cost affordability; (5) The higher the level of the use of information sources, the higher the level of information utilization, either to improve the knowledge, to be implemented, or to be disseminated.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

PEMANFAATAN INFORMASI TEKNOLOGI

OLEH PETANI MANGGA

(Kasus di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon)

(8)
(9)

Judul Tesis : Pemanfaatan Informasi Teknologi oleh Petani Mangga (Kasus di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon)

Nama : Junika Megawaty Pasaribu NIM : I352120231

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi Ketua

Dr Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, MS Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan segala anugerah-Nya sehingga karya ilmiah tesis yang berjudul Pemanfaatan Informasi Teknologi oleh Petani Mangga (Kasus di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon) berhasil diselesaikan. Penulisan tesis ditujukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi dan Pembangunan Pertanian Pedesaan.

Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada mereka atas segala jasa dan dukungannya baik secara moril maupun materiil.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Kementerian Pertanian tempat penulis saat ini bekerja, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis memperoleh beasiswa dalam menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Retno Sri Hartati Mulyandari, MS selaku anggota komisi yang telah memberikan banyak arahan, saran, dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS yang telah menjadi Penguji Luar Komisi.

Selanjutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian di Kabupaten Cirebon, yaitu Pak Ali Efendi selaku kepala dinas, Pak Herman selaku kepala bidang hortikultura dan Pak Toto selaku PPL di Distanbunakhut Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, juga kepada Pak Haerudin selaku ketua kelompok tani Sukamulya, Pak Rohim selaku ketua kelompok tani Makmur serta seluruh petani responden.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtuaku yang sangat aku cintai ayahanda Ir. Baginda Muller Pasaribu (Alm.) dan ibunda Dra. Tumiar Hutapea, serta kak Melva, adik Sondang dan Goklas serta segenap keluarga besarku atas doa dan dukungan kepada penulis selama ini. Penulis juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada seluruh teman-teman KMP 2012 dan KMP 2011 atas segala tawa, kebersamaan, bantuan dan dukungannya.

The last but not the least, rasa terimakasih yang mendalam dan tak terhingga penulis sampaikan kepada suami Haposan Simanjuntak serta buah hatiku Olivia dan Oshara yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa dan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan. Penulis berharap dan berdoa semoga kedua putriku nantinya dapat juga membekali dirinya dengan pendidikan yang lebih tinggi dari kedua orang tuanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengembangan Usaha Tani Mangga di Kabupaten Cirebon 5

Inovasi Teknologi Usaha Tani Mangga 6

Komunikasi Pembangunan 10

Kebutuhan Informasi 12

Karakteristik Petani 14

Sumber Informasi 15

Akses Informasi 18

Pemanfaatan Informasi 19

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 22

Kerangka Pemikiran 22

Hipotesis Penelitian 23

METODE PENELITIAN 25

Desain Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Populasi dan Sampel 25

Data dan Instrumen Penelitian 26

Definisi Operasional 26

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 30

Pengumpulan Data 31

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 33

Karakteristik Petani Mangga 36

Tingkat Kebutuhan Informasi 43

Tingkat Akses Informasi 47

Tingkat Penggunaan Sumber Informasi 52

Tingkat Pemanfaatan informasi 60

(14)

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Penggunaan Sumber

Informasi 74

Hubungan Tingkat Kebutuhan Informasi dengan Tingkat Penggunaan

Sumber Informasi 77

Hubungan Tingkat Akses Informasi dengan Tingkat Penggunaan Sumber

Informasi 79

Hubungan Tingkat Penggunaan Sumber Informasi dengan Tingkat

Pemanfaatan Informasi 80

SIMPULAN DAN SARAN 82

Simpulan 82

Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

RIWAYAT HIDUP 107

DAFTAR TABEL

1. Standar mutu mangga menurut CODEX 184-1993 9

2. Ukuran buah mangga menurut CODEX 184-1993 10

3. Definisi operasional dan parameter peubah karakteristik individu 27 4. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah tingkat kebutuhan

informasi 28

5. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah tingkat akses

informasi teknologi mangga 28

6. Definisi operasional dan parameter peubah penggunaan sumber

informasi 29

7. Definisi operasional dan parameter peubah tingkat pemanfaatan

informasi 29

8. Nilai uji validitas instrumen penelitian 30

9. Hasil uji reliabilitas item pertanyaan setiap variabel menggunakan alpha

Cronbach 31

10. Jarak dari desa ke ibukota kabupaten dan kecamatan tahun 2013 33 11. Sebaran penduduk Desa Sedong Lor dan Winduhaji berdasarkan

kelompok umur tahun 2013 34

12. Sebaran penduduk Desa Sedong Lor dan Winduhaji berdasarkan jenis

kelamin dan tingkat pendidikan tahun 2013 34

13. Sebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Sedong Lor

dan Winduhaji tahun 2013 35

14. Luas tanah berdasarkan penggunaannya di Desa Sedong Lor dan

Winduhaji tahun 2013 35

15. Sarana komunikasi dan lembaga keuangan di Desa Sedong Lor dan

Winduhaji tahun 2013 36

16. Distribusi petani berdasarkan umur dan uji beda rata-rata di Desa

(15)

17. Distribusi petani berdasarkan tingkat pendidikan formal dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 38 18. Distribusi petani berdasarkan pendidikan non formal dan uji beda

rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 39 19. Distribusi petani berdasarkan pengalaman usaha tani mangga dan uji

beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 40 20. Distribusi petani berdasarkan skala usaha mangga dan uji beda rata-rata

di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 41

21. Distribusi petani berdasarkan tingkat pendapatan dan uji beda rata-rata

di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 42

22. Distribusi petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi budidaya dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 44 23. Jumlah petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi teknologi

budidaya mangga tahun 2014 44

24. Distribusi petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi pasca panen dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 45 25. Jumlah petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi pasca panen di

Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 46

26. Distribusi petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi pemasaran dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 47 27. Jumlah petani berdasarkan tingkat kebutuhan informasi pemasaran di

Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 47

28. Distribusi petani berdasarkan tingkat kemudahan akses informasi dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 49 29. Distribusi petani berdasarkan tingkat keterjangkauan biaya mengakses

informasi dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji

tahun 2014 51

30. Distribusi petani berdasarkan jumlah sumber informasi yang diakses dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 54 31. Jumlah petani berdasarkan berdasarkan sumber informasi yang diakses

di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 54

32. Distribusi petani berdasarkan intensitas mengakses sumber informasi dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 58 33. Distribusi petani berdasarkan tingkat kesesuaian dan uji beda rata-rata di

Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 59

34. Distribusi petani berdasarkan tingkat pemanfaatan informasi untuk pengetahuan dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji

tahun 2014 60

35. Jumlah petani berdasarkan tingkat pemanfaatan setiap jenis informasi di

Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 61

36. Distribusi petani berdasarkan tingkat pemanfaatan informasi untuk dipraktekkan dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji

tahun 2014 62

37. Distribusi petani berdasarkan tingkat pemanfaatan informasi untuk diteruskan dan uji beda rata-rata di Desa Sedong Lor dan Winduhaji

tahun 2014 71

38. Hubungan karakteristik individu dengan tingkat kebutuhan informasi di

(16)

39. Hubungan karakteristik individu dengan penggunaan sumber informasi

di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 75

40. Hubungan tingkat kebutuhan informasi dengan penggunaan sumber informasi di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 77 41. Hubungan tingkat akses informasi dengan penggunaan sumber informasi

di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 79

42. Hubungan penggunaan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi di Desa Sedong Lor dan Winduhaji tahun 2014 80 43. Dosis pemupukan mangga yang belum menghasilkan (per pohon) 91 44. Dosis pemupukan mangga yang sudah menghasilkan (per pohon) 92

45. Kriteria spesifikasi grading di Indonesia 95

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran pemanfaatan informasi oleh petani mangga 24 2. Pengemasan buah mangga gedong gincu untuk ekspor 96

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta administrasi Kabupaten Cirebon 90

2. Teknologi budidaya mangga 91

3. Teknologi budidaya pasca panen mangga 95

4. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner 97

5. Catatan profil beberapa petani mangga 102

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangga (Mangifera indica L.) adalah komoditas buah unggulan komersial Indonesia, selain buah manggis, pisang, jeruk dan durian (DJH 2006a). Mangga dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat karena bernilai ekonomis tinggi dan merupakan buah eksotis yang populer di masyarakat.

Luas panen dan produksi mangga di Indonesia dari tahun 2007 sampai 2012 berfluktuasi namun cenderung meningkat (BPS 2014a), yaitu dari luas panen 203 997 ha menjadi 281 314 ha dengan total produksi 1 818 619 ton hingga mencapai 2 376 333 ton. Indonesia belum berkontribusi banyak dalam perdagangan mangga dunia. Data FAOSTAT (2014) menunjukkan bahwa total volume ekspor untuk kelompok komoditas mangga, manggis dan jambu biji di pasar dunia pada tahun 2012 mencapai 1 483 181 ton dan Indonesia berkontribusi kurang dari 0.1 persen, meskipun pada tahun 2012 tersebut menempati peringkat kelima negara penghasil mangga terbesar dunia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah mangga yang dihasilkan Indonesia tergolong besar, namun jumlah yang diekspor masih sangat kecil. Rendahnya angka ekspor buah mangga antara lain disebabkan oleh banyaknya buah yang tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan negara pengimpor dan adanya peningkatan persaingan antar negara dalam hal penampilan dan harga buah. Mangga Indonesia saat ini bersaing dengan mangga dari Thailand, Filipina, India, Meksiko, Brazil, dan Australia.

Permintaan buah mangga di pasar dunia meningkat setiap tahunnya. Indonesia berpotensi memenuhi permintaan mangga tersebut karena termasuk negara penghasil mangga terbesar dunia, memiliki beragam varietas mangga, dan waktu panen mangga yang berbeda (Agustus-Desember) dengan waktu panen negara produsen lainnya. Varietas mangga yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Gedong Gincu dan Arumanis karena permintaan dari negara Uni Emirat Arab, Singapura, Saudi Arabia, China, Hongkong, dan Malaysia masih banyak yang belum terpenuhi. Menurut DJH (2011b) permasalahan dalam pengembangan tanaman hortikultura, termasuk dalam hal ini mangga, antara lain budidaya yang masih konvensional, produktivitas dan mutu buah yang rendah, penanganan pasca panen yang kurang baik, skala usaha yang kecil dan berpencar, kelembagaan yang belum mapan, aksesibilitas yang kurang baik, kurangnya dukungan infrastruktur, serta keterbatasan modal petani.

(18)

2

modern di dalam negeri seperti toko buah dan pasar swalayan yang semakin banyak tumbuh di Indonesia.

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi dan mutu mangga, seperti: (1) penelitian dan pengkajian tentang berbagai aspek tentang mangga, (2) peningkatan kompetensi petani melalui penyuluhan, pelatihan, seminar, sekolah lapanganan, dan blok percontohan, (3) dukungan di bidang sarana produksi, seperti bantuan bibit, pupuk, pestisida, alat perangkap buah, dan alat pembungkus buah, (4) dukungan dalam hal modal, pemasaran, infrastruktur, kelembagaan, dan transportasi, dan (5) penyediaan informasi (Ditjenhort 2011b). Kegiatan-kegiatan tersebut disusun dalam berbagai program baik itu di tingkat pemerintah pusat maupun beberapa pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) yang wilayahnya secara agroklimat cocok ditanami mangga. Menurut Adedokun et al. (2010) potensi pembangunan hanya dapat terwujud jika pengetahuan dan teknologi disebarkan secara efektif dan masyarakat pedesaan yang terlibat dalam proses dapat termotivasi untuk mencapai keberhasilan.

Komunikasi pembangunan berperan sangat penting dalam penyebaran dan pemahaman informasi teknologi mangga, maupun penerapannya oleh para petani, sehingga pada akhirnya bermuara kepada peningkatan kesejahteraan petani. Informasi merupakan salah satu kunci utama agar petani dapat menghasilkan output yang baik (Tologbonse et al. 2008). Menurut Tamba (2007) pemanfaatan informasi pertanian yang relevan, akurat, lengkap, tajam, tepat waktu dan terwakili akan membuat petani berdaya sehingga memiliki kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengatasi masalah.

Penyebaran informasi teknologi usaha tani mangga perlu dilakukan secara merata kepada para petani. Penggunaan berbagai media informasi, baik itu media interpersonal, cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan mutu buah mangga. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dapat digunakan untuk meningkatkan penyebaran informasi tersebut. Ketersediaan informasi belum menjamin digunakannya informasi tersebut oleh petani. Penggunaan berbagai sumber informasi oleh petani akan berbeda-beda bergantung pada kebutuhan informasi, motivasi petani, dan tingkat akses informasi. Informasi yang dibutuhkan petani adalah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupannya. Hasil penelitian Okwu dan Umoru (2009) serta Andriaty dan Setyorini (2012) menunjukkan bahwa informasi yang diperlukan petani umumnya berkaitan dengan produksi dan teknologi pertanian. Petani juga memerlukan pengetahuan dan informasi tentang hasil penelitian, pengalaman petani lain, situasi mutakhir yang terjadi di pasar input dan produk pertanian, dan kebijakan pemerintah (Mulyandari et al. 2005).

(19)

3 menyebabkan petani lebih banyak mencari informasi melalui interaksi dan komunikasi dengan PPL dan petani lainnya.

Menurut Rifianto (2005) salah satu upaya untuk mendorong pemanfaatan inovasi teknologi adalah mengidentifikasi kebutuhan informasi teknologi pertanian melalui suatu survei dan pengkajian secara partisipatif. Oleh sebab itu, informasi yang disediakan oleh lembaga informasi harus berdasarkan kebutuhan informasi yang benar-benar dirasakan petani. Suryantini (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan sangat nyata antara kebutuhan informasi penyuluh tentang bahan penentu kebijakan dengan penggunaan sumber informasi. Selanjutnya Ma‟mir (2001) menyatakan kebutuhan informasi petani berhubungan nyata dengan perilaku pemanfaatan informasi. Hasil penelitian Ihsaniyati (2010) menunjukkan bahwa petani yang sangat membutuhkan informasi akan berusaha memenuhinya dengan melakukan pencarian informasi. Hasil bertolak belakang disampaikan Wijayanti (2003) bahwa kebutuhan informasi petani tidak berhubungan nyata dengan pola pencarian informasi.

Sumber informasi yang mudah diakses, yang terjangkau biayanya, dan isinya sesuai dengan kebutuhan petani akan memberi manfaat bagi petani. Andriaty dan Setyorini (2012) menyebutkan semakin tinggi tingkat kebutuhan informasi maka semakin tinggi pula tingkat manfaat yang diperoleh dari berbagai sumber informasi, baik melalui media pertemuan (tatap muka) dan media cetak, maupun elektronik. Pemanfaatan informasi berhubungan dengan sumber informasi, aksesibilitas dan kesesuaian isi, serta bentuk penyajian dan bahasa yang tepat (Asmawati 2013).

Program peningkatan produksi dan mutu buah mangga telah dilakukan di beberapa sentra tanaman mangga, termasuk di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Bertanam mangga adalah salah satu cara hidup petani di Kabupaten Cirebon karena agroklimatnya cocok untuk pertumbuhan tanaman mangga. Pada awalnya tanaman mangga dipelihara secara tradisional yaitu dengan pemeliharaan minimal atau tidak dipelihara sama sekali. Namun, sejak adanya program agribisnis hortikultura (PAH/IHDUA (Pengembangan Agribisnis Hortikultura/ Intergrated Horticulture Development in Upland Area) pada tahun 1997 maka tanaman mangga mulai diusahakan dengan menerapkan teknologi budidaya dan pascapanen. Dengan adanya program PAH/IHDUA dan program-program selanjutnya yaitu Pengembangan Sentra Produksi dan Pengembangan Kawasan Buah maka pertanaman mangga di Kabupaten Cirebon semakin luas dan menjadikan kabupaten ini salah satu sentra mangga di Indonesia.

(20)

4

Perumusan Masalah

Mangga adalah salah satu buah nusantara yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, karena dapat menjadi sumber pendapatan petani dan menghasilkan devisa negara. Permasalahan dalam pengembangan buah mangga adalah produktivitas tanaman yang rendah, mutu buah yang rendah, serta serangan hama dan penyakit. Kondisi ini menyebabkan potensi buah mangga untuk memenuhi permintaan pasar di dalam negeri dan terutama untuk ekspor menjadi terbatas. Pasar internasional membutuhkan mangga bermutu tinggi dalam jumlah memadai dengan standar tertentu, seperti berpenampilan mulus, bebas hama dan penyakit, seragam dalam hal ukuran dan tingkat kematangan.

Komunikasi pembangunan berperan penting dalam upaya penerapan teknologi oleh petani. Informasi teknologi dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan petani dalam mengelola usaha tani mangga. Informasi teknologi mangga telah disebarkan dan disediakan kepada para petani mangga melalui berbagai media, baik itu media interpersonal, cetak dan elektronik untuk mempermudah petani mengambil keputusan usaha tani. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa masih banyak petani yang belum mengelola kebun mangganya sesuai dengan teknologi yang disarankan.

Tersedianya informasi teknologi ternyata belum menjamin digunakannya informasi tersebut oleh petani, karena penggunaan sumber dilandasi oleh karakteristik individu petani, tingkat kebutuhan informasi, dan tingkat aksesibilitas petani terhadap informasi. Penggunaan sumber informasi diharapkan dapat mempengaruhi pemanfaatan informasi teknologi oleh petani sehingga dapat meningkatkan produksi dan mutu buah yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saing mangga di pasar dalam negeri dan di pasar internasional. Pendapatan dan kesejahteraan petani mangga akan meningkat seiring dengan meningkatnya daya saing petani.

Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga?

2. Bagaimana tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga?

3. Apakah terdapat hubungan karakteristik petani terhadap tingkat kebutuhan informasi oleh petani mangga?

4. Apakah terdapat hubungan karakteristik petani, tingkat kebutuhan informasi dan tingkat akses informasi terhadap tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga?

5. Apakah terdapat hubungan tingkat penggunaan sumber informasi terhadap tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga.

2. Menganalisis tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga. 3. Menganalisis hubungan karakteristik petani terhadap tingkat kebutuhan

(21)

5 4. Menganalisis hubungan karakteristik petani, tingkat kebutuhan informasi dan

tingkat akses informasi terhadap tingkat penggunaan sumber informasi oleh petani mangga.

5. Menganalisis hubungan tingkat penggunaan sumber informasi terhadap tingkat pemanfaatan informasi oleh petani mangga.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara akademis adalah memberikan kontribusi bagi ilmu komunikasi, khususnya tentang strategi pemanfaatan informasi, sedangkan manfaat penelitian secara praktis adalah memberikan sumbangan bahan pemikiran bagi masyarakat dan pemerintah tentang strategi komunikasi untuk meningkatkan produksi dan mutu buah, khususnya yang berhubungan tingkat kebutuhan dan aksesibilitas petani terhadap informasi, penggunaan sumber informasi serta pemanfaatan informasi teknologi mangga.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Usaha Tani Mangga di Kabupaten Cirebon

Tanaman mangga di Kabupaten Cirebon sudah ada secara turun temurun, yang ditanam di lahan pekarangan dan tegalan. Varietas mangga yang banyak ditanam adalah Gedong Gincu, Arumanis, dan Dermayu/Cengkir. Menurut DJH (2006b) pengembangan mangga secara intensif di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan di Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Majalengka, yang diawali dengan program PAH/IHDUA (Pengembangan Agribisnis Hortikultura/ Intergrated Horticulture Development in Upland Area) yang merupakan proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) kerjasama pemerintah Indonesia dan Jepang. Melalui program ini dibangun kebun mangga seluas 1 500 ha di ketiga kabupaten tersebut. Program PAH/IHDUA merupakan proyek pengembangan agribisnis buah di 33 kabupaten/kota di Indonesia yang berlangsung tahun 1997-2001. Program ini menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai penghasil mangga terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur dan daerah pengekspor mangga sejak tahun 2008.

(22)

6

Peran pemerintah diperlukan untuk mendorong dan membantu petani menerapkan teknologi mangga secara berkelanjutan. Proses diseminasi teknologi mangga telah dilakukan dengan berbagai macam cara seperti pelatihan, penyuluhan, blok percontohan, demonstrasi lapang dan memanfaatkan media komunikasi untuk menyebarluaskan informasi teknologi mangga serta pendampingan petani mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Mariano et al. (2012) bahwa intervensi pemerintah diperlukan untuk meningkatkan adopsi teknologi dalam produksi beras dalam jangka panjang.

Program peningkatan produksi dan mutu buah mangga yang telah dilakukan oleh pemerintah, di antaranya penerapan tekonologi usaha tani mangga yang mengacu pada GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operating Procedure) yang spesifik lokasi. Program ini bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki daya saing tinggi dibandingkan produk padanannya dari luar negeri (DJH 2012).

Sentra tanaman mangga di Kabupaten Cirebon berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Sedong, Greged, Susukan Lebak, Lemahabang, Astanajapura dan Dukupuntang (Distanbunakhut 2013). Jumlah pohon mangga di Kabupaten Cirebon sampai tahun 2013 adalah 692 768 pohon, dengan total produksi 311 179 kwintal dan produktivitas 44.92 kg/pohon (BPS 2014b).

Inovasi Teknologi Usaha Tani Mangga

Inovasi menurut Rogers (2003) adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan dalam inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu penerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide tersebut adalah inovasi untuk orang tersebut. Konsep „baru‟ dalam ide inovatif tidak harus baru sama sekali. Teknologi sangat penting posisinya bagi pembangunan pertanian yang efektif. Menurut Mardikanto (2010) untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, kegiatan pembangunan termasuk pertanian berkelanjutan diperlukan teknologi tertentu yang sebelumnya telah dipilih sehingga seluruh sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi perbaikan mutu hidup masyarakat. Fauzi (2006) menyatakan teknologi yang tepat sasaran dengan sumberdaya manusia yang berkualitas adalah energizer of development, karena kedua faktor tersebut merupakan penentu daya saing suatu negara. Teknologi berperan penting dalam memberikan driving force bagi pertumbuhan pembangunan pertanian. Oleh sebab itu, pemanfaatan dan penguasaan teknologi pertanian berkaitan secara langsung dengan peningkatan produktivitas dan penciptaan nilai tambah.

(23)

7 technoware (teknologi yang terkandung dalam mesin, peralatan, stuktur, dan prosedur), (2) humanware (teknologi yang terkandung di dalam diri manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan, keterampilan, kepakaran, sikap dan perilaku, etos dan kreativitas), (3) infoware (teknologi yang terkandung fakta-fakta yang terdokumentasi seperti informasi pasar, paten, jurnal, data base, pemeliharaan dan pelayanan yg memungkinkan pembelajaran secara cepat dan efisien, dan (4) organware (teknologi yg terkandung dalam kelembagaan dan kerangka organisasional, seperti metode, teknik dan keterkaitan yang mengkoordinasikan semua kegiatan produktif untuk mencapai hasil yang diinginkan).

Manfaat teknologi tepat guna menurut Levis yang dikutip Effendy (2006) dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Manfaat teknologi dari sisi kuantitatif adalah: (1) produk yang dihasilkan meningkat, (2) tenaga yang dipergunakan sedikit, (3) keuntungan yang dihasilkan meningkat, dan (4) lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Manfaat teknologi dari sisi kualitatif adalah: (1) mutu produk yang dihasilkan meningkat, (2) kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja terjamin, (3) pengetahuan dan keterampilan masyarakat bertambah, (4) bertambah postifnya sikap masyarakat terhadap setiap teknologi baru, dan (5) kelestarian lingkungan terjamin.

Rogers (2003) menyatakan terdapat lima karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi seseorang secara individu, yaitu: (1) keuntungan relatif, (2) kesesuaian, (3) kerumitan, (4) kemungkinan dicoba, dan (5) kemungkinan diamati. Tjitropranoto (2005) menyatakan bahwa kapasitas diri petani akan menentukan tingkat potensi atau kesiapan petani dalam menerima teknologi yang dikenalkan kepadanya. Adapun kapasitas diri petani tersebut terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap, percaya diri, komitmen dan kewirausahaan.

Teknologi Budidaya dan Pascapanen Mangga

Buah mangga masuk dalam kelompok tanaman hortikultura, yang memiliki karakteristik mudah rusak, tidak tahan lama disimpan, memerlukan tempat atau ruangan yang luas, memiliki ukuran besar yang beragam dan dihasilkan secara musiman. Mengingat karakteristik tersebut maka penggunaan teknologi diperlukan sejak dari pemilihan bibit hingga distribusi hasil panen agar produksi, mutu buah dan nilai jual buah dapat meningkat. Hal ini seperti yang dinyatakan Mosher (1987) bahwa meningkatnya produksi pertanian adalah akibat dari pemakaian teknologi pertanian atau metode-metode baru oleh petani di dalam usaha tani. Teknologi pertanian berarti cara-cara bertani yang sesuai dengan yang dianjurkan. Metode-metode baru biasanya memerlukan bahan-bahan dan alat-alat produksi yang khusus, di antaranya termasuk bibit, pupuk, obat pemberantas hama, makanan dan obat ternak dan perkakas.

(24)

8

Petani mangga perlu menguasai teknologi usaha tani mangga agar dapat menghasilkan mangga dengan produktivitas yang tinggi dan mutu yang baik. Setiap kegiatan dalam usaha tani mangga sejak persiapan tanam sampai panen dan pemasaran memiliki rekomendasi teknologi. Informasi tentang teknologi tersebut dapat diperoleh petani melalui media interpersonal, cetak dan elektonik. Menurut DJH (2013) teknologi budidaya yang harus dikuasai petani adalah (1) penyiapan lahan, (2) persiapan bibit, (3) penanaman, (4) pemupukan, (5) pemangkasan, (6) penyiangan, (7) pengairan, (8) penjarangan buah, (9) pembungkusan buah, (10) pengendalian hama dan penyakit, dan (11) panen. Penjelasan setiap teknologi budidaya tersebut disajikan pada Lampiran 2.

Selain menguasai teknologi budidaya, petani mangga diharapkan menguasai teknologi pascapanen agar mutu buah mangga yang dipanen dapat dipertahankan sehingga dapat meningkatkan harga jual. Teknologi pascapanen mangga bermanfaat untuk menjamin: (1) keseragaman ukuran buah, (2) keseragaman mutu buah, dan (3) buah bebas dari hama dan penyakit selama penyimpanan dan distribusi (DJH 2006a). Menurut DJH (2011a) teknologi pasca panen yang harus dikuasai petani adalah: (1) sortasi, (2) pencucian, (3) pengeringan dan pengelapan, (4) grading, (5) pelabelan, (6) pengemasan, (7) penyimpanan, dan (8) distribusi. Penjelasan setiap teknologi pasca panen tersebut disajikan pada Lampiran 3.

Pemasaran Mangga

Pemasaran merupakan salah satu faktor yang penting dan berpengaruh dalam pengembangan usahatani mangga. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Mosher (1987) bahwa pasar untuk hasil usahatani merupakan syarat pokok pertama dari pembangunan pertanian. Peningkatan produksi pertanian dari usahatani menyebabkan surplus. Oleh sebab itu, konsekuensi dari peningkatan produksi pertanian adalah meningkatnya kebutuhan petani akan pihak-pihak yang berperan dalam meningkatkan permintaan pasar (market demand), baik di dalam maupun di luar negeri, dan sistem tata niaga (market system) yang melibatkan berbagai pihak yang bertanggung jawab dalam pemasaran hasil usahatani mulai dari pedagang pengumpul di tingkat desa sampai dengan nasional dan internasional yang berperan sebagai eksportir.

Sistem pemasaran mangga yang dijalankan petani adalah dengan cara memasarkan sendiri, sistem ijon, dan sistem tebasan. Menurut Anugrah (2009) kegiatan pemasaran mangga secara langsung jarang dilakukan oleh petani karena saat tanaman berbunga, para pedagang pengumpul atau pengijon sudah aktif mendatangi petani untuk membeli mangga. Namun, jika petani perlu uang yang sifatnya tidak bisa ditunda maka mereka akan secara langsung menjaminkan pohon mangga yang sedang berbunga atau berbuah kepada tengkulak atau pengijon. Sisem ijon adalah transakasi pembelian mangga pada saat mangga berbunga, sedangkan sistem tebasan atau borongan adalah transaksi pembelian mangga pada saat buah mangga sudah besar. Pola ijon dan tebasan membantu petani memenuhi kebutuhan ekonomi secara cepat.

(25)

9 pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul besar, memiliki tingkat hubungan keterkaitan dalam suatu ikatan yang jelas, sehingga pada beberapa jalur pemasaran pedagang pengumpul besar sudah mempunyai pasokan barang dari pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul besar lainnya. Hubungan ini terus berulang dan menjadi hubungan tetap untuk sistem pemasaran. Umumnya bentuk keterkaitan antara petani dan pedagang pengumpul kecil atau antara pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar karena adanya ikatan modal di antara mereka dan menjadi alat pengikat bagi pemasaran selanjutnya. Pola seperti ini secara tidak langsung menyebabkan penentuan harga dilakukan oleh pembeli. Bagi pedagang, pemberian pinjaman atau modal merupakan jaminan atas pasokan mangga untuk memenuhi pesanan para pedagang.

Menurut Distanbunakhut (2013) buah mangga dari Kabupaten Cirebon diekspor sejak tahun 2008 ke luar negeri, seperti ke Uni Emirat Arab, Singapura, Saudi Arabia, China, Hongkong, dan Malaysia. Perusahaan yang mengekspor antara lain CV Sumber Buah SAE, PT Asri Duta Pertiwi, PT Alamanda Sejati Utama, dan CV Kertosari Gemilang.

Sistem pemasaran mangga belum sepenuhnya memberikan insentif yang optimal bagi petani karena sebagian besar keuntungan lebih banyak dinikmati pelaku pasar daripada petani (Anugrah 2009). Oleh sebab itu, petani perlu mengetahui informasi permintaan pasar, variasi harga musiman dan trend harga sehingga mereka dapat menyesuaikan rencana penjualan mangga untuk mencapai penjualan efisien dan menguntungkan.

Tabel 1 Standar mutu mangga menurut CODEX 184-1993

Jenis Uji Mutu Super Mutu I Mutu II Tingkat ketuaan Tua, tetapi belum matang Tua, tetapi belum matang Tua, tetapi belum matang

Kekerasan Keras Keras Cukup keras

Keseragaman ukuran

Kadar kotoran Bebas Bebas Bebas

(26)

10

serta tidak ada kotoran. Ukuran buah mangga berdasarkan CODEX Stan 184-1993 terbagi atas tiga kode ukuran yaitu A, B, dan C (Tabel 2).

Tabel 2 Ukuran buah mangga menurut CODEX 184-1993

Kode ukuran Berat buah (g) Perbedaaan berat buah maksimal yang diperbolehkan dalam kemasan (g)

A 200-350 75 (180-425)

B 351-550 100 (251-650)

C 551-800 125 (425-925)

Sumber: DJH (2006b)

Adakalanya syarat mutu masih ditambah lagi berdasarkan permintaan pihak eksportir atau pasar swalayan. Kriteria mutu mangga untuk pasar ekspor memiliki syarat yang lebih banyak daripada pasar domestik. Menurut Satuhu (2000) beberapa syarat mutu mangga untuk ekspor adalah permukaan kulit mulus, tidak berbintik, tidak berlubang, tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda scab, bebas luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan bentuk normal. Syarat mutu mangga untuk pasar domestik (pasar swalayan) adalah permukaan kulit buah tidak harus 100% mulus, tidak luka (luka mekanis atau mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit pascapanen, serta bentuk buah normal.

Komunikasi Pembangunan

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers 2003). Berelson dan Steiner menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lainnya melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lainnya (Harum dan Ardianto 2011). Menurut Laswell (Harum dan Ardianto 2011) komunikasi adalah suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat atau hasil apa” (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?).

Setiap komunikasi pasti memiliki tujuan. Tujuan komunikasi menurut Effendy (2006) adalah mengubah sikap (to change the attitude), mengubah opini pendapat atau pandangan (to change the opinion), mengubah perilaku (to change the behavior), dan mengubah masyarakat (to change the society). Sementara Berlo (1960) menyatakan tujuan komunikasi adalah memberi informasi (informative), untuk membujuk (persuasive) dan untuk tujuan menghibur (entertainment).

(27)

11 Adedokun et al. (2010) menyatakan bahwa komunikasi dalam kaitanya dengan masyarakat atau pembangunan pedesaan adalah proses interaktif di mana informasi, pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk pembangunan dipertukarkan antara penyedia informasi dan anggota masyarakat, baik secara pribadi atau melalui media (radio, cetak, telepon, dan cybernetics). Potensi pembangunan dikatakan hanya dapat terwujud jika pengetahuan dan teknologi disebarkan secara efektif dan masyarakat pedesaan yang terlibat dalam proses dapat termotivasi untuk mencapai keberhasilan. Menurut Kheerajit dan Flor (2013) komunikasi pembangunan memainkan peran utama dalam distribusi informasi di negara-negara berkembang, yang tidak hanya menginformasikan tetapi juga mempengaruhi perilaku penerima informasi.

Menurut Harum dan Ardianto (2011) komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Sementara komunikasi pembangunan menurut Dilla (2007) merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan dan keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan difokuskan pada usaha penyampaian dan pembagian (sharing) ide, gagasan dan inovasi pembangunan antara pengambil kebijakan dan masyarakat. Pada proses tersebut, informasi dibagi dan dimanfaatkan bersama-sama dan seluas-luasnya sebagai sesuatu yang berguna untuk kehidupannya. Melalui informasi, komunikasi, interaksi, dan sosialisasi dalam berbagai saluran, proses komunikasi pembangunan dianggap sebagai bentuk pencerahan, penguatan, dan pembebasan dari ketergantungan dan keterbelakangan sehingga mempermudah masyarakat menerima suatu inovasi.

Dilla (2007) mengutip Rogers yang merangkum peran utama komunikasi dalam berbagai upaya pembangunan yaitu: (1) menyediakan informasi teknis tentang berbagai masalah dan kemungkinan pembangunan, serta berbagai inovasi untuk menjawab berbagai permintaan lokal dan (2) menyebarkan informasi tentang pencapaian-pencapaian pembangunan diri dari kelompok-kelompok lokal sehingga kelompok lain dapat memperoleh keuntungan dari pengalaman kelompok lain dan dapat menjadi motivasi untuk meraih pencapaian serupa. Menurut Soekartawi (2005) adopsi inovasi di bidang pertanian merupakan hasil dari kegiatan komunikasi pertanian. Menurut Imoh (2013) komunikasi pembangunan merupakan bagian integral dari pembangunan pedesaan untuk mempromosikan dan memfasilitasi partisipasi kaum miskin pedesaan dalam berbagi manfaat pembangunan serta tanggung jawab dalam pengambilan keputusan pembangunan. Model sistem komunikasi pembangunan berasal dari teori pembangunan ekonomi yang dominan dari barat yang menekankan pada peran informasi dan persuasi, peningkatan produksi dan konsumsi, inovasi teknologi, tingkat tinggi investasi modal dan manfaat tetesan ke bawah.

(28)

12

tani. Syarat pokok tersebut adalah: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (4) adanya perangsang produksi bagi petani dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Sementara syarat pelancar meliputi aspek: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong-royong, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Kebutuhan Informasi

Nilai dari informasi telah meningkat pesat dalam sistem pertanian di negara-negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Menurut Kamba informasi dipahami sebagai sumber penting yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan bangsa (Islam dan Ahmed 2012). Informasi membawa pengetahuan dan komunitas yang berpengetahuan luas adalah komunitas informasi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat berkembang tanpa pengetahuan dan hanya dapat menjadi komunitas berpengetahuan jika mereka mengenali dan menggunakan informasi sebagai alat pengembangan. Moore (2007) menyebutkan informasi adalah kontributor kunci untuk pengembangan individu dan masyarakat. Orang-orang membutuhkan informasi tertentu untuk mengembangkan potensi mereka melalui pendidikan dan pelatihan, untuk sukses dalam bisnis, untuk memperkaya pengalaman budaya mereka, dan untuk mengendalikan kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut Rogers (2003) informasi akan mengurangi ketidakpastian dalam situasi dimana pilihan tersedia di antara sekumpulan alternatif. Sementara Dervin dan Nilan menyatakan informasi berfungsi mengurangi ketidakpastian, khususnya sebagai masukan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, merencanakan, dan meningkatkan pengetahuan (Ihsaniyati 2010). Tester menyatakan informasi adalah alat untuk mencapai tujuan, yaitu sesuatu yang memungkinkan kita membuat pilihan yang dapat meningkatkan kesejahteraan (John et al. 2013).

Adanya ilmu pengetahuan yang terus berkembang, menyebabkan seseorang akan terus membutuhkan informasi baru. Pada saat seseorang membutuhkan informasi baru untuk memperkaya pengetahuan yang dimilikinya, terjadilah kesenjangan (gap) antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang seharusnya dimiliki. Untuk menjembatani kesenjangan ini menurut Fourie (2006) manusia dikatakan membutuhkan informasi. Menurut Nicholas (2000) kebutuhan informasi timbul ketika seseorang menyadari adanya jurang atau jarak antara pengetahuan yang dimiliki oleh dirinya dan permasalahan yang dihadapi.

(29)

13 informasi ke sumber-sumber informasi yang rendah menyebabkan lemahnya kemampuan petani dalam berusahatan padi sawah.

Babu et al. (2012) menyatakan bahwa informasi spesifik konteks bisa memiliki dampak yang lebih besar pada adopsi teknologi dan meningkatkan produktivitas pertanian untuk lahan pertanian marjinal dan kecil. Namun, pembuatan informasi spesifik konteks lebih banyak menghabiskan sumber daya, karena kebutuhan informasi di tingkat petani dapat bervariasi secara spasial dan temporal. Mardikanto (2010) mengungkapkan salah satu prinsip komunikasi pembangunan yang harus diingat adalah “harus selalu mengacu kepada kebutuhan penerima manfaatnya”. Komunikasi pembangunan dapat memperoleh tanggapan yang baik jika fasilitator selalu berupaya untuk dapat: (1) mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan penerima manfaat, (2) menunjukkan kepada penerima manfaat tentang adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya, dan (3) membantu penerima manfaat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Menurut Mardikanto (2010) terdapat dua macam kebutuhan penerima manfaat, yaitu kebutuhan nyata (real need) dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan nyata adalah kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi, sedangkan kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang benar-benar dirasakan. Tidak semua kebutuhan nyata benar-benar telah dapat dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat, sebaliknya tidak semua kebutuhan yang telah dirasakan benar-benar kebutuhan nyata. Tugas setiap fasilitator adalah: (1) mengidentifikasi dan menunjukkan kepada penerima manfaat tentang real need, meskipun belum merupakan felt need, (2) berupaya menunjukkan penerima manfaat tentang real need yang belum dirasakan sebagai felt need, (3) mengurangi kecenderungan penerima manfaat yang seringkali mengejar felt need, dan (4) berupaya mengubah real need menjadi felt need. Di sisi lain, Diaz-Bordenave yang dikutip (Harum dan Ardianto 2011) menyatakan bahwa penekanan komunikasi agrikultural adalah mengkomunikasikan pesan-pesan proinovasi pada para petani, jadi bukan sekedar mencari tahu tentang apa yang petani butuhkan.

DeVito (2011) menyatakan bahwa kita tidak dapat semata-mata hanya bertanya kepada seseorang mengenai apa kebutuhan informasi mereka atau akses internet apa yang cocok bagi mereka, karena sulit bagi siapa saja menganalisis kebutuhan mereka sendiri. Orang sering tidak menyadari tentang kebutuhan yang telah terpenuhi dan akan menyatakan “tidak perlu” untuk informasi yang mereka tidak tahu bahwa hal itu perlu.

Hasil penelitian Andriaty et al. (2011) menunjukkan bahwa informasi yang paling dibutuhkan petani adalah mengenai teknologi produksi, kemudian pemasaran dan teknologi pengolahan hasil. Tologbonse et al. (2008) dan Okwu dan Umoru (2009) menyatakan bahwa mayoritas petani membutuhkan informasi tentang teknologi produksi. Momodu (2002) mengidentifikasi beberapa kebutuhan informasi penduduk pedesaan di Nigeria, yaitu tempat membeli pupuk dan cara menggunakannya, informasi tentang pestisida, dan pengolahan hasil pertanian.

(30)

14

selanjutnya diterima. Kegagagalan mengartikulasi dan mengakomodasi kepentingan khalayak menyebabkan kesulitan penyebaran suatu ide atau gagasan baru (inovasi), bahkan tidak memiliki efek untuk diterima.

Kebutuhan informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengakuan petani terhadap kebutuhan informasi teknologi mangga sehingga petani dapat memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam usaha tani mangga.

Karakteristik Petani

Setiap petani memiliki karakteristik individu yang dapat mempengaruhinya dalam memahami informasi. Mengenal karakteristik petani merupakan hal penting dalam komunikasi pembangunan, karena dengan mengenalinya maka segala aspek yang berhubungan dengan kondisi kelompok sasaran dapat diketahui dengan baik. Karakteristik personal mencakup umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusaha tani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekosmopolitan, partisipasi, kelembagaan masyarakat, partisipasi dalam kelompok, dan kontak media (Rogers 2003). Demikian juga Berlo (1960) menjelaskan bahwa orang yang berasal dari kelas sosial yang berbeda akan berkomunikasi secara berbeda. Sementara Bettinghaus berpendapat peubah karakteristik demografis yang berhubungan dengan perilaku komunikasi dalam hal adopsi inovasi adalah umur, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan (Wahyudi 2004). Soekartawi (2005) menyatakan perbedaan individu dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi inovasi, seperti dalam hal umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), keberanian mengambil resiko, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri), dan dogmatis (sistem kepercayaan yang tertutup).

Umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berpikir serta dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang. Semakin muda petani biasanya semakin mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang mereka belum ketahui. Selain itu, petani lebih cepat melakukan adopsi inovasi meskipun belum berpengalaman dalam hal inovasi tersebut. Rakhmat (2011) menyatakan kelompok orang tua memiliki pola tindakan yang berbeda dengan kelompok anak muda. Berdasarkan hal tersebut terdapat perbedaan perilaku petani ditinjau dari usianya dalam memanfaatkan informasi teknologi. Petani yang berusia muda diduga memiliki perbedaan perilaku dengan petani yang lebih tua dalam proses pengambilan keputusan.

(31)

15 Menurut Jahi (1993) pendidikan non formal merupakan pendidikan di luar tingkatan formal, seperti kursus dan pelatihan. Pendidikan non formal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem sekolah yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan non formal mempunyai nama beragam, seperti kursus, pelatihan, penataran, upgrading, bimbingan belajar, dan tutorial. Soekartawi (2005) dan Mardikanto (2010) menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan di luar sekolah (non formal) yang diberikan kepada petani dan keluarganya agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila memungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekelilingnya.

Menurut Walker (Ellya 2002) pengalaman adalah hasil akumulasi dari proses pengetahuan seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya untuk memutuskan sesuatu yang baru baginya. Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah.

Soekartawi (2005) menyatakan ukuran usaha tani selalu berhubungan positip dengan adopsi teknologi. Hasil penelitian Permana et al. (2011) karakteristik individu yaitu pendidikan dan luas lahan berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden dan semakin luas lahannya maka tingkat efektivitas komunikasinya semakin baik. Teknologi baru umumnya memerlukan skala usaha yang besar dan sumber daya ekonomi yang tinggi.

Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk mengukur pendapatan, yaitu dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran (Fatchiya 2010). PBB disebutkan menggunakan sisi penerimaan sebesar 2 dollar US per hari, yang artinya jika pendapatan seseorang kurang dari nilai tersebut per hari maka dia dapat dikatakan miskin. Pengukuran pendapatan dari sisi pengeluaran, salah satunya diukur dengan garis kemiskinan Sayogyo, yaitu dengan mengukur jumlah pengeluaran setara harga beras di wilayah perkotaan dan pedesaan. Penghasilan petani berpengaruh terhadap adopsi indovasi. Hal ini seperti yang dinyatakan Soekartawi (2005) petani berpenghasilan rendah cenderung lambat untuk menerima pesan dan sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi cenderung lebih cepat untuk menerima pesan dan mempunyai kemungkinan besar untuk mengadopsi suatu inovasi teknologi.

Karakteristik petani yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah ciri-ciri orang atau individu yang secara demografis dikenal sebagai petani dan bertempat tinggal di pedesaan, serta diduga berhubungan dengan kompetensi. Sesuai dengan tujuan penelitian, indikator dari karakteristik petani dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha tani, skala usaha, dan pendapatan petani.

Sumber Informasi

(32)

16

(Mulyana 2010) komunikasi membutuhkan setidaknya tiga unsur, yaitu sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber boleh jadi seorang individu yang berbicara, menulis, menggambar, dan memberi syarat atau suatu organisasi komunikasi melalui surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio film. Menurut Donohew dan Tipton (Ma‟mir 2001) sumber informasi dapat berbentuk saluran seperti buku dan media massa lainnya serta perorangan, baik atas nama sendiri maupun lembaga yang diwakilinya. Philips et al. menunjukkan bahwa saudara, teman, bahan cetakan dari sales bersama-sama dengan newsletter, buletin, artikel majalah, dan organisasi dan asosiasi yang berkaitan dengan pertanian digunakan oleh petani secara rutin sebagai sumber informasi (Cartmell et al. 2006).

Berlo (1960) membedakan istilah sumber dan saluran. Menurutnya terdapat lima unsur yang mempengaruhi kejelasan komunikasi yaitu:

1) Sumber (source) adalah pihak yang menciptakan pesan, bila diklasifikasikan sumber dapat berbentuk lembaga atau organisasi dan personal orang. Sumber informasi memproduksi sebuah pesan untuk dikomunikasikan.

2) Pesan (message) adalah sesuatu yang disampaikan oleh sumber kepada penerima dengan kata lain sebagai produk fisik aktual dari komunikator-komunikan. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Pesan tersebut dapat terdiri atas kata-kata lisan atau tulisan, musik, gambar dan lain-lain.

3) Saluran (channel) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4) Penerima (receiver) adalah pihak yang yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri atas satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, organisasi dan lain sebagainya. Penerima pesan sering disebut juga sebagai komunikan.

5) Efek (effect) adalah tanggapan, respon atau reaksi dari komunikan ketika menerima pesan dari komunikator.

Soekartawi (2005) menyatakan sumber informasi dapat berasal dari media massa maupun media interpersonal seperti penyuluh, aparat desa dan sebagainya, yang sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi. Hal senada disampaikan Rakhmat (2011) bahwa sumber informasi dapat diperoleh dari: (1) media cetak berupa koran, majalah, buku, brosur dan bahan cetak lainnya, (2) media elektronik berupa televisi, tape recorder, slide, dan radio, (3) Media tatap muka langsung/komunikasi interpersonal seperti komunikasi dengan penyuluh, sesama petani, dan ketua kelompok. Menurut Wardhani (1994) sumber informasi adalah individu atau lembaga yang menciptakan informasi sebagai pesan dalam suatu proses komunikasi, sedangkan saluran adalah yang menyampaikan pesan dari pihak sumber kepada penerima. Saluran dapat berubah fungsi sebagai sumber informasi, apabila komunikan menggunakan informasi-informasi yang terkandung dalam media komunikasi sebagai sumber informasi. Saluran informasi maupun sumber informasi mempunyai akurasi yang sama (Rogers 2003).

(33)

17 dalam bentuk piringan CD adalah salah satu media yang praktis dan mudah digunakan dalam penyampaian informasi pembangunan (Littlejohn dan Foss 2009). Video dapat menunjukkan cara penggunaan suatu barang tahap demi tahap serta dapat menggugah perasaan dan menarik minat penontonnya agar terjadi perubahan perilaku. Mooko (2005) mengemukakan perempuan memanfaatkan jaringan informal, seperti informasi dari teman, tetangga, dan kerabat, untuk apa yang mereka yakini sebagai informasi yang dapat dipercaya.

Joyomartono dan Pertini (Opara 2008) mengatakan bahwa tidak ada satu media pun yang terbaik. Media yang dipilih, menurut mereka, harus disesuaikan dengan pesan, sasaran, dan lingkungan sosial ekonomi. Media yang terbaik adalah yang menggunakan kombinasi saluran. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa petani dan peternak mendapatkan informasi dan mengadopsi teknologi baru dengan mengandalkan berbagai sumber informasi (Vergot et al. 2005, Licht dan Martin 2007). Menurut Rogers dan Shoemaker (1995) agen pembaharu mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi daripada beberapa sumber yang lain dan dengan menggunakan lebih banyak saluran alternatif maka pesan lebih mudah diterima oleh sasarannya. Saluran media massa lebih banyak digunakan untuk komunikasi informatif. Melalui saluran ini komunikator pembangunan memperkenalkan dan memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Menurut Lazarsfeld (Dilla 2007) media massa hanya merupakan peliput ganda pesan dan penyebar ide secara mendatar serta penguat pesan. Media massa hanya didengar apabila sependapat dengan pendapat komunikan. Saluran interpersonal digunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Opara (2008) mengutip komentar Venkatesan bahwa media massa sangat efektif dalam membuat petani sadar akan teknologi baru, tetapi setelah itu mereka selalu mendekati penyuluh untuk mendapat penjelasan mendalam.

Pengunaan media (sumber informasi) menurut Suryantini (2003) adalah aktivitas khalayak dalam menggunakan media yang merupakan orientasi sukarela dan selektif dari khalayak terhadap proses komunikasi. Hasil penelitian Suryantini (2003) menunjukkan ada empat alasan utama penyuluh menggunakan sumber informasi, yaitu: (1) keinginan sekedar mengetahui atau menambah pengalaman, (2) keinginan untuk memperoleh informasi mutakhir, (3) keinginan untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dan (4) keinginan untuk mengembangkan diri.

(34)

18

dan kesesuaian isi informasi dengan kebutuhan informasi. Suryantini (2003) meneliti penggunaan sumber informasi penyuluh pertanian dengan indikator penggunaan media interpersonal, media cetak, media elektonik, publikasi ilmiah, dan pertemuan.

Informasi teknologi usahatani mangga diperoleh petani melalui berbagai sumber. Penelitian ini mengkaji bagaimana penggunaan sumber informasi oleh petani mangga dengan indikator jumlah sumber informasi yang diakses, intensitas mengakses sumber informasi, dan kesesuaian informasi. Sumber informasi yang diteliti adalah media interpersonal (petugas pertanian, petani, pedagang sarana produksi tanaman/saprotan, peagang pengumpul dan ekportir), media cetak (koran, buku, majalah, brosur, leaflet, dan poster), dan media elektronik (televisi, radio, internet, film/DVD).

Akses Informasi

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, telah memberi manfaat besar bagi kehidupan manusia. Petani bisa memilih berbagai alternatif sumber informasi, baik elektronik maupun non elektronik, untuk memperoleh suatu informasi yang dibutuhkannya. Akses informasi dapat diartikan sebagai sebuah jembatan yang dapat menghubungkan seseorang ke sumber informasi sehingga informasi yang dibutuhkan setiap orang dapat terpenuhi.

Menurut Purwasito (2003) globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi mendorong semua bangsa ke arah komunikasi massa. Kerapatan dan keterbukaan komunikasi menjadi relatif karena dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas komunikasi, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, internet, pusat informasi publik dan kelompok atau kelembagaan masyarakat. Teknologi informasi dan komunikasi yaitu internet yang berkembang pada masyarakat informasi sekarang ini menyebabkan terjadinya kesenjangan digital, sebagai konsekuensi dari ketidaksetaraan akses (Setyorini 2011).

Moore (2007) menyatakan bahwa akses terhadap informasi tidak sama pada seluruh masyarakat. Masyarakat yang tinggal di pusat-pusat kota yang makmur dapat memilih dari sumber informasi yang berlimpah. Sebaliknya, orang yang tinggal di masyarakat miskin sulit mengakses informasi yang dapat memperbaiki kehidupan mereka. Situasi yang sangat parah banyak ditemui di daerah pedesaan di negara-negara berkembang. Penelitian Kifli (2002) menunjukkan hasil yang sama bahwa keterisoliran geografis dan kendala bahasa menyebabkan berbagai materi komunikasi yang tersedia, seperti brosur, leaflet, majalah, radio dan televisi, tidak dapat diakses dengan optimal. Hal ini menunjukkan akses petani di suatu daerah dengan daerah lainnya tidak selalu sama, sehingga lokasi seseorang sangat mempengaruhi tingkat aksesibilitasnya.

(35)

19 merupakan hal yang penting untuk daya saing mereka (Babu et al. 2012). Petani yang mempunyai akses yang baik terhadap sumber informasi cenderung mempunyai informasi yang lebih banyak, tetapi hal ini bergantung pada karakteristik dan kualitas sumber informasi serta interaksi antara petani dan sumber informasi tersebut (Tamba 2007). Di sisi lain, Imoh (2013) menyatakan akses ke media massa tidak selalu menjamin paparan dan pemahaman pesan. Oleh karena itu, asumsi bahwa paparan media massa membuat publik secara otomatis menggalang program pembangunan adalah salah, karena individu selektif mengekspos diri mereka sendiri untuk memperhatikan, mempertahankan dan menanggapi pesan media massa.

Menurut Berlo (1960) ketersediaan saluran komunikasi biasanya diikuti dengan berapa biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh saluran tersebut. Sependapat dengan hal tersebut Kifli (2002) menyatakan keterbatasan biaya dan ketersediaan media massa menyebabkan petani sulit mengakses dan memanfaatkan informasi pertanian dari media massa. Hal ini menyebabkan petani lebih banyak mencari informasi melalui interaksi dan komunikasi dengan PPL dan petani lainnya. Selanjutnya Agust (2011) menunjukkan bahwa dalam memilih sumber informasi terdapat beberapa hal yang sering dijadikan pertimbangan, seperti: (1) ketersediaan sumber informasi, (2) kemudahan sumber informasi diperoleh, (3) kemudahan sumber informasi digunakan, dan (4) biaya pemanfaatan sumber informasi.

Usaha-usaha untuk meningkatkan komunikasi dan informasi tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan, karena usaha tersebut juga dapat menyebabkan kekurangan informasi (Constantin 2014). Untuk memastikan komunikasi yang baik maka strategi-strategi yang memadai harus digunakan, karena saluran komunikasi yang terlalu maju atau tidak sesuai dengan kondisi khalayak dapat menyebabkan terjadinya kekurangan informasi. Oleh sebab itu, seorang komunikator harus pandai-pandai memilih media komunikasi, yang didasarkan atas karakteristik penerima pesan (Daryanto 2011). Pemilihan penggunaan media komunikasi yang salah, dan atau tidak sesuai dengan karakteristik penerima pesan, akan melemahkan “respon” dari penerima pesan dan pada akhirnya mengakibatkan kegiatan komunikasi tersebut tidak efektif.

Tingkat akses informasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah tingkat kemudahan dan keterjangkauan biaya dalam mengakses sumber informasi. Sumber informasi yang dimaksud adalah media interpersonal (petugas pertanian, petani, pedagang sarana produksi tanaman/saprotan, peagang pengumpul dan eksportir), media cetak (koran, buku, majalah, brosur, leaflet, dan poster), dan media elektronik (televisi, radio, internet, film/DVD).

Pemanfaatan Informasi

Gambar

Tabel 1  Standar mutu mangga menurut CODEX 184-1993
Gambar 1  Kerangka pemikiran pemanfaatan informasi oleh petani mangga
Tabel 3  Definisi operasional dan parameter peubah karakteristik individu
Tabel 5 Definisi operasional dan parameter kelompok peubah tingkat akses
+7

Referensi

Dokumen terkait

Induk ikan yang disuntik hanya induk berjenis kelamin betina dengan dosis hormon yang digunakan sebanyak 1 mL kg -1 yang dibagi ke dalam 2 tahap penyuntikan, tahap pertama yang

Pemerintah telah menjalankan program kemitraan diantaranya adalah pelaksanaan kemitraan antara petani penangkar benih padi dan perusahaan mitra didasarkan pada

Dari hasil analisa diatas, kita dapat melihat pola kontinuitas dari orientasi aliran di Bali.Hal ini sekaligus menekankan relevansi pembacaan aliran politik di tingkat

Muhammadiyah Malang. Arif Zuhri, M.HI yang telah memberikan bimbingan secara maksimal. Kedua orang tua Ibunda Eni Nurhayati dan Bapak Muhyidin yang telah mendukung penuh

 barang yang ber!ujud yang menurut s#at menurut s#at atau hukumnya dapat bers atau hukumnya dapat bers#at barang bergerak #at barang bergerak atau atau  barang

Pada masa Utsman bin Affan menjadi Khalifah, para sahabat mulai melanglang buana ke berbagai wilayah sehingga mendorong bagi lahirnya berbagai ijtihad untuk menyahuti

Exercise Price : IDR 625.00 Maturity Date : 09 June 2020 Expire Date : 10 June 2020 Syndication Code : Domestic. Description : Initial