PENGARUH FREKUENSI INSEMINASI BUATAN TERHADAP DAYA TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos) YANG DI
INSEMINASI BUATAN DENGAN SEMEN ENTOK (Cairina moschata)
SKRIPSI
O L E H
MEIRIA OKTORA SINABUTAR 040306003
IPT
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH FREKUENSI INSEMINASI BUATAN TERHADAP DAYA TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos) YANG DI
INSEMINASI BUATAN DENGAN SEMEN ENTOK (Cairina moschata)
SKRIPSI
O L E H
MEIRIA OKTORA SINABUTAR 040306003
IPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menyelesaikan Pendidikan Dan Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan Terhadap Daya
Tetas Telur Itik Lokal (Anas plathyrynchos) yang di Inseminasi Buatan dengan Semen Entok (Cairina moschata)
Nama : Meiria Oktora Sinabutar NIM : 040306003
Program Study : Ilmu Produksi Ternak Departemen : Peternakan
Fakultas : Pertanian
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
(Ir. Sayed Umar, MS) (Ir. Yunilas, MP) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Prof.Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen
ABSTRACT
Meiria Oktora Sinabutar, 2009. “The Influence of Frequency of
Artificial Insemination on Hatchability of Common Ducks (Anas
plathyrynchos) which an Artificial Insemination with Sperm of Muscovy
Drake (Cairina moschata)”. Under adviced of Ir. Sayed Umar, MS as supervisor
and Ir. Yunilas, MP as co-supervisor.
This research was conducted in the Biology Laboratory of Animal Science Department of Agriculture North Sumatera University Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Medan started from August 2008 until January 2009.
The objectives of this research were to try the influence of AI frequency on fertility, hatchability, fertile mortality and DOMD weight.
This research was conducted by completely randomize design (CRD) which was consists of 3 treatments and 6 replications each replications used 2 ducks so the totals was 36 ducks. The treatments were P0 = AI one times a week; P1 = AI two times a week; and P2 = AI three times a week; when the parameter was observed is fertility, hatchability, fertile mortality and DOMD weight.
ABSTRAK
Meiria Oktora Sinabutar, 2009. “Pengaruh Frekuensi Inseminasi
Buatan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Lokal (Anas plathyrynchos) Yang Di Inseminasi Buatan Dengan Semen Entok (Cairina moschata)”. Dibawah
bimbingan Ir. Sayed Umar, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Yunilas, MP selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Medan mulai bulan Agustus 2008 sampai Januari 2009.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dari frekuensi IB terhadap fertilitas, daya tetas, mortalitas fertil dan berat Day Old Mule Duck (DOMD).
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor itik sehingga jumlah keseluruhan 36 ekor. Perlakuan tersebut yakni: P0 = IB 1 x seminggu, P1 = IB 2 x seminggu dan P2 = IB 3 x seminggu; dengan parameter yang diamati adalah fertilitas, daya tetas, mortalitas fertil dan berat DOMD.
RIWAYAT HIDUP
Meiria Oktora Sinabutar, dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Mei
1987. Penulis merupakan putri dari Bapak Drs. N. Sinabutar dan Ibu T. Hutabarat,
anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang telah dilalui:
1. Tahun 1991 masuk Taman Kanak-kanak Mongonsidi Medan, lulus tahun
1992.
2. Tahun 1992 masuk Sekolah Dasar Mongonsidi Medan, pada tahun 1993
karena orang tua pindah kerja penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Dasar Bhinneka Tunggal Ika Medan, lulus tahun 1998.
3. Tahun 1998 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Parulian 1 Medan,
lulus tahun 2001.
4. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tanjung Morawa,
lulus tahun 2004.
5. Tahun 2004 terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB.
Selama menjalani perkuliahan, kegiatan yang pernah diikuti:
1. Tahun 2005 mengikuti MUSWIL ISMAPETI di Medan.
2. Tahun 2007 mengikuti praktek kerja lapangan di BPTU Babi dan Kerbau
Sinur di Desa Siaro Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara.
3. Tahun 2008 melaksanakan penelitian selama 5 bulan di Laboratorium Biologi
Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
judul skripsi ini “Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan Terhadap Daya
Tetas Telur Itik Lokal (Anas plathyrynchos) Yang Di Inseminasi Buatan
Dengan Semen Entok (Cairina moschata)” yang merupakan salah satu syarat
untuk dapat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar sarjana di
Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Sayed Umar, M.S selaku ketua
komisi pembimbing dan Ir. Yunilas, M.P selaku anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan saran pada penulis dalam penulisan
skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi
ini.
Medan, Maret 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT……… i
ABSTRAK………..… ii
RIWAYAT HIDUP……….….. iii
KATA PENGANTAR……… iv
DAFTAR ISI……….. v
DAFTAR TABEL……….. vii
DAFTAR LAMPIRAN………. viii
PENDAHULUAN Latar Belakang………..… 1
Tujuan Penelitian……….….… 2
Hipotesa Penelitian………... 2
Kegunaan Penelitian………... 2
TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal Dan Entok………….………... 3
Inseminasi Buatan (IB)……...……….…. 3
Semen………..………. 5
Bahan Pengencer Dan Pengenceran Semen………. 5
Penyimpanan Semen………..…….. 8
Seleksi Telur Tetas………...… 8
Penetasan Dengan Mesin Tetas……….... 9
Fertilitas……….... 10
Daya Tetas……….... 10
Mortalitas Fertil……… 11
Berat Day Old Mule Duck…...………. 12
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian……….. 13
Bahan Dan Alat Penelitian………... 13
Bahan……….………... 13
Alat………... 13
Metode Penelitian………..………... 14
Parameter Penelitian………...……….. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Fertilitas………... 17
Daya Tetas……… 17
Mortalitas Fertil…...………. 18
Berat DOMD………. 19
Pembahasan Fertilitas………... 20
Daya Tetas……… 21
Mortalitas Fertil…...………. 22
Berat DOMD……… 24
Rekapitulasi Hasil Penelitian……… 25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 26
Saran………. 26
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Hal
1. Taksonomi itik dan entok……… 3
2. Komposisi susu kambing………. 7
3. Komposisi kuning telur ayam ras…….………. 8
4. Pedoman memperoleh fertilitas tinggi dari berbagai jenis unggas…... 11
5. Pengaruh lama penyimpanan terhadap daya tetas telur itik……… 12
6. Rataan fertilitas telur itik hasil IB……….. 18
7. Rataan daya tetas telur itik hasil IB………. 18
8. Rataan mortalitas fertil telur itik hasil IB…...………. 19
9. Rataan berat DOMD hasil IB……….. 19
10.Analisis keragaman fertilitas telur itik selama penelitian………... 20
11.Analisis keragaman daya tetas telur itik selama penelitian………. 21
12.Analisis keragaman mortalitas fertil telur itik selama penelitian…….... 23
13.Analisis keragaman berat DOMD itik lokal selama penelitian………. 24
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Prosedur pembuatan pengencer………. 29
2. Prosedur penampungan semen……….. 30
3. Prosedur pengenceran semen………. 31
4. Prosedur inseminasi buatan……… 32
5. Data telur fertil (butir)………... 33
6. Rataan fertilitas telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis……….. 33
7. Data telur yang menetas (butir)……….. 33
8. Rataan daya tetas telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis……….. 33
9. Data telur yang gagal menetas (butir)……… 34
10.Rataan mortalitas fertil telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis……… 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan ternak yang termasuk spesies unggas air. Di Indonesia,
ternak itik adalah ternak unggas penghasil telur yang potensial selain ayam.
Dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, disamping peran unggas darat
terutama ayam, unggas air juga memberi sumbangan yang cukup besar terutama
sebagai penghasil telur.
Entok atau itik muskovi tergolong sebagai unggas air meskipun lebih
bersifat terestrial (lebih banyak hidup di darat). Entok cocok dijadikan ternak
pedaging karena bertubuh besar. Pergerakannya di darat lambat, namun sesekali
dapat terbang cukup jauh karena memiliki sayap yang besar dan kuat.
Perkawinan antara itik dengan entok bukan sesuatu yang aneh, sebab di
alam, perkawinan antara itik dengan entok sering terjadi. Jumlah kromosom yang
sama memungkinkan terjadi pembuahan pada perkawinan tersebut. Perkawinan
ini mustahil terjadi, karena ukuran dan bobot entok jantan lebih besar dan berat
dari itik betina sehingga perkawinan dilakukan dengan Inseminasi Buatan (IB).
IB sudah pernah dilakukan dengan menggunakan itik alabio sebagai betina
dan entok sebagai pejantan. Hasil persilangannya adalah mule duck atau tiktok
yang menjadi ternak alternatif pengganti ayam. Pada IB yang pernah dilakukan,
itik langsung di IB dengan semen entok yang telah ditampung. Ada juga yang
mengencerkan semen terlebih dahulu dengan NaCl fisiologis.
Selain NaCl fisiologis ada bahan pengencer lain yang bisa digunakan yaitu
mencampurkan kedua bahan tersebut. Menurut Toelihere (1993) pengencer yang
baik hendaknya murah, praktis dan mempunyai daya preservasi yang tinggi.
Inti dari proses IB adalah mengumpulkan sperma dari entok jantan dan
menginseminasi sperma tersebut ke itik betina. IB baiknya dilakukan pada pagi
hari agar tidak mengganggu proses bertelur itik tersebut. Telur yang dihasilkan
pada hari ketiga yang bisa ditetaskan, lalu pada hari keempat dilakukan IB
kembali (2 kali seminggu) sebab salah satu faktor dari keberhasilan IB adalah
frekuensi IB selama masa produksi.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan IB dengan
beberapa frekuensi untuk mengetahui hasil IB pada itik lokal.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh dari frekuensi IB terhadap fertilitas, daya tetas,
mortalitas fertil dan berat Day Old Mule Duck itik lokal (Anas plathyrynchos).
Hipotesa Penelitian
Frekuensi IB berpengaruh terhadap fertilitas, daya tetas, mortalitas fertil
dan berat Day Old Mule Duck (DOMD).
Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan para peternak dalam upaya
pengembangan IB antara 2 jenis unggas air yang berbeda.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti, kalangan
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Lokal Dan Entok
Itik asli Indonesia termasuk jenis indian runner (Anas plathyrynchos).
Secara morfologis, Indonesia memiliki sedikitnya 15 jenis itik berdasarkan tempat
berkembangnya (Simanjuntak, 2002). Karakteristik indian runner adalah postur
hampir tegak membentuk sudut 700 dari permukaan tanah, mampu menempuh
jarak jauh, warna paruh dan kaki hitam (Srigandono, 1997).
Entok berasal dari Amerika Selatan dan masuk ke Indonesia dari Filipina.
Taksonomi entok berbeda dari itik. Meskipun tergolong unggas air, entok lebih
banyak hidup di darat. Entok hanya mendesis dan pejantan tidak memiliki “bulu
seks” yakni bulu khas itik jantan yang mencuat dan melengkung ke atas.
Karakteristiknya berupa karankula pada pangkal paruh atas (Srigandono, 1998).
Itik dan entok masih berada dalam famili yang sama berdasarkan
taksonominya (tabel 1).
Tabel 1. Taksonomi itik dan entok.
Taksonomi Itik Entok
Kingdom Animalia Animalia
Phylum Vertebrata Vertebrata
Class Aves Aves
Ordo Anseriformes Anseriformes
Familia Anatidae Anatidae
Tribus Anatini Cairinini
Genus Anas Cairina
Species Anas plathyrynchos Cairina moschata Sumber : Grzimek (1972) disitasi Srigandono (1997).
Inseminasi Buatan (IB)
Umumnya IB dilakukan pada ternak besar. Namun, kini telah diterapkan
Sedangkan kekurangannya, sperma yang dihasilkan dapat disimpan maksimal 30
menit setelah ejakulasi (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Itik betina di IB dengan semen entok akan menghasilkan tiktok. Karena
berasal dari 2 jenis unggas air yang berbeda, tingkat fertilitas dan daya tetas
telurnya lebih rendah. Telur hasil persilangan ini ditetaskan selama 32 hari dan
ternyata menghasilkan individu baru yang unggul terutama pertumbuhan
tubuhnya, tetapi hasil silangannya selalu mandul (Simanjuntak, 2002).
Periode fertil sperma adalah lamanya sperma dalam saluran reproduksi
betina untuk fertilisasi. Hal ini penting diketahui karena berkaitan dengan
penentuan interval pengulangan IB. Keberhasilan IB menyangkut daya fertil
sperma dipengaruhi oleh: pengencer dan dosis IB; ketrampilan inseminator;
frekuensi IB; penanganan sperma sejak diejakulasi, pengenceran, penyimpanan
dan IB dilakukan; daya fertil sperma selama dalam saluran reproduksi betina
(Sastrodihardjo dan Resnawati, 2003).
Menurut (Sastrodihardjo dan Resnawati, 2003) faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan IB antara lain: (1) daya tahan hidup spermatozoa
motil progresif selama penyimpanan. Ada 2 tempat pada saluran reproduksi betina
yang dapat memperpanjang daya tahan hidup sperma yaitu uterus-vagina junction
(UVJ=daerah pertemuan uterus dan vagina) dan chalaziferous region (CR=daerah
kalaziferus). Sarang sperma dapat meningkatkan fertilisasi karena daya fertil
spermatozoa mencapai 6-10 hari menghasilkan telur tetas hasil IB (2) metode IB
dengan deposisi semen dapat mempertahankan daya tahan hidup dalam kondisi
invivo. Metode intravagina, sekitar 1-2% sperma tersimpan di UVJ dari total dosis
Metode intrauterine, sebagian sperma tersimpan di UVJ dan sisanya tertahan di
uterin dan isthmus, peluang menuju CR di infundibulum lebih besar (3) waktu IB
dan oviposisi berkaitan dengan perkiraan waktu untuk fertilisasi di infundibulum,
jumlah kematian sperma yang menuju infundibulum berlawanan arah dengan
perjalanan telur ke arah kloaka untuk oviposisi (4) interval dan frekuensi IB
selama masa produksi. Hal ini berkaitan dengan penambahan jumlah sperma
dalam saluran oviduk betina selama masa produksi agar meningkatkan daya fertil
sperma (5) dosis IB dan pengencer semen yang digunakan (6) lama penyimpanan
semen invitro dan umur sperma dalam oviduk.
Faktor yang mempengaruhi kegagalan fertilisasi telur hasil IB menurut
(Sastrodihardjo dan Resnawati, 2003) antara lain: (1) ketepatan waktu IB, yakni
antara 10-30 menit setelah telur dioviposisikan atau 30 menit sebelum ovum
diovulasikan (2) dosis sperma belum memenuhi dosis IB (3) pengencer tidak
isotonik dan beracun bagi sperma (4) saat penampungan, sperma terkontaminasi
sehingga terkoagulasi, kepala sperma tertambat menjadi partikel-partikel sehingga
motilitas terganggu (5) sperma terlalu lama dalam penyimpanan sehingga mati (6)
dalam saluran reproduksi betina, sperma banyak mati dan motilitas terhambat
pada dinding uterus bagian dalam (7) pada metoda intravagina, sebagian besar
semen dimuntahkan akibat kontraksi musculus vagina, semen dianggap benda
asing sehingga cenderung dikeluarkan tubuh.
Glandula uterovaginal pada alat reproduksi unggas betina adalah tempat
penyimpanan sperma dalam oviduk, yang menentukan fertilitas. Setelah
perkawinan alami, sperma berada diantara uterus, vagina dan infundibulum. Jika
sperma saat IB menjadi sangat penting agar sperma tidak hilang dari vagina
melalui proses regurgitasi atau tidak tersimpan dalam glandula (Setioko, 1989).
Semen
Semen adalah sekresi kelamin jantan ke saluran kelamin betina saat
kopulasi dan dapat ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan IB
(Toelihere, 1993). Bentuk sperma unggas berbeda dari ternak lain, kepala sperma
silindris panjang dan akrosomnya runcing (Toelihere, 1985). Bentuk sperma
unggas seperti pedang dan konsentrasinya lebih tinggi dari sperma ruminansia
(Suprijatna dkk, 2005).
Sifat fisik dan kimiawi semen sebagian besar ditentukan plasma semen
(Toelihere, 1993).Volume semen unggas relatif sedikit dan berbeda-beda menurut
bangsa, tetapi konsentrasi sperma cukup tinggi. Semen segar bersifat basa, pH
antara 7,0-7,6. Sperma unggas tetap memiliki daya gerak pada suhu 2 - 43 0C
(Toelihere, 1985). Penurunan suhu menekan motilitas dan metabolisme sperma,
sehingga memungkinkan semen terpakai maksimal saat di IB (Hunter, 1995).
Bahan Pengencer Dan Pengenceran Semen
Fungsi pengencer adalah menyediakan zat makanan sebagai sumber energi
sperma, melindungi sperma, sebagai penyanggah untuk mencegah perubahan pH
akibat pembentukan asam laktat hasil metabolisme sperma, mempertahankan
tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit serta berisi antibiotika untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Toelihere, 1985).
Jika semen segera dipakai setelah ditampung, pengencer cukup larutan
harus lebih kompleks. Penyusun utamanya antara lain : substrat metabolis
(biasanya gula);elektrolit dengan konsentrasi tepat guna untuk melindungi sperma
terhadap perubahan pH dan tekanan osmosis; komponen dengan berat molekul
tinggi, seperti pada kuning telur atau susu, untuk melindungi sperma terhadap
pengaruh merusak dari pendinginan dan mengandung antibiotik (Hunter, 1995).
Komposisi susu kambing (Susanto, 2008) tertera dibawah ini.
Tabel 2. Komposisi susu kambing.
Komposisi Kandungan Nutrisi
Air (g) 83 - 87,5
Hidrat Arang (g) 4,6
Energi (Kcal) 67
Protein (g) 33 - 49
Lemak (g) 4,0 - 7,3
Ca (mg) 129
P (mg) 106
Fe (mg) 0,05
Vit.A (mg) 185
Vit.B1 (mg) 0,04
Vit.B2 (mg) 0,14
Vit.B6 (mg) 0,3
Vit.B12 (mcg) 0,07
Sumber : Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Sekitar 30% dari berat telur merupakan kuning telur yang komposisi
gizinya lebih lengkap daripada putih telur. Komposisi kuning telur antara lain air,
protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Protein telur bermutu tinggi dan
mudah dicerna. Dalam telur segar, protein kuning telur sebanyak 16,5% dan
protein telur termasuk sempurna karena mengandung semua jenis asam amino
essensial dalam jumlah yang cukup seimbang (Haryoto, 1996).
Sebagai sumber makanan sperma selama penyimpanan, kuning telur dapat
digunakan dalam komposisi pengencer semen (Situmorang, 1992). Selain itu,
menurut Toelihere (1985) kuning telur mengandung lipoprotein dan lecitin yang
telur juga mengandung glukosa (digunakan sperma untuk metabolismenya
daripada fruktosa yang ada pada semen), berbagai protein, vitamin-vitamin yang
larut dalam air dan lemak serta memiliki viskositas yang menguntungkan sperma.
Berikut ini adalah komposisi kuning telur ayam ras (Siswono, 2003) antara
lain :
Tabel 3. Komposisi kuning telur ayam ras
Komposisi Kandungan Nutrisi
Air ( g ) 2,95
Energi ( Kcal ) 666
Protein ( g ) 34,25
Lemak ( g ) 55,8
Karbohidrat ( g ) 3,6
Ca ( mg ) 284
Fe ( mg ) 5,42
P ( mg ) 920
Vit.A ( IU ) 1315
Vit.B12 ( mcg ) 5,33
Vit.C ( mg ) 0
Asam Amino ( g ) 34,227 Sumber : Direktorat Gizi DepKes RI, 1981.
Pengenceran bertujuan untuk meningkatkan volume semen yang akan
dideposisikan ke organ reproduksi betina untuk mendapatkan jumlah IB yang
lebih besar (Winter, 1983). Semen dapat diencerkan segera setelah penampungan.
Pengencer yang mengandung lipoprotein melindungi semen dari cold shock.
Temperatur semen dan pengencer harus 22-26,50C sebelum dicampur. Semen
yang telah diencerkan segera didinginkan agar diperoleh daya hidup sperma yang
maksimal (Salisbury dan Van Demark, 1985). Hasil pengenceran yang baik bagi
ternak itik dengan perbandingan 1:1 dan di IB dengan dosis 0,3 ml. Penentuan
kadar pengencer bertujuan agar tiap satuan volume semen yang akan di IB harus
mengandung cukup spermatozoa untuk memberikan fertilitas yang tinggi tanpa
Penyimpanan Semen
Untuk dapat menyimpan spermatozoa lebih lama dapat dilakukan dengan
mengencerkannya dengan bahan pengencer yang mengandung zat makanan dan
bersifat melindungi sperma (Situmorang, 1992). Aktivitas fungsional sperma
unggas dapat diawetkan beberapa hari, namun hasil terbaik diperoleh jika interval
antara ejakulasi dan IB kurang dari 30 menit (Toelihere, 1985).
Setelah diencerkan, semen didinginkan sampai suhu 50C. Kadar
metabolisme dan motilitas sperma berbeda-beda menurut suhu (Toelihere, 1993).
Suhu optimum penyimpanan semen cair adalah 38 - 400F (Winter, 1983).
Seleksi Telur Tetas
Telur yang akan ditetaskan harus bersih dan belum terlalu lama disimpan,
yakni tidak lebih dari 7 hari. Suhu simpan yang ideal adalah 10-160C dengan
kelembapan 70-80%. Berat telur yang akan ditetaskan sebaiknya 65-75 gr dengan
bentuk normal, kerabang halus dan memiliki pori merata (Srigandono, 1997).
Jika itik betina yang di IB dalam keadaan sehat dan sedang produktif,
dalam waktu ± 48 jam telur yang dibuahi spermatozoa sudah dikeluarkan dan
layak ditetaskan (Marhiyanto dan Idel, 1996). Telur yang baik untuk ditetaskan
adalah telur yang diproduksi pada hari ketiga. Jika telur diambil pada produksi
hari kedua setelah IB, telur tersebut tidak layak tetas sebab fertilitasnya rendah
(Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Telur tetas yang baik diperoleh dari induk sehat berumur 1-2 tahun agar
fertilitas telur tinggi. Jika telur berasal dari induk yang mengalami gugur bulu
telur tidak mengandung banyak air dan kuning telurnya tidak kecil. Umur
penyimpanan telur sebaiknya 1 minggu (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Penetasan Dengan Mesin Tetas
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai
menetas. Penetasan dilakukan secara alami atau buatan (Suprijatna dkk, 2005).
Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami,
kapasitasnya ratusan butir. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan
daya tetas telur karena temperaturnya dapat diatur lebih stabil tetapi memerlukan
biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Sebelum digunakan, mesin tetas harus disterilkan dengan antiseptik dan air
hangat (Simanjuntak, 2002). Saat membersihkan telur (3 jam sebelum telur
masuk) mesin tetas sudah hidup dalam keadaan tertutup dengan suhu 380C.
Setelah telur masuk, ventilasi mesin tetas ditutup untuk mempertahankan suhu
38-390C hingga akhir penetasan. Pada hari pertama telur membutuhkan kelembapan
70% untuk selanjutnya 60% (Agus dkk, 2001). Pemutaran telur sebaiknya 4 x
sehari sampai hari ke 28 (Simanjuntak, 2002) sebab kegagalan penetasan sering
terjadi akibat malposition (Srigandono, 1997). Pemutaran telur (turning) bertujuan
untuk mencegah embrio menempel ke selaput kerabang di salah satu sisi telur.
Arah pemutaran berlawanan dengan posisi telur semula dengan kemiringan
30-45% (Fadilah dkk, 2007).
Fertilitas
Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan
memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak. Semakin tinggi fertilitas, maka
daya tetas cenderung semakin tinggi (North, 1984).
Fertilitas adalah persentase telur fertil dari seluruh telur yang digunakan
dalam suatu penetasan. Faktor-faktor penentu fertilitas: sex rasio, umur ternak,
jarak waktu kawin sampai bertelur, pakan dan musim (Suprijatna dkk, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan telur tetas adalah sperma, jenis
makanan yang diberikan pada bibit, musim, waktu perkawinan, breeding dan
hormon (Sarwono, 1995). Hal lain yang mempengaruhi fertilitas (Rasyaf, 1993)
antara lain perkandangan, jantan dan betina, intensitas cahaya dan daya bertelur.
Banyak faktor yang menentukan fertilitas (Suprijatna dkk, 2005) antara
lain sex ratio (nisbah jantan-betina), umur, bangsa dan musim. Berikut tabel
pedoman untuk memperoleh fertilitas yang tinggi dari berbagai jenis ternak
unggas.
Tabel 4. Pedoman untuk memperoleh fertilitas yang tinggi dari berbagai jenis unggas.
Karakteristik Ayam Itik Kalkun Puyuh Umur dewasa kelamin (minggu) 23 28-32 33 6 Produksi telur (butir/tahun) 250-280 250-300 150-200 225-275 Nisbah jantan-betina 1:5 1:6 1:13-20 1:2 Fertilitas (%) 88-96 85-95 80-90 60-80 Sumber : Jull (1974); Wilson dan Vohra (1980).
Daya Tetas
Persentase telur yang menetas dari total telur yang fertil disebut persentase
daya tetas (North, 1984). Kualitas telur tetas dapat diketahui dari daya tetasnya
(hatchability). Daya tetas diartikan sebagai persentase telur yang menetas dari
telur fertil (terbuahi) (Suprijatna dkk, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi
Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh: cara penyimpanan;
lama penyimpanan; tempat penyimpanan; suhu lingkungan; dan kerabang telur.
Batas waktu penyimpanan telur tetas adalah 7 hari. Penyimpanan yang terlalu
lama mengakibatkan daya tetas dan kualitas telur menurun. Semakin lama
disimpan, kesempatan pertukaran gas dan udara makin besar dan penguapan
makin cepat sehingga terjadi penyusutan berat telur dan pembesaran kantong
udara yang menyebabkan daya tetas telur berkurang. Semakin tebal kulit telur
menyebabkan telur lama menetas. Berikut tabel pengaruh lama penyimpanan telur
terhadap daya tetas telur itik (Murtidjo, 1988).
Tabel 5. Pengaruh lama penyimpanan terhadap daya tetas telur itik.
Lama Penyimpanan Daya Tetas Rata-rata
(hari) (%)
3 87,4
5 66,8 7 47,2 Sumber: Anonymous, 1983.
Mortalitas Fertil
Mortalitas adalah persentase jumlah telur yang tidak menetas dari total
telur yang fertil. Daya tetas telur akan menurun sebesar 5% setiap pengurangan
suplai O2 sebanyak 1%. Semakin besar embrio, semakin besar juga CO2 yang
dilepas. Jika kandungan CO2 mencapai 5% dapat menimbulkan mortalitas atau
kematian embrio (Fadilah dkk, 2007).
Selama penetasan, bagian tumpul telur diletakkan di bagian atas. Secara
alami, embrio akan berkembang menuju bagian tumpul dekat rongga udara. Jika
telur diletakkan dengan bagian runcing lebih tinggi maka 60% embrio
mengalami kesulitan saat menetas untuk memecah rongga udara saat terjadi
peralihan sistem pernafasan yaitu saat pernafasan dengan jantung dimulai.
Pada telur segar, yolk berada pada albumen tebal (thin albumen). Segera
setelah telur di dalam mesin tetas, specific gravity (ukuran kekentalan telur)
berkurang dan telur menjadi lebih encer sehingga yolk akan mudah kontak dengan
bagian lain albumen yang tipis (outer thick albumen). Jika telur tidak diputar,
akan terjadi persinggungan yolk dengan bagian albumen lain yang mengandung
enzim lisozim yang akan menguraikan protein sehingga akan mengakibatkan
kematian embrio yang sedang berkembang (Suprijatna dkk, 2005).
Berat Day Old Mule Duck
Sebaiknya telur yang akan ditetaskan beratnya berkisar 65-75 gr/butir. Jika
telur terlalu kecil maka DOMD akan kecil dan lemah setelah menetas. Tiktok
yang baru menetas dibiarkan dalam mesin tetas selama 24 jam agar bulunya
kering dan pergerakan tubuhnya normal (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Penetasan dengan berat telur seragam akan memberikan hasil yang baik
karena anak-anak unggas yang menetas nantinya juga akan memiliki berat yang
seragam. Telur harus seragam bentuk, warna dan bobotnya. Ketidakseragaman
bobot akan berpengaruh pada lama pengeraman dan masa penetasan. Penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan adanya pengaruh berat telur terhadap
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan, berada pada ketinggian 25 m dari permukaan laut. Penelitian
berlangsung dari bulan Agustus 2008 sampai dengan Januari 2009.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
• Semen entok yang sudah diencerkan dengan NaCl fisiologis, susu kambing
dan kuning telur.
• Itik lokal betina umur 1 tahun sebanyak 36 ekor. • Telur hasil IB yang akan ditetaskan 180 butir.
• Desinfektan (Rodalon, Alkohol, Formalin dan KMnO4).
Alat
• Kandang 18 unit.
• Mesin tetas 1 unit kapasitas 150 butir dan 1 unit kapasitas 50 butir. • Spuit tanpa jarum suntik.
• Termometer.
• Timbangan dan candling.
• Kertas label, kalkulator dan alat tulis. • Tabung penampung semen dan pengencer.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 2 ekor itik.
Perlakuan yang diteliti adalah :
P0 = IB 1 kali seminggu
P1 = IB 2 kali seminggu
P2 = IB 3 kali seminggu
Denah pemeliharaan yang akan dilaksanakan adalah :
P02 P16 P22 P13 P21 P24
P03 P23 P26 P04 P25 P11
P12 P15 P14 P01 P05 P06
Dimana : Perlakuan = (P0, P1, P2)
Ulangan = (1,2,3,4,5,6)
Jumlah ulangan diperoleh berdasarkan rumus :
t (n-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
3 n ≥ 18
n ≥ 6
Model linear yang digunakan (Hanafiah, 2003) adalah :
Yij = µ + τi + Σij
Dimana :
Yij = hasil pengamatan dari perlakuan tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j.
I = 0,1,2 (perlakuan).
µ = nilai rata-rata (mean) harapan.
τi = pengaruh perlakuan ke-i.
Σij = pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-I dan ulangan ke-j.
Parameter Penelitian
1. Fertilitas Telur Tetas adalah persentase telur fertil dari seluruh telur yang
digunakan dalam suatu penetasan (Suprijatna dkk, 2005).
% 100 X ditetaskan yang telur jumlah fertil telur jumlah Fertilitas =
2. Daya Tetas diartikan sebagai persentase telur yang menetas dari telur yang
fertil (Suprijatna dkk, 2005).
% 100 X fertil yang telur jumlah menetas yang telur jumlah Tetas Daya =
3. Mortalitas Fertil adalah persentase telur yang tidak menetas dari total telur
yang fertil (Fadilah dkk, 2007).
% 100 X fertil yang telur jumlah menetas tidak yang telur jumlah Mortalitas=
4. Berat Day Old Mule Duck yaitu berat DOMD dihitung setelah tiktok menetas
1 hari dengan bulu yang sudah kering (Jayasamudera dan Cahyono, 2005).
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang; kandang, tempat pakan dan tempat minum didesinfektan
sebelum pemeliharaan dimulai agar bebas dari bibit penyakit.
2. Pengencer semen dibuat antara lain susu kambing yang telah dipanaskan 1
hari sebelum digunakan, NaCl fisiologis dan kuning telur ayam ras.
4. Semen yang telah ditampung lalu dicampur dengan pengencer yang telah
dibuat terlebih dahulu, kemudian semen yang sudah diencerkan tersebut
disimpan dalam refrigerator selama 30 menit.
5. Setelah penyimpanan semen selama 30 menit kemudian IB pada itik betina
dilakukan.
6. Telur produksi hari ke-3 atau 48 jam setelah di IB yang akan ditetaskan,
dikumpulkan selama 7 hari.
7. Sebelum digunakan, mesin tetas difumigasi dan distabilkan temperaturnya.
8. Pemutaran telur dimulai dari hari ke-3 sampai hari ke-28. Pemeriksaan telur
dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14, fertilitas dihitung. Daya tetas dan
mortalitas fertil dihitung setelah telur menetas yakni hari ke-32. Berat DOMD
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Fertilitas
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan fertilitas telur itik seperti
tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan fertilitas telur itik hasil IB.
Perlakuan Rataan Standar Deviasi (sd)
P0 51,67 ± 7,53
P1 56,67 ± 5,16
P2 61,67 ± 7,53
Rataan 56,67 ± 7,67
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan fertilitas tertinggi terdapat pada
perlakuan P2 yaitu sebesar 61,67% dan terendah pada perlakuan P0 yaitu sebesar
51,67%. Menurut Suprijatna dkk (2005) fertilitas telur itik berkisar antara
85-95%. Berdasarkan Tabel 6, semua perlakuan tidak mencapai kisaran dari fertilitas
telur itik.
Daya Tetas
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan daya tetas telur itik seperti
tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan daya tetas telur itik hasil IB.
Perlakuan Rataan Standar Deviasi (sd)
P0 41,39 ± 12,31
P1 52,22 ± 12,05
P2 58,26 ± 13,32
Rataan 50,62 ± 13,82
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan daya tetas telur itik tertinggi
terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 58,26% dan terendah pada perlakuan P0
(1988) daya tetas telur itik untuk lama penyimpanan 7 hari adalah 47,2%.
Berdasarkan Tabel 7, perlakuan P1 dan P2 sangat bagus karena persentase daya
tetasnya melebihi kisaran 47,2%.
Mortalitas Fertil
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan mortalitas fertil telur itik
[image:30.595.113.512.275.348.2] [image:30.595.114.445.413.478.2]seperti tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan mortalitas fertil telur itik hasil IB.
Perlakuan Rataan Standar Deviasi (sd)
P0 58,61 ± 12,31
P1 47,78 ± 12,05
P2 41,75 ± 13,32
Rataan 49,38 ± 13,82
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan mortalitas fertil telur itik tertinggi
terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 58,61% dan terendah pada perlakuan P2
yaitu sebesar 41,75%.
Berat DOMD
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan berat DOMD itik lokal
seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan berat DOMD hasil IB.
Perlakuan Rataan Standar Deviasi (sd)
P0 45,89 ± 1,31
P1 47,25 ± 1,67
P2 46,88 ± 1,43
Rataan 46,67 ± 1,51
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan berat DOMD itik lokal tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 47,25gr dan terendah terdapat pada
Pembahasan
Fertilitas
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi IB terhadap rataan fertilitas telur
[image:31.595.110.513.240.349.2]selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman fertilitas telur itik selama penelitian.
F.Tabel
SK DB JK KT F.Hitung 0,05 0,01
Perlakuan 2 300 150 3,21tn 3,68 6,36
Galat 15 700 46,67
Total 17 1000 KK = 12,05%
tn = tidak nyata
Hasil analisis keragaman di atas menunjukkan bahwa frekuensi IB 3 kali
semingu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap fertilitas. Walaupun
demikian, frekuensi IB 3 kali seminggu cenderung meningkatkan fertilitas terlebih
jika saat di IB betina dalam masa produktif, sperma tetap hidup dan bertambah
jumlahnya. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka Sastrodihardjo dan Resnawati
(2003) yang menyatakan bahwa interval dan frekuensi IB selama masa produksi
dapat meningkatkan daya fertil sperma karena frekuensi IB berkaitan dengan
penambahan jumlah sperma dalam saluran oviduk betina selama masa produksi.
Kisaran fertilitas telur itik adalah 85-95%. Namun, tidak satupun
perlakuan yang diteliti mencapai nilai kisaran tersebut. Rendahnya fertilitas yang
dicapai disebabkan oleh banyaknya sperma motil yang mati atau terhambat
pergerakannya saat berada dalam saluran reproduksi itik betina. Selain itu,
kemungkinan waktu IB dan oviposisi kurang tepat sehingga fertilisasi di
Sastrodihardjo dan Resnawati (2003) yang menyatakan bahwa waktu IB dan
oviposisi berkaitan dengan perkiraan waktu untuk fertilisasi di infundibulum.
Kematian sperma dalam saluran reproduksi betina karena pergerakan sperma yang
menuju infundibulum berlawanan arah dengan perjalanan telur ke arah kloaka
untuk oviposisi.
Hal lain yang menyebabkan rendahnya fertilitas adalah metode deposisi
sperma yang dilakukan. Metode IB yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode uterovaginal. Saat IB, sperma dideposisi pada bagian yang diapit oleh
uterus dan vagina agar sperma setiap kali di IB dapat dengan mudah masuk
kedalam sarang sperma dan disimpan untuk sementara waktu. Hal ini sesuai
dengan tinjauan pustaka menurut Setioko (1989) yang menyatakan bahwa
glandula uterovaginal pada alat reproduksi unggas betina adalah tempat
penyimpanan sperma dalam oviduk, yang menentukan fertilitas. Jika sebagian
besar sperma disimpan dalam glandula uterovaginal maka deposisi sperma saat IB
menjadi sangat penting agar sperma tidak hilang dari vagina melalui proses
regurgitasi atau tidak tersimpan dalam glandula.
Daya Tetas
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi IB pada itik lokal terhadap rataan
daya tetas telur itik selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman seperti
[image:32.595.114.513.667.747.2]tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis keragaman daya tetas telur itik selama penelitian.
F.Tabel
SK DB JK KT F.Hitung 0,05 0,01
Perlakuan 2 876,53 438,27 2,77tn 3,68 6,36 Galat 15 2371,55 158,10
KK = 24,83% tn = tidak nyata
Hasil analisis keragaman di atas menunjukkan bahwa frekuensi IB pada
itik lokal tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya tetas telur hasil IB.
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah fertilitas, karena fertilitas
hasil IB rendah (tidak sesuai dengan yang dikemukakan yakni 85-95%) maka
daya tetas juga rendah. Sesuai dengan tinjauan pustaka menurut North (1984)
yang menyatakan semakin tinggi fertilitas, maka daya tetas cenderung semakin
tinggi, begitu pula sebaliknya. Meskipun rendah, namun nilai kisaran daya tetas
telur yang disimpan selama 7 hari telah tercapai. Sesuai dengan tinjauan pustaka
menurut Murtidjo (1988) yang menyatakan penyimpanan telur selama 7 hari daya
tetas telurnya sebesar 47,2%.
Walaupun daya tetasnya rendah, daya tetas telur yang di IB 3 kali
seminggu cenderung meningkat. Fertilitas yang makin tinggi tiap perlakuan
meningkatkan daya tetas tiap perlakuan juga. Tetapi masih ada faktor lama
penyimpanan telur yang juga menentukan daya tetas telur. Jika telur terlalu lama
disimpan, akan terjadi penguapan sehingga mengurangi kualitas telur dan
kemampuan menetas. Sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1988) yang
menyatakan penyimpanan yang terlalu lama mengakibatkan daya tetas dan
kualitas telur menurun. Semakin lama disimpan, kesempatan pertukaran gas dan
udara makin besar dan penguapan makin cepat sehingga terjadi penyusutan berat
telur dan pembesaran kantong udara yang menyebabkan daya tetas telur menurun.
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi IB pada itik lokal terhadap rataan
mortalitas fertil telur itik selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman
[image:34.595.113.511.183.282.2]seperti tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis keragaman mortalitas fertil telur itik selama penelitian. F.Tabel
SK DB JK KT F.Hitung 0,05 0,01
Perlakuan 2 876,53 438,27 2,77tn 3,68 6,36 Galat 15 2371,55 158,10
Total 17 3248,08 KK = 25,46%
tn = tidak nyata
Hasil analisis keragaman di atas menunjukkan bahwa frekuensi IB pada
itik tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap mortalitas fertil. Tetapi mortalitas
fertil cenderung menurun dari tiap perlakuan. Hal ini berkaitan dengan daya tetas
dan lama penyimpanan telur, karena daya tetas telur yang rendah sehingga
kemampuan untuk menetas dari tiktok juga rendah. Tiktok mengalami kesulitan
untuk memecah kerabang telur dan keluar dari sana. Jika waktu untuk menetas
terlalu lama dan sulit, maka tiktok dapat mengalami kematian. Sesuai dengan
pernyataan Murtidjo (1988) semakin tebal kulit telur maka semakin lama telur
menetas yang dapat menyebabkan kematian pada anak itik.
Mortalitas fertil tidak terlalu terkait dengan frekuensi IB tetapi pada daya
hidup dan motilitas sperma yang di IB. Selain itu, faktor yang mempengaruhi
adalah posisi perkembangan embrio selama dalam telur. Jika embrio berkembang
menuju bagian runcing telur, maka saat menetas akan terjadi kesulitan untuk
memecah rongga udara yang letaknya dibagian tumpul telur. Sesuai dengan
pernyataan Suprijatna dkk (2005) yang menyatakan jika embrio berkembang
kesulitan saat menetas untuk memecah rongga udara, saat terjadi peralihan sistem
pernafasan yaitu saat pernafasan dengan jantung dimulai anak ayam akan
mengalami kesulitan yang berakibat kematian saat anak ayam hendak menetas.
Mortalitas fertil juga terjadi karena embrio melekat pada satu sisi dari
telur yang berkaitan dengan pemutaran telur. Sesuai dengan pernyataan
Simanjuntak (2002) yang menyatakan pemutaran telur sebaiknya 4 x sehari
sampai hari ke 28 sebab Srigandono (1997) menyatakan kegagalan penetasan
sering terjadi akibat malposition. Fadilah dkk (2007) menyatakan bahwa
pemutaran telur (turning) bertujuan untuk mencegah embrio menempel ke selaput
kerabang di salah satu sisi telur. Suprijatna dkk (2005) menyatakan setelah telur
dalam mesin tetas, specific gravity (ukuran kekentalan telur) berkurang dan telur
menjadi lebih encer sehingga yolk akan mudah kontak dengan bagian lain
albumen yang tipis (outer thick albumen). Jika telur tidak diputar, akan terjadi
persinggungan yolk dengan bagian albumen lain yang mengandung enzim lisozim
yang akan menguraikan protein sehingga akan mengakibatkan kematian embrio.
Berat Day Old Mule Duck (DOMD)
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi IB pada itik lokal terhadap rataan
berat DOMD itik lokal selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman
[image:35.595.111.511.638.736.2]seperti tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis keragaman berat DOMD itik lokal selama penelitian. F.Tabel
SK DB JK KT F.Hitung 0,05 0,01
Perlakuan 2 5,89 2,95 1,35tn 3,68 6,36
Galat 15 32,9 2,19
Total 17 38,79 KK = 3,17%
Hasil analisis keragaman di atas menunjukkan bahwa frekuensi IB pada
itik tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat DOMD. Berat DOMD lebih
dipengaruhi oleh berat telur tetas. Satandar berat telur tetas berkisar 65-75gr/butir
sedangkan telur yang digunakan beratnya berkisar 65-71gr/butir. Rataan berat
DOMD yang diperoleh P0 sebesar 45,89gr, P1 sebesar 46,88gr dan P2 sebesar
47,25gr. Hasil ini menunjukkan keseragaman berat DOMD karena range rataan
berat DOMD dari tiap perlakuan kecil. Menurut Jayasamudera dan Cahyono
(2005) sebaiknya telur yang akan ditetaskan beratnya berkisar 65-75 gr/butir. Jika
telur terlalu kecil maka DOMD akan kecil dan lemah setelah menetas. Pernyataan
tersebut didukung oleh Wiharto (1988) yang menyatakan penetasan dengan berat
telur seragam akan memberikan hasil yang baik karena berat anak-anak unggas
yang menetas nantinya juga akan seragam. Ketidakseragaman bobot akan
berpengaruh pada lama pengeraman dan masa penetasan. Penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh berat telur terhadap
persentase daya tetas dan bobot DOD.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka didapat hasil rekapitulasi
[image:36.595.109.510.624.695.2]penelitian seperti tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Rekapitulasi fertilitas, daya tetas, mortalitas fertil dan berat DOMD selama penelitian.
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa frequensi IB tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap fertilitas, daya tetas, mortalitas fertil dan berat DOMD yang
dihasilkan. Walaupun demikian, pada hasil penelitian tampak bahwa perlakuan P2
memiliki efektivitas yang cukup baik dibandingkan perlakuan P0 dan P1. Hal ini
dapat dilihat dari persentase fertilitas, daya tetas dan mortalitasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi Inseminasi Buatan (IB) 1 kali seminggu, 2 kali seminggu dan 3
kali seminggu pada itik betina lokal tidak memberi pengaruh nyata terhadap
fertilitas, daya tetas, mortalitas dan berat Day Old Mule Duck (DOMD) tetapi IB
3 kali seminggu cenderung meningkatkan fertilitas dan daya tetas.
Saran
Disarankan untuk penelitian berikutnya, persentase sperma motil dan
sperma hidup setelah semen diencerkan lebih diperhatikan sebelum melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Agus, G.T.K., Agus K.A., A. Dianawati, Dipo U.T., E.S. Irawan, K. Miharja, L. Gusyadi, Luluk A.M., Maman N., P.S. Karno, P. Dachlan, Udin S., Ujang, J.M., T. Yana dan Y. Sastro. 2001. Intensifikasi Beternak Itik. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Damayanti, R. 2002. Susu Kambing Ettawa Untuk Kesehatan. Bogor. http://garasibu.wordpress.com/2008/01/31/susu-kambing-ettawa Posted by: garasibu | January 31, 2008
Dumangas, P.B and E.B. Perena. 1985. Current Trend On Semen Collection,
Processing And Storage. The Impact Of Artificial Insemination On
Livestock Production In South East Asia Proceding Seminar Philipine Council For Agriculture And Resource, Research And Development.
Fadilah, R., A. Polana, S. Alam dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan. Teori Dan Aplikasi. Edisi ke-3. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi Dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina
Domestik. Terjemahan DK Harya Putra. Penerbit ITB-Pers. Bandung.
Jayasamudera, D.J dan B. Cahyono. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Marhiyanto, B. dan A. Idel. 1996. Budidaya Bebek Darat. GitaMedia Press. Surabaya.
North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd Edition. AVI Publishing Company Inc. Westport. Connecticut.
Rasyaf, M. 1993. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Salisbury, G.W dan N.L Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan
Inseminasi Buatan Pada Sapi. Terjemahan R. Djanuar. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sastrodihardjo, S dan H. Resnawati. 2003. Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setioko, A.R.1989. Proceedings Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan
Pengembangan Peternaka. Lustrum 4. Fakultas Peternakan. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.
Simanjuntak, L. 2002. Tiktok Unggas Pedaging Hasil Persilangan Itik Dan Entok. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Siswono. 2003. Nutrisi Kuning Telur. Semarang.
Situmorang, P. 1992. Pengaruh Pengencer Gliserol Dan Tingkat Kuning Telur
Terhadap Daya Hidup Spermatozoa. Penerbit Balai Penelitian Dan
Pengembangan Peternakan dan Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Cetakan ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
---. 1998. Beternak Itik Pedaging. Cetakan ke-2. Trubus Agriwidya. Ungaran.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, H. 2008. Susu Kambing Ettawa.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Wiharto. 1988. Petunjuk Pembuatan Mesin Penetas. Penerbit Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya. Malang.
Winter, L.M.. 1983. Animal Breeding. John Wiley and Son. Inc.New York Chapman and Hall Limited. London.
Lampiran 1.
Prosedur Pembuatan Pengencer.
Bahan : susu kambing, kuning telur, NaCl fisiologis, antibiotik, alkohol.
Pelaksanaan :
1. Susu kambing diletakkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan sehari sebelum
digunakan kemudian disimpan dalam refrigerator.
2. Siapkan telur ayam ras segar, bersihkan dan gosok dengan alkohol.
3. Pecahkan kulit telur menggunakan pinset dan pisahkan kuning telurnya.
Kuning telur yang masih terbungkus selaput vitelline ditempatkan pada kertas
penyerap untuk menyerap putih telur yang tersisa.
4. Pisahkan selaput vitelline dan alirkan kuning telur memasuki gelas pengukur
dengan meninggalkan sisa-sisa putih telur dan selaput vitelline pada kertas
penyerap.
5. Tuangkan susu kambing kedalam gelas pengukur tersebut sejumlah
perbandingan yang dibutuhkan dan diaduk sampai merata lalu ditambahkan
Lampiran 2.
Prosedur Penampungan Semen.
Pelaksanaan :
1. Penampungan sperma dilakukan oleh 2 orang operator, yang satu memegang
entok dan melakukan rangsangan urut yang satu lagi menampung sperma.
2. Entok jantan berumur 2 tahun berada dalam kandang individual.
3. Entok betina dewasa umur 7-8 bulan dimasukkan dalam kandang pejantan.
4. Entok jantan kemudian berusaha mengawini betina dengan mematuk kepala
betina sambil berusaha menaikinya.
5. Jika si jantan sudah terangsang (ekor dikibas-kibas), dibersihkan daerah
sekitar kloaka dengan kain lap agar sperma bersih dari kotoran.
6. Dilakukan pengurutan dari punggung bagian bawah dekat kloaka ke arah
kloaka secara berulang-ulang selama beberapa saat sampai testikel yang
berbentuk spiral tampak ereksi.
7. Ereksi dan ejakulasi sperma terjadi secara spontan setelah dirangsang.
8. Sperma keluar dari papilla ejakulator. Saat sperma keluar, tampung dengan
menempelkan tabung penampung sperma pada kloaka oleh operator yang lain.
Lampiran 3.
Prosedur Pengenceran Semen.
Pelaksanaan :
1. Tuangkan bahan pengencer kedalam tabung yang berisi semen dengan reaksi
dinding, dicampur secara bertahap sesuai kadar pengencer yang telah
diperhitungkan.
2. Masukkan semen yang telah diencerkan kedalam tabung skala berukuran 5 cc
dan tutup rapat.
Lampiran 4.
Prosedur Inseminasi Buatan.
Pelaksanaan :
1. Inseminasi dilakukan oleh 2 orang operator, yang satu memegang itik betina
dan yang satu lagi menginseminasikan itik betina tersebut.
2. Siapkan betina yang akan diinseminasi.
3. Operator memasukkan sperma entok yang telah diencerkan kedalam spuit
tanpa jarum sebanyak 0,3 ml/ ekor.
4. Operator yang lain kemudian memegang itik betina dengan posisi kepala ke
bawah dan menghadap ke belakang. Telapak tangan kanan operator menekan
bagian bawah kloaka dan secara perlahan memijit ke depan hingga kloaka
terbuka, akan tampak 2 buah lubang pada kloaka.
5. Masukkan spuit yang berisi sperma ke lubang sebelah kiri sedalam 1-2 cm.
6. Operator secara perlahan mengurangi tekanan telapak tangan agar sperma
masuk ke dalam saluran reproduksi betina dan tidak keluar lagi.
7. Operator secara perlahan menarik spuit dan membiarkan kloaka itik kembali
Lampiran 5. Jumlah telur yang fertil (butir).
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5 6
P0 5 5 6 6 5 4 31 5,17
P1 5 6 5 6 6 6 34 5,67
P2 6 6 7 5 6 7 37 6,17
Total 102 17,01
Rataan 5,67
Lampiran 6. Rataan fertilitas telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis.
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Total Rataan
P0 50 50 60 60 50 40 310 51,67
P1 50 60 50 60 60 60 340 56,67
P2 60 60 70 50 60 70 370 61,67
Total 1.020 170
Rataan 56,67
Lampiran 7. Jumlah telur yang menetas (butir).
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5 6
P0 3 2 3 2 2 1 13 2,17
P1 2 3 2 4 3 4 18 3,00
P2 3 4 5 2 3 5 22 3,67
Total 53 8,84
Rataan 2,95
Lampiran 8. Rataan daya tetas telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis.
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Total Rataan
P0 60 40 50 33,33 40 25 248,33 41,39 P1 40 50 40 66,67 50 66,67 313,34 52,22 P2 50 66,67 71,43 40 50 71,43 349,53 58,26
Total 911,2 151,87
Lampiran 9. Jumlah telur yang gagal menetas (butir).
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5 6
P0 2 3 3 4 3 3 18 3,00
P1 3 3 3 2 3 2 16 2,67
P2 3 2 2 3 3 2 15 2,50
Total 49 8,17
Rataan 2,72
Lampiran 10. Rataan mortalitas fertil telur itik (%) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis.
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Total Rataan
P0 40 60 50 66,67 60 75 351,67 58,61 P1 60 50 60 33,33 50 33,33 286,66 47,78 P2 50 33,33 28,57 60 50 28,57 250,47 41,75
Total 888,8 148,13
Rataan 49,38
Lampiran 11. Rataan berat DOMD itik lokal (gr) yang di IB dengan semen entok + susu kambing + kuning telur + NaCl fisiologis.
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Total Rataan
P0 46,67 46,5 44,67 47,5 44 46 275,34 45,89 P1 47,67 48,5 48 44,5 47 47,8 283,47 47,25 P2 47 45,67 50 46,25 45,33 47 281,25 46,88
Total 840,06 140,02