EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN
TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 051000047 YESI YUNIZAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN
TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 051000047 YESI YUNIZAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:
EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) MEDAN
TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM : 051000047 YESI YUNIZAR
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 3 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah
Memenuhi Syarat Untuk Diterima
ABSTRAK
Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica
oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).
Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test
Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4
perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber
canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.
Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
ABSTRACT
Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.
The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).
This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.
The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.
Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yesi Yunizar
Tempat/Tanggal Lahir : Brastagi, 4 Juni 1988
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua : H.Syahrul Efendi
Alamat Ruma : Perum Payasari permai JL.PLTD No. 174 Kp.Lalang Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1992 - 1993 : TK Raudatul Athfal Brastagi
2. Tahun 1993 - 1996 : SD Alwasliyah Brastagi
3. Tahun 1996 - 1999 : SD Negeri 104182 Payageli
4. Tahun 1999 - 2002 : SLTP Negeri 1 Sunggal
5. Tahun 2002 - 2005 : SMA Kartika 1-2 Medan
6. Tahun 2005 – 2010 : Fakultas Kesehatan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat
Allah SWT atas berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea)
Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan
bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas
Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. David H Simanjuntak selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.
3. Ir. Indra Chahaya, MSi selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.
4. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ir, Indra
Chahaya, MSi selalu Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan
waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan pada penulis sehingga
5. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan FKM
Universitas Sumatera Utara.
6. Dra. Ernawati, Apt selaku pembimbing laboratorium dan Staf pegawai di
lingkungan Balai Laboratorium Kesehatan Kota Medan yang telah membantu
dalam proses penelitian.
7. Teristimewa untuk kedua orangtua saya, sembah sujud Ananda yang tidak
terhingga kepada Ayahanda H.Syahrul Efendi dan Ibunda tercinta Hj.Siti Maria
Nasution, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih
sayang, dan tak henti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
8. Adik-adikku tersayang, Mhd. Hanafi Arief dan Neni Novizar yang selalu
menjadi semangat dan motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.
9. Untuk orang terdekatku, sahabat terbaikku dody yang selalu setia memberi
bantuan, dukungan dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat SMAku Ulya juriati Ssos, Hijrani Putri Lubis SE, Randy
Gusrendra ST, dan Agung Subhansyah yang selalu memberi semangat dan
motivasi kepada kepada penulis
11. Seluruh teman-temanku di FKM USU Henny Ompusunggu SKM, Efvi ulina
Sirait SKM, Eva Fransiska LumbanBatu, dan Maulina Siregar SKM, dan yang
memberi masukan, semangat hingga skripsi ini selesai.
12. Seluruh teman-teman Peminatan Kesling, khususnya Tiwi, Dani, Nihe, dan
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan
terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
semua pihak.
Medan, Juli 2010
DAFTAR ISI
2.6. Penyalahgunaan Formalin Sebagai Pengawet Ikan ... 19
3.4.1. Data Primer ... 23
3.6.1. Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagrta) Segar ... 24
3.6.2. Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea) ... 24
3.6.3. Pengawetan Ikan Kembung Dengan Air Kubis ... 25
3.7. Defenisi Operasional ... 25
4.2. Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 28
BAB V PEMBAHASAN ... 30
5.1. Efektifitas Air kubis (Brassica oleracea) Dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 30
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 35
6.1. Kesimpulan ... 35
6.2. Saran ... 35
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa
perendaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Balai
Laboratorium Kesehatan Medan
ABSTRAK
Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica
oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).
Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test
Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4
perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber
canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.
Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
ABSTRACT
Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.
The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).
This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.
The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.
Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di dalam undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 disebutkan bahwa
perlu adanya peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan yang diselenggarakan
melalui 9 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman
yang bertujuan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan
secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk
melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
persyaratan mutu (Depkes RI,1992).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna yang dapat
dimanfaatkan sebagai makanan, salah satunya adalah ikan. Ikan merupakan salah satu
sumber makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya
yang cukup tinggi. Namun, dengan kandungan protein dan air yang cukup tinggi,
ikan menjadi komoditi yang mudah busuk. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan konsumen yang selalu mengharapkan ikan segar, penanganan ikan perlu
dilakukan agar ikan tetap segar dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Salah satu
penanganan ikan yang dapat dilakukan adalah dengan teknik pengawetan agar ikan
tetap segar sampai ke konsumen (Urip, 2000).
Dalam rangka pengembangan usaha, maka produsen bahan pangan selalu
berusaha untuk membuat makanan yang menarik dengan harga yang terjangkau oleh
ataupun dengan penambahkan bahan pengawet yang dapat mencegah kerusakan
makanan yang disebabkan mikroorganisme (Anonimous, 2007).
Teknik pengawetan umumnya digunakan untuk mengawetkan bahan pangan
yang bersifat mudah rusak atau busuk, karena pengawetan dapat menghambat atau
memperlambat proses fermentasi, pengasaman dan peruraian yang disebabkan oleh
mikroba. Namun belakangan ini, tidak jarang produsen yang mengawetkan bahan
pangan dengan bahan pengawet kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan seperti
formalin (Afrianto, 2005).
Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang dilarang penggunaannya
pada bahan pangan karena memiliki efek yang negatif terhadap kesehatan. Pada
umumnya efek negatif formalin yang digunakan pada pangan apabila terkonsumsi
manusia bersifat tidak langsung. Artinya, dampak dan bahayanya terhadap kesehatan
tidak dapat terlihat secara langsung dalam jangka waktu yang singkat sebagaimana
yang biasa diakibatkan oleh bakteri patogen (Anonimous, 2007).
Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) pada beberapa tahun terakhir ini, ditemukan adanya kecenderungan
penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan yang terus meningkat.
Atas pelanggaran tersebut BPOM telah melakukan pembinaan dan peringatan serta
tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke pengadilan. Walaupun sanksi
hukum pidana telah dijatuhkan tetapi ternyata sanksi tersebut tidak memberikan efek
jera. Sementara itu meningkatnya pasokan formalin di pasar (terutama penjualan
Pada Desember 2006, hasil sampling dan pengujian laboratorium Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa 52,63% untuk wilayah
Jakarta dan 36,56% untuk wilayah Bandar Lampung dari sampel ikan yang diteliti
ternyata positif mengandung formalin. Hasil pengujian laboratorium tersebut telah
disampaikan Badan POM kepada pemerintah provinsi terkait dan telah dilakukan
koordinasi tindak lanjut (BPOM, 2006).
Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi cara yang paling
mudah dan ekonomis dibandingkan dengan menggunakan es dan garam. Biaya yang
dikeluarkan untuk membeli es dan garam menjadi pertimbangan pengusaha
penangkapan ikan yang menggunakan kapal ukuran besar. Oleh karena itu, untuk
menekan biaya pengawetan yang berhubungan dengan biaya produksi, banyak
pengusaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran besar memilih untuk
mempergunakan formalin. Jika dibandingkan dengan es dan garam, dengan membeli
seliter formalin yang harganya cukup murah dapat mengawetkan berton-ton ikan
sampai beberapa hari sebelum dijual kepada para pedagang dan pedagang menjualkan
kepada konsumen (Anonimous, 2008).
Untuk menghindari dampak negatif dari formalin tersebut, maka perlu
dikembangkan teknik pengawetan ikan yang tepat dan tidak berbahaya bagi
kesehatan. Diantaranya, pengawetan dengan menggunakan asinan sawi (Yuzuv,
2001), es batu, garam, dan bawang putih (Nuraini, 2000).
Teknik pengawetan alami lainnya adalah dengan memanfaatkan tanaman
kubis (Brassica oleracea). Kubis merupakan sayuran yang cukup dikenal, banyak
dapat mengawetkan ikan. Asam laktat yang dihasilkan oleh kubis akan menyebabkan
nilai pH substrat turun di bawah 5 sehingga dapat menghambat sejumlah bakteri
perusak dan pembusuk makanan. Selain itu, hasil fermentasi kubis juga menghasilkan
sejumlah vitamin khususnya B-12 (Zaifbio, 2009).
Hasil penelitian tentang pemanfaatan air kubis (Brassica oleracea) dalam
mengawetkan ikan pernah dilakukan oleh Amin (2001). Hasilnya menunjukkan
bahwa ikan jambal siam segar yang direndam dalam larutan hasil fermentasi limbah
kubis selama 2 hari dapat memperpanjang masa simpan ikan hingga 18 jam pada
suhu kamar.
Begitu juga dengan hasil penelitian Novenda,dkk (2005) menunjukkan bahwa
dengan cukup merendam ikan dengan cairan asam laktat yang dihasilkan kubis, dapat
mempertahankan keawetan ikan selama 12 jam.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti efektifitas air
kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).
1.2. Perumusan masalah
Belum diketahuinya efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam
mengawetkan ikan kembung. Air kubis diperoleh dari hasil fermentasi kubis, dimana
air kubis tersebut mengandung asam laktat yang berperan dalam mengawetkan ikan
kembung.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan
perendaman dengan air kubis .
2. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan
perendaman dengan air kubis selama 1 jam.
3. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan
perendaman dengan air kubis selama 2 jam.
4. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan
perendaman dengan air kubis selama 3 jam.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi instansi yang terkait agar dapat memberi penyuluhan
tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) sebagai salah satu pengawet
ikan agar tetap segar dan lebih tahan lama.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan ikan yang segar tanpa
bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat (produsen, pedagang dan konsumen)
tentang metode pengawetan ikan segar yang aman bagi kesehatan.
4. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang efektifitas air kubis sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang dititikberatkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala hal yang
dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan,
sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi (Siswanto, 2003).
Makanan yang aman, bermutu, bergizi dan beragam dan tersedia setiap waktu
merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya jaminan
mutu makanan yang memberi perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta
makanan berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tetapi
makanan juga dapat menjadi unsur pengganggu kesehatan (Dirjen POM, 2002).
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
makanan. Bermacam penyakit dapat ditularkan melalui makanan oleh karena keadaan
lingkungan. Ada tiga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas makanan
antara lain fisik, kimia dan biologi (Depkes RI, 2002).
2.2. Tinjauan tentang Ikan A. Ciri – Ciri Ikan Segar
Adapun ciri-ciri ikan segar adalah sebagai berikut (Anonimous, 2007):
Ikan segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih, tidak terkelupas
kulitnya dan tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya
tidak mudah terkelupas.
2. Aroma
Ikan segar tidak mempunyai aroma selain bau khas yang biasa tercium dari
ikan.
3. Daging
Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan
daging dan dagingnya membungkus tulang.
4. Warna Insang
Ikan segar memiliki warna insang merah terang.
5. Sinar pada kedua mata
Ikan segar memiliki dua mata yang bercahaya.
6. Terapung dalam air
Ikan tidak segar biasa mengambang di permukaan air.
B. Ciri – Ciri Ikan yang Sudah Busuk:
1. Mata cekung dan masuk kedalam rongga mata
2. Sisik mudah lepas dari tubuhnya
3. Warna kulitnya memudar dan lendir tebal
4. Insang berwarna cokelat gelap dan dengan lendir tebal
5. Dinding perut lembek
2.2.1. Ikan Kembung (Scomber canagorta)
2.2.1.1. Klasifikasi Ikan Kembung (Scomber canagorta)
Ikan kembung mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Anonimous, 2009):
Kelas : Condrichhyes
Ordo : Scombriformes
Family : Scombridae
Genus : Scomber
Species : Scomber canagorta
2.2.2.2 Morfologi Ikan Kembung (Scomber canagorta)
Ikan kembung (Scomber canagorta) tergolong ikan pelagik yang
menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan kembung suka hidup secara
bergerombol dan kebiasaan makan adalah memakan plankton yang besar/kasar
(Copepode atau Crustacea) (Burhanuddin, 1994).
Ikan kembung (Scomber canagorta) memiliki rahang, tubuh bilateral simetris,
mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan kembung juga memiliki linea
lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan
tidak memiliki sunggut, ikan kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua
buah sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Jenie, 2001).
2.3. Manfaat Ikan Bagi Kesehatan
Ikan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan sangat
diperlukan oleh manusia, karena selain mudah dicerna ikan juga mengandung asam
dalam tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai
komposisi kimia sebagai berikut (Yuzuv, 2009):
− Air : 60,0 - 84,0%
− Protein : 18,0 - 30,0 %
− Lemak : 0,1 - 2,2 %
− Karbohidrat : 0,0 - 1,0%
− Vitamin : 3,0 - 4,5%
− Mineral : 2,0 – 2,52%
Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada
umur, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan. Bagi tubuh manusia, daging ikan
mempunyai beberapa fungsi yaitu (Anonimous, 2009):
1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas
kehidupan sehari-hari
2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
4. Memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh.
Kekurangan dalam mengkonsumsi ikan dapat berakibat timbulnya penyakit,
seperti kwarsiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang,
serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak – anak).
Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih
memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan dari pada produk hewani lainnya,
1. Perairan Indonesia yang sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi
potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, pemenuhan akan
protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan masih sangat
memungkinkan.
2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20 %) dan tersusun oleh
sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola asam amino di dalam tubuh
manusia. Hal itu membuat, ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis 90%. Adapun yang
dimaksud dengan nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah protein yang
dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila
berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap
oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang.
3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat
(tendon) sehingga mudah dicerna oleh tubuh.
4. Meskipun daging ikan mengandung lemak sangat tinggi (0,1 – 2,2%), namun
25% dari jumlah tersebut merupakan asam–asam lemak tak jenuh yang sangat
dibutuhkan manusia dan memiliki kadar kolesterol yang sangat rendah, hal itu
membuat daging ikan tidak berbahaya bagi manusia khususnya bagi orang–orang
yang menderita penyakit kolesterol.
5. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh
manusia, seperti : K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y. Selain itu ikan
manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit dan proses pembentukan
tulang, terutama pada anak balita.
6. Ikan dapat dengan mudah disajikan dalam berbagai bentuk pangan olahan.
7. Harga ikan relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani
lain. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan
protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah.
8. Daging ikan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi
kesehatan, agama, suku, maupun tingkat perekonomian.
Disamping keuntungan–keutungan diatas, ikan juga memiliki beberapa
kelemahan, seperti (Afrianto, 2005):
1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati
netral, sehingga menjadi media yang baik utuk pertumbuhan bakteri pembusuk
maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang
cepat membusuk, bahkan lebih cepat dibanding dengan sumber protein hewani yang
lain.
2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga
sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan daging
sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat
mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada
tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa
Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang
terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi
pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah
mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging
menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh
bagian luar (Yuzuv, 2009).
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat
menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan
kerugian yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena
itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk
perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto,
2005).
2.4. Pengawetan Ikan
Proses pengolahan dan pengawetan merupakan salah satu bagian penting dari
mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan
produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk
perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan
pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin
dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran
mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktivitas enzim,
mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap segar sampai ke konsumen
Adapun tujuan utama proses pengawetan dan pengolahan ikan adalah
(Anonimous, 2008):
1. Mencegah proses pembusukan ikan, terutama pada saat produksi melimpah.
2. Meningkatkan jangkauan pemasaran.
3. Melaksanakan diversifikasi pengolahan produk-produk perikanan.
4. Meningkatkan pendapatan nelayan atau petani ikan.
2.4.1. Cara Pengawetan Ikan
Proses pengawetan ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Afrianto,
2005) :
1. Pengawetan dengan suhu rendah
Aktivitas penyebab pembusukan pada ikan dapat dikurangi atau dihentikan bila
suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah.
Penggunaan suhu rendah meliputi pendinginan dan pembekuan. Ikan yang
didinginkan atau dibekukan akan mempunyai daya awet yang temporer, artinya ikan
tersebut akan tetap segar selama disimpan ditempat yang bersuhu rendah. Oleh
karena itu, biasanya selama dalam pengangkutan atau sebelum diolah menjadi produk
lain, ikan selalu diusahakan tetap berada dalam lingkungan bersuhu rendah agar
kualitasnya tetap baik dan memenuhi syarat sebagai ikan segar.
Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan mempunyai prinsip
yang sama, yaitu mengurangi atau menghentikan sama sekali aktivitas penyebab
pembusukan. Perbedaan kedua proses tersebut hanya terletak pada suhu akhir yang
digunakan. Suhu akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 0°C,
Pengawetan dengan pendinginan biasanya menggunakan es batu, udara dingin
dan pengawetan dengan pembekuan yang biasanya menggunakan sharp freezer, multi
plate freezing, air blast freezing dan brine freezing.
2. Pengawetan dengan penggaraman
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu proses
penggaraman dan proses pengeringan yang mempunyai tujuan untuk memperpanjang
daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman akan
menjadi lebih awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri
penyebab pembusukan pada ikan. Cara kerjanya adalah garam menyerap cairan tubuh
ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan
bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga
menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan
akhirnya mati.
Setelah digarami, selanjutnya ikan dijemur dibawah sinar matahari langsung
sampai kering. Proses pengeringan ini dilakukan untuk membantu menurunkan cairan
dalam tubuh bakteri, terutama bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi
tinggi sehingga aktivitasnya dapat dihambat, bahkan bakteri dapat dibunuh. Contoh
dari pengawetan ini adalah ikan asin.
3. Pengawetan dengan pengasapan
Pada dasarnya, proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktivitas
penggaraman, pengeringan dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur
yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang terdiri
komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan berbeda. Kandungan unsur
kimia yang terdapat dalam asap adalah air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam
formiat, phenol dan karbondioksida yang berperan sebagai desinfektan pemberi
warna dan bahan pengawet. Sebelum diasapkan, biasanya didahului dengan proses
penggaraman dan pengeringan yang bertujuan untuk membunuh bakteri dan
mempermudah partikel asap melekat pada tubuh ikan. Beberapa metode pengasapan
antara lain pengasapan panas, pengasapan dingin dan pengasapan listrik.
4. Pengawetan dengan pemindangan
Proses pemindangan merupakan perebusan ikan dalam air garam. Faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu ikan pindang adalah kesegaran ikan, garam dan kondisi
linkungan (kebersihan alat dan bahan, proses pembuatan pindang dan penyimpanan
hasil pemindangan). Banyak cara pemindangan yang telah dilakukan, antaranya
(Nuraini, 2008) :
a. Perebusan dengan larutan garam jenuh selama 10 menit
b. Penambahan bumbu (bawang putih dan kunyit).
c. Perebusan dalam air garam 10%.
Tetapi dari hasil pemindangan seperti di atas, akan mudah busuk karena kadar air
yang tinggi.
5. Pengawetan dengan fermentasi
Proses pengawetan ikan dengan fermentasi yaitu dengan melibatkan peran
mikroorganisme, umumnya dengan menggunakan bakteri asam laktat karena bakteri
asam laktat mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam asetat,
untuk menghambat pertumbuhan bakteri perusak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fermentasi antara lain asam, penggunaan kultur murni, suhu, oksigen dan bakteri
asam laktat (Sunarman, 2000).
2.5. Kubis (Brassica oleracea)
Kubis (Brassica oleracea) adalah nama sayuran yang sangat popular di
Indonesia dan biasa disebut “kol”. Kubis biasanya dipakai sebagai lalapan atau
campuran sayur-sayuran. Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat. Nama
‘kubis’ diambil dari bahasa inggris ‘cabbage’ yang juga merupakan pinjaman dari
bahasa Normandia ‘caboche’. Nama ‘kol’ diambil dari bahasa Belanda “kool”. Warna
sayuran ini umumnya adalah hijau sangat pucat sehingga disebut (forma alba) putih.
Namun demikian terdapat pula kubis warna hijau (forma viridis) dan ungu (forma
rubra) (Ekasari, 2009).
Kubis (Brassica oleracea) menyukai tanah yang sarang dan tidak becek.
Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, kubis biasanya ditanam di daerah
pegunungan tropic. Jika di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat
rentan terhadap ulat pemakan daun misalnya Plutella. Tanaman kubis juga dapat
diperbanyak dengan biji atau stek tunas (Pracaya, 1997).
Kubis adalah salah satu dari berbagai jenis tanaman dari Kelompok capitata
spesies Brassica oleracea dari keluarga mustar Brassicaceae (atau Cruciferae). Lebih
umum, istilah kubis juga telah digunakan untuk menyertakan beragam bentuk-bentuk
hortikultura yang dikembangkan dari kubis liar (Brassica oleracea), yang berasal dari
spesies yang sama, tapi ditempatkan dalam kelompok-kelompok yang berbeda,
(Gemmifera Group), dan
cluster (Wikipedia, 2009).
2.5.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea )
Kerajaan : Plantae
2.5.2. Air Kubis (Brassica oleracea ) sebagai Pengawet Ikan
Air kubis diperoleh dari kubis yang mengalami pembusukan atau fermentasi
dengan bantuan garam dan didiamkan selama 2 hari. Fermentasi terbagi dua tipe
berdasarkan tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobik dan anaerobik. Tipe
aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen, sedangkan tipe
anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen. Tipe
anaerobik ini hanya menghasilkan sebagian energy, karbondioksida dan air, termasuk
sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volitle, alkohol dan ester.
Sistem pengawetan dengan metode fermentasi merupakan proses pengawetan
pangan yang alami (ikan, hasil tanaman, daging, dll) dengan memanfaatkan
Leuconostoc mesenterousdes, Streptococcus faecalis, dan S. lactis. Pertumbuhan
kelompok bakteri ini mampu menurunkan nilai pH substrat hingga di bawah 4,5.
Pada pH tersebut, pertumbuhan kelompok bakteri lain dapat dihambat. Proses
fermentasi dapat dilakukan secara mudah, murah dan sederhana, aman dan tidak
mengurangi nilai organoleptik bahan pangan (Amin, 2001).
Produk ikan awetan secara fermentasi juga dapat dilakukan dengan
memanfaatkan limbah kubis (Brassica oleracea). Karena dari hasil fermentasi kubis
akan menghasilkan asam laktat yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan.
Limbah kubis dapat diperoleh dari pedagang kubis yang selalu membuang lapisan
luar dari daunnya sebelum dipasarkan.
Beberapa alasan penggunaan pengawet pada bahan makanan adalah karena
daya tahan makanan yang terbatas dan mudah rusak sehingga dengan adanya
pengawet makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, pengawet juga digunakan
untuk mencegah aktivitas mikroorganisme pada makanan tersebut (Wikipedia, 2009).
2.5.3. Manfaat Kubis Bagi Kesehatan
Kubis (Brassica oleracea) segar mengandung air, protein, lemak,
karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin,
riboflavin, nicotinamide) dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung senyawa
sianohidrosibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan
glutation, suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat- zat
beracun yang beredar dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis
dapat mencegah skorbut (scurvy). Kandungan zat aktifnya, sulfofaran dan histidine
detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan tembaga yang
berlebihan dalam tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker.
Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan kadar
kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat. Manfaat lain
dari kubis juga dapat membantu ibu menyusui dan mengurangi bengkak (Dalimarta,
2001).
2.6. Penyalahgunaan Formalin sebagai Pengawet Ikan
Formalin merupakan larutan komersial dengan konsetrasi 10-40% dari
formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan.
Melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet nonmakanan. Formalin
mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya
formol, methylene aldehyde, parafori, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene
glycols, methanol, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith,
tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene, dan methylene
glycol. Di pasaran formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah di encerkan,
dengan kandungan formaldehid 10-40 persen (Yuliarti, 2007).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai anti bakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan
industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun
serangga lainnya. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur
minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk
untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin, dan karpet (Anonimous, 2009).
Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan
bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif
dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.
Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya
sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati mati akibat formalin dari pada
akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan
untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan
sebagai bahan pengawet mayat yang akan dipelajari dalam pendidikan mahasiswa
kedokteran maupun kedokteran hewan. Untuk pengawetan biasanya digunakan
formalin dengan konsentrasi 10 % (Yuliarti, 2007).
Besarnya manfaat di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk
pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industry
rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai
POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah
mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya (Anonimous, 2008 ).
Sangat dimengerti mengapa formalin disalahgunakan, selain harganya yang
sangat murah dan mudah didapatkan, produsen sering kali tidak tahu kalau
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya.
Jangan dikira dengan mengurangi kadarnya, formalin juga tidak dapat hilang dengan
makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apa pun. Dampak formalin bagi
kesehatan (Yuliarti, 2007 ):
1. Akut : merupakan efek yang langsung terlihat seperti alergi, iritasi, mual, muntah,
sakit perut dan pusing, radang tenggorokan, sakit kepala, dan pada konsentrasi
yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
2. Kronik : merupakan efek yang terlihat setelah terkena dalam jangka panjang
seperti gangguan pencernaan, hati, gangguan pankreas, system saraf pusat, dan
bersifat karsinogen.
2.7. Kerangka Konsep
Direndam
Ikan Kembung (Scomber canagorta)
Air Kubis (Brassica oleracea)
Berapa Lama Ikan Bertahan (awet)
Waktu Perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)
- 1 jam
- 2 jam
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk pre eksperimen yaitu untuk mengetahui efektifitas air
kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung.
Penelitian ini menggunakan metode One Group pretest-postest design, yaitu
penelitian dilakukan dengan 3 perlakuan ditambah dengan 1 kontrol, dimana setiap
perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Jl. William Iskandar
Pasar V Barat I No. 4 Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010.
3.3 Objek Penelitian
Adapun objek penelitian adalah ikan kembung (Scomber canagorta) segar
yang akan diawetkan dengan air kubis (Brassica oleracea). Dalam penelitian ini,
pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan penelitian sebanyak 12 ekor, dimana
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data-data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil penelitian yaitu :
5. Lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan perendaman air kubis.
6. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung
dengan air kubis selama 1 jam.
7. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung
dengan air kubis selama 2 jam.
8. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung
dengan air kubis selama 3 jam.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Studi Kepustakaan.
3.5. Alat dan bahan penelitian 3.5.1. Alat
1. Wadah/ Baskom
2. Pisau
3. Timbangan Elektrik AND HM-200
4. Timbangan Tekhnis Ishida
3.5.2. Bahan
1. Air Bersih 1 liter
2. Kubis (Brassica oleracea) 100 gr
4. Ikan Kembung (Scomber canagorta) 12 ekor masing-masing berukuran
200-250 gr/ekor.
3.6 Cara Kerja Penelitian
3.6.1 Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Segar
1. Dipilih ikan kembung (Scomber canagorta) yang masih segar sebanyak 12
ekor (2 kg 4 ons) .
2. Ikan kembung (Scomber canagorta) yang segar memiiliki ciri-ciri :
a. Ikan kembung segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih,
tidak terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan
dengan jari kulitnya tidak mudah berbekas.
b. Tidak mempunyai aroma selain bau khusus yang biasa tercium dari
ikan.
c. Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat
dengan daging dan daging dengan tulang.
d. Memiliki insang merah terang.
e. Memiliki dua mata yang bercahaya.
f. Tidak mengambang di permukaan air.
3.6.2 Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea)
1. Kubis dicuci terlebih dahulu.
2. Kemudian kubis diiris sepanjang 0,5 cm sebnyak 100 gr.
3. Garam ditimbang sebanyak 25 gr, kemudian masukkan ke dalam wadah yang
4. Kemudian kubis dimasukkan kedalam wadah yang berisi air yang telah
bercampur garam tersebut.
5. Setelah itu diaduk rata, lalu ditutup rapat dan di diamkan selama 2 hari.
Setelah 2 hari (2x24 jam), di dalam kubis tersebut terdapat asam laktat dari
hasil proses pembusukan yang dapat digunakan sebagai pengawet ikan.
3.6.3 Pengawetan Ikan Kembung dengan Air Kubis
1. Ikan kembung yang segar sebanyak 12 ekor ( 2 kg 4 ons) dicuci dengan air
sampai bersih. Setelah itu tiriskan air yang masih tersisa pada ikan tersebut.
2. Sementara itu, sediakan 4 wadah dimana wadah I tidak diisi dengan air kubis
sedangkan wadah II, III, dan IV masing-masing diisi dengan air kubis. Air kubis
yang telah didiamkan selama 2 x 24 jam sebelum di masukkan ke wadah
disaring terlebih dahulu.
3. Setelah itu ikan kembung tersebut dimasukkan dalam wadah masing-masing
sebanyak 3 ekor. 3 ekor masing-masing mempunyai berat lebih kurang 200
gr/ekor.
4. Untuk perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah II dilakukan
selama 1 jam, perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah III
dilakukan selama 2 jam dan perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam
wadah IV dilakukan selama 3 jam. Sedangkan ikan kembung dalam wadah I
dibiarkan tanpa perendaman.
5. Setelah dilakukan perendaman, maka ikan kembung dibiarkan dalam suhu
kamar sampai terjadi pembusukan. Suhu yang diukur pada saat penelitian
kelihatan suram, kusam dan berlendir. Mata cekung, insang berwarna coklat
gelap dan berlendir, dan dinding perut lembek.
6. Perhatikan masing-masing perlakuan setiap jam, kemudian perhatikan
perubahan yang terjadi pada ikan kembung dan catatlah berapa lama ikan
kembung bisa bertahan tetap segar pada setiap perlakuan.
3.7 Defenisi Operasional
1. Ikan kembung adalah salah satu jenis ikan laut yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat.
2. Air Kubis merupakan bahan yang digunakan sebagai pengawet yang
mengandung asam laktat.
3. Lama bertahan yaitu waktu yang diperlukan ikan kembung untuk
membusuk sebelum dan sesudah proses pengawetan dilakukan.
4. Ikan awet yaitu apabila ikan kembung masih berpenampilan baik, dagingnya
cukup lentur, tidak mempunyai aroma selain bau khas ikan, warna
insangnya masing merah dan matanya masih bercahaya.
5. Waktu Perendaman yaitu lama ikan kembung direndam dalam air kubis.
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ini, dianalisa dengan teknik
perbandingan yaitu membandingkan berapa lama keawetan ikan kembung (Scomber
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Pengamatan air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010
Hasil penelitian tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam
mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) yang dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Medan selama 1 minggu, dimulai dari pembuatan air kubis, pengambilan
sampel, dan membuat 4 perlakuan yang salah satunya kontrol dan dilakukan
pengulangan sebanyak 4 kali.
Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan, diketahui
bahwa sebelum dan sesudah perlakuan perendaman dengan air kubis, dan dengan
pengulangan sebanyak 4 kali keawetan ikan kembung tidak sama. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)
No Perlakuan
Lama ikan kembung (Scomber
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa keawetan ikan kembung (Scomber
canagorta) dalam berbagai perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica
oleracea) maupun kontrol berbeda hasilnya. Dari hasil pengamatan ikan kembung
(Scomber canagorta) tanpa perendaman bertahan selama 5-6 jam dan setelah itu
sudah terlihat tanda-tanda ikan mulai membusuk seperti mata yang sudah mulai
cekung dan suram, sedikit berlendir, baunya sudah bau busuk, insangnya sudah
berwarna kecoklatan (pucat), kulitnya sudah mulai berlendir dan tekstur daging sudah
sangat lembek. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan perendaman
dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1 jam menghasilkan ikan kembung yang
awet selama 10-11 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan
perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 2 jam menghasilkan ikan
kembung yang awet selama 15-16 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan
perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam menghasilkan ikan kembung
yang awet selama 11-12 jam.
4.2. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010
Pengamatan keawetan ikan dilihat dari ciri – ciri fisik secara visual pada
setiap sampel. Masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, selanjutnya
dilakukan perbandingan dengan tanpa perendaman dan sesudah ikan kembung
(Scomber canagorta) direndam dengan air kubis (Brassica oleracea). Pengamatan
ikan tanpa perendaman (kontrol) menjadi dasar untuk melihat efektifitas air kubis
paling baik dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) adalah
perendaman air kubis selama 2 jam, karena pada rata- rata pengulangan didapat
keawetan ikan 15-16 jam yaitu pengulangan pertama 16 jam, pengulangan kedua 16
jam, pengulangan ketiga 15 jam dan pengulangan ke empat 16 jam.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa perendaman ikan selama 2 jam paling
baik, selama 15–16 ikan masih segar, tidak bau busuk, kulitnya tidak berlendir, jika
dipegang masih keras, insang nya merah, matanya masih cerah. Dari perendaman
selama 1 jam diperoleh lama awet 10-11 jam, dari perendaman selama 3 jam
diperoleh lama awet selama 11-12 jam, sedangkan ikan tanpa perendama atau pada
kontrol ikan hanya bertahan lebih kurang 6 jam.
Pengulangan perlakuan sebanyak 4 kali untuk setiap sampel bertujuan
mengetahui efektifitas air kubis dalam mengawetkan ikan, karena jika hanya
dilakukan sekali perlakuan saja kemungkinan terdapat faktor teknis (peneliti dan
peralatan) dan non teknis (lingkungan) yang yang menyebabkan hasil pengawetan
ikan yang diperoleh tidak benar, namun pengulangan sebanyak 4 kali, yang kemudian
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan tahun 2010
Penelitian ini dilakukan mengingat banyaknya kejadian yang menggunakan
formalin sebagai pengawet ikan. Hal ini terlihat dari hasil uji laboratorium BPOM
pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa 52,63% dari sampel ikan yang diteliti di
Jakarta positif mengandung formalin, sedangkan untuk wilayah Bandar Lampung
35,56% (BPOM, 2006). Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi
pilihan karena formalin mudah ditemukan dan harganya murah yang mana bisa
mengurangi biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh produsen selama masa
penangkapan ikan. Namun tanpa disadari, penggunaan formalin pada pengawetan
ikan memiliki dampak negatif bagi kesehatan apabila terkonsumsi oleh manusia.
Berdasarkan penelitian Novenda dkk (2005) tentang pemanfaatan air kubis
dalam mengawetkan ikan segar, menunjukkan bahwa kandungan asam laktat yang
diperoleh dari rendaman air kubis dapat mempertahankan keawetan ikan selama 12
jam. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin (2001),
menunjukkan bahwa ikan Jambal Siam segar yang direndam dalam larutan hasil
fermentasi limbah kubis selama 2 jam dapat memperpanjang masa simpan
(keawetan) ikan hingga 18 jam pada suhu kamar. Hal ini membuat peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan air kubis (Brassica oleracea)
sebagai pengawet alami yang mudah di dapat, murah harganya dan aman bagi
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektifitas air kubis (Brassica
oleracea) dalam mengawetakn ikan kembung (Scomber canagorta) dengan
menggunakan 4 macam perlakuan yaitu tanpa perendaman sebagai kontrol,
perendaman ikan dengan air kubis selama 1 jam, 2 jam, 3 jam masing-masing dengan
4 kali pengulangan. Penelitian ini menggunakan 12 ekor ikan kembung (Scomber
canagorta) dalam masing-masing perlakuan, yang dibeli dari pedagang ikan
Belawan, dimana ikan baru ditangkap dan langsung dipasarkan tanpa menggunakan
pengawet. Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ikan sebelum dilakukan
perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea).
Masing-masing sampel dilakukan perendaman dengan fermentasi air kubis
(Brassica oleracea) selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dan dilakukan pengulangan
sebanyak 4 kali. Tujuan pengulangan ini bertujuan untuk mengurangi bias dan
kemungkinan terjadinya kesalahan teknis dan non-teknis pada saat dilakukan uji coba
(perendaman) terhadap sampel.
Berdasarkan tabel 4.1. terlihat pada kontrol atau tanpa perendaman ikan
kembung (Scomber canagorta) hanya bertahan 5-6 jam. Pada saat pengamatan ikan
kembung tanpa perendaman setelah 6 jam sudah menunjukkan tanda-tanda ikan
busuk, seperti mata suram dan sudah ada lendir, kulit sudah berlendir dan jika ditekan
jari berbekas dan mudah sobek, insang sudah berwarna kecoklatan pucat.
Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang
terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi
Pada perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1
jam, dihasilkan ikan awet selama 10-11 jam. Pada perlakuan perendaman dengan air
kubis selama 2 jam, dihasilkan ikan awet selama 15-16 jam. Pada perlakuan
perendaman dengan air kubis selama 3 jam, dihasilkan ikan awet selama 11-12 jam.
Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa lama ikan awet tidak sama, tanpa
perendaman dan sesudah perlakuan perendaman ikan kembung selama 1 jam, 2 jam,
dan 3 jam. Perlakuan yang berbeda-beda maka berbeda pula efektifitas air kubis
(Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta). Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman belum tentu
menghasilkan keawetan ikan yang paling baik.
Perlakuan perendaman selama 2 jam menghasilkan ikan kembung yang
terbaik, sedangkan perlakuan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang mudah
berbau tengik kemudian perlakuan perendaman dengan 3 jam menghasilkan rasa
yang terlalu asam dan teksturnya rapuh sehingga kurang disukai. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh tingginya tingkat
keasaman larutan hasil fermentasi kubis (Brassica oleracea) yang digunakan dalam
perendaman ikan (Amin, 2001).
Adapun parameter yang digunakan dalam menentukan kesegaran ikan dapat
dilihat dari parameter fisik adalah (Anonimous, 2009):
1. Kenampakan Luar
a. Cerah, tidak suram (segar) karena perubahan biokimia belum terjadi,
b. Makin lama menjadi suram warnanya, berlendir sebagai akibat
berlangsungnya atau berkembangnya mikroba.
2. Kelenturan Daging Ikan
a. Ikan segar dagingnya cukup lentur, apabila dibengkokkan akan kembali
kebentuk semula.
b. Kelenturan ini disebabka belum terputusnya benang-benang daging.
c. Pada ikan yang telah busuk, sudah banyak benang-benang daging yang
sudah putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak.
3. Keadaan Mata
a. Ikan segar biasanya matanya cerah dan menonjol keluar,
b. Ikan busuk, cekung masuk kedalam rongga mata.
4. Keadaan Daging
a. Ikan segar dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari berubah maka
bekasnya akan segera kembali.
b. Permukaan tubuh belum terdapat lendir.
c. Setelah beberapa jam ikan menjadi kaku dan akhirnya ikan kehilangan
tetkstur kenyalnya.
5. Keadaan Insang dan Sisik
a. Ikan segar, insang berwarna merah cerah.
b. Ikan tidak segar ikan menjadi cokelat gelap dan sisikny mudah lepas dari
c. Insang merupakan pusat darah mengambil Oksigen dari dalam air.
Kematian ikan menyebabkan peranan darah berhenti, darah teroksidasi
sehingga warnanya berubah menjadi gelap.
Metode atau cara penangkapan dan pendaratan ikan dan cara penanganan
pasca ikan ditangkap juga menentukan kesegaran dan kualitas ikan.
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha
pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar,
terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha
untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen
melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto, 2005).
Para pedagang ikan dapat mengaplikasikan air kubis (Brassica oleracea)
sebagai pengawet alami dan juga dapat disosialisasikan kepada masyarakat agar
menggunakan air kubis dalam mengawetkan ikan yang aman bagi kesehatan.
Air kubis (Brassica oleracea) dapat mengawetkan ikan karena di dalam kubis
mengandung asam laktat. Asam laktat secara struktur adalah asam karboksilat dengan
satu gugus hidroksil yang menempel pada gugus karboksil, dengan rumus kimia
(CH3-CHOH-COOH). Asam laktat yang dihasilkan oleh proses fermentasi kubis
dapat menyebabkan pH substrat menjadi 3 sampai 4,5 sehingga cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman.
Jika bakteri tersebut terkonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare dan
Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga dihasilkan
khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin, yaitu sejenis
antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menonaktifkan reaksi kimia yang
dihasilkan oleh bakteri fekal dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya. Selain
itu hasil fermentasi tersebut juga dapat menghasilkan senyawa penghambat kolesterol
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari efektifitas air kubis
(Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di
Medan tahun 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perlakuan tanpa perendaman (kontrol) terhadap ikan kembung, menghasilkan
ikan kembung awet rata-rata 5 jam 45 menit.
2. Perlakuaan perendaman dengan air kubis selama 1 jam, menghasilkan ikan
kembung awet rata-rata 10 jam 45 menit.
3. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 2 jam, menghasilkan ikan
kembung awet rata-rata 15 jam 45 menit.
4. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam, menghasilkan ikan
kembung awet rata-rata11 jam 45 menit.
6.2. Saran
Air kubis (Brassica oleracea) adalah salah satu pengawet alami yang aman
bagi kesehatan. Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Bagi instansi terkait seperti Dinas Perikanan, Badan Pengawasa Obat dan
Makanan BPOM dapat mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya
pedagang ikan agar dapat menggunakan air kubis sebagai pengawet ikan yang
2. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
melihat hubungan antara pengawetan dengan air kubis dengan perubahan
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2007. Pengawetan Ikan.
_________, 2008. Pengawet dan Bahan Kimia
Maret 2010.
_________, 2009. Pendingin Pembekuan dan Pengawetan. http://www.iptek.net.id. Diakses tanggal 22 Februari 2010.
Amin, Wazna, 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam Asap yang Telah Diawetkan Secara Ensiling. Jurnal Natur Indonesia. No 4. Vol 4. 2001.
Afrianto, Eddy., Eviliviawati, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini, 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran Untuk Memproduksi Bioamasa Lactobacillus plantarum Sebagai Bahan Edible Coating Dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Lembaga Penelitian UNPAD. Bandung.
Burhanuddin, 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta
BPOM R.I., 2006. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Keterangan Pers Nomor : KH.00.01.1.241.002 Tentang Penyalahgunaan Formalin Untuk Pengawet Mie Basah, Tahu dan Ikan Tahun 2006. Jakarta
Dalimarta, Setiawan, 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Niaga Swadaya, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I., 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Jakarta
Ekasari, Wiwied. 2009. Kubis Sayur yang Kaya Manfaat. Departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Nuraini, Rahma. 2008. Teknik Pengawetan Ikan Untuk Dikonsumsi Dengan Metode Fermentasi Ensiling. Institut Teknologi Bandung.
Pracaya, 1997. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya , Jakarta
Siswanto, Hadi, 2003. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Sunarman, Ir., Murniyati, S.A., Ir, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Suriawiria, Unus. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung
Urip, 2000. Kajian Tentang Kandungan Logam Cu,Cd, dan Pb Pada Bahan Baku Pembuatan Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) di Pesisir Belawan Kotamadya Medan. Pusat Penelitian Lingkungan, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.
Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, 2009. Kubis. http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis. Diakses tanggal 23 Februari 2010.
Wikipedia, 2009. Brassica Oleracea.
diakses tanggal 22 Desember 2009.
Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi, Yogyakarta
Yuzuv, 2009. Pengenalan Metode Pengawetan Ikan Secara Sehat dan Ekonomis dengan Fermentasi 2010
Zaifbio, 2009. Efektifitas Bakteriosin dari Lactobacillus Terhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah. Lembaga Penelitian Univesitas Padjajaran Bandung.
Lampiran 1. Pembuatan air kubis (Brassica oleracea)
Lampiran 3. Ikan kembung kontrol dan perendaman dengan air kubis