• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000047 YESI YUNIZAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 051000047 YESI YUNIZAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) MEDAN

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM : 051000047 YESI YUNIZAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 3 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima

(4)

ABSTRAK

Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).

Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test

Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4

perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.

Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

(5)

ABSTRACT

Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.

The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).

This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.

The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.

Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yesi Yunizar

Tempat/Tanggal Lahir : Brastagi, 4 Juni 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua : H.Syahrul Efendi

Alamat Ruma : Perum Payasari permai JL.PLTD No. 174 Kp.Lalang Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1992 - 1993 : TK Raudatul Athfal Brastagi

2. Tahun 1993 - 1996 : SD Alwasliyah Brastagi

3. Tahun 1996 - 1999 : SD Negeri 104182 Payageli

4. Tahun 1999 - 2002 : SLTP Negeri 1 Sunggal

5. Tahun 2002 - 2005 : SMA Kartika 1-2 Medan

6. Tahun 2005 – 2010 : Fakultas Kesehatan

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat

Allah SWT atas berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea)

Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan

bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas

Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. David H Simanjuntak selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

3. Ir. Indra Chahaya, MSi selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.

4. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ir, Indra

Chahaya, MSi selalu Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan pada penulis sehingga

(8)

5. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan FKM

Universitas Sumatera Utara.

6. Dra. Ernawati, Apt selaku pembimbing laboratorium dan Staf pegawai di

lingkungan Balai Laboratorium Kesehatan Kota Medan yang telah membantu

dalam proses penelitian.

7. Teristimewa untuk kedua orangtua saya, sembah sujud Ananda yang tidak

terhingga kepada Ayahanda H.Syahrul Efendi dan Ibunda tercinta Hj.Siti Maria

Nasution, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih

sayang, dan tak henti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

8. Adik-adikku tersayang, Mhd. Hanafi Arief dan Neni Novizar yang selalu

menjadi semangat dan motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.

9. Untuk orang terdekatku, sahabat terbaikku dody yang selalu setia memberi

bantuan, dukungan dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.

10. Sahabat-sahabat SMAku Ulya juriati Ssos, Hijrani Putri Lubis SE, Randy

Gusrendra ST, dan Agung Subhansyah yang selalu memberi semangat dan

motivasi kepada kepada penulis

11. Seluruh teman-temanku di FKM USU Henny Ompusunggu SKM, Efvi ulina

Sirait SKM, Eva Fransiska LumbanBatu, dan Maulina Siregar SKM, dan yang

memberi masukan, semangat hingga skripsi ini selesai.

12. Seluruh teman-teman Peminatan Kesling, khususnya Tiwi, Dani, Nihe, dan

(9)

13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan

terimakasih banyak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi

semua pihak.

Medan, Juli 2010

(10)

DAFTAR ISI

2.6. Penyalahgunaan Formalin Sebagai Pengawet Ikan ... 19

(11)

3.4.1. Data Primer ... 23

3.6.1. Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagrta) Segar ... 24

3.6.2. Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea) ... 24

3.6.3. Pengawetan Ikan Kembung Dengan Air Kubis ... 25

3.7. Defenisi Operasional ... 25

4.2. Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 28

BAB V PEMBAHASAN ... 30

5.1. Efektifitas Air kubis (Brassica oleracea) Dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 30

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa

perendaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Balai

Laboratorium Kesehatan Medan

(14)

ABSTRAK

Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).

Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test

Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4

perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.

Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

(15)

ABSTRACT

Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.

The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).

This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.

The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.

Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di dalam undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 disebutkan bahwa

perlu adanya peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan yang diselenggarakan

melalui 9 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman

yang bertujuan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan

secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk

melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi

persyaratan mutu (Depkes RI,1992).

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna yang dapat

dimanfaatkan sebagai makanan, salah satunya adalah ikan. Ikan merupakan salah satu

sumber makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya

yang cukup tinggi. Namun, dengan kandungan protein dan air yang cukup tinggi,

ikan menjadi komoditi yang mudah busuk. Oleh karena itu, untuk memenuhi

kebutuhan konsumen yang selalu mengharapkan ikan segar, penanganan ikan perlu

dilakukan agar ikan tetap segar dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Salah satu

penanganan ikan yang dapat dilakukan adalah dengan teknik pengawetan agar ikan

tetap segar sampai ke konsumen (Urip, 2000).

Dalam rangka pengembangan usaha, maka produsen bahan pangan selalu

berusaha untuk membuat makanan yang menarik dengan harga yang terjangkau oleh

(17)

ataupun dengan penambahkan bahan pengawet yang dapat mencegah kerusakan

makanan yang disebabkan mikroorganisme (Anonimous, 2007).

Teknik pengawetan umumnya digunakan untuk mengawetkan bahan pangan

yang bersifat mudah rusak atau busuk, karena pengawetan dapat menghambat atau

memperlambat proses fermentasi, pengasaman dan peruraian yang disebabkan oleh

mikroba. Namun belakangan ini, tidak jarang produsen yang mengawetkan bahan

pangan dengan bahan pengawet kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan seperti

formalin (Afrianto, 2005).

Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang dilarang penggunaannya

pada bahan pangan karena memiliki efek yang negatif terhadap kesehatan. Pada

umumnya efek negatif formalin yang digunakan pada pangan apabila terkonsumsi

manusia bersifat tidak langsung. Artinya, dampak dan bahayanya terhadap kesehatan

tidak dapat terlihat secara langsung dalam jangka waktu yang singkat sebagaimana

yang biasa diakibatkan oleh bakteri patogen (Anonimous, 2007).

Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM) pada beberapa tahun terakhir ini, ditemukan adanya kecenderungan

penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan yang terus meningkat.

Atas pelanggaran tersebut BPOM telah melakukan pembinaan dan peringatan serta

tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke pengadilan. Walaupun sanksi

hukum pidana telah dijatuhkan tetapi ternyata sanksi tersebut tidak memberikan efek

jera. Sementara itu meningkatnya pasokan formalin di pasar (terutama penjualan

(18)

Pada Desember 2006, hasil sampling dan pengujian laboratorium Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa 52,63% untuk wilayah

Jakarta dan 36,56% untuk wilayah Bandar Lampung dari sampel ikan yang diteliti

ternyata positif mengandung formalin. Hasil pengujian laboratorium tersebut telah

disampaikan Badan POM kepada pemerintah provinsi terkait dan telah dilakukan

koordinasi tindak lanjut (BPOM, 2006).

Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi cara yang paling

mudah dan ekonomis dibandingkan dengan menggunakan es dan garam. Biaya yang

dikeluarkan untuk membeli es dan garam menjadi pertimbangan pengusaha

penangkapan ikan yang menggunakan kapal ukuran besar. Oleh karena itu, untuk

menekan biaya pengawetan yang berhubungan dengan biaya produksi, banyak

pengusaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran besar memilih untuk

mempergunakan formalin. Jika dibandingkan dengan es dan garam, dengan membeli

seliter formalin yang harganya cukup murah dapat mengawetkan berton-ton ikan

sampai beberapa hari sebelum dijual kepada para pedagang dan pedagang menjualkan

kepada konsumen (Anonimous, 2008).

Untuk menghindari dampak negatif dari formalin tersebut, maka perlu

dikembangkan teknik pengawetan ikan yang tepat dan tidak berbahaya bagi

kesehatan. Diantaranya, pengawetan dengan menggunakan asinan sawi (Yuzuv,

2001), es batu, garam, dan bawang putih (Nuraini, 2000).

Teknik pengawetan alami lainnya adalah dengan memanfaatkan tanaman

kubis (Brassica oleracea). Kubis merupakan sayuran yang cukup dikenal, banyak

(19)

dapat mengawetkan ikan. Asam laktat yang dihasilkan oleh kubis akan menyebabkan

nilai pH substrat turun di bawah 5 sehingga dapat menghambat sejumlah bakteri

perusak dan pembusuk makanan. Selain itu, hasil fermentasi kubis juga menghasilkan

sejumlah vitamin khususnya B-12 (Zaifbio, 2009).

Hasil penelitian tentang pemanfaatan air kubis (Brassica oleracea) dalam

mengawetkan ikan pernah dilakukan oleh Amin (2001). Hasilnya menunjukkan

bahwa ikan jambal siam segar yang direndam dalam larutan hasil fermentasi limbah

kubis selama 2 hari dapat memperpanjang masa simpan ikan hingga 18 jam pada

suhu kamar.

Begitu juga dengan hasil penelitian Novenda,dkk (2005) menunjukkan bahwa

dengan cukup merendam ikan dengan cairan asam laktat yang dihasilkan kubis, dapat

mempertahankan keawetan ikan selama 12 jam.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti efektifitas air

kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).

1.2. Perumusan masalah

Belum diketahuinya efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam

mengawetkan ikan kembung. Air kubis diperoleh dari hasil fermentasi kubis, dimana

air kubis tersebut mengandung asam laktat yang berperan dalam mengawetkan ikan

kembung.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam

(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis .

2. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 1 jam.

3. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 2 jam.

4. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 3 jam.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi instansi yang terkait agar dapat memberi penyuluhan

tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) sebagai salah satu pengawet

ikan agar tetap segar dan lebih tahan lama.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan ikan yang segar tanpa

bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

3. Sebagai informasi bagi masyarakat (produsen, pedagang dan konsumen)

tentang metode pengawetan ikan segar yang aman bagi kesehatan.

4. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang efektifitas air kubis sebagai

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang dititikberatkan pada

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala hal yang

dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu

diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan,

sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi (Siswanto, 2003).

Makanan yang aman, bermutu, bergizi dan beragam dan tersedia setiap waktu

merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya jaminan

mutu makanan yang memberi perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta

makanan berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tetapi

makanan juga dapat menjadi unsur pengganggu kesehatan (Dirjen POM, 2002).

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

makanan. Bermacam penyakit dapat ditularkan melalui makanan oleh karena keadaan

lingkungan. Ada tiga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas makanan

antara lain fisik, kimia dan biologi (Depkes RI, 2002).

2.2. Tinjauan tentang Ikan A. Ciri – Ciri Ikan Segar

Adapun ciri-ciri ikan segar adalah sebagai berikut (Anonimous, 2007):

(22)

Ikan segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih, tidak terkelupas

kulitnya dan tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya

tidak mudah terkelupas.

2. Aroma

Ikan segar tidak mempunyai aroma selain bau khas yang biasa tercium dari

ikan.

3. Daging

Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan

daging dan dagingnya membungkus tulang.

4. Warna Insang

Ikan segar memiliki warna insang merah terang.

5. Sinar pada kedua mata

Ikan segar memiliki dua mata yang bercahaya.

6. Terapung dalam air

Ikan tidak segar biasa mengambang di permukaan air.

B. Ciri – Ciri Ikan yang Sudah Busuk:

1. Mata cekung dan masuk kedalam rongga mata

2. Sisik mudah lepas dari tubuhnya

3. Warna kulitnya memudar dan lendir tebal

4. Insang berwarna cokelat gelap dan dengan lendir tebal

5. Dinding perut lembek

(23)

2.2.1. Ikan Kembung (Scomber canagorta)

2.2.1.1. Klasifikasi Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Ikan kembung mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Anonimous, 2009):

Kelas : Condrichhyes

Ordo : Scombriformes

Family : Scombridae

Genus : Scomber

Species : Scomber canagorta

2.2.2.2 Morfologi Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Ikan kembung (Scomber canagorta) tergolong ikan pelagik yang

menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan kembung suka hidup secara

bergerombol dan kebiasaan makan adalah memakan plankton yang besar/kasar

(Copepode atau Crustacea) (Burhanuddin, 1994).

Ikan kembung (Scomber canagorta) memiliki rahang, tubuh bilateral simetris,

mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan kembung juga memiliki linea

lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan

tidak memiliki sunggut, ikan kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua

buah sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Jenie, 2001).

2.3. Manfaat Ikan Bagi Kesehatan

Ikan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan sangat

diperlukan oleh manusia, karena selain mudah dicerna ikan juga mengandung asam

(24)

dalam tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai

komposisi kimia sebagai berikut (Yuzuv, 2009):

− Air : 60,0 - 84,0%

− Protein : 18,0 - 30,0 %

− Lemak : 0,1 - 2,2 %

− Karbohidrat : 0,0 - 1,0%

− Vitamin : 3,0 - 4,5%

− Mineral : 2,0 – 2,52%

Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada

umur, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan. Bagi tubuh manusia, daging ikan

mempunyai beberapa fungsi yaitu (Anonimous, 2009):

1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas

kehidupan sehari-hari

2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh

3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit

4. Memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh.

Kekurangan dalam mengkonsumsi ikan dapat berakibat timbulnya penyakit,

seperti kwarsiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang,

serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak – anak).

Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih

memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan dari pada produk hewani lainnya,

(25)

1. Perairan Indonesia yang sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi

potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, pemenuhan akan

protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan masih sangat

memungkinkan.

2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20 %) dan tersusun oleh

sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola asam amino di dalam tubuh

manusia. Hal itu membuat, ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi. Berdasarkan

hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis 90%. Adapun yang

dimaksud dengan nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah protein yang

dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila

berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap

oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang.

3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat

(tendon) sehingga mudah dicerna oleh tubuh.

4. Meskipun daging ikan mengandung lemak sangat tinggi (0,1 – 2,2%), namun

25% dari jumlah tersebut merupakan asam–asam lemak tak jenuh yang sangat

dibutuhkan manusia dan memiliki kadar kolesterol yang sangat rendah, hal itu

membuat daging ikan tidak berbahaya bagi manusia khususnya bagi orang–orang

yang menderita penyakit kolesterol.

5. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh

manusia, seperti : K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y. Selain itu ikan

(26)

manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit dan proses pembentukan

tulang, terutama pada anak balita.

6. Ikan dapat dengan mudah disajikan dalam berbagai bentuk pangan olahan.

7. Harga ikan relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani

lain. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan

protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah.

8. Daging ikan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi

kesehatan, agama, suku, maupun tingkat perekonomian.

Disamping keuntungan–keutungan diatas, ikan juga memiliki beberapa

kelemahan, seperti (Afrianto, 2005):

1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati

netral, sehingga menjadi media yang baik utuk pertumbuhan bakteri pembusuk

maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang

cepat membusuk, bahkan lebih cepat dibanding dengan sumber protein hewani yang

lain.

2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga

sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan daging

sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan

mikroorganisme.

3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat

mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada

tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa

(27)

Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang

terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi

pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah

mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging

menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh

bagian luar (Yuzuv, 2009).

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat

menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan

kerugian yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena

itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk

perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto,

2005).

2.4. Pengawetan Ikan

Proses pengolahan dan pengawetan merupakan salah satu bagian penting dari

mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan

produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk

perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan

pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin

dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran

mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktivitas enzim,

mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap segar sampai ke konsumen

(28)

Adapun tujuan utama proses pengawetan dan pengolahan ikan adalah

(Anonimous, 2008):

1. Mencegah proses pembusukan ikan, terutama pada saat produksi melimpah.

2. Meningkatkan jangkauan pemasaran.

3. Melaksanakan diversifikasi pengolahan produk-produk perikanan.

4. Meningkatkan pendapatan nelayan atau petani ikan.

2.4.1. Cara Pengawetan Ikan

Proses pengawetan ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Afrianto,

2005) :

1. Pengawetan dengan suhu rendah

Aktivitas penyebab pembusukan pada ikan dapat dikurangi atau dihentikan bila

suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah.

Penggunaan suhu rendah meliputi pendinginan dan pembekuan. Ikan yang

didinginkan atau dibekukan akan mempunyai daya awet yang temporer, artinya ikan

tersebut akan tetap segar selama disimpan ditempat yang bersuhu rendah. Oleh

karena itu, biasanya selama dalam pengangkutan atau sebelum diolah menjadi produk

lain, ikan selalu diusahakan tetap berada dalam lingkungan bersuhu rendah agar

kualitasnya tetap baik dan memenuhi syarat sebagai ikan segar.

Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan mempunyai prinsip

yang sama, yaitu mengurangi atau menghentikan sama sekali aktivitas penyebab

pembusukan. Perbedaan kedua proses tersebut hanya terletak pada suhu akhir yang

digunakan. Suhu akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 0°C,

(29)

Pengawetan dengan pendinginan biasanya menggunakan es batu, udara dingin

dan pengawetan dengan pembekuan yang biasanya menggunakan sharp freezer, multi

plate freezing, air blast freezing dan brine freezing.

2. Pengawetan dengan penggaraman

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu proses

penggaraman dan proses pengeringan yang mempunyai tujuan untuk memperpanjang

daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman akan

menjadi lebih awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri

penyebab pembusukan pada ikan. Cara kerjanya adalah garam menyerap cairan tubuh

ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan

bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga

menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan

akhirnya mati.

Setelah digarami, selanjutnya ikan dijemur dibawah sinar matahari langsung

sampai kering. Proses pengeringan ini dilakukan untuk membantu menurunkan cairan

dalam tubuh bakteri, terutama bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi

tinggi sehingga aktivitasnya dapat dihambat, bahkan bakteri dapat dibunuh. Contoh

dari pengawetan ini adalah ikan asin.

3. Pengawetan dengan pengasapan

Pada dasarnya, proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktivitas

penggaraman, pengeringan dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur

yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang terdiri

(30)

komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan berbeda. Kandungan unsur

kimia yang terdapat dalam asap adalah air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam

formiat, phenol dan karbondioksida yang berperan sebagai desinfektan pemberi

warna dan bahan pengawet. Sebelum diasapkan, biasanya didahului dengan proses

penggaraman dan pengeringan yang bertujuan untuk membunuh bakteri dan

mempermudah partikel asap melekat pada tubuh ikan. Beberapa metode pengasapan

antara lain pengasapan panas, pengasapan dingin dan pengasapan listrik.

4. Pengawetan dengan pemindangan

Proses pemindangan merupakan perebusan ikan dalam air garam. Faktor-faktor

yang mempengaruhi mutu ikan pindang adalah kesegaran ikan, garam dan kondisi

linkungan (kebersihan alat dan bahan, proses pembuatan pindang dan penyimpanan

hasil pemindangan). Banyak cara pemindangan yang telah dilakukan, antaranya

(Nuraini, 2008) :

a. Perebusan dengan larutan garam jenuh selama 10 menit

b. Penambahan bumbu (bawang putih dan kunyit).

c. Perebusan dalam air garam 10%.

Tetapi dari hasil pemindangan seperti di atas, akan mudah busuk karena kadar air

yang tinggi.

5. Pengawetan dengan fermentasi

Proses pengawetan ikan dengan fermentasi yaitu dengan melibatkan peran

mikroorganisme, umumnya dengan menggunakan bakteri asam laktat karena bakteri

asam laktat mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam asetat,

(31)

untuk menghambat pertumbuhan bakteri perusak. Faktor-faktor yang mempengaruhi

fermentasi antara lain asam, penggunaan kultur murni, suhu, oksigen dan bakteri

asam laktat (Sunarman, 2000).

2.5. Kubis (Brassica oleracea)

Kubis (Brassica oleracea) adalah nama sayuran yang sangat popular di

Indonesia dan biasa disebut “kol”. Kubis biasanya dipakai sebagai lalapan atau

campuran sayur-sayuran. Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat. Nama

‘kubis’ diambil dari bahasa inggris ‘cabbage’ yang juga merupakan pinjaman dari

bahasa Normandia ‘caboche’. Nama ‘kol’ diambil dari bahasa Belanda “kool”. Warna

sayuran ini umumnya adalah hijau sangat pucat sehingga disebut (forma alba) putih.

Namun demikian terdapat pula kubis warna hijau (forma viridis) dan ungu (forma

rubra) (Ekasari, 2009).

Kubis (Brassica oleracea) menyukai tanah yang sarang dan tidak becek.

Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, kubis biasanya ditanam di daerah

pegunungan tropic. Jika di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat

rentan terhadap ulat pemakan daun misalnya Plutella. Tanaman kubis juga dapat

diperbanyak dengan biji atau stek tunas (Pracaya, 1997).

Kubis adalah salah satu dari berbagai jenis tanaman dari Kelompok capitata

spesies Brassica oleracea dari keluarga mustar Brassicaceae (atau Cruciferae). Lebih

umum, istilah kubis juga telah digunakan untuk menyertakan beragam bentuk-bentuk

hortikultura yang dikembangkan dari kubis liar (Brassica oleracea), yang berasal dari

spesies yang sama, tapi ditempatkan dalam kelompok-kelompok yang berbeda,

(32)

(Gemmifera Group), dan

cluster (Wikipedia, 2009).

2.5.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea )

Kerajaan : Plantae

2.5.2. Air Kubis (Brassica oleracea ) sebagai Pengawet Ikan

Air kubis diperoleh dari kubis yang mengalami pembusukan atau fermentasi

dengan bantuan garam dan didiamkan selama 2 hari. Fermentasi terbagi dua tipe

berdasarkan tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobik dan anaerobik. Tipe

aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen, sedangkan tipe

anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen. Tipe

anaerobik ini hanya menghasilkan sebagian energy, karbondioksida dan air, termasuk

sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volitle, alkohol dan ester.

Sistem pengawetan dengan metode fermentasi merupakan proses pengawetan

pangan yang alami (ikan, hasil tanaman, daging, dll) dengan memanfaatkan

(33)

Leuconostoc mesenterousdes, Streptococcus faecalis, dan S. lactis. Pertumbuhan

kelompok bakteri ini mampu menurunkan nilai pH substrat hingga di bawah 4,5.

Pada pH tersebut, pertumbuhan kelompok bakteri lain dapat dihambat. Proses

fermentasi dapat dilakukan secara mudah, murah dan sederhana, aman dan tidak

mengurangi nilai organoleptik bahan pangan (Amin, 2001).

Produk ikan awetan secara fermentasi juga dapat dilakukan dengan

memanfaatkan limbah kubis (Brassica oleracea). Karena dari hasil fermentasi kubis

akan menghasilkan asam laktat yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan.

Limbah kubis dapat diperoleh dari pedagang kubis yang selalu membuang lapisan

luar dari daunnya sebelum dipasarkan.

Beberapa alasan penggunaan pengawet pada bahan makanan adalah karena

daya tahan makanan yang terbatas dan mudah rusak sehingga dengan adanya

pengawet makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, pengawet juga digunakan

untuk mencegah aktivitas mikroorganisme pada makanan tersebut (Wikipedia, 2009).

2.5.3. Manfaat Kubis Bagi Kesehatan

Kubis (Brassica oleracea) segar mengandung air, protein, lemak,

karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin,

riboflavin, nicotinamide) dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung senyawa

sianohidrosibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan

glutation, suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat- zat

beracun yang beredar dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis

dapat mencegah skorbut (scurvy). Kandungan zat aktifnya, sulfofaran dan histidine

(34)

detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan tembaga yang

berlebihan dalam tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker.

Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan kadar

kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat. Manfaat lain

dari kubis juga dapat membantu ibu menyusui dan mengurangi bengkak (Dalimarta,

2001).

2.6. Penyalahgunaan Formalin sebagai Pengawet Ikan

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsetrasi 10-40% dari

formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan.

Melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet nonmakanan. Formalin

mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya

formol, methylene aldehyde, parafori, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene

glycols, methanol, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith,

tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene, dan methylene

glycol. Di pasaran formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah di encerkan,

dengan kandungan formaldehid 10-40 persen (Yuliarti, 2007).

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,

misalnya sebagai anti bakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan

industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun

serangga lainnya. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur

minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk

(35)

untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci

piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin, dan karpet (Anonimous, 2009).

Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan

bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif

dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.

Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya

sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati mati akibat formalin dari pada

akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan

untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan

sebagai bahan pengawet mayat yang akan dipelajari dalam pendidikan mahasiswa

kedokteran maupun kedokteran hewan. Untuk pengawetan biasanya digunakan

formalin dengan konsentrasi 10 % (Yuliarti, 2007).

Besarnya manfaat di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk

pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industry

rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai

POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah

mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya (Anonimous, 2008 ).

Sangat dimengerti mengapa formalin disalahgunakan, selain harganya yang

sangat murah dan mudah didapatkan, produsen sering kali tidak tahu kalau

penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa

menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya.

Jangan dikira dengan mengurangi kadarnya, formalin juga tidak dapat hilang dengan

(36)

makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apa pun. Dampak formalin bagi

kesehatan (Yuliarti, 2007 ):

1. Akut : merupakan efek yang langsung terlihat seperti alergi, iritasi, mual, muntah,

sakit perut dan pusing, radang tenggorokan, sakit kepala, dan pada konsentrasi

yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

2. Kronik : merupakan efek yang terlihat setelah terkena dalam jangka panjang

seperti gangguan pencernaan, hati, gangguan pankreas, system saraf pusat, dan

bersifat karsinogen.

2.7. Kerangka Konsep

Direndam

Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Air Kubis (Brassica oleracea)

Berapa Lama Ikan Bertahan (awet)

Waktu Perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)

- 1 jam

- 2 jam

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk pre eksperimen yaitu untuk mengetahui efektifitas air

kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung.

Penelitian ini menggunakan metode One Group pretest-postest design, yaitu

penelitian dilakukan dengan 3 perlakuan ditambah dengan 1 kontrol, dimana setiap

perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Jl. William Iskandar

Pasar V Barat I No. 4 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010.

3.3 Objek Penelitian

Adapun objek penelitian adalah ikan kembung (Scomber canagorta) segar

yang akan diawetkan dengan air kubis (Brassica oleracea). Dalam penelitian ini,

pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan penelitian sebanyak 12 ekor, dimana

(38)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data-data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil penelitian yaitu :

5. Lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan perendaman air kubis.

6. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 1 jam.

7. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 2 jam.

8. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 3 jam.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Studi Kepustakaan.

3.5. Alat dan bahan penelitian 3.5.1. Alat

1. Wadah/ Baskom

2. Pisau

3. Timbangan Elektrik AND HM-200

4. Timbangan Tekhnis Ishida

3.5.2. Bahan

1. Air Bersih 1 liter

2. Kubis (Brassica oleracea) 100 gr

(39)

4. Ikan Kembung (Scomber canagorta) 12 ekor masing-masing berukuran

200-250 gr/ekor.

3.6 Cara Kerja Penelitian

3.6.1 Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Segar

1. Dipilih ikan kembung (Scomber canagorta) yang masih segar sebanyak 12

ekor (2 kg 4 ons) .

2. Ikan kembung (Scomber canagorta) yang segar memiiliki ciri-ciri :

a. Ikan kembung segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih,

tidak terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan

dengan jari kulitnya tidak mudah berbekas.

b. Tidak mempunyai aroma selain bau khusus yang biasa tercium dari

ikan.

c. Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat

dengan daging dan daging dengan tulang.

d. Memiliki insang merah terang.

e. Memiliki dua mata yang bercahaya.

f. Tidak mengambang di permukaan air.

3.6.2 Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea)

1. Kubis dicuci terlebih dahulu.

2. Kemudian kubis diiris sepanjang 0,5 cm sebnyak 100 gr.

3. Garam ditimbang sebanyak 25 gr, kemudian masukkan ke dalam wadah yang

(40)

4. Kemudian kubis dimasukkan kedalam wadah yang berisi air yang telah

bercampur garam tersebut.

5. Setelah itu diaduk rata, lalu ditutup rapat dan di diamkan selama 2 hari.

Setelah 2 hari (2x24 jam), di dalam kubis tersebut terdapat asam laktat dari

hasil proses pembusukan yang dapat digunakan sebagai pengawet ikan.

3.6.3 Pengawetan Ikan Kembung dengan Air Kubis

1. Ikan kembung yang segar sebanyak 12 ekor ( 2 kg 4 ons) dicuci dengan air

sampai bersih. Setelah itu tiriskan air yang masih tersisa pada ikan tersebut.

2. Sementara itu, sediakan 4 wadah dimana wadah I tidak diisi dengan air kubis

sedangkan wadah II, III, dan IV masing-masing diisi dengan air kubis. Air kubis

yang telah didiamkan selama 2 x 24 jam sebelum di masukkan ke wadah

disaring terlebih dahulu.

3. Setelah itu ikan kembung tersebut dimasukkan dalam wadah masing-masing

sebanyak 3 ekor. 3 ekor masing-masing mempunyai berat lebih kurang 200

gr/ekor.

4. Untuk perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah II dilakukan

selama 1 jam, perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah III

dilakukan selama 2 jam dan perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam

wadah IV dilakukan selama 3 jam. Sedangkan ikan kembung dalam wadah I

dibiarkan tanpa perendaman.

5. Setelah dilakukan perendaman, maka ikan kembung dibiarkan dalam suhu

kamar sampai terjadi pembusukan. Suhu yang diukur pada saat penelitian

(41)

kelihatan suram, kusam dan berlendir. Mata cekung, insang berwarna coklat

gelap dan berlendir, dan dinding perut lembek.

6. Perhatikan masing-masing perlakuan setiap jam, kemudian perhatikan

perubahan yang terjadi pada ikan kembung dan catatlah berapa lama ikan

kembung bisa bertahan tetap segar pada setiap perlakuan.

3.7 Defenisi Operasional

1. Ikan kembung adalah salah satu jenis ikan laut yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat.

2. Air Kubis merupakan bahan yang digunakan sebagai pengawet yang

mengandung asam laktat.

3. Lama bertahan yaitu waktu yang diperlukan ikan kembung untuk

membusuk sebelum dan sesudah proses pengawetan dilakukan.

4. Ikan awet yaitu apabila ikan kembung masih berpenampilan baik, dagingnya

cukup lentur, tidak mempunyai aroma selain bau khas ikan, warna

insangnya masing merah dan matanya masih bercahaya.

5. Waktu Perendaman yaitu lama ikan kembung direndam dalam air kubis.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ini, dianalisa dengan teknik

perbandingan yaitu membandingkan berapa lama keawetan ikan kembung (Scomber

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pengamatan air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010

Hasil penelitian tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam

mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) yang dilakukan di Laboratorium

Kesehatan Medan selama 1 minggu, dimulai dari pembuatan air kubis, pengambilan

sampel, dan membuat 4 perlakuan yang salah satunya kontrol dan dilakukan

pengulangan sebanyak 4 kali.

Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan, diketahui

bahwa sebelum dan sesudah perlakuan perendaman dengan air kubis, dan dengan

pengulangan sebanyak 4 kali keawetan ikan kembung tidak sama. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)

No Perlakuan

Lama ikan kembung (Scomber

(43)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) dalam berbagai perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica

oleracea) maupun kontrol berbeda hasilnya. Dari hasil pengamatan ikan kembung

(Scomber canagorta) tanpa perendaman bertahan selama 5-6 jam dan setelah itu

sudah terlihat tanda-tanda ikan mulai membusuk seperti mata yang sudah mulai

cekung dan suram, sedikit berlendir, baunya sudah bau busuk, insangnya sudah

berwarna kecoklatan (pucat), kulitnya sudah mulai berlendir dan tekstur daging sudah

sangat lembek. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan perendaman

dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1 jam menghasilkan ikan kembung yang

awet selama 10-11 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan

perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 2 jam menghasilkan ikan

kembung yang awet selama 15-16 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan

perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam menghasilkan ikan kembung

yang awet selama 11-12 jam.

4.2. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010

Pengamatan keawetan ikan dilihat dari ciri – ciri fisik secara visual pada

setiap sampel. Masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, selanjutnya

dilakukan perbandingan dengan tanpa perendaman dan sesudah ikan kembung

(Scomber canagorta) direndam dengan air kubis (Brassica oleracea). Pengamatan

ikan tanpa perendaman (kontrol) menjadi dasar untuk melihat efektifitas air kubis

(44)

paling baik dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) adalah

perendaman air kubis selama 2 jam, karena pada rata- rata pengulangan didapat

keawetan ikan 15-16 jam yaitu pengulangan pertama 16 jam, pengulangan kedua 16

jam, pengulangan ketiga 15 jam dan pengulangan ke empat 16 jam.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa perendaman ikan selama 2 jam paling

baik, selama 15–16 ikan masih segar, tidak bau busuk, kulitnya tidak berlendir, jika

dipegang masih keras, insang nya merah, matanya masih cerah. Dari perendaman

selama 1 jam diperoleh lama awet 10-11 jam, dari perendaman selama 3 jam

diperoleh lama awet selama 11-12 jam, sedangkan ikan tanpa perendama atau pada

kontrol ikan hanya bertahan lebih kurang 6 jam.

Pengulangan perlakuan sebanyak 4 kali untuk setiap sampel bertujuan

mengetahui efektifitas air kubis dalam mengawetkan ikan, karena jika hanya

dilakukan sekali perlakuan saja kemungkinan terdapat faktor teknis (peneliti dan

peralatan) dan non teknis (lingkungan) yang yang menyebabkan hasil pengawetan

ikan yang diperoleh tidak benar, namun pengulangan sebanyak 4 kali, yang kemudian

(45)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan tahun 2010

Penelitian ini dilakukan mengingat banyaknya kejadian yang menggunakan

formalin sebagai pengawet ikan. Hal ini terlihat dari hasil uji laboratorium BPOM

pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa 52,63% dari sampel ikan yang diteliti di

Jakarta positif mengandung formalin, sedangkan untuk wilayah Bandar Lampung

35,56% (BPOM, 2006). Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi

pilihan karena formalin mudah ditemukan dan harganya murah yang mana bisa

mengurangi biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh produsen selama masa

penangkapan ikan. Namun tanpa disadari, penggunaan formalin pada pengawetan

ikan memiliki dampak negatif bagi kesehatan apabila terkonsumsi oleh manusia.

Berdasarkan penelitian Novenda dkk (2005) tentang pemanfaatan air kubis

dalam mengawetkan ikan segar, menunjukkan bahwa kandungan asam laktat yang

diperoleh dari rendaman air kubis dapat mempertahankan keawetan ikan selama 12

jam. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin (2001),

menunjukkan bahwa ikan Jambal Siam segar yang direndam dalam larutan hasil

fermentasi limbah kubis selama 2 jam dapat memperpanjang masa simpan

(keawetan) ikan hingga 18 jam pada suhu kamar. Hal ini membuat peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan air kubis (Brassica oleracea)

sebagai pengawet alami yang mudah di dapat, murah harganya dan aman bagi

(46)

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetakn ikan kembung (Scomber canagorta) dengan

menggunakan 4 macam perlakuan yaitu tanpa perendaman sebagai kontrol,

perendaman ikan dengan air kubis selama 1 jam, 2 jam, 3 jam masing-masing dengan

4 kali pengulangan. Penelitian ini menggunakan 12 ekor ikan kembung (Scomber

canagorta) dalam masing-masing perlakuan, yang dibeli dari pedagang ikan

Belawan, dimana ikan baru ditangkap dan langsung dipasarkan tanpa menggunakan

pengawet. Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ikan sebelum dilakukan

perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea).

Masing-masing sampel dilakukan perendaman dengan fermentasi air kubis

(Brassica oleracea) selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dan dilakukan pengulangan

sebanyak 4 kali. Tujuan pengulangan ini bertujuan untuk mengurangi bias dan

kemungkinan terjadinya kesalahan teknis dan non-teknis pada saat dilakukan uji coba

(perendaman) terhadap sampel.

Berdasarkan tabel 4.1. terlihat pada kontrol atau tanpa perendaman ikan

kembung (Scomber canagorta) hanya bertahan 5-6 jam. Pada saat pengamatan ikan

kembung tanpa perendaman setelah 6 jam sudah menunjukkan tanda-tanda ikan

busuk, seperti mata suram dan sudah ada lendir, kulit sudah berlendir dan jika ditekan

jari berbekas dan mudah sobek, insang sudah berwarna kecoklatan pucat.

Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang

terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi

(47)

Pada perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1

jam, dihasilkan ikan awet selama 10-11 jam. Pada perlakuan perendaman dengan air

kubis selama 2 jam, dihasilkan ikan awet selama 15-16 jam. Pada perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 3 jam, dihasilkan ikan awet selama 11-12 jam.

Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa lama ikan awet tidak sama, tanpa

perendaman dan sesudah perlakuan perendaman ikan kembung selama 1 jam, 2 jam,

dan 3 jam. Perlakuan yang berbeda-beda maka berbeda pula efektifitas air kubis

(Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta). Dari

hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman belum tentu

menghasilkan keawetan ikan yang paling baik.

Perlakuan perendaman selama 2 jam menghasilkan ikan kembung yang

terbaik, sedangkan perlakuan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang mudah

berbau tengik kemudian perlakuan perendaman dengan 3 jam menghasilkan rasa

yang terlalu asam dan teksturnya rapuh sehingga kurang disukai. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

keasaman larutan hasil fermentasi kubis (Brassica oleracea) yang digunakan dalam

perendaman ikan (Amin, 2001).

Adapun parameter yang digunakan dalam menentukan kesegaran ikan dapat

dilihat dari parameter fisik adalah (Anonimous, 2009):

1. Kenampakan Luar

a. Cerah, tidak suram (segar) karena perubahan biokimia belum terjadi,

(48)

b. Makin lama menjadi suram warnanya, berlendir sebagai akibat

berlangsungnya atau berkembangnya mikroba.

2. Kelenturan Daging Ikan

a. Ikan segar dagingnya cukup lentur, apabila dibengkokkan akan kembali

kebentuk semula.

b. Kelenturan ini disebabka belum terputusnya benang-benang daging.

c. Pada ikan yang telah busuk, sudah banyak benang-benang daging yang

sudah putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak.

3. Keadaan Mata

a. Ikan segar biasanya matanya cerah dan menonjol keluar,

b. Ikan busuk, cekung masuk kedalam rongga mata.

4. Keadaan Daging

a. Ikan segar dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari berubah maka

bekasnya akan segera kembali.

b. Permukaan tubuh belum terdapat lendir.

c. Setelah beberapa jam ikan menjadi kaku dan akhirnya ikan kehilangan

tetkstur kenyalnya.

5. Keadaan Insang dan Sisik

a. Ikan segar, insang berwarna merah cerah.

b. Ikan tidak segar ikan menjadi cokelat gelap dan sisikny mudah lepas dari

(49)

c. Insang merupakan pusat darah mengambil Oksigen dari dalam air.

Kematian ikan menyebabkan peranan darah berhenti, darah teroksidasi

sehingga warnanya berubah menjadi gelap.

Metode atau cara penangkapan dan pendaratan ikan dan cara penanganan

pasca ikan ditangkap juga menentukan kesegaran dan kualitas ikan.

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha

pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar,

terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha

untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen

melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto, 2005).

Para pedagang ikan dapat mengaplikasikan air kubis (Brassica oleracea)

sebagai pengawet alami dan juga dapat disosialisasikan kepada masyarakat agar

menggunakan air kubis dalam mengawetkan ikan yang aman bagi kesehatan.

Air kubis (Brassica oleracea) dapat mengawetkan ikan karena di dalam kubis

mengandung asam laktat. Asam laktat secara struktur adalah asam karboksilat dengan

satu gugus hidroksil yang menempel pada gugus karboksil, dengan rumus kimia

(CH3-CHOH-COOH). Asam laktat yang dihasilkan oleh proses fermentasi kubis

dapat menyebabkan pH substrat menjadi 3 sampai 4,5 sehingga cukup untuk

menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman.

Jika bakteri tersebut terkonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare dan

(50)

Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga dihasilkan

khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin, yaitu sejenis

antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menonaktifkan reaksi kimia yang

dihasilkan oleh bakteri fekal dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya. Selain

itu hasil fermentasi tersebut juga dapat menghasilkan senyawa penghambat kolesterol

(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari efektifitas air kubis

(Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di

Medan tahun 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan tanpa perendaman (kontrol) terhadap ikan kembung, menghasilkan

ikan kembung awet rata-rata 5 jam 45 menit.

2. Perlakuaan perendaman dengan air kubis selama 1 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata 10 jam 45 menit.

3. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 2 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata 15 jam 45 menit.

4. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata11 jam 45 menit.

6.2. Saran

Air kubis (Brassica oleracea) adalah salah satu pengawet alami yang aman

bagi kesehatan. Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Bagi instansi terkait seperti Dinas Perikanan, Badan Pengawasa Obat dan

Makanan BPOM dapat mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya

pedagang ikan agar dapat menggunakan air kubis sebagai pengawet ikan yang

(52)

2. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan

melihat hubungan antara pengawetan dengan air kubis dengan perubahan

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Pengawetan Ikan.

_________, 2008. Pengawet dan Bahan Kimia

Maret 2010.

_________, 2009. Pendingin Pembekuan dan Pengawetan. http://www.iptek.net.id. Diakses tanggal 22 Februari 2010.

Amin, Wazna, 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam Asap yang Telah Diawetkan Secara Ensiling. Jurnal Natur Indonesia. No 4. Vol 4. 2001.

Afrianto, Eddy., Eviliviawati, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini, 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran Untuk Memproduksi Bioamasa Lactobacillus plantarum Sebagai Bahan Edible Coating Dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Lembaga Penelitian UNPAD. Bandung.

Burhanuddin, 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta

BPOM R.I., 2006. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Keterangan Pers Nomor : KH.00.01.1.241.002 Tentang Penyalahgunaan Formalin Untuk Pengawet Mie Basah, Tahu dan Ikan Tahun 2006. Jakarta

Dalimarta, Setiawan, 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Niaga Swadaya, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Jakarta

Ekasari, Wiwied. 2009. Kubis Sayur yang Kaya Manfaat. Departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

(54)

Nuraini, Rahma. 2008. Teknik Pengawetan Ikan Untuk Dikonsumsi Dengan Metode Fermentasi Ensiling. Institut Teknologi Bandung.

Pracaya, 1997. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya , Jakarta

Siswanto, Hadi, 2003. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta

Sunarman, Ir., Murniyati, S.A., Ir, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Suriawiria, Unus. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung

Urip, 2000. Kajian Tentang Kandungan Logam Cu,Cd, dan Pb Pada Bahan Baku Pembuatan Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) di Pesisir Belawan Kotamadya Medan. Pusat Penelitian Lingkungan, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, 2009. Kubis. http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis. Diakses tanggal 23 Februari 2010.

Wikipedia, 2009. Brassica Oleracea.

diakses tanggal 22 Desember 2009.

Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi, Yogyakarta

Yuzuv, 2009. Pengenalan Metode Pengawetan Ikan Secara Sehat dan Ekonomis dengan Fermentasi 2010

Zaifbio, 2009. Efektifitas Bakteriosin dari Lactobacillus Terhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah. Lembaga Penelitian Univesitas Padjajaran Bandung.

(55)

Lampiran 1. Pembuatan air kubis (Brassica oleracea)

(56)

Lampiran 3. Ikan kembung kontrol dan perendaman dengan air kubis

(57)

(58)

Gambar

Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica

Referensi

Dokumen terkait