PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA
VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK
SKRIPSI
OLEH:
JOHANRIS SITANGGANG
030305038/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA
VISUAL, ORGANOLEPTIK, KIMIAWI, DAN FISIK
SKRIPSI
OLEH:
JOHANRIS SITANGGANG
030305038/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ir. A. Halim Sulaiman, M.Sc. Ir. Ismed Suhaidi, M.Si. Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
THE STORAGE TIME EFFECT ON BEEF BALLS
PRESERVED BY FORMALIN USING VISUAL, ORGANOLEPTIK, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS
The aim of this research was to analyze the effect of storage time on beef balls preserved by formalin using visual, organoleptic, chemical and physical methods. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factor i.e; formalin concentration (K): 0, 100, 1000, and 10.000 ppm and storage time (L): 0, 1, 2, and 3 days. Parameter analyzed where visual value (with picture), physical test (moisture content and weight change), organoleptic test (texture, colour, and formalin smell), and chemical test. The result showed that formalin concentration had highly significant effect on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture and weight change. The storage time had highly significant effect on the moisture content, texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the weight change. The interaction of the formalin concentration and the storage time had highly significant on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture content and weight change. Beef balls preserved by formalin can be detected by its hard texture and formalin smell, also with chemical test using Tollens reagent and KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N indicator.
Keyword: Beef balls, formalin, storage time, organoleptic test, chemical test and physical test
ABSTRAK
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK,
KIMIAWI, DAN FISIK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap bakso daging sapi yang diformalin. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu, konsentrasi formalin (K); 0, 100, 1000, dan 10.000 ppm dan lama penyimpanan (L); 0, 1, 2, dan 3 hari. Parameter yang diamati adalah secara visual (dengan gambar), secara fisik (kadar air dan perubahan berat), secara organoleptik (tekstur, warna, dan bau formalin) dan secara kimiawi (dengan indikator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap terhadap kadar air dan perubahan berat. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap perubahan berat. Interaksi konsentrasi formalin dan lama peenyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan perubahan berat. Formalin pada bakso dapat dideteksi dengan melihat tekstur yang sangat kenyal dan adanya bau formalin, dapat juga dilakukan dengan uji kimiawi dengan menggunakan indikator reagen Tollens atau KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N.
RINGKASAN
JOHANRIS SITANGGANG, “Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap
Bakso Daging Sapi yang Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi, dan
Fisik” dibimbing oleh Ir. A.H Sulaiman, M.Sc selaku ketua pembimbing dan Ir.
Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui cara mendeteksi bakso yang diformalin secara visual, organoleptik,
kimiawi, dan fisik.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor, yaitu
faktor I : Konsentrasi Formalin (K),yang terdiri dari empat taraf, yaitu: K1=0 ppm,
K2=100 ppm, dan K3=1000 ppm , K4= 10.000 ppm dan faktor II: Lama
Penyimpanan (L) yang terdiri dari empat taraf, yaitu : L1= 0 hari, L2,= 1 hari,
L3= 2 hari, dan L4= 3 hari.
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kadar Air (%)
Konsentrasi formalin berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air
bakso daging sapi yang diformalin. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K2
(100 ppm) sebesar 71,99% dan terendah pada K1 (0 ppm) sebesar 71,79%.
Lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air
bakso daging sapi yang diformalin. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan L1
(0 hari) sebesar 72,48% dan terendah pada L4 (3 hari) sebesar 71,30%.
Interaksi antara konsentrasi dan lama penyimpanan berpengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap bakso yang diformalin, sehingga uji LSR tidak
2. Tekstur (Numerik)
Konsentrasi formalin memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap tekstur dari bakso yang diformalin. Tekstur (numerik) tertinggi diperoleh
pada perlakuan K3 (1000 ppm) sebesar 3,49 dan terendah pada perlakuan
K1 (0 ppm) sebesar 2,39.
Lama penyimpanan (hari) memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap tekstur (numerik) dari bakso yang diformalin . Tekstur tertinggi
diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 4,00 dan terendah diperoleh pada
perlakuan L4 (3 hari) sebesar 2,50.
Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari)
memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur (numerik) dari bakso
yang diformalin. Untuk nilai tekstur (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi
perlakuan K1L1, K2L1, K3L1, dan K4L1 sebesar 4,00 sedangkan nilai tekstur
(numerik) terendah diperoleh pada interaksi perlakuan K1L4 sebesar 1,40.
3. Warna (Numerik)
Konsentrasi formalin (ppm) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
warna (numerik) dari bakso yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi diperoleh
pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 3,04 dan terendah pada perlakuan
K1 (0 ppm) sebesar 2,25.
Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap warna (numerik) dari bakso yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi
diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 3,49 dan terendah pada perlakuan
Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari)
memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna (numerik) dari bakso
yang diformalin. Warna (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan
K1L1, K3L1,dan, K4L1, sebesar 3,55 sedangkan terendah diperoleh pada interaksi
perlakuan K1L4 sebesar 1,30.
4. Bau Formalin (Numerik)
Konsentrasi formalin (ppm) memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap bau formalin (numerik) dari bakso yang diformalin. Bau formalin
(numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 2,54 dan
terendah pada perlakuan K1 (0 ppm) sebesar 1,00.
Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap bau formalin (numerik) dari bakso yang diformalin. Bau formalin
(numerik) tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (0 hari) sebesar 1,91 dan
terendah pada perlakuan L4 (3 hari) sebesar 1,58.
Interaksi konsentrasi formalin dan lama penyimpanan memberi pengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap bau formalin dari bakso yang diformalin. Bau
formalin (numerik) tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan K4L1 dan K4L2
sebesar 2,6 sedangkan terendah diperoleh pada interaksi perlakuan K1L1, K1L2,
K1L3, dan K1L4 sebesar 1,00.
5. Perubahan Berat (%)
Konsentrasi formalin (ppm) memberi pengaruh tidak nyata (P>0,05)
terhadap perubahan berat (%) dari bakso. Perubahan berat (%) tertinggi diperoleh
pada perlakuan K4 (10.000 ppm) sebesar 4,00 dan terendah pada perlakuan
Lama penyimpanan (hari) memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap perubahan berat(%) dari bakso yang diformalin. Perubahan berat
tertinggi diperoleh pada perlakuan L2 (1 hari) dan L3 (2 hari) sebesar 0,05 dan
terendah pada perlakuan L1 (0 hari)sebesar 0.
Interaksi konsentrasi formalin (ppm) dan lama penyimpanan (hari)
memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perubahan berat (%),
sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
6. Pengujian Secara Kimiawi (Indikator Kimia)
Pereaksi Schiff hanya efektif dan menunjukkan reaksi yang positif pada
perlakuan K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4. Larutan Fehling tidak efektif untuk semua
konsentrasi formalin. Reagen Tollens untuk ekstrak cairan bakso yang telah
diformalin efektif pada perlakuan K3L1, K3L2, K3L3, K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4.
Larutan KMnO4 0,1 N pada ekstrak cairan bakso efektif pada perlakuan K3L3,
K3L4, K4L1, K4L2, K4L3, dan K4L4. Larutan KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0.1N efektif
RIWAYAT HIDUP
JOHANRIS SITANGGANG dilahirkan di Sosor Galung Tuk-Tuk pada
tanggal 18 Juni 1984. Anak keempat dari 5 bersaudara dari Bapak A. Sitanggang
dan M. Harianja.
Pada tahun 1996 lulus dari SDN 173808 Tuk-Tuk Kabupaten Samosir.
Pada tahun 1999 lulus dari SLTP Budi Mulia Pangururan Kabupaten Samosir dan
pada tahun 2003 lulus dari SMU Seminari Menengah Pematang Siantar dan
diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur
SPMB.
Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Kerupuk
UD. Dani’S Jaya Medan Tuntungan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif
menjadi pengurus IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian),
menjadi pengurus UKM Sepak Bola Fakultas Pertanian dan pengurus UKM
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian
ini.
Adapun judul usulan penelitian ini adalah “Pengaruh Lama
Penyimpanan Terhadap Bakso Daging Sapi yang Diformalin Secara Visual,
Organoleptik, Kimiawi, dan Fisik” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Ir. A. Halim Sulaiman, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing
dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan
bimbingannya kepada penulis dari awal penelitian hingga terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
Terima kasih banyak juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta
ayahanda St. A. Sitanggang dan ibunda M. Harianja atas kasih sayang, doa, dan
pengorbanan kepada saya. Kepada saudara-saudara saya Helpi, Bapak Gabe,
Lorryan, Wira, Ipar saya Ibu Gabe, Gabe, dan Rafaella. Kepada semua keluarga
Opung Boru Sidabutar, Tulang dohot Nantulang, Inanguda dohot Bapauda, Lae,
dan adik-adikku yang tercinta atas dukungan baik materil maupun non materil.
Medan, Mei 2009
DAFTAR ISI
Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso ... 6
Bahan-bahan Pembuat Bakso
Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 14
Aldehid dan Keton ... 16
Sifat-Sifat Aldehid dan Keton Titik Didih... 17
Kelarutan ... 17
Formalin Sifat Fisik dan Kimia Formalin ... 18
Kegunaan Formalin ... 19
Reaksi Formalin dengan Protein ... 21
Bahaya Penggunaan Formalin ... 22
Ciri-ciri Makanan yang Berformalin ... 24
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian... 28
Bahan dan Alat Penelitian
Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi ... 30
Penyiapan Bakso yang Diformalin ... 32
Pengamatan dan Pengukuran Data Penilaian Visual Bakso ... 33
Uji Organoleptik Warna ... 33
Uji Organoleptik Tekstur ... 33
Uji Organoleptik Bau Formalin ... 33
Pengujian Secara Kimiawi ... 34
Pengujian Secara Fisik ... 35
Kadar Air... 35
Perubahan Berat ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Parameter yang Diamati.. 37
Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Parameter yang Diamati .... 38
Kadar Air (%) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Kadar Air Bakso... 39
Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Bakso ... 39
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama Penyimpananterhadap Kadar Air Bakso ... 40
Tekstur (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Tekstur Bakso ... 41
Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Tekstur ... 42
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama PenyimpananTerhadap Tekstur Bakso ... 44
Warna (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Warna Bakso ... 46
Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Warna Bakso ... 47
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama Penyimpanan terhadap Warna Bakso ... 49
Bau Formalin (numerik) Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Bau Formalin Bakso ... 51
Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Bau Formalin Bakso ... 52
Perubahan Berat
Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengaruh Lama penyimpanan terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin dan Lama
Penyimpanan terhadap Perubahan Berat Bakso ... 56 Pengujian Secara Kimiawi (Indikator Kimia) Formalin pada Bakso ... 57
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 59 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso ... 7
2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso ... 7
3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan ... .... 9
4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan ... .. 10
5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan ... . 11
6. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid Dan Keton ... 17
7. Skala Uji Hedonik Warna ... .. 33
8. Skala Uji Hedonik Tekstur ... .. 33
9. Skala Uji Hedonik Bau Formalin ... .. 34
10. Pengujian Menggunakan Indikator Kimiawi ... .. 35
11. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati ... .. 37
12. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... .. 38
13. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Air (%) .. 39
14. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 41
15. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 43
16. Uji LSR Interaksi Konsentrasi Formalin (ppm) dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) ... .. 44
17. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Warna (numerik) ... .. 46
18. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) ... .. 47
dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) ... .. 49
20. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm)
terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 51
21. Uji LSR Pengaruh Lama Penyimpanan (hari)
terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 53
22. Uji LSR Pengaruh Interaksi Konsentrasi Formalin (ppm)
dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Bau Formalin (numerik) ... .... 54
23. Efektivitas Indikator Bahan Kimia Uji Formalin
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman 1. Reaksi Formalin dengan Asam Amino ... 22
2. Skema Pembuataan dan Deteksi Bakso Daging Sapi yang Diformalin ... 36
3. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Air (%) Bakso 40
4. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Tekstur (numerik) Bakso...42
5. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap
Tekstur (numerik) Bakso ... 43
6. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan
Lama Penyimpanan (hari) terhadap Tekstur (numerik) Bakso ... 45
7. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap
Warna (numerik) Bakso ... 47
8. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) Bakso ... 48
9. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan
Lama Penyimpanan (hari) terhadap Warna (numerik) Bakso ... 50
10. Grafik Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap
Bau Formalin (numerik) Bakso ... 52
11. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan (hari) terhadap
Bau Formalin (numerik) Bakso ... 53
12. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Formalin (ppm) dan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Foto Bakso ... 69
2. Data Pengamatan Analisa Kadar Air (%) ... 73
3. Data Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur (numerik) ... 74
4. Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna (numerik) ... 75
5. Data Pengamatan Uji Bau Formalin (numerik) ... 76
ABSTRACT
THE STORAGE TIME EFFECT ON BEEF BALLS
PRESERVED BY FORMALIN USING VISUAL, ORGANOLEPTIK, CHEMICAL AND PHYSICAL METHODS
The aim of this research was to analyze the effect of storage time on beef balls preserved by formalin using visual, organoleptic, chemical and physical methods. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factor i.e; formalin concentration (K): 0, 100, 1000, and 10.000 ppm and storage time (L): 0, 1, 2, and 3 days. Parameter analyzed where visual value (with picture), physical test (moisture content and weight change), organoleptic test (texture, colour, and formalin smell), and chemical test. The result showed that formalin concentration had highly significant effect on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture and weight change. The storage time had highly significant effect on the moisture content, texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the weight change. The interaction of the formalin concentration and the storage time had highly significant on the texture, colour, and formalin smell but had no significant effect on the moisture content and weight change. Beef balls preserved by formalin can be detected by its hard texture and formalin smell, also with chemical test using Tollens reagent and KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N indicator.
Keyword: Beef balls, formalin, storage time, organoleptic test, chemical test and physical test
ABSTRAK
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP BAKSO DAGING SAPI YANG DIFORMALIN SECARA VISUAL, ORGANOLEPTIK,
KIMIAWI, DAN FISIK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap bakso daging sapi yang diformalin. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu, konsentrasi formalin (K); 0, 100, 1000, dan 10.000 ppm dan lama penyimpanan (L); 0, 1, 2, dan 3 hari. Parameter yang diamati adalah secara visual (dengan gambar), secara fisik (kadar air dan perubahan berat), secara organoleptik (tekstur, warna, dan bau formalin) dan secara kimiawi (dengan indikator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi formalin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap terhadap kadar air dan perubahan berat. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap perubahan berat. Interaksi konsentrasi formalin dan lama peenyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap tekstur, warna, dan bau formalin tetapi berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan perubahan berat. Formalin pada bakso dapat dideteksi dengan melihat tekstur yang sangat kenyal dan adanya bau formalin, dapat juga dilakukan dengan uji kimiawi dengan menggunakan indikator reagen Tollens atau KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah
dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung, dan
kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk
olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat.
Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai
sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat.
Di Indonesia bakso tidaklah sulit untuk ditemukan karena sudah
merupakan makanan konsumsi semua lapisan masyarakat sehingga dapat
ditemukan di kaki lima sampai restoran. Industri pembuatan bakso sejalan juga
dengan tingkat kelas konsumennya, tidak jarang bakso telah dikemas sangat baik
dan dijual di plaza yang menyediakan bahan makanan rumah tangga dan
kebutuhan sehari-hari. Ada juga penjual bakso yang naik sepeda dan menawarkan
dengan cara berkeliling dan sasarannya adalah masyarakat kelas bawah.
Tepung tapioka merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam
pembuatan bakso, sebaiknya penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan bakso
daging sapi adalah 15% dari total campuran, sehingga dihasilkan bakso daging
sapi dengan mutu yang baik, karena jumlah daging yang lebih dominan dibanding
bermanfaat sebagai pembentuk tekstur. Jenis tepung yang digunakan juga
mempengaruhi tekstur dari bakso yang dihasilkan. Hal ini disebabkan kandungan
gluten dari setiap jenis tepung berbeda-beda, semakin tinggi kadar gluten tepung
yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan.
Di Indonesia, penggunaan tepung sagu secara umum sebenarnya sudah
tidak asing lagi. Apalagi, bagi masyarakat di Provinsi Papua atau Maluku.
Wahono menyebutkan, penggunaan tepung sagu sebagai bahan campuran produk
mie, roti, dan bakso di Indonesia, karena dari aspek nilai gizi, tepung sagu
mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepung dari tanaman umbi atau
serealia. Menurut Banun Harpini, yang mengutip temuan peneliti dari Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Departemen Pertanian RI, tanaman
sagu mengandung pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatan pencernaan
(BPPT, 2008).
Meskipun bakso sangat mudah ditemukan dan sudah dikenal oleh
masyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang baik dan
aman untuk dikonsumsi masih sangat minim. Hal ini terbukti dengan penggunaan
boraks dan formalin sebagai pengawet banyak ditemukan dan dengan mudahnya
beredar di tengah masyarakat.
Bakso yang mengandung boraks memiliki teksur yang lebih kenyal, bila
digigit akan kembali ke bentuk semula dan warna bakso akan tampak lebih putih.
Ini berbeda dengan bakso yang pada umumnya memiliki warna abu-abu segar dan
merata pada seluruh bagian baik di pinggir maupun di tengahnya
Bakso yang sudah diolah pada umumnya tidak langsung dikonsumsi
secara keseluruhan sehingga harus dilakukan penyimpanan dan untuk
memperpanjang masa simpan maka para pedagang akan memilih bahan pengawet
yang murah dan akan membuat bakso semakin tahan lama. Formalin termasuk
pengawet yang murah dan dapat memperpanjang masa simpan bakso sampai
beberapa hari sebelum laku terjual.
Penggunaan formalin sebagai pengawet dilakukan dalam pengolahan
bakso disebabkan oleh murah harganya dan sangat mudah didapat. Pengawet ini
biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat manusia tetapi jika digunakan
untuk makanan akan bersifat karsinogenik dalam jangka panjang, yang pada
akhirnya akan mengakibatkan kematian.
Penggunaan formalin telah dilarang oleh pemerintah melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI nomor 472 Tahun 1996 tentang pengamanan bahan
berbahaya bagi kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
RI nomor 254 Tahun 2000 tentang tata niaga impor dan peredaran bahan
berbahaya tertentu. Formalin dan rodamin termasuk dalam kategori bahan
berbahaya tersebut yang penggunaanya harus diawasi secara ketat. Pelarangan ini
disebabkan karena formalin sangat berbahaya bagi tubuh, menyebabkan gangguan
saluran pernafasan, pencernaan dan konsumsi dalam jangka panjang bahan dapat
menyebabkan karsinogenik, tetapi karena ulah pedagang masih saja ditemui
makanan yang berformalin.
Pengetahuan masyarakat awam untuk membedakan bakso yang
berformalin masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan yang
Perindustrian. Publikasi ilmiah mengenai cara mendeteksi dan membedakan
produk daging seperti bakso yang berformalin sampai sekarang masih kurang
mencukupi. Hal inilah yang mendorong penulis melakukan penelitian dengan
judul “ Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Bakso Daging Sapi yang
Diformalin Secara Visual, Organoleptik, Kimiawi, dan Fisik”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mendeteksi bakso
yang diformalin secara visual, organoleptik, kimiawi dan fisik.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan
- Sebagai sumber informasi bagaimana mengenal bakso daging sapi
yang diformalin
Hipotesis Penelitian
- Ada pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi formalin terhadap
ciri-ciri visual bakso, sifat-sifat organoleptik, efektifitas pengujian
TINJAUAN PUSTAKA
Bakso
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan
tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih
besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat
adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan
menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu
atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi
adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit
ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji
cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003).
Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat
bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan
bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing
bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas
perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan
dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging
dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso
aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam
jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah
Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah
mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging
yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar,
berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu,
cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan,
misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau
agak abu-abu(Wibowo, 1995).
Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai
tangan, caraya gampang saja ; adonan diambil dengan sendo makan lalu
diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang telah mahir,
untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu
diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan
telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).
Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso
Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai
mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat
diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja
memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).
Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu
penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Adanya jamur atau lendir perlu
diamati, terlebih jika bakso sudah disimpan lama. Kriteria dan deskripsi mutu
sensoris dapat dilihat pada Tabel 1 , sedangkan nilai gizi beberapa bakso
Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso
Parameter Bakso Daging Bakso ikan Penampakan Bentuk bulat, halus,
berukuran seragam, bersih
Warna Cokela tmuda cerah atau sedikit agakkemerahan atau cokelat muda hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang menggangu
Putih merata tanpa warna asing lain.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk, bau bumbu cukup tajam
Bau khas ikan segar rebus dominan dan bau bumbu tajam. Tidak terdapat bau amis, tengik, masam, basi, atau bau busuk Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging
dominan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu
Rasa enak, lezat, rasa ikan dominan sesuai jenis ikan dan rasa bumbu menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu dan tidak terlalu asin.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal, tetapi tidak iat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek. Tidak basah berair dan tidak rapuh
Tekstur kompak, tidak liat, elastis, tidak ada serat daging, tanpa duri dan tulang, tidak lembek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.
Sumber: Wibowo, (1995).
Tabel 2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso
Bahan-bahan Pembuat Bakso
Daging Sapi
Daging didefenisikan sebagai sebuah jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya
hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk
dalam defenisi ini (Soeparno, 1992).
Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging.
Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung
asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot
mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin
(Soeparno, 1992).
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino
esessial. Asam amino esessial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin,
asam glutamat dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin,
dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat
mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada
suhu 700C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu 1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino
Perubahan warna merah ungu menjadi terang pada daging yang baru diiris
bersifat reversible (dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena
oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi coklat. Mioglobin merupakan
pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar.
Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila
terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang
menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan
menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna
cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas,
sehingga menjadi rusak (Astawan, 2008).
Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung
vitamin B, dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi per 100
gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI., (1979)
Penurunan pH daging dari sekitar 6,5 menjadi 5,6 setelah penyembelihan
disebabkan glikogen dalam daging berkurang, namun karena dalam suasana
anaerob (tidak mengandung O2 karena darah tidak mengalir), maka glikogen yang
tinggi maka menurunkan mutu daging karena timbul perubahan-perubahan seperti
warna daging lebih gelap, sukar meresap garam, dan bumbu dan pertumbuhan
bakteri lebih mudah (Syarief dan Irawati, 1988).
Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula
dari karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau.
Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon
(Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian,
pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan, dan
penggilingan (Iryanto, 1985).
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan
dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi
tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih (Radiyati dan Agusto, 2008).
Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Air gram 11,30
Pati gram 88,01
Protein gram 0,50
Lemak gram 0,10
Abu gram 0,09
Sumber: Brautlecht, (1953).
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati
memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana
telah berubah menjadi gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati
saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin
meningkat (Handershot, 1970).
Tepung Sagu
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat
pati yang biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri.
Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada
konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan
dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas
yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia
(Harsanto, 1986).
Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut:
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Protein (g) 0,7
Lemak (g) 0,2
Karbohidrat (g) 84,7
Air (g) 14,0
Fosfor (mg) 13,0
Kalsium (mg) 11,0
Besi (mg) 1,5
Kalori (Kal) 353,0
Bdd (%) 100,0
Sumber: Departemen Kesehatan RI., (1979)
Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu
dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat
kering, kurang lekat, dan kecenderungan higroskopis lebih kuat
Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini
digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan
pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara
sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga.
Untuk industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk
mempertinggi efisiensi hasil dan biaya (Hasbullah, 2008).
Bumbu-bumbu
Selain memberi rasa, bau, dan aroma pada masakan, bumbu itu sendiri
mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan
bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan akan menghasilkan makanan
yang baik, enak, dan menggugah selera makan. Macam bumbu yang banyak
digunakan untuk memasak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bumbu segar
atau bumbu kering (Tarwotjo, 1998).
Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih
sedap. Umumnya dikenal 2 macam bawang yaitu bawang putih (A. satirum)
dengan harga yang relatif lebih mahal dan bawang merah
(Alliumcepa Var ascal onicum). Di Negara barat dikenal juga bawang merah besar
(Onion) atau bawang Bombay (A.ceparatycum) (Syarief dan Irawati, 1988).
Di antara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih,
senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa
tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut
dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi
antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan
kolestrol darah (Wibowo, 1995).
Es Serut
Es menggantikan fungsi air sebagai fase pendispersi dalam olahan bakso
secara manual. Dalam pengolahan bakso secara mesin penggunaan es bertujuan
untuk mengurangi panas yang ditimbulkan oleh alat pembentuk emulsi atau
chopper. Jika suhu tidak diusahakan turun, maka protein akan terdenaturasi
sehingga kemampuan bertindak sebagai pengemulsi akan turun (Elviera, 1988).
Agar bakso yang dihasilkan bagus, daging lumat digiling lagi
bersama-sama es batu dan garam dapur, kemudian ditambahkan bahan yang lain. Garam
dapur dapat juga ditambahkan bersama bumbu lainnya. Kemudian, tepung tapioka
ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk
membuat adonan ini dapat digunakan tangan, atau dengan mesin bertenaga listrik.
Penggunaan es atau air es ini, sebaiknya es batu, sangat penting dalam
pembantukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap
rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin
penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga
berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama
pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga
meningkatkan rendemennya. Untuk itu, dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari
berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Hudaya, 2008).
Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar
selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso
es yang ditambahkan sebanyak 10%-15% dari berat daging
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Garam Dapur
Garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein
dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan
yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam
sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Garam dapur yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso biasanya 2,5% dari
berat daging, sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang
merah, bawang putih, dan merica bubuk. Sebaiknya jangan digunakan penyedap
masakan monosodium glutamat atau yang dikenal dengan sebutan vetsin. Sejauh
ini penggunaan penyedap ini masih menjadi perdebatan karena dicurigai menjadi
penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai penyebab timbulnya
kanker (Wibowo, 1995).
Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi
Berdasarkan kenyataan, untuk dibuat bakso sebaiknya digunakan daging
yang benar-benar segar. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika
mungkin, digunakan daging hewan yang baru dipotong , tanpa dilayukan lebih
dahulu. Akan tetapi, jika suatu hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan
daging dari hewan yang baru dipotong atau daging terpaksa harus disimpan
selama 8 jam atau disimpan beku pada suhu -50C selama 4 hari (BAPEDA-PEMDA,2008)
Daging yang benar-benar segar, dipisahkan lemakdan uratnya. Setelah itu,
daging dilumatkan. Pelumatan itu akan memudahkan pembentukan adonan,
dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga aktin dan miosin yang
merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Agar mudah
lumat, daging dipotong-potong kecil kemudian digiling dengan gilingan daging
dan ditambahkan dengan es batu atau dimsukkan meat separator sehingga
diperoleh daging lumat. Sambil digiling, urat dan serat dipisahkan. Penggilingan
dan pemisahan serat perlu diulang beberapa kali sampai serat terpisahkan semua.
Daging yang sudah bebas serat ini siap dicampurkan dengan bahan lain
(BAPEDA-PEMDA, 2008).
Setelah diperoleh daging lumat yang bersih, halus, dan bebas serat, daging
lumat dibentuk menjadi adonan dan ditambahkan dengan bahan lain. Garam dapur
dapat pula ditambahkan bersama bumbu-bumbunya. Kemudian, tepung tapioka
ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk
membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digurakkan
dengan tangan atau dengan mesin bertenaga listrik (BAPEDA-PEMDA, 2008).
Setelah siap, adonan dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus.
Pembentukan adonan menjadi bola bakso dengan menggunakan tangan atau
dengan mesin pencetak bola bakso. Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya
menggunakan sarung tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong
plastik. Agar adonan tidak menempel ke sarung tangan, digunakan sedikit minyak
tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya
bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses.
Selain itu, keseragaman ukuran juga ikut mempengaruhi mutu bakso
(BAPEDA-PEMDA, 2008).
Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga
matang. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti sudah matang dan
perebusan dapat dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 15 menit.
Setelah itu bakso diangkat, ditiriskan, dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah
dingin, bakso dikemas dalamkantong plastik. Setelah dikemas kantong plastik,
bakso dikemas dalam kotak karton atau kardus untuk dikirim ke pasar. Akan
tetapi jika belum sempat dikirim, sebaiknya bakso dalam kemasan kantong plastik
disimpan dalam ruang dingin, yaitu sekitar 50C. Bakso ini tahan hingga beberapa hari asal suhunya terjaga tetap rendah (50C). Untuk pengiriman ke pasar luar negeri, bakso perlu dikemas vakum lalu dibekukan dalam contact plate freezer
dan disimpan dalam cold storage (BAPEDA-PEMDA, 2008).
Aldehid dan Keton
Aldehid dan Keton memiliki bentuk umum:
R C H
R
C R’
O
O
Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil (C = O). gugus ini
memberikan karakteristik pada aldehid dan keton. Tata nama IUPAC memberikan
Aldehid dan keton merupakan senyawa yang bersifat netral senyawa yang
memiliki atom C kurang dari 4 larut di dalam air dan pelarut organik lainnya
sedangkan senyawa yang memiliki atom C lebih dari 4 sukar larut di dalam air.
Atom C yang rendah biasanya memiliki bau yang tajam seperti formaldehid dan
asetaldehid, tetapi senyawa yang memiliki 6 sampai 12 atom C di dalam suatu
larutan memiliki wangi bunga dan selalu ditambahkan ke dalam pewangi
(English et al., 1971).
Sifat-Sifat Aldehid dan Keton
Titik Didih
Aldehid dan keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul
karena tidak memiliki gugus hidroksil (- OH). Akibanya memiliki titik didih yang
rendah. Aldehid dan keton dapat menarik interaksi polar-polar dari gugus
karbonilnya sehingga titik didihnya lebih rendah daripada sebagian alkana
(Wilbraham and Matta, 1986).
Kelarutan
Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air
yang polar. Anggota deret yang rendah yaitu formaldehid, asetaldehid, dan aseton
bersifat larut dalam air dalam segala perbandingan. Berikut ini disajikan tetapan
Tabel 6. Tetapan Fisis Beberapa Aldehid Dan Keton
Senyawa Titik Leleh (0C) Titik Didih (0C) Kelarutan dalam air (g/100ml)
Aldehid
Formaldehid -92 -21 bercampur sempurna
Asetaldehid -123 20 bercampur sempurna Butiraldehid -99 76 4
Benzaldehid -26 179 0,3 Keton
Aseton -95 56 bercampur sempurna
Metil etil keton -86 80 25
Dietil keton -42 101 5
Benzofenon 48 306 tidak larut
Semakin panjang rantai karbon kelarutan di dalam air semakin menurun. Jika
rantai karbon melebihi lima atau enam karbon dalam air sangat rendah
(Wilbraham and Matta, 1986).
Formalin
Sifat Fisik dan Kimia Formalin
Formaldehid atau metanal adalah suatu senyawa karbon dengan rumus
molekul HCHO ditemukan oleh ahli kimia Jerman Wilhelm von Hofmann pada
tahun 1867. Ia menemukan sendiri senyawa ini dengan mengoksidasi metil
alkohol dengan menggunakan katalis. Pada suhu ruangan berwujud gas, sangat
larut dalam air. Pada konsentrasi 40% dalam pelarut air dengan metil alkohol
ssebagai campuran disebut sebagai formol (formalin) yang merupakan
cairan tidak berwarna, berbau tajam, dan bertitik didih 210C. Namanya menurut tata nama IUPAC yang sistematis adalah metanal dan juga
dikenal sebagai oksida metilen, metanaldehid, dan oxometan
2O [HCOH]
Rumus bangun :
Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat
membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran
untuk gas formalin 4,47 Kkal/gram. Daya bakar dilaporkan rentang volume
12,5 – 80% di udara. Campuran 65 – 70% formaldehid di udara sangat mudah
terbakar. Formaldehid dapat terkomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida
pada suhu 1500C dan pada suhu 3000C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami foto-oksidasi
menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).
Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang
formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung
37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk
menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan
formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut
(Cahyadi, 2006).
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau
menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
memmbakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air
dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar
30-40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan,
yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10% serta dalam bentuk tablet
yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram (Berita Bumi, 2007).
Kegunaan Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya
ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan
pembunuh hama (disinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Penggunaan
formalin diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang,
pakaian, dan kapal.
b. Pembasmi lalat dan serangga.
c. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
d. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.
e. Bahan pembentuk pupuk berupa urea.
f. Bahan pembuat produk parfum.
g. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
h. Bahan untuk isolasi busa.
i. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)
(Oke, 2008).
Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri
vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri.
mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan
adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5% formaldehid dalam waktu 6-12 jam dapat
membunuh bakteri dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora, sedangkan
larutan 8 % dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006).
Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil kemampuannya
menginaktifasi protein dengan cara mengkondensasi dengan asam amino bebas
dalam protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehid meningkat
seiring dengan peningkatan suhu (Lund, 1994).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut
(Herdiantini, 2003).
Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat
sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel
tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali diberikan dalam waktu
lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).
Reaksi Formalin dengan Protein
Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein. Pada
reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus
amina pada posisi lisin diantara gugus-gugus polar dari peptide. Formaldehid
selain mengikat gugus ε-NH2 dari lisin juga menyerang residu tirosin dan histidin.
Peningkatan formaldehid pada gugus ε-NH2 dari lisin berjalan lambat merupakan
reaksi yang searah, sedangkan ikatannya dengan gugus amino bebas berjalan
dalam reaksi ini tidak dapat dihilangkan dengan dianalisis sehingga ikatan ini
turut menyokong kestabilan struktur molekul (Cahyadi, 2006).
Formaldehida dapat membuat ”jembatan” amine yang menghubungkan
asam amino satu dengan yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel
hidup. Inilah sebabnya formaldehida sangat ampuh membunuh kuman-kuman dan
sering digunakan sebagai disinfektan (Iskandar, 2003).
Reaksi formalin dengan protein dapat dilihat pada Gambar 1.
(A)
H + HCOHHCHO
Bahaya Penggunaan Formalin
Penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah
dilarang sejak tahun1982. Pemerintah juga elah mengeluarkan dua peraturan
untuk mengatur penggunaan bahan kimia ini. yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi
Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 254
Tahun 2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya
(Suara Merdeka, 2007).
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara cepat
dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan
menyebabkan kematian sel. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam
tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik
(menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (perubahan fungsi sel) serta orang
yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur
darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah
(Cahyadi, 2006).
Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras,
menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem
reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia
pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan serta penurunan berat badan bayi
yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membran
mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada
seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, dan udem
pulmonary (Smith, 1991).
Penggunaan formalin pada makanan dapat menimbulkan efek akut dan
efek kronis/jangka panjang. Efek akutnya berupa tenggorokan dan perut terasa
terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi
pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah),
kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati,
jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal. Efek
kronis berupa timbul iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, kepala
pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan, dan rasa gatal di
dada. Dan bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker (Hidayat, 2007).
Ciri-ciri Makanan yang Berformalin
Bagi masyarakat awam, untuk dapat membedakan makanan yang
mengandung formalin tentu sangat sulit. Karena hal itu secara akurat hanya dapat
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Namun, BPOM
menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga mengandung
formalin :
a. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri sebagai berikut: Pertama,
mie basah tersebut tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (250C), dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (100C). Kedua, bau mie agak menyengat, yakni bau khas formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket, lebih
mengkilap dibanding mie secara umumnya.
b. Untuk tahu yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri umum pertama, tahu
suhu lemari es. Kedua, tahu keras namun tidak padat. Ketiga, bau agak
menyengat, bau khas formalin.
c. Untuk baso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri secara
umum. Pertama, tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar. Kedua, memiliki
tekstur yang sangat kenyal.
d. Untuk ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin, biasanya tidak rusak
sampai tiga hari pada suhu kamar. Warna insang ikan merah tua dan tidak
cemerlang, dengan warna daging putih bersih, warna mata merah, tubuh ikan
tampak bersih cemerlang, dijauhi lalat, dan memiliki bau menyengat khas bau
formalin.
e. Untuk ikan asin yang mengandung formalin, menurut BPOM tidak rusak
sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar. Warna ikan asin bersih cerah,
namun tidak berbau khas ikan asin.
Ciri-ciri di atas memang hanya bersifat umum, namun setidaknya dapat
memberikan sedikit gambaran kepada kita tentang ciri makanan yang diduga
mengandung formalin. Karena bagaimanapun juga, harus tetap diwaspadai,
jangan sampai makanan yang kita konsumsi malah menuai penyakit, padahal
makanan menjadi sumber kesehatan bagi tubuh (Republika Online, 2007).
Metode Pengujian Formalin pada Makanan
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa cara metode pengujian formalin
yang telah dilakukan secara kualitatif:
a. Penggunaan asam kromatoprat pada ikan, tahu, dan produk lainnya yang
Bahan yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian tambahkan
aquadest mendidih sebanyak 50 ml dan biarkan dingin. Setelah dingin kemudian
tambahkan asam kromatropat sebanyak 5 ml. Produk yang diduga mengandung
formalin akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari bening menjadi
merah muda hingga ungu. Semakin tinggi kadar formalin, maka akan semakin
ungu. Pengujian ini tidak tampak pada bahan yang mengandung formalin kurang
dari 8 ppm.
b. Larutan KMnO4 0,1 N untuk cairan (Sains, 2007)
Cairan dari bahan pangan yang diduga mengandung formalin diambil
sebanyak 10 ml, kemudian ditetesi dengan 1 tetes larutan KMnO4 0,1 N. Jika
warna campuran mengalami perubahan dari ungu menjadi bening maka bahan
mengandung formalin. Jika satu jam tidak mengalami perubahan warna berarti
bahan tidak mengandung formalin. Hasil palsu dapat saja terjadi jika dalam bahan
pangan mengandung reduktor lain bereaksi dengan KMnO4 seperti asam oksalat
dll, tetapi bahan pangan yang berprotein tinggi (ikan basah, baso dan tahu) sangat
kecil kemungkinan mengandung asam oksalat secara alami.
c. Larutan Fuchsin + HCl (Schiff Tes) (Mahdi, 2007)
Bahan yang diduga mengandung formalin dipotong kecil-kecil, kemudian
dihancurkan. Hancuran kemudian ditambahkan aquadest dan disaring airnya. Air
saringannya ini kemudian ditetesi dengan Kit Tes Formalin (campuran Fuchsin
dan HCl), jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda maka bahan
d. Larutan Fehling (Kimia Indonesia, 2007)
Bahan yang diduga mengandung formalin daiambil cairannya kemudian
ditetesi dengan larutan Fehling (A+B). Formalin akan teroksidasi membentuk
asam formiat (sebagai ion), dan endapan berwarna merah yang merupakan Cu2O.
Hasil ini kurang akurat jika pada bahan juga mengandung karbohidrat (gula
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah bakso yang dibuat sendiri dan
bebas formalin yang bahan pembuat bakso dibeli dari Pasar Sore, Padang Bulan,
Medan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2008 hingga selesai di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Kimia
- Formalin (HCHO) 37% - Fuchsin
- Aquadest - HCl 37%
- Larutan NH3 0,25% - NaHSO3
- Larutan AgNO3 0,1N - KNaC4H4O6 4 H2O
- NaOH - CuSO4 5 H2O
- Larutan KMnO4 0,1N - H2SO4 pekat
Alat
- Oven - Gilingan daging
- Timbangan - Desikator
- Beaker glass - Gelas ukur
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:
Faktor I : Konsentrasi Formalin (K)
K1 = 0 ppm
K2 = 100 ppm
K3 = 1.000 ppm
K4 = 10.000 ppm
Faktor II: Lama Penyimpanan (L)
L1 = 0 hari
L2 = 1 hari
L3 = 2 hari
L4 = 3 hari
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n)
adalah sebagai berikut:
Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n - 1 ≥ 15 16n ≥ 31
n ≥ 1,93……..Dibulatkan menjadi 2
Model Rancangan
Percobaan ini dilakukan dengan rancangan Acak Lengkap(RAL) faktorial
dengan Model:
Dimana:
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor L
pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k
μ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari faktor K pada taraf ke-i βj : Efek dari faktor L pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L pada taraf
ke-j
ε
ijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dengan faktor L padataraf ke-j dalam ulangan ke-k
Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan Indikator Kimia Pendeteksi
A. Pereaksi Schiff untuk Aldehid (Ham, 2006)
Ditimbang fuchsin sebanyak 0.25 gram dan natrium bisulfit 4,5 gram
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml lalu ditambahkan aquadest
250 ml kemudian segera alirkan HCl 37% 10 ml secara perlahan dan diaduk
sebentar. Pindahkan ke dalam botol pereaksi coklat, tutup rapat, dan disimpan di
tempat yang terlindung dari cahaya (tempat gelap).
B. Larutan Fehling (Ham, 2006)
a. Alirkan secara perlahan 5 ml H2SO4 pekat ke dalam gelas kimia berisi
100 ml aquadest sambil sesekali diaduk. Kemudian masukkan CuSO4 5
sampai volume larutan menjadi 500 ml dan dipindahkan ke dalam botol
reagen (disebut larutan Fehling A (berwarna Biru)).
b. Siapkan 250 ml aquadest di dalam gelas kimia 600 ml. Timbang NaOH
50 gram dan segera dilarutkan ke dalam aquadest. Kemudian tambahkan
KNaC4H4O64 H2O 173 gram ke dalam larutan NaOH di atas dan encerkan
dengan aquadest hingga volume larutan menjadi 500 ml (disebut larutan
Fehling B).
Campurkan larutan Fehling A dan Larutan Fehling B dengan volume yang sama
pada saat akan digunakan.
C. Reagen Tollens (perak amoniakal) (Normand and Wadddington,1983).
Dibuat larutan AgNO3 0,1 N dalam 200 ml aquadest. Kemudian
ditambahkan 100 ml NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat. Larutan ini
kemudian ditambahkan larutan amoniak encer (0,25%) sedikit demi sedikit
hingga warna coklat yang terbentuk menghilang dan menandakan terjadi
pembentukan Ag(NH3)2+.
D. KMnO4 0,1 N (Normand and Wadddington,1983).
Dibuat larutan KMnO4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian
ditambahkan 500 ml H2SO4 0,1 N diaduk dan disimpan dalam botol tidak tembus
cahaya
E. Larutan KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N
Dibuat larutan KMnO4 0,1 N dalam 100 ml aquadest kemudian ditambahkan ke
dalamnya 200 ml larutan NaHSO3 0,1 N dan diaduk kemudian disaring
Penyiapan Bakso yang Diformalin
Pada pelaksanaan penelitian dilakukan tahapan pembuatan bakso daging
sapi yang diformalin sebagai berikut:
- Daging sapi segar dibersihkan dari lemak dan uratnya.
- Dipotong kecil - kecil untukmempermudah penggilingan.
- Daging digiling sampai halus dan ditambahkan es serut 15% dari berat
daging.
- Ditambahkan tepung tapioka dan tepung sagu dengan perbandingan 2 : 1.
- Dibentuk bulatan bakso dengan menggunakan tangan dan bantuan sendok.
- Bola – bola bakso tersebut langsung direbus dalam air mendidih selama
15 menit atau sampai bakso mengapung di permukaan air.
- Bakso diangkat, ditiriskan dan didinginkan.
- Direndam formalin sesuai dengan perlakuan yaitu: 0 ppm; 100 ppm;
1.000 ppm; 10.000 ppm, dari berat total bakso.
- Bakso dikemas dalam plastik dan disimpan selama 0 hari; 1 hari;
2 hari; 3 hari.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa
meliputi parameter sebagai berikut:
1. Penilaian Visual Bakso
2. Uji Organoleptik (Warna, Tekstur, dan Uji Bau Formalin)
3. Pengujian Secara Kimiawi
Penilaian Visual Bakso (dengan gambar)
Bakso yang telah diberi perlakuan selanjutnya didokumentasikan dengan
menggunakan kamera digital mulai dari 0 hari sampai hari ketiga yang kemudian
dicetak dengan format JPEG Image.
Uji Organoleptik Warna (Numerik) (Soekarto, 1981)
Uji ini dilakukan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang.
Pengujian dilakukan secara uji indrawi (organoleptik) yang ditentukan
berdasarkan skala numerik. Pengujian dilakukan pada setiap perlakuan dan mulai
dari 0 hari sampai hari ketiga.
Tabel 7. Skala Uji Hedonik Warna
Skala Hedonik Skala Numerik
Putih Kecoklatan 4
Coklat 3
Coklat Kehitaman 2
Hitam 1
Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) (Soekarto, 1981)
Tabel 8. Skala Uji Hedonik Tekstur
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Kenyal 4
Kenyal 3
Agak Kenyal 2
Tidak Kenyal 1
Uji Bau Formalin (Numerik) (Soekarto, 1981)
Tabel 9. Skala Uji Hedonik Bau Formalin
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat jelas bau formalin 4
Jelas bau formalin 3
Agak jelas bau formalin 2
Pengujian Secara Kimiawi (dengan Indikator)
Pengujian ini dilakukan setelah bakso yang ditambahkan formalin pada 0
hari sampai hari ketiga. Bahan yang telah disiapkan kemudian dihancurkan.
Setelah itu diambil filtrat yang berupa cairan sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan indikator kimia berupa pereaksi
Schiff, Larutan Fehling, Reagen Tollens, larutan KMnO4 0,1 N dan larutan
KMnO4 0,1 N + NaHSO3 0,1 N untuk masing-masing perlakuan. Hasil ini
merupakan uji kualitatif yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari
masing-masing indikator.
Efektivitas reaksi formalin dengan indikator kimia dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Pengujian Menggunakan Indikator Kimiawi
Bahan Kimia Indikator (+) Formalin (-) Formalin Pereaksi Schiff Terjadi perubahan warna
darimerah menjadi merah jambu/biru
Tidak terjadi perubahan warna
Larutan Fehling Terbentuk endapan merah bata
Tidak terbentuk endapan merah bata
Reagen Tollens Terbentuk cermin perak pada tabung reaksi
Tidak terjadi pembentukan cermin
perak Larutan KMnO4 0,1 N Terjadi perubahan warna
dari ungu tua menjadi
- Ditimbang bahan sebanyak 2 gr dalam aluminium foil yang telah diketahui
berat kosongnya.
- Kemudiaan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
- Selanjutnya dipanaskan lagi di dalam oven selama 30 menit,lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai didapat berat
yang konstan.
- Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan
dengan perhitungan:
x100%
awal berat
akhir berat awal berat air
Kadar = −
Penentuan kadar air dilakukan pada saat sebelum diberi perlakuan formalin
dan pada saat bakso sudah dilakukan perlakuan dan penyimpanan.
b. Perubahan Berat (Sudarmadji, et al., 1984)
Setelah diberikan perlakuan formalin dan disimpan, selanjutnya bakso
kemudian ditimbang beratnya untuk mengetahui perubahan berat bakso sebelum
dan sesudah penyimpanan pada setiap perlakuan.
Gambar 2. Skema Pembuatan dan Deteksi Bakso Daging Sapi yang Diformalin Daging Sapi Segar
Dibersihkan lemak, darah dan kotoran dengan bersih
Penggilingan daging dengan penambahan es serut 15% dari berat daging
Penambahan bawang putih dan bawang merah 2%, merica 1%, dan garam dapur 2%
Daging Giling (700g)
Direbus selama 15 menit sampai bakso naik ke permukaan air
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi Formalin (ppm) terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa konsentrasi
formalin (ppm) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air, tidak nyata
terhadap perubahan berat, dan sangat nyata terhadap uji organoleptik warna dan
tekstur dan bau formalin.
Tabel 11. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Parameter yang Diamati Konsentrasi Kadar Air Tekstur Warna Perubahan Berat Bau Formalin Formalin (%) (Numerik) (Numerik) (%) (Numerik) K1 (0 ppm) 71,79 2.39 2.25 0.02 1.00 K2 (100 ppm) 71,99 3.06 2.50 0.04 1.60 K3 (1000 ppm) 71,89 3.49 2.70 0.03 1.89
K4 (10000 ppm) 71,85 3.34 3.04 0.04 2.54
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi formalin
maka kadar air semakin tinggi, nilai uji organoleptik warna semakin tinggi, uji
organoleptik tekstur semakin tinggi, uji organoleptik bau formalin semakin tinggi,
dan perubahan berat semakin tinggi. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan
K2 (100 ppm), menurun pada perlakuan K4 (10000 ppm) dan K2 (100 ppm),
terendah pada perlakuan K1 (0 ppm) . Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat
pada perlakuan K3 (1000 ppm), menurun pada perlakuan K4 (10000 ppm) dan
K2 (100 ppm), terendah pada perlakuan K1 (0 ppm). Nilai organoleptik warna
tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (10000 ppm), menurun pada perlakuan
K3 (1000 ppm) sampai perlakuan K1 (0 ppm). Uji bau formalin tertinggi terdapat
pada perlakuan K4 (10000 ppm), menurun pada perlakuan K3 (1000 ppm) sampai