• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN

ANGGOTA KELUARGA yang MENDERITA ASMA

di RUMAH di KABUPATEN BIREUEN

KECAMATAN JEUMPA

SKRIPSI

Oleh Mela Hayani

081121049

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATER UTARA

(2)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Nama : Mela Hayani NIM : 081121049

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2009

Tanggal Lulus : 29 Desember 2009

Pembimbing Penguji

... ... ... Penguji I

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS Iwan Rusdi, S.Kp, MNS NIP. 19710305 200112 2 001 NIP. 19730909 200003 1 001

... Penguji II Mula Tarigan, S.Kp

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan ( S.Kep )

Medan, Desember 2009 Pembantu Dekan I

……… (Erniyati, S.Kp, MNS)

NIP. 19671208 199903 2 001

(3)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Keluarga adalah pertama dan utama yang harus mendapatkan pengetahuan termasuk mengetahui perannya dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik purposive sampling terhadap keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma, yang berjumlah 80 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah terkumpul dianalisa kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada responden dengan pengetahuan keluarga buruk, sedangkan pengetahuan keluarga baik dalam jumlah terbesar yaitu (58,8%), dan responden dengan pengetahuan keluarga cukup (41,3%). Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak perlu memahami tentang bahaya penyakit asma dan mewaspadai kemungkinan anak-anak atau anggota keluarga masing-masing terkena penyakit asma yang banyak merengut korban, dan mengetahui akan pentingnya peranan keluarga dalam proses perawatan anggota keluarga yang menderita asma, agar dapat mencegah kekambuhan dan perawatan anggota keluarga saat timbul gejala asma.

(4)

PRAKATA

Bismillahirrahmannirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dengan pertolongan-Nya yang selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa”. Shalawat beserta salam dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan para pengikut beliau. Semoga kita mendapatkan Syafaatnya di yaumil akhir kelak, amin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Siti Zahara Nasution SKp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, masukan, arahan dan motivasi yang berharga kepada penulis dalam meyelesaikan skripsi.

(5)

juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi & perpustakaan di Fakultas Keperawatan USU.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta Azwani Bin Husen (Alm) dan Ibunda tersayang Nurhasanah Binti Ishak yang telah mendidik, membesarkan serta memberikan do’a, kasih sayang, motivasi dan semangat yang luar biasa kepada penulis dan kepada kakanda tersayang Sastri Delila, Dian Fitriana, Putri Yanita, dan kepada yang tersayang Said Almachfud, yang telah memberikan hiburan, dukungan dan semangat kepada penulis sampai skripsi ini selesai. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman-teman stambuk 2005, Maulida, Mardiah, dan sahabat-sahabatku ( Mela, Wilda, Maulida), dan terkhusus untuk teman-teman kos (Anita, Kiki, Evi, Lina, Engga, Endang dan Farida (Alm)) serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga seluruh bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi demi kemajuan pengetahuan khususnya dalam dunia keperawatan.

(6)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan ... 7

Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan... 11

3. Asma ... 14

3.4.3 Kombinasi dari Aksi Otot Polos Bronkhial dan Mekanisme Immunologik ... 21

3.5 Manifestasi Klinik ... 21

(7)

3.7 Pemeriksaan Diagnostik ... 23

4. Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarganya yang Menderita Asma di Rumah ... 28

4.1 Menjauhi Sumber Alergen ... 29

4.2 Berolahraga Untuk Ketahanan Tubuh ... 30

4.3 Latihan Pernapasan (Breathing Exercise) ... 34

4.4 Terapi Pengobatan ... 37

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 43

2. Defenisi Konseptual dan Operasional ... 44

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 46

5.1 Kuisioner Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga Yang Menderita Asma di Rumah ... 49

5.2 Uji Reabilitas Instrumen ... 50

6. Pengumpulan Data ... 50

(8)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil ... 53 1.1 Karakteristik Responden ... 53 1.2 Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga

Yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen

Kecamatan Jeumpa ... 55 2. Pembahasan ... 59

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 64 2. Saran ... 65

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2. Instrumen Penelitian

Lampiran 3. Surat Izin Untuk Survey Awal di Puskesmas Jeumpa Kabupaten Bireuen

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Keluarga adalah pertama dan utama yang harus mendapatkan pengetahuan termasuk mengetahui perannya dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan tekhnik purposive sampling terhadap keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma, yang berjumlah 80 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah terkumpul dianalisa kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada responden dengan pengetahuan keluarga buruk, sedangkan pengetahuan keluarga baik dalam jumlah terbesar yaitu (58,8%), dan responden dengan pengetahuan keluarga cukup (41,3%). Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak perlu memahami tentang bahaya penyakit asma dan mewaspadai kemungkinan anak-anak atau anggota keluarga masing-masing terkena penyakit asma yang banyak merengut korban, dan mengetahui akan pentingnya peranan keluarga dalam proses perawatan anggota keluarga yang menderita asma, agar dapat mencegah kekambuhan dan perawatan anggota keluarga saat timbul gejala asma.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh ’Bapak Kesehatan’, yakni Hipocrates, seorang dari Yunani, lebih dari 200 tahun yang lalu. Kesulitan untuk mendefinisikan asma timbul dari sebagian ciri khas utamanya. Pertama dan yang utama adalah penyakit yang hilang dan timbul, bahkan pada penderita yang berat penyakit ini tidak terus-menerus hadir. Yang kedua, semua usia dapat menderita pentyakit asma, terutama dijumpai pada usia dini sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi antara laki-laki atau perempuan 2:1, yang kemudian sama pada usia 30 tahun (Sinclair, 1995).

(13)

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Penyakit ini dapat tersebar pada seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat dengan status sosial ekonomi lemah maupun dengan status sosial ekonomi baik. Terdapat pada semua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat didapatkan 6 sampai 8 juta penderita, sedangkan dinegara-negara lain, seperti Eropa, Jepang, Australia, frekuensi berkisar antara 10% sampai 20% dari penduduk (Somantri, 2008).

DiIndonesia penyakit paru kelima terbesar adalah penyakit asma. Walaupun tidak merupakan penyebab kematian utama, tetapi dampaknya terhadap produktivitas kerja terasa cukup mengganggu dan angka kejadian meningkat terus dari waktu ke waktu. Pada tahun 1996 didapatkan bahwa lebih dari 36 % pengunjung Poliklinik Alergi Unit Pelayanan Fungsionil, bagian Ilmu Penyakit dalam Rumah Sakit dr. Soetomo adalah penderita asma bronkhial dan berjumlah 3066 penderita. Data jumlah pasien asma yang masuk Ruang Gawat Darurat RS Persahabatan Jakarta mengalami peningkatan dari 1.653 pasien pada tahun 1998 menjadi 2.210 pasien pada tahun 2002. Ini menunjukkan penderita asma belum mengenal penyakitnya dan asmanya belum terkontrol (Hariadi, 2006).

(14)

sembuh hanya gejalanya saja yang hilang. Hal ini juga berkorelasi positif dengan minimalnya penanganan awal ketika timbul serangan asma dan penggunaan obat pengontrol (inhaler kortikosteroid) (Ikarowina, 2008).

Pada penderita asma, saluran udara normal mengalami perubahan sehingga menyebabkan hambatan udara disaluran napas dengan memberikan gambaran klinis, yaitu sesak napas, suara napas mengi dan gejala-gejala asma lainnya. Salah satu bentuk dari kegawatan asma adalah status asmatikus. Sedangkan yang dimaksud dengan status asmatikus adalah asma yang intensitas serangan yang tinggi dan tidak memberikan reaksi dengan obat-obatan yang konvensional. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksemia yang berat dan komplikasi yang terjadi baik pada susunan saraf pusat berupa hilangnya kesadaran (koma), gangguan kardiovaskuler dimana terjadi hipotensi disertai dengan gangguan keseimbangan asam basa respiratorik maupun metabolik (Rab, 1992).

(15)

Asma sangat merugikan penderita karena dapat meghalangi aktivitas sehari-hari, sehingga bagi anak-anak menjadi lama absensi sekolah, pada pekerja lama absensi dari pekerjaan dan adanya pengeluaran dari keluarga untuk ongkos pengobatan serta perawatan. Adapun penderita asma di Aceh yang terdapat di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa banyak masyarakat yang masih sedikit mengetahui tentang penyakit asma, belum mengetahui cara perawatan yang baik untuk penderita asma di rumah dan sebagian besar rata-rata penduduk ekonomi menegah ke bawah. Dari survei awal didapatkan penderita asma pada tahun 2008 sebanyak 100 orang dan selama ini melakukan pengobatan dengan berobat jalan ke puskesmas (Puskesmas Jeumpa, 2008).

Perawatan asma di rumah yang diberikan oleh keluarga untuk mencegah serangan asma yang tiba-tiba, memberikan pertolongan awal agar gejala asma tidak semakin memburuk dan meningkatkan motivasi anggota keluarga yang menderita asma. Keluarga harus memahami tentang penyakit asma dan gejala-gejala yang ditimbulkan. Penatalaksanaan asma yang dapat diberikan oleh keluarga diantaranya dengan olah raga yang rutin, menghindar dari hal-hal yang dapat memicu timbulnya asma, latihan pernapasan dan pemberian obat saat terjadinya serangan asma (Ikhsan, 1998).

(16)

Dengan mengetahui kondisi ini, maka peneliti melakukan pengkajian lebih lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa.

2. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa?

4. Manfaat Penelitian Praktek Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga dengan anggota keluarga yang menderita asma yang berkaitan dengan peningkatan kesembuhan anggota keluarga dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawatan untuk melakukan kunjungan rumah.

Penelitian Keperawatan

(17)

penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien yang menderita asma di rumah beserta keluarga.

Pendidikan Keperawatan

(18)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Pengetahuan 1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat terwujud barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal (Arman, 2006).

Menurut Suparlan (2005) pengetahuan adalah proses mengetahui dan menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu, dengan kata lain pengetahuan adalah hasil ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan.

1.2 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

(19)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (reall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis

(20)

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2 Konsep Keluarga 2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lain dalam perannya masing-masing untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Baylon & Maglaya, 1978, dikutip dari Rasmun, 2001).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari beberapa sub-sub/komponen/sistem yaitu pasangan suami isteri, orang tua, anak, kakak, adik (sibling), kakek-nenek-cucu dan sebagainya (Effendy, 1998).

(21)

eksternal seperti sistem pendidikan, sistem hukum, sistem politik, sistem komunikasi, sistem kesehatan, sistem agama, sistem sosial dapat mempengaruhi sistem didalam keluarga, norma-norma yang akan berkembang sesuai dengan pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan tersebut (Wahini, 2005).

Sebagai bagian dari tugasnya untuk menjaga kesehatan anggota keluarganya, keluarga perlu menyusun dan menjalankan aktivitas-aktivitas pemeliharaan kesehatan berdasarkan atas apakah anggota keluarga yakin menjadi sehat dan mencari informasi mengenai kesehatan yang benar yang dapat bersumber dari petugas kesehatan langsung ataupun dari media massa (Yankelovitch et al, 1979 dikutip dari Friedman, 1998).

2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Effendy (1998), fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut:

1. Fungsi biologis

a. Untuk meneruskan keturunan

b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga 2. Fungsi psikologi

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

(22)

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga 4. Fungsi ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasil untuk kebutuhan keluarga

b. Pengaturan penggunaan penghasil keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang

akan datang misalnya pendidikan anak-anaknya. 5. Fungsi pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

2.3 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan.

(23)

Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga (Fredman, 1981 dikutip dari Effendy, 1998) yaitu:

1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. Keluarga mengenal perkembangan fisik dari anggota keluarganya dan aktivitas yang normal atau tidak mampu untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan pengenalan keluarga akan gejala-gejala penderita asma.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Segera

setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota keluarganya yang tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga memutuskan dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk kesembuhan anggota keluarganya dengan segera membawanya ke petugas kesehatan.

3. Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat fisik. Pada penderita asma adakalanya tidak mampu untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan fisik anggota keluarga. Keluarga membuat iklim yang kondusif bagi penderita asma dilingkungan rumah yang bersih agar merasa nyaman dan tentram.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

(24)

harus memilki banyak informasi mengenai kesehatan fisik anggota keluarganya dari lembaga petugas kesehatan yang ada.

Ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan terdiri atas:

1. Ketidaksanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga karena: a. Kurang pengetahuan / ketidaktahuan fakta akan penyakit asma

b. Rasa takut akibat masalah yang dihadapi sehingga membuat keluarga tidak

fokus dalam mengenal masalah penyakit asma yang dihadapi anggota keluarganya.

2. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena:

a. Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah penyakit asma yang dihadapi keluarga

b. Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang pengetahuan

dan kurangnya sumber daya keluarga baik itu dalam hal biaya, tenaga dan waktu dalam penanganan anggota keluarganya yang menderita asma. c. Tidak sanggup memilih tindakan diantara beberapa pilihan

d. Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada. e. Sikap negatif terhadap masalah kesehatan yang ada

(25)

3. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit, disebabkan karena: a. Tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya sifat, penyebabnya, gejala

dan perawatannya.

b. Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.

c. Tidak seimbang sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnya

keuangan dan fasilitas untuk perawatan.

d. Konflik individu dalam keluarga, keluarga tidak peduli dan lebih

menyalahkan satu dengan lainnya mengenai keadaan anggota keluarganya.

4. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara

kesehatan disebabkan karena:

a. Rasa asing dan sedikitnya dukungan dari masyarakat, adanya anggapan

dan pemahaman masyarakat yang negatif terhadap penyakit asma membuat keluarga merasa menyerah.

b. Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada

c. Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan.

3 Asma

3.1 Pengertian Asma

(26)

berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma non-alergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin (Hariadi, 2006).

Perubahan cepat dari kerusakan berbagai organ tubuh yang disebabkan oleh hipoksemia, hiperkapnia maupun perubahan pH, yang dapat digolongkan ke dalam kegagalan pernapasan. Yang dimaksud dengan kegawatan asma adalah asma yang dapat menimbulkan akibat fatal yang meliputi:

1. Asma dengan intensitas serangan yang tinggi, sehingga kematian dapat

berlangsung dalam beberapa menit.

2. Status asmatikus, yakni asma yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang

konvensional.

3. Total obtruksi asmatikus, yakni asma yang dapat menimbulkan kematian karena terdapatnya mucus plug yang dapat menimbulkan obstruksi total pada paru.

4. Complicated asthmatic, yakni asma yang dapat menimbulkan komplikasi pada

bagian respirasi sehingga menimbulkan perubahan asam basa.

5. Repetitive asthmatic, yakni asma dengan intensitas frekuensi serangan yang bertubi-tubi dan tinggi. Pada umumnya penderita tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

(27)

3.2 Penyebab Asma

Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat atau kecendrungan untuk terjadinya asma. Beberapa kromosom yang berpotensi menimbulkan asma, antara lain: kromosom 6p, respons IgE terhadap alergen spesifik, kromosom 11 dan 12 yang mengkode mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase (Mahdi, 1999).

Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecendrungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status ekonomi dan besarnya keluarga (Hariadi, 2006)

Menurut Mahdi (2006), interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan kemungkinan, yaitu:

1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan

(28)

2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko penyakit asma

3.3 Patofisiologi

Kelainan utama dari asma diduga disebabkan karena adanya hipersensitifitas dari cabang-cabang bronkus. Yang sering terserang adalah bronkus yang berukuran 3-5 mm dengan distribusi yang luas. Pada individu-individu yang rentan, lapisan dari cabang-cabang bronkhial tersebut akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan yang diberikan. Kerentanan dari seorang individu kemungkinan diturunkan secara genetik. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan terhadap atau rangsangan yang berlebih-lebihan. Walaupun asma pada prinsipnya merupakan kelainan pada bagian jalan udara, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian fungsionil paru (Rab, 1992).

(29)

dengan 10 um, akan diendapkan di berbagai tempat di bronki dan bronkhiolus terminalis (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999).

Hidung dan nasopharyng mempunyai fungsi untuk memproteksi saluran nafas trakea-bronkial dan alveoli dengan cara mekanis, menyaring partikel-partikel besar dan menyesuaikan suhu dan humiditas dari udara yang masuk selama respirasi, karena banyak mengandung pembuluh darah. Mulut dan pharyng juga dapat berfungsi sebagai ”air condition”. Partikel-partikel asing yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam trakea dan bronkus, terperangkap dalam lapisan di atas mukosa yang lengket sekali seperti gel (sol) (Bookman, 1984 dikutip dari Mahdi, 1999).

Rambut getar dari sel epitel saluran napas bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke daerah subglotis, yang seterusnya dikeluarkan dengan batuk. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi dan ciri dari mukus tersebut, karena aktivitas dan kelenjar mukus dirangsang oleh aksi saraf kolinergik dan juga mediator farmakologik seperti histamin. Ini dapat disebabkan oleh stimilasin vagus, zat-zat kimia, maupun iritasi mekanis (Knapp, 1976 dikutip dari Mahdi, 1999).

(30)

reaksi radang, fibrosis paru, atau reaksi alergi seperti alveolotis alergika (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999).

3.4 Patogenesis

Terdapat bermacam-macam mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya asma, yaitu:

3.4.1 Aksi dari Otot Polos Bronkhial

Pada keadaan normal, secara fisiologik tegangan otot polos bronkhial diatur keseimbangannya oleh pengaruh vagus (kolinergik) yang menyebabkan kontraksi dari otot polos dengan akibat penyempitan saluran napas dan stimulasi dari saraf simpatik (B adrenergik) memberi hasil yang berlawanan (Mahdi, 1999).

Otot polos bronkhial memegang peranan utama dalam penyempitan saluran udara bila terdapat partikel asing yang masuk ke dalam bronkus. Karena adanya penyempitan saluran udara ini, maka volume udara yang masuk secara inspirasi dan ekspirasi jumlahnya akan menurun pada tiap siklus pernapasan. Sedangkan luas permukaan mukosa tidak berubah, hingga perbandingan antara luas permukaan mukosa terhadap volume udara yang masuk secara inspirasi meningkat. Hal ini menimbulkan refleks, yaitu kontriksi dari bronkus yang merupakan refleks otonom yang mempunyai mekanisme untuk melindungi alveolus dari stimulus yang berbahaya (Mahdi, 1999).

(31)

cincin tulang rawan berfungsi untuk mengurangi kontriksi otot polos. Pada saluran napas kecil, tulang rawan tersebut diganti oleh jaringan membran dan otot polos berbentuk spiral (Rab, 1992).

Kontraksi dari otot polos menyebabkan penyempitan saluran napas. Penyempitan bronkus dapat terjadi secara reflektoris karena latihan jasmani yang berat, batuk yang paroksismal atau bernapas dalam udara dingin. Perubahan-perubahan diameter dari saluran udara dapat terganggu oleh karena faktor regional, misalnya perubahan kosentrasi zat asam dan karbon dioksida. Keaktifan susunan saraf pusat karena stimulus pada pusat lebih tinggi dapat mempengaruhi tonus otot bronkus dan dapat menyebabkan kontriksi bronkus.

3.4.2 Mekanisme Immunologik

Meskipun secara potensial banyak stimulus yang dapat menimbulkan reaksi asam, tetapi stimulus antigenik yang lebih menonjol, karena stimulus tersebut merangsang timbulnya respon imunologik. Paru mempunyai 2 macam bentuk pertahanan tubuh, yaitu:

1. Imunitas alamiah atau nonspesifik: sistem mukosilier, refleks batuk,

bersin.

(32)

3.4.3 Kombinasi dari Aksi Otot Polos Bronkhial dan Mekanisme Immunologik

Asma merupakan kombinasi dari mekanisme imunologik dan aksi otot polos bronkial. Episode serangan akut asma biasanya didahului dengan infeksi virus atau bakteri dari traktus respiratorik yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, yang kemudian dilanjutkan dengan terangsangnya mekanisme imunologik sehingga terlepasnya vaso aktif yang akan menimbulkan serangan asma ( Rab, 1992).

3.5 Manifestasi Klinik

Masalah utama dari asma adalah kepekaan selaput lendir bronkhial dan hiper-reaktif otot bronkial. Rangkaian pengaruh dari edema selaput lendir bronkhial, peningkatan produksi mukus (dahak) dan spasme otot polos, maka akan menimbulkan penyempitan jalan napas dan menyebabkan 4 gejala asma yang utama, yaitu: batuk, mengi, pernapasan pendek dan rasa sesak di dada (Somantri, 2008)

(33)

terutama pada malam hari yang berlangsung selama lebih dari 10-14 hari (Susi, 2002).

3.6 Epidemiologi

Asma termasuk penyakit sepuluh terbesar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Dari survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma munduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi). Pada tahun 1992, asma sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di seluruh Indonesia atau sebesar 5,6%. Bagian anak FKUI/RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada tahun 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma (Woolcock & Konthen, 1990 dikutip dari PDPI, 2006).

Studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234 anak usia 13-14 tahun melalui kuisioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Chilhood) dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Maka didapat prevalensi asma 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. UPF paru RSUD dr. Sutomo (PDPI, 2006).

(34)

tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (Yunus, 2001 dikutip dari PDPI, 2006).

3.7 Pemeriksaan Diagnostik

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainaan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik (PDPI, 2006).

3.7.1 Pemeriksaan Jasmani

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan nafas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas (PDPI, 2006).

(35)

3.7.2 Pengukuran Faal Paru

Umumnya penderita asma sulit menilai berat gejala dan persepsi mengenai asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

1. Obstruksi jalan napas

2. Reversibiliti kelainan faal paru

3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar ) dan mungkin dilakukan adalah:

a. Spirometri

Pengukuran Volume Ekspirasi pada detik pertama (VEP1) dan Kapasiti Vital Paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

Ireproducible dan acceptable.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma, adalah:

1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1 /KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi

2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 > 15% spontan, atau setelah inhalasi

(36)

3. Menilai derajat asma (PDPI, 2006). b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan kooperasi penderita atau instruksi yang jelas. Manfaat APE dalam diagnosis asma, adalah:

1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 155 setelah inhalasi

bronkodilator atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)

2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit

3.7.3 Peran Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis a. Uji Provokasi Bronkus

Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi, tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita itu asma (Dewi, 2008).

b. Pengukuran Status Alergi

(37)

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi atau atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Pada uji ini juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain: dermatophagoism, dermatitis atau kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi atau atopi (Dewi, 2008).

3.8 Komplikasi

Menurut Dewi (2008), bahwa komplikasi yang ditimbulkan dari asma yang terus berkelanjutan, adalah:

a. Status asmatikus b. Bronkhitis kronik c. Atelektasis d. Pneumothoraks

3.9 Penatalaksanaan

(38)

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispnea, sianosis dan hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 mmHg dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit (Ikarowina, 2008).

Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas dalam darah, hal itu mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis adalah kriteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit (PPIDAI, 2004).

Adapun tujuan penatalaksanaan asma adalah:

1. Agar penderita dapat memiliki kehidupan yang normal, terutama agar dapat

berpartisipasi dalam hampir semua aktivitas yang diinginkannnya. 2. Agar penderita terbebas dari serangan asma di waktu malam.

3. Agar penderita tidak perlu menggunakan obat-obatan yang mengurangi asma

setiap hari, kecuali pada saat setelah berolahraga yang berat.

4. Agar penderita memiliki fungsi paru-paru yang normal atau optimal.

(39)

4 Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah

Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini perburukan dari anggota keluarga yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut. Bila keluarga dapat membantu dan merawat anggota keluarga yang mengalami serangan asma di rumah, maka keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma (Sinclair, 1995).

Asma bukan merupakan penyakit yang harus dititik beratkan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit, tetapi dapat juga mendapatkan perawatan di rumah oleh keluarga. Ada beberapa pertimbangan mengapa hal ini dilakukan, antara lain:

a. Asma merupakan penyakit yang berulang, maka dengan adanya perawatan awal dari keluarga dapat mencegah serangan akut.

b. Perawatan di rumah jauh lebih murah dari perawatan di rumah sakit.

c. Perawatan di rumah merupakan perawatan gabungan antara perawatan keluarga yang penuh kasih sayang dan perawatan rumah sakit dengan mengirimkan petunjuk-petunjuk baik untuk pasien maupun untuk keluarganya. Dengan demikian dapatlah dijalin suatu kerjasama antara pihak rumah sakit dengan pihak keluarga di rumah.

(40)

e. Perasaan terisolasi dari keluarga dengan segala kekosongan di rumah sakit dapat dihindarkan. Sebaliknya suasana ditengah-tengah keluarga merupakan bagian dari suasana alamiah yang dapat memberikan pula daya penolong yang tidak kecil artinya.

f. Mengingat ciri-ciri asma pada segala usia yang:

a. Merupakan penyakit menetap dan tidak dapat disembuhkan secara mutlak

b. Pada umumnya sering disertai dengan komplikasi penyakit lainnya, misalnya penyakit lambung dan penyakit jantung (Patu, 2009).

4.1 Menjauhi Sumber Alergen

Apabila telah diketahui bahwa benda-benda tertentu mempresipitasi serangan, perawatan di rumah yang utama adalah membantu penderita asma untuk menghindari benda-benda tersebut. Apabila penderita alergi terhadap debu, kamar tidur harus dibersihkan dari debu dengan penyedot debu atau dibersihkan secara teratur. Tungau debu di rumah dapat dikurangi dengan melapisi karpet dengan kantong plastik dan ganti linen tempat tidur dengan sering (Oliver, 1992).

(41)

Apabila penderita sangat alergi terhadap bulu kucing atau anjing, mungkin dapat mencari binatang peliharaan yang lain. Selain hal-hal tersebut, maka penderita juga harus menghindari, yaitu:

1. Benar-benar melarang penderita merokok atau menghindari asap rokok 2. Pastikan semua obat-obatan dikonsumsi sesuai resep

3. Dukung untuk menerapkan teknik pernapasan yang benar, pernapasan diafragma

4.2 Berolahraga Untuk Ketahanan Tubuh

Meningkatkan kebugaran tubuh penderita asma, maka keluarga dapat mengajari penderita dengan berolahraga. Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun belum didapat standard dan cara penilaian bentuk olahraga yang dilakukan, akan tetapi banyak para ahli berpendapat bahwa olahraga bukan hanya mempertahankan fungsi paru tetapi juga meninggikan kemampuan paru-paru. Banyak cara olahraga yang dapat mencegah asma, salah satu cara yang terkenal diantaranya; dengan senam aerobik. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga (Hasting, 2005).

(42)

manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru), didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3-6 bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan O2 max (PDPI, 2006).

Gerak badan yang ditujukan pada otot-otot pernapasan, yaitu:

a. Gerak yang diarahkan pada posisi ke depan, ke belakang, ke samping

kanan dan kiri.

b. Gerakan yang ditujukan untuk mengembang dan mengempisnya

paru-paru. Dalam hal ini dilakukan juga penarikan dan pengeluaran napas yang dilaksanakan secara teratur.

Adapun usaha diri sendiri untuk mengatasi sesak nafas saat serangan asma juga dengan adanya arahan dari keluarga, antara lain:

a. Beristirahat dengan cukup, apabila perlu berbaringlah di tempat tidur

dengan posisi setengah duduk. Dengan melakukan posisi demikian maka sekat rongga dada akan turun ke bawah dan tekanan dari alat-alat di rongga perut dapat dikurangi. Untuk mengatasi gerak, ada baiknya untuk menyediakan di samping tempat ludah dan tempat buang air kecil sehingga tidak perlu lagi ke kamar mandi.

b. Mengkonsumsi obat-obatan sesuai dengan petunjuk dokter dan usahakan menerima tamu seminimal mungkin, apalagi berbicara dengan banyak tamu pasti akan menambah sesak napas.

(43)

konsumsi makanan dalam porsi kecil tapi sering untuk mencegah lambung menekan rongga pernapasan.

d. Jangan menahan dahak yang dibatukkan karena dahak turut juga mempersempit saluran pernapasan sehingga akan menyulitkan untuk bernapas.

Pada prinsipnya olahraga ini bertujuan memperbaiki jalannya pernapasan dan memperkuat otot-otot pernapasan sehingga fungsi pernapasan berjalan lebih sempurna. Memperbaiki jalannya saluran pernapasan dapat juga melalui pengeluaran dahak dari dalam paru sehingga dengan demikian fungsi paru-paru sebagai jalan udara menjadi lebih baik (Rab, 1992).

Aliran udara dalam paru-paru disebut dengan ventilasi. Untuk menjamin baiknya ventilasi ini, maka diperlukan saluran pernapasan yang bersih. Oleh karena pada prinsipnya dahak juga benda cair yang akan bergerak ke tempat yang lebih rendah, maka untuk mengeluarkan dahak ini harus diingat hal-hal sebagai berikut, yaitu: apabila paru-paru yang penuh dahak ini ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi, maka dahak akan mengalir keluar karena dorongan batuk. Oleh karena itu, letak dahak ini sangat tergantung pada posisi yang dilakukan. Sebelum melakukan gerakan-gerakan demikian haruslah diingat:

a. Tidak ada gerakan paksa. Apabila menjadi lebih sesak karena latihan mengeluarkan dahak, maka sebaiknya latihan ini dihentikan.

(44)

c. Mengeluarkan dahak yang terbaik bila disertai dengan batuk. Akan tetapi, batuk ini di dalam ilmu paru-paru mempunyai 2 bentuk, yaitu

a) Batuk yang bermanfaat: yakni bila sementara udara yang masuk ke dalam paru-paru adalah sedikit

b) Batuk yang tidak bermanfaat: batuk yang dapat menambah sesak

nafas, yakni bila udara yang masuk lebih banyak dari udara yang keluar. Dalam hal ini terjadi apa yang disebut perangkap udara (air tappering) yang akan mengurangi fungsi pertukaran udara dalam paru-paru dan menambah sesak napas. Biasanya perangkap udara ini terjadi pada batuk yang lama dan panjang.

Adapun posisi yang harus dilaksanakan adalah:

a. Posisi nungging yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru

bagian bawah. Sebagai modifikasi dari posisi ini dapat dilakukan posisi samping.

b. Posisi terlentang tungkai tinggi untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru

bawah bagian depan.

c. Posisi terlentang tungkai tinggi menyamping untuk mengeluarkan dahak

pada paru-paru bawah bagian samping. Apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Keadaan gawat oleh karena jantung maupun kelainan paru-paru. b. Nyeri

(45)

e. Pasien-pasien yang telah tua f. Pasien-apsien yang gemuk g. Sesudah operasi

Maka dari hal itu dapat dilakukan perubahan yaitu penderita asma dengan posisi sebagai berikut:

a. Posisi miring ke kiri 90o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan bawah paru-paru.

b. Posisi miring ke kanan 90o untuk mengeluarkan dahak pada paru-paru kiri bawah.

c. Posisi miring ke kiri 45o untuk mengeluarkan dahak pada bagian kanan

bawah dan kanan tengah paru-paru.

Latihan ini diberikan 2 sampai 4 kali sehari selama 10 sampai 15 menit. Akan tetapi bila dahak terlalu banyak, maka latihan ini dapat sering dilakukan.

a. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang lebih tinggi.

b. Kaki yang ditekukkan pada waktu batuk sambil duduk pada posisi yang lebih rendah dan batuk sambil berbaring.

Latihan Pernapasan (Breathing Exercise)

Menurut Hasting (2005), pernapasan yang baik sangat ditentukan oleh: 1. Bersihnya saluran pernapasan

2. Apabila seluruh paru-paru dapat bekerja pada pernapasan, disamping

(46)

Pada umumnya kesulitan bernapas waktu mengeluarkan napas (expirasi) yang justru pada saat inilah otot-otot pernapasan diperlukan aktif. Untuk memperkuat otot-otot pernapasan, maka dikenal 2 latihan, yaitu:

1. Latihan pernapasan sekat rongga dada yang biasanya dilakukan dengan berdiri oleh diri sendiri. Latihan ini dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada perut bagian atas dan kemudian mengadakan akspirasi panjang melalui mulut dengan menyempitkan rongga perut.

a. Tekanan yang diberikan harus cukup kuat akan tetapi jangan sampai menimbulkan sakit.

b. Sebaiknya latihan ini dimulai dengan mengeluarkan nafas, baru diikuti

dengan pengisapan napas yang pendek.

c. Pengeluaran napas ini dilakukan 4 sampai 5 kali dan diselingi dengan

pengisapan napas pendek. 2. Latihan gerak badan.

a. Latihan gerak badan berdiri dengan dibantu oleh orang lain. Hal ini

dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pada bagian depan dada kemudian dilakukan penekanan selama fase ekspirasi.

a) Latihan napas dada bawah, di mana telapak tangan diletakkan di bagian bawah dada dan tekanan diberikan ke arah luar pada waktu inspirasi.

(47)

c) Latihan napas dada atas, di mana telapak tangan diletakkan di bagian atas dada dan digerakkan dari atas pada waktu inspirasi. b. Latihan gerak badan berbaring. Prinsipnya sama dengan latihan gerak

badan berdiri karena pada latihan ini diadakan ekspansi dada pada waktu inspirasi dan penekanan rongga dada pada waktu ekspirasi. a) Latihan napas dada bawah.

b) Latihan napas dada atas. Latihan menghisap napas, dimana ini

diberikan dalam posisi berdiri atau berbaring, kemudian ajarkan penderita mengambil napas yang dalam sambil berdiri dan kemudian mengeluarkan napas sambil membungkuk

c) Latihan sambil melangkah, dimana satu langkah ke depan mengeluarkan napas. Dua langkah menarik napas.

d) Latihan gerak rongga dada, dengan memberikan gerakan yang bebas pada rongga dada.

e) Pijat ( Massage), untuk melemaskan ketegangan otot-otot dengan

sentuhan-sentuhan yang halus. c. Latihan posisi.

a) Mengubah posisi tubuh dari posisi yang satu ke posisi yang lain. b) Mencari posisi yang lebih tepat sehingga batuk menjadi lebih baik. c) Mengusahakan agar posisi tetap, sehingga penderita dapat

(48)

d. Latihan santai (Relaksasi)

a) Posisi penderita pada tempat duduk, berdiri atau berbaring, sesuai

dengan kemauan penderita.

b) Lamanya latihan santai ini juga sesuai dengan kemauan penderita. c) Dalam latihan santai ini sering digunakan bantal sebagai pembantu

sehingga keadaan kelihatannya lebih enak dan santai.

e. Minum yang banyak dapat mengencerkan dahak yang kental dan

semakin mudah untuk mengeluarkannya. Itulah sebabnya penderita dianjurkan untuk minum sebanyak mungkin agar jumlah tenaga yang digunakan untuk mengeluarkan dahak dapat seminimal mungkin, sehingga dapat melancarkan jalannnya pernapasan.

Terapi Pengobatan

Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini akan perburukan dari penyakit asma yang di derita oleh anggota keluarga yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut dan dapat mengobati saat serangan asma di rumah. Keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan, tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma (PDPI, 2006)

(49)

1. Megenal perburukan asma

2. Menjadwalkan pemberian obat sesuai resep. 3. Menilai berat serangan

4. Mendapatkan bantuan medis atau dokter.

Rencana pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik atau memungkinkan bagi keluarga untuk mengontrol anggota keluarga yang menderita asma. Adapun monitoring asma secara mandiri dengan menggunakan pelangi asma, yaitu:

1. Hijau

a. Kondisi baik, asma terkontrol b. Tidak ada atau minimal gejala

c. APE; 80 – 100 % nilai dugaan atau terbaik.

d. Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.

2. Kuning

a. Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut atau

eksaserbasi.

b. Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat baik saat beraktivitas maupun istirahat) dan APE 60 – 80 % prediksi atau nilai terbaik.

(50)

3. Merah

a. Berbahaya

b. Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivas sehari-sehari. c. APE <60 % nilai dugaan atau terbaik

d. Penderita membutuhkan pengobatan segera rencana pengobatan yang

disepakati dokter-keluarga secara tertulis. Bila tetap tidak ada respon, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.

Adapun terapi awal yang diberikan keluarga apabila terjadi serangan asma pada penderita di rumah, yaitu: terapi dengan penggunaan inhaler. Inhaler merupakan cara yang sangat baik untuk memberikan obat kepada seorang penderita asma. Pertama-tama, sebagai obat langsung mencapai tempat tujuan, dalam arti tidak hanya bekerja cepat tetapi juga dapat digunakan dosis yang lebih rendah ( Susi, 2002).

Efek samping, yang terjadi bila obat memasuki aliran darah, diusahakan minimum.Adapun cara penggunaan inhaler aerosol adalah: membuka nafas dan tahan dengan menutup mulut rapat-rapat pada corong hampa udara. Kemudian tarik napas di saat menekan bagian atas aerosol. Lakukan keduanya bersamaan, ini membantu agar obat masuk ke paru-paru (PDPI, 2006).

Apabila ada hal yang tidak dimengerti oleh keluarga, dapat bertanya kepada staf medis tentang cara penggunaan inhaler dengan benar. Pada saat serangan, maka:

(51)

b. Posisikan penderita pada posisi yang nyaman. Posisi selama serangan asma, yaitu dengan membuat posisi yang nyaman dengan posisi duduk, bersandar sedikit ke depan, tubuh tertumpu pada meja atau sandaran bangku

c. Tenangkan penderita, dengan bicara yang tenang dan mantap, serta

anjurkan penderita untuk menarik dan mengeluarkan napas, menggunakan diafragma (pernapasan diafragma)

d. Apabila penderita memiliki sebuah inhaler yang digunakan selama serangan, maka bantu inhaler tersebut secara efektif

Penggunaan beta-2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan pilihan untuk mengurangi eksaserbasi dari asma dan mungkin bernilai sebagai profilaksis asma yang disebabkan oleh olahraga. Beta-2 agonis kerja singkat mungkin satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan untuk asma ringan (Suprajitno, 2004)

Cara pemberian dengan inhalasi yang menggunakan aerosol atau bubuk kering, atau nebulizer, atau dengan tablet, sirup dan injeksi. Efek samping untuk inhalasi dapat menimbulkan tremor, takikardi atau sakit kepala. Sedangkan dengan oral, biasanya ringan dan sementara, diantaranya tremor, takikardia, hipokalemia, kram dan sakit kepala. Adapun obat-obat yang tergolong dalam beta agonis adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol (Stanhope, 2005).

(52)

muda. Efek samping jarang terjadi, tetapi hindari pada penderita glaukoma (Suprajitno, 2004)

Penggunaan teofilin formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan gejala yang timbul pada malam hari dan sering diberikan untuk asma pada masa kanak-kanak. Dapat diberikan melalui oral, rektal atau parenteral. Efek samping yang timbul mual, muntah, takikardia, aritmia, insomnia dan kejang-kejang. Seperti halnya teofilin, aminophilin merupakan vasodilator yakni merilekskan otot polos dalam pembuluh darah, dalam hal ini dapat menimbulkan sakit kepala dan menurunnya tekanan darah, gemetaran, mual dan muntah (Susi, 2002)

Penggunaan kortikosteroid untuk anti-inflamasi yang kuat. Pemberian dengan inhalasi untuk asma kronik, sedangkan dengan oral pada asma akut. Pemberian dini dari kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas dari eksaserbasi dan menurunkan kebutuhan akan opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Efek samping dari inhalasi, menimbulkan sariawan, suara parau atau dalam (Ikarowina, 2008).

Anak yang mengalami serangan awal mengi tetapi tidak ada gawat pernapasan yang masih dapat makan dan minum serta tidak terlihat sakit sering dapat ditangani di rumah dengan terapi bronkodilator yaitu salbutamol oral selama 5 hari. Nilai kembali anak tersebut dalam waktu 2 hari. Pengobatan dengan salbutamol oral mungkin dilanjutkan selama beberapa minggu di rumah (Ikarowina, 2008)

(53)

diobati dengan kontrimoksasol, amoksisilin, ampisilin atau penisilin prokain (Susi, 2002).

Pengobatan asma di masa hamil tidak menimbulkan masalah besar. Semua obat-obat yang biasa digunakan untuk mengobati asma kecuali steroid. Dianggap aman baik untuk ibu maupun bayi. Beta agonist seperti salbutamol, telah umum digunakan dan tidak menimbulkan masalah terhadap kehamilan. Walaupun demikian, untuk pemakaian obat-obat selama kehamilan harus sesuai resep dokter dan terkontrol (Sinclair, 1995).

(54)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita asma agar dapat mengurangi serangan asma. Keluarga merupakan pemberi pertolongan dan perawatan awal bagi penderita asma di rumah.

Perawatan dari keluarga dapat diberikan oleh ibu, ayah, nenek, kakek, kakak, dan yang termasuk anggota keluarga lainnya terhadap penderita asma, yaitu: dengan menghindarkan atau menjauhi sumber alergen yang dapat memicu timbulnya asma, seperti: debu, bulu-bulu binatang, serbuk bunga, asap rokok, yang dapat memicu timbulnya sesak napas secara perlahan. Membiasakan penderita untuk sering melakukan olahraga untuk menambah ketahanan tubuh, diantaranya dengan senam aerobik. Apabila saat berolahraga yang dilakukan menimbulkan kelelahan sehinggal timbul serangan sesak napas, maka olahraga tersebut segera dihentikan.

(55)

dianjurkan dokter untuk meringankan gejala asma dalam pemberian obat maka ini disesuaikan dengan Pelangi asma. Semakin berat gejala yang ditimbulkan pada saat serangan asma, maka dosis obat ditingkatkan bahkan perlu pergantian obat dan perawatan lebih lanjut.

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat digambarkan kerangka konseptual, sebagai berikut:

Pengetahuan keluarga tentang perawatan

anggota keluarga yang menderita asma di rumah, antara lain:

1. Menghindari sumber alergen Keluarga dengan

2. Berolahraga Asma

3. Latihan napas dalam

4. Terapi obat-obatan

2. Defenisi Konseptual dan Operasional Pengetahuan

(56)

Definisi operasional adalah segala informasi yang didapat keluarga, baik dari buku, media masa, petugas kesehatan dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penyakit asma juga bagaimana cara penanggulangan dan perawatan yang diberikan untuk anggota keluarga yang menderita asma.

Keluarga

Defenisi konseptual adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu sama lain dalam perananya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Baylon dan Maglaya, 1978 dikutip dari Rasmun, 2001).

Defenisi operasional adalah orang tua (bisa ibu atau ayah), nenek, kakek, kakak dan anggota keluarga lainnya yang memiliki hubungan keluarga dengan penderita asma.

Perawatan Keluarga

Defenisi konseptual adalah metode pengorganisasian yang sistematis dari keluarga dalam melakukan perawatan kepada anggota keluarga, yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon penderita terhadap penyakitnya (Hasting, 2005).

(57)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan desain Deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2002).

2. Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa yang berjumlah 100 penderita.

Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki dan berdasarkan pada suatu pertimbangan peneliti (Nursalam, 2003).

Besar sampel yang diambil dihitung berdasarkan rumus: n =

2

)

(

1

N

d

N

(58)

Keterangan:

N : Jumlah populasi n : Jumlah sampel d : Tingkat kesalahan

Dengan tingkat kesalahan yang dipilih adalah d = 0.05 (Zainuddin M, 2000). Populasi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma sesuai dengan kriteria penelitian adalah 100 orang sehingga dengan mempergunakan rumus tersebut jumlah sampel penelitian adalah 80 orang.

Penelitian menyusun kriteria responden sebagai subjek studi dan dianggap representatif yaitu:

1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma dan tinggal di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa

2. Dewasa dan berumur lebih dari 21 - 70 tahun. 3. Sehat jasmani dan rohani

4. Tinggal satu rumah dengan penderita asma

5. Bersedia untuk menjadi responden yang dinyatakan dengan menandatangani surat perjanjian peserta penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

(59)

peneliti juga bertempat tinggal di Kecamatan ini, serta di Kecamatan ini belum pernah dilakukan penelitian. Adapun penelitian ini dilakukan dari bulan Juni s.d Agustus 2009 di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa.

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini permohonan izin diajukan kepada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya izin penelitian disampaikan kepada Kepala Kecamatan Jeumpa agar penelitian dapat dilaksanakan. Pada pelaksanaan penelitian, calon responden diberikan penjelasan tentang informasi dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain tujuan, manfaat, kegiatan dalam penelitian serta hak-hak responden dalam penelitian.

Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

(60)

5. Instrumen Penelitian

5.1 Kuisioner Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang menderita asma di rumah

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik wawancara terstruktur berupa kuisioner, yang terdiri dari dua yaitu data demografi dan kuisioner pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah.

Instrumen penelitian pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah terdiri dari 20 pertanyaan. Penelitian menggunakan skala likert dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu skor pertanyaan positif adalah sangat setuju (skor 4), setuju (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor 1). Semakin tinggi skor maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah. Total skor yang diperoleh, skor terendah 20 dan skor tertinggi 80.

P = Rentang Banyak Kelas

(61)

5.2 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi yakni seberapa baik materi instrumen mewakili semua materi yang seharusnya dimasukkan dan seberapa jauh metode mencakup elemen utama yang relevan dengan konstruk yang sedang diukur. Uji validitas ini dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dengan judul penelitian Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

5.3 Uji Reliabilitas Instrumen

Data kuesioner disusun sendiri oleh peneliti, maka penting untuk dilakukan uji reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur mengukur konsisten sasaran. Alat ukur yang baik adalah beberapa kali dipakai sebagai alat ukur pada kelompok subjek yang sama (Arikunto, 2007).

(62)

6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik wawancara terstruktur berupa kuisioner. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara, yaitu:

1) Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada instansi (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara).

2) Setelah mendapatkan izin dari instansi pendidikan, kemudian mengajukan

permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Kepala Kecamatan Jeumpa. 3) Setelah mendapat izin dari Kepala Kecamatan Jeumpa, maka peneliti akan

melaksanakan pengumpulan data penelitian.

4) Menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan meminta kesediaannya untuk menjadi sampel penelitian.

5) Setelah responden menyetujui untuk menjadi sampel penelitian, kemudian peneliti mengajukan surat persetujuan responden untuk ditandatangani. 6) Menjelaskan cara pengisian kuisioner pada responden dan mengingatkan

responden untuk mengisi kuisioner secara teliti dan cermat serta tidak ada pernyataan yang tidak dijawab dan kepada responder diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang kurang jelas.

(63)

7. Analisa Data

Data yang telah terkumpul dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kuisioner yang telah kembali apakah semua pertanyaan telah diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk.

b. Koding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.

c. Analisa, yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden dengan program SPSS for windows. Selanjutnya, hasil hitungan persentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif (Arikunto, 2007).

Dari pengelolaan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma di rumah yang dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut:

(64)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data terhadap 80 responden dalam hal ini keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita asma di rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa dari tanggal 22 Juni sampai dengan 15 Agustus 2009. Penyajian data meliputi karekteristik responden dan kuisioner Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa.

1.1 Karekteristik Responden

Tabel 1. Distribusi frekuensi karekteristik responden (n = 80)

(65)

No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

Dari table 1 didapatkan hasil tentang karekteristik responden yaitu mayoritas berusia antara 45 – 64 tahun sebanyak 48 orang ( 60% ), dimana usia responden termuda adalah 25 tahun dan usia tertua 77 tahun. Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden laki-laki lebih banyak menderita asma sebanyak 41 orang (48,8%) dari pada penderita perempuan. Latar belakang pendidikan terbanyak responden adalah SMU sebanyak 24 orang ( 30% ). Berdasarkan jenis pekerjaan diketahui bahwa mayoritas responden terbanyak memiliki jenis pekerjaan lain, seperti petani, pensiunan dan lain-lain sebanyak 22 orang (27,5%), dengan pendapatan penghasilan perbulan responden < Rp 750.000 sebanyak 46 orang (57,5%). Adapun lama menderita asma yang dialami oleh penderita mayoritas selama 1 – 19 tahun sebanyak 52 orang ( 65% ), dengan pengobatan yang banyak digunakan penderita adalah paracetamol dan aminophilin sebanyak 29 orang (36,3%).

(66)

1.2 Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Anggota Keluarga yang

Menderita Asma di Rumah di Kabupaten Bireuen Kecamatan Jeumpa Tabel 2. Distribusi frekuensi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota

keluarga yang menderita asma ( n = 80 ) 1. Keluarga melarang anggota

keluarga yang menderita asma untuk dekat dengan sumber-sumber alergen, seperti; debu, bulu binatang, serbuk-serbuk bunga dan asap rokok.

31(38,8) 39(48,8) 8(10) 2(2,5)

2. Keluarga peduli terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan sesak napas pada penderita asma.

24(30) 45(56,3) 9(11,3) 2(2,5)

3. Keluarga khawatir serangan asma yang tiba-tiba menyebabkan penderita tidak dapat bernapas dengan baik atau bahkan kematian

30(37,5) 43(53,8) 7(8,8) 0

4. Keluarga peduli terhadap anggota keluarga yang sakit terjadi perubahan status kesehatan yang tiba-tiba.

25(31,3) 53(66,3) 2(2,5) 0

5. Asma penyakit berulang dan menetap, maka diperlukan perhatian dan pencegahan awal dari keluarga.

34(42,5) 40(50) 6(7,5) 0

6. Untuk ketahanan tubuh pada penderita asma keluarga dapat mengajarkan senam asma atau aerobik.

21(26,3) 41(51,3) 17(21,3) 1(1,3)

7. Keluarga tidak membiarkan penderita asma sesak napas setelah berolahraga.

(67)

No Pertanyaan SS 8. Anggota keluarga yang

menderita asma membutuhkan kasih sayang dan perawatan awal dari keluarga

37(46,3) 35(43,8) 6(7,5) 2(2,5)

9. Keluarga bisa menerima keadaan penderita asma yang selalu bergantung pada anggota keluarga.

20(25) 37(46,3) 19(23,8) 4(5)

10. Perawatan yang diberikan keluarga, agar penderita asma memiliki fungsi paru-paru yang optimal sehingga dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkannya.

32(40) 46(57,5) 1(1,3) 1(1,3)

11. Melancarkan pernapasan dapat diberikan oleh keluarga kepada penderita dengan latihan pernapasan.

28(35) 44(55) 8(10) 0

12. Keluarga perlu khawatir terhadap sesak napas pada serangan asma karena dapat berlangsung lama dan berakibat fatal terhadap penderita.

33(41,3) 40(50) 7(8,8) 0

13. Posisikan penderita asma pada posisi yang paling nyaman, seperti; posisi duduk, bersandar sedikit kedepan, tubuh tertumpu pada meja atau sandaran bangku.

29(36,3) 41(51,3) 10(12,5) 0

14. Keluarga tidak boleh bertingkah laku kasar terhadap anggota kelaurga yang sakit.

28(35) 36(45) 15(18,8) 1(1,3)

15. Keluarga menganjurkan penderita asma untuk menarik dan mengeluarkan napas secara perlahan dan melonggarkan pakaian yang

(68)

No Pertanyaan SS 16. Keluarga membutuhkan

kesabaran dalam merawat anggota keluarga yang menderita asma dalam jangka waktu yang lama.

25(31,3) 48(60) 6(7,5) 1(1,3)

17. Keluarga memberikan obat kepada anggota yang menderita asma harus sesuai dengan resep dokter.

31(38,8) 47(58,8) 2(2,5) 0

18. Selama serangan asma keluarga dapat membantu memberikan inhaler pada penderita secara efektif.

24(30) 41(51,3) 13(16,3) 2(2,5)

19. Keluarga yang merawat penderita asma harus teliti

dalam memperhatikan kebutuhan anggota keluarga

yang sakit.

25(31,3) 40(50) 15(18,8) 0

20. Keluarga harus membawa anggota keluarga ke rumah sakit apabila terjadi serangan asma yang semakin parah.

43(53,8) 36(45) 1(1,3) 0

(69)
(70)

dokter, 51,3% responden setuju selama serangan asma keluarga dapat membantu memberikan inhaler pada penderita secara efektif, 50% responden setuju keluarga yang merawat penderita asma harus teliti dalam memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang sakit, 53,8% responden sangat setuju keluarga harus membawa anggota keluarga ke rumah sakit apabila terjadi serangan asma yang semakin parah.

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase dari pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota keluarga yang menderita asma

No. Kategori Frekuensi

( n )

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 80 responden sebagian besar masuk dalam kategori pengetahuan keluarga baik sebanyak 47 keluarga (58,8%) dan dalam kategori pengetahuan keluarga cukup sebanyak 33 keluarga (41,3).

2. Pembahasan

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi karekteristik responden (n = 80)
Tabel 2. Distribusi frekuensi pengetahuan keluarga tentang perawatan anggota
Tabel 2 menunjukkan bahwa 48,8% responden setuju keluarga melarang
Tabel 3.  Distribusi frekuensi dan persentase dari pengetahuan keluarga tentang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Teori Freud = kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari , terutama dorongan seksual dan dorongan biologis lainnya?. Teori Neo-Freud = hubungan sosial yang menjadi dasar,

Hasil ini juga memberikan kesimpulan bahwa ketika penerapan kepemimpinan transformasional ditingkatkan yang ditunjang dengan motivasi pegawai yang meningkat dengan

The measles elimination and rubella/CRS control goal may be reached if four strategic objectives are achieved: (1) achieve and maintain at least 95% population immunity with two

[r]

4) Ketentuan-ketentuan selanjutnya yang berhubungan dengan ID Card dan akreditasi, termasuk spesifikasi, kategori, jumlah, hak yang tercantum, prosedur, tanggal dan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jarak memiliki efek moderasi yang signifikant pada pengaruh nilai yang dipersepsikan pada toko serta komitmen hubungan antara

“Pengaruh January Effect Terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan pada Saham di Jakarta Islamic Index (JII)”.. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri

15.Pada penyepuhan tembaga dengan perak, logam yang dipakai sebagai anode adalah