• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Pelaporan Perusahaan Asuransi Atas Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan Dalam Rangka Pencegahan Praktek Pencucian Uang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewajiban Pelaporan Perusahaan Asuransi Atas Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan Dalam Rangka Pencegahan Praktek Pencucian Uang"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

KEWAJIBAN PELAPORAN PERUSAHAAN ASURANSI ATAS TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN DALAM RANGKA

PENCEGAHAN PRAKTEK PENCUCIAN UANG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dalam memenuhi syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum

OLEH: WILDAYANTI NIM: 100200029

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEWAJIBAN PELAPORAN PERUSAHAAN ASURANSI ATAS TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN DALAM RANGKA

PENCEGAHAN PRAKTEK PENCUCIAN UANG

SKRIPSI

OLEH :

WILDAYANTI 100200029

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

WINDHA, S.H., M.Hum

NIP : 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti – hentinya akan

kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya yang telah memberikan

kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW yang telah memberikan jalan dan menuntun jalan dari yang gelap

hingga menuju jalan yang terang yang disinari oleh iman dan islam.

Adapun skripsi ini berjudul: “Kewajiban Pelaporan Perusahaan Asuransi atas

Transaksi Keuangan yang Mencurigakan dalam Rangka Pencegahan Praktek Pencucian Uang.”

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi ini. Selama

penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran,

motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan

(4)

4. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H.,M.Hum selaku Seketaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara..

7. Bapak Prof.Dr.Bismar.Nasution, S.H.,M.H Selaku dosen Pembimbing I

penulis, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis

selama penulisan Skripsi.

8. Bapak Dr.Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum Selaku dosen Pembimbing II

penulis, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis

selama penulisan Skripsi.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU

10.Khusus Orang tua Penulis, beribu-ribu terima kasih kepada ayahanda Aidit

dan Ibunda Suliah selaku orang tua penulis yang terus mendoakan dan

memberi semangat bagi Penulis.

11.Untuk kakak, abang dan adik penulis khususnya kak witri trima kasih telah

membantu, mendoakan, dan memberi semangat kepada penulis dalam

pengerjaan skripsi ini.

12.Untuk kak Windy terima kasih sudah membantu dan menjadi kakak

pendamping penulis selama pengerjaan penulis ini dan terima kasih telah

memberikan kasih sayang serta ilmu yang bermanfaat baik dari

(5)

13.Untuk keluarga kecil penulis terima kasih telah mewarnai kehidupan

selama di kampus ini dan sebagai penyemangat penulis dalam berbagai hal

dengan kalian penulis mengerti arti kebersamaan Elly, Dwi Susi, Arija,

Tasya, Dina, Tya, Ambar, Ai, Priawan, Beni, Ihsan, Habib, Dwi Noto,

Dowang, Reza.

14.Untuk sahabat penulis yang terbaik Frezy, Herbert, Robert, Gantara,

terima kasih sudah menemani, membantu penulis dan memberikan

inspirasi kepada penulis selama perkulihan.

15.Untuk teman-teman penulis Andrevin, Mutiara Parwita, kak Devi, kak

Marwah, kak Dea, Tika, Anggie, Anas, Gilbert, Teo, Triana, siti fitriya,

saravina lubis, trima kasih sudah menjadi teman-teman terbaik penulis dan

trima kasih atas doanya yang telah diberikan.

16.Untuk jajaran pengurus BTM Aladdinsya.S.H. dan adik-adik di BTM, Ika,

Desi, Dita, Diba, Dila, Yuli, Mimi, Nurul, Rini, Liza, Indah, vira, Achi,

Dinda, Pipit, ziza, Ainul, Tya, Ina, Raihan, dan seluruhnya yang tidak bisa

satu persatu disebutkan oleh penulis, semangat buat kalian dan terima

kasih sudah menjadi adik-adik terbaik penulis selama di kampus.

17.Untuk kakak dan abang senioren,kak berly kak dea, kak sarah, bang luthfi,

bang aldar, bang fauzul, bang subhi, bang king terima kasih telah

membantu serta menyemangati penulis untuk pengerjaan skripsi ini.

18.Untuk Abangda Budi Bahrezy terima kasih sudah menemani penulis

(6)

pembelajaran, motivasi, saran dan doa yang tiada putus-putusnya kepada

penulis. Terima Kasih atas semuanya.

19.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu baik

itu dukungan moral maupun materil.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya. Atas perhatiannya

penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2014

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . ... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

1. Pengertian Asuransi ... 10

2. Perusahaan Asuransi...12

3. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan ... .12

4. Pengertian Pencucian Uang ... .13

F. Metode Penelitian ... .15

G. SistematikaPenulisan ... .17

BAB II: PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 A. Tinjauan Umum Tentang Pencucian Uang ... 20

1.Sejarah Pengaturan Pencucian Uang ... 20

(8)

3. Tahap– Tahap Proses PencucianUang ... 27

4. Faktor Pendorong Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang ... 30

5. Pentingnya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 33

B. Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. ... 36

1. Bentuk – bentuk Tindak Pidana Pencucian Uang ... 36

2. Wajib Lapor Perusahaan Jasa Keuangan ... 38

3. Prinsip Mengenal Nasabah ... 41

C. Peranan PPATK dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 51

1. Tugas dan Wewengan PPATK... 53

2. Kedudukan PPATK ... 57

3. Peranan PPATK ... 60

BAB III: HUBUNGAN TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN DENGAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Transaksi Keuangan yang Mencurigakan ... 64

1. Pengertian Transaksi Keuangan yang mencurigakan... 64

2. Kategori Transaksi Keuangan yang mencurigakan ... 65

3. Pelaporan Transaksi Keuangan yang mencurigakan ... 80

(9)

C. Hubungan Transaksi Keuangan Mencurigakan dengan

Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ... 91

BAB IV : KEWAJIBAN PELAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI

A. Perusahaan Asuransi Sebagai Perusahaan Jasa Keuangan ... 97

1. Pengertian dan Dasar Hukum Perusahaan Asuransi ... 97

2. Objek Asuransi ... 101

3. Perusahaan Asuransi Sebagai Perusahaan Jasa

Keuangan...103

B. Hubungan Perusahaan Asuransi dengan Tindak Pidana

Pencucian Uang ... 104

C. Kewajiban Perusahaan Asuransi Melaporkan Transaksi

Keuangan Yang Mencurigakan ... 106

BAB IV: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 113

(10)

ABSTRAK

KEWAJIBAN PELAPORAN PERUSAHAAN ASURANSI ATAS TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN DALAM RANGKA PENCEGAHAN

PRAKTEK PENCUCIAN UANG

Wildayanti  Bismar Nasution ** Mahmul Siregar ***

Besarnya dampak negatif pencucian uang terhadap perekonomian suatu negara, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi Internasional menaruh perhatian terhadap pencegahan dan peberantasan kejahatan pencucian uang. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 maka timbul pertanyaan mengenai pencegahan dan pemberantasan dalam mengatasi tindak pidana pencucian uang, hubungan transaksi keuangan yang mencurigakan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta kewajiban perusahaan asuransi untuk menyampaikan laporan keuangan yang mencurigakan kepada PPATK.

Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.

Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur secara jelas tentang kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan dalam hal pencegahan tindak pidana pencucian uang. Sedangkan dalam pemberatansan tindak pidana pencucian uang setiap orang yang melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan dan terbukti sebagai tindak pidana pencucian uang maka dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliyar). Transaksi keuangan mencurigakan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memiliki hubungan yang sangat erat dimana ketika adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dan terbukti sebagai tindak pidana pencucian uang maka penyedia jasa keuangan wajib Menyampaikan laporan kepada PPATK dalam hal ini bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kewajiban ini sudah di atur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK-010/2010.

Kata kunci: Pelaporan, Asuransi, Transaksi Keuangan Mecurigakan, Pencucian Uang.

      

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

ABSTRAK

KEWAJIBAN PELAPORAN PERUSAHAAN ASURANSI ATAS TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN DALAM RANGKA PENCEGAHAN

PRAKTEK PENCUCIAN UANG

Wildayanti  Bismar Nasution ** Mahmul Siregar ***

Besarnya dampak negatif pencucian uang terhadap perekonomian suatu negara, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi Internasional menaruh perhatian terhadap pencegahan dan peberantasan kejahatan pencucian uang. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 maka timbul pertanyaan mengenai pencegahan dan pemberantasan dalam mengatasi tindak pidana pencucian uang, hubungan transaksi keuangan yang mencurigakan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta kewajiban perusahaan asuransi untuk menyampaikan laporan keuangan yang mencurigakan kepada PPATK.

Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.

Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur secara jelas tentang kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan dalam hal pencegahan tindak pidana pencucian uang. Sedangkan dalam pemberatansan tindak pidana pencucian uang setiap orang yang melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan dan terbukti sebagai tindak pidana pencucian uang maka dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliyar). Transaksi keuangan mencurigakan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memiliki hubungan yang sangat erat dimana ketika adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dan terbukti sebagai tindak pidana pencucian uang maka penyedia jasa keuangan wajib Menyampaikan laporan kepada PPATK dalam hal ini bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kewajiban ini sudah di atur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK-010/2010.

Kata kunci: Pelaporan, Asuransi, Transaksi Keuangan Mecurigakan, Pencucian Uang.

      

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Praktek pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi

Internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Dengan

adanya kemajuan teknologi dan globalisasi keuangan terkadang justru menjadi

sarana yang mendukung bagi berkembangnya kejahatan pencucian uang (money

laundering). Kejahatan money laundering ini termasuk juga dalam kejahatan

kerah putih (white collar crime).

Besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian

suatu negara, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional

menaruh perhatian terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian

uang (money laundering). Hal ini dikarenakan kejahatan praktek pencucian uang

(money laundering) dapat mempengaruhi sistem perekonomian di suatu negara.

Pada saat ini kejahatan kerah putih (white collar crime) sudah pada taraf

transnasional yang tidak lagi mengenal batas-batas negara. Bentuk-bentuk

kejahatannya pun sudah semakin canggih dan sangat terorganisir sehingga aparat

penegak hukum sulit untuk mendeteksinya. Kegiatan kejahatan pencucian uang

telah melewati batas juridiksi yang menawarkan tingkat kerahasiaan yang tinggi

atau menggunakan bermacam mekanisme keuangan dimana uang dapat bergerak

melalui bank (money transmitter), dan dapat dikirim ke luar negeri. 1

      

1

(13)

Istilah money laundering dikenal dan berkembang di Amerika Serikat

sejak tahun 1930. Ketika itu para mafia di negeri Paman Sam melakukan kegiatan

pemutihan uang hasil tindak kejahatannya dengan cara membeli

perusahaan-perusahaan, kebanyakan perusahaan yang dibeli adalah perusahaan pencucian

pakaian (laundromats) yang pada saat itu sangat terkenal.2 Penggunaan pertama

kali istilah Money laundering di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan

mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan

penggunaan sebutan dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama

kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.2555.625,39 (1982) 551 F Supp. 314.

Sejak itu istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di seluruh

dunia.3

Prakteknya banyak dana-dana yang kurang dimanfaatkan secara optimal

karena pelaku money laundering sering melakukan “steril investment” misalnya

dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka

anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang mereka dapat lebih

rendah. Praktek money laundering juga membuat ketidakstabilan pada ekonomi

nasional karena money laundering dapat menyebabkan fluktuasi yang tajam pada

nilai tukar dan suku bunga. Selain itu uang hasil money laundering dapat saja

beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke negara lain dengan

perekonomian yang kurang baik. Sehingga secara perlahan-lahan dapat

menghancurkan pasar finansial dan mengurangi kepercayaan publik kepada

       2

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kedua, (Bandung : Citra Aditya Bakti,2001), hlm.154.

3

(14)

sistem finansial, yang dapat mendorong kenaikan risiko dan kestabilan dari sistem

itu yang berakibat pada berkurangnya angka pertumbuhan dari ekonomi dunia.4

Akibat-akibat itulah yang membuat praktek money laundering menarik

perhatian negara-negara di dunia, terlebih lagi dana yang digunakan dalam

praktek money laundering merupakan dana hasil dari kejahatan-kejahatan serius

seperti korupsi, terorisme, perdagangan narkotika, dan kejahatan di bidang

kehutanan. Sebagai upayah pencegah atau memberantas praktek money

laundering, maka pada tahun 1988 telah diadakan United Nation Convention

Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang

lebih dikenal dengan nama UN Drug Convention.

Menindaklanjuti konvensi tersebut, pada bulan juli 1989 di Paris telah

dibentuk sebuah satuan tugas yang khusus menangani money laundering yang

disebut dengan The Financial Action Task Force (FATF). Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana

dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang, dan terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

dalam hal ini dapat disebut dengan (UU PPTPPU), merupakan suatu bentuk upaya

Indonesia sebagai salah satu negara di antara 15 negara yang dianggap tidak

kooperatif untuk memberantas praktek money laudering. Dengan kata lain,

Indonesia dianggap termasuk dalam katagori daftar negara yang tidak kooperatif

(non-cooperative countries and teritorie) untuk memberantas money laundering,

       4

(15)

sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh FATF yang merupakan satgas

dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).5

Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat menarik bagi pelaku

kejahatan di bidang money laundering. Hal ini disebabkan adanya loopholes

dalam regulasi industri jasa keuangan di Indonesia seperti kurang memadainya

peraturan tentang perizinan dan pendirian lembaga keuangan, termasuk penilaian

mengenai latar belakang pengurus dan beneficial owner.6

Adapun alasan FATF memasukkan Indonesia dalam daftar tersebut

berdasarkan pengamatan dan pertimbangan yang sangat cermat bahwa Indonsia

disinyalir menjadi salah satu sumber sekaligus muara kegiatan money laundering.

Dalam the 40 FATF Recommendations, Indonesia dianggap tidak kooperatif

dengan Rekomendasi ke-15 yang menyatakan agar bank memberikan perhatian

khusus kepada suatu transaksi yang tidak benar latarbelakangnya berupa

melaporkan kepada petugas yang berwenang.7

Hasil tindak pidana dalam money laundering adalah harta kekayaan yang

diperoleh dari predicates crimes sebagaimana di atur dalam Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, salah satunya merupakan di bidang

perasuransian. Dimana pencucian uang melalui perusahaan asuransi, biasanya

dilakukan oleh pelaku kejahatan di dalam negeri, tetapi ditempatkan di perusahaan

asuransi yang ada di luar negeri.       

5

Ibid, hlm.2. 6

Yunus Husein (1), Makalah Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita? http:www.ppatk.go.idpdf. Diakses pada tanggal 1 Februari 2014, hlm.1.

7

(16)

Para pelaku kejahatan tersebut dengan begitu tinggal menerima uang

bersih yang berasal dari luar negeri. Sama halnya dengan modus money

laundering pada umumnya, biasanya pelaku tindak pidana pencucian uang dalam

perusahaan asuransi menggunakan modus-modus yang canggih agar sulit

ditelusuri. Tidak jarang kejahatan dalam perusahaan asuransi justru dilakukan

oleh orang dalam perusahaan seperti agen maupun broker asuransi.

Transaksi mencurigakan dalam asuransi ini juga dapat dikategorikan

sebagai penipuan di bidang perasuransian yang bertentangan dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, seperti yang

ditentukan oleh Pasal 21 ayat (2) tentang penggelapan premi asuransi yang

menyebutkan :

“Barangsiapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.

2.500.000.000,00 (dua miliyar lima ratus juta rupiah).8

Dilihat dari pasal tersebut bahwa dalam perusahaan asuransi juga sangat

rawan adanya kejahatan dibidang pencucian uang (money laundering). Dan

berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang

menyebutkan :

“Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)

huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:

a. Transaksi Keuangan Mencurigakan;

       8

(17)

b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing

yang nilainya setara, yang dilakukan baikdalam satu kali transaksi

maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau

c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.9

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka adanya

kewajiban terhadap penyedia jasa keuangan untuk melaporkan keuangannya ke

pada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan yang dalam hal ini disebut

dengan (PPATK) bila adanya transaksi keuangan yang mencurigakan. Hal ini lah

yang mendorong penulis untuk membahas atau mengangkat judul skripsi yang

berjudul “Kewajiban Pelaporan Perusahaan Asuransi atas Transaksi Keuangan

yang Mencurigakan dalam Rangka Pencegahan Praktek Pencucian Uang”.

B. Perumusan Masalah

Untuk membuat pembahasan dalam skripsi ini menjadi lebih spesifik maka

penulis merasa perlu mengangkat permasalahan yang menjadikan sebagai

landasan atau acuan dari pokok materi penulisan. Adapun yang menjadi

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010?

       9

(18)

2. Bagaimana hubungan transaksi keuangan yang mencurigakan dengan

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang?

3. Bagaimana kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan oleh

perusahaan asuransi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam skripsi ini dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui secara garis besar pencegahan dan pemberantasan tindak

pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

2. Untuk mengetahui hubungan transaksi keuangan yang mencurigakan dengan

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

3. Untuk mengetahui pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan oleh

perusahaan asuransi.

Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah

dirumuskan dalam skripsi ini akan memberikan kontribusi pemikiran serta

pemahaman bagi ilmu pengetahuan dan pandangan baru terhadap praktek

money laundering yang sudah semakin meluas merongrong lembaga-lembaga

(19)

memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat kebijakan

pemberantasan money laundering.

2. Secara Praktis

Pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan

bahan rujukan bagi para pembaca, khususnya dunia perasuransian yang

sangat rawan dijadikan sebagai sarana pencucian uang dan juga kepada pihak

penegak hukum dalam mencegah dan memberantas praktik pencucian uang.

D. Keaslian Penuliasan

Ada judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “ Kebijakan Badan Pengawasan Pasar Modal

(BAPEPAM) dalam Penanggulangan Pencucian Uang di Pasar Modal” yang

ditulis oleh Mega Kartika, NIM 030200186, yang di dalamnya membahas

tentang apa saja kebijakan-kebijakan yang dapat di ambil oleh BAPEPAM

dalam penanggulangan pencucian uang di pasar modal.

2. Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal melalui prinsip

mngenal nasabah (Know Your Custemer Principles) berdasarkan keputusan

ketua Bapepam No.476/BL/2009, yang ditulis oleh Sarah Cascarina S, NIM

070200136, yang di dalamnya membahas tentang pencegahan tindak pidana

pencucian di dalam pasar modal melalui prinsip mengenal nasabah.

3. Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan dalam Rangka Pencegahan

(20)

Sitorus, NIM 080200258, yang di dalamnya membahas tentang Prinsip

Akuntabilitas dan Transparansi dalam pencegahan praktek pencucian uang.

Sedangkan di dalam skripsi ini hal yang dibahas adalah mengenai

kewajiban pelaporan perusahaan asuransi atas transaksi keuangan yang

mencurigakan dalam rangka pencegahan praktek pencucian uang, dimana

perusahaan asuransi wajib melaporkan kepada lembaga yang berwajib contohnya

PPATK apabila terbukti adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dalam

perusahaan asuransi tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang

berkaitan dengan kewajiban pelaporan perusahaan asuransi dalam hal pencegahan

praktek pencucian uang serta peraturan-peraturan yg berkaitan dengan judul

tersebut, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakan atau media cetak

maupun media elektronik. Sehubung dengan keaslian judul skripsi ini, penulis

melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau

belum terdapat di Perpustakaan Univesitas Sumatera Utara.

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis

oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat

(21)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian asuransi

Asuransi berasal istilah “verzekering atau assurantie” dalam bahasa

Belanda dan dalam bahasa Inggris berasal dari istilah “assurance atau insurance”.

Asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari

ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Asuransi menurut ketentuan Pasal

246 KUHD:

“Asuransi adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen”.10

Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan

bahwa:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua orang atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.11

Berikut ini beberapa pengertian asuransi menurut para ahli:12

a. Pengertian asuransi Menurut Robert I. Mehr: Asuransi adalah suatu alat

untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang

       10

Kitab undang-undang hukum dagang 11

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian 12

(22)

beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian

yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara

proporsional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.

b. Pengertian asuransi Menurut Mark R. Greene: Asuransi adalah institusi

ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan di bawah satu

manajemen dan kelompok objek dalam suatu kondisi sehingga kerugian

besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat

diprediksi dalam lingkup yang lebih rinci.

c. Pengertian asuransi Menurut C Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins:

Asuransi adalah alat yang mana resiko dua orang atau lebih atau

perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti

atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim.

d. Pengertian asuransi Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak

penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima

premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena

kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau,

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

(23)

2. Perusahaan asuransi

Perusahaan asuransi adalah suatu lembaga yang sengaja dirancang dan di

bentuk sebagai lembaga pengambil alih dan penerima resiko. Dengan demikian,

perusahaan asuransi pada dasarnya menawarkan jasa proteksi sebagai bentuk

produknya kepada masyarakat yang membutuhkan, dan selanjutnya diharapkan

akan menjadi pelanggannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan asuransi

akan mengajak setiap pihak untuk bergabung ataupun bekerjasama untuk

menghadapi kemungkinan-kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi yang

biasanya tidak disadari dan tidak siap dihadapi.13

Perusahaan asuransi sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut

pandang, yaitu dari sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, ataupun sosial.

Namun, tidak ada satu defenisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut

pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis unik, yang di dalamnya terdapat

kelima aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis, dan aspek

matematika.

3. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan

Dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan

bahwa:

“Transaksi keuangan mencurigakan adalah:

       13

(24)

a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa bersangkutan;

b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan

dengan tujuan untuk mengindari pelaporan transaksi yang bersangkutan

yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan

Undang-undang ini;

c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;

atau

d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh

pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari

hasil tindak pidana.”

4. Pengertian pencucian uang (money laundering)

Istilah money laundering dalam bahasa indonesia sering diterjemahkan

dengan istilah “pemutihan uang” atau “pencucian uang”. Hal ini adalah

terjemahan yang wajar mengingat kata “launder” dalam bahasa Inggris sendiri

yang berarti “mencuci”. Oleh karena itu, sehari-hari dikenal “laundry” yang

berarti cucian. Pencucian uang atau money laundering secara sederhana diartikan

sebagai suatu proses menjadikan hasil kejahatan (proceed of crime) atau disebut

sebagai uang kotor (dirty money) misalnya hasil dari perdagangan narkotik,

korupsi, penggelapan pajak, judi,penyelundupan dan lain-lain yang nampak sah

(25)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tetang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, disebutkan bahwa:

“Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur

tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”14

Adapun pengertian pencucian uang atau money laundery menurut

beberapa ahli yaitu:15

a. Menurut Welling

Pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan sumber tidak

sah atau aplikasi pendapat tidak sah,sehingga pendapatan itu menjadi

sah.

b. Menurut Fraser

Pencucian uang adalah sebuah proses yang sungguh sederhana dimana

uang kotor di proses atau dicuci melalui sumber yang sah atau bersih

sehingga orang dapat menikmati keuntungan tidak halal itu dengan

aman.

c. Menurut Prof.Dr.M.Giovanoli

Money laundering merupakan proses dan dengan csra seperti itu,maka

aset yang di peroleh dari tindak pidana dimanipulasikan sedemikian

rupa sehingga aset tersebut seolah berasal dari sumber yang sah.

       14

Undang-umdamg Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

15

(26)

d. Byung-Ki Lee

Money laundering merupakan proses memindahkan kekayaan yang di

peroleh dari aktivitas yang melawan hukum menjadi modal yang sah.

F. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif

atau penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah

pendekatan perundang-undangan dengan bertitik tolak pada analisis terhadap

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini difokuskan terhadap kewajiban

pelaporan perusahaan asuransi apabila terdapat transaksi keuangan yang

mencurigakan, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan

peraturan lainnya yang berkaitan. Penelitian hukum normatif biasanya

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan sehingga disebut juga dengan

metode kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan

dengan Kewajiban Pelaporan Perusahaan Asuransi atas Transaksi keuangan

(27)

2. Sumber Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder:16

a. Bahan hukum primer yakni bahan yang telah ada dan yang berhubungan

dengan skripsi terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait

dalam skripsi ini antara lain yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002

Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dirubah dengan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang, dan terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,

Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 30/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, dan peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder yakni bahan yang diperoleh untuk mendukung dan

berkaitan dengan bahan hukum primer yang berhubungan dengan skripsi

seperti karya tulis ilmiah, majalah-majalah hukum, jurnal-jurnal hukum,

koran, artikel, serta beberapa sumber dari internet.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti

kamus dan ensiklopedia yang relevan dengan skripsi ini.

       16

(28)

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan

(library research). Dalam hal ini penelitian dilakukan terhadap literatur-literatur

untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar

analisis terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi. Tujuan penelitian

kepustakaan (library research) ini adalah untuk memperoleh data sekunder yang

meliputi Peraturan Perundang-undangan, buku, majalah, surat kabar, situs internet

maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dianalisis dengan metode

deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh

tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Sedangkan kuantitatif yaitu

metode analisis data dengan mengelompokkan dan menyeleksi data yang

diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, dan dihubungkan dengan teori yang

diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga didapatkan jawaban terhadap

permasalahan yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yang tersebut

dengan bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri,

(29)

secara sistematis penulisan menempatkan materi pembahasan keseluruhannya

kedalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara umum digambarkan garis besar tentang latar

belakang pemilihan judul yang dipilih oleh penulis serta hal – hal

yang mendorong penulis dalam mengangkat judul Kewajiban

Pelaporan Perusahaan Asuransi atas Transaksi Keuangan yang

Mencurigakan dalam Rangka Pencegahan Praktek Pencucian Uang.

Bab ini juga mencakup permasalahan pokok skripsi ini, tujuan dan

manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penellitian dan sistematika penulisan.

BAB II: PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

Bagian ini membahas tentang tinjauan umum tentang pencucian

uang, pencegahan dan pemeberantasan tindak pidana pencucian

uang, dan peranan PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang.

BAB III: HUBUNGAN TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN DENGAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Bagian ini membahas tentang transaksi keuangan yang

(30)

mencurigakan, dan hubungan transaksi keuangan mencurigakan

dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian

uang.

BAB IV: KEWAJIBAN PELAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN

YANG MENCURIGAKAN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI

Bagian ini membahas tentang Perusahaan Asuransi sebagai

Perusahaan Jasa Keuangan, hubungan Perusahaan Asuransi dengan

Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Kewajiban Perusahaan

Asuransi melaporkan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian akhir skripsi ini berisi kesimpulan dan saran bagi penulis

(31)

BAB II

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 2010

A. Tinjauan Umum Tentang Pencucian Uang

1. Sejarah pengaturan pencucian uang

Pada tahun 1988 sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan

money laundering, diadakan konvensi internasional yaitu United Nation

Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drug and Psychotropic Substances

atau yang lebih dikenal dengan nama UN Drug Convention. Lahirnya konvensi ini

ditandai saat mana masyarakat internasional merasa frustrasi dalam memberantas kejahatan perdagangan gelap obat bius. Hal ini dapat dimengerti mengingat obyek

yang diperangi adalah organized crime yang memiliki karakteristik organisasi

struktural yang solid dengan pembagian wewenang yang jelas, sumber pendanaan

yang sangat kuat dan memiliki jaringan kerja yang melintasi batas negara. Rezim

hukum internasional anti pencucian uang dapat dikatakan merupakan langkah maju ke depan dengan strategi yang tidak lagi difokuskan pada kejahatan obat

biusnya dan menangkap pelakunya, tetapi diarahkan pada upaya memberangus

hasil kejahatannya melalui regulasi anti pencucian uang. Dengan demikian,

lahirnya United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Substances 1988 (Vienna Convention 1988), dipandang sebagai

(32)

negara yang telah meratifikasi segera melakukan kriminalisasi atas kegiatan

pencucian uang. Disamping itu Vienna Convention 1988 juga berupaya untuk

mengatur infrastruktur yang mencakup persoalan hubungan internasional, penetapan norma-norma, peraturan dan prosedur yang disepakati dalam rangka

mengatur ketentuan anti pencucian uang. 17 Dan untuk membuat para pelaku

perdagangan narkotika tidak mudah menggunakan uang hasil kejahatan narkotika

tersebut, umumnya pelaku perdagangan narkotika illegal mencuci uangnya

terdahulu, sehingga perlu dibuat rezim anti pencucian uang.

Kemudian untuk menindaklanjuti konvensi tersebut, pada bulan Juli tahun

1989 di Paris telah dibentuk sebuah satuan tugas yang khusus menangani money

laundering yang disebut dengan The Financial Action Task Force (FATF)18,

sebuah organisasi yang bertujuan membebaskan bank dari praktik money

laundering, dimana FATF memperediksikan jumlah uang yang diputihkan setiap

tahun di seluruh dunia melalui transaksi bisnis haram narkotika berkisar antara US

$ 300 milyar dan US $ 500 milyar.19

FATF memasukkan Indonesia tanggal 22 Juni 2001, di samping 19 negara

lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative Countries Territories (NCCTs)

atau kawasan yang tidak kooperatif dalam menangani kasus money Laundering.

Kesembilan belas negara lainnya itu adalah Mesir, Rusia, Hongoria, Israel,

Lebanon, Filippina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik

       17

Yunus Husein. Artikel Hukum Pidana: Hubungan antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang. 2006.

http://www.ditjenphka.go.id/article_file/Press%20realease%20CCPCJ.doc 18

Bismar Nasution., Op.Cit., hlm. 2-3. 19

(33)

Dominika, Guatemala, St.Kitts dan Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta

Ukrania.20

Alasan FATF memasukkan Indonesia dalam daftar tersebut berdasarkan

pengamatan dan pertimbangan yang sangat cermat bahwa Indonsia disinyalir

menjadi salah satu sumber sekaligus muara kegiatan money laundering. Dalam

the 40 FATF Recommendations, Indonesia dianggap tidak kooperatif dengan

Rekomendasi ke-15 yang menyatakan agar bank memberikan perhatian khusus

kepada suatu transaksi yang tidak benar latarbelakangnya berupa melaporkan

kepada petugas yang berwenang. Untuk lebih jelas, di bawah ini Rekomendasi

ke-15 tersebut yang telah dikutip:21

“if Financial institution suspect that funds stem from a criminal activity,

they should be required to report promptly their suspicious to the

competent authorities.”

Hingga pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari NCCTs

setelah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang

Perubahan atas Unang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang sebagai suau dasar hukum yang lebih komprehensif di negara

kita untuk memerangi prakteik money laundering.

Money Laundring yang diterjemahkan dengan pencucian uang dalam

Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

       20

Ibid, hlm. 1,2. 21

(34)

didefenisikan22: sebagai perbuatan menempatkan, mentranrfer, membayarkan,

membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar

negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal – usul harta kekayaan sehingga seolah

– olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Definisi tersebut perlu diberikan penjelasan sebagai berikut: dalam

defenisi tersebut terdapat kata “seolah – olah”,sehingga walaupun proses pencuci

an uang hasil tindak pidana yang dilakukan, namun harta kekayaan yang berasal

dari hasil tindak pidana tidak pernah menjadi sah atau di putihkan. Dengan

demikian istilah yang dipakai adalah “Pencucian Uang” bukan “Pemutihan

Uang”. Money laundering selalu berkaitan dengan harta kekayaan yang berasal

dari tindak pidana, sehingga tidak ada pencucian uang kalau tidak ada tindak

pidana yang dilakukan (no crime no money laundering).23

Pemerintah bersama badan legislatif seiring berjalannya waktu mulai

memikirkan bahwa upaya pemberantasan saja tidak cukup untuk menangani

permasalahan kejahatan ini. Oleh karena itu dibutuhkan upaya preventif

(pencegahan) yang berguna untuk mencegah tindak pidana ini agar jangan sampai

terjadi terus menerus. Dari pemikiran inilah maka dikeluarkan Undang–undang

Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

       22

Pasal 1 ayat 1 Undang – Undang RI No. 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian uang.

23

Yunus Husein, Tindak Pidana Pencucian Uang ( Money laundering ) dalam Perspektif Hukum Internasional dapat dilihat dalam:

http://www.docstoc.com/docs/20860753/TINDAK-PIDANA-PENCUCIAN-UANG-MONEY-LAUNDRING-DALAM-PERSPEKTIF, akses tanggal

(35)

Pencucian. Undang–undang ini secara otomatis mencabut Undang–Undang

Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang–

Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor

15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.24

2. Pengertian dan objek pencucian uang

Istilah pencucian uang telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat,

yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu

strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut

laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian

pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti

dari cabang usaha lainya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti

uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran.25

Sedangkan pengertian pencucian uang menurut Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang adalah:

“pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur

tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.”

Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur pelaku,

unsur perbuatan melawan hukum serta unsur merupakan hasil tindak pidana.

Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat ketentuan

       24

Penjelasan Umum Undang – Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

25

(36)

dalam Pasal (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Intinya

adalah bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan suatu bentuk kejahatan

yang dilakukan baik oleh seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,

menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,

menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta

kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan itu,

termasuk juga yang menerima dan mengusainya.26

Kemudian salah satu ahli yaitu Alford menyatakan bahwa pengertian pencucian

uang sebagai berikut:

“pencucian uang (money laundering) adalah proses yang dilakuakan untuk mengubah hasil kejahatan dari korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan dan lain-lain dengan menggunakan sarana lembaga keuangan sehingga uang hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan.”27

Melihat dari pengertian atau penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa pencucian uang (money laundering) pada intinya melibatkan aset

pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kejahatan atau berasal dari kegiatan

atau perbuatan yang melawan hukum yang diubah menjadi aset keuangan yang

seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal. Atau proses yang dilakukan

sesorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal

dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut

dari pemerintah atau otiritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap       

26

http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html. Diakses pada tanggal 28 Februari 2014

27

(37)

tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam

sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian

dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi

uang yang sah. 28

Menurut N.Welling, yang menjadi objek utama dalam pencucian uang

adalah “uang kotor” atau “uang haram”. Menurut N.Willing uang dapat menjadi

kotor atau haram dengan dua cara yaitu:29

a. Melalui pengelakkan pajak (tax evasion) , yaitu memperoleh uang secara ilegal tetapi jumlah uang yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit dari pada yang sebenarnya diperoleh.

b. Memperoleh uang melalui cara-cara melanggar hukum, misalnya hasil penjualan obat terlarang (drug sakes), perjudian gelap (ilegal gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan (smugglig), dan kejahatan kerah putih (white collar crime).

Awalnya yang menjadi objek pencucian uang yang paling utama

dilakukan adalah hasil dari penjualan obat-obatan terlarang dan penyelundupan.

Namun sejak terjadinya bom WTC di Amerika Serikat, maka pada saat itu

kegiatan terorisme pun menjadi salah satu prioritas objek pencucian uang.

Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang,

disebutkan bahwa yang menjadi objek Tindak Pidana Pencucian uang adalah :

(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayan yang diperoleh dari tindak pidana:30

Sutan Reny Sjahdeini. Op.Cit., hlm.9. 30

(38)

c. Narkotika; d. Psikotropika;

e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan migran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang pasar modal; i. Di bidang perasuransian; j. Kepabeanan;

k. Cukai;

l. Perdagangan orang;

m. Perdagangan senjata gelap; n. Terorisme;

v. Di bidang perpajakan; w. Di bidang kehutanan; x. Di bidang lingkungan hidup

y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(2) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara lanngsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

3. Tahap-tahap proses pencucian uang

Tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu kejahatan pencucian uang,

karena kita telah ketahui bahwa kegiatannya sangat kompleks sekali, namun para

pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang (money laundering)

(39)

a. Tahap placement

Tahap penempatan( placement ) merupakan upaya menempatkan

uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (

financial sistem) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel

bank, sertifikat deposito, dan lain–lain) kembali kedalam sistem

keuangan, terutama sistem perbankan. Dalam proses penempatan uang

tunai kedalam sistem keuangan ini, terdapat pergerakan fisik uang tunai

baik melalui penyeludupan uang tunai dari suatu Negara ke Negara lain,

penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan

uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau cara–cara lain

seperti pembukaan deposito, pembelian saham–saham atau juga

mengkonversikannya ke dalam mata uang Negara lain.31

b. Tahap layering

Tahap (layering) merupakan upaya untuk menstransfer harta

kekayaan, berupa benda bergerak atau tidak bergerak berwujud maupun

tidak berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil

masuk kedalam sistem keuangan melalui penepatan (placement). Dalam

proses ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil Placement ke

beberapa rekening atau lokasi tertentu lainnya dengan serangkaian

transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau

mengelabui sumber dana “haram“ tersebut. Layering dapat pula

dilakukan dengan transaksi jaringan Internasional baik melalui bisnis

       31

(40)

yang sah atau Perusahaan–perusahaan “shell”( perusahaan mempunyai

nama dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun

).32

Teknik lain dari layering ialah memberi efek (saham dan obligasi),

kendaraan, dan pesawat terbang atas nama orang lain. Kasino sering

juga digunakan karena kasino menerima uang tunai. Sekali uang tunai

tersebut dikonversikan kedalam chips dari kasino tersebut, maka dana

yang telah dibelikan chips tersebut dapat ditarik kembali dengan

menukarkan chips tadi dengan cek yang dikeluarkan oleh kasino

tersebut.33

c. Tahap intergration

Tahap menggunakan harta kekayaan (intergration), suatu upaya

menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang

telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui placement atau

layering sehingga seolah–olah menjadi harta kekayaan yang “halal”.

Proses ini merupakan upaya untuk mengembalikan uang yang telah

dikaburkan jejaknya sehingga pemilik semula dapat menggunakan

dengan aman. Disini uang yang di “cuci” melalui placement maupun

layering dialihkan kedalam kegiatan–kegiatan resmi sehingga tampak

seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang

menjadi sumber dari uang tersebut.34

       32

ibid

33

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit. , hlm. 36. 34

(41)

Sebagaimana dikemukakan oleh Jeffrey Robinson, tahap placement adalah

tahap yang paling rentan (vulnerable) bagi pencuci uang karena apabila pencuci

uang tidak dapat memasukkan uang haram tersebut kedalam proses pencucian,

maka ia tidak akan dapat mencuci uang haram tersebut. Namun, sekali uang

haram itu berhasil di konversikan ke dalam nomor–nomor (rekening bank) yang

muncul di suatu layar komputer dan nomor–nomor tersebut berhasil dipindahkan

mondar–mandir melintasi dunia, maka hal itu seperti halnya riak air sebagaimana

digambarkan diatas lenyap dan batu tersebut terkubur di dalam lumpur di dasar

kolam itu.35

4. Faktor pendorong terjadinya tindak pidana pencucian uang

Praktek money laundering tidak mudah memberantasnya. Ada beberapa

faktor yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai

negara, menurut Sutan Remy Sjahdeini terdapat 10 (sepuluh) faktor pendorong,

yaitu sebagai berikut:36

a. Faktor Globalisasi

Globalisasi pada perputaran sistem keuangan internasional merupakan

impian para pelaku money laundering dan dari kegiatan kriminal ini

arus uang yang berjalan jutaan dollar pertahun berasal dari

pertumbuhan ekonomi dimana uang yang sehat pada setiap negara

sebagai dasar pada daerah pasar global.

b. Faktor cepatnya kemajuan teknologi

       35

Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, hlm. 63. 36

(42)

Kemajuan teknologi yang paling mendorong maraknya pencucian uang

adalah teknologi di bidang informasi, yaitu dengan munculnya internet

yang memperlihatkan kemajuan yang luar biasa.

c. Faktor rahasia bank yang begitu ketat

Ketatnya suatu peraturan bank dalam hal kerahasiaan atas nasabah dan

data-data rekeningnya menyebabkan azas “know your customer”.

Penerapan pengaturan rahasia bank yang ketat dapat mengakibatkan

sulitnya untuk mengetahui data seseorang yang diduga merupakan hasil

tindak pidana.

d. Faktor belum diterapkannya azas “Know Your Customer”

Perbankan dan Penyedia Jasa Keuangan lainnya belum secara

sungguh-sungguh menerapkan sistem ini, sehingga seseorang dapat menyimpan

dana dari suatau bank dengan menggunakan nama samaran (anonim).

e. Faktor electronic banking

Dengan diperkenalkannnya sistem ini dalam perbankan maka

diperkenalkannya ATM (Automated Teller Machine) dan wire transfer.

Electroric memberikan peluang bagi pencucian uang model baru

dengan menggunakan jaringan internet yang disebut cyber laundering.

f. Faktor electrinic money atau e-money

Dengan munculnya jenis uang baru ini yang disebut yang merupakan

suatu sistem yang secra digital ditandatangani suatu lembaga penerbit

melalui kunci enkripsi pribadi dan melalui enkripsi ini dapat

(43)

commerce melalui jaringan internet, pelaku tersebut juga sebagai

cyberspace atau cyber laundering. Mengakibatkan semakin sulitnya

untuk melacak kejahatan pencucian uang tersebut.

g. Faktor layering

Penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum (lawyer) dimana

sumber pertama sebagai pemilik sesungguhnya atau siapa sebagai

penyimpan pertama tidak diketahui lagi jelas, karena deposan yang

terakhir hannyalah sekedar ditugasi untuk mendepositkannya di suatu

Bank. Pemindahan demikian dilakukan beberapa kali sehingga sulit

dilacak petugas.

h. Faktor pemberi jasa hukum (lawyer)

Adanya faktor ketentuan hukum bahwa hubungan lawyer dengan klien

adalah hubungan kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan.

Akibatnya, seorang lawyer tidak bisa dimintai keterangan mengenai

hubungan dengan kliennya.

i. Faktor kesungguhan pemerintah

Adanya ketidaksungguhan dari negara-negara untuk melakukan

pemberantasan praktek pencucian uang dengan sistem perbankan.

Ketidakseriusan demikian adalah karena suatu negara memandang

bahwa penempatan dana-dana di suatu bank sangat diperlukan untuk

pembiayaan pembangunan.

(44)

Belum adanya peraturan-peratran money laundering di dalam suatu

negara tertentu, sehingga menjadi pratek money laundering menjadi

subur.

Faktor penyebab terjadinya kejahatan pencucian uang (money laundering)

begitu komplek. Berbagai hal pendorong terjadinya praktek money laundering ini

menimbulkan makin tumbuh dan berkembangnya bagi pelaku money launering

untuk melakukan aktifitasnya baik dalam suatu negara maupun terhadap

negaranya sendiri.

5. Pentingnya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

Dalam peraktek pencucian uang (money laundering) terdapat beberapa

dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang

terhadap masyarakat antara lain:37

a. Pencucian uang memungkinkan para pengedar narkoba, penyeludup

dan penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal

ini akan mengakibatkan meningkatnya biaya penegakan hukum untuk

memberantasnya.

b. Kegiatan ini mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat

keuangan sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat

dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat

bersamaan dengan peredaran uang haram yang sangat besar.

       37

(45)

c. Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan

secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan

mengurangi kesempatan kerja yang sah.

d. Masuknya uang dan dana hasil kejahatan ke dalam keuangan suatu

negara telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan,

menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap

keamanan nasional.

e. Pencucian uang dapat merugikan sektor swasta yang sah (Undermining

in the Legitimate Privet sector). Salah satu dampak mikro ekonomi

pencucian uang terasa di sektor swasta. Para pelaku kejahatan seringkali

menggunakan Perusahaan-perusahaan untuk mencampur uang haram

dengan uang sah, dengan maksud untuk menyamarkan uang hasil

kejahatannya. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki akses ke dana

haram yang sangat besar jumlahnya, yang memungkinkan mereka

untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang dijual oleh

Perusahaan-perusahaan tersebut dengan harga yang jauh di bawah

pasar. Bahkan perusahaan ini dapat saja menjual barang-barang tersebut

di bawah harga produksinya. Dengan demikian mereka akan memiliki

competitive advantage terhadap perusahan yang bekerja secara sah. Hal

ini membuat bisnis yang sah menjadi kalah bersaing dan menjadi

bangkrut.

f. Pencucian uang dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah

(46)

kejahatan yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang adalah antara 2

sampai 5 persen dari gross domestic product dunia, atau sekurangnya

US$ 600.000 juta. Di beberapa negara dengan pasar yang baru tumbuh

(emerging market countries), dana tersebut dapat mengurangi anggaran

Pemerintah, sehingga dapat mengakibatkan hilangnya kendali

Pemerintah atas kebijakan ekonominya.

g. Dampak negatif lain dari pencucian uang adalah dapat menimbulkan

rusaknya reputasi negara. Tidak satupun negara, terlebih pada masa

ekonomi global ini, yang bersedia kehilangan reputasinya sebagai

akibat terkait dengan pencucian uang. Kepercayaan dunia akan terkikis

karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di

bidang keuangan yang dilakukan di negara bersangkutan, dan rusaknya

reputasi akan mengakibatkan negara tersebut kehilangan kesempatan

global yang sah sehingga hal tersebut dapat mengganggu pembangunan

dan pertumbuhan ekonomi.

Besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian

suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi Internasional merasa

tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian lebih serius terhadap

pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain

karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara

langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan

pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri.38

       38

(47)

Beberapa dampak negatif dan kerugian yang di timbulkan oleh kegiatan

pencucian uang maka dapat disimpulkan penting adanya pencegahan dan

pemeberantasan tindak pidana pencucian uang tersebut. Kegiatan atau kejahatan

pencucian uang (money laundering) ini telah memperoleh perhatian besar dari

banyak negara. Setidaknya l5 negara di dunia, yang termasuk dalam anggota

Financial Action TaskForce on Money Laundering (FATF) telah menyatakan

perang terhadap pencucian uang.

B. Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang

Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh pelaku

pencucian uang adalah:39

a. Loan Back yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini

terinci lagi dalam bentuk direct loan, dengan cara meminjam uang dari

perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan (immobilen

investment company) yang direksinya dan pemegang sahamnya adalah

dia sendiri, Dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku peminjam

uang dari cabang bank asing secara stand byletter of credit atau

certificate of deposit bahwa uang didapat atas dasar uang dari

kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga jaminan

bank dicairkan.

       39

(48)

b. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan

memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.

c. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan

memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih

kecil.

d. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan

dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke

rekening asalnya.

e. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana

dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui

rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan

tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan

“proceed of crime”.

f. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status

kepemilikan dari aset/ barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa

terdeteksi oleh sistem keuangan.

g. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai

atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem

keuangan.

h. Modus over invoices atau double invoice. Modus ini dilakukan dengan

mendirikan perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri

(yang bersistem tax haven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell

(49)

Indonesia dan perusahaan yang ada diluar negeri itu membuat invoice

pembelian dengan harga tinggi inilah yang disebut over invoice dan bila

dibuat 2 invoices, maka disebut double invoices.

i. Underground Banking/Alternative Remittance Services, yaitu kegiatan

pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas

dasar kepercayaan.

j. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan

menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari

terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik

dana hasil tindak pidana.

k. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana

dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan

sumber asal dananya.

l. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan

menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit

terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian

uang.

2. Wajib lapor perusahaan jasa keuangan

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa:

(50)

patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penyedia Jasa Keuangan (PJK) harus mewaspadai para pelaku yang

memanfaatkan sistem keuangan sebagai sarana kegiatan pencucian uang (money

laundering). Kewaspadaan sangat diperlukan untuk menghindari pemanfaatan

sistem keuangan sebagai sarana pencucian uang dan juga melakukan tindakan

yang diperlukan untuk menanggulangi perbuatan pencucian uang tersebut.

Kewajiban untuk mewaspadai tersebut pada dasarnya terdiri dari 5 unsur yaitu: 40

1. Identifikasi dan verifikasi nasabah/pengguna jasa keuangan;

2. Identifikasi transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions) dan transaksi tunai dalam jumlah tertentu (cash transactions);

3. Pelaporan transaksi keuangan; 4. Menata usahakan dokumen; 5. Pelatihan karyawan.

Pada setiap penyedia jasa keuangan harus terdapat pejabat/petugas sebagai

contact person dengan PPATK untuk penanganan kasus-kasus nasabah dan

transaksi keuangan yang dilaporkan. Hal ini akan mempercepat dan

mempermudah penanganan selanjutnya baik oleh PPATK maupun oleh penegak

hukum.41 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) wajib menyampaikan laporan kepada

PPATK untuk hal-hal sebagai berikut :42

a. Transaksi Keuangan Mencurigakan;

b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baikdalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau

       40

http;//www/ppatk.go.id/pdf/pedoman1.pdf,hal.13, diakses pada tanggal 10 Desember 2013

41

Ibid, hlm. 14. 42

Referensi

Dokumen terkait

Dalam inversi Magnetotelurik satu dimensi, AG kode real digunakan untuk menentukan parameter model (resistivitas dan ketebalan lapisan) dengan cara meminimumkan fungsi objektif

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatdan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis

Oracle merupakan perusahaan software terbesar kedua di dunia ini untuk software database. Ini membuat sertifikasi Oracle menjadi salah satu sertifikasi yang paling

Setiap Dokumen Penawaran Sayembara yang diterima oleh Panitia Pengadaan setelah batas akhir waktu pemasukan Dokumen Penawaran Sayembara akan ditolak dan

PT Kusumahadi Santosa adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pertekstilan. Salah satu kegiatan yang paling pokok adalah pengadaan, baik

Mengingat banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga dan anggota-anggotanya, maka dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang merupakan kebutuhan

Dari hasil kegiatan Pengabdian Masyarakat melalui Program KKNN Daring yang telah dilakukan oleh peneliti tentang produk pembuatan masker kain bahwa masyarakat

Hasil dari penelitian ini adalah sistem dan prosedur persediaan yang ada pada rumah sakit islam unisma sudah cukup baik untuk mendukung dalam pengendalian intern hal ini