1
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ZAINAB INDRIYAN TANJUNG 20120320038
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
i
YOGYAKARTA UNIT II
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ZAINAB INDRIYAN TANJUNG 20120320038
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
YOGYAKARTA UNIT II
Disusun oleh: Zainab Indriyan Tanjung
20120320038
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 24 Agustus 2016
Dosen Pembimbing Dosen penguji
Arianti, S. Kep, Ns. Sp. Kep. MB Ambar Relawati,S.Kep.,Ns., M.Kep NIK: 173 073 NIK : 173 232
Mengetahui,
Ka.Prodi Ilmu Keperawatan FKIK UMY Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
NIM : 20120320038
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 15 November 2015 Yang membuat pernyataan,
iv Allah SWT
Ayahanda Suntarto dan Ibunda Wardayaningsih yang senantiasa mendukung serta memberikan doa.
Erwina Rusmawati, Romi Andryan Tanjung, Devfa Stefany, Yumna Farradzkia Tanjung, Anisa Chandrawati, Christiana Nilasari yang senantiasa memberikan semangat kepada
peneliti
Donio Kurniawan yang senantiasa membantu serta memberikan dukungan. Khaulla Karima yang selalu memberikan masukan dan semangat untuk peneliti. Niken Wahyu Rohmawati, Ariffah Apriana, Alm. Mella Tiara, Amalia Rizqiani dan Nawang Galih Citrasmi yang selalu menemani dan selalu membatu serta memberikan
masukan untuk peneliti.
Teman-teman kontrakan “Nyonya Menir” Anne Feby Delia Rusmana, Izmi Ikha, Adelia Pramudita Monanda yang senantiasa membantu
Karya tulis ini juga peneliti persembahkan untuk sahabat-sahabat tercinta Hardian Wahyu Widianto, Assovandi Ragil, Hartami Putri, Nita eksada.
Pihak-pihak yang senantiasa membantu lancarnya penelitian ini, Agus Gunadi, Ratri Fahmi, Satifa, Sita.
Listia Putri, Hertas, Azika, Abdullah, Alma Ananda, Bapak Anton, Ikbal Abdullah, Defi Sulistya
Teman-teman satu bimbingan, Agnes, Viona Putri, Dwi Novi, Titis Wijayanti, Sudra Seva, Evi Kurniawati, Wijaya.
v
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Karya Tulis
Ilmiah berjudul “Intervensi Keperawatan Mandiri Pada Pasien Yang Mengalami Nyeri Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II” dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang ikut
membantu dalam proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yaitu:
1. Bapak Suntarto, Ibu Wardayaningsih, S.Pd selaku orang tua yang telah mendukung dengan segenap tenaga, doa dan usaha.
2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns,M.Kep.,Sp.Mat.,HNC selaku Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
4. Ibu Arianti, S. Kep, Ns. Sp. Kep. MB selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,
5. Ibu Ambar Relawati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen penguji
vi
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Yogyakarta, 15 November 2015
Penulis
vii
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR BAGAN ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri ... 13
B. Teori Nyeri ... 14
C. Fisiologi Nyeri ... 15
D. Jenis-jenis Nyeri ... 19
E. Mengkaji Persepsi Nyeri ... 19
F. Mengkaji Intensitas Nyeri ... 20
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ... 22
H. Managemen Nyeri ... 25
1. Intervensi Kolaborative (Farmakologi) ... 25
viii
A. Desain Penelitian ... 45
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
D. Variabel Penelitian ... 47
E. Definisi Operasional... 47
F. Instrumen Penelitian... 49
G. Cara Pengambilan Data ... 50
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51
I. Pengolahan Data dan Analisa Data ... 53
J. Etika Penelitian ... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 56
B. Hasil Penelitian ... 59
C. Pembahasan ... 61
D. Kekuatan Penelitian ... 87
E. Kesimpulan dan Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA ...
ix
x
Gambar 2 : Skala NRS ... 21
Gambar 3 : Skala Analog Scale ... 21
Gambar 4 : Skala Nyeri Wajah ... 22
xi
xii
masalah nyeri baik secara mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi tidak memiliki resiko atau efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk penggantian obat-obatan.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Februari 2016 di seluruh bangsal rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Responden terdiri dari 56 pasien nyeri dengan teknikAccidental sampling.
Hasil Penelitian: Hasil Penelitian menunjukan bahwa intervensi keperawatan mandiri yang diberikan oleh perawat kepada responden nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu teknik nafas dalam diterima oleh 26.8% responden, kompres air hangat diterima oleh 1.8% responden, dzikir khafi diterima oleh 23.2% responden, terapi Al-Qur’an diterima oleh 25% responden.
Kesimpulan: Tidak ada perawat yang memberikan intervensi mandiri efflurage massase, teknik imajinasi terbimbing, terapi musik, teknik distraksi, aromaterapi, teknik akuplesur dan kompres dingin kepada pasien yang mengalami nyeri. Sebagian besar perawat juga belum memberikan intervensi nafas dalam. Intervensi kompres air hangat hampir seluruh perawat belum memberikan pada pasien nyeri, intervensi dzikir khafi dan terapi al-Quran diterima oleh sebagian kecil responden
xiii
Background: Until now, pain recorded as a complaint that bring the treatment to the hospital. Nurse using knowledge can overcome the problem of pain either independently or collaboratively by using two approaches, pharmacological approaches and nonpharmacological approaches. Pharmacological therapies such as medication analgesic or pain reliever has side effects depression, sedation, nausea vomiting and constipation. While the nonpharmacological therapy has no risks or side effects.
Objective: the purpose of this study is to describe the independent nursing intervention in patients who have pain in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital.
Methods: This research is descriptive analytic cross sectional approach that the study with observations once (points time approach) which is a quantitative research. Research conducted in January to Februari 2016 all over the ward inpatient PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II hospital. Respondents consists of 56 patients pain and with accidental sampling technique.
Results: the results showed that the nursing interventions independent given by nurses to the respondents pain in the PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital is a technique deep breath received by 26,8% of respondents, compress warm water received by 1,8% of respondents, dzikir khafi received by 23,2 % of respondents and therapy Quran received by 25% of respondents. Conclusion:. No nurse that gives intervention independent the fform of efflurage massase, guiden imagination, music therapy, distraction techniques, aromatherapy, akuplesur techniques, compress cold water to the patients pain. Intervention compress warm water almost all the nurse not provide in patients pain, intervention dzikir khafi and therapy Qur’an received by a small portion
seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi tidak memiliki resiko atau efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk penggantian obat-obatan.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Februari 2016 di seluruh bangsal rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Responden terdiri dari 56 pasien nyeri dengan teknikAccidental sampling.
Hasil Penelitian: Hasil Penelitian menunjukan bahwa intervensi keperawatan mandiri yang diberikan oleh perawat kepada responden nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu teknik nafas dalam diterima oleh 26.8% responden, kompres air hangat diterima oleh 1.8% responden, dzikir khafi diterima oleh 23.2% responden, terapi Al-Qur’an diterima oleh 25% responden.
Kesimpulan: Tidak ada perawat yang memberikan intervensi mandiri efflurage massase, teknik imajinasi terbimbing, terapi musik, teknik distraksi, aromaterapi, teknik akuplesur dan kompres dingin kepada pasien yang mengalami nyeri. Sebagian besar perawat juga belum memberikan intervensi nafas dalam. Intervensi kompres air hangat hampir seluruh perawat belum memberikan pada pasien nyeri, intervensi dzikir khafi dan terapi al-Quran diterima oleh sebagian kecil responden
two approaches, pharmacological approaches and nonpharmacological approaches. Pharmacological therapies such as medication analgesic or pain reliever has side effects depression, sedation, nausea vomiting and constipation. While the nonpharmacological therapy has no risks or side effects.
Objective: the purpose of this study is to describe the independent nursing intervention in patients who have pain in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital.
Methods: This research is descriptive analytic cross sectional approach that the study with observations once (points time approach) which is a quantitative research. Research conducted in January to Februari 2016 all over the ward inpatient PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II hospital. Respondents consists of 56 patients pain and with accidental sampling technique.
Results: the results showed that the nursing interventions independent given by nurses to the respondents pain in the PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital is a technique deep breath received by 26,8% of respondents, compress warm water received by 1,8% of respondents, dzikir khafi received by 23,2 % of respondents and therapy Quran received by 25% of respondents. Conclusion:. No nurse that gives intervention independent the fform of efflurage massase, guiden imagination, music therapy, distraction techniques, aromatherapy, akuplesur techniques, compress cold water to the patients pain. Intervention compress warm water almost all the nurse not provide in patients pain, intervention dzikir khafi and therapy Qur’an received by a small portion
1 A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit terutama nyeri (Purwanto dalam Karendehi, 2015). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan terkait kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau yang di gambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (Meliala & Suryamiharja, 2007).
Menurut Potter & Perry (2006), nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diperlihatkan dengan cara berbeda pada setiap individu. Setiap individu memiliki pengalaman nyeri dengan skala tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan dipersepsikan individu berdasarkan pengalamannya. Nyeri menjadi alasan paling umum seseorang mencari perawatan kesehatan karena merasakan terganggu dan menyulitkan mereka. Nyeri secara serius jika tidak ditangani dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu, sehingga kondisi tersebut akan merusak kemampuan individu untuk melakukan aktifitas perawatan diri, menyebabkan isolasi sosial, depresi serta perubahan konsep diri (Potter & Perry, 2006).
awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik dimana nyeri akut mengindikasikan adannya kerusakan atau cidera telah terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, salah satunya adalah nyeri akibat pembedahan. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu dimana nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya dimana nyeri ini berlangsung selama enam bulan atau lebih (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002).
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak membawa pasien keluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit, diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di Eropa tercatat jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy dalam Lumunon, Sengkey & Angliadi (2015), melaporkan prevalensi nyeri akut di inggris mencapai 42% dengan angka kejadian pada pria sebanyak 17% dan wanita sebanyak 25%.
terjadi peningkatan sebesar 148 juta pasien atau sekitar 2,1%, Sedangkan menurut Fabbian, Giorgi, Palam, Menegatti, Gallerani & Manfredini (2014), prevalensi nyeri di Italia di alami oleh 21% pasien penyakit kanker, 33% pasien penyakit cardiovaskuler, 23% pasien penyakit Pulmo, 24% pasien dengan penyakit pembuluh darah, 16% pasien dengan gangguan musculoskeletal, 18% pasien dengan penyakit saraf, 4% pasien penyakit kulit, 15% pasien penyakit ginjal, 16% pasien dengan penyakit gangguan metabolik, 10% pasien penyakit hepatik, 9% pasien dengan penyakit dan gangguan pankreas, 12% pasien dengan penyakit dan gangguan lambung dan 11% pasien dengan penyakit dan gangguan pada usus. Jumlah prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di teliti di Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7 juta orang atau sekitar 5% dari penduduk Indonesia (WHO, 2014), angka kejadian nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3% (Purastuti dalam Fanada & Muda 2012), sedangkan nyeri punggung bawah (LBP) sebanyak 40% penduduk dengan jumlah prevalensi pada laki-laki sekitar 18,2% dan wanita 13,6% (Wulandari, Maja & Khosama, 2013).
Medan didapatkan pasien post operasi dengan intensitas nyeri ringan sebanyak 22,2 % pasien dengan nyeri sedang sebanyak 57,4% dan sisanya adalah pasien dengan intensitas nyeri berat 20,4%, sedangkan menurut Marpuah dalam Kusyati (2012), ibu primigravida mengalami nyeri dengan rata-rata nyeri sedang sebanyak 54% dan sisanya nyeri ringan sebanyak 46%.
Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara berbeda-beda misalnya berteriak, meringis, menangis dan sebagainya, maka perawat harus peka terhadap sensasi nyeri yang dialami oleh pasien (Asmadi dalam Saifullah, 2015). Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek keperawatan mencangkup pemeliharaan suhu tubuh normal, pernafasan yang optimal, bebas dari cidera, terutama meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan (Baradero dalam Saifullah, 2015).
Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupan dengan nyaman, pada kondisi ini perawat sebagai tenaga professional yang paling banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung jawab melakukan manajemen nyeri yang tepat (Mustawan dalam Karendehi, 2015). Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup (Purwandari, 2014).
mengalami nyeri hanya 50% dari pasien yang cukup puas dengan menejemen nyeri mereka. Sedangkan Human Rights Watch melaporkan bahwa hanya 10% dari pasien yang menerima manajemen nyeri optimal, meskipun berbagai workshop dan pertemuan puncak telah dilakukan se Uni Afrika dan menetapkan bahwa nyeri merupakan sebagian dari hak dasar manusia (Human Right Watch dalam Woldrhaimanot 2014).
Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi (Saifullah, 2015). Pendekatan farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik managemen nyeri meliputi stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas, distraksi, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi nafas dalam dan sebagainya (Smeltzer & Bare, 2002).
lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Bagun & Nur’aeni, 2013). Tujuan dari penatalaksanaan nyeri adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien dengan efek samping seminimal mungkin (Smelzer & Bare, 2002).
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh Saifullah pada penelitiannya yaitu “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Perawat dalam Manajemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD DR Suehadi Prijonegoro Sragen” pada tahun 2015, beberapa perawat yang bertugas di bangsal bedah didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang di ambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang yang menggunakan teknik non farmakologi.
Menurut Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan November 2015 di enam Bangsal Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II didapatkan populasi pasien nyeri dalam 1 bulan terakhir sebanyak 70 pasien yang terdiri dari 46 pasien nyeri dewasa dan sisanya adalah pasien nyeri lansia dan anak-anak. Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Intervensi keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II”.
pasien nyeri perawat mengatakan selain memberikan intervensi kolaborasi farmakologi atau obat-obatan perawat juga memberikan intervensi mandiri yaitu non farmakologi yakni salah satunya mengajarkan pasien teknik nafas dalam serta teknik distraksi dan relaksasi. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara dengan dua orang pasien, pasien mengaku hanya diberikan obat oleh perawat tanpa diberikan intervensi lain seperti intervensi nyeri non farmakologi.
Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Intervensi keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dapat di rumuskan permasalahan, yaitu “Bagaimanakah Intervensi Keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
a. Diketahuinya karakteristik pasien rawat inap yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa serta pendidikan.
b. Diketahuinya skala nyeri serta jenis nyeri yang dialami pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
c. Diketahuinya gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang meliputi :
1) Presentase pemberian efflurage massage pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
2) Presentase pemberian teknik relaksasi nafas dalam pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
3) Presentase pemberian imajinasi terbimbing pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
4) Presentase pemberian distraksi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
5) Presentase pemberian terapi musik pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
6) Presentase pemberian aromaterapi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
8) Presentase pemberian kompres hangat pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
9) Presentase pemberian teknik akuplesur pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
10) Presentase pemberian dzikir khafi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
11) Presentase pemberian terapi Al-Qur’an pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi (Rumah Sakit)
Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan evaluasi untuk Rumah Sakit khususnya untuk perawat dalam memberikan intervensi keperawatan mandiri dalam menangani nyeri.
2. Bagi praktik keperawatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat dapat menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam menangani pasien yang mengalami nyeri.
3. Bagi pendidikan keperawatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh profesi keperawatan dalam pengembangan perencanaan keperawatan dalam upaya penatalaksanaan nyeri.
Dengan penelitian ini diharapkan pasien dan masyarakat selanjutnya dapat menerima intervensi dan penatalaksanaan nyeri dari perawat yang lebih baik dan efesien.
5. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dan memberi pengalaman bagi peneliti.
6. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan referensi dan acuan serta dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
responden merupakan pasien nyeri. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, subjek yang akan diteliti adalah pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan accidental sampling, pengambilan data akan dilakukan selama 1 bulan dengan populasi semua pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang mengalami nyeri.
2. Woldehaimanot, Eshetie & Kerie (2012) tentang “Postoperative Pain Management among Surgically Treated Patients in an Ethiopian
Hospital”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai proses dan hasil dari manajemen nyeri di bangsal bedah Rumah Sakit khusus Jimma University Ethiopia. Penelitian ini mengguankan Instrumen Amerika Pain society (APS) yaitu intrumen untuk menilai kepuasan pasien terhadap
nyeri Numeric Rating Scale (NRS) dan pengkajian nyeri Onset, Proviking, Quality, Region, Severity, Treatment, Understanding, Values
13
Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakkannya.
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 1997).
B. Teori Nyeri
1. Teori Intensitas (The Intensity Theory)
2. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup (Andarmoyo, 2013)
3. Teori Pola (Pattern theory)
Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider (1989), teori ini menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori pola adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T (Margono, 2014).
4. Endogenous Opiat Theory
kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri (Hidayat, 2014).
C. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002).
perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).
Bagan 1 Fisiologi Nyeri (Potter & Perry ,2006)
Stimulasi nyeri : zat kimia, listrik kekurangak oksigen, trauma jaringan, dan
lain-lain
Pelepasan Mediator Nyeri
(histamine,prostaglandin,serotonin,ion kalium dan lain-lain)
Merangsang Nosireseptor
(Reseptor Nyeri) Dihantarkan Serabut Tipe Aα dan Serabut Tipe C
Medula Spinalis
Sistem Aktivasi Retikuler
Sistem Aktivasi Retikuler
Area Grisea Periakueduktus
Talamus Hipotalamus dan Sistem
Limbik Talamus
Otak (Kortek Somatosensorik) Persepsi Nyeri
D. Jenis- jenis Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu, 1. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2007).
2. Nyeri Kronik
merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi, 1. Nyeri Ferifer
Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :
a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa
b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri.
2. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus.
3. Nyeri Psikogenik
E. Mengkaji Persepsi Nyeri
Tabel 1 Pengkajian Nyeri (BCGuidelines.ca, 2011)
Onset Kapan nyeri muncul?
Berapa lama nyeri?
Berapa sering nyeri muncul? Proviking Apa yang menyebabkan nyeri?
Apa yang membuatnya berkurang?
Apa yang membuat nyeri bertambah parah? Quality Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?
Bisakan di gambarkan? Region Dimanakah lokasinya?
Apakah menyebar?
Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10)
Treatment Pengobatan atau terapi apa yang digunakan?
Understanding Apa yang anda percayai tentang penyebab nyeri ini?
Bagaimana nyeri ini mempengaruhi anda atau keluarga anda?
Values Apa pencapaian anda untuk nyeri ini?
F. Mengkaji Intensitas Nyeri
1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut
Gambar 1 Skala Deskriptif Verbal (Potter & Perry, 2006)
Deskriptif
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Yang Nyeri Ringan Sedang Berat Tidak Tertahankan
2. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja, 2007).
Gambar 2 Numerical Rating Scale (Potter & Perry, 2006)
3. Skala Analog Visual (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).
4. Skala Nyeri Wajah
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2006).
Gambar 4 Skala Nyeri Wajah (Potter&Perry, 2006)
G. Faktor –faktor yang mempengaruhi nyeri 1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2006).
2. Jenis kelamin
berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Rahadhanie dalam Andari, 2015)
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi
klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).
5. Ansietas
6. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Fatmawati, 2011).
7. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
8. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau menyanyi (Ekowati, 2012).
9. Dukungan keluarga dan social
10. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).
H. Manajemen Nyeri
1. Pendekatan farmakologi
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yakni:
a) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernafasan.
c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual (Potter & Perry, 2006).
2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi)
Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013),
merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).
a) Masase dan Stimulasi Kutaneus
punggung dengan usapan yang perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh lestari (2015), tentang tentang pemanfaatan stimulasi kutaneus (Slow Stroke Back Massage) menunjukan ada pengaruh stimulasi kutaneus (slow stroke back massage) terhadap intensitas nyeri haid pada siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.
b) Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan
menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009). Effleurage merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, 2011).
c) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2002).
skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus.
d) Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015).
e) GIM (Guided Imagery Music)
GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan untuk mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan imajinasi pasien. Musik digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014). Hasil Penelitian dari Suarilah, Wahyuni & Fahlufi (2014) tentang “Guided Imagery dan Music (GIM) Menurunkan Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio Caesaria” pada 30 responden didapatkan hasil bahwa GIM terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri pasien post SC di RSUP NTB. GIM direkomendasikan sebagai intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.
f) Terapi Musik Klasik (Mozart)
Penelitian yang dilakukan oleh Liandari, Hendra dan Parjo tentang pemberian terapi musik mozart terhadap intensitas nyeri haid pada remaja putri di SMA Negeri 1 Pontianak pada tahun 2015 skala nyeri yang dialami remaja putri sebelum pemberian terapi musik klasik (mozart) yaitu skala nyeri sedang (68,4%). Sedangkan skala nyeri yang dialami remaja putri setelah pemberian terapi musik klasik (mozart) terbanyak pada nyeri ringan (47,4%). Maka terdapat pengaruh terapi musik klasik (mozart) terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja putri di SMA Negeri 1 Pontianak tahun 2015.
g) Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat
Salah satu terapi nonfarmakologi adalah hidroterapi rendam kaki air hangat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti pada tahun 2015 tentang pengaruh hidroterapi rendam kaki air hangat terhadap 17 pasien post operasi di RS Islam Sultan Agung Semarang terdapat penurunan intensitas nyeri dari sebelum diberikan 4,06 dan setelah diberikan intensitas nyeri menjadi 2,71 dan terdapat pengaruh hodroterapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan nyeri pasien post operasi dengan nilai p value 0,003 (p value <0,05).
h) Teknik Relaksasi Nafas Dalam
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011), teknik relaksasi melalui olah nafas merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan keseimbangan tubuh dan pikiran, karena olah nafas dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga berdampak pada keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanan darah.
i) Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)
nafas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer & Bare, 2002). Prosedurnya yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien, usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”, selama pasien memejamkan mata
kemudian minta pasien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk menghembuskan udara melalui mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk
mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik, Tangka & Rottie, 2013).
j) Aromaterapi
digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong dalam Purwandari, 2014).
k) Kompres Dingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia & Anderson dalam Rahmawati, 2014).
merupakan barrier utama energi dingin untuk menembus otot. Dalam bidang keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Dingin memberikan efek fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, mengurangi rasa nyeri lokal (Tamsuri, 2007). l) Kompres Hangat
karbondioksida didalam darah akan meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan mengalami penurunan (Anugraheni,2013).
Penggunaan kompres air hangat dapat membuat sirkulasi darah lancar, vaskularisasi lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat relaksasi pada otot karena otot mendapat nutrisi berlebih yang dibawa oleh darah sehingga kontraksi otot menurun. Kompres hangat dengan suhu 50 C – 0 C mengakibatkan terjadinya vasodilatasi yang bisa membuka aliran darah membuat sirkulasi darah lancar kembali sehingga terjadi relaksasi pada otot mengakibatkan kontraksi otot menurun (Anugraheni, 2013).
m) Tehnik Akuplesur
tangan. Titik ini membantu pelepasan endorphin ke dalam tubuh sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri saat kontraksi (Suroso, 2013). Menurut Wang dkk dalam Triastuti (2013), akuplesur telah terbukti sebanding ibuprofen (NSAID’s) selain itu, akuplesur dapat memberikan manfaat preventif dan kuratif, mudah, murah, efektif, dapat dilakukan siapa saja bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.
Ada beberapa cara pemijatan akupresur yang dapat dilakukan (Depkes dalam Triastuti, 2013):
1. Menggunakan alat pijat berupa jari tangan (jempol, telunjuk, atau jari lainnya).
2. Pijatan dapat dilakukan dengan ditekan-tekan dan di putar-putar atau diurut sepanjang meridian. Untuk bayi di bawah umur 1 tahun, sebaiknya dilakukan pengobatan dengan mengeulus elus (meraba) perjalanan meridian saja dan jangan dipijat seperti orang dewasa.
3. Pijatan bisa dimulai setelah menemukan titik pijatan yang tepat, yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat yang berupa rasa nyeri atau pegal.
reaksi (yin). Bila pijatan yang bereaksi yang maka dapat dilakukan selama 30 kali tekanan atau putaran, sedangkan reaksi yin dilakukan pemijatan lebih dari 40 kali. Menurut Hartono dalam Triastuti (2013), dalam pemijatan sebaiknya jangan terlalu keras dan pemijatan yang benar harus dapat menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan dan sebagainya) sehingga dapat merangsang keluarnya hormone endorphrin (hormone sejenis morfin yang dihasilkan tubuh untuk memberikan rasa tenang).
5. Arah pijatan mengikuti arah putaran jarum jam atau searah dengan jalannya meridian dan arah pemijatan dapat juga disesuaikan dengan sifat penyakit yang di derita.
n) Dzikir Khafi
merupakan morfin alami yang bekerja di dalam otak serta akan menyebabkan hati dan pikiran menjadi tenang dibandingkan sebelum dzikir. Otot-otot tubuh mengendur terutama otot bahu yang sering menyebabkan ketegangan psikis. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk karunia Allah yang sangat berharga yang berfungsi sebagai zat pengurang nyeri di dalam otak manusia.
Bentuk-bentuk dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an: 1. Asma Allah (Allahu)
2. Tasbih (Sbhanallah) 3. Takbir (Allahu akbar) 4. Tahlil (La ilaha illa Allah)
5. Basmalah ( Bismillahirohmannirrohim) 6. Istiqhfar (Astaghfirullah)
7. Hawqalah (La hawla wala quwwata illa billah) 8. Tahmid (Al-hamdulillah)
o) Terapi Al-Qur’an
Al-Quran berfungsi sebagai sistem perbaikan (service system) baik yang bersifat fisik maupun psikis, yang dikenal sebagai syifa’ yang
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah, dan memperlambat pernapasan (Sumaryani & Sari, 2015).
Pemberian terapi Al-Qur’an memberikan efek non farmakologi adjuvan dalam mengatasi nyeri. Terapi bacaan Al-Qur’an sejalan dengan teori nyeri: a balance between analgesia and side effect yang menyatakan bahwa pemberian analgetik akan memberikan efek samping sehingga dibutuhkan terapi komplementer. Terapi bacaan Al-Qur’an yang diperdengarkan melalui tape recorder akan memberikan
efek gelombang suara dan selanjutnya getaran suara ini akan mampu memberikan perubahan sel-sel tubuh, sel kulit dan jantung. Getaran ini akan masuk ke dalam tubuh dan mengubah perubahan resonan baik partikel, cairan tubuh. Getaran resonan akan menstimulasi gelombang otak dan mengaktifkan jalur pressure nyeri. Jalur ini akan memberikan blokade neurotransmitter nyeri akan memberikan efek ketenangan dan mengurangi nyeri akut dan relaksasi (Hidayah, Maliya, dan Nugroho, 2013). Berdasarkan penelitian bahwa Al-Qur’an yang diperdengarkan akan memberikan efek relaksasi sebesar 65% (Alkahel, 2011).
I. Peran Perawat
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri yang dialami pasien
2. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga dalam menghadapi nyeri
3. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian nyeri yang telah di lakukan pada masa lalu
4. Membantu memberi dukungan pada pasien dan keluarga
5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan pemantauan kenyamanan pasien
6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri pasien seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berlangsung dan prosedur yang akan dilakukan
7. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang memicu atau menyebabkan nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)
8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeri pasien
9. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme kesehatan lainnya untuk memilih dan menerapkan farmakologi yang sesuai
10. Mengevaluasi efektifitas langkah-langkah control nyeri yang digunakan melalui penilaian yang berkelanjutan
11. Menyarankan pasien untuk istirahat dalam mengurangi nyeri
13. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta anggota keluarga mengenai strategi managemen nyeri non farmakologi
14. Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk managemen nyeri 15. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan
pasien berpartisipasi untuk memilih strategi nyeri 16. Mengajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
J. Kerangka Konsep
Bagan 2 Kerangka Konsep
= Tidak Diteliti = Diteliti
Nyeri
Pengkajian Nyeri
Perencanaan intervensi
Intervensi Keperawatan
Mandiri (nonfarmakologi)
Intervensi Keperawatan Kolaborative (Farmakologi)
Efflurage Massage, Teknik Relaksasi, Imajinasi Terbimbing, Distraksi, Teknik Nafas Dalam, Terapi Musik, Aromaterapi,
Kompres Dingin, Kompres Hangat , Tehnik Akuplesur, Dzikir Khafi, Terapi Al-Qur’an
Presentase
43 A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian jenis deskriptif analitik, menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan pengamatan sekali saja (Point Time Approach) yang merupakan penelitian kuantitatif (Nursalam, 2013). Penelitian ini mendiskripsikan gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dewasa (18-60 tahun) yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang dalam 1 bulannya berjumlah kurang lebih berjumlah 70 pasien nyeri.
2. Sampel Penelitian
responden yang ditemukan peneliti saat itu juga dan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti (Sugiono, 2011). Responden yang menjadi sampel adalah pasien nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dalam kurun waktu satu bulan peneliti melakukan penelitian yang berjumlah 56 responden dan sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti yang .
Pengambilan sempel didasarkan pada kriteria inklusi, yaitu : Kriteria Inklusi:
1. Pasien yang mengalami nyeri dengan skala ringan-berat (1-10) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
2. Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 3. Tidak mengalami gangguan jiwa.
4. Pasien composmentis (sadar penuh) 5. Pasien dewasa (18-60 tahun)
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di semua bangsal yang terdapat pasien nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu di bangsal Na’im, Zaitun, Al-Khausar, Firdaus, Wardah dan Ar’royan.
2. Waktu Penelitian
D. Variabel Penelitian
1. Variabel
Variabel yang akan digunakan di dalam penelitan ini adalah variabel tunggal yaitu intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri.
E. Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi Operasional
F. Instrumen penelitian
1. Formulir observasi pengkajian nyeri OPQRSTUV untuk mengetaui jenis nyeri yang dialami pasien. Serta skala nyeri Numerik Rating Scale (NRS) yaitu untuk mengetahui skala nyeri pasien yang dilakukan dengan menyebutkan rentang skala nyeri 0-10. Pasien diminta untuk menunjuk skala nyerinya pada salah satu angka yang dianggap paling tepat menggambarkan nyeri yang dialaminya.
G. Cara Pengambilan Data
Bagan 3 Alur Pengambilan Data
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
Menurut Arikuntoro (2006), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
1. Instrumen pengukuran skala nyeri NRS (Numeric Rating Scales) telah dilakukan uji validitas dan reliabititas sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Liu & Herr dalam Swarihadiyanti (2014), penelitian ini membandingkan empat skala nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale Revised (FPS-R), VRS pada klien pasca bedah menunjukan bahwa keempat skala nyeri menunjukan validitas dan reabilitas yang baik. Pada validitasnya skala nyeri NRS menunjukan r=0,90. Sedangkan Angka uji reliabilitas NRS berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Liu & Herr dalam Swarihadiyanti (2014), bahwa skala nyeri NRS menunjukan reliabilitas lebih dari 0,95.
2. Instrumen lembar kuisioner intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dengan menggunakan content validity index (CVI), yaitu dengan cara berkonsultasi dengan tiga ahli atau pakarnya. Content validity index didapatkan dengan cara masing-masing memberikan
total skor tiap item dibagi skor tertinggi yaitu 4. Suatu kuisioner dinyatakan valid apabila kuisioner mendapatkan nilai ≥0,8 (Polit & Back, 2012). Kuisioner yang di uji pakarkan kepada ketiga pakar terdiri dari 15 konten, dan dari 15 konten tersebut terdapat dua konten yang tidak relevan sehingga kedua konten yang tidak relevan tersebut terpaksa di hilangkan. Dua konten yang dilangkan pada kuisionar tersebut adalah konten intervensi terapi music mozart dan intervensi terapi GIM (Guided Imagery Music). Setelah dua konten yang tidak relevan dihilangkan atau di buang total konten pada kuisioner berjumlah 13 konten. Hasil uji dengan ketiga pakar pada kuisioner ini mendapatkan skor 0,89. Hal ini menunjukan bahwa instrumen dikatakan valid. Selanjutnya Lembar analisa akan diuji validitas menggunakan statistik yaitu Pearson Product Moment. Pada uji statistic dari pearson product moment peneliti menggunakan 44 responden yang diberi kuesioner dimana berjumlah 13 item intervensi keperawatan mandiri untuk di isi dan dari 44 responden didapatkan r tabel sebesar 0,2973 dengan signifikan 0,05. Kuisioner dinyatakan valid apabila jumlah r hitung lebih besar dari pada r tabel dan dari 13 item pada kuisioner yang di ujikan terdapat 2 kuisioner yang tidak valid, dengan demikian total 11 kuisioner lainnya dinyatakan valid dengan r hitung lebih dari 0,2973.
Tabel 3 Intepretasi nilai r reliabilitas (Arikunto, 2006)
Nilai r Intepretasi
0,81-1,00 0,61-0,80 0,41-0,60 0,21-0,40 0,00-0,20
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah
Hasil uji reliabilitas pada kuesioner ini dengan KR20 mendapatkan skore 0,849 yang berarti kuisioner ini dinyatakan memiliki angka reliabilitas sangat tinggi.
I. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam pnelitian ini menggunakan empat tahap, yaitu:
a. Editing
Merupakan kegiatan yang dilakukan guna pengecekan lembar formulir kuisioner apakah telah terisi atau tidak.
b. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk ceklist (V) menjadi bentuk angka atau bilangan yang bertujuan untuk mempermudah dalam pengolahan data dan proses selanjutnya data dianalisis menggunakan komputerisasi. Data yang akan di olah diberi kode dan di olah menggunakan program komputerisasi.
c. Processing
d. Cleaning
Merupakan proses pengecekan data yang sudah diolah apakah terjadi kesalahan atau tidak.
2. Analisa Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat, analisa univariat merupakan analisa deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variable (Notoatmodjo, 2012). Analisa ini akan menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari variabel (Nursalam, 2013). Analsis data univariat menggunakan pengolahan komputerisasi akan menghasilkan gambarkan karakteristik responden berdasarkan umur, usia, jenis kelamin, suku bangsa, karakteristik nyeri pasien dan gambaran presentase intervensi keperawatan mandiri yang dilakukan perawat .
J. Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian adalah hal yang sangat penting, karena responden yang digunakan dalam penelitian adalah manusia dan peneliti harus paham tentang prinsip-prinsip kode etik dalam penelitian (Nursalam, 2013). 1. Izin Etik
2. Informed Consent
Memberikan lembar persetujuan kepada responden untuk diisi jika responden bersedia menjadi responden. Responden mendapatkan informasi tentang tujuan yang akan dilaksanakan dalam penelitian.
3. Right to Privacy
Responden mempunyai hak untuk meminta kepada peneliti bahwa data yang telah diberikan harus dirahasiakan, hanya sebagai data untuk penelitian saja
4. Right to Justice
54
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II terletak di Jl Wates km 5,5 kecamatan Gamping, kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping merupakan pengembangan dari Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Selain itu Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II merupakan Rumah Sakit pendidikan untuk pengembangan ilmu kesehatan. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II memiliki berbagai macam fasilitas pelayanan diantaranya bedah tulang, bedah syaraf, bedah umum, urologi, penyakit dalam, spesialis jantung, paru, obsgyn, spesialis anak, mata, THT, gigi, kulit dan kelamin. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II memiliki pelayanan ICU dan pelayanan rawat inap yang terdiri atas 5 bangsal yaitu bangsal Na’im, bangsal Firdaus, Bangsal Zaitun, Bangsal Wardah dan Bangsal Ar’royan.
Bangsal Na’im merupakan bangsal dengan pasien saraf dan bedah
sebanyak 16 diantaranya tingkat pendidikan D3 sebanyak 9 perawat dan tingkat pendidikan S1 sebanyak 6 perawat
Bangsal Firdaus adalah bangsal khusus pasien kebidanan, pelayanan ibu post partum, anak-anak dan bayi. Bangsal ini memiliki sembilann ruangan yaitu dua ruang VIP, dua ruang kelas 1, satu ruang kelas 2 dan empat ruang kelas 3. Bangsal ini memiliki jumlah tenaga medis sebanyak delapan bidan yang terdiri 7 bidan dengan tingkat pendidikan D3 dan satu bidan dengan tingkat pendidikan S2. Selain itu jumlah perawat di bangsal ini sebanyak 10 perawat diantaranya sembilan perawat dengan tingkat pendidikan D3 dan satu perawat dengan tingkat pendidikan D1.
Bangsal Zaitun merupakan bangsal dengan pasien penyakit dalam akan tetapi bangsal ini menerima pasien umum. Bangsal ini memiliki 21 ruangan yaitu tiga ruang VIP, tiga ruang kelas 1, sepuluh ruang kelas 2, dan lima ruang kelas 3. Jumlah perawat di bangsal Zaitun sebanyak 15 perawat yang terdiri dari sembilan perawat dengan pendidikan D3 dan enam perawat dengan pendidikan S1.
dengan tingkat pendidikan D3 dan lima perawat dengan tingkat pendidikan S1
Bangsal Ar’royan merupakan bangsal pendidikan bagi mahasiswa FKIK UMY. Bangsal Ar’royan memiliki enam ruang rawat inap dan
memiliki 30 bed pasien. Bangsal ini memiliki jumlah perawat sebanyak 21 perawat diantaranya 15 perawat lulusan D3 dan enam perawat lulusan S1. B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Karakteristik Responden
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Nyeri dan Skala
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa seluruh responden yang berjumlah 56 orang didapati mengalami nyeri akut dengan presentase 100% sedangkan untuk skala nyeri didapatkan hasil yaitu responden terbanyak mengalami nyeri dengan skala sedang yaitu dengan presentase 53.5% atau sebanyak 30 orang.
Gambar 5 (Diagram Batang Distribusi Frekuensi Intenvensi Keperawatan Mandiri
Berdasarkan diagram diatas di dapatkan hasil distribusi frekuensi responden yang menerima intervensi keperwatan berupa teknik efflurage massase, imajinasi terbimbing, distraksi, terapi musik, aromaterapi,
kompres dingin dan intervensi akupresur sebanyak 0% atau berjumlah 0 orang, sedangkan untuk hasil distribusi frekuensi responden yang menerima intervensi teknik nafas dalam sebanyak 26.8% atau hanya berjumlah 15 orang. Hasil distribusi frekuensi responden yang menerima intervensi kompres air hangat presentasenya sebesar 1.8% atau hanya berjumlah 1 orang. Distribusi frekuensi responden yang menerima intervensi dzikir khafi sebesar 23.2% atau berjumlah 13 orang, sedangkan hasil distribusi frekuensi responden yang menerima intervensi terapi Al-Qur’an sebesar 25% atau berjumlah 14 orang.
C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden