• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi genetika dan anatomi kayu Pinus merkusii kandidat bocor getah serta strategi perbanyakannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi genetika dan anatomi kayu Pinus merkusii kandidat bocor getah serta strategi perbanyakannya"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI GENETIKA DAN ANATOMI KAYU

PINUS MERKUSII

KANDIDAT BOCOR GETAH SERTA

STRATEGI PERBANYAKANNYA

ARIDA SUSILOWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakterisasi Genetika dan Anatomi Kayu Pinus merkusii Kandidat Bocor Getah serta Strategi Perbanyakannya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Arida Susilowati

(3)

Kandidat Bocor Getah serta Strategi Perbanyakannya. Dibimbing oleh SUPRIYANTO, ISKANDAR Z SIREGAR, IMAM WAHYUDI dan CORRYANTI.

Kegiatan seleksi bocor getah telah dimulai tahun 2006 melalui serangkaian kegiatan survei terhadap pohon-pohon dengan produksi getah yang tinggi. Namun, database mengenai struktur produksi dan pertumbuhan, aspek genetika, anatomi kayu serta strategi perbanyakan secara massal sampai saat ini belum diperoleh. Padahal informasi tersebut penting untuk kegiatan karakterisasi dan pemuliaan dimasa mendatang. Berdasarkan informasi tersebut maka penelitian karakterisasi kandidat bocor getah dilakukan dengan tujuan untuk: i) mendapatkan data produksi pijakan yang dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk mengetahui struktur produksi dan pertumbuhan pohon plus kandidat bocor getah dan penelitian karakterisasi selanjutnya, ii) menduga parameter genetika kandidat bocor getah melalui karakterisasi secara morfogenetika, iii) menganalisis stuktur anatomi saluran resin yang diduga mempengaruhi produktivitas getah melalui karakterisasi secara makroskopis dan mikroskopis dan iv) mengembangkan teknologi perbanyakan vegetatif melalui multiplikasi tunas interfascicular, stek

dan grafting untuk produksi bibit.

Hasil penelitian menunjukkan KBS Cijambu memiliki produksi resin tertinggi (101.4 g/pohon/3 hari) dibanding KBS Baturaden (88.72 g/pohon/3 hari) dan Jember (64.4 g/pohon/3 hari), struktur distribusi produksi getah miring ke kanan, interval produksi yang lebih luas, serta kondisi lingkungan yang mendukung produksi getah sehingga terpilih sebagai lokasi penelitian karakterisasi kandidat bocor getah. Pengujian menggunakan korelasi pearson dari 35 karakter pertumbuhan menghasilkan 14 karakter yang berkorelasi rendah sampai sedang (r:0.024 sampai 0.417) dengan produksi getah. Berdasarkan hasil regresi multilinear terhadap 14 karakter diperoleh 4 karakter pertumbuhan yaitu diameter, jumlah cabang, tebal kulit dan luas tajuk yang paling berpengaruh terhadap produksi getah (r:0.75). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi getah dipengaruhi oleh faktor genetika dan faktor lingkungan. Untuk itu kondisi lingkungan dan teknik silvikultur yang tepat juga harus diterapkan untuk manajemen tegakan karena ekspresi potensi genetika akan maksimal apabila kondisi lingkungan tumbuh dikelola dengan baik.

(4)

saluran resin aksial yang lebih banyak (9.401.68 sampai101.30 saluran/mm2) sedangkan pada pinus normal (40.96/mm2), diameter saluran resin aksial yang lebih lebar (468.8998.72 µm to 562.11181.62 µm) sedangkan pada pinus normal (109.4211.26 µm), serta sel-sel epitelium yang lebih tebal (50.81 12.20 µm to 58.599.55 µm) sedangkan pada pinus normal (23.1787). Semakin banyak jumlah, semakin lebar diameter saluran resin dan semakin tebal epitel menyebabkan getah yang tertampung pada kandidat bocor getah lebih banyak dibandingkan pinus normal.

Perbanyakan vegetatif melalui multiplikasi tunas interfascicular, stek dan

grafting dapat digunakan sebagai salah satu strategi perbanyakan bibit bocor

getah. Multiplikasi tunas pada penelitian ini mampu menghasilkan material baru dalam jumlah yang lebih banyak dibanding bibit normal dan perbanyakan dengan stek dari bibit umur 1 tahun juga menghasilkan 87.5% stek hidup dan berakar. Secara teknik P. merkusii bocor getah juga dapat diperbanyak dengan teknik

grafting.

(5)

merkusii High Resin Yielder Candidates and Its Propagation Strategy. Supervised by SUPRIYANTO, ISKANDAR Z SIREGAR, IMAM WAHYUDI and CORRYANTI.

Selection activities for high resin yielder candidates of Pinus merkusii in Java were started in 2006 through a series of survey and morphological studies, but specific information on its resin production structure, marker based genetic aspect, wood anatomy and propagation strategy are still not determined yet. Those information are needed for futher characterization and improvement strategy. The objectives of this research were: i) to determine resin production baseline data, growth structure and growth character related with resin production for further research, ii) to estimate genetic parameter of higher resin yielder candidate through morphogenetic characterization, iii) to analyze anatomical structure of resin duct influencing resin production through macroscopic and microscopic characterization and iv) to develop vegetative propagation strategy for higher resin yielder candidate through interfascicular shoot multiplication, cutting and grafting.

The result on determination resin production baseline data, growth stucture and growth character showed that Cijambu Seedling Seed Orchard (SSO) has the highest resin production (101.4 g/tree/3days) compared to Baturaden SSO (88.72 g/tree/3days) and Jember SSO (64.4 g/tree/3days), right-skewness resin production distribution structure and wider resin production interval. Therefore Cijambu SSO was choosen for resin yielder characterization. Pearson correlation test and multiple linear regression for 14 growth characters out of 35 characters were tested. Stem diameter, branching number, bark thickness and crown had moderate correlation with resin yield (r: 0.75). It is concluded that resin production was affected by genetic and enviromental factors. Although resin production was affected by genetic and environmental factor, therefore appropriate stand management (silviculture treatment) must also be implemented because potential genetic expression would be maximized if environmental conditions is well managed.

The result on morphogenetic characterization showed that resin production character has high value of coefficient genetic variation (CGV: 14.5- 28.43%), narrow sense heritability for individual (h2: 0.580.08-0.770.08), different allelic pattern, heterozygosity value (He:0.551 and He:0.545) and clustered with normal producer. This research showed that genetically high resin yielder candidates are different from normal resin producer. Genotypic and phenotypic correlation founded 3 characters (diameter, bark thickness and crown length) which have positive correlation and 2 characters (branch number and severity level of pest and disease attack) which negative correlation with resin yield. For resin yielder, these characters can be used as indicator for resin yielder selection.

(6)

Vegetative propagation through interfascicular shoot multiplication, cutting and grafting provides promising strategy for mass production of high resin yielder. Interfascicular shoot multiplication provided higher new juvenile materials compared to normal seedling, while cutting from 1 year old seedling produced high rooting percentage (87.5%). Technically, pine resin yielder can also be propagated through grafting technique.

(7)

 Hak cipta milik IPB, tahun 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyebutkan sumber:Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(8)

ARIDA SUSILOWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Mayor Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada ujian tertutup: Prof (Ris) Dr Ir Nina Mindawati, MSi Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Penguji pada ujian terbuka: Dr Ir M.Mustoha Iskandar

(10)
(11)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 sampai Oktober 2012 adalah mengenai pemuliaan pohon, dengan judul “ Karakterisasi Genetika dan Anatomi Kayu Pinus

merkusii Kandidat Bocor Getah serta Strategi Perbanyakannya”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Supriyanto selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing Prof Dr Iskandar Z. Siregar, M ForSc, Prof Dr Imam Wahyudi, MS dan Dr Ir Corryanti, MSi yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penguji luar komisi ujian tertutup Prof (Ris) Dr Ir Nina Mindawati, MSi dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc; penguji luar komisi pada ujian terbuka Dr Ir M.Mustoha Iskandar dan Dr Ir Ulfah J.Siregar, MAgr; Prof Dr Nurheni Wijayanto, MS selaku wakil dari Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan Dr Ir Basuki Wasis, MS selaku Ketua Program Studi Silvikultur Tropika IPB yang turut memberi masukan saran untuk perbaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti Kemdiknas yang telah memberikan Bantuan studi melalui BPPS 2009 dan bantuan percepatan studi 2012, Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD yang mengijinkan penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Doktor, Sekolah Pascasarjana IPB, Direktur Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO-BIOTROP)-Bogor atas PhD Research

Grant 2011 untuk pembiayaan penelitian dan fasilitas laboratorium sehingga

penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik, tim peneliti pemuliaan pohon Puslitbang Perum Perhutani, Adm KPH Sumedang dan Adm KPH Bogor atas kerjasama penelitian dan perijinan penelitian di Kebun Benih Semai (KBS) Cijambu, Puslitbang Kehutanan-Kemenhut atas perijinan penggunaan fasilitas rumah kaca dan dan peralatan analisis anatomi kayu, serta Direktur Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEAMEO-SEARCA) atas Thesis Grant utuk pembiayaan penulisan disertasi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan keluarga besar penulis, keluarga besar Dept.Silvikultur, teman-teman program pasca sarjana IPB, serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu silvikultur tropika.

Bogor, April 2013

(12)

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

2 STRUKTUR PRODUKSI GETAH DAN PERTUMBUHAN PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 2.1 Pendahuluan... 7

2.2 Bahan dan Metode ... 8

2.3 Hasil dan Pembahasan... 9

2.4 Simpulan ... 23

3 MORFOGENETIKA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 3.1 Pendahuluan... 24

3.2 Bahan dan Metode ... 25

3.3 Hasil dan Pembahasan... 30

3.3 Simpulan ... 47

4 STRUKTUR ANATOMI SALURAN RESIN PADA PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 4.1 Pendahuluan... 50

4.2 Bahan dan Metode ... 51

4.3 Hasil dan Pembahasan... 52

4.4 Simpulan ... 60

5 STRATEGI PERBANYAKAN PINUS MERKUSII KANDIDAT BOCOR GETAH 5.1 Pendahuluan... 61

5.2 Bahan dan Metode ... 63

5.3 Hasil dan Pembahasan... 64

5.4 Simpulan ... 88

6 PEMBAHASAN UMUM... 89

7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 92

(13)

KBS Baturaden dan KBS Jember ... 11 2.2 Karakteristik tempat tumbuh KBS Cijambu, KBS Baruraden dan

KBS Jember ... 12

2.3 Eigenvalue keragaman karakter pertumbuhan ... 18

2.4 Model pendugaan regresi linear berganda hubungan produksi getah dengan karakter pertumbuhan di KBS Cijambu ... 20 3.1 Identitas famili untuk perhitungan nilai heritabilitas ... 25 3.2 Kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel di KBS

Cijambu dan Bogor ... 26 3.3 Sembilan primer mikrosatelit untuk deteksi keragaman genetika ... 26 3.4 Analisis varians dan harapan kuadrat tengah dari single tree plot

design untuk suatu karakter ... 27

3.5 Nilai ragam famili (σ2f), ragam blok (σ2b), ragam galat (σ2e)

koefisien variasi genetika (KVG), heritabilitas famili (h2f) dan individu (h2) beberapa sifat penting pada pinus kandidat bocor getah ... 32 3.6 Jumlah lokus dan perkiraan panjang fragment ... 37 3.7 Frekuensi alel kandidat bocor getah dan normal berdasarkan 7

primer mikrosatelit dalam populasi bocor getah tinggi, bocor getah rendah dan normal ... 38 3.8 Hasil amplifikasi kandidat bocor getah dan normal berdasarkan

7 primer mikrosatelit ... 39 3.9 Keragaman genetika dalam populasi P.merkusii kandidat bocor

getah dan normal... 40 3.10 Jarak genetika antara populasi produksi pinus ... 41 3.11 Hasil perhitungan analysis of molecular variance (AMOVA) ... 43 3.12 Korelasi fenotipik (di atas diagonal) dan genetika (di bawah

diagonal) antar karakter produksi getah dan komponen hasil lainnya ... 48 4.1 Identitas sampel untuk pengujian anatomi saluran resin ... 51 4.2 Distribusi jumlah dan ukuran saluran resin pada masing-masing

riap tumbuh... 54 4.3 Perbandingan rata-rata jumlah, frekuensi dan diameter saluran

resin radial pada pinus kandidat bocor getah dan pinus normal ... 56 4.4 Rata-rata diameter saluran resin radial dan ketebalan epitel ... 56 4.5 Sudut penebalan spiral pada kandidat bocor getah ... 59 5.1 Sidik ragam pengaruh penghambatan dominasi apikal dan

penambahan ZPT pada jumlah tunas, panjang tunas dan pertambahan tinggi setelah 7 MSS (minggu setelah semprot) ... 64 5.2 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan nilai rata-rata terhadap

(14)

2.1 Struktur produksi getah di KBS Cijambu, Baturaden dan Jember .... 10 2.2 Produksi getah di KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS

Jember ... 12 2.3 Sebaran produksi getah berdasarkan ketinggian tempat di KBS

Cijambu ... 13 2.4 Sebaran karakter pertumbuhan di KBS Cijambu ... 16

2.5 Principal Component Analysis (PCA) (a) dan Dendrogram (b)

untuk beberapa karakter produksi getah di KBS Cijambu ... 19 3.1 Pola amplifikasi 6 primer yang diuji (a) dan amplifikasi dengan

primer pm09a (b). ... 36 3.2 Dendrogram pengelompokan populasi bocor getah berdasarkan

jarak genetika Nei (1972) (a) dan pengelompokan genetika dengan perhitungan rata-rata nilai log-likehood L(K) (b) ... 42 3.3 Dendrogram individual menggunakan matriks kovarian jarak

genetika dengan 100 individual boothstap ... 44 4.1 Penampang lintang (12 mm2) kayu pinus kandidat bocor getah

tinggi (a), kandidat bocor getah rendah (b) dan pinus produksi getah normal (c) ... 53 4.2 Saluran resin aksial dan sel-sel epitel pada pohon pinus bocor

getah tinggi (a), bocor getah rendah(b), dan pinus produksi getah normal (c) ... 57 4.3 Penebalan spiral pada serat kayu pohon pinus kandidat bocor

getah tinggi (a) dan serat pada pohon pinus produksi getah (b) ... 59 5.1 Pola reiterasi semai kandidat bocor getah umur 1 tahun ... 67 5.2 Keragaan tunas interfascicular dari tunas daun jarum umur 10

minggu setelah semprot ... 69 5.3 Keragaan hasil stek pucuk tanpa dan dengan ZPT ... 73 5.4 Penampang lintang akar stek pinus bocor getah umur 12 MST ... 74 5.5 Keragaan morfologi batang grafting Pinus merkusii umur 18

tahun ... 76 5.6 Keragaan penampang radial sortimen batang hasil grafting bibit

pinus bocor getah umur 1 tahun (a) dan grafting pinus strain Aceh dan Kerinci umur 18 tahun (b) ... 77 5.7 Sortimen batang hasil grafting umur 18 tahun pada ketinggian

sambungan berbeda (a) dan penampang radial grafting dengan ketinggian berbeda (b) ... 78 5.8 Keragaan daerah sambungan (interface) dari grafting pada

ketinggian sambungan berbeda ... 79 5.9 Pengamatan makroskopis sortimen hasil pengeboran ... 82 5.10 Ilustrasi grafting kompatibel (a) dan inkompatibel (b) ... 83 5.11 Penampang mikroskopis bidang lintang hasil grafting strain Aceh

dan strain Kerinci umur 18 tahun ... 84 5.12 Penampang mikroskopis bidang longitudinal hasil grafting strain

(15)

untuk kandidat bocor getah ... 108 2 Hasil korelasi Pearson antara karakter pertumbuhan dan

produksi getah ... 110 3 Usulan kriteria seleksi untuk pohon plus kandidat bocor getah

(idiotype) ... 111 4 Hasil penyadapan pohon plus Pinus merkusii kandidat bocor

(16)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pinus merkusii merupakan salah satu jenis pohon yang penting untuk

industri kayu pertukangan, pulp dan kertas, rehabilitasi lahan dan produksi getah di Indonesia (Suhardi et al. 1994). Salah satu produk pemasakan getah pinus yang bernilai tinggi dan sangat diminati di pasar internasional adalah gondorukem (gum

rosin). Gondorukem termasuk produk potensial yang dikelompokkan sebagai pine

chemical product dan memegang peranan penting sebagai andalan hasil hutan

bukan kayu di Indonesia karena menghasilkan devisa negara sekitar US$ 50 juta setiap tahunnya (Fachrodji 2010) dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar (Perum Perhutani 2010).

Permasalahan yang dihadapi dalam keberlanjutan ekspor gondorukem Indonesia adalah adanya fluktuasi harga dan produktivitas getah yang rendah sehingga kalah bersaing dibandingkan dengan Republik Rakyat China (RRC) dan Brazil. Menurut Cunningham (2006) di pasar internasional Indonesia menduduki posisi ketiga sebagai penghasil gondorukem terbesar setelah (RRC) dan Brazil. RRC memiliki hutan pinus terluas yaitu  1.3 juta hektar, produksi getah sebanyak 2 kg/pohon/tahun atau sebesar 1.4 ton/Ha/tahun dengan jenis pinus antara lain P. massoniana, P. yunanensis,P. laterri, P.tabulaeformis, P. keysa dan

P. eliotii dan mampu menyumbangkan  75% gondorukem di pasar internasional

(Xie 2004). Brazil memiliki hutan pinus seluas  100.000 hektar, produksi getah

6 kg/pohon/tahun atau 8 ton/Ha/tahun dengan jenis P.elliotii, P.caribeae,

P.hondurensis, P. bahamanensis dan P.oocarpa mampu menyumbangkan  20%

gondorukem di pasaran dunia setiap tahunnya (Mello 2008). Indonesia memiliki luasan hutan pinus  476.000 hektar, namun baru 145.000 hektar yang disadap dan diambil getahnya, produksi getah sebanyak 2.4 kg/pohon/tahun atau sebanyak 0.85 ton/Ha/tahun mampu menyumbangkan  5% gondorukem dunia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas per hektar per tahun pinus di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan Brazil.

Berangkat dari permasalahan produktivitas getah yang rendah, beberapa alternatif seperti kegiatan pemuliaan pohon, perbaikan teknik silvikultur, perbaikan teknik penyadapan dan perbaikan manajemen pengelolaan dapat dilakukan (Fachrodji et al. 2009). Kegiatan pemuliaan tanaman merupakan solusi yang cukup prospektif untuk dikembangkan, mengingat telah ditemukannya beberapa kandidat pohon dengan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata. Walaupun belum ada nama resmi untuk kandidat pohon tersebut, penamaan yang sering digunakan adalah “high resin yielder” pada jenis pinus lain di daerah subtropis (Tadesse et al. 2001). Dalam disertasi ini, kandidat pohon tersebut selanjutnya diberi nama “pinus bocor getah” yang berarti memproduksi getah lebih melimpah dibandingkan dengan produksi rata-rata saat ini (normal).

(17)

Perum Perhutani sebagai salah satu perusahan negara yang bergerak di sektor Kehutanan melalui Surat Direksi No. 289/041.6/Can/Dir tanggal 24 September 2010 perihal Penyusunan Redesain Pengelolaan Sumber Daya Hutan, mencoba menata kembali penanaman pinus dengan target produksi getah melalui beberapa cara antara lain: (1) Pengembangan dan peremajaan tanaman pinus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas getah dan menjaga kesinambungan pasokan getah pinus untuk industri; (2) Penempatan tanaman pada lokasi dengan ketinggian ≤ 1000 meter di atas permukaan laut; (3) Penanaman tanaman pinus dilaksanakan dengan menggunakan bibit unggul (bocor getah); (4) Untuk menjaga heterogenitas dan menghindarkan monokultur, maka di areal kluster pinus tersebut harus pula ditanam tanaman kayu lain (TKL) jenis non pinus (rimba lain yang khas) seluas ± 20%. Berdasarkan surat keputusan tersebut jelas dikemukakan bahwa untuk penanaman pinus selanjutnya harus menggunakan bibit unggul dengan fokus produk getah (bocor getah)

Kegiatan pemuliaan pinus untuk menghasilkan genotipe unggul sebenarnya telah dimulai pada tahun 1976 di wilayah kerja Perum Perhutani melalui kerjasama Direktorat Jenderal Rehabilitasi (Ditsi), Departemen Pertanian dan Universitas Gajah Mada (UGM). Kegiatan awal berupa seleksi pohon elite (pohon plus) P.merkusii telah berhasil menemukan lebih dari 1000 famili yang dilanjutkan dengan pembangunan Kebun Benih Semai (KBS) di Sempolan, Baturaden dan Sumedang (Soeseno 1988) dengan keunggulan menghasilkan kayu, dan getah sebagai hasil sampingan. Pada tahun 2002 sampai 2009 dilakukan seleksi pohon plus yang merupakan kandidat bocor getah. Dari tahapan kegiatan ini dihasilkan kandidat-kandidat pohon plus terseleksi dari 5 lokasi survei yaitu 3 KBS hasil kegiatan pemuliaan sebelumnya, hutan pinus di Jawa dan Sulawesi Selatan. Pada kurun waktu 2007-2009, Perum Perhutani telah membangun penanaman uji keturunan untuk kandidat bocor getah.

Untuk mempercepat realisasi progam Redesain Pengelolaan Sumber Daya

Hutan, beberapa strategi yang dilakukan Perum Perhutani antara lain: melakukan

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian karakterisasi pinus kandidat bocor getah adalah melakukan stratifikasi data pinus kandidat bocor getah yang ada. Seperti telah diketahui bahwa pohon pinus kandidat bocor getah merupakan hasil survei morfologi yang dilakukan pada KBS Cijambu, KBS Baturaden, KBS Jember, hutan pinus di Jawa dan Sulawesi Selatan. Hasil stratifikasi awal terhadap 5 lokasi tersebut, hanya KBS yang mencukupi ketersediaan dan kekonsistenan data. Selanjutnya data KBS digunakan sebagai data pijakan untuk menduga struktur produksi getah dan struktur pertumbuhan kandidat bocor getah. Pendugaan struktur produksi getah dan struktur pertumbuhan penting dilakukan karena mencerminkan pengaruh tempat tumbuh, sifat genetika pohon dan interaksi tempat tumbuh dengan sifat genetika pohon. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh data pijakan mengenai struktur produksi getah dan struktur pertumbuhan sebagai informasi dasar bagi penelitian karakterisasi morfogenetika, anatomi kayu dan strategi perbanyakan kandidat bocor getah.

Karakterisasi secara morfogenetika dilakukan untuk menduga variabel genetika kandidat bocor getah melalui evaluasi fenotipik dan analisis genetika melalui penanda molekuler. Pohon plus kandidat bocor getah merupakan hasil survei morfologi yang cenderung dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman dan lingkungan sehingga belum dapat membedakan karakter morfogenetika kandidat bocor getah yang diperoleh. Studi secara morfologi terhadap P.taeda

oleh Burczyk et al. (1998); P. sylvestris oleh Kossuths (1984) dan P. pinaster oleh Mergen et al. (1955), menyimpulkan bahwa intensitas produksi getah lebih dipengaruhi oleh faktor genetika daripada faktor lingkungan berdasarkan pendekatan nilai heritabilitas. Sementara itu informasi morfogenetika P.merkusii

dalam kaitannya dengan kandidat bocor getah sampai saat ini belum tersedia dengan baik, demikian juga analisis secara molekulernya. Beberapa penanda molekuler seperti RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA), mikrosatelit (SSRs), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan SNP (Single

Nucleotide Polymorphisms) dapat digunakan untuk studi variasi genetika.

Penanda mikrosatelit dipilih dalam penelitian ini karena penanda kodominan, memiliki reproducibility yang tinggi, tingkat polimorfisme tinggi, multialelik, dan terdistribusi merata dalam genom (Karhu 2001). Selain kelebihan-kelebihan tersebut, penggunaan penanda mikrosatelit juga memiliki beberapa kelemahan terkait dengan proses amplifikasi dan keberadaan null alleles. Pada proses amplifikasi sering terdapat sejumlah alel yang hilang dan pasangan pita yang tidak tepat sehingga mengakibatkan adanya pita semu (Van Oosterhout et al. 2004). Permasalahan lain dalam penggunaan penanda mikrosatelit adalah adanya null

alleles yang disebabkan oleh mutasi pada daerah binding dan menghalangi

amplifikasi alel target (Pemberton et al. 1995). Namun menurut Chapuis dan Estoup (2007); Carlsson (2008) kelemahan penggunaan mikrosatelit tersebut masih dapat diminimalisir dengan menggunakan beberapa pendekatan statistik.

(19)

lebih banyak, diameter saluran yang lebih lebar dan sel epitel yang lebih tebal sehingga getah yang tertampung semakin banyak.

Hasil verifikasi secara morfogenetika dan anatomi selanjutnya dijadikan sebagai data acuan untuk kriteria seleksi kandidat bocor getah dan strategi perbanyakan yang akan dilakukan. Strategi perbanyakan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan penanaman pinus kandidat bocor getah dalam jangka pendek adalah dengan melakukan perbanyakan secara vegetatif, namun cara ini juga terkendala karena pohon plus terpilih rata-rata berumur cukup tua sehingga juvenilitas dan keberhasilaannya rendah. Untuk mengatasi permasalahan juvenilitas, kegiatan multiplikasi tunas interfascicular, stek dan grafting cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka dalam jangka pendek penelitian ini perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan :

1) Apakah terdapat perbedaan struktur produksi antar pohon plus kandidat bocor getah 3 KBS di Pulau Jawa dan bagaimana struktur pertumbuhannya?

2) Bagaimana karakter morfogenetika pada pohon plus kandidat bocor getah? 3) Apakah terdapat perbedaan anatomi saluran resin antara pinus produksi

normal dan kandidat bocor getah?

4) Bagaimana tingkat keberhasilan perbanyakan vegetatif pinus kandidat bocor getah?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai karakterisasi pinus bocor getah dalam jangka pendek ini bertujuan untuk:

1) Mendapatkan data pijakan (baseline data) produksi yang dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk mengetahui struktur produksi dan pertumbuhan pohon plus kandidat bocor getah dan untuk penelitian karakterisasi selanjutnya.

2) Menduga variabel genetika kandidat bocor getah melalui karakterisasi secara morfogenetika.

3) Menganalisis struktur anatomi saluran resin yang diduga mempengaruhi produktivitas getah melalui karakterisasi secara makroskopis dan mikroskopis.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara ilmiah untuk seleksi pinus kandidat bocor getah di Indonesia, khususnya bagi Perum Perhutani berupa usulan kriteria seleksi pohon plus kandidat bocor getah. Informasi kriteria seleksi kandidat bocor getah sampai saat ini belum ada, padahal fokus pengelolaan hutan pinus saat ini lebih diutamakan pada produksi getah. Diharapkan dengan adanya kriteria seleksi tersebut akan mendukung program pemuliaan dengan fokus produksi getah tinggi dimasa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian karakterisasi kandidat bocor getah terbagi dalam 4 sub penelitian yaitu struktur produksi getah dan pertumbuhan, karakterisasi morfogenetika, karakterisasi anatomi kayu dan strategi perbanyakan. Kegiatan yang dilakukan pada tiap sub penelitian dan output yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1.1

Untuk memperoleh output hasil penelitian yang diharapkan, pencapaian kebaharuan/novelty penelitian ini didasarkan pada kriteria focus (fokus), advance

(terdepan di bidangnya) dan scholar (ilmiah). Penelitian ini diawali dengan membuat data pijakan (baseline data) produksi getah sebagai landasan untuk mengetahui struktur produksi getah dan pertumbuhan kandidat bocor getah. Melalui informasi struktur produksi dan pertumbuhan tersebut, penelitian selanjutnya difokuskan untuk memperoleh informasi karakter kandidat bocor getah melalui kegiatan karakterisasi morfogenetika dan anatomi kayu.

Kegiatan karakterisasi morfogenetika dan anatomi kayu difokuskan untuk memperoleh informasi indikator pinus bocor getah sebagai indikator seleksi bocor getah. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui serangkaian metode penelitian yang memenuhi kaidah-kaidah ilmiah (scholar) berdasarkan acuan pustaka yang diperoleh dan adaptasi metode penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya, informasi karakter morfogenetika dan anatomi kayu yang terangkum dalam kriteria seleksi kandidat bocor getah bermanfaat bagi pengelola dalam kegiatan seleksi pohon plus kandidat bocor getah. Informasi indikator seleksi juga dijadikan acuan untuk pemilihan pohon plus yang akan digunakan sebagai materi untuk strategi perbanyakan bibit bocor getah.

(21)

Gambar 1.1 Ruang lingkup penelitian karakterisasi pinus bocor getah

Devisa negara dari Pinus (Pinus merkusii)

Bibit generasi bocor getah

Tegakan pohon terseleksi

-produks sekarang 21 g//pohon/3 hari -Produksi target > 50 g/pohon/3 hari

Kayu getah Kayu dan getah

Redesain Penanaman Pinus (2010)

1085 pohon Kandidat pinus bocor getah

Program shortcut Pembiakan generatif dan vegetatif

vegetatif pohon tua

juvenilitas

Analisis morfogenetika kandidat pinus bocor getah

Anatomi kayu kandidat pinus bocor getah secara makroskopis

dan mikroskopis

Semai bocor getah

Penyemprotan

6-Benzil Amino Purine (6 BAP)

Alternatif solusi

Pencangkokan Grafting

(Penyambungan

Penyetekan tunas

interfascicular

Kultur jaringan

Perbanyakan dengan grafting dan cangkok suksesif

karakterisasi

Indikator Pinus bocor getah

Conventional Breeding (butuh

waktu lama) Program pemuliaan (1976)

(22)

2

STRUKTUR PRODUKSI GETAH DAN PERTUMBUHAN

PINUS MERKUSII

KANDIDAT BOCOR GETAH

2.1 Pendahuluan

Pinus merkusii merupakan jenis pohon yang dikenal sebagai penghasil

kayu dan getah yang cukup potensial. Di Indonesia P.merkusii dapat dijumpai dalam 3 strain yaitu Aceh, Tapanuli dan Kerinci dengan karakteristik yang berbeda-beda. Mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, pada awal tahun 1920 pinus diintroduksi ke Pulau Jawa dari populasi alam di Aceh oleh Perum Perhutani dan menjadi jenis andalan kedua setelah jati. Dengan meningkatnya nilai hasil kayu dari pohon pinus pada saat itu, tahun 1976 dilakukan kegiatan seleksi untuk mendapatkan pohon plus yang memiliki karakter batang dan pertumbuhan yang bagus (Soeseno 1988; 2001) diikuti dengan pembangunan Kebun Benih Semai (KBS) di Sumedang (Jawa Barat), Baturaden (Jawa Tengah) dan Jember (Jawa Timur)

Seiring dengan perubahahan paradigma pengusahaan pinus dari yang berorientasi kayu menjadi produk bukan kayu, sejak tahun 2006 progam pemuliaan pinus di Perum Perhutani tidak hanya terfokus pada kayu namun juga kepada produk bukan kayu dalam hal ini getah pinus. Seperti diketahui produk hasil pemasakan getah pinus yaitu gondorukem (gum rosin) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang bernilai tinggi dan memegang peranan penting sebagai andalan hasil hutan bukan kayu di Indonesia karena menghasilkan devisa negara sekitar US$ 50 juta setiap tahun (Fachrodji 2010) dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar (Perum Perhutani 2010). Oleh karena itu, kegiatan pemuliaan pohon dengan produksi getah tinggi menjadi fokus kegiatan sejak tahun 2006 sampai sekarang mengingat telah ditemukannya beberapa pinus kandidat bocor getah dengan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada saat ini.

(23)

2.2 Bahan dan Metode

2.2.1 Bahan

Bahan tanaman untuk penelitian sebaran produksi dan struktur pertumbuhan merupakan hasil uji keturunan tahun tanam 1978-1983 di KBS Cijambu, Baturaden dan Jember dengan tujuan pemuliaan lebih difokuskan pada produksi kayu. Dalam kaitannya dengan pemisahan antara produksi getah dan kayu, maka pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan seleksi awal pinus yang menghasilkan getah lebih tinggi daripada produksi getah saat ini atau produksi normal (21 g/pohon/3 hari) dan terpilih 110 pohon plus (KBS Cijambu), 90 pohon plus (KBS Jember) dan 75 pohon plus (KBS Baturaden) sebagai bahan dasar untuk penelitian struktur produksi getah. Selanjutnya untuk penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengumpulan data produksi getah terkini (2011) dari KBS terpilih (KBS Cijambu). KBS terpilih selanjutnya digunakan sebagai lokasi penelitian karakterisasi kandidat bocor getah.

2.2.1 Metode

Penelitian mengenai struktur produksi getah di 3 KBS dilakukan melalui stratifikasi data dan analisis statistik dengan menggunakan data sekunder produksi getah yang dimiliki Perum Perhutani tahun 2006. Selanjutnya untuk penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengumpulan data produksi getah terkini (2011). Verifikasi produksi getah dilakukan melalui penyadapan menggunakan teknik pengeboran pohon dari dua arah mata angin yang berbeda (utara-selatan) dengan menggunakan bor berdiameter 0.5 cm dan ditampung dalam plastik ukuran 20x14 cm. Getah selanjutnya dibiarkan mengalir secara alami tanpa menggunakan stimulansia selama 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan data produksinya. Pada lokasi ini tidak pernah dilakukan kegiatan penyadapan untuk skala produksi sehingga hasil getah yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh faktor genetika dan tempat tumbuh tanpa melibatkan pengaruh teknik penyadapan dan penggunaan stimulansia. Pemilihan pohon untuk uji produksi getah didasarkan pada nilai produksi getah yang lebih baik dari 5 pohon pembanding di sekitarnya.

Penelitian struktur pertumbuhan dan hubungan antar karakter dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap 35 karakter pertumbuhan dan karakter ekologi dari 110 pohon plus yang ada di KBS Cijambu. Karakter pertumbuhan yang diamati untuk mengetahui struktur pertumbuhan meliputi: tinggi, diameter, tajuk, percabangan, tebal kulit dan tingkat keparahan serangan hama penyakit. Metode pengukuran untuk 35 karakter pertumbuhan dan ekologi mengikuti prosedur penelitian pada pohon-pohon kehutanan sebelumnya: Bacilieri et al.

(24)

dengan mengacu Steel dan Torrie (1995). Standarisasi data dilakukan untuk pembuatan Principal Component Analysis (PCA).

2.3 Hasil dan Pembahasan

2.3.1 Struktur produksi getah pohon plus kandidat bocor getah di KBS Perum Perhutani.

Struktur produksi getah 3 KBS Perum Perhutani (Gambar 2.1) menunjukkan pola sebaran seperti dijumpai pada hutan tanaman lainnya dengan nilai rata-rata produksi 85.9 g/pohon/3 hari. Frekuensi produksi getah terbesar berada pada interval 80-100 g/pohon/3 hari (154 pohon) dan frekuensi terkecil pada interval

≥150 g/pohon/3 hari (14 pohon). Hasil perhitungan struktur produksi di setiap KBS menunjukkan bahwa KBS Cijambu memiliki rata-rata tertinggi (101.4 g/pohon/3 hari) diikuti KBS Baturaden (88.72 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember (64.4 g/pohon/3 hari). Sebaran produksi di KBS Cijambu memperlihatkan pola sebaran cenderung menjulur ke kanan, yang menunjukkan individu-individu di KBS Cijambu lebih tinggi dibandingkan produksi getah normal, sehingga KBS Cijambu sesuai untuk kegiatan pemuliaan untuk fokus getah (Gambar 2.1). Jumlah pohon pinus kandidat bocor getah di KBS Cijambu terbanyak berada pada interval 82-102.99 g/pohon/3 hari (34%), di KBS baturaden pada interval interval 61-88.99 g/pohon/3 hari (35%) dan KBS Jember pada interval 40-60.99 g/pohon/3 hari (54%). Berdasarkan kemenjuluran kurva KBS Cijambu memiliki nilai 271.2 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1b), KBS Baturaden 175 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1c) dan KBS Jember 128 g/pohon/ 3 hari (Gambar 2.1d). Dengan demikian KBS Cijambu menjulur paling ke kanan, diikuti oleh KBS Baturaden dan KBS Jember. Pada P. pinaster, Nanos et al. (2000) memilih tegakan dengan kurva produksi getah yang memiliki sebaran cenderung menjulur ke kanan dan interval produksi yang lebar untuk pemuliaan dengan fokus utama getah pinus. Dengan pertimbangan yang sama KBS Cijambu selanjutnya terpilih sebagai lokasi penelitian karakterisasi kandidat bocor getah.

Berdasarkan sudut pandang konservasi genetika, individu-individu pohon yang berada pada posisi paling menjulur ke kanan (memiliki produksi tertinggi), sangat perlu untuk dikonservasi dan dikembangkan karena memiliki keragaman yang sempit, tidak banyak jumlahnya dan rawan terhadap kepunahan. Untuk perbanyakan massal dapat dikembangkan dari individu-individu pada interval dengan frekuensi tertinggi; untuk KBS Cijambu (82-103 g/pohon/3 hari), KBS Baturaden (61- 82 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember (40-61 g/pohon/3 hari). Hal tersebut sangat dimungkinkan terkait erat dengan kondisi lingkungan setempat

(25)

292

lebih dominan dalam menentukan karakter produksi getah. Namun kedua faktor tersebut bersama-sama mendukung ekspresi suatu karakter, karena fenotipe produksi getah merupakan hasil interaksi dari pengaruh faktor genetika dan lingkungan (Rodrigues et al. 2009). Jember (d), Seluruh KBS, KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember (e).

KBS Cijambu KBS Jember

3 KBS

(26)

Untuk mengetahui penyebab perbedaan produksi getah di 3 KBS dilakukan penelaahan mengenai asal usul materi penanaman. Berdasarkan sejarahnya pembangunan KBS Cijambu, Baturaden dan Jember dilakukan secara bertahap pada kurun waktu 1978-1983 dengan sumber materi genetika yang sama (Soeseno

et al. 1994) dengan fokus kegiatan untuk memperoleh pohon plus dengan karakter

batang yang lurus. Tegakan tersebut telah mengalami beberapa kali roquing

(penjarangan) dengan fokus produksi kayu. Selanjutnya, seiring dengan perubahan kebijakan pengelolaan pinus yang berorientasi pada produksi getah, kegiatan seleksi awal telah dilakukan selama kurun waktu 2002-2009 untuk memperoleh pohon plus dengan produksi getah yang tinggi. Hasil seleksi untuk tujuan produksi getah hanya terpilih 110 pohon plus (KBS Cijambu), 90 pohon plus (KBS Jember) dan 75 pohon plus (KBS Baturaden) sebagai kandidat bocor getah dari total 1000 famili pohon plus di setiap KBS.

Hasil stratifikasi data 3 KBS menemukan pohon dari famili yang sama ditanam di KBS Baturaden, hal tersebut juga ditunjukkan dengan kekonsistenan rangking produksi yang diperoleh. Sebaliknya, pohon dari famili yang sama di KBS Cijambu menghasilkan getah yang lebih rendah saat ditanam di KBS Jember, hal tersebut ditunjukkan dengan rangking produksi yang cenderung menurun.

(27)

Ketidakkonsistenan rangking tersebut juga disebabkan karena materi genetika untuk penanaman di KBS Perum Perhutani berasal dari keturunan half-sib yang masih mengalami segregasi sehingga individu-individu dari famili yang sama berpeluang untuk memiliki fenotipe yang berbeda oleh karena perlu dilakukan kegiatan pemuliaan lanjutan untuk memperoleh kekonsistenan produksi getah. Namun demikian, berdasarkan kekonsistenan perolehan getah dari beberapa famili (famili yang sama) dapat disimpulkan bahwa produksi getah di KBS Cijambu lebih tinggi dibandingkan KBS lainnya (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Produksi getah di KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa kondisi lingkungan tempat tumbuh mendukung ekspresi genetika karakter produksi getah. Hal tersebut didukung oleh Wright (1976) yang menyatakan bahwa variasi lingkungan akan membatasi perolehan genetika suatu populasi karena ekspresi potensi genetika akan maksimal apabila didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi tempat tumbuh yang meliputi posisi geografis, ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah dan kelerengan lahan masing-masing KBS disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Karakteristik tempat tumbuh KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember

Variabel KBS

Cijambu

KBS

Baturaden(*

KBS Jember(** Posisi geograftis 107o45’ BT

6 o.52’LS

108o.73’BT 6o.79’LS

113o.52’BT 7 o.67’LS Ketinggian (m dpl) 1290 725 600 Curah hujan rata-rata (mm/tahun) 2520 3500 2400 Jenis tanah Andosol Andosol Regosol Kelerengan lahan (%) 11-62% 10 0

Sumber:*:Soeseno et al. (1994) ;**Nurtjahjaningsih et al. (2007)

(28)

ketinggian tempat tumbuh berpengaruh terhadap lancarnya aliran getah karena semakin tinggi tempat maka getah akan menggumpal dan aliran getah akan terhambat akibat rendahnya temperatur udara dan intensitas cahaya matahari. Kelemahan penelitian tersebut belum mewakili selang ketinggian optimal untuk

P. merkusii (800-1600 m dpl). Hasil pengukuran produksi getah pada beberapa

ketinggian tempat di KBS Cijambu (Gambar 2.3) menunjukkan pohon yang menghasilkan getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) berada pada ketinggian 1327 m dpl, diikuti produksi 196.5 g/pohon/3 hari pada ketinggian yang sama dan produksi 107.8 g/pohon/3 hari pada ketinggian 1281 m dpl. Produksi getah lebih rendah 97.1 g/pohon/3 hari dihasilkan oleh pohon yang berada pada ketinggian 1275 m dpl dan produksi 91.8 g/pohon/3 hari berada pada ketinggian 1226 m dpl. Oleh karena itu Surat Direksi No. 289/041.6/Can/Dir Tanggal 24 September 2010 perihal Penyusunan Redesain Pengelolaan Sumber Daya Hutan butir 2 mengenai penempatan tanaman pada lokasi dengan ketinggian ≤ 1000 m dpl untuk penanaman bocor getah perlu dipertimbangkan kembali karena pada penelitian ini produksi getah lebih tinggi dijumpai pada ketinggian 1250-1350 m dpl. Histogram produksi getah di KBS Cijambu berdasarkan ketinggian tempat disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sebaran produksi getah berdasarkan ketinggian tempat di KBS Cijambu

(29)

Berdasarkan analisis kondisi tempat tumbuh 3 KBS yang meliputi kondisi geografis, ketinggian, curah hujan, KBS Cijambu, KBS Baturaden dan KBS Jember memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Indonesian Forest Seed

Project (2001) P. merkusii memerlukan persyaratan tumbuh yang tidak spesifik,

dapat tumbuh pada ketinggian 30-1800 m dpl pada berbagai tipe tanah dan iklim, sedangkan Balai Teknologi Perbenihan (2000) mensyaratkan untuk pertumbuhan pinus yang baik diperlukan ketinggian 800-1600 m dpl dengan curah hujan 2400-3600 mm/tahun. Berdasarkan kriteria tersebut KBS Cijambu memiliki kondisi lingkungan yang mendekati persyaratan kondisi optimal, sehingga untuk kegiatan pemuliaan dengan tujuan produksi getah lokasi tersebut cukup menjanjikan.

Perbedaan perolehan getah dari famili yang sama di 3 KBS dipengaruhi juga adanya interaksi antara faktor genetika dan lingkungan (GxE). Hasil penelitian ini menemukan perbedaan ketidakkonsistenan hasil getah famili yang sama ketika ditanam di KBS berbeda. Sebagai contoh famili BG32 yang merupakan penghasil getah tertinggi di KBS Cijambu (271.2 g/pohon/3 hari), ternyata famili ini tidak dijumpai di KBS Baturaden dan KBS Jember karena tidak memenuhi kriteria bocor getah. Famili BG8 menghasilkan getah 102.5 g/pohon/3 hari (rangking 2) di KBS Cijambu, ketika ditanam di KBS Jember produksinya turun menjadi 65.5 g/pohon/3 hari (rangking 3) dan ketika ditanam di KBS Baturaden famili tersebut tidak masuk dalam kategori bocor getah. Ketidakkonsistenan (inconsistency) perolehan getah juga dijumpai pada famili-famili lainnya (Tabel 2.1). Menurut White et al.(2007) adanya interaksi faktor genetika dan lingkungan mengakibatkan terjadinya perbedaan keragaan genotipe pohon ketika ditanam pada lingkungan yang berbeda. Pada 3 KBS milik Perum Perhutani, perbedaan keragaan genotipe tersebut ditunjukkan dengan perubahan rangking famili pada lingkungan berbeda. Besaran pengaruh GxE pada selanjutnya dapat dikuantifikasi dengan menggunakan persamaan linear. Jika nilai hasil interaksi menunjukkan nilai > 0 maka masing-masing genotipe memiliki respon berbeda pada di setiap kondisi lingkungan berbeda dan sebaliknya. Adanya interaksi GxE memerlukan kegiatan pengelolaan yang intensif berdasarkan kesesuaian tempat tumbuh masing-masing famili. Hal tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan tersebut menentukan baik buruknya keragaan famili. Namun demikian untuk mengetahui proporsi besarnya pengaruh faktor lingkungan maupun faktor genetika dalam menentukan karakter produksi getah akan dibahas lebih mendalam di Bab 3 mengenai morfogenetika kandidat bocor getah.

(30)

Hasil analisis struktur produksi getah dan karakteristik tempat tumbuh di KBS Cijambu dan kekonsistenan perolehan getah dari individu famili dapat disimpulkan bahwa KBS Cijambu memiliki kondisi tempat tumbuh yang sesuai untuk kegiatan penanaman dengan fokus utama getah. Kesesuaian tersebut tercermin dengan kemampuan individu pada KBS Cijambu untuk menghasilkan getah yang cenderung lebih tinggi, kurva struktur produksi getah cenderung miring ke kanan yang menandakan individu pohon di lokasi tersebut memiliki produksi getah tinggi dan selang produksi yang lebih lebar sebagai indikasi tingginya keragaman produksi getah di lokasi tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut fokus penelitiaan selanjutnya dipersempit di KBS Cijambu saja.

2.3.2 Struktur pertumbuhan pohon plus kandidat bocor getah

Kondisi suatu tegakan hutan selalu dipengaruhi oleh keadaan tempat tumbuh, perlakuan silvikultur, umur dan sifat genetika pohon, interaksi antara setiap individu pohon terhadap keadaan tempat tumbuhnya, serta interaksi yang terjadi antar individu-individu pohonnya. Struktur pertumbuhan mampu mencerminkan pengaruh faktor-faktor tersebut melalui output pertumbuhan dan hasil (Prestzsch 2009) salah satunya produksi getah. Secara umum struktur pertumbuhan diameter batang, tinggi bebas cabang, tinggi total, valume, tajuk dan percabangan) pada pohon plus kandidat bocor getah di KBS Cijambu mengikuti pola umum yang dijumpai pada tipe tegakan hutan tanaman.

Tinggi pohon pada suatu tegakan merupakan salah satu variabel penting dalam manajemen hutan karena mampu mencerminkan total volume pohon untuk tujuan komersial, mencerminkan kualitas tempat tumbuh pada tegakan seumur dan menggambarkan struktur vertikal dari suatu tegakan (Gadow et al. 2001). Sebaran tinggi pada KBS Cijambu secara umum berada pada interval nilai 15-30 m dengan jumlah terbanyak pada interval rata-rata 24.5 m (Gambar 2.4a), sedangkan sebaran keliling pohon memiliki memiliki interval antara 0.35-0.66 m, dengan rata-rata 0.47 m (2.4b).

Kondisi tajuk merupakan salah satu komponen penting dalam studi struktur pertumbuhan karena dapat menduga kualitas kayu (Kershaw et al. 1990), tingkat kompetisi tegakan (Mitchell 1975), vigor pohon (Hasenauer dan Monserud 1996), stabilitas mekanis pohon (Wilson dan Oliver 2000) dan iklim mikro (Grace et al.

1987). Adapun variabel tajuk yang umum digunakan adalah tinggi tajuk, panjang tajuk dan luasan tajuk (Bravo et al. 2012). Hasil penelitian menunjukkan panjang tajuk di KBS Cijambu memiliki interval 8-16 m dan rata-rata 11.85 m (Gambar 2.4c), untuk luasan tajuk memiliki interval nilai 100-600 m2 dengan rata-rata 361 m2 (Gambar 2.4d).

(31)

600

Gambar 2.4 Sebaran karakter pertumbuhan di KBS Cijambu. a.Tinggi total, b. Diameter pohon, c. Panjang tajuk, d. Luas tajuk, e. Tebal kulit, f. Tingkat keparahan serangan hama-penyakit.

(32)

mengenai struktur produksi getah dan hubungannya dengan karakter pertumbuhan telah dilakukan pada P. pinaster. Nanos et al. (2000) mengembangkan model produksi getah berdasarkan kerapatan tegakan, namun tidak menemukan adanya hubungan yang nyata antara keduanya. Sampai saat ini model penduga produksi getah dengan melibatkan karakter pertumbuhan juga masih jarang ditemui, tidak terkecuali di KBS Cijambu.

2.3.3 Hubungan antara karakter pertumbuhan dan produksi getah

Untuk mengetahui keterkaitan antara karakter pertumbuhan dan ekologi dengan produksi getah di KBS Cijambu, dilakukan pengujiaan korelasi terhadap 35 karakter. Hasil korelasi awal menemukan 14 karakter pertumbuhan (tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter, tebal kulit, jumlah cabang, panjang tajuk, lebar tajuk, sudut cabang pertama tajuk, volume bebas cabang, volume total, keparahan serangan hama dan penyakit, kekekaran batang dan kekasaran kulit) yang memiliki hubungan dengan produksi getah (korelasi lebih dari 0.1), sedang karakter yang lain memiliki koefisien korelasi lebih kecil dari 0.1. Hasil pengujian awal tersebut masih menghasilkan data yang cukup beragam dan belum menunjukkan keeratan antar karakter yang mampu menerangkan hubungan antara produksi getah dan karakter pertumbuhan. Untuk memperoleh karakter yang lebih mampu menerangkan hubungan keduanya, selanjutnya dilakukan pengujian lanjutan terhadap 14 karakter yang diperoleh. Untuk tujuan tersebut dipilih prosedur pengujian Principal Component Analysis (PCA) dan analisis kelompok (dendrogram). Penggunaan PCA bertujuan untuk menyederhanakan karakter yang diamati dengan cara menyusutkan (reduksi) atau menghilangkan korelasi di antara variabel bebas sehingga diperoleh variabel-variabel baru yang mampu menerangkan hubungan tersebut.

Pengujian PCA menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalue) yang menggambarkan kemampuan setiap faktor mewakili variabel-variabel yang dianalisis. Nilai akar ciri juga menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varians ketiga variabel yang dianalisis. Pada pengujian ini nilai akar ciri <1 tidak digunakan untuk menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Hasil pengujian nilai akar ciri terhadap 14 faktor hanya menemukan 6 faktor yang dapat digunakan untuk menjelaskan keragaman karakter pertumbuhan karena memiliki nilai akar ciri >1 (Tabel 2.3).

(33)

dan kekekaran batang(HP) ) dan 2 karakter secara negatif (sudut cabang pertama (SCP) dan jumlah cabang (CPT) ). Komponen 2 didukung oleh 1 karakter positif (jumlah cabang, CPT) ) dan 1 karakter negatif (sudut cabang pertama, SCP) ).

Tabel 2.3 Eigenvalue keragaman karakter pertumbuhan

Faktor PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6

Hasil pengujian analisis kelompok (Gambar 2.5b) menunjukkan karakter pertumbuhan membentuk dua kelompok besar, kelompok pertama hanya terdiri dari karakter sudut cabang pertama pembentuk tajuk (SCP) dan kelompok kedua terdiri dari karakter produksi getah, karakter tajuk, tinggi pohon, diameter pohon, tebal kulit dan hama penyakit. Pada kelompok kedua, karakter produksi getah berhubungan dekat dengan karakter tajuk, tinggi pohon, diameter batang, tebal kulit, volume batang dan hama penyakit sehingga membentuk kelompok tersendiri (similarity > 71.9%) sedang karakter kekasaran kulit dan jumlah cabang pembentuk tajuk memiliki hubungan yang rendah dengan similarity ≤ 71.9%.

Hasil dendrogram tersebut menunjukkan karakter luas tajuk, panjang tajuk, diameter batang dan tebal kulit memiliki hubungan yang lebih dekat dengan produksi getah, sedangkan karakter jumlah cabang dan sudut percabangan memiliki hubungan yang lebih jauh dengan karakter produksi getah. Selanjutnya hasil pengujian PCA dan dendrogram dianalisis lebih lanjut dengan korelasi

Pearson untuk memperoleh nilai korelasi antar karakter pertumbuhan.

(34)

-0.317, dengan tingkat serangan hama penyakit sebesar -0.356 (Lampiran 2). Hasil pengujian korelasi ini selanjutnya dibuat model regresi linear untuk melihat keeratan hubungan antara produksi getah dengan karakter pertumbuhan.

(a)

(b)

(b)

Gambar 2.5 Principal Component Analysis (PCA) (a) dan dendrogram (b) untuk beberapa karakter produksi getah di KBS Cijambu

(35)

Hasil pengujian lanjutan dengan regresi linear berganda menemukan 4 karakter yang memiliki hubungan nyata dengan produksi getah. Keempat karakter tersebut adalah diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk dan jumlah cabang. Karakter diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk berhubungan postif dengan produksi getah, sedangkan jumlah cabang berhubungan negatif dengan produksi getah. Hubungan karakter-karakter tersebut digambarkan dengan persamaan regresi linear berganda: Y:106+1.34 x1-0.86 x2+10.29 x3+ 0.17x4 (Y: produksi

getah: x1:diameter; x2: Jumlah cabang; x3: tebal kulit; x4: luas tajuk). Hasil

pengujian regresi linear berganda memperlihatkan koefisien korelasi sedang (r: 0.75) hampir sama dengan pengujian komponen utama (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Model pendugaan regresi linear berganda hubungan produksi getah dengan karakter pertumbuhan di KBS Cijambu

Karakter pertumbuhan Notasi Koefisien Nilai P

Model penduga

Intersep I 106.04 0.05

Diameter (m) X1 1.34 0.01 Y:106+1.34X1-0.86

X2+10.29 X3+ 0.17X4

Jumlah cabang (n) X2 -0.86 0.03 Tebal kulit (cm) X3 10.29 0.02 Luas tajuk (m2) X4 0.17 0.05 Keterangan: r: 0.75 ; P:0.002.

Hubungan positif antara produksi getah dengan karakter diameter, tebal kulit dan luas tajuk mengindikasikan bahwa produksi getah akan semakin tinggi dengan semakin tingginya nilai karakter tersebut, dan sebaliknya hubungan negatif antara produksi getah dengan jumlah cabang mengindikasikan produksi getah akan semakin menurun dengan tingginya nilai karakter tersebut tersebut. Diameter pohon berhubungan positif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki diameter 57.32 cm, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan diameter 51 cm. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki diameter 42 cm dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari, memiliki diameter 38 cm. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi getah pada KBS Cijambu meningkat seiring pertambahan diameter. Pohon dengan diameter besar memiliki riap tumbuh yang lebar, sehingga peluang untuk mendapatkan jumlah saluran resin di dalam pohon relatif lebih banyak dan jumlah getah yang tertampung juga akan semakin banyak (Coppen et al.1984). Keterkaitan antara diameter, riap tumbuh dan kondisi saluran resin akan dibahas pada Bab 4.

(36)

proses fisiologis tumbuhan untuk memperoleh diameter yang lebar (Tuomi et al.

1988). KBS Cijambu memiliki jarak tanam 3m x 3m mampu menghasilkan getah yang lebih tinggi dibandingkan KBS lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jarak tanam 3 x 4 meter di KBS Cijambu telah sesuai untuk mendukung produksi getah.

Produksi getah memiliki korelasi positif dengan kondisi tajuk. Hal tersebut terkait dengan bidang penyerapan cahaya untuk proses fotosintesis. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan, pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki luas tajuk 360.60 m2, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan luas tajuk 283.57 m2. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki luas tajuk 273.74 m2 dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki luas tajuk 228.92 m2. Hal ini dapat disimpulkan bahwa produksi getah meningkat seiring dengan luas tajuk. Lebih lanjut Panshin danDe Zeeuw (1980) menyebutkan bahwa pohon dengan hasil getah yang banyak dicirikan dengan lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh, berbentuk kerucut, dan memiliki tinggi tajuk yang berukuran setengah dari tinggi pohonnya. Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang lebih banyak dan aliran getah yang dihasilkan akan lebih lancar karena getah tidak menggumpal. Coppen dan Hone (1995) mengatakan bahwa pohon dengan tajuk besar relatif menerima cahaya lebih banyak dibandingkan dengan pohon bertajuk kecil. Pertumbuhan tajuk juga dapat ditingkatkan dengan teknik silvikultur yang sesuai. Kegiatan pengaturan jarak tanam dengan penjarangan dan pemangkasan cabang dapat diaplikasikan untuk tujuan memperoleh tajuk yang besar. Kegiatan penjarangan mampu meningkatkan pertumbuhan lebar dan panjang tajuk sehingga memperluas bidang fotosintesis, sedangkan pemangkasan cabang mampu mengurangi cabang-cabang tua yang kapasitas fotosintesisnya telah berkurang (Jhonson et al. 2009) dan mampu memacu pertumbuhan batang (Makinen 1999).

Jumlah cabang berkorelasi negatif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki jumlah cabang 28 buah, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan jumlah cabang 30 buah. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki jumlah cabang 50 buah dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki jumlah cabang 55. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi getah menurun seiring dengan peningkatan jumlah cabang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Papajiannopoulos (2002) pada

P.halepensis yang menemukan pohon dengan kanopi lebih terbuka (jumlah

(37)

jumlah cabang lebih sedikit. Semakin luas bidang penyerapan fotosintesis, cahaya matahari yang terserap untuk proses fotosintesis akan lebih banyak, sehingga kapasitas fotosintesis lebih tinggi dan fotosintat yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Tebal kulit memiliki hubungan positif dengan produksi getah. Hasil pengukuran di KBS Cijambu menunjukkan pohon dengan produksi getah tertinggi (271.2 g/pohon/3 hari) memiliki tebal kulit 2 cm, diikuti produksi 156.9 g/pohon/3 hari dengan tebal kulit 2 cm. Pohon dengan produksi rendah 72.9 g/pohon/3 hari memiliki tebal kulit 1.5 cm dan pohon dengan produksi 60.7 g/pohon/3 hari memiliki tebal kulit 1.5 cm. Hal ini dapat disimpulkan bahwa produksi getah meningkat seiring dengan penambahan ketebalan kulit. Walaupun belum ada referensi yang membahas secara khusus hubungan tersebut, namun diduga hal tersebut terkait dengan mekanisme perlindungan pohon terhadap gangguan mekanis dari luar seperti angin terhadap keutuhan saluran resin (resin duct). Lebih lanjut Niklas (1999) dan Peterson et al.(1991) menambahkan bahwa kulit kayu merupakan pelindung yang cukup sesuai untuk pohon dari stress akibat gangguan mekanis dan tekanan dari luar pohon dan biasanya meningkat seiring pertambahan diameter pohon. Clifton (1989) menduga adanya keterkaitan antara kulit kayu, angin dengan keberadaan kantong resin dalam kayu. Adanya kulit akan mengurangi kerusakan saluran resin akibat hembusan angin. Crown (1984) pada

P. taeda menemukan adanya retak kayu horizontal yang mempengaruhi

pembentukan kantong resin dan mengakibatkan terganggunya produksi getah. Dengan adanya perlindungan mekanis melalui keberadaan kulit yang tebal, kerusakan saluran resin akibat gangguan mekanis atau stress lingkungan dapat dikurangi. Adanya perlindungan terhadap kerusakan saluran resin oleh kulit, secara tidak langsung akan menjaga produksi getah pohon tersebut.

Hasil penelitian di KBS Cijambu menemukan adanya hubungan produksi getah dengan diameter pohon, tebal kulit, luas tajuk dan jumlah cabang walaupun dengan tingkat keeratan sedang. Hasil tersebut juga sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya pada pinus lain di daerah temperate yang menemukan adanya hubungan antara produksi getah dengan karakter tinggi (Pswaray et al.

1996; Westbork 2011), karakter tajuk (Coppen dan Hone 1995; Tadesse et al.2001), jumlah cabang (Papajiannopoulos 2002) dan diameter batang (Zheng dan Xu 1992; Wang dan Zhu 1994). Korelasi sedang antara produksi getah dengan karakter pertumbuhan sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tadese et al. (2003) dengan nilai r:0.799; Kossuth (1984) dengan nilai r: 0.76 pada P. eliotii dan Roberds et al.(2003) pada P.taeda dengan nilai r:0.70.

(38)

pemeliharan tegakan juga sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung ekspresi genetika suatu karakter. Pada penelitian ini teknik pengaturan jarak tanam untuk memperlebar diameter dan memperluas tajuk, serta teknik pemangkasan cabang untuk mengurangi cabang tidak produktif sangat direkomendasikan karena mendukung karakter produksi getah. Dalam meningkatkan produksi getah, tindakan teknik silvikultur intensif seperti pemupukan juga perlu dilakukan karena selama ini pohon pinus hanya diambil getahnya tetapi tidak pernah dipupuk. Beberapa jenis pupuk seperti triple

superphoshate (TSP) (Knebel et al.2008) dan pupuk dengan kandungan N,P,K,Ca

dan Mg (Warren et al. 1999) dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah.

2.4 Simpulan

Struktur produksi getah di 3 KBS Perum Perhutani menunjukkan pola sebaran umumnya pada hutan tanaman dengan rata-rata produksi getah 85.9 g/pohon/3 hari. KBS Cijambu menghasilkan getah tertinggi (101.4 g/pohon/3 hari), diikuti oleh KBS Baturaden (88.72 g/pohon/3 hari) dan KBS Jember ( 64.4 g/pohon/3 hari). Hasil analisis struktur getah dan konsistensi perolehan getah menunjukkan KBS Cijambu memiliki kurva struktur produksi getah cenderung menjulur ke kanan, rata-rata produksi getah tertinggi, serta interval produksi getah yang lebar sehingga terpilih untuk penelitian karakterisasi kandidat bocor getah selanjutnya.

Karakter produksi getah di KBS Cijambu berkorelasi positif dengan diameter pohon, tebal kulit dan luas tajuk, namun berkorelasi negatif dengan jumlah cabang. Untuk mendukung ekspresi produksi getah yang tercermin dari karakter-karakter pertumbuhan, teknik pengaturan jarak tanam melalui penjarangan dan pemangkasan cabang perlu dilakukan karena memacu keterbukaan kanopi untuk proses fotosintesis, pertumbuhan diameter dan pertumbuhan tajuk.

(39)

3 MORFOGENETIKA

PINUS MERKUSII

KANDIDAT BOCOR GETAH

3.1 Pendahuluan

Hasil analisis struktur produksi getah dan struktur pertumbuhan pinus kandidat bocor getah di KBS Perum Perhutani (Bab 2) menunjukkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan KBS tertentu (interaksi GxE). Analisis morfogenetika diperlukan untuk mengetahui besaran proporsi antara faktor genetika dan faktor lingkungan dalam mempengaruhi karakter produksi getah. Namun informasi karakter morfogenetika yang berhubungan dengan produksi getah di KBS Cijambu sampai saat ini belum diperoleh, padahal informasi karakter morfogenetik penting untuk kegiatan karakterisasi dan pemuliaan pinus kandidat bocor getah dimasa mendatang.

Informasi karakter morfogenetika kandidat bocor getah dapat diperoleh melalui serangkaian evaluasi fenotipik dan analisis genetika dengan bantuan penanda molekuler. Beberapa variabel genetika yang dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetika, heritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil pemuliaan yang diinginkan (Borojevic 1990; Falconer dan Mackay 1996). Adanya keragaman genetika mengindikasikan terdapatnya perbedaan nilai antar individu genotipe dalam populasi dan merupakan syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan. Nilai heritabilitas mampu menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya, sedangkan informasi korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas getah yang tinggi (Tambarussi et al. 2010).

Sebagai langkah lanjutan dari evaluasi fenotipik, kegiatan verifikasi dengan bantuan penanda molekuler juga dilakukan pada penelitian ini. Hal tersebut sebagai langkah antisipasi untuk mengatasi kelemahan evaluasi fenotipik yang cenderung terpengaruh oleh tahap perkembangan tanaman dan lingkungan, sehingga sering tidak dapat membedakan antara genotipe yang diamati. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penanda molekuler seperti RFLP, RAPD, AFLP dan mikrosatelit dapat digunakan. Penanda mikrosatelit dipilih pada penelitian ini karena merupakan kodominan marker, memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi, dan terdistribusi secara acak pada genom (Tautz 1989; Powell et al.1996; Lehman 1998)

Penelitian mengenai evaluasi fenotipik P.merkusii pada awal pembangunan KBS yang dilakukan oleh Leksono (1996), pada P. pinaster (Tadesse et al. 2001)

dan P.eliotii (Zhang et al.2010) menunjukkan bahwa karakter produksi getah

(40)

melalui penanda mikrosatelit dalam rangka pengembangan kegiatan pemuliaan tanaman dimasa mendatang.

3.2 Bahan dan Metode

3.2.1 Bahan

Bahan penelitian untuk evaluasi morfogenetik merupakan tanaman uji keturunan di KBS Cijambu tahun tanam 1978-1983 dengan tujuan pemuliaan awal kelurusan batang dan pertumbuhan yang cepat. Pada awal pembangunan KBS desain yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berblok (RCBD) dengan 5 tree line plot dan 10 blok sebagai ulangan. Setiap tahun dilakukan penanaman  200 famili yang diperoleh dari eksplorasi hutan tanaman di Jawa, namun seiring dengan kegiatan penjarangan seleksi tahap 1 dilakukan dengan fokus produksi getah. Hasil seleksi bertahap yang telah dilakukan sampai tahun 2002, tersisa 2 pohon setiap blok atau 100 famili/blok. Selanjutnya hasil uji keturunan tersebut diseleksi kembali dengan tujuan untuk memperoleh produksi getah yang tinggi. Pada saat dilakukan penelitian ini (2011) tersisa 1-2 pohon/blok yang masuk kategori kandidat bocor getah.

Seleksi tahap 2 di lokasi yang sama dengan tujuan karakter produksi getah yang hanya menemukan 110 pohon plus yang memiliki produksi tinggi dari 6 tahapan penanaman uji keturunan (1978-1983). Pada penelitian ini bahan pengujian untuk perhitungan nilai heritabilitas berasal dari 2 set tanaman uji keturunan (tahun 1982 dan tahun 1983) dengan pertimbangan kecukupan data dan kurva sebaran yang lebih lebar dibandingkan set uji keturunan tahun lainnya. Tanaman uji keturunan tahun 1982 memiliki 20 famili dengan 8 famili yang memiliki ulangan di blok yang berbeda, sedangkan tahun tanam 1983 memiliki memiliki 25 famili dengan 7 famili yang memiliki ulangan pada blok berbeda. Adapun identitas famili tahun tanam 1982 dan 1983 yang digunakan untuk penelitian disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Identitas famili untuk perhitungan nilai heritabilitas

Tahun tanam 1982 Tahun tanam 1983

Gambar

Tabel 2.3 Eigenvalue keragaman karakter pertumbuhan
Gambar 2.5 Principal Component Analysis (PCA)  (a) dan dendrogram (b) untuk
Tabel 3.1 Identitas famili untuk perhitungan nilai heritabilitas
Tabel 3.3  Sembilan primer mikrosatelit untuk deteksi keragaman genetika
+7

Referensi

Dokumen terkait