• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan produktivitas dan stabilitas tanah gambut dengan pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABIUTAS

TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH

MINERAL YANG DIPERKAYA OLEH BAHAN

BERKADAR BESI TINGGI

Oleh

:

MUUADY D. MARIO

PROGRAM PASCASARJANA

I N S r I T U T PERTANIAN BOGOR

(147)

ABSTRAK

MUUADY

D.

MARIO. Peningkatan Produktivitas d a n Stabilitas Tanah Garnbut

dengan Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi

Tinggi (di bawah birnbingan Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. sebagai Ketua Kornisi

Pernbirnbing, Prof. Dr I r Sarwono Hardjowigeno, M.Sc., Dr I r Abdul Rachirn, MS., Dr I r

Fred Rurnawas dan Dr I r Rizaldi Boer, M.Agr. masing-masing sebagai Anggota Kornisi

Pernbirnbing.

t

Rendahnya produktivitas dan stabilitas tanah garnbut disebabkan oleh berbagai

faktor pernbatas, diantaranya kandungan asarn-asarn fenolat yang tinggi sehingga

bersifat racun bagi tanarnan, kernasarnan tanah yang tinggi, kapasitas tukar kation

yang sangat tinggi dengan kejenuhan basa sangat rendah serta tingginya laju

kehilangan karbon organik dari tanah garnbut. Penambahan kation polivalen Fe serta

basa-basa dari bahan tanah mineral yang diperkaya dengan pernberian terak baja

sebagai bahan arnelioran diharapkan dapat rnengurangi pengaruh bumk dari asarn-

asarn fenolat serta dapat rnembentuk ikatan komplek yang dapat mengurangi laju

dekornposisi bahan organik pada tanah garnbut.

Penelitian dilakukan pada tiga fisiografi garnbut di Kalimantan Tengah yakni;

garnbut pedalarnan di Berengbengkel, garnbut transisi di Sarnpit dan gambut pantai di

Sarnuda. Sebagai bahan arnelioran digunakan tanah mineral yang rnengandung besi

tinggi (Fe20a

= 22,0696) yang dikornbinasikan dengan terak bap (Fe20p

=

42,6096)

dalam beberapa kornbinasi yang didasarkan pada taraf

5% erapan maksirnurn.

Perlakuan arnelioran yang dicobakan adalah A0

=

tanpa arnelioran, A1

= 100% tanah

mineral, A2

=

90% tanah mineral

+

10% terak baja, A3

=

80% tanah mineral

+

20°/0

terak baja,

A4

=

70% tanah mineral

+

30% terak baja,

A5

= 60% tanah mineral dan

40%

terak baja, A6

= 50% tanah mineral dan 50% terak baja, dan A7 = 100% terak

baja.

Konsentrasi asarn fenolat garnbut pedalarnan lebih tinggi dibanding gambut

transisi dan garnbut pantai. Konsentrasi asarn-asarn fenolat dari yang tertinggi hingga

terendah adalah asarn ferulat

z

asarn sinapat

>

asarn p-kumarat

>

asarn p-

hidroksibenzoat >asam vanilat

>

asarn siringat. Pemberian arnelioran meningkatkan

ketersediaan ham terutama basa-basa dalarn tanah gambut, rneskipun kecenderungan

terjadi penurunan pH tanah.

(148)

ABSTRACT

MUUADY D. MARIO. The effect of Mineral Soil Enriched with Basic Slag

on

the Productivity and Stability of Peats. (Under supervision of Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham as Chairman, and Prof. Dr Ir Sarwono Hardjowigeno, Dr I r Abdul Rachim, Dr I r Fred Rumawas and Dr I r Rizaldi Boer as Members).

The low productivity and stability of peats are mainly caused by constraints such as: high phenolic acid contents which are phytotoxic t o plants, very high acidity, high cation exchange capacity combined with a very low base saturation and the high losses of organic carbon upon reclamation. The addition of mineral soil enriched with basic slag which contains high levels of cationic irons, is expected t o reduce the harmful effects of these phenolic acids and forms complex bonding improving peat stability.

The experiments were carried out i n three locations based on the physiography i.e. inland peat a t Berengbengkel, transitional peat a t Sampit and coastal peat at Samuda, Central Kalimantan. The ameliorant was a combination of Fe-rich mineral soil (Fe203 = 22.06%) and the basic slag (Fez03 = 42.60%) on the various levels based on 5 % of the maximum adsorption of Fe 3f. The ameliorant d o ~ g e s were A0 =

without treatment, A1 = 100 % mineral soil, A2 = 90 O/O mineral soil

+

10 O/O slag, A3

= 80 O h mineral soil

+

20 O h slag, A4 = 70 O h mineral soil

+

30 % slag, A5 = 60 O/O

mineral soil

+

40 % slag, A6 = 50 % mineral soil

+

50 % slag, A7 = 100 % slag. The concentration of phenolic acids were highest in inland peat compare t o that of the other kinds of peat. The phenolic acid concentration ranging from highest to the lowest were respectively ferulic acid

=

sinapic acid > p-coumaric acid > p- hidroxybenzoic acid > vanilic acid > syringic acid. The addition of ameliorants increased the availability of bases, although there was a tendency lowering soil pH.
(149)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasj yang berjudul:

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS D A N STABILITAS TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG DIPERKAYA

OLEH BAHAN BERKADAR B E S I T I N G G I

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan ~nformasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Pebruari 2002

(150)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABILITAS TANAH

GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG

DIPERKAYA OLEH BAHAN BERKADAR BESI T I N G G I

Oleh

:

M U U A D Y D. MARIO

975101/TNH

Disertasi

sebagai sakah satu syarat untuk memperoleh gelar DoMor pada

Program Pascasa rjana, Institut Pertanaian Bogor

PROGRAM PASCASAFUANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(151)

Judul : PENINGKATAN PRODUKTIVTTAS DAN STABIUTAS TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH

MINERAL YANG DIPERKAYA OLEH BAHAN

BERKADAR BESI TINGGI

Nama Mahasiswa : MUUADY D. MARIO

Nomor Pokok : 975101

Program Studi : ILMU TAMAH

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Suviandi Sabiham, M-Asr.

Ketua

-

-

(-- -- _A'

Prof. Dr Ir Sa

Anggota

Dr Ir Fred Rumawas

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Stud1 rogram Pascasa jana u Tanah

*

Dr Ir Sudarsono. MSc.
(152)

R I W A Y A T

HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo, pada tanggal 10 Mei 1969 dari ayah Machmud

Dg. Mario (Almarhum) dan ibu Asnah Kyai Modjo (Almarhumah). Penulis merupakan

putra pertarna dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar ditempuh penulis di SD Negeri I 1 Manado dan lulus pada

tahun 1981. Penulis rneneruskan ke SMP Negeri I Manado dan lulus pada tahun 1984.

Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri I Manado dan pada tahun yang sarna penulis

terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado,

rnelalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat), dan lulus Sarjana Pertanian jurusan

Ilrnu Tanah pada tahun 1992 dengan predikat Cum ~ a b d e . Selanjutnya tahun 1996

penulis mengikuti program S2 pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan

pada tahun 1998 atas prestasi yang diperoleh selarna mengikuti program S2, penulis

diprornosikan untuk mengikuti program 53 langsung.

Pada tahun 1994 penulis diterima sebagai Staf Peneliti pada Balai Penelitian

Kelapa Manado, dan ditempatkan dalarn Kelornpok Peneliti Agroekologi. Kernudian

pada tahun 1995 rnelalui Program Reorganisasi Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Penulis dipindahtugaskan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Birornaru,

Sulawesi Tengah dan hingga s a t ini penulis bertugas sebagai Staf Peneliti pada Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru.

Penulis menikah dengan Ir Rida Iswati, MSi staf pengajar Fakultas Pertanian

(153)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terirna kasih yang sebesar-besarnya

diucapkan kepada Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. selaku Ketua Kornisi

Pernbirnbing yang telah banyak rnernberikan bimbingan dan saran dalam

perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan disertasi ini. Penghargaan yang sama

disarnpaikan pula kepada Prof. Dr Ir H. Sarwono Hardjowigeno, MSc., Dr I r H. Abdul

Rachirn, MS., Dr Ir Fred Rurnawas, MSc., Dr Ir Rizaldi Boer, M.Agr. masing-rnasing

selaku Anggota Komisi Pernbirnbing atas saran-saran dalam pelaksanaan penelitian

hingga penulisan disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terirna kasih disarnpaikan :

1. Kepada Kornisi Pernbinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengernbangan Pertanian,

atas pernberian kesempatan belajar dan beasiswa pada Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

2. Kepada Pirnpinan Proyek Agr~culture Research and Management I1 beserta staf,

atas kesempatan untuk mernperoleh bantuan biaya hidup,

buku

dan penelitian.

3. Kepada Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah

rnernberikan kesempatan belajar, serta kepada staf pengajar yang telah

mernbekali ilrnu agar dapat berkembang lebih jauh.

4. Kepada Pirnpinan Proyek Penelitian Hibah Tim, Batch IV, URGE-Project 1999-2000

(154)

5. Kepada Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah atas

pernberian kesernpatan tugas belajar pada Program Paxasa ja n a IPB.

6. Kepada keluarga Ir. Husen Hasni, Msi, beserta istri dan kedua keponakanku

tercinta Reza dan Nizar atas segala dukungan, bantuan dan fasilitas yang diberikan

hingga selesainya disertasi ini.

7. Kepada Dr I r Salarnpak Dohong, Drs Salundik Gohong, Msi., I r Suwido H. Lirnin,

MS., I r Panji Surawijaya, I r Ici P. Kulu, dan Ir Untung, MS., Awad Dukuy, SE.,

Mahing, Joice, Evie, Hutajulu, Hayan, Ahmad serta seluruh Staf Peniliti dan

Karyawan Cimtrop, Universitas Palangkaraya atas segala bantuan dan fasilitas

yang diberikan selarna pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi.

8. Kepada Kepala Laboratorium Kimia 8ahan Alarn Bioteknologi LIP1 beserta staf atas

segala bantuan dan pelayanan yang diberikan dalarn pelaksanaan penelitian ini.

9. Kepada kepala Laboratoriurn Kimia dan Kesuburan Tanah Fakuitas Pertanian IPB

beserta staf a b s segala saran, bantuan dan fasilitas yang diberikan.

10. Kepada rekan-rekan rnahasiswa pa- rjana IPB, terutarna I r Siti Zahra, MP, I r

Nicholas, I r Rima Purnamayani, !r Faiz Sxchia, MSc, Ir &madi

%ad,

MS.,

I:

Bambang Mahmudi, MSi., Ir Afra Makalew, MSc., I r Sudarmo, MS., Ir Ai Dariah,

Ir Asrniun N.A., MS., Ir Delfian. MP dan I r Endang Hilrni, Msi., atas ssga!~

kerjasarna dan persahabatannya selarna studi di Program Pascasarjana IPB.

11. Kepada kedua Orang tuaku almarhurn, bapak mertua, adikku, dan seluruh

keluarga yang senantiasa rnegiringi perjalanan studiku dengan doa dan dorongan

(155)

12. Uepada istriku tercinta dinda Rida Iswati atas segala dorongan semangat,

kesabaran, perhatian, pengertian sera pengorbanan yang telah diberikan dengan

tulus hingga selesainya studi studi program Doktor.

13. Uepada semua pihak yang telah banyak membantu baik material maupun spritual

sehingga penelitian dan penulisan disertasi dapat diselesaikan.

Semoga disertasi ini berrnanfaat bagi pengembangan ilrnu dan para pengarnbil

kebijakan dalam pengembangan pertanian di lahan gambut.

Bogor, Pebruari, 2002

(156)

Halaman DAFTAR IS1

...

xi DAFTAR TABEL

...

xiii

DAFTAR GAMBAR

...

XV

PENDAHULUAN

...

1 Latar Belakang ...

....

...

1 Tujuan

...

5

Hipotesis

...

5 TINJAUAN PUSTAKA

...

6

...

Pengertian dan Proses Pernbentukan Gambut

...

...

6 Pengertian tanah gambut

...

6

Pembentukan tanah garnbut

...

9 Klasifikasi tanah Gambut

...

11 Sifat Umum Tanah Gambut

...

13 Kesuburan tanah gambut

...

13 Ketersediaan unsur hara

...

15 Kemasaman tanah

...

16 Kapasitas Tukar Kation dan b a s - b a s

...

17 Asam-asam Fenolat dalam Tanah Gambut

...

18 Pengaruh asam-asam fenolat terhadap tanaman

...

.

.

...

19

...

Pembentukan Senyawa Kornplek Organo-Kation

...

.

.

22 Konsep dasar pembentukan senyawa komplek

...

22 Erapan kation dan stabilitas kompleks

...

23 Gas Rumah Kaca

...

26 BAHAN DAN METODA

...

30 Pengambilan Contoh Tanah

...

30

Pelaksanaan Penelitian

...

31 Percobaan 1

.

Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh

Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Beberapa Sifat Kimia

(157)

Percobaan 2. Pengaruh Pernberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Produksi Tanaman Padi Sawah

.... . . .

... .

...

.

...

,

...

. ...

... . .

...

. . . .

.

Percobaan 3. Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Ernisi COz dan CH4

...

KEADAAN UMUM TANAH D I LOKASI PENELITIAN

...

lenis Tanah

...

...

Sifat-sifat Kimia Tanah Gambut

Tingkat Humifikasi Garnbut

...

Kadar Air Kritis

...

Laju Emisi CH4 dan COz

...

...

...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

..

... ..

...

Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Sifat Kirnia Tanah Gambut

...

Kelarutan Fe dari Bahan Arneliomn .. ... Penentuan Dosis Bahan Amelioran

...

Pengaruh Baham Amelioran Terhadap Konsentrasi Asam-asam Fenolat

...

Penoaruh f3ahan Amelioran Terhadap Perubahan Sifat KimiaTanah

-

Gambut

...

.

. ... . .. ... .. . .

....

.

.

. . . .

....

.. .

...

. . .

.,.

. .

..

. ... . ... ....

..,.

.. . . .

.

... . ... ... . ..

..

....

.

.... .

...

Pengaruh Bahan Amelioran terhadap ProduMivitas Tanah Gambut

.

...

. . .

...

Kandungan Logam Berat

...

..

...

Pengaruh 6ahan Arnelioran terhadap Stabilitas Tanah Garnbut

...

PEMBAHASAN UMUM

...

KESIMPULAN DAN SARAN

. ... .

.

... .

...

....

.. . ,

...

, , ,

...

. ,

...

.

.

(158)

DAFTAR

TABEL

Nomor Halaman

I&&s

1. Sifat-sifat kimia tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), gambut transisi (Sarnpit) dan gambut pantai (samuda)

...

43

2. Pengaruh pemberian kation ~e~~ terhadap produksi COz dan CH, serta

nilai pH, Eh dan Fe-larut

...

47

3. Kelarutan Fe dari tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi (wg/g)

...

48

4. Kebutuhan tanah mineral dan terak baja untuk tanah gambut peda- laman (Berengbengkel), gambut tmnsisi (Sampit) dan gambut

pantai (samuda)

...

51

5. Pengaruh amelioran terhadap pertumbuhan padi pada tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), transisi (Sampit) dan pantai (Samuda)

....

63

6. Pengaruh amelioran terhadap gabah bersih IR-64

...

..

65

7. Rata-rata kandungan logam berat dalam gabah padi pada ber- bagai perlakuan amelioran

...

67

8. Pengaruh pemberian amelioran terhadap emisi CO, dan emisi CH, pada gambut pedataman (Berengbengkel), gambut transisi (Sampit) gambut pantai (Samuda)

...

73

9. Estimasi kehilangan k a h n pada perlakuan pemberian amelioran dan tanpa amelioran (ton/ha/tahun)

...

75

1. Metoda analisis sifat kimia tanah

...

98
(159)

Kriteria Penilaian Kandungan Unsur dan kernasaman Tanah Daerah Pasang Surut.

...

Kornposisi Kimia Bahan Arnelioran Terak baja (Electric Furnace Slag)

...

(Suwarno, 1998)

Sifat Kirnia Tanah Bahan Amelioran Tanah Mineral dari Pundu- Kasongan Kalimantan tengah

...

Kelarutan Fe dari Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan

...

Berkadar Besi tinggi (pg/g)

Hasil Analisis Beberapa Derivat Asam Fenolat dalarn Tanah garnbut Berengbengkel (pedalarnan), Sampit (Traansisi), dan Samuda

...

(Garnbut Pasang Surut) yang Diberi Perlakuan Bahan Arnelioran

Interaksi Asam-asam Fenolat (%) dari TanahGarnbut Berengbengkel, Sarnpit dan Sarnuda dengan Tanah Mineral yang Diperkayan Oleh

...

Bahan Berkadar Besi Tinggi

Pengaruh Pernberian Tanah mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Berengbengkel (pedalaman), Garnbut Sarnpit (transisi), dan Gambut

...

b r n u d a (Pantai)

Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya Oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Emisi

CH,

dan COz pada Tanah Garnbut Pedalaman Berengbengkel, Gambut ransisi Sarnpit dan

...

Gambut Pantai Samuda

Data Rata-rata Temperatur Sungkup OC (T,), Perubahan Konsentrasi

Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH41/6t), Laju Ernisi Metan mg.rn-2jam-1 (bM), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut Pantai Sarnuda, Gambut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut Transisi (Sarnpit)

...

Data Rata-rata Tempemtur Sungkup 'C (T,), Perubahan Konsentrasi Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH4]/6t), Laju Emisi COz mg.m-?am-' (+M), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut Pantai Sarnuda, Garnbut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut Transisi (Sampit)

...

Rata-rata Pengamatan Tinggi Tanaman, Anakan Maksimum, dan Anakan Produktif Akibat Pernberian Arnelioran pada Tanah Garnbut Berengbengkel (Pedalaman), Garnbut Sampit eransisi) dan

...

(160)

DAITAR

GAMBAR

Nomor

-

Halaman

1. Skema Disintegrasi Lignin (Orlov, 1995) ... 20

2. Contoh Dua Reaksi Pengkelatan (Tan, 1993)

...

24 3. Kemungkinan Reaksi Antara Logam dan Senyawa Organik

...

(Senesi, 1994) 27

4. Sungkup (chamber) Untuk Pengambilan Sampel CH, dan COz di lapang (Boer

eta/,

1996)

...

39

...

5. Peta Lokasi Penelitian 43

6. Pengaruh Pemberian -Amelioran Terhadap Konsentrasi Asarn- asam Fenolat (mM) dan Interaksi Fe-Asam Fenolat (%)

...

55

7. Hubungan Antara Gabah Bersih, KB dan PH Tanah Garnb~ Pedalaman (Berengbengkel), Gambut Transisi (Sampit) dz Garnbut pantai (Samuda)

...

60

8. Emisi CH, dan C02 Gambut Pedalaman (Berengbengkel), Gambut

...

Transisi (Sampit) dan Gambut pantai (Samuda) pada

0

MST 69

9. Emisi

CH,

dan COz Garnbut Pedalaman (Berengbengkel), Gambut

Transisi (Sampit) dan Garnbut pantai (Samuda) pada 4 MST

...

70

10. Interaksi antara Fe dan Derivat Asam-asam Fenolat

...

80

11. Hubungan antara Konsentrasi Asam Fenolat (mM), Kejenuhan Basa

(%), dan Gabah Bersih (gmQ)

...

82

12. Hubungan antara Perlakuan Arnelioran, Emisi CH4, dan Konsentrasi Asarn Fenolat

...

85
(161)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian terus rneningkat, baik

untuk pertanian lahan kering rnaupun untuk pertanian lahan basah. Walaupun

perluasan areal pertanian dapat dilakukan pada lahan kering, tetapi perluasan areal

pertanian di lahan gambut saat ini tetah rnendapat cukup perhatian. Berdasarkan

luasan yang dimilikinya, yakni sekitar 21.9 juta ha (Andrieae, 1988) lahan gambut

rnemiliki potensi yang besar untuk dikernbangkan. Narnun demikian pemanfatan ini

dibatasi oleh rendahnya produktivitas tanah gambut. Tanah gambut umurnnya bereaksi

sangat rnasam, kandungan unsur hara sangat rendah, KTK sangat tinggi, tetapi

kejenuhan basanya sangat rendah (Hardjowigeno, 1996). Setain itu mengandung

asam-asam organik bersifat racun bagi tanarnan (Tadano

eta/.,

1992; Sabiham, 1997).

Kendala lain yang dihadapi jika pengefolaan lahan garnbut tidak didasarkan atas

sifat dan kelakuan inheren gambut rnenyebabkan terjadinya proses destabilisasi.

Proses ini rnenghasilkan bahan yang tidak tahan terhadap perubahan bentuk atau sifat

kirnia tanah (Sollin

el a/.,

1996). Akibat dari proses destabilisasi ini antara lain

rnenyebabkan meningkatnya laju kehilangan C-organik dari tanah gambut serta

berkurang atau hilangnya fungsi gambut sebagai media turnbuh tanaman misalnya

rnelalui proses kering tidak balik (irreversibe drying). Namun demikian dalam

penelitian ini tinjauan stabilitas gambut dibatasi hanya pada iaju kehilangan C-organik

akibat rneningkatnya proses dekomposisi bahan garnbut.

Perubahan lingkungan yang terjadi saat dilakukan pembukaan lahan garnbut

(162)

Perubahan kondisi tanah dari kondisi anaerob berubah menjadi lebih aerob akibat

dilakukan drainase mendorong proses dekomposisi berlangsung dengan cepat, yang

akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah garnbut (subsiden).

Sebagaimana dilaporkan Di Delta Upang mengalami subsiden 2,0 - 5 cm per tahun

selarna 8 tahun pengusahaan pertama (Chambers, 1979), 6,5 cm pada tahun pertarna

pembukaan lahan gambut di UPTA TeIang (P4S IPB, 1982 d m Koswara, 1985) dan

rata-rata 10 crn per tahun di perkebunan PT. Riau Sakti Plantation (Sabiham, 1996).

Peningkatan laju dekomposisi bahan organik pada tanah garnbut rnendorong

peningkatan konsentrasi gas-gas rurnah kaca terutama dalam bentuk COz dan CH,,

yang berdampak pada keseimbangan panas global dan menyebabkan terjadinya

kenaikan suhu global permukaan. Seperti dilaporkan oleh, Boer

eta/.

(1996) Laju emisi

metan pada hutan gambut sekitar 5,71 mg.m-2.jarn" sedangkan sawah pada tanah

.gambut berkisar 9,40 m ~ . r n - ~ . jam-'. 3ika proses drainase berlangsung terus dan

gambut dikeringkan secara berlebihan akan terjadi proses kering tidak balik. Proses ini

akan mengakibatkan hilangnya fungsi garnbut sebagai media turnbuh tanarnan serta

rawan terhadap bahaya kebakaran.

Secara tradisional untuk meningkatkan produktivitas tanah garnbut, petani

urnumnya menggunakan abu hasil pembakaran gambut. Dalam jangka pendek

tindakan ini mampu memberikan perbaikan melalui sumbangan mineral dan efek

pengapuran dari abu hasil pembakaran. Akan tetapi dalam jangka panjang tindakan ini

sangat tidak produktif, karena selain perbaikan tersebut hanya bersifat sementara,

tindakan ini juga akan menyebabkan hilangnya lapisan gambut. Kemudian akan diikuti

dengan munculnya lapisan bawah berupa pasir kuarsa ataupun endapan pirit yang

(163)

Dengan pendekatan teknologi berbagai upaya telah dilakukan untuk

memberdayakan tanah gambut sebagai lahan pertanian. Diantaranya, pengapuran,

pemberian pupuk lengkap (N, PI K, Cu, Zn, fe, Mn, B), pemberian abu volkan, serta

pernberian pupuk organik (Hardjowigeno, 1996; Mario dan Pandi, 2000). Narnun

umumnya perbaikan yang dilakukan hanya berorientasi untuk meningkatkan

produktivitas tanah gambut tanpa memperhatikan stabilitasnya. Padahal pemeliharaan

lahan gambut agar keberadaannya tetap lestari rnerupakan ha1 penting yang perlu

dilakukan. Menurut Hardjowigeno (1996) l a w n gambut bukan hanya merupakan lahan

marjinal produktivitasnya, tetapi juga rnerupakan lahan yanq rentan (fragile)

ekosisternnya. Walaupun produktivitas lahan gambut dapat ditingkatkan dengan

berbagai cara, namun usaha-usaha untuk mencegah degradasi lahan yang berlangsung

perlu dilakukan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kation Cu, Zn, dan Fe(III), selain

dapat menurunkan reaktivitas asam-asam organik yang bersifat toksik, juga dapat

rneningkatkan stabilitas tanah gambut rnelalui mekanisrne erapan kation pada tapak

reaktif dari senyawa-senyawa organik pada tanah garnbut sehingga membentuk

senyawa komplek yang rnerupakan bentuk ikatan yang kuat dan tahan terhadap proses

dekomposisi (Tan, 1993). Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Saragih (1996)

yang membandingkan erapan beberapa kation seperti; ~ e ~ + , Cu2+, Ca2+, zn2+

,

M n r 2+

dan A I ~ + pada senyawa-senyawa organik dari tanah gambut, menunjukkan ~ e ~ +

memiliki afinitas tertinggi dan paling stabil berinteraksi dibanding kation lainnya.

Penggunaan tanah mineral berkadar besi tinggi sebagai bahan arnelioran

(164)

relatif murah diperoleh karena tersedia di sekitar lahan garnbut. Salampak (1999)

melaporkan pernberian tanah mineral berkadar besi tinggi sampai dosis 7,540 erapan

rnaksirnurn atau setara dengan 7,s ton per ha tanah mineral untuk tanah gambut

pedaiarnan Berengbengkel, 10 ton per ha untuk gambut transisi Sampit, dan 11,9 ton

per ha untuk gambut pantai Samuda marnpu menurunkan konsentrasi asam-asam

fenolat sekitar 30% dan rnarnpu rneningkatkan produksi padi s e b e ~ r 2,51 ton per ha

atau sekitar 400% (garnbut pantai, Samuda) dan 2,18 to per ha atau sekitar 300%

(garnbut transisi, Sarnpit).

Narnun demikian hasil yang diperoleh Salampak (1999) belurn optimal karena

pada tanah garnbut Berengbengkei, pernberian tanah mineral belum mampu

memberikan perbaikan. Bahkan tanarnan mati pada urnur 36 hari setelah tanam. Di

sarnping itu pengarnbilan tanah mineral dalam jumlah yang besar menirnbulkan

rnasalah baru karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap Iingkungan

sekitarnya.

Penggunaan terak baja dibidang pertanian dalarn upaya rnemperbaiki harkat

kesuburan tanah rnaupun dampaknya terhadap peningkatan produksi komoditas

pertanian telah banyak ditetiti. Akan tetapi khususnya pada tanah garnbut informasi

yang diperoleh sangat terbatas dan belurn rnendasar. Bahan ini rnerupakan hasil

sarnping dari industri baja dengan produksi per tahun mencapai

*

350 ribu ton.

Potensi dari beberapa sifat kirnia terutama terhadap adanya beberapa unsur ham yang

dikandung dalarn terak baja, rnenyebabkan bahan ini dapat digunakan sebagai bahan

ameliorasi tanah (Cristenson, 1982). Pengkayaan tanah minerat sebagai amelioran

dengan pemarnpuran terak baja, dirnaksudkan untuk meningkatkan kualitas tanah

(165)

digunakan. Selain itu juga untuk meningkatkan nilai guna terak baja sebagai hasil

samping dari industri baja.

Penelitian ini disusun dalam suatu rangkaian percobaan untuk mengkaji

penggunaan tanah mineral yang diperkaya oleh terak baja, sebagai sumber kation Fe

untuk menurunkan konsentrasi asam-asam fenolat dalam tanah gambut, meningkatkan

produktivitas tanah gambut yang ditunjukkan oleh respon tanaman padi sawah, serta

meningkatkan stabilitas tanah gambut melalui penekanan penurunan laju ernisi COz

dan CH,.

Tujuan Penelitian

1. Menyusun paket teknologi perbaikan sifat kimia tanah gambut dengan pemberian

tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi, dalam kaitannya

dengan peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan.

2. Mempelajari pengaruh pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan

berkadar besi tinggi terhadap stabilitas tanah gambut dengan penekanan laju

kehilangan C-organik melalui emisi emisi C 0 2 dan CH4.

Hipotesis

1. Pemberian tanah rninetal yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat

menurunkan ieaktivitas beberapa derivat asam fenolat dalam tanah gambut dan

rneningkatkan produksi padi.

2. Pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat

meningkatkan stabilitas tanah gambut, dengan penekanan laju kehilangan C-

(166)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Proses Pembentukan Tanah Gambut

Pengertian Tanah Gambut

Tanah Garnbut dikenal dengan berbagai narna. Istilah tanah gambut

merupakan istilah Indonesia untuk tanah-tanah yang bahan tanahnya sebagian besar

bahan organik. Nama garnbut berasal dari narna suatu desa di dekat Banjarmasin,

Kalimantan Selatan, dimana sebagian besar tanahnya adalah bahan tanah organik. Di

daerah inilah pertanian di tanah organik berhasil dengan baik untuk pertarna kalinya,

sehingga tanah organik mendapatkan nama tanah gambut. Nama lain tanah garnbut

pada berbagai negara adalah; mire (Finlandia), moor (Jerrnan), bog (Irlandia, Rusia

dan Amerika), muskeg (Kanada), muck (Skandinavia, Inggris), peat (Amerika, Inggris),

Veen (Belanda) (Hardjowigeno, 1998).

Tanah gambut merupakan tanah yang dicirikan oleh kandungan bahan organik

yang tinggi berupa sisa-sisa jaringan turnbuhan. Hardjowigeno (1998) rnengernukakan

terdapat dua ha1 utarna yang rnenjadi dasar pendefinisian tanah organik yaitu : (1)

kandungan bahan organik minimum dan (2) ketebalan minimum. Kedua persyaratan

tersebut harus mernenuhi ketentuan yang menunjukkan bahwa sifat-sifat tanah lebih

banyak dipengaruhi oleh sifat bahan organik daripada sifat bahan (tanah) mineralnya.

Narnun demikian kriteria kandungan dan ketebalan lapisan bahan organik

merupakan surnber ketidaksepakatan dari banyak pakar. Brady (1990) rnembedakan

(167)

antara 18 hingga 50 persen dinyatakan sebagai mucks, dan jjika lebih dari 50 persen

disebut pea&. Kanapathy (1975) membedakan tanah gambut berdasarkan komposisi

fraksi mineral, jika kandungan fraksi mineralnya kurang dari 35 persen disebut peas,

sedangkan

mucks

memiliki kandungan fraksi mineral antara 35 hingga 55 persen.

Selanjutnya Soil Survey Staff (1975) dan Daubenmire (1959) membedakan mucks dan

peats berdasarkan perbedaan tingkat pelapukan bahan organiknya, dimana mucks lebih

melapuk dibanding peats. Tetapi kedua istilah ini tidak banyak digunakan secara resrni,

lebih banyak digunakan istilah tanah organik.

Polak (1950) menyatakan bahwa tanah organik adalah tanah yang memiliki

kandungan bahan organik lebih dari 65 persen. Sedangkan McKinzie (1974)

menggunakan kriteria ketebalan bahan organik setengah dari-ketebalan solum tanah 80

cm atau lebih tanpa memperhatikan hamparan batuan.

Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) mengajukan kriteria yang lebih

terinci dan kuantitatif untuk mendefinisikan tanah organik. Untuk membedakan tanah

organik dan tanah mineral

,

terlebih dahulu perlu dipahami pengeti~an tentang bahan

tanah organik dan bahan tanah mineral. Bahan tanah organik adalah bahan tanah

dengan diameter

<

2 mm dan memenuhi syarat-syarat berikut :

1. Jenuh air kurang dari 30 hari (kumulatif) dan mengandung C-organik sebesar 20

persen atau lebih, atau

2. Jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun (kumulatif) dan mengandung

C-

organik (tidak termasuk akar-akar hidup) sebesar:

a) 18 persen atau lebih (setara dengan 30 persen bahan organik atau lebih) bila

(168)

b) 12 persen atau lebih (setara 20 persen bahan organik atau lebih) bila fraksi

tanah mineral tanpa liat atau,

c) 12 persen ditarnbah (persen liat dikalikan 0.1) bila fraksi tanah mineral

rnengandung kurang dari 60 persen Iliat.

Sedangkan bahan tanah mineral adalah bahan tanah yang mengandung C-organik lebih

rendah dari ketentuan yang berlaku pada tanah mineral.

Berdasarkan kriteria klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) tanah

garnbut digolongkan ke dalam tanah organik atau Histosol dengan sifat-sifat:

1. Tidak rnempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan

diantara perrnukaan tanah dan kedalaman 60 crn, atau diantara perrnukaan tanah

hingga ke kontak densik, litik, atau paralitik atau duripan, apabila lebih dangkaf;

dan

2. Mernpunyai bahan tanah organik yang tebalnya adalah sebagai berikut:

a. Pada tanah berkerikil atau berbatu (bersinder, fragmental, berbatu apung) dan

ada kontak litik atau paralitik dibawahnya; tebal bahan organik tidak

disyaratkan asalkan disela-sela kerikil/batu tersebut terisi oleh bahan tanah

organik; atau

b. Pada tanah berkerikil atau berbatu tetapi tidak ada kontak litik atau paralitik

dibawahnya, tebal lapisan tanah organik ditambah dengan tebal lapisan

berkerikil atau berbatu yang sela-selanya terisi bahan tanah organik 40 c m

atau lebih (dihitung dari permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm); atau

c. Pada tanah berkerikil atau berbatu, tetapi ada kontal litik atau paralitik

(169)

sarnpai kontawparalitik, tebal tanah mineral (bila ada) adalah 10 cm atau

kurang;atau

d. Jenuh air selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal (atau

telah didrainase), mempunyai batas atas di dalam 40 crn dari permukaan

tanah, dan rnemiliki ketebalan total salah satu berikut:

-

Apabila tiga perempat bagian volumenya atau lebih terdiri dari serat-serat lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar kurang 0.1 g.cm3, 60

crn atau lebih; atau

-

Apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik kurang dari

3/4 (berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan berat jenisnya,

lembab sebesar 0.1 g.cm-' atau febih, 40 cm atau lebih

Pernbentukan Tanah Garnbut

Pembentukan gambut di Indonesia dimulai sejak periode Holosen yaitu pada

waktu terjadinya transgresi air laut akibat mencairnya es di kutub (Andriesse, 1974).

Peristiwa ini t e qadi sekitar 4200 sarnpai 6800 tahun yang lalu (Morley. 1981; Sabiham,

1988). Pada periode sebelum Holosen yaitu Pleistosen, perrnukaan laut berada kira-kira

60 m di bawah permukaan laut sekarang. Kenaikan permukaan laut pada periode

Holosen menyebabkan daratan disekitar pantai menjadi tergenang dan batas pantai

bergeser lebih ke pedalaman membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada

menjadi terbenam oleh air dan rnengalami proses dekomposisi secara larnbat,

sehingga t e rjadi akumulasi bahan organik (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).

Hardjowigeno, (1993) rnengemukakan garnbut terbentuk dari bahan organik

(170)

cepat dari pada laju dekomposisinya. Keadaan demikian t e j a d i pada tempat-tempat

yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen sangat terlambat. Hal ini akan

mernperlambat proses dekornposisi bahan organik dan tejadilah akurnulasi bahan

organik.

Hal serupa dikemukakan oleh Maltby (1997) bahwa tanah gambut terbentuk

akibat akumulasi bahan organik sebagai hasil perombakan tidak sernpurna dari sisa

jaringan tanaman yang mati pada suatu kondisi air yang berlimpah yang

mengakibatkan kekurangan oksigen. Akumulasi ini dipicu oleh faktor-faktor lingkungan

antara lain p H rendah dan pasokan hara sedikit. Pada saat proses perombakan bahan

organik berjalan larnbat dan sisa-sisa tumbuhan terus rnenimbun maka terbentuklah

deposit garnbut. -

Van Heuveln

eta/.,

(1960) rnernbedakan proses pembentukan garnbut dalarn

dua tahap; (1) proses geogenesis, rnerupakan proses akurnulasi bahan organik

(menghasilkan bahan induk), (2) proses pedogenesis, merupakan proses pernatangan

gambut yang t e j a d i pada awal reklamasi atau pengeringan tanah garnbut yang

rneliputi, (a) pematangan fisik, proses pernatangan disebabkan dehidratasi akibat

drainase dan evaporasi, (b) pernatangan kirniawi, diakibatkan oleh kehilangan

kelembaban dan masuknya udara kedalarn pori-pori tanah garnbut, (c) pematangan

biologi, akibat pencarnpuran oleh mikrofauna (moulding), yang menghasilkan mu//atau

moder. Pembentukan mu// terjadi pada tanah gambut yang rnengandung liat dan pH

tinggi atau sedang. Sedangkan pembentukan m o d e r t e rjadi pada lapisan atas (topsoi,

tanpa atau dengan kadar liat yang rendah.

Pada kondisi curah hujan yang tinggi, keadaan yang sangat basah pada tanah

(171)

akibatnya perrnukaan tanah gambut meningkat dan membentuk gambut yang tebal.

Tanah garnbut yang tebal ini dikenal sebagai tanah gambut ornbrogen atau gambut air

hujan, yaitu tanah garnbut yang pernbentukannya dipengaruhi oleh air hujan

(Andriesse, 1974). Tanah garnbut ini urnurnnya dikenal sebagai garnbut pedalaman.

Menurut Hardjowigeno, (1996) tebalnya garnbut ornbrogen ini menyebabkan akar

tanaman tidak rnampu lagi rnencapai tanah mineral dibawahnya selain itu juga luapan

air sungai tidak dapat lagi rnenggenangi perrnukaan tanah gambut ini. Hal ini

menyebabkan garnbut ombrogen tidak subur.

Pembentukan garnbut pantai dimulai dari akurnulasi bahan organik d i daerah

belakang tanggul sungai (/evee) yaitu di daerah backswamp. Pada waktu garnbut

belum tebal, akar-akar tanarnan rnasih dapat mengambil unsur hara dari tanah mineral

di bawahnya serta mendapat tambahan unsur hara dari luapan air sungai, sehingga

vegetasi yang turnbuh juga kaya unsur hara. Bila vegetasi ini membusuk akan

mernbentuk tanah garnbut yang subur (Hardjowigeno, 1996).

Gambut transisi berada diantara garnbut pantai dan garnbut pedalarnan yang

rnernpunyai sifat-sifat transisi dengan vegetasi mangrove dan hutan kayu-kayuan

berdaun lebar (Angiospermae) (Riwandi, 2000).

Klasifikasi Tanah Gambut

Cara-cara klasifikasi tanah garnbut sangat dipengaruhi oleh latar belakang ilrnu

pengetahuan yang ditekuni oleh orang yang rnengklasifikasikan. Sedangkan kerincian

dalam klasifikasinya sanqat dipengaruhi oleh sejauh rnana orang tersebut mengetahui

keragaman sifat-sifat tanah gambut yang ditemukan diberbagai wilayah (Hardjowigeno,

(172)

Andriesse (1974) rnengusulkan klasifikasi tanah gambut didasarkan pada;

asosiasi tumbuhan yang rnernbentuk tanah garnbut (kornposisi fisik), kornposisi kimia,

fisiografi rawa garnbut, dan jenis bahan mineral d i bawah garnbut, serta ketebalan

gambut itu sendiri. Faktor-faktor ini penting dalarn mengkaji nilai kegunaan lahan

gambut untuk pertanian serta potensi reklarnasi yang lebih ditekankan pada tujuan

praktis.

Dalarn sistern klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (1983) tanah gambut atau

Organosol dibagi dalam tiga kategori, yaitu; Organosol Fibrik, yang didominasi oleh

bahan fibrik sedalarn 50 crn atau berfapis sampai 8 0 crn dari perrnukaan. Organosol

Hemik, yang didominasi bahan hernik sedalarn 50 crn atau berlapis sarnpai 80 crn dari

perrnukaan, dan Organosof Saprik, ialah Organosol selain Organosol Fibirik dan

Organosol Hernik, yang umumnya didominasi oleh bahan saprik.

Berdasarkan klasifikasi tanah FA0 (1974) tanah gambut d i ~ o l o n g k a n sebagai

Histosol, dan dibagi rnenjadi: Histosol Gelik, Histosol Distrik, dan Histosol Eutrik.

Histosol Gelik rnempunyai sifat permafrost sarnpai kedalarnan 200 cm dari permukaan.

Histosol Distrik adalah H~stosol yang mempunyai pH (HzO) kurang dari 5.5, sekurang-

kurangnya pada beberapa bagian lapisan antara 20 dan 50

cm

dari permukaan.

Histosol Eutrik adalah Histosol lain yang tidak tergolong ke dalam Histosol Gleik dan

Histosol Distrik serta rnempunyai p H lebih dari dan sarna dengan 5.5 dan kejenuhan

basa lebih dari 50 persen.

Menurut Hardjowigeno (1998) awalnya klasifikasi tanah garnbut rnasih sangat

terbatas dan sederhana namun dengan rneningkatnya pengetahuan tentang sifat-sifat

(173)

disajikan dalam Kunci Taksonorni Tanah. Histosol rnenurut Taksonorni Tanah (Soil

Survey Staff, 1999), pada kategori subordo dibedakan berdasarkan jenuh air atau tidak

selama pernbentukan, dan tingkat dekornposisinya. Histosol yang selarna

pembentukannya hanya jenuh air selarna kurang dari 30 hari disebut Folist, sedangkan

yang selarna pernbentukannya jenuh air dalam jangka panjang adalah Fibrist (sedikit

terlapuk), Hemist (pelapukan sedang), dan Saprist (pelapukan lanjut). Pada tingkat

great group klasifikasi Histosol sebagian besar didasarkan pada regim suhu tanah,

regim kelembaban tanah, asal bahan serat (spagnum), ada tidaknya horison sulfurik,

bahan sulfidik, atau bahan humiluvik. Pada tingkat subgroup didasarkan pada

keberadaan lapisan air, lapisan mineral (terik), limnik, batuan (litik), fluvaquentik, asal

bahan serat (spagnik), dan lapisan bahan organik lain (fibrik, hemik, saprik).

Sedangkan pada tingkat farnili dibedakan rnenurut kelas ukuran butir (hanya digunakan

dalam subgroup terik), kelas rnineralogi, kelas reaksi tanah (euik, dysik), regim suhu

tanah, dan kedalaman tanah.

Sifat Umum Tanah Garnbut

Kesuburan

Tanah

G a m b u t

Kualitas gambut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, jenis

garnbut, jenis turnbuhan pembentuk garnbut dan lingkungan pembentukan garnbut.

Andrjesse (1974) mengemukakan bahwa kesuburan alamiah tanah garnbut sangat

beragarn tergantung pada berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan tanah garnbut dan

tingkat dekomposisi, kornposisi penyusun garnbut dan tanah mineral yang berada di

(174)

Gambut yang terbentuk diatas endapan pasir kuarsa lebih miskin dibanding

yang terbentuk diatas endapan liat dan dari daerah vulkan. Garnbut yang dipengaruhi

air sungai yang berhulu di daerah vulkan lebih kaya dibandingkan yang berhulu

didaerah rawa atau tergantung hanya pada air hujan saja (Widjaja-Adhi, 1988).

Ketebalan garnbut dan jenis tanah mineral yang ada dibawahnya juga

berpengaruh terhadap kesuburan tanah garnbut. Garnbut tebal pada umurnnya lebih

miskin dari garnbut tipis. Narnun kenyataannya dilapangan menunjukkan tidak semua

gambut tipis baik diusahakan untuk pertanian. Ternyata gambut tipis yang berada

diatas pasir kuarsa rniskin unsur hara (Widjaja-Adhi, 1988).

Polak (1941 dalam Ismunadji dan Soepardi, 1984) rnengusulkan beberapa

faktor yang dapat dipakai sebagai pertirnbangan dalarn mengklasifikasikan gambut

sekaligus rnenentukan kesuburan tanahnya, yakni: (a) posisi relatif gambut terhadap

air, yaitu berada diatas atau dibawah muka gambut, (b) pembentukan garnbut terjadi

secara lokal (autochUIone) atau dari luar (al/ochChone), (c) kandungan bahan organik,

(d) kornposisi vegetasi dan (e) keberhasilan mernbentuk lapisan gambut.

Fleischer (da/am Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) menggolongkan gambut

ke dalam tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan N, KzO, PzO5, CaO

dan kadar abunya, yaitu: (1) garnbut eutrofik mernpunyai tingkat kesuburan yang

tinggi, (2) garnbut mesotrofik dengan tingkat kesuburan sedang, dan (3) gambut

oligotrofik mempunyai tingkat kesuburan yang rendah.

Menurut Leiwakabessy (1978) tingginya kandungan basa-basa gambut eutrofik

disebabkan pembentukannya antara lain dipengaruhi oleh air payau (carnpuran air laut

dan air sungai). Sedangkan pembentukan gambut rnesotrofik dipengaruhi oleh air

(175)

Sumatera Selatan bersifat eutrofik dan mesotrofik, d i Jambi bersifat mesotrofik dan oligotrofik, sedangkan di Katimantan bersifat oligotrofik.

Ketersediaan Unsur Hara

Ketersediaan unsur hara terutama unsur-unsur rnakro seperti N, P, dan K serta

sejumtah unsur mikro dalam tanah gambut tergolong rendah. Kadar N (N-total) dalam

tanah gambut tergolong tinggi, tapi sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia, karena

dalarn bentuk N-organik. Nitrogen tanah dalarn bentuk kornplek organik dapat menjadi

tersedia bagi tanaman apabila telah diubah menjadi N-anorganik rnelalui mineralisasi

(Stevenson, 1994). Kandungan N-total tanah gambut berkisar antara 2000-4000 kg

N/ha pada lapisan 0-20 cm dari perrnukaan tanah (Driessen, 1978).

Seperti halnya Nitrogen, fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijurnpai

dalam bentuk P-organik, yang dapat rnenjadi tersedia jika telah mengalami proses

mineralisasi oleh jasad mikro. Menurut Tisdale, et

a/.,

(1985) proses mineralisasi P-

organik oleh jasad rnikro sangat dipengaruhi oleh nisbah C dan P. Pada keadaan

nisbah C dan P rnencapai 300 akan terjadi imobilisasi P oleh jasad mikro, P akan

digunakan sebagai energi dan penyusun struktur sel jasad rnikro. Sedangkan pada

nisbah C dan P rnencapai 200, proses mineralisasi akan b e j a l a n lebih cepat daripada

proses imobilisasi, sehingga P akan dapat lebih tenedia bagi tanaman. Proses

rnineralisasi ini akan lebih konstan bila nisbah C, N dan P mencapai lebih sebesar 100 :

10 : 1. Dengan demikian proses mineralisasi yang t e j a d i pada tanah gambut

berlangsung larnbat, karena nisbah C dan P sangat lebar (Miller dan Donahue, 1990).

Berbeda dengan tanah mineral yang urnurnnya mengandung berbagai jenis

(176)

garnbut, kandungan unsur ini tergolong rendah. Hal ini menurut Ismunadji dan

Soepardi, (1984) karena urnurnnya tanah garnbut di Indonesia tergolong ke dalarn

garnbut ornbrogen yang bersifat oligotropik. Selain itu unsur K terikat karena gaya-

gaya kolurnbik dan elektrostatik sehingga rnudah digantikan unsur lain (Senesi, 1994).

Kandungan unsur rnikro tanah garnbut urnurnnya terdapat dalarn jurnlah yang

sangat rendah. Menurut Kanapathy (1972) tanah-tanah yang berkadar bahan organik

tinggi seperti garnbut, sebagian besar hara rnikro, terutarna tembaga dikhelat cukup

kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanarnan. Andriesse (1988)

rnengemukakan grup karboksilat dan fenolat dari tanah garnbut dapat mernbentuk

ikatan kompleks dengan unsur rnikro, sehingga mengakibatkan unsur rnikro rnenjadi

tidak tersedia bagi tanarnan. Menurut Driessen (1978) kandungan unsur rnikro tanah

garnbut pada fapisan bawah jauh lebih rendah daripada kandungan unsur rnikro pada

25 crn teratas. Meskipun demikian dalam beberapa kasus, kandungan unsur haia rnikro

lapisan bawah bisa lebih tinggi karena adanya pencampuran dari bahan liat atau

mineral dibawah garnbut.

Kemasaman Tanah

Kernasamarn rnerupakan indikasi yang penting bagi reaksi-reaksi kimia yang

t e qadi di dalarn tanah. Urnurnnya tanah garnbut d i Indonesia, bereaksi masarn hingga

sangat rnasam dengan pH kurang dari 4.0, (Isrnunadji dan Soepardi, 1984). Nilai pH

yang rendah rnenurut Polak (1952 da/am Andriesse, 1974) disebabkan oleh asarn organik bebas sepei-ti asam hurnat dan asam fulvat yang merupakan hasil perornbakan

(177)

yang banyak rnengandung ion hidrogen rnenyebabkan pH-nya lebih rendah dari tanah

rnineraf (Brady, 1990).

Menurut Tisdale e t

a/.

(1985) asam-asam organik tergolong k e dalam asarn

lemah, sehingga memiliki kernarnpuan besar dalarn rnernpertahankan reaksi-reaksi

karena perubahan kernasaman. Apabila pH dinaikkan akan t e qadi disosiasi ion H pada

gugus reaktif dan pH akan berubah rnendekati pH awal dan tidak rnelonjak jauh. Oleh

sebab itu untuk rnenaikkan pH sampai pH tertentu diperlukan basa-basa dalarn jumlah

banyak.

Kapasitas Tukar Kation dan Basa-basa

Kapasitas tukar kation tanah garnbut rnenurut Kussow (1971) berkisar antara

100 dan 300 rne/100 g tanah. Hasil penelitian Salarnpak (1999) rnenunjukkan nilai

Kapasitas Tukar Kation bervariasi rnenurut lokasi dan tingkat pelapukan garnbut. Secara

keseluruhan tanah gambut pantai Samuda rnernpunyai kisaran KTK sebesar 138.4-

238.31 rne/100 g, kisaran KTK gambut transisi Sampit adalah 137.1-268.5 me/100 g,

dan kisaran KTK tanah garnbut pedalarnan Berengbengkel adalah sebesar 183.0

me/100 g tanah.

Tingginya kapasitas tukar kation garnbut disebabkan oleh rnuatan negatif

bergantung pH yang di rniliki oleh tanah garnbut. Surnber rnuatan ini sebagian besar

berasal dari gugus karboksil dan sedikit dari gugus fenol dan enol (Driessen dan

Soepraptohardjo, 1974).

Kandungan basa-basa (Ca, Mg, K, dan Na) dalam tanah garnbut urnurnnya

tergolong rendah terutarna garnbut oligotrofik. Menurut Lucas (1982) rata-rata

(178)

oligotrofik sekitar 0.3%. Kandungan Mg pada kedua jenis tanah garnbut tersebut

masing-masing sekitar 0.3 dan 0.6%.

Walaupun rnerniliki nilai KTK yang tinggi

,

tanah garnbut memiliki nilai

Kejenuhan Basa (KB) yang sangat rendah. Hasil penelitian Tim Fakultas Pertanian IPB,

(1974) rnenunjukkan niiai KB tanah garnbut di Kalimantan Tengah < 10%. Hal ini

berhubungan dengan kandungan basa-basa yang rendah pada tanah garnbut ini dan

disertai dengan nilai KTK tanahnya tinggi, sehingga ketersediaan basa-basa juga

rnenjadi rendah.

Asam-asam Fenolat dalam Tanah Gambut

Menurut Driessen (1978) tanah garnbut tebal di Indonesia rnengandung kurang

dari 5 % fraksi anorganik sedangkan selebihnya adalah fraksi organik, yaitu lebih dari

95%. Fraksi organik tersebut sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa non hurnat,

sedangkan senyawa-senyawa hurnat hanya sekitar 10 hingga 20 %. Senyawa non

hurnat sebagian besar rneliputi senyawa lignin, selulosa, herniselulosa, lilin, tanin, resin,

suberin, sejurnlah kecil protein, dan lain-lain. Sedangkan senyawa-senyawa hurnat

tersebut terdiri dari asarn hurnat, hirnatomelanat, dan hurnin (Tan, 1993; Stevenson,

1994).

Dekomposisi bahan organik dalarn keadaan anaerob akan rnenghasilkan

beberapa senyawa dan gas, antara lain adalah metan, hidrogen sulfida

,

etilen, asam

asetat, asam butirat, asam laktat, dan asam-asam organik lainnya seperti asam-asam

fenol. Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat racun bagi tanarnan (Wang e t al.,

(179)

Kornposisi bahan organik berkaitan erat dengan jenis asam-asam organik yang

dihasilkan selarna proses dekornposisi. Flaig, Beuteelspacher dan Rietz (1975)

rnengernukakan bahwa dari proses degradasi lignin dihasilkan asam-asam fenolat,

sedangkan dari selulosa dan herniselulosa dihasilkan asam-asam karboksilat. Dari

berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa asam-asam fenolat lebih bersifat

fitotoksik bagi tanarnan dan menyebabkan pertumbuhan tanarnan rnenjadi terharnbat

(Driessen, 1978; Stevenson, 1994; Tsutsuki, 1984; Prasetyo, 1996).

Beberapa jenis asarn fenolat yang rnerupakan hasil dari proses disintegrasi

lignin adalah asam pkurnarat, asam o-kumarat, asarn phidroksibenzoat, asam

fenilasetat, asarn klorogenat, asarn o-hidroksifenilasetat, asam 4-fenilbutarat, asarn p

hidroksifenil-propionat, asam 3,4-dihdroksifenil-propionat, asarn vanilat, asarn ferulat,

asam salisilat, asarn galat, asam sinapat, asam gentisat, asam kafeat, asarn

prokatekuat dan asarn syringat (Stevenson, 1994). Secara ringkas Orlov (1995)

rnenggambarkan proses disintegrasi lignin dalam suatu skerna hipotesis seperti

disajikan pada Garnbar 1.

Pengaruh Asam-asam Fenolat Terhadap Tanaman

Driessen, (1978) rnengernukakan bahwa asam-asam fenolat mernpunyai

pengaruh langsung terhadap proses biokimia dan fisiologi tanarnan, serta penyediaan

hara di dalam tanah. Menurut Takajima (1960 da/am Tsutsuki, 1984) pada kisaran

konsentrasi asam-asam fenolat 0.6 - 3.0 mM dapat rnengharnbat perturnbuhan

perturnbuhan akar padi sampai 50 %. Hasil penelitian Prasetyo, (1996) yang

(180)

COOH COOH COOH

Fsrulic Sinabic acid P;Cwrnaric

acid acid

O H

I

COOH COOH I

Vanilic acid Syringic - COOH acid P-h~droxybenzoic acid

coou

Protocalf~huic acid

Oxidation

1

Decarboxylation

I

[image:180.516.86.430.66.553.2]

COOH Gallic acid

(181)

perturnbuhan akar tanaman padi dalam kultur larutan, pada kadar asam-asam fenolat

yang relatif rendah yakni, 0.52 mM/I untuk asarn ferulat, 0.61 mM/I untuk asam p

kurnarat, 0.73 mM/I asarn phidroksibenzoat, 1.19mM/I asarn vanilat, l.lOlrnM/I asam

siringat, dan 1.12 mM/I asarn sinapat. Menurut Tadano et a/., (1992) berdasarkan

tingkat toksisitasnya asarn ferulat mernpunyai efek toksik paling tinggi, kemudian diikuti

oleh asam pkumarat, asam vanilat, asarn siringat dan asarn phydroxybenzoat.

Percobaan yang dilakukan oleh Tadano

et a/.

(1992) yang khusus melihat

pengaruh asam phidroksibenzoat terhadap tanaman padi dalarn kultur air yang

diperkaya unsur hara, rnenunjukkan perlakuan asam phidroksibenzoat yang diberikan

terus menerus sampai panen dengan konsentrasi lebih dari 0.1 m M a k a n rnenurunkan -

bobot kering tanaman bagian atas dan biji saat panen. Perubahan dalarn jumlah biji

rnatang

,

biji hampa, dan biji total pertanaman juga t e ja d i dengan meningkatnya kadar

asam phidroksibenzoat dengan pofa yang sama dengan pengaruhnya terhadap bobot

kering tanarnan padi.

Menurut Patrick (1971) pengaruh penting yang disebabkan oleh bahan-bahan

fitotoksik hasil pelapukan bahan organik adalah tejadinya perubahan perrneabilitas sel

tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan Lain rnengalir keluar dari sel, nekrosis

pada sel akar, rnenghambat dan menunda perkecambahan. Selain itu, bahan fitotoksik

ini dapat mematikan biji, rnenghambat pertumbuhan akar, pertumbuhan tanarnan

kerdil, mengganggu serapan hara, khlorosis, layu dan mernatikan tanaman.

Asam-asam fenolat juga berpengaruh terhadap serapan unsur hara oleh

(182)

adanya asam-asam fenolat pada konsentrasi 250 pM; asarn salisilat dan ferulat

rnenyebabkan terharnbatnya serapan kaliurn dan fosfor oleh tanarnan gandum; serta

serapan fosfor oleh tanaman kedelai terganggu oleh adanya asarn ferulat pada

konsentrasi 500 hingga 1000 pM (Hartley dan Whitehead, 1984). Hasil penelitian

Whitehead (1964 d&m Stevenson, 1982) pada tanarnan tebu menunjukkan pada

konsentrasi > O . l p M / 100 g tanah dapat menirnbulkan keracunan yang rnenyebabkan

akar kurang berkembang, pendek-pendek, tidak rnemiliki akar rambut, berwarna coklat,

ujung daun berwarna kuning dan tumbuh kerdil.

Pembentukan Senyawa Komplek Organo

-

Kation

Konsep Dasar Pembentukan Senyawa Kornplek

Pembentuk komplek t e j a d i rnelalui suatu reaksi antara suatu ion logarn

polivalen dan ligan rnelalui pemakaian

Gambar

Gambar 1. Skema Disintegrasi Lignin (Orlov, 1995)
Gambar 2. Contoh Dua Tipe Reaksi Pengkelatan (Tan, 1993)
Gambar 3. Kemungkinan RealiY Antara Logam dan Senyawa Organik (Senesi, 1994)
Gambar 4. Sungkup (chamber) Untuk Pengambilan Sampel CH, dan COz di lapang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan khususnya pada aspek tenaga kerja pada industri kayu adalah kebiasan merokok, status gizi, penggunaan alat pelindung diri, usia

[r]

menunjukkan bahwa di Indonesia kelompok lansia yang tidak bekerja lebih tinggi.. yaitu sekitar 54,60% dari pada yang bekeja, namun di wilayah

Identifikasi jenis-jenis tumbuhan berguna dilakukan dengan melakukan cek silang dengan berbagai buku/literatur tentang tumbuhan berguna yang ada, meliputi; nama lokal, nama

Permasalahan yang akan dikaji adalah pelaksanaan pendidikan aqidah akhlak dalam membentuk perilaku keagamaan siswa di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur’an (SDITQ)

“Perempuan lebih banyak dan lebih cepat menampung aspirasi, dan mereka bertujuh disini sudah terlatih, mereka sangat memperhatikan isu dan sensitif melihat aspirasi diluar yang

Judul Tugas Akhir : Penetapan kadar Kadmium (Cd) pada Bubur Bayi Instan secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).. dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis

Sebab adanya transaksi baik berupa pembelian barang dan jasa pada unit pertokoan, pembelian jasa-jasa lain yang ada di koperasi, serta penggunaan jasa kredit