PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABIUTAS
TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH
MINERAL YANG DIPERKAYA OLEH BAHAN
BERKADAR BESI TINGGI
Oleh
:
MUUADY D. MARIO
PROGRAM PASCASARJANA
I N S r I T U T PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
MUUADY
D.
MARIO. Peningkatan Produktivitas d a n Stabilitas Tanah Garnbut
dengan Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi
Tinggi (di bawah birnbingan Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. sebagai Ketua Kornisi
Pernbirnbing, Prof. Dr I r Sarwono Hardjowigeno, M.Sc., Dr I r Abdul Rachirn, MS., Dr I r
Fred Rurnawas dan Dr I r Rizaldi Boer, M.Agr. masing-masing sebagai Anggota Kornisi
Pernbirnbing.
tRendahnya produktivitas dan stabilitas tanah garnbut disebabkan oleh berbagai
faktor pernbatas, diantaranya kandungan asarn-asarn fenolat yang tinggi sehingga
bersifat racun bagi tanarnan, kernasarnan tanah yang tinggi, kapasitas tukar kation
yang sangat tinggi dengan kejenuhan basa sangat rendah serta tingginya laju
kehilangan karbon organik dari tanah garnbut. Penambahan kation polivalen Fe serta
basa-basa dari bahan tanah mineral yang diperkaya dengan pernberian terak baja
sebagai bahan arnelioran diharapkan dapat rnengurangi pengaruh bumk dari asarn-
asarn fenolat serta dapat rnembentuk ikatan komplek yang dapat mengurangi laju
dekornposisi bahan organik pada tanah garnbut.
Penelitian dilakukan pada tiga fisiografi garnbut di Kalimantan Tengah yakni;
garnbut pedalarnan di Berengbengkel, garnbut transisi di Sarnpit dan gambut pantai di
Sarnuda. Sebagai bahan arnelioran digunakan tanah mineral yang rnengandung besi
tinggi (Fe20a
= 22,0696) yang dikornbinasikan dengan terak bap (Fe20p
=42,6096)
dalam beberapa kornbinasi yang didasarkan pada taraf
5% erapan maksirnurn.
Perlakuan arnelioran yang dicobakan adalah A0
=tanpa arnelioran, A1
= 100% tanah
mineral, A2
=90% tanah mineral
+
10% terak baja, A3
=80% tanah mineral
+
20°/0
terak baja,
A4
=70% tanah mineral
+
30% terak baja,
A5
= 60% tanah mineral dan
40%
terak baja, A6
= 50% tanah mineral dan 50% terak baja, dan A7 = 100% terak
baja.
Konsentrasi asarn fenolat garnbut pedalarnan lebih tinggi dibanding gambut
transisi dan garnbut pantai. Konsentrasi asarn-asarn fenolat dari yang tertinggi hingga
terendah adalah asarn ferulat
zasarn sinapat
>
asarn p-kumarat
>
asarn p-
hidroksibenzoat >asam vanilat
>
asarn siringat. Pemberian arnelioran meningkatkan
ketersediaan ham terutama basa-basa dalarn tanah gambut, rneskipun kecenderungan
terjadi penurunan pH tanah.
ABSTRACT
MUUADY D. MARIO. The effect of Mineral Soil Enriched with Basic Slag
on
the Productivity and Stability of Peats. (Under supervision of Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham as Chairman, and Prof. Dr Ir Sarwono Hardjowigeno, Dr I r Abdul Rachim, Dr I r Fred Rumawas and Dr I r Rizaldi Boer as Members).The low productivity and stability of peats are mainly caused by constraints such as: high phenolic acid contents which are phytotoxic t o plants, very high acidity, high cation exchange capacity combined with a very low base saturation and the high losses of organic carbon upon reclamation. The addition of mineral soil enriched with basic slag which contains high levels of cationic irons, is expected t o reduce the harmful effects of these phenolic acids and forms complex bonding improving peat stability.
The experiments were carried out i n three locations based on the physiography i.e. inland peat a t Berengbengkel, transitional peat a t Sampit and coastal peat at Samuda, Central Kalimantan. The ameliorant was a combination of Fe-rich mineral soil (Fe203 = 22.06%) and the basic slag (Fez03 = 42.60%) on the various levels based on 5 % of the maximum adsorption of Fe 3f. The ameliorant d o ~ g e s were A0 =
without treatment, A1 = 100 % mineral soil, A2 = 90 O/O mineral soil
+
10 O/O slag, A3= 80 O h mineral soil
+
20 O h slag, A4 = 70 O h mineral soil+
30 % slag, A5 = 60 O/Omineral soil
+
40 % slag, A6 = 50 % mineral soil+
50 % slag, A7 = 100 % slag. The concentration of phenolic acids were highest in inland peat compare t o that of the other kinds of peat. The phenolic acid concentration ranging from highest to the lowest were respectively ferulic acid=
sinapic acid > p-coumaric acid > p- hidroxybenzoic acid > vanilic acid > syringic acid. The addition of ameliorants increased the availability of bases, although there was a tendency lowering soil pH.SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasj yang berjudul:
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS D A N STABILITAS TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG DIPERKAYA
OLEH BAHAN BERKADAR B E S I T I N G G I
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan ~nformasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Pebruari 2002
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN STABILITAS TANAH
GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH MINERAL YANG
DIPERKAYA OLEH BAHAN BERKADAR BESI T I N G G I
Oleh
:
M U U A D Y D. MARIO
975101/TNH
Disertasi
sebagai sakah satu syarat untuk memperoleh gelar DoMor pada
Program Pascasa rjana, Institut Pertanaian Bogor
PROGRAM PASCASAFUANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : PENINGKATAN PRODUKTIVTTAS DAN STABIUTAS TANAH GAMBUT DENGAN PEMBERIAN TANAH
MINERAL YANG DIPERKAYA OLEH BAHAN
BERKADAR BESI TINGGI
Nama Mahasiswa : MUUADY D. MARIO
Nomor Pokok : 975101
Program Studi : ILMU TAMAH
Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Suviandi Sabiham, M-Asr.
Ketua
-
-
(-- -- _A'
Prof. Dr Ir Sa
Anggota
Dr Ir Fred Rumawas
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Stud1 rogram Pascasa jana u Tanah
*
Dr Ir Sudarsono. MSc.R I W A Y A T
HIDUP
Penulis dilahirkan di Gorontalo, pada tanggal 10 Mei 1969 dari ayah Machmud
Dg. Mario (Almarhum) dan ibu Asnah Kyai Modjo (Almarhumah). Penulis merupakan
putra pertarna dari dua bersaudara.
Pendidikan dasar ditempuh penulis di SD Negeri I 1 Manado dan lulus pada
tahun 1981. Penulis rneneruskan ke SMP Negeri I Manado dan lulus pada tahun 1984.
Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri I Manado dan pada tahun yang sarna penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi Manado,
rnelalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat), dan lulus Sarjana Pertanian jurusan
Ilrnu Tanah pada tahun 1992 dengan predikat Cum ~ a b d e . Selanjutnya tahun 1996
penulis mengikuti program S2 pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan
pada tahun 1998 atas prestasi yang diperoleh selarna mengikuti program S2, penulis
diprornosikan untuk mengikuti program 53 langsung.
Pada tahun 1994 penulis diterima sebagai Staf Peneliti pada Balai Penelitian
Kelapa Manado, dan ditempatkan dalarn Kelornpok Peneliti Agroekologi. Kernudian
pada tahun 1995 rnelalui Program Reorganisasi Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Penulis dipindahtugaskan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Birornaru,
Sulawesi Tengah dan hingga s a t ini penulis bertugas sebagai Staf Peneliti pada Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru.
Penulis menikah dengan Ir Rida Iswati, MSi staf pengajar Fakultas Pertanian
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terirna kasih yang sebesar-besarnya
diucapkan kepada Prof. Dr I r Supiandi Sabiharn, M.Agr. selaku Ketua Kornisi
Pernbirnbing yang telah banyak rnernberikan bimbingan dan saran dalam
perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan disertasi ini. Penghargaan yang sama
disarnpaikan pula kepada Prof. Dr Ir H. Sarwono Hardjowigeno, MSc., Dr I r H. Abdul
Rachirn, MS., Dr Ir Fred Rurnawas, MSc., Dr Ir Rizaldi Boer, M.Agr. masing-rnasing
selaku Anggota Komisi Pernbirnbing atas saran-saran dalam pelaksanaan penelitian
hingga penulisan disertasi ini.
Penghargaan dan ucapan terirna kasih disarnpaikan :
1. Kepada Kornisi Pernbinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengernbangan Pertanian,
atas pernberian kesempatan belajar dan beasiswa pada Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
2. Kepada Pirnpinan Proyek Agr~culture Research and Management I1 beserta staf,
atas kesempatan untuk mernperoleh bantuan biaya hidup,
buku
dan penelitian.3. Kepada Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah
rnernberikan kesempatan belajar, serta kepada staf pengajar yang telah
mernbekali ilrnu agar dapat berkembang lebih jauh.
4. Kepada Pirnpinan Proyek Penelitian Hibah Tim, Batch IV, URGE-Project 1999-2000
5. Kepada Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah atas
pernberian kesernpatan tugas belajar pada Program Paxasa ja n a IPB.
6. Kepada keluarga Ir. Husen Hasni, Msi, beserta istri dan kedua keponakanku
tercinta Reza dan Nizar atas segala dukungan, bantuan dan fasilitas yang diberikan
hingga selesainya disertasi ini.
7. Kepada Dr I r Salarnpak Dohong, Drs Salundik Gohong, Msi., I r Suwido H. Lirnin,
MS., I r Panji Surawijaya, I r Ici P. Kulu, dan Ir Untung, MS., Awad Dukuy, SE.,
Mahing, Joice, Evie, Hutajulu, Hayan, Ahmad serta seluruh Staf Peniliti dan
Karyawan Cimtrop, Universitas Palangkaraya atas segala bantuan dan fasilitas
yang diberikan selarna pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi.
8. Kepada Kepala Laboratorium Kimia 8ahan Alarn Bioteknologi LIP1 beserta staf atas
segala bantuan dan pelayanan yang diberikan dalarn pelaksanaan penelitian ini.
9. Kepada kepala Laboratoriurn Kimia dan Kesuburan Tanah Fakuitas Pertanian IPB
beserta staf a b s segala saran, bantuan dan fasilitas yang diberikan.
10. Kepada rekan-rekan rnahasiswa pa- rjana IPB, terutarna I r Siti Zahra, MP, I r
Nicholas, I r Rima Purnamayani, !r Faiz Sxchia, MSc, Ir &madi
%ad,
MS.,
I:Bambang Mahmudi, MSi., Ir Afra Makalew, MSc., I r Sudarmo, MS., Ir Ai Dariah,
Ir Asrniun N.A., MS., Ir Delfian. MP dan I r Endang Hilrni, Msi., atas ssga!~
kerjasarna dan persahabatannya selarna studi di Program Pascasarjana IPB.
11. Kepada kedua Orang tuaku almarhurn, bapak mertua, adikku, dan seluruh
keluarga yang senantiasa rnegiringi perjalanan studiku dengan doa dan dorongan
12. Uepada istriku tercinta dinda Rida Iswati atas segala dorongan semangat,
kesabaran, perhatian, pengertian sera pengorbanan yang telah diberikan dengan
tulus hingga selesainya studi studi program Doktor.
13. Uepada semua pihak yang telah banyak membantu baik material maupun spritual
sehingga penelitian dan penulisan disertasi dapat diselesaikan.
Semoga disertasi ini berrnanfaat bagi pengembangan ilrnu dan para pengarnbil
kebijakan dalam pengembangan pertanian di lahan gambut.
Bogor, Pebruari, 2002
Halaman DAFTAR IS1
...
xi DAFTAR TABEL...
xiiiDAFTAR GAMBAR
...
XV
PENDAHULUAN
...
1 Latar Belakang .......
...
1 Tujuan...
5
Hipotesis
...
5 TINJAUAN PUSTAKA...
6...
Pengertian dan Proses Pernbentukan Gambut
...
...
6 Pengertian tanah gambut...
6Pembentukan tanah garnbut
...
9 Klasifikasi tanah Gambut...
11 Sifat Umum Tanah Gambut...
13 Kesuburan tanah gambut...
13 Ketersediaan unsur hara...
15 Kemasaman tanah...
16 Kapasitas Tukar Kation dan b a s - b a s...
17 Asam-asam Fenolat dalam Tanah Gambut...
18 Pengaruh asam-asam fenolat terhadap tanaman...
.
.
...
19...
Pembentukan Senyawa Kornplek Organo-Kation
...
.
.
22 Konsep dasar pembentukan senyawa komplek...
22 Erapan kation dan stabilitas kompleks...
23 Gas Rumah Kaca...
26 BAHAN DAN METODA...
30 Pengambilan Contoh Tanah...
30Pelaksanaan Penelitian
...
31 Percobaan 1.
Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya olehBahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Beberapa Sifat Kimia
Percobaan 2. Pengaruh Pernberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Produksi Tanaman Padi Sawah
.... . . .
... .
...
.
...
,...
. ...
... . .
...
. . . .
.
Percobaan 3. Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Ernisi COz dan CH4
...
KEADAAN UMUM TANAH D I LOKASI PENELITIAN
...
lenis Tanah
...
...
Sifat-sifat Kimia Tanah Gambut
Tingkat Humifikasi Garnbut
...
Kadar Air Kritis
...
Laju Emisi CH4 dan COz
...
......
...
HASIL DAN PEMBAHASAN
...
..
... .....
Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Sifat Kirnia Tanah Gambut
...
Kelarutan Fe dari Bahan Arneliomn .. ... Penentuan Dosis Bahan Amelioran
...
Pengaruh Baham Amelioran Terhadap Konsentrasi Asam-asam Fenolat
...
Penoaruh f3ahan Amelioran Terhadap Perubahan Sifat KimiaTanah-
Gambut
...
.. ... . .. ... .. . .
....
.
.. . . .
....
.. .
...
. . .
.,.
. .
..
. ... . ... ....
..,.
.. . . .
.... . ... ... . ..
..
....
.
.... .
...
Pengaruh Bahan Amelioran terhadap ProduMivitas Tanah Gambut
.
...
. . .
...
Kandungan Logam Berat
...
..
...
Pengaruh 6ahan Arnelioran terhadap Stabilitas Tanah Garnbut
...
PEMBAHASAN UMUM
...
KESIMPULAN DAN SARAN
. ... .
.... .
.......
.. . ,...
, , ,...
. ,...
.
.
DAFTAR
TABEL
Nomor Halaman
I&&s
1. Sifat-sifat kimia tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), gambut transisi (Sarnpit) dan gambut pantai (samuda)
...
432. Pengaruh pemberian kation ~e~~ terhadap produksi COz dan CH, serta
nilai pH, Eh dan Fe-larut
...
473. Kelarutan Fe dari tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi (wg/g)
...
484. Kebutuhan tanah mineral dan terak baja untuk tanah gambut peda- laman (Berengbengkel), gambut tmnsisi (Sampit) dan gambut
pantai (samuda)
...
515. Pengaruh amelioran terhadap pertumbuhan padi pada tanah gambut pedalaman (Berengbengkel), transisi (Sampit) dan pantai (Samuda)
....
636. Pengaruh amelioran terhadap gabah bersih IR-64
...
..
657. Rata-rata kandungan logam berat dalam gabah padi pada ber- bagai perlakuan amelioran
...
678. Pengaruh pemberian amelioran terhadap emisi CO, dan emisi CH, pada gambut pedataman (Berengbengkel), gambut transisi (Sampit) gambut pantai (Samuda)
...
739. Estimasi kehilangan k a h n pada perlakuan pemberian amelioran dan tanpa amelioran (ton/ha/tahun)
...
751. Metoda analisis sifat kimia tanah
...
98Kriteria Penilaian Kandungan Unsur dan kernasaman Tanah Daerah Pasang Surut.
...
Kornposisi Kimia Bahan Arnelioran Terak baja (Electric Furnace Slag)
...
(Suwarno, 1998)
Sifat Kirnia Tanah Bahan Amelioran Tanah Mineral dari Pundu- Kasongan Kalimantan tengah
...
Kelarutan Fe dari Tanah Mineral yang Diperkaya oleh Bahan
...
Berkadar Besi tinggi (pg/g)
Hasil Analisis Beberapa Derivat Asam Fenolat dalarn Tanah garnbut Berengbengkel (pedalarnan), Sampit (Traansisi), dan Samuda
...
(Garnbut Pasang Surut) yang Diberi Perlakuan Bahan Arnelioran
Interaksi Asam-asam Fenolat (%) dari TanahGarnbut Berengbengkel, Sarnpit dan Sarnuda dengan Tanah Mineral yang Diperkayan Oleh
...
Bahan Berkadar Besi Tinggi
Pengaruh Pernberian Tanah mineral yang Diperkaya oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Berengbengkel (pedalaman), Garnbut Sarnpit (transisi), dan Gambut
...
b r n u d a (Pantai)
Pengaruh Pemberian Tanah Mineral yang Diperkaya Oleh Bahan Berkadar Besi Tinggi Terhadap Emisi
CH,
dan COz pada Tanah Garnbut Pedalaman Berengbengkel, Gambut ransisi Sarnpit dan...
Gambut Pantai Samuda
Data Rata-rata Temperatur Sungkup OC (T,), Perubahan Konsentrasi
Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH41/6t), Laju Ernisi Metan mg.rn-2jam-1 (bM), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut Pantai Sarnuda, Gambut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut Transisi (Sarnpit)
...
Data Rata-rata Tempemtur Sungkup 'C (T,), Perubahan Konsentrasi Metan dalarn Sungkup setelah Periode t Menit (6[CH4]/6t), Laju Emisi COz mg.m-?am-' (+M), dan Standar Deviasi (Stdev) pada Gambut Pantai Sarnuda, Garnbut Pedalaman (Berengbengkel) dan Garnbut Transisi (Sampit)
...
Rata-rata Pengamatan Tinggi Tanaman, Anakan Maksimum, dan Anakan Produktif Akibat Pernberian Arnelioran pada Tanah Garnbut Berengbengkel (Pedalaman), Garnbut Sampit eransisi) dan
...
DAITAR
GAMBAR
Nomor
-
Halaman1. Skema Disintegrasi Lignin (Orlov, 1995) ... 20
2. Contoh Dua Reaksi Pengkelatan (Tan, 1993)
...
24 3. Kemungkinan Reaksi Antara Logam dan Senyawa Organik...
(Senesi, 1994) 27
4. Sungkup (chamber) Untuk Pengambilan Sampel CH, dan COz di lapang (Boer
eta/,
1996)...
39...
5. Peta Lokasi Penelitian 43
6. Pengaruh Pemberian -Amelioran Terhadap Konsentrasi Asarn- asam Fenolat (mM) dan Interaksi Fe-Asam Fenolat (%)
...
557. Hubungan Antara Gabah Bersih, KB dan PH Tanah Garnb~ Pedalaman (Berengbengkel), Gambut Transisi (Sampit) dz Garnbut pantai (Samuda)
...
608. Emisi CH, dan C02 Gambut Pedalaman (Berengbengkel), Gambut
...
Transisi (Sampit) dan Gambut pantai (Samuda) pada
0
MST 699. Emisi
CH,
dan COz Garnbut Pedalaman (Berengbengkel), GambutTransisi (Sampit) dan Garnbut pantai (Samuda) pada 4 MST
...
7010. Interaksi antara Fe dan Derivat Asam-asam Fenolat
...
8011. Hubungan antara Konsentrasi Asam Fenolat (mM), Kejenuhan Basa
(%), dan Gabah Bersih (gmQ)
...
8212. Hubungan antara Perlakuan Arnelioran, Emisi CH4, dan Konsentrasi Asarn Fenolat
...
85PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan lahan gambut untuk usaha pertanian terus rneningkat, baik
untuk pertanian lahan kering rnaupun untuk pertanian lahan basah. Walaupun
perluasan areal pertanian dapat dilakukan pada lahan kering, tetapi perluasan areal
pertanian di lahan gambut saat ini tetah rnendapat cukup perhatian. Berdasarkan
luasan yang dimilikinya, yakni sekitar 21.9 juta ha (Andrieae, 1988) lahan gambut
rnemiliki potensi yang besar untuk dikernbangkan. Narnun demikian pemanfatan ini
dibatasi oleh rendahnya produktivitas tanah gambut. Tanah gambut umurnnya bereaksi
sangat rnasam, kandungan unsur hara sangat rendah, KTK sangat tinggi, tetapi
kejenuhan basanya sangat rendah (Hardjowigeno, 1996). Setain itu mengandung
asam-asam organik bersifat racun bagi tanarnan (Tadano
eta/.,
1992; Sabiham, 1997).Kendala lain yang dihadapi jika pengefolaan lahan garnbut tidak didasarkan atas
sifat dan kelakuan inheren gambut rnenyebabkan terjadinya proses destabilisasi.
Proses ini rnenghasilkan bahan yang tidak tahan terhadap perubahan bentuk atau sifat
kirnia tanah (Sollin
el a/.,
1996). Akibat dari proses destabilisasi ini antara lainrnenyebabkan meningkatnya laju kehilangan C-organik dari tanah gambut serta
berkurang atau hilangnya fungsi gambut sebagai media turnbuh tanaman misalnya
rnelalui proses kering tidak balik (irreversibe drying). Namun demikian dalam
penelitian ini tinjauan stabilitas gambut dibatasi hanya pada iaju kehilangan C-organik
akibat rneningkatnya proses dekomposisi bahan garnbut.
Perubahan lingkungan yang terjadi saat dilakukan pembukaan lahan garnbut
Perubahan kondisi tanah dari kondisi anaerob berubah menjadi lebih aerob akibat
dilakukan drainase mendorong proses dekomposisi berlangsung dengan cepat, yang
akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah garnbut (subsiden).
Sebagaimana dilaporkan Di Delta Upang mengalami subsiden 2,0 - 5 cm per tahun
selarna 8 tahun pengusahaan pertama (Chambers, 1979), 6,5 cm pada tahun pertarna
pembukaan lahan gambut di UPTA TeIang (P4S IPB, 1982 d m Koswara, 1985) dan
rata-rata 10 crn per tahun di perkebunan PT. Riau Sakti Plantation (Sabiham, 1996).
Peningkatan laju dekomposisi bahan organik pada tanah garnbut rnendorong
peningkatan konsentrasi gas-gas rurnah kaca terutama dalam bentuk COz dan CH,,
yang berdampak pada keseimbangan panas global dan menyebabkan terjadinya
kenaikan suhu global permukaan. Seperti dilaporkan oleh, Boer
eta/.
(1996) Laju emisimetan pada hutan gambut sekitar 5,71 mg.m-2.jarn" sedangkan sawah pada tanah
.gambut berkisar 9,40 m ~ . r n - ~ . jam-'. 3ika proses drainase berlangsung terus dan
gambut dikeringkan secara berlebihan akan terjadi proses kering tidak balik. Proses ini
akan mengakibatkan hilangnya fungsi garnbut sebagai media turnbuh tanarnan serta
rawan terhadap bahaya kebakaran.
Secara tradisional untuk meningkatkan produktivitas tanah garnbut, petani
urnumnya menggunakan abu hasil pembakaran gambut. Dalam jangka pendek
tindakan ini mampu memberikan perbaikan melalui sumbangan mineral dan efek
pengapuran dari abu hasil pembakaran. Akan tetapi dalam jangka panjang tindakan ini
sangat tidak produktif, karena selain perbaikan tersebut hanya bersifat sementara,
tindakan ini juga akan menyebabkan hilangnya lapisan gambut. Kemudian akan diikuti
dengan munculnya lapisan bawah berupa pasir kuarsa ataupun endapan pirit yang
Dengan pendekatan teknologi berbagai upaya telah dilakukan untuk
memberdayakan tanah gambut sebagai lahan pertanian. Diantaranya, pengapuran,
pemberian pupuk lengkap (N, PI K, Cu, Zn, fe, Mn, B), pemberian abu volkan, serta
pernberian pupuk organik (Hardjowigeno, 1996; Mario dan Pandi, 2000). Narnun
umumnya perbaikan yang dilakukan hanya berorientasi untuk meningkatkan
produktivitas tanah gambut tanpa memperhatikan stabilitasnya. Padahal pemeliharaan
lahan gambut agar keberadaannya tetap lestari rnerupakan ha1 penting yang perlu
dilakukan. Menurut Hardjowigeno (1996) l a w n gambut bukan hanya merupakan lahan
marjinal produktivitasnya, tetapi juga rnerupakan lahan yanq rentan (fragile)
ekosisternnya. Walaupun produktivitas lahan gambut dapat ditingkatkan dengan
berbagai cara, namun usaha-usaha untuk mencegah degradasi lahan yang berlangsung
perlu dilakukan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kation Cu, Zn, dan Fe(III), selain
dapat menurunkan reaktivitas asam-asam organik yang bersifat toksik, juga dapat
rneningkatkan stabilitas tanah gambut rnelalui mekanisrne erapan kation pada tapak
reaktif dari senyawa-senyawa organik pada tanah garnbut sehingga membentuk
senyawa komplek yang rnerupakan bentuk ikatan yang kuat dan tahan terhadap proses
dekomposisi (Tan, 1993). Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Saragih (1996)
yang membandingkan erapan beberapa kation seperti; ~ e ~ + , Cu2+, Ca2+, zn2+
,
M n r 2+dan A I ~ + pada senyawa-senyawa organik dari tanah gambut, menunjukkan ~ e ~ +
memiliki afinitas tertinggi dan paling stabil berinteraksi dibanding kation lainnya.
Penggunaan tanah mineral berkadar besi tinggi sebagai bahan arnelioran
relatif murah diperoleh karena tersedia di sekitar lahan garnbut. Salampak (1999)
melaporkan pernberian tanah mineral berkadar besi tinggi sampai dosis 7,540 erapan
rnaksirnurn atau setara dengan 7,s ton per ha tanah mineral untuk tanah gambut
pedaiarnan Berengbengkel, 10 ton per ha untuk gambut transisi Sampit, dan 11,9 ton
per ha untuk gambut pantai Samuda marnpu menurunkan konsentrasi asam-asam
fenolat sekitar 30% dan rnarnpu rneningkatkan produksi padi s e b e ~ r 2,51 ton per ha
atau sekitar 400% (garnbut pantai, Samuda) dan 2,18 to per ha atau sekitar 300%
(garnbut transisi, Sarnpit).
Narnun demikian hasil yang diperoleh Salampak (1999) belurn optimal karena
pada tanah garnbut Berengbengkei, pernberian tanah mineral belum mampu
memberikan perbaikan. Bahkan tanarnan mati pada urnur 36 hari setelah tanam. Di
sarnping itu pengarnbilan tanah mineral dalam jumlah yang besar menirnbulkan
rnasalah baru karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap Iingkungan
sekitarnya.
Penggunaan terak baja dibidang pertanian dalarn upaya rnemperbaiki harkat
kesuburan tanah rnaupun dampaknya terhadap peningkatan produksi komoditas
pertanian telah banyak ditetiti. Akan tetapi khususnya pada tanah garnbut informasi
yang diperoleh sangat terbatas dan belurn rnendasar. Bahan ini rnerupakan hasil
sarnping dari industri baja dengan produksi per tahun mencapai
*
350 ribu ton.Potensi dari beberapa sifat kirnia terutama terhadap adanya beberapa unsur ham yang
dikandung dalarn terak baja, rnenyebabkan bahan ini dapat digunakan sebagai bahan
ameliorasi tanah (Cristenson, 1982). Pengkayaan tanah minerat sebagai amelioran
dengan pemarnpuran terak baja, dirnaksudkan untuk meningkatkan kualitas tanah
digunakan. Selain itu juga untuk meningkatkan nilai guna terak baja sebagai hasil
samping dari industri baja.
Penelitian ini disusun dalam suatu rangkaian percobaan untuk mengkaji
penggunaan tanah mineral yang diperkaya oleh terak baja, sebagai sumber kation Fe
untuk menurunkan konsentrasi asam-asam fenolat dalam tanah gambut, meningkatkan
produktivitas tanah gambut yang ditunjukkan oleh respon tanaman padi sawah, serta
meningkatkan stabilitas tanah gambut melalui penekanan penurunan laju ernisi COz
dan CH,.
Tujuan Penelitian
1. Menyusun paket teknologi perbaikan sifat kimia tanah gambut dengan pemberian
tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi, dalam kaitannya
dengan peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan.
2. Mempelajari pengaruh pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan
berkadar besi tinggi terhadap stabilitas tanah gambut dengan penekanan laju
kehilangan C-organik melalui emisi emisi C 0 2 dan CH4.
Hipotesis
1. Pemberian tanah rninetal yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat
menurunkan ieaktivitas beberapa derivat asam fenolat dalam tanah gambut dan
rneningkatkan produksi padi.
2. Pemberian tanah mineral yang diperkaya oleh bahan berkadar besi tinggi dapat
meningkatkan stabilitas tanah gambut, dengan penekanan laju kehilangan C-
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Proses Pembentukan Tanah Gambut
Pengertian Tanah Gambut
Tanah Garnbut dikenal dengan berbagai narna. Istilah tanah gambut
merupakan istilah Indonesia untuk tanah-tanah yang bahan tanahnya sebagian besar
bahan organik. Nama garnbut berasal dari narna suatu desa di dekat Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, dimana sebagian besar tanahnya adalah bahan tanah organik. Di
daerah inilah pertanian di tanah organik berhasil dengan baik untuk pertarna kalinya,
sehingga tanah organik mendapatkan nama tanah gambut. Nama lain tanah garnbut
pada berbagai negara adalah; mire (Finlandia), moor (Jerrnan), bog (Irlandia, Rusia
dan Amerika), muskeg (Kanada), muck (Skandinavia, Inggris), peat (Amerika, Inggris),
Veen (Belanda) (Hardjowigeno, 1998).
Tanah gambut merupakan tanah yang dicirikan oleh kandungan bahan organik
yang tinggi berupa sisa-sisa jaringan turnbuhan. Hardjowigeno (1998) rnengernukakan
terdapat dua ha1 utarna yang rnenjadi dasar pendefinisian tanah organik yaitu : (1)
kandungan bahan organik minimum dan (2) ketebalan minimum. Kedua persyaratan
tersebut harus mernenuhi ketentuan yang menunjukkan bahwa sifat-sifat tanah lebih
banyak dipengaruhi oleh sifat bahan organik daripada sifat bahan (tanah) mineralnya.
Narnun demikian kriteria kandungan dan ketebalan lapisan bahan organik
merupakan surnber ketidaksepakatan dari banyak pakar. Brady (1990) rnembedakan
antara 18 hingga 50 persen dinyatakan sebagai mucks, dan jjika lebih dari 50 persen
disebut pea&. Kanapathy (1975) membedakan tanah gambut berdasarkan komposisi
fraksi mineral, jika kandungan fraksi mineralnya kurang dari 35 persen disebut peas,
sedangkan
mucks
memiliki kandungan fraksi mineral antara 35 hingga 55 persen.Selanjutnya Soil Survey Staff (1975) dan Daubenmire (1959) membedakan mucks dan
peats berdasarkan perbedaan tingkat pelapukan bahan organiknya, dimana mucks lebih
melapuk dibanding peats. Tetapi kedua istilah ini tidak banyak digunakan secara resrni,
lebih banyak digunakan istilah tanah organik.
Polak (1950) menyatakan bahwa tanah organik adalah tanah yang memiliki
kandungan bahan organik lebih dari 65 persen. Sedangkan McKinzie (1974)
menggunakan kriteria ketebalan bahan organik setengah dari-ketebalan solum tanah 80
cm atau lebih tanpa memperhatikan hamparan batuan.
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) mengajukan kriteria yang lebih
terinci dan kuantitatif untuk mendefinisikan tanah organik. Untuk membedakan tanah
organik dan tanah mineral
,
terlebih dahulu perlu dipahami pengeti~an tentang bahantanah organik dan bahan tanah mineral. Bahan tanah organik adalah bahan tanah
dengan diameter
<
2 mm dan memenuhi syarat-syarat berikut :1. Jenuh air kurang dari 30 hari (kumulatif) dan mengandung C-organik sebesar 20
persen atau lebih, atau
2. Jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun (kumulatif) dan mengandung
C-
organik (tidak termasuk akar-akar hidup) sebesar:
a) 18 persen atau lebih (setara dengan 30 persen bahan organik atau lebih) bila
b) 12 persen atau lebih (setara 20 persen bahan organik atau lebih) bila fraksi
tanah mineral tanpa liat atau,
c) 12 persen ditarnbah (persen liat dikalikan 0.1) bila fraksi tanah mineral
rnengandung kurang dari 60 persen Iliat.
Sedangkan bahan tanah mineral adalah bahan tanah yang mengandung C-organik lebih
rendah dari ketentuan yang berlaku pada tanah mineral.
Berdasarkan kriteria klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) tanah
garnbut digolongkan ke dalam tanah organik atau Histosol dengan sifat-sifat:
1. Tidak rnempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan
diantara perrnukaan tanah dan kedalaman 60 crn, atau diantara perrnukaan tanah
hingga ke kontak densik, litik, atau paralitik atau duripan, apabila lebih dangkaf;
dan
2. Mernpunyai bahan tanah organik yang tebalnya adalah sebagai berikut:
a. Pada tanah berkerikil atau berbatu (bersinder, fragmental, berbatu apung) dan
ada kontak litik atau paralitik dibawahnya; tebal bahan organik tidak
disyaratkan asalkan disela-sela kerikil/batu tersebut terisi oleh bahan tanah
organik; atau
b. Pada tanah berkerikil atau berbatu tetapi tidak ada kontak litik atau paralitik
dibawahnya, tebal lapisan tanah organik ditambah dengan tebal lapisan
berkerikil atau berbatu yang sela-selanya terisi bahan tanah organik 40 c m
atau lebih (dihitung dari permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm); atau
c. Pada tanah berkerikil atau berbatu, tetapi ada kontal litik atau paralitik
sarnpai kontawparalitik, tebal tanah mineral (bila ada) adalah 10 cm atau
kurang;atau
d. Jenuh air selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal (atau
telah didrainase), mempunyai batas atas di dalam 40 crn dari permukaan
tanah, dan rnemiliki ketebalan total salah satu berikut:
-
Apabila tiga perempat bagian volumenya atau lebih terdiri dari serat-serat lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar kurang 0.1 g.cm3, 60crn atau lebih; atau
-
Apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik kurang dari3/4 (berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan berat jenisnya,
lembab sebesar 0.1 g.cm-' atau febih, 40 cm atau lebih
Pernbentukan Tanah Garnbut
Pembentukan gambut di Indonesia dimulai sejak periode Holosen yaitu pada
waktu terjadinya transgresi air laut akibat mencairnya es di kutub (Andriesse, 1974).
Peristiwa ini t e qadi sekitar 4200 sarnpai 6800 tahun yang lalu (Morley. 1981; Sabiham,
1988). Pada periode sebelum Holosen yaitu Pleistosen, perrnukaan laut berada kira-kira
60 m di bawah permukaan laut sekarang. Kenaikan permukaan laut pada periode
Holosen menyebabkan daratan disekitar pantai menjadi tergenang dan batas pantai
bergeser lebih ke pedalaman membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada
menjadi terbenam oleh air dan rnengalami proses dekomposisi secara larnbat,
sehingga t e rjadi akumulasi bahan organik (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Hardjowigeno, (1993) rnengemukakan garnbut terbentuk dari bahan organik
cepat dari pada laju dekomposisinya. Keadaan demikian t e j a d i pada tempat-tempat
yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen sangat terlambat. Hal ini akan
mernperlambat proses dekornposisi bahan organik dan tejadilah akurnulasi bahan
organik.
Hal serupa dikemukakan oleh Maltby (1997) bahwa tanah gambut terbentuk
akibat akumulasi bahan organik sebagai hasil perombakan tidak sernpurna dari sisa
jaringan tanaman yang mati pada suatu kondisi air yang berlimpah yang
mengakibatkan kekurangan oksigen. Akumulasi ini dipicu oleh faktor-faktor lingkungan
antara lain p H rendah dan pasokan hara sedikit. Pada saat proses perombakan bahan
organik berjalan larnbat dan sisa-sisa tumbuhan terus rnenimbun maka terbentuklah
deposit garnbut. -
Van Heuveln
eta/.,
(1960) rnernbedakan proses pembentukan garnbut dalarndua tahap; (1) proses geogenesis, rnerupakan proses akurnulasi bahan organik
(menghasilkan bahan induk), (2) proses pedogenesis, merupakan proses pernatangan
gambut yang t e j a d i pada awal reklamasi atau pengeringan tanah garnbut yang
rneliputi, (a) pematangan fisik, proses pernatangan disebabkan dehidratasi akibat
drainase dan evaporasi, (b) pernatangan kirniawi, diakibatkan oleh kehilangan
kelembaban dan masuknya udara kedalarn pori-pori tanah garnbut, (c) pematangan
biologi, akibat pencarnpuran oleh mikrofauna (moulding), yang menghasilkan mu//atau
moder. Pembentukan mu// terjadi pada tanah gambut yang rnengandung liat dan pH
tinggi atau sedang. Sedangkan pembentukan m o d e r t e rjadi pada lapisan atas (topsoi,
tanpa atau dengan kadar liat yang rendah.
Pada kondisi curah hujan yang tinggi, keadaan yang sangat basah pada tanah
akibatnya perrnukaan tanah gambut meningkat dan membentuk gambut yang tebal.
Tanah garnbut yang tebal ini dikenal sebagai tanah gambut ornbrogen atau gambut air
hujan, yaitu tanah garnbut yang pernbentukannya dipengaruhi oleh air hujan
(Andriesse, 1974). Tanah garnbut ini urnurnnya dikenal sebagai garnbut pedalaman.
Menurut Hardjowigeno, (1996) tebalnya garnbut ornbrogen ini menyebabkan akar
tanaman tidak rnampu lagi rnencapai tanah mineral dibawahnya selain itu juga luapan
air sungai tidak dapat lagi rnenggenangi perrnukaan tanah gambut ini. Hal ini
menyebabkan garnbut ombrogen tidak subur.
Pembentukan garnbut pantai dimulai dari akurnulasi bahan organik d i daerah
belakang tanggul sungai (/evee) yaitu di daerah backswamp. Pada waktu garnbut
belum tebal, akar-akar tanarnan rnasih dapat mengambil unsur hara dari tanah mineral
di bawahnya serta mendapat tambahan unsur hara dari luapan air sungai, sehingga
vegetasi yang turnbuh juga kaya unsur hara. Bila vegetasi ini membusuk akan
mernbentuk tanah garnbut yang subur (Hardjowigeno, 1996).
Gambut transisi berada diantara garnbut pantai dan garnbut pedalarnan yang
rnernpunyai sifat-sifat transisi dengan vegetasi mangrove dan hutan kayu-kayuan
berdaun lebar (Angiospermae) (Riwandi, 2000).
Klasifikasi Tanah Gambut
Cara-cara klasifikasi tanah garnbut sangat dipengaruhi oleh latar belakang ilrnu
pengetahuan yang ditekuni oleh orang yang rnengklasifikasikan. Sedangkan kerincian
dalam klasifikasinya sanqat dipengaruhi oleh sejauh rnana orang tersebut mengetahui
keragaman sifat-sifat tanah gambut yang ditemukan diberbagai wilayah (Hardjowigeno,
Andriesse (1974) rnengusulkan klasifikasi tanah gambut didasarkan pada;
asosiasi tumbuhan yang rnernbentuk tanah garnbut (kornposisi fisik), kornposisi kimia,
fisiografi rawa garnbut, dan jenis bahan mineral d i bawah garnbut, serta ketebalan
gambut itu sendiri. Faktor-faktor ini penting dalarn mengkaji nilai kegunaan lahan
gambut untuk pertanian serta potensi reklarnasi yang lebih ditekankan pada tujuan
praktis.
Dalarn sistern klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (1983) tanah gambut atau
Organosol dibagi dalam tiga kategori, yaitu; Organosol Fibrik, yang didominasi oleh
bahan fibrik sedalarn 50 crn atau berfapis sampai 8 0 crn dari perrnukaan. Organosol
Hemik, yang didominasi bahan hernik sedalarn 50 crn atau berlapis sarnpai 80 crn dari
perrnukaan, dan Organosof Saprik, ialah Organosol selain Organosol Fibirik dan
Organosol Hernik, yang umumnya didominasi oleh bahan saprik.
Berdasarkan klasifikasi tanah FA0 (1974) tanah gambut d i ~ o l o n g k a n sebagai
Histosol, dan dibagi rnenjadi: Histosol Gelik, Histosol Distrik, dan Histosol Eutrik.
Histosol Gelik rnempunyai sifat permafrost sarnpai kedalarnan 200 cm dari permukaan.
Histosol Distrik adalah H~stosol yang mempunyai pH (HzO) kurang dari 5.5, sekurang-
kurangnya pada beberapa bagian lapisan antara 20 dan 50
cm
dari permukaan.Histosol Eutrik adalah Histosol lain yang tidak tergolong ke dalam Histosol Gleik dan
Histosol Distrik serta rnempunyai p H lebih dari dan sarna dengan 5.5 dan kejenuhan
basa lebih dari 50 persen.
Menurut Hardjowigeno (1998) awalnya klasifikasi tanah garnbut rnasih sangat
terbatas dan sederhana namun dengan rneningkatnya pengetahuan tentang sifat-sifat
disajikan dalam Kunci Taksonorni Tanah. Histosol rnenurut Taksonorni Tanah (Soil
Survey Staff, 1999), pada kategori subordo dibedakan berdasarkan jenuh air atau tidak
selama pernbentukan, dan tingkat dekornposisinya. Histosol yang selarna
pembentukannya hanya jenuh air selarna kurang dari 30 hari disebut Folist, sedangkan
yang selarna pernbentukannya jenuh air dalam jangka panjang adalah Fibrist (sedikit
terlapuk), Hemist (pelapukan sedang), dan Saprist (pelapukan lanjut). Pada tingkat
great group klasifikasi Histosol sebagian besar didasarkan pada regim suhu tanah,
regim kelembaban tanah, asal bahan serat (spagnum), ada tidaknya horison sulfurik,
bahan sulfidik, atau bahan humiluvik. Pada tingkat subgroup didasarkan pada
keberadaan lapisan air, lapisan mineral (terik), limnik, batuan (litik), fluvaquentik, asal
bahan serat (spagnik), dan lapisan bahan organik lain (fibrik, hemik, saprik).
Sedangkan pada tingkat farnili dibedakan rnenurut kelas ukuran butir (hanya digunakan
dalam subgroup terik), kelas rnineralogi, kelas reaksi tanah (euik, dysik), regim suhu
tanah, dan kedalaman tanah.
Sifat Umum Tanah Garnbut
Kesuburan
Tanah
G a m b u tKualitas gambut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, jenis
garnbut, jenis turnbuhan pembentuk garnbut dan lingkungan pembentukan garnbut.
Andrjesse (1974) mengemukakan bahwa kesuburan alamiah tanah garnbut sangat
beragarn tergantung pada berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan tanah garnbut dan
tingkat dekomposisi, kornposisi penyusun garnbut dan tanah mineral yang berada di
Gambut yang terbentuk diatas endapan pasir kuarsa lebih miskin dibanding
yang terbentuk diatas endapan liat dan dari daerah vulkan. Garnbut yang dipengaruhi
air sungai yang berhulu di daerah vulkan lebih kaya dibandingkan yang berhulu
didaerah rawa atau tergantung hanya pada air hujan saja (Widjaja-Adhi, 1988).
Ketebalan garnbut dan jenis tanah mineral yang ada dibawahnya juga
berpengaruh terhadap kesuburan tanah garnbut. Garnbut tebal pada umurnnya lebih
miskin dari garnbut tipis. Narnun kenyataannya dilapangan menunjukkan tidak semua
gambut tipis baik diusahakan untuk pertanian. Ternyata gambut tipis yang berada
diatas pasir kuarsa rniskin unsur hara (Widjaja-Adhi, 1988).
Polak (1941 dalam Ismunadji dan Soepardi, 1984) rnengusulkan beberapa
faktor yang dapat dipakai sebagai pertirnbangan dalarn mengklasifikasikan gambut
sekaligus rnenentukan kesuburan tanahnya, yakni: (a) posisi relatif gambut terhadap
air, yaitu berada diatas atau dibawah muka gambut, (b) pembentukan garnbut terjadi
secara lokal (autochUIone) atau dari luar (al/ochChone), (c) kandungan bahan organik,
(d) kornposisi vegetasi dan (e) keberhasilan mernbentuk lapisan gambut.
Fleischer (da/am Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) menggolongkan gambut
ke dalam tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan N, KzO, PzO5, CaO
dan kadar abunya, yaitu: (1) garnbut eutrofik mernpunyai tingkat kesuburan yang
tinggi, (2) garnbut mesotrofik dengan tingkat kesuburan sedang, dan (3) gambut
oligotrofik mempunyai tingkat kesuburan yang rendah.
Menurut Leiwakabessy (1978) tingginya kandungan basa-basa gambut eutrofik
disebabkan pembentukannya antara lain dipengaruhi oleh air payau (carnpuran air laut
dan air sungai). Sedangkan pembentukan gambut rnesotrofik dipengaruhi oleh air
Sumatera Selatan bersifat eutrofik dan mesotrofik, d i Jambi bersifat mesotrofik dan oligotrofik, sedangkan di Katimantan bersifat oligotrofik.
Ketersediaan Unsur Hara
Ketersediaan unsur hara terutama unsur-unsur rnakro seperti N, P, dan K serta
sejumtah unsur mikro dalam tanah gambut tergolong rendah. Kadar N (N-total) dalam
tanah gambut tergolong tinggi, tapi sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia, karena
dalarn bentuk N-organik. Nitrogen tanah dalarn bentuk kornplek organik dapat menjadi
tersedia bagi tanaman apabila telah diubah menjadi N-anorganik rnelalui mineralisasi
(Stevenson, 1994). Kandungan N-total tanah gambut berkisar antara 2000-4000 kg
N/ha pada lapisan 0-20 cm dari perrnukaan tanah (Driessen, 1978).
Seperti halnya Nitrogen, fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijurnpai
dalam bentuk P-organik, yang dapat rnenjadi tersedia jika telah mengalami proses
mineralisasi oleh jasad mikro. Menurut Tisdale, et
a/.,
(1985) proses mineralisasi P-organik oleh jasad rnikro sangat dipengaruhi oleh nisbah C dan P. Pada keadaan
nisbah C dan P rnencapai 300 akan terjadi imobilisasi P oleh jasad mikro, P akan
digunakan sebagai energi dan penyusun struktur sel jasad rnikro. Sedangkan pada
nisbah C dan P rnencapai 200, proses mineralisasi akan b e j a l a n lebih cepat daripada
proses imobilisasi, sehingga P akan dapat lebih tenedia bagi tanaman. Proses
rnineralisasi ini akan lebih konstan bila nisbah C, N dan P mencapai lebih sebesar 100 :
10 : 1. Dengan demikian proses mineralisasi yang t e j a d i pada tanah gambut
berlangsung larnbat, karena nisbah C dan P sangat lebar (Miller dan Donahue, 1990).
Berbeda dengan tanah mineral yang urnurnnya mengandung berbagai jenis
garnbut, kandungan unsur ini tergolong rendah. Hal ini menurut Ismunadji dan
Soepardi, (1984) karena urnurnnya tanah garnbut di Indonesia tergolong ke dalarn
garnbut ornbrogen yang bersifat oligotropik. Selain itu unsur K terikat karena gaya-
gaya kolurnbik dan elektrostatik sehingga rnudah digantikan unsur lain (Senesi, 1994).
Kandungan unsur rnikro tanah garnbut urnurnnya terdapat dalarn jurnlah yang
sangat rendah. Menurut Kanapathy (1972) tanah-tanah yang berkadar bahan organik
tinggi seperti garnbut, sebagian besar hara rnikro, terutarna tembaga dikhelat cukup
kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanarnan. Andriesse (1988)
rnengemukakan grup karboksilat dan fenolat dari tanah garnbut dapat mernbentuk
ikatan kompleks dengan unsur rnikro, sehingga mengakibatkan unsur rnikro rnenjadi
tidak tersedia bagi tanarnan. Menurut Driessen (1978) kandungan unsur rnikro tanah
garnbut pada fapisan bawah jauh lebih rendah daripada kandungan unsur rnikro pada
25 crn teratas. Meskipun demikian dalam beberapa kasus, kandungan unsur haia rnikro
lapisan bawah bisa lebih tinggi karena adanya pencampuran dari bahan liat atau
mineral dibawah garnbut.
Kemasaman Tanah
Kernasamarn rnerupakan indikasi yang penting bagi reaksi-reaksi kimia yang
t e qadi di dalarn tanah. Urnurnnya tanah garnbut d i Indonesia, bereaksi masarn hingga
sangat rnasam dengan pH kurang dari 4.0, (Isrnunadji dan Soepardi, 1984). Nilai pH
yang rendah rnenurut Polak (1952 da/am Andriesse, 1974) disebabkan oleh asarn organik bebas sepei-ti asam hurnat dan asam fulvat yang merupakan hasil perornbakan
yang banyak rnengandung ion hidrogen rnenyebabkan pH-nya lebih rendah dari tanah
rnineraf (Brady, 1990).
Menurut Tisdale e t
a/.
(1985) asam-asam organik tergolong k e dalam asarnlemah, sehingga memiliki kernarnpuan besar dalarn rnernpertahankan reaksi-reaksi
karena perubahan kernasaman. Apabila pH dinaikkan akan t e qadi disosiasi ion H pada
gugus reaktif dan pH akan berubah rnendekati pH awal dan tidak rnelonjak jauh. Oleh
sebab itu untuk rnenaikkan pH sampai pH tertentu diperlukan basa-basa dalarn jumlah
banyak.
Kapasitas Tukar Kation dan Basa-basa
Kapasitas tukar kation tanah garnbut rnenurut Kussow (1971) berkisar antara
100 dan 300 rne/100 g tanah. Hasil penelitian Salarnpak (1999) rnenunjukkan nilai
Kapasitas Tukar Kation bervariasi rnenurut lokasi dan tingkat pelapukan garnbut. Secara
keseluruhan tanah gambut pantai Samuda rnernpunyai kisaran KTK sebesar 138.4-
238.31 rne/100 g, kisaran KTK gambut transisi Sampit adalah 137.1-268.5 me/100 g,
dan kisaran KTK tanah garnbut pedalarnan Berengbengkel adalah sebesar 183.0
me/100 g tanah.
Tingginya kapasitas tukar kation garnbut disebabkan oleh rnuatan negatif
bergantung pH yang di rniliki oleh tanah garnbut. Surnber rnuatan ini sebagian besar
berasal dari gugus karboksil dan sedikit dari gugus fenol dan enol (Driessen dan
Soepraptohardjo, 1974).
Kandungan basa-basa (Ca, Mg, K, dan Na) dalam tanah garnbut urnurnnya
tergolong rendah terutarna garnbut oligotrofik. Menurut Lucas (1982) rata-rata
oligotrofik sekitar 0.3%. Kandungan Mg pada kedua jenis tanah garnbut tersebut
masing-masing sekitar 0.3 dan 0.6%.
Walaupun rnerniliki nilai KTK yang tinggi
,
tanah garnbut memiliki nilaiKejenuhan Basa (KB) yang sangat rendah. Hasil penelitian Tim Fakultas Pertanian IPB,
(1974) rnenunjukkan niiai KB tanah garnbut di Kalimantan Tengah < 10%. Hal ini
berhubungan dengan kandungan basa-basa yang rendah pada tanah garnbut ini dan
disertai dengan nilai KTK tanahnya tinggi, sehingga ketersediaan basa-basa juga
rnenjadi rendah.
Asam-asam Fenolat dalam Tanah Gambut
Menurut Driessen (1978) tanah garnbut tebal di Indonesia rnengandung kurang
dari 5 % fraksi anorganik sedangkan selebihnya adalah fraksi organik, yaitu lebih dari
95%. Fraksi organik tersebut sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa non hurnat,
sedangkan senyawa-senyawa hurnat hanya sekitar 10 hingga 20 %. Senyawa non
hurnat sebagian besar rneliputi senyawa lignin, selulosa, herniselulosa, lilin, tanin, resin,
suberin, sejurnlah kecil protein, dan lain-lain. Sedangkan senyawa-senyawa hurnat
tersebut terdiri dari asarn hurnat, hirnatomelanat, dan hurnin (Tan, 1993; Stevenson,
1994).
Dekomposisi bahan organik dalarn keadaan anaerob akan rnenghasilkan
beberapa senyawa dan gas, antara lain adalah metan, hidrogen sulfida
,
etilen, asamasetat, asam butirat, asam laktat, dan asam-asam organik lainnya seperti asam-asam
fenol. Sebagian besar dari asam-asam ini bersifat racun bagi tanarnan (Wang e t al.,
Kornposisi bahan organik berkaitan erat dengan jenis asam-asam organik yang
dihasilkan selarna proses dekornposisi. Flaig, Beuteelspacher dan Rietz (1975)
rnengernukakan bahwa dari proses degradasi lignin dihasilkan asam-asam fenolat,
sedangkan dari selulosa dan herniselulosa dihasilkan asam-asam karboksilat. Dari
berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa asam-asam fenolat lebih bersifat
fitotoksik bagi tanarnan dan menyebabkan pertumbuhan tanarnan rnenjadi terharnbat
(Driessen, 1978; Stevenson, 1994; Tsutsuki, 1984; Prasetyo, 1996).
Beberapa jenis asarn fenolat yang rnerupakan hasil dari proses disintegrasi
lignin adalah asam pkurnarat, asam o-kumarat, asarn phidroksibenzoat, asam
fenilasetat, asarn klorogenat, asarn o-hidroksifenilasetat, asam 4-fenilbutarat, asarn p
hidroksifenil-propionat, asam 3,4-dihdroksifenil-propionat, asarn vanilat, asarn ferulat,
asam salisilat, asarn galat, asam sinapat, asam gentisat, asam kafeat, asarn
prokatekuat dan asarn syringat (Stevenson, 1994). Secara ringkas Orlov (1995)
rnenggambarkan proses disintegrasi lignin dalam suatu skerna hipotesis seperti
disajikan pada Garnbar 1.
Pengaruh Asam-asam Fenolat Terhadap Tanaman
Driessen, (1978) rnengernukakan bahwa asam-asam fenolat mernpunyai
pengaruh langsung terhadap proses biokimia dan fisiologi tanarnan, serta penyediaan
hara di dalam tanah. Menurut Takajima (1960 da/am Tsutsuki, 1984) pada kisaran
konsentrasi asam-asam fenolat 0.6 - 3.0 mM dapat rnengharnbat perturnbuhan
perturnbuhan akar padi sampai 50 %. Hasil penelitian Prasetyo, (1996) yang
COOH COOH COOH
Fsrulic Sinabic acid P;Cwrnaric
acid acid
O H
I
COOH COOH I
Vanilic acid Syringic - COOH acid P-h~droxybenzoic acid
coou
Protocalf~huic acid
Oxidation
1
DecarboxylationI
[image:180.516.86.430.66.553.2]COOH Gallic acid
perturnbuhan akar tanaman padi dalam kultur larutan, pada kadar asam-asam fenolat
yang relatif rendah yakni, 0.52 mM/I untuk asarn ferulat, 0.61 mM/I untuk asam p
kurnarat, 0.73 mM/I asarn phidroksibenzoat, 1.19mM/I asarn vanilat, l.lOlrnM/I asam
siringat, dan 1.12 mM/I asarn sinapat. Menurut Tadano et a/., (1992) berdasarkan
tingkat toksisitasnya asarn ferulat mernpunyai efek toksik paling tinggi, kemudian diikuti
oleh asam pkumarat, asam vanilat, asarn siringat dan asarn phydroxybenzoat.
Percobaan yang dilakukan oleh Tadano
et a/.
(1992) yang khusus melihatpengaruh asam phidroksibenzoat terhadap tanaman padi dalarn kultur air yang
diperkaya unsur hara, rnenunjukkan perlakuan asam phidroksibenzoat yang diberikan
terus menerus sampai panen dengan konsentrasi lebih dari 0.1 m M a k a n rnenurunkan -
bobot kering tanaman bagian atas dan biji saat panen. Perubahan dalarn jumlah biji
rnatang
,
biji hampa, dan biji total pertanaman juga t e ja d i dengan meningkatnya kadarasam phidroksibenzoat dengan pofa yang sama dengan pengaruhnya terhadap bobot
kering tanarnan padi.
Menurut Patrick (1971) pengaruh penting yang disebabkan oleh bahan-bahan
fitotoksik hasil pelapukan bahan organik adalah tejadinya perubahan perrneabilitas sel
tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan Lain rnengalir keluar dari sel, nekrosis
pada sel akar, rnenghambat dan menunda perkecambahan. Selain itu, bahan fitotoksik
ini dapat mematikan biji, rnenghambat pertumbuhan akar, pertumbuhan tanarnan
kerdil, mengganggu serapan hara, khlorosis, layu dan mernatikan tanaman.
Asam-asam fenolat juga berpengaruh terhadap serapan unsur hara oleh
adanya asam-asam fenolat pada konsentrasi 250 pM; asarn salisilat dan ferulat
rnenyebabkan terharnbatnya serapan kaliurn dan fosfor oleh tanarnan gandum; serta
serapan fosfor oleh tanaman kedelai terganggu oleh adanya asarn ferulat pada
konsentrasi 500 hingga 1000 pM (Hartley dan Whitehead, 1984). Hasil penelitian
Whitehead (1964 d&m Stevenson, 1982) pada tanarnan tebu menunjukkan pada
konsentrasi > O . l p M / 100 g tanah dapat menirnbulkan keracunan yang rnenyebabkan
akar kurang berkembang, pendek-pendek, tidak rnemiliki akar rambut, berwarna coklat,
ujung daun berwarna kuning dan tumbuh kerdil.
Pembentukan Senyawa Komplek Organo
-
KationKonsep Dasar Pembentukan Senyawa Kornplek
Pembentuk komplek t e j a d i rnelalui suatu reaksi antara suatu ion logarn
polivalen dan ligan rnelalui pemakaian