Lampiran 1.Flowchart Pelaksanaan Penelitian lahan irigasi dan nisbah antara luas Panein dengan
luas lahan irigasi
Dikaji keandalan jaringan
Ditentukan nilai potensi produksi padi dalam aras pencapaian maksimal
42
Lampiran 2. Perhitungan Rerata Radiasi Matahari
Rataan 2010 = 189+209+209+216+221+227+223+189+202+215+189+209 Kal /cm
2,hari
Rataan 2011 = 198+185+199+195+207+218+214+203+199+199+209+182 kal /cm2,hari 12
= 2408 kal /cm
2,hari
12
= 200,6 kal/cm2, hari
Rataan 2012 =200+193+221+221+230+234+221+209+218+203+208+205 kal /cm2,hari 12
= 2563 kal /cm
2,hari
12
= 213,5kal/cm2, hari
Rataan 2013 = 191+217+215+223+208+221+206+189+187+181+174+182 kal /cm2,hari 12
= 2394 kal /cm
2,hari
12
= 199,5 kal/cm2, hari
Rataan 2014 = 178+204+220+209+201+227+209+194+203+202+175+184 kal /cm2,hari 12
= 2406 kal /cm2,hari 12
Lampiran 3. Perhitungan Potensi Produksi PadiPer Satuan Luas Lahan
= 7,80 ton/ha padi kering giling
Tahun 2011
= 7,52ton/ha padi kering giling
Tahun 2012
= 8,00ton/ha padi kering giling
44
W = 0,025 x 30 x 241,86
4000 10
4 g/m2
= 3740kg/ha = 3,74ton/ha
= 7,48ton/ha padi kering giling
Tahun 2014
W = Eu x T x Rs
K 10
4 g/m2
Dimana: Eu = 0,025 T = 30 hari
Rs = 202,5kal/cm2, hari K = 4000 kal/g
W = 0,025 x 30 x 238,97
4000 10
4 g/m2
= 3790 kg/ha = 3,79ton/ha
46
Lampiran 5. Perhitungan Aras Pencapaian Produksi Padi
Lampiran 6. Nilai Radiasi Matahari (Rs, kalori/cm2 hari) untuk wilayah Kecamatan PaneiKabupaten Simalungun
Tahun Bulan Jumlah Rataan
(kal/cm2 hari) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
2010 189 209 209 216 221 227 223 189 202 215 189 209 2498 208,1 2011 198 185 199 195 207 218 214 203 199 199 209 182 2408 200,6 2012 200 193 221 221 230 234 221 209 218 203 208 205 2563 213,5 2013 1919 217 215 223 208 221 206 189 187 181 174 182 2394 199,5 2014 178 204 220 209 201 227 209 194 203 202 175 184 2406 202,5 Sumber: BBMKG Wilayah I Medan dan SPMK Kebun Marjandi PTPN IV Kecamatan Panei Kab Simalungun (2014)
Nama Stasiun : SPMK Kebun Marjandi Elevasi : 700 mdpl
48
Lampiran 7. Luas Lahan Beririgasi di Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun
Berpengairan (Ha) Tahun Irigasi
Teknis
Irigasi ½ Teknis
Irigasi Sederhana
Jumlah
2010 1.186 913 - 2.099
2011 1.186 913 - 2.099
2012 2.140 - - 2.140
2013 2.140 - - 2.140
2014 2.140 - - 2.140
Lampiran 8. Data Kerusakan Areal Panen (Puso), Produktivitas dan Luas Panen Padi Sawah Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun
Tahun Puso (Ha)
Luas Panen * (Ha)
Produksi ** (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2010 0 4.909 26288 5,35
2011 0 4.909 26288 5,35
2012 0 3.634 19515 5,37
2013 0 4.581 25468 5,55
2014 0 4.581 25468 5,55
50
Lampiran 9. Daftar Wawancara Petani
No. Nama Varietas Desa Nilai T Permasalahan Air Irigasi Musim Tanam 12. Lince br. Manihuruk Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 13. Amri Sidabutar Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 14. Fauzi Sidabutar Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 15. Fahmi Sidabutar Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 16. B. Manullang Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
17. D.Siboro Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
18. R. br. Regar Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 19. Medy Sinambela Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
20. H.S Napitu Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
21. Pitu Siallagan Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 22. St. Roberdo Sinaga Spd Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
23. K. Hutagaol Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
25. Sittong Sihotang Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
26. Benget Do Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
27. Sujono Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
28 Parlindungan Purba Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun 29. P. Sipahutar Ciherang Parsaguan 30 hari Terpenuhi 2 kali dalam 1 tahun
52
Lampiran 10. Daftar Wawancara Dinas Pertanian Kecamatan Panei
No Nama Jabatan Keterangan
1 Hotman P, SP Kepala Koordinator Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP3K KP)
- Dinas Pertanian selalu mengadakan Pertemuan di tiap minggu nya,tepatnya pada hari selasa dengan kelompok Tani di Kecamatan Panei.Pertemuan ini merupakan sarana pelaporan dari petani apabila ada permasalahan di lahan petani tersebut, kemudian disampaikan ke Dinas. - Dinas selalu menyediakan benih bersubsidi, tapi apabila ada pihak
swasta yang ingin mengadakan kerja sama petani akan mendapatkan bibit secara gratis, dan petani mendapatkan potongan harga dari harga jual dipasar. Petani setempat belum tentu mendapatkan benih tersebut tergantung anggaran yang diberikan dari pusat dan adanya kerja sama dengan pihak lain.
- Dinas pertanian selalu menyediakan persediaan Pemberantasan Hama setiap tahun. Pemberantasan ini diberikan secara gratis apabila ada pelaporan dari Petugas Penyuluh Pertanian (PPL).Penyaluran pemberantasan hama di lapangan akan dilakukan oleh petugas PPL bersama Gabungan kelompok petani(GAPOKTAN) setiap pekan nya. 2 Ir. Ramli Saragih Petugas Penyuluh
Lapangan Kecamatan Panei desa Parsaguan
- Dinas Pertanian tidak menyediakan atau memberikan pupuk secara gratis kepada petani setempat setiap waktunya,akan tetapi apabila ada pihak swasta yang mau bekerjasama maka setiap kelompok Tani akan kami ajukan ke pihak swasta tersebut untuk bekeja sama. Dinas pertanian juga melakukan pengawasan kepada distributor-distributor dalam penjualan pupuk bersubsidi ke petani.
Lampiran 11. Gambar Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun
56
58
64
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta. AAK. 1992. Budidaya Tanaman Padi. Kanisus, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009. Pengelolaan Air Pada Padi Sawah Irigasi. http://litbang.deptan.go.id [Diakses pada 15 Februari 2015].
Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun. 2013. Statistik Pertanian Kabupaten Simalungun 2
Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun . 2014. Statistik Daerah Kecamatan Paneii 2014. Katalog BPS : 1101002.1209090. tanggal 15 Februari 2015].
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2011. Inovasi Teknologi Padi Penas KTNA XIII-2011. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kutai
Kartenegara.
Doorenbos, J., and W. O. Pruit. 1984. Guidelines For Predicting Crop Water Requitmen. FAO, Rome.
Ginting, S. A. S. 2013. Kajian Saluran Irigasi Tersier Di Desa Sei Beras SekataDaerah Irigasi Sei Krio Kecamatan Sunggal Kebupaten Deli Serdang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hansen, V. E., Israelsen, O. W., and Stringham, G. E. 1992.Dasar-Dasar Dan Praktek Irigasi Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G., dan M. M. Sutedjo.1990. Teknologi Pengairan dan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara. 2014.HARIAN ANALISA, Tanggal 29 Desember 2014.
Kompas. 27 Desember 2014, hlm. 1 kol. 6 dan 7.
Mawardi, E. 2007. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Alfabeta, Bandung.
40
Pusposutardjo, S. 1991.Analisis Tinjau (Reconaissance Analysis) Potensi Sistem Irigasi Indonesia Untuk Mendukung Swasembada Beras. Jurnal Teknik Pertanian hal: 10-27. Perhimpunan Teknik Pertanian, Bogor.
Rusydatulhal, 2004.Analisis Keragaan Teknis dan Ekonomis Irigasi Gravitasi Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Ramonia Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. USU, Medan.
Saragih, D. N. S. 2014. Kajian Potensi Produksi Padi PadaLahan Sawah Irigasi Dikabupaten Deli Serdang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Jakarta. Sumono, 2012. Meningkatkan Daya Dukung Irigasi Dan Pemahaman Aktivitas
Biologis Periodek Tanaman Padi Sawah Menuju Pertanian Presisi Dalam Upaya Memantapkan Swasembada Beras, Dalam Pemikiran Guru Besar USU Dalam Pembangunan Nasional Dewan Guru Besar USU, USU Pess, Medan.
Sutedjo, M. M., dan Kartasapoetra, A. G.1988. Budidaya Tanaman Padi. Bina Aksara, Jakarta.
Suprayono dan A. Setyono, 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Varley, R. C. G. 1995. Masalah dan Kebijakan Irigasi Pengalaman Indonesia. PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2015 di Daerah
Irigasi Parsaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian yaitu data jaringan irigasi
pada daerah irigasiParsaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun, data
produksipadi, data luas irigasi, data luas Panen, data rerata radiasi matahari yang
sampai ke permukaan bumi, data lamanya waktu pertumbuhan padi yang
diperoleh dari petani dengan metode wawancara, alat tulis, kamera dan komputer.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodeobservasi lapang dengan menggunakan
data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani
sebanyak 30 orang.
Data sekunder diperoleh dari dinas/ lembaga pemerintah terkait antara lain
Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan
Pangan(BP3K) Kecamatan Panei, Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun dan
20
Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, data primer diperoleh di lapangan melalui
wawancara dan pengukuran di lapangan, dan data sekunder melalui
literature,Selanjutnya data tersebut diolah untuk mendapatkan :
1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan
Dihitung dengan menggunakan Persamaan (1).
2. Lama Waktu Pertumbuhan
Lama waktu pertumbuhan yaitu lamanya waktu bulir padi terisi sampai padi
siap Panein, ditentukan dengan metode wawancara dengan petani sebanyak
30 orang, dan data sekunder dari literatur berkenaan dengan varietasnya.
3. Rerata Radiasi Matahari Yang Sampai Dipermukaan Bumi
Dihitung dengan menggunakan Persamaan (2).
4. Koefisien Konversi Energi Surya
Yoshida dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa koefisien konversi
energi surya untuk kawasan tropis sebesar 0,025.
5. Luas Lahan Beririgasi
Luas lahan beririgasi diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Parsaguan Dinas
PSDA Provinsi Sumatera Utara.
6. Luas Lahan Panen
Luas lahan Panen merupakan perkalian antara luas lahan beririgasi dengan
frekuensi waktu Panen.
Perkembangan luas lahan beririgasi 5 tahun terakhir diperoleh dari Unit
Pelaksana Teknis ParsaguanDinas PSDA Provinsi Sumatera Utara dan
dihitung dengan Persamaan (3).
8. Nisbah Antara Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi
9. Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produksi Padi Sawah
berdasarkan perkembangan kerusakan areal Panen minimal dalam 5 tahun
terakhir
10.Aras Produksi Padi
Dibandingkan antara potensi produksi padi dengan hasil pengukuran/ data
dilapangan.
Selain data diatas untuk memahami tentang permasalahan dilapangan
dilakukan wawancara dengan petani, BP3K dan Dinas Pertanian setempat
mengenai keterangan tentang pengelolaan air irigasi di petak tersier, masa tanam,
benih, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit.
Parameter Penelitian
Adapun parameter penelitian ini yaitu:
1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan (kg/ha)
2. Lama Waktu Pertumbuhan (hari)
3. Rata-Rata Radiasi Matahari (kal/cm2 hari)
4. Koefisien Konversi Energi Surya (%)
5. Luas Lahan Sawah (ha)
6. Luas Lahan Irigasi (ha)
7. Luas Lahan Panen (ha/tahun)
Hasil Dan Pembahasan
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang berada di
provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Simalungun berada pada .
Kabupaten simalungun menempati areal seluas 438.660 ha yang terdiri dari 31
kecamatan, 345 desa/nagori dan 22 kelurahan. Wilayah Kabupaten Simalungun
di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
Bedagai,di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir,di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Asahan (Badan Pusat Statistik,2014)
Kecamatan Paneimerupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Simalungun yang memiliki luas 77,96 Km2, Secara geografis Kecamatan Panei
berada 020 36 - 030 18’ LU dan 980 32’- 990 35’BT Dengan letak geografis
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sidamanik, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Raya, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Panombean Panei, dan sebelah Timur berbatasan dengan kota Pematangsiantar.
Desa-desa di kecamatan Panei berada di dataran sedang dengan ketinggian
501-1000 meter di atas permukaan laut,berdasarkan topografinya daerah ini 63,14%
berada pada ketinggian 501-750 m diatas permukaan laut,dan hanya 4,84% yang
berada pada ketinggian 401-500 m di atas permukaan laut. Kecamatan Panei
memiliki16 desa dan 1 kelurahan dengan jumlah penduduk 25.550 jiwa.
Parsaguan adalah salah satu desa yang memiliki lahan irigasi dan areal
Kecamatan Panei memiliki luas lahan sawah beririgasi 2.099 ha pada
tahun 2010 – 2011 dan memiliki luas lahan beririgasi 2.140 ha pada tahun 2012 -
2014. Produksi padi di Kecamatan Panei cenderung stabil sejak tahun 2010 yang
dikarenakan banyaknya program pemerintah kabupaten simalungun yang
berkosentrasi di kecamatan Panei terutama pada tanaman padi, di kecamatan
Panei produksi padi sawah mencapai 26.288 ton.
Rerata Radiasi Matahari
Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun terletak antara 020 36 - 030 18’
LU dan 980 32’- 990 35’BT, berdasarkan energi matahari yang masuk dan lama
penyinarannya memiliki nilai data radiasi matahari (Rs) yang diperoleh dari
Stasiun Sampali Medan dan SPMK Marjandi yang Menggunakan alat Campbell
Stokes yang berada di Kebun Marjandi PTPN IV (Tabel 1.) yang dianggap
mewakili Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun.
Nilai Rs digunakan untuk mengetahui nilai produksi beras bersih atau nilai
potensi produksi padi per satuan luas lahan. Hal ini menunjukan bahwa radiasi
surya sangat mempengaruhi hasil produksi tanaman padi.
Tabel 1. Nilai Rerata Matahari di Kec. Panei Kabupaten Simalungun No. Tahun Rerata radiasi matahari (kal/cm2hari)
1. 2010 208,1
Sumber: BMKG Sampali Medan dan SPMK Kebun Marjandi (2014)
Rata-rata radiasi matahari pada 5 tahun terakhir memiliki nilai yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan karena energi surya yang diterima dipuncak
atmosfer dan persen lama penyinaran yang berbeda-beda setiap tahunnya. Nilai Rs
24
Nilai Rs sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi
sawah,karena radiasi matahari sangat penting dalam tahap pemasakan biji,
pengisian gabah dan pembungaan tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2009) yang menyatakan bahwa
tanaman padi sawah menghendaki tempat yang terbuka yang selalu disinari
matahari penuh tanpa naungan dan memerlukan angin yang tidak terlalu kencang
untuk mempermudah dalam penyerbukan dan pembuahan.
Selain nilai Rs, jenis varietas padi yang digunakan merupakan sebagai
salah satu faktor dalam peningkatan produksi padi pada suatu daerah tertentu,
karena semakin unggul jenis varietas yang digunakan maka semakin besar
produksi padi yang akan dihasilkan. Petani di Kecamatan Panei daerah irigasi
Persaguan semenjak tahun 2010 dikarenakan adanya kerja sama Kelompok Tani
dengan Pihak Swasta atas rekomendasi Dinas Pertanian telah diseragamkan
menggunakan verietas ciherang sebagai bibit yang akan ditanam, karena dianggap
bahwa varietas ciherang merupakan salah satu varietas unggul yang menghasilkan
padi lebih banyak dan memiliki pertumbuhan yang tidak terlalu lama. Menurut
Badan Besar Penelitian Tanaman Padi (2011) bahwa varietas padi ciherang ini
memiliki morfologi tanaman tegak, mempunyai tinggi tanaman sekitar 107 – 115
cm dengan jumlah anakan produktif mencapai 14 – 17 batang per rumpun. Umur
tanaman mencapai 116 – 125 hari, baik ditanam pada lahan sawah dataran rendah
sampai ketinggian 500 m dpl. Ciherang termasuk jenis padi dengan tingkat
kerebahan dan kerontokannya sedang. Bentuk gabah panjang ramping dan
berwarna kuning bersih. Bobot 1000 butirnya mencapai 27 – 28 gram. Rata – rata
Potensi Produksi Padi Persatuan Luas Lahan
Potensi produksi padi yang bisa dicapai pada suatu daerah ditentukan
berdasarkan sifat atau karakter yang dimiliki oleh komoditi tersebut.Secara kasar
produksi maksimum padi ditentukan oleh faktor pembatas energi surya yang
sampai ke permukaan bumi (Rs), nilai Eu (dengan kemampuan konversi energi
surya dari tanaman padi tengahan sampai tinggi seperti varietas unggul sebesar
0,025 (2,5%), K = 4000 kal/g dan lama waktu pengisian bulir sampai masak (T) di
Kecamatan Panei = 30 hari. Berdasarkan rumus yang diperkenalkan Yosida 1983
dalam Pusposutardjo 1991 maka potensi produksi padi persatuan luas lahan di
kecamatan Panei Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 2. dan
Gambar 1.
Tabel 2. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan 5 Tahun Terakhir Kec. Panei (tahun 2010-2014)
Pada Tabel 2 disajikan nilai produksi padi yang dicapai di
Kecamatan Panei selama 5 tahun terakhir. Nilai W merupakan nilai karbohidrat
(hasil fotosintesis) bersih yang dihasilkan. Apabila nilai W dianggap merupakan
berat beras, maka dengan menggunakan konversi 0,50 dari gabah kering giling ke
26
Gambar 1. Potensi Produksi Padi Persatuan Luas Lahan Kecamatan Panei
Dari Tabel 2 Gambar 1 dapat dilihat bahwa potensi produksi padi tertinggi
diperoleh pada tahun 2012 dengan potensi 8,00 ton/ha dan potensi produksi padi
terendah diperoleh pada tahun 2013 dengan potensi sebesar 7,48 ton/ha, dengan
rata-rata 7,53 ton/ha. Data tersebut menunjukan bahwa potensi di Kecamatan
Panei masih dibawah potensi hasil yang ditunjukan dari Badan Besar Penelitian
Tanaman Padi (2011) bahwa varietas Ciherang memiliki potensi hasil 8,5 ton/ha.
Perbedaan yang terjadi salah satu faktor adalah karena adanya penurunan dan
peningkatan radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap potensi produksi padi
yang akan dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa nilai Rs yang
sampai kepermukaan bumi setiap tahun nya selalu berbeda-beda, nilai Rs tertinggi
berada pada tahun 2012 sebesar 213,5 kal/cm2, hari dan nilai Rs terendah berada
pada tahun 2013 sebesar 199,5 kal/cm2,hari. Hal ini sesuai dengan literatur
Pusposutardjo (1991) yang menyatakan bahwa energi surya yang sampai 6,6
2010 2011 2012 2013 2014
budidaya sawah. Selain nilai Rs, penurunan dan peningkatan potensi produksi
padi dapat disebabkan oleh berapa lama pengisian bulir padi hingga Panen.
Bahwa semakin lama pengisian bulir padi semakin besar pertambahan berat
kering tumbuhan tersebut.
Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi
Perkembangan luas lahan irigasi pada daerah irigasi Persaguan 5
tahun terakhir di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun secara keseluruhan
dicantumkan dalam Tabel 3 dan Gambar 2 dan rincian perkembangan luas lahan
irigasi menurut kelas irigasinya dicantumkan pada Tabel 4 dan Gambar 3.
Tabel 3. Luas Lahan Beririgasi Dan Produksi Padi Sawah 5 Tahun Terakhir Kecamatan Panei(Tahun 2010-2014)
No. Tahun Produktivitas * (Ton/Ha) Luas Lahan Beririgasi** (Ha)
1. 2010 5,35 2.099 ** Dinas Pertanian Kec. Panei (2014)
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 - 2011 luas lahan
beririgasi tetap dan pada tahun 2012 -2014 mengalami peningkatan atau terjadi
perluasan lahan sawah beririgasi di Kecamatan Panei dan pada tahun tersebut.
Akan tetapi produktifitas pada tahun 2012 lebih kecil dibandingkan tahun
2013-2014 sedangkan luas lahan beririgasi sama. Hal ini terjadi karena pembangunan
perluasan layanan jaringan irigasi yang belum selesai sepenuhnya dan belum
berfungsi secara optimal yang menyebabkan pada tahun tersebut beberapa lahan
beralih fungsi menjadi tanaman palawija untuk sementara waktu. Sehingga luas
28
Gambar 2. Luas Lahan Beririgasi Kecamatan Panei
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa Produktivitas padi di Kecamatan Panei
terendah pada tahun 2010 dan 2011, sedangkan produktivitas padi tertinggi berada
pada tahun 2013 dan 2014. Tahun 2012 – 2014 produktivitas padi cenderung
meningkat setiap tahunnya, meskipun luas lahan sawah beririgasi pada tahun
tersebut cenderung tetap (Tabel 3). Hal ini menunjukan bahwa lahan sawah
didaerah irigasi Persaguan dapat berproduksi dengan baik. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (2013) bahwa produktivitas padi rata-rata Nasional pada
tahun 2013 sebesar 5,15 ton/ha sedangkan produktivitas padi di Kecamatan Panei
yaitu sebesar 5,55 ton/ha, hal ini menunjukan bahwa produktivitas padi di
Kecamatan Panei lebih tinggi dari pada produktivitas padi di Nasional, meskipun
demikian produktivitas tersebut masih belum mendekati potensinya, yaitu
rata-rata 7,67 ton/ha. Berdasarkan data primer yang didapatkan melalui wawancara
kepada petani bahwa penyediaan air irigasi untuk pertumbuhan padi di Kecamatan
Panei daerah irigasi persaguan sudah mulai terpenuhi akan tetapi penyakit padi di
persaguan masih belum bisa di atasi secara optimal seperti mengeringnya batang
5,25
2010 2011 2012 2013 2014
padi dan bulir yang kosong. Meskipun demikian petani di Kecamatan Panei selalu
mencari solusi untuk meningkatkan produktivitas padi yaitu dengan cara
menerapkan pola tanam legowo, pemupukan sesuai anjuran dan memilih varietas
unggul yang didapatkan oleh tim penyuluhan dari Dinas Ketahanan Pangan
maupun pihak swasta yang melakukan kerja sama. Hal ini sesuai dengan literatur
Sumono (2012) yang menyatakan bahwa faktor lain dalam meningkatkan
produksi padi disamping air irigasi sebagai sarana produksi, juga perlu diimbangi
dengan sarana produksi lainnya seperti pupuk, pestisida dan zat perangsang
tumbuh.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Dinas Pertanian, Selain
petani di Kecamatan Panei yang berusaha mencari solusi dalam peningkatan
produksi padi, Dinas pertanian juga selalu memberikan bimbingan kepada petani
melalui Tim penyuluh pertanian dari Dinas Badan Penyuluhan Pertanian
Perikanan Kehutanan dan Ketahanan pangan (BP3KKP). Seorang penyuluh
menjadi pembimbing 2 kelompok Tani, dimana pertemuan dilakukan setiap
minggunya. Penyuluh ini bertugas sebagai pembimbing atau sebagai sumber
perlaporan petani atau Ketua Kelompok tani apabila terjadi masalah dilapangan.
Selain memberikan tim penyuluh sebagai pembimbing, Dinas Pertanian juga
memberikan benih dan pupuk bersubsidi kepada petani setempat baik bantuan dari
pusat maupun pihak swasta sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan
petani dan memperkenalkan benih unggul,dan sistem tanam legowo kepada petani
setempat. Selain itu Dinas Pertanian selalu menyediakan persediaan obat - obatan
30
oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) kepada petani berdasarkan hasil temuan
penyakit di lahan masing-masing petani.
Perkembangan luas lahan irigasi berdasarkan kelas irigasinya pada daerah
irigasi Persaguan 5 tahun terakhir di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun
yang meliputi irigasi teknis dan irigasi setengah teknis dicantumkan dalam Tabel
4 dan Gambar 3
Tabel 4 . Perkembangan Luas Lahan Beririgasi 5 Tahun Terakhir Kecamatan Panei(Tahun 2010-2014)
Catatan : Nisbah lahan irigasi teknis dengan irigasi semi teknis + sederhana hanya dipergunakan apabila dalam sistem irigasi terdapat paling tidak 2 tipe irigasi
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa Nisbah luas lahan irigasi teknis dengan
irigasi semi teknis + irigasi sederhana 2010 – 2011 sebesar 1,29. Pada tahun 2012
– 2014 secara keseluruhan tipe irigasi di kecamatan panei sudah menjadi irigasi
teknis. Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa pertambahan luas lahan irigasi
teknis ternyata diikuti dengan menurunnya luas lahan irigasi semi teknis dan
irigasi sederhana, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan jaringan irigasi
pada tahun 2011 – 2014 di Kecamatan Panei lebih bersifat dalam peningkatan
mutu kemampuan pelayanan (pengelolaan air) dibandingkan dengan bertambah
Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Beririgasi Kecamatan Panei
Nisbah Antara Luas Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa nisbah antara luas panen dengan
luas lahan beririgasi dapat dipakai sebagai petunjuk kemampuan pelayanan
jaringan irigasi sebagai sarana budidaya padi di lahan sawah. Perkembangan
kemampuan pelayanan jaringan irigasi secara umum dinilai atas perkembangan
luas panen yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.
Tabel 5. Nisbah Antara Luas Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi 5 Tahun Terakhir Kecamatan Panei(Tahun 2010-2014)
No Tahun Luas Irigasi
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Panei (2014)
0
2010 2011 2012 2013 2014
32
Gambar 4. Nisbah Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Irigasi Kec Panei
Pada Tabel 5 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa nisbah luas panen
dengan luas irigasi pada Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir yang tertinggi berada pada tahun 2010 dan 2011 yaitu
2,34. Sedangkan nisbah luas panen dengan luas lahan irigasi pada tahun 2012
yaitu dibawah 2. Hal ini menunjukan bahwa sasaran 2 kali tanam bisa diperoleh
hampir pada tiap tahunnya. Pada tahun 2012 diperoleh nisbah dibawah 2 karena
terjadinya penambahan luas lahan beririgasi dari tahun sebelumnya akan tetapi
semua lahan yang beririgasi tidak ditanami padi sawah, melainkan dalam masa
peralihan tersebut sebagian lahan ditanami tanaman palawija oleh petani di daerah
irigasi persaguan Kecamatan Panei (Tabel 3). Penyediaan air irigasi di daerah
irigasi persaguan Kecamatan panei sudah terpenuhi untuk mengairi semua lahan
sawah beririgasi, dimana pemberian air irigasi dilakukan secara merata sehingga
pemerataan dalam penanaman padi bisa dicapai setiap tahunnya. Oleh karena itu
sasaran 2 kali tanam padi per tahun di lahan sawah beririgasi Kecamatan Panei
sudah tercapai. Hal ini sesuai dengan literatur Pusposutardjo (1991) yang
menyatakan bahwa apabila nilai nisbah rata-rata luas panen dengan luas lahan 0
2010 2011 2012 2013 2014
beririgasi mencapai 2, maka hal ini menunjukan bahwa penanaman padi dapat
dilakukan 2 kali setahun.
Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produksi Padi Sawah
Keandalan jaringan irigasi berdasarkan angka kerusakan areal panen
(Puso) 5 tahun terakhir di Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Kerusakan Areal Panen (puso) 5 Tahun Terakhir Kecamatan Panei(Tahun 2010-2014)
No. Tahun Produktivitas (Ton/Ha) Puso (ha)
1. 2010 5,35 0
2. 2011 5,35 0
3. 2012 5,37 0
4. 2013 5,55 0
5. 2014 5,55 0
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kerusakan areal panen (puso) hampir
tidak ada ditemukan di kecamatan panei, dan pada Tabel 3 dapat dilihat
produktivitas padi cenderung meningkat setiap tahunnya,dengan produktivitas
rata-rata yang didapat dalam kurun 5 tahun terakhir sebesar 5,43 ton/ha.
Berdasarkan data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung
kepada petani bahwa lahan sawah di Kecamatan Panei walaupun sering terserang
hama penyakit yaitu berupa hama ulat dan hama tikus, hal tersebut tidak terlalu
berpengaruh dengan kerusakan areal tanaman (puso) dikarenakan Pihak dinas
dengan petani rutin melakukan pertemuan dan adanya bantuan dari pihak
perusahaan swasta, ditambah lagi dengan adanya sawah petani sebagai sawah
percontohan yang bekerja sama dengan pihak perusahaan swasta,hal ini membuat
produktifitas di daerah irigasi persaguan kecamatan panei terus meningkat setiap
34
Berdasarkan angka produktivitas padi yang cenderung naik setiap
tahunnya, hal ini menunjukan bahwa jaringan irigasi di Kecamatan Panei sudah
mulai mampu mengatasi masalah musim kemarau dan berdasarkan nisbah luasan
lahan irigasi teknis dengan irigasi semi teknis + irigasi sederhana pada Tabel 4
dapat dilihat bahwa keandalan jaringan irigasi di Kecamatan Panei sudah cukup
baik. Hal ini dikarenakan berbagai program pemerintah daerah yang terus
melakukan perbaikan sistem irigasi di daerah irigasi persaguan sehingga pada
tahun 2012 irigasi di persaguan secara menyeluruh telah memakai sistem irigasi
teknis. Debit air mencukupi untuk mengairi semua lahan sawah yang ada di
Kecamatan Panei. Hal ini sesuai dengan literatur Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) yang menyatakan bahwa pengairan padi sawah
juga merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap produksi padi.
Menurut literatur Pusposutardjo (1991) bahwa keandalan jaringan irigasi
untuk stabilisasi produksi padi sawah dapat ditentukan melalui fluktuasi luas
panen per satuan luas lahan irigasi. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa luas panen
selama kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung stabil. Berdasarkan nisbah luas
panen dengan luas lahan irigasi pada Tabel 5 bahwa penanaman padi sawah
hampir setiap tahunnya bisa dilakukan dengan 2 kali tanam. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa keandalan jaringan irigasi memang mutlak diperlukan
menunjang stabilisasi padi sawah. Hal ini sesuai dengan literatur Pusposutardjo
(1991) yang menyatakan bahwa keandalan jaringan irigasi untuk stabilisasi
produksi padi secara menyeluruh juga dapat diperlihatkan dengan menyajikan
angka perubahan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan sekali dan 2 kali
Aras Pencapaian Produksi Padi
Aras pencapaian produksi padi di Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan
Panei selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5. Dengan
membandingkan nilai produktivitas lahan yang didapat dari data sekunder dengan
nilai W (nilai teoritis) atau potensi produksi padi yang didapat dengan
menggunakan rumus Yoshida (1983) maka akan didapat aras pencapaian produksi
padi 5 tahun terakhir seperti dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5 .
Tabel 7. Aras Pencapaian Padi Kecamatan Panei (Tahun 2010-2014)
No Tahun Potensi Produksi Padi (Ton/ha)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)
Aras pencapaian produksi padi merupakan target pencapaian produksi padi
untuk menunjukan tingkat produksi padi dan efisiensi penerapan teknologi
(manajemen irigasi). Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa aras pencapaian produksi
padi dalam 5 tahun terakhir di Kecamatan Panei belum maksimal dicapai masih
lebih kecil dari 90%. Hal ini terjadi karena adanya proses peralihan pada lahan di
daerah irigasi persaguan, secara keseluruhan lahan di daerah irigasi persaguan
belum menerapkan Pemberian Pupuk Tepat Terhadap Tanaman (P2T3),
pemberian pupuk belum sesuai anjuran (dosis, jenis, waktu), dan terjadi serangan
hama kresek dan blas. Hal ini sesuai dengan literatur Pusposutardjo (2009) yang
menyatakan bahwa Jika aras pencapaian produksi padi mencapai≥ 90% maka
berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi sangat efisien.
36
menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set teknologi yang
ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak lagi, seperti
penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih banyak.
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa aras pencapaian produksi padi di
Kecamatan Panei tertinggi berada pada tahun 2013 sebesar 74,19% sedangkan
nilai aras terendah berada pada tahun 2012 sebesar 67,12%.Angka produktivitas
pada tahun tersebut kecil sedangkan nilai angka potensi produksi padi yang bisa
dicapai besar. Hal ini disebabkan oleh adanya masa peralihan yaitu sebagian lahan
di daerah irigasi persaguan ditanami tanaman palawija oleh petani,walaupun
semua lahan telah beririgasi. Potensi produksi padi yang bisa dicapai pada suatu
daerah berkaitan erat dengan radiasi matahari yang masuk ke permukaan bumi
karena nilai Rs berperan untuk mempermudah dalam penyerbukan dan
pembuahan. Hal ini sesuai dengan literatur Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (2009) yang menyatakan bahwa tanaman padi sawah menghendaki
tempat yang terbuka yang selalu disinari matahari penuh tanpa naungan dan
memerlukan angin yang tidak terlalu kencang untuk mempermudah dalam
penyerbukan dan pembuahan.
Gambar 5. Aras Pencapaian Produksi Padi Kecamatan Panei
62
2010 2011 2012 2013 2014
A
ra
s (%)
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai aras pencapaian produksi
padi yang di dapatkan berdasarkan angka di lapangan masih 70,84% dari nilai
potensi yang seharusnya bisa dicapai pada daerah tersebut. Berdasarkan data
primer dan sekunder yang diperoleh, faktor yang menyebabkan produktivitas padi
pada daerah irigasi persaguan di kecamatan panei masih dibawah 90% adalah
Penggunaan pupuk yang belum sesuai anjuran (jenis, dosis, dan waktu), serta
belum menggunakan bagan hijau daun (BWD) dan Perangkat uji tanah sawah
(PTUS), terjadi serangan hama penyakit (terutama kresek dan blas). Hal tersebut
merupakan beberapa faktor yang menyebabkan produktivitas padi di daerah
irigasi persaguan kecamatan panei masih kurang maksimal atau aras pencapaian
produksi masih dibawah 90%. Untuk meningkatkan nilai produktivitas padi agar
dapat mencapai potensinya, serta meningkatakan nilai aras pencapaian produksi
pada daerah ini yaitu masih dapat ditingkatkan lagi dengan menerapkan sistem
tanam legowo (4:1), pemberian pupuk tepat terhadap tanaman (P2T3),
menggunakan perangkat uji tanah sawah (PTUS), dan penggunaaan bagan hijau
daun (BWS) secara menyeluruh dalam proses pemupukan. Hal ini sesuai dengan
literatur Sumono (2012) yang menyatakan bahwa peningkatan produksi padi
disamping air irigasi sebagai sarana produksi, juga diimbangi dengan sarana
produksi lainnya seperti pupuk, pestisida dan zat perangsang tumbuh serta
pemakaian tenaga penyuluh sebagai pembimbing petani dalam kegiatan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Potensi produksi padi tertinggi berada pada tahun 2012 sebesar 8,00 ton/ha
dan terendah pada tahun 2013 sebesar 7,48 ton/ha.
2. Nisbah antara irigasi teknis dengan irigasi semi teknis dan sederhana tertinggi
berada pada tahun 2010 – 2011 sebesar 1,29.
3. Nisbah antara luas panen dengan luas beririgasi tertinggi berada pada tahun
2010-2011 sebesar 2,34 dan terendah berada pada tahun 2012 sebesar 1,69.
4. Tidak ditemukan Kerusakan areal panen (Puso) pada 5 tahun terakhir
terhitung mulai dari 2010-2014.
5. Aras pencapaian produksi padi di Kecamatan Panei tertinggi berada pada
tahun 2013 sebesar 74,19% dan terendah berada pada tahun 2012 sebesar
67,12%.
Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran nilai rerata radiasi matahari yang sampai ke
permukaan bumi (Rs) pada tempat penelitian secara langsung agar hasil yang
didapatkan lebih akurat.
2. Perlu pendataan jenis varietas padi yang digunakan setiap tahun.
3. Perlu dilakukan pendataan penetapan nilai T (lama pengisian bulir) yang
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi
Salah satu faktor dari pada usaha peningkatan produksi pangan khususnya
padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan.Jika
penyediaan air irigasi dilakukan dengan tepat dan benar maka dapat menunjang
peningkatan produksi padi sehingga kebutuhan pangan nasional dapat
terpenuhi.Untuk itu jaringan irigasi, baik saluran pembawa maupun saluran
pembuang dan bangunan irigasinya harusdapat beroperasi dengan baik (Mawardi,
2007).
Metode irigasi bervariasi dalam berbagai bagian dunia dan pada berbagai
tanah pertanian dalam suatu lingkungan karena perbedaan pada tanah, topografi,
persediaan air, tanaan dan kebiasaan.Metode irigasi penggenangan maupun
metode galengan dan pengolaman cocok untuk tanaman makanan ternak maupun
padi.Tanaman yang berderet diberi air dengan alur.Setiap atau kombinasi
beberapa metode bisa baik sekali diterapkan pada satu tanah pertanian
(Hansen, dkk., 1992).
Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran dan Taylor (1984)
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1. Irigasi sederhana
adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan
sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur
9
2. Irigasi setengah teknis
adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat
pengukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya
sedang.
3. Irigasi teknis
adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air
pada bangunan pengembalian, bangunan bagi dan bangunan sadap
sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap sehingga
diharapkan efisiensinya tinggi.
4. Irigasi teknis maju
adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada
seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali.
Tanaman Padi
Siregar (1981) menyatakan bahwa tumbuhan padi adalah tumbuhan yang
tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukanlah berarti bahwa tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di atas tanah yang terus menerus digenangi
air, baik penggenangan itu terjadi secara alamiah sebagai terjadi pada tanah
rawa-rawa, maupun penggenangan itu disengaja sebagai terjadi pada tanah-tanah
sawah. Dengan megahnya juga tanaman padi itu dapat tumbuh di tanah daratan
atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air.
Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Famili : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sp. (ada 25 spesies), diantaranya:
Oryza sativa L.
Oryza glabirena Steund
Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya: Indica (padi bulu)
Sinica (padi cere) atau Japonica (AAK, 1990).
Alternatif untuk pengembangan lingkungan pertanaman padi adalah
dengan mengubah hidrologi pada tanah di daerah itu. Setelah dibuatkan tanggul,
selanjutnya penggenangan dengan air tawar, baik yang berasal dari sungai pasang,
ataupun air tawar yang disalurkan melalui saluran irigasi-irigasi, memungkinkan
tanaman padi tumbuh dengan baik,dengan hasil yang lebih memuaskan
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).
Budidaya Tanaman Padi
Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanaman
anak-beranak. Demikianlah umpamanya: Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan
11
terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru. Kecepatan anak-beranak yang
begitu pesat bisa menimbulkan kesulitan untuk mengetahui manakah di antara
sejumlah batang-batangnya dalam satu rumpun itu yang merupakan batang
utamanya, dan mana yang merupakan batang-batang dari anak/tunas baru
(Siregar, 1981).
Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis.Untuk
padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman
sangat penting.Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah
harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah
lempung.Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang
besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau).Dari waduk ini
kemudian air akandialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah (Suprayono
dan Setyono, 1997).
Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan
Di dalam suatu set sistem produksi terdapat suatu nilai batas maksimum
produktifitas yang tidak dapat dilampaui tanpa merubah set sistem produksi
itusendiri. Sampai dengan satu dasawarsa yang akan datang (sampai dengan tahun
2000) secara pasti dapat ditetapkan bahwa energi surya yang dapat sampai ke
permukaan bumi akan merupakan faktor penentu batas produktifitas lahan akan
budidaya padi sawah. Yoshida (1983) dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan
bahwa secara kasar produksi maksimum padi yang ditentukan oleh faktor
pembatas energi radiasi surya yang sampai di bumi dapat dihitung dengan rumus :
W=Eu×T×Rs
K ×10
4gm/m2………(1)
W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha)
T = lama waktu pengisian bulir padi sampai masak (hari)
Rs = rerata radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi (kal/cm2 hari)
K = tetapan (4000kal/gr)
Eu = koefisien konversi energi surya (untuk kawasan tropis 0,025)
Hansen, dkk (1980) dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa Nilai
Rsdapatdihitungdengan memakairumusempiris Hargreaves
Rs=0,10 Rso (S)1/2kal/cm2hari………(2)
Dengan
Rso = energi surya yang diterima dipuncak atmosfir (kal/cm2hari)
S = persen lama penyinaran
Untuk daerah yang mempunyai Badan Meteorologi dan Geofisika salah
satu unsur iklim yang penting dan di ukur adalah nilai RS.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi
AAK (1992) menyatakan bahwa tanaman padi dapat hidup dengan baik di
daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain,
padi dapat hidup baik di daerah beriklim panas yang lembab. Pengertian ini
menyangkut curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan
musim.
1. Curah Hujan
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200
mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan
13
akanmembawa dampak positif dalam pengairan, sehingga penggenangan air yang
diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.
2. Suhu
Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman.Suhu yang
panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi, misalnya daerah
tropika yang dilalui garis khatulistiwa seperti negara kita ini.Tanaman padi dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 230C ke atas, sedangkan negara di Indonesia
pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir konstan sepanjang
tahun.Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu kehampaan
pada biji.
3. Tinggi tempat
Menurut Junghun dalam AAK (1992), hubungan antara tinggi tempat
dengan tanaman padi adalah sebagai berikut :
a. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu antara 26,50C-22,50C
termasuk 96% dari luas tanah di Jawa, cocok untuk tanaman padi.
b. Daerah antara 650-1500 meter dengan suhu antara 22,50C-18,70C
masih cocok untuk tanaman padi.
4. Sinar matahari
Tanaman padi memerlukan sinar matahari.Hal ini sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman padi yang hanya dapat hidup di daerah berhawa panas. Di
samping itu, sinar matahari diperlukan untuk berlangsungnya proses fotosintesis,
terutama pada saat tanaman berbunga sampai proses pemasakan buah. Proses
pembungaan dan kemasakan buah berkaitan erat dengan intensitas penyinaran
5. Angin
Angin mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap tanaman padi.
Pengaruh positifnya, terutaman pada proses penyerbukan dan pembuahan. Tetapi
angin juga berpengaruh negatif, karena penyakit yang disebabkan oleh bakteri
atau jamur dapat ditularkan oleh angin, dan apabila terjadi angin kencang pada
saat tanaman berbunga, buah dapat menjadi hampa dan tanaman roboh. Hal ini
akan lebih terasa lagi apabila penggunaan pupuk N berlebihan, sehingga tanaman
tumbuh terlalu tinggi.
6. Musim
Musim berhubungan erat dengan hujan yang berpengaruh di dalam
penyediaan air, dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah (ingat
penyerbukan dan pembuahan) sehingga sering terjadi bahwa penanaman padi
pada musim kemarau mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada penanaman
padi pada musim hujan, dengan catatan apabila pengairan baik.
Potensi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah
Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada cara eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi serta pengelolaan air. Dengan demikian, kinerja
jaringan irigasi akan ditentukan oleh empat faktor utama yang disebut sebagai
sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam
pengoperasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani pemanfaatan air dan
ketentuan atau aturan mengenai pengoperasian dan pemanfaatan. Dalam analisis
15
irigasi sebagai sarana pendukung budidaya padi sawah yaitu luas dan
perkembangan lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas lahan Panen dengan
lahanberirigasi dan keandalan sistem irigasi untuk stabilisasi produksi
(Pusposutardjo, 1991).
Pengembangan teknologi irigasi modern sasarannya adalah untuk dapat
memanfaatkan air di dalam suatu sistem irigasi secara efektif dan
efisien.Keefektifan dan efisiensi sistem irigasi dapat ditinjau berdasarkan kinerja
jaringan irigasi dan manajemen irigasinya (Saragih,2014).
1. Luas dan perkembangan lahan irigasi
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padisawah,
baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman
palawija.Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air
cukuptersedia.Disamping itu padi sawah juga ditemukan pada berbagaimacam
iklim yang jauhlebih beragam dibanding dengan jenis tanamanlain, dengan
demikian sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya
(Wahyunto, 2009).
Lahan irigasi ialah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air
irigasi di dalam suatu daerah irigasi.Sementara, lahan Panen ialah luasan lahan
yang diPanein sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan (padi) yang
merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Perkembangan luas lahan irigasi
secara keseluruhan irigasi merupakan nisbah antara lahan irigasi teknis dengan
semi teknis dan sederhana dapat ditulis secara matematis:
Perkembangan Luas Lahan Irigasi =
Luas Lahan Irigasi Teknis
(Pusposutardjo, 1991).
2. Nisbah antara luas lahan Panen dengan luas lahan beririgasi
Nisbah antara luas lahan Panen dengan luas lahan beririgasi dapat
digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana
budidaya padi di lahan sawah.Kemampuan pelayanan irigasi secara umum dinilai
atas perkembangan luas Panen pada suatu daerah irigasi.Apabila nisbah rata-rata
luas Panen dengan luas lahan beririgasi mencapai 2,0 maka hal ini menunjukkan
bahwa penanaman padi dapat dilakukan 2x setahun (Pusposutardjo, 1991).
3. Keandalan Jaringan Irigasi untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah
Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat
dilihat melalui fluktuasi luas Panein per satuan luas lahan irigasi.Selain itu,
keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal
Panein pada luasan tertentu selama periode tertentu pula.Jika angka kerusakan
semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan
jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu
ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).
Keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh
manajemen irigasinya.Varley (1993) mengemukakan bahwa kemajuan
pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan
manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak
17
lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak
merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.
Pusposutardjo (1991) mengemukakan bahwa keandalan fungsional
jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh manajemen irigasinya.Varley (1995)
mengemukakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia
tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di
lapanganbanyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi
kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan
pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak merata, serta jadwal giliran
pemakaian air yang yang tidak tertib.
Beberapa kendala dalam meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam
stabilisasi produk padi sawah, antara lain:
1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan
bendung ( run offon the river system)
2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal
waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara
stokhastik
3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan
berlangsung cepat
4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi
yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan
(Pusposutardjo, 1991).
Aras pencapaian produksi padi dapat diartikan sebagai target atau angka
pencapaian hasil produksi padi per satuan luas lahan untuk suatu daerah atau
lahan pertanian. Angka pencapaian ini dapat dibandingkan dengan angka teoritis
produksi padi per ha (rerata produksi maksimum) untuk memperoleh persentase
angka produksi padi. Angka ini menunjukkan tingkat nilai produksi padi dan
efisiensi penerapan teknologi. Jika aras pencapaian produksi padi mencapai
≥ 90% maka berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi
sangat efisien. Namun, dengan nilai produksi ≥ 90 % dari nilai potensial padi
akan sulit menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set
teknologi yang ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak
lagi, seperti penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air memiliki peran penting dalam setiap bidang di kehidupan
manusia.Sebagai salah satu sumber daya alam, air merupakan faktor yang
sangatpenting dan mutlak untuk sumber kehidupan.Air bergerak mengikuti
daur hidrologi dan terbagi secara tidak merata menurut geografi maupun
musim,sehingga air yang tersedia pada suatu tempat di atas bumi dari waktu
kewaktu besarnya tidak tetap (Ginting, 2013).
Dalam bidang pertanian, air yang dimaksud adalah dalam bentuk
pengairan.Pengairan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman.Kebutuhan air tanaman adalah air yang disediakan untuk mengimbangi
air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi.Kebutuhan air di lapangan
merupakan jumlah air yang harus disediakan untuk keperluan pengolahan lahan
ditambah kebutuhan air tanaman(Doorenbos dan Pruit, 1984).
Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan
sektor pertanian mengutamakan program intensifikasi, ekstensifikasi dan
diversifikasi. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam pengelolaan
pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman modern menuntut pengelolaan
air secara tepat guna, maka seluruh prasarana di daerah-daerah pertanian harus
dikembangkan dengan baik (Ginting,2013).
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan pertanian),
debit air di daerah bendung harus lebih dari cukup untuk disalurkan ke
Agar penyaluran air pengairan kesuatu areal lahan pertanaman dapat diatur
dengan sebaik-baiknya dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan
seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya
maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit
air.Dengan distribusi yang terkendali, denganbantuan pengukuran-pengukuran
tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa
menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air pengairan (Kartasapoetra
dan Sutedjo, 1990).
Padi (oryza sativa l.) tumbuh baik di daerah tropis maupun sub-tropis.Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat
penanaman sangat penting.Oleh karena air menggenang terus-menerus maka
tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah
lempung.Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar,
kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau).Dari waduk inilah
sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah
(Suparyono dan Setyono, 1997).
Dalam hal ini, irigasi memiliki peranan penting dalam peningkatan
efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan produksi beras Indonesia.Dari
segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis maju,
irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis,
diharapkan penyaluran air semakin efektif dan efisien, namun secara ekonomis
memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan saluran
irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar
3
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa keterbatasan dana pembangunan
yang tersedia, biaya investasi per satuan luas lahan beririgasi cenderung naik, dan
ketergantungan yang sangat tinggi dari produksi padi terhadap sawah beririgasi
justru menimbulkan tanggapan tentang kelemahan kinerja dari jaringan yang ada
maupun pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi yang sedang dilaksanakan.
Hal ini terutama dikaitkan dengan peran irigasi sebagai salah satu sarana utama
untuk mempertahankan swasembada beras. Dalam hasil penelitiannya dinyatakan
bahwa keandalan jaringan irigasi sebagai salah satu tolak ukur potensi sistem
irigasi di Indonesia yang diperlihatkan dengan penyajian angka perubahan luas
lahan sawah yang dapat dibudidayakan 1x dan 2x setahun menunjukkan bahwa
adanya penyusutan kemampuan pembudidayaan lahan sawah dari 2x setahun
cenderung berkurang dan perlu dikaji lebih lanjut karena sebagian terjadi dalam
bentuk pergeseran luas lahan sawah dari satu klas irigasi ke klas irigasi yang lebih
tinggi sebagai hasil pembangunan.
Pencanangan Swasembada beras bagi pemerintah Indonesia telah
dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia,bahwa dalam 3 tahun ke depan
Indonesia harus swasembada beras (Kompas , tanggal 27-12-2014, hlm. 1 kol. 6
dan 7 ).
Beberapa daerah tingkat 1 di Indonesia merupakan daerah penghasil beras
dan telah swasembada beras, diantaranya adalah Provinsi Sumatera Utara yang
merupakan Provinsi kelima terbesar penghasil beras di Indonesia ( Kepala Dinas
Pertanian Sumatera Utara dalam Harian Analisa, tanggal 29-12-2014, hlm 6, kol.
lumbung beras di antaranya adalah kabupaten Deli Serdang, Langkat, Serdang
Bedagai, dan Simalungun.
Di Kabupaten Simalungun, salah satu sektor yang dominan berperan
dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Kabupaten Simalungun
memilki luas wilayah sebesar 438.668 hektar terdiri dari lahan sawah 43.896
hektar , lahan bukan sawah 325.780 hektar dan lahan bukan pertanian 68.984
hektar. Pertanian merupakan lokmotif utama pembangunan perekonomian di
Kabupaten Simalungun, hal itu tercermin dari komposisi Pendapatan Domestik
Regional Bruto(PDRB) tahun 2013, dimana sektor pertanian memberikan
kontribusi terbesar 53,66 persen terhadap perekoniman Kabupaten Simalungun.
Kontribusi pada sektor pertanian terutama pada sub sektor pertanian tanaman
bahan pangan terus mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai 2012 hingga
mencapai 45,07 persen. Namun mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi
44,63 persen. Hal ini menjadikan Kabupaten Simalungun menjadi salah sau
daerah lumbung padi terbesar di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013
(BPS Simalungun,2013).
Lahan sawah di Kabupaten Simalungun Terdiri dari lahan sawah irigasi
seluas 2.615 hektar sedangkan pada lahan sawah non irigasi seluas 47 hektar.
Penanaman padi dengan frekuensi tanam dua kali pada lahan sawah irigasi seluas
38.306 hektar, sedangkan frekuensi tanam tiga kali dilakukan oleh petani pada
tahun 2013 seluas 501 hektar. Lahan sawah beririgasi di Kabupaten Simalungun
seluas 43.689 hektar atau sebesar 99,53 persen dari total lahan sawah di
Kabupaten Simalungun. Lahan sawah irigasi menurun 0,04 persen yaitu dari
5
sawah irigasi untuk frekuensi tanam satu kali sebesar 2.615 hektar atau meningkat
sebesar 199,54 persen dibanding tahun 2012 yaitu dari 837 hektar tahun 2012
menjadi 2.615 hektar2013, frekuensi tanam dua kali meningkat 6,92 persen yaitu
dari 35.826 hektar tahun 2012 menjadi 38.306 hektar tahun 2013, sedangkan
frekuensi tanam tiga kali menurun 555,89 persen dari tahun 2012 sebesar 3.286
menjadi 501 tahun 2013. Berarti dari luas lahan sawah irigasi 43.689 hektar
sebesar 2.615 hektar atau 5,98 persen dikelola petani dengan frekuensi tanam satu
kali, seluas 38.306 hektar atau 87,68 persen dikelola petani dengan frekuensi
tanam dua kali, seluas 501 hektar atau 1,16 persen dikelola petani dengan
frekuensi tiga kali, sedangkan seluas 2.202 hektar atau 5,04 persen tidak ditanami
padi dan seluas 56 hektar atau 0,14 persen sementara tidak diusahakan
(BPS, Simalungun 2013).Data diatas menggambarkanbahwa belum sama
frekuensi tanam lahan sawah irigasi, yang berarti ada permasalahan dalam
pengelolaan lahan atau irigasinya.
Kecamatan Panei memiliki luas 77,96 Km2, Dengan letak geografis
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sidamanik, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Raya, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Panombean Panei, dan sebelah Timur berbatasan dengan kota Pematangsiantar.
Kecamatan Panei terletak 501-1000 meter di atas permukaan laut. Parsaguan
adalah salah satu desa yang memiliki lahan irigasi dan areal persawahan di
kecamatan Panei. Luas Panen padi sawah dikecamatan Panei cenderung
meningkat dan stabil setelah tahun 2010 dikarenakan areal persawahan di
kecamatan Panei ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun sebagai areal
(BPS Simalungun, 2014).Untuk menjaga kondisi lahan persawahan agar tetap
berproduksi dengan baik, serta meningkatkan produksi padinya dengan
keterbatasan penerapan teknologi khususnya untuk kawasan lahan irigasi maka
perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi yang ada pada lahan
sawah irigasi parsaguan di kecamatan Panei dalam aras pencapaian padi yang
maksimal.
Penelitian mengenai kajian potensi produksi padi sebelumnya telah
dilakukan oleh mahasiswa Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara pada
Tahun 2014 oleh Dewi Novita Sari Saragih, Triayu Purnama Sari, Rosiana
Sianturi dan pada 2015 oleh Noviyana Tanjung dan Isty mauladina pada daerah
yang berbeda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah
daerah irigasi Parsaguan di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun dalam aras
pencapaian produksi padi yang maksimal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Dasar dalam mengkaji keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan
kualitas sarana irigasi pendukungnya dalam upaya memenuhi swasembada
7
3. Bagi masyarakat untuk membantu petani dalam pengembangan produksi
padi.
4. Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan tentang kajian
keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana
irigasi pendukungnya.
Batasan Masalah
1. Data sekunder yang diperoleh dari dinas / lembaga pemerintah terkait
minimal 5 tahun terakhir.
2. Data primer diperoleh melalui wawancara petani dan Dinas Pertanian
setempat berkenaan dengan penyediaan air irigasi, pemupukan, masa
ABSTRAK
TRIDOLAN SARAGIH: Kajian Potensi Produksi Padi Pada Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Kecamatan Panei merupakan daerah penghasil beras di Kabupaten Simalungun yang dilayani oleh sistem irigasi teknis dengan target produktifitas padi yang dihasilkan dapat mencapai potensi produksinya. Ketercapaian target tersebut dievaluasi berdasarkan aras pencapaian produksi padi periode 2010-2014. Adapun indikator penelitiannya adalah luas lahan sawah beririgasi, luas panen, produktifitas dan aras pencapaian produksi.
Hasil penelitian menunjukkan potensi produksi rata-rata 7,53 ton/ha, produktifitas rata-rata 5,43 ton/ha, nisbah luas panen dengan luas irigasi rata-rata 2,13, dan Aras pencapaian produksi rata-rata 70,48 %.
Kata Kunci: padi, aras pencapaian produksi, irigasi, Persaguan
ABSTRACT
TRIDOLAN SARAGIH : The study of Rice Production Potential in Persaguan Irrigattion Fields in Panei Districk Simalungun regency, Supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Panei district is Rice Production area in Simalungun Regency which served by technical irrigation system with target of rice productivity can reach its production potential. Achievement of the target was evaluated based on rice production target in the period of 2011-2014. As indicators of research were irrigated land, harvest area, productivity and production target.
The results showed that the average of potential production was 7,53 ton/ha, the average of productivity was 5,43 ton/ha, the average ratio between irrigation field and crops field was 2,13 and the rice production target was 70,48 %.
KAJIAN POTENSI PRODUKSI PADI DAERAH IRIGASI
PARSAGUAN DI KECAMATAN PANEI KABUPATEN
SIMALUNGUN
SKRIPSI
TRIDOLAN SARAGIH 110308055
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN POTENSI PRODUKSI PADI DAERAH IRIGASI
PARSAGUAN DI KECAMATAN PANEI KABUPATEN
SIMALUNGUN
SKRIPSI
Oleh:
TRIDOLAN SARAGIH
110308055/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan seminar hasil di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Nazif Ichwan, STP, M.Si
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
TRIDOLAN SARAGIH: Kajian Potensi Produksi Padi Pada Daerah Irigasi Persaguan Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Kecamatan Panei merupakan daerah penghasil beras di Kabupaten Simalungun yang dilayani oleh sistem irigasi teknis dengan target produktifitas padi yang dihasilkan dapat mencapai potensi produksinya. Ketercapaian target tersebut dievaluasi berdasarkan aras pencapaian produksi padi periode 2010-2014. Adapun indikator penelitiannya adalah luas lahan sawah beririgasi, luas panen, produktifitas dan aras pencapaian produksi.
Hasil penelitian menunjukkan potensi produksi rata-rata 7,53 ton/ha, produktifitas rata-rata 5,43 ton/ha, nisbah luas panen dengan luas irigasi rata-rata 2,13, dan Aras pencapaian produksi rata-rata 70,48 %.
Kata Kunci: padi, aras pencapaian produksi, irigasi, Persaguan
ABSTRACT
TRIDOLAN SARAGIH : The study of Rice Production Potential in Persaguan Irrigattion Fields in Panei Districk Simalungun regency, Supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Panei district is Rice Production area in Simalungun Regency which served by technical irrigation system with target of rice productivity can reach its production potential. Achievement of the target was evaluated based on rice production target in the period of 2011-2014. As indicators of research were irrigated land, harvest area, productivity and production target.
The results showed that the average of potential production was 7,53 ton/ha, the average of productivity was 5,43 ton/ha, the average ratio between irrigation field and crops field was 2,13 and the rice production target was 70,48 %.
RIWAYAT HIDUP
Tridolan Saragih dilahirkan di Merek Raya pada tanggal 7 April 1991 dari
ayah Jamesdin Saragih dan ibu Rusbet Purba. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA N. 4Pematang Siantar dan pada tahun
2011 penulis diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota di organisasi
Ikatan Mahasiswa Keteknikan Pertanian (IMATETA).
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan pada bulan Juli sampai