KONSENTRASI SPASIAL INDUSTRI-INDUSTRI UNGGULAN
KOTA SURAKARTA
Muhammad Arif1), Yuni Prihadi Utomo2) 1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta email:arif@ums.ac.id
1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta email: yuni_prihadi@ums.ac.id
Abstract
Surakarta is a city that has potential force as a center of economic activity; in this case the role of the industrial sector is still dominant in the formation of the city budget together with the trade sector, so that the industrial sector is still the driving force of the economy in Surakarta. This study describes the industries that became the basis of Surakarta, based on the analyst; at a regional scale, Surakarta has five leading industries i.e. food and beverage industry (ISIC 15), textiles and textile products / miscellaneous (ISIC 17), apparel (ISIC 18), printing (ISIC 22), and the furniture industry (ISIC 36). The second phase of the study was to analyze the pattern of spatial concentration based on elements of labor and industrial units, where the approach is done with a Geographic Information System (GIS) through Moran Index criteria. Results in the second phase are; the concentration of leading (basis) industrial in Surakarta located 4 Districts: (1) Mojosongo and Jebres; (2) Laweyan and Pajang (3) the District Tipes, and (4) Pasar Kliwon. The spatial distribution based on labor, explaining that the highest concentration of workers are located in Kerten and Laweyan, then spread the surrounding region as Pajang and Sondakan. The third stage of the study describes the spatial concentration of industries in Surakarta, at this stage, the approach made by the Geographic Information Systems and Entrophi Theil methods, the results of the third phase describes the locations of concentrated seed industry in Surakarta.
Keywords:driving force,ISIC, Basis Industry, LQ, moran index, entrophi theil, SIG
1. PENDAHULUAN
Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan (WP) VIII, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Surakarta terletak pada persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai daerah tujuan dan bangkitan pergerakan, sebagai dampaknya pertumbuhan ekonomi, aktivitas, serta pertumbuhan fisik kota di Surakarta melaju pesat. Selain hal tersebut Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki potensi cukup besar sebagai pusat kegiatan ekonomi, dalam hal ini peran sektor industri masih dominan pada pembentukan APBD kota bersama dengan sektor Perdagangan, sehingga sektor industri masih merupakan driving force
perekono-Menurut Arif (2014) sektor industri Kota Surakarta secara umum, disebutkan tumbuh sebesar 7 persen dalam kurun waktu 1993-2011, dalam pertumbuhan tersebut kontribusi nilai tambah sektor industri tertinggi terdapat pada wilayah Kecamatan Serengan dengan luas area industri sebesar 5.35 ha dan nilai pertumbuhan sebesar 88 persen.
Tabel 1.
Struktur Ekonomi Surakarta Atas Dasar Harga Berlaku (Persen)
Sectors 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1. Pertanian 0,06 0,06 0,06 0,05 0,05 0,048
2. Pertambangan 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03 0.03
3. Industri 23,27 21,98 20,94 24,3 23,5 23,1
4. Listrik, Gas & Air 2,57 2,57 2,61 2,4 2,4 2,4 5. Bangunan 14,44 14,8 14,49 13,25 13,3 13,3
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 25,12 25,04 25,72 27,1 27,3 28
7. Pengangkutan dan Komunikasi 11,2 11,11 11,13 10,2 10,2 10,2 8. Keuangan 10,93 10,99 11,3 10,2 10,7 10,9
9. Jasa - jasa 12,38 13,42 13,74 12,3 12,4 12,1
TOTAL 100 100 100 100 100 100
Data: BPS, PDRB Kota Surakarta berbagai edisi
Gambar 1.
Pertumbuhan Sektor Industri Berdasarkan Luasan Penggunaan Lahan Kota Surakarta Tahun 1993-2011
Sumber: (Arif, Muhammad 2015)
Pertumbuhan industri unggulan menjadi perhatian khusus dalam perkem-bangan perekonomian suatu wilayah, mengingat sektor inilah yang dapat menjadi tumpuan dalam pembentukan dan pertum-buhan ekonomi. Dalam skala regional, Surakarta memiliki industri potensial
ber-skala ekspor yang cukup banyak, sebagai-mana di sebutkan dalam Tabel 2, pada tabel tersebut dijelaskan bahwa Kota Surakarta memiliki industri berorientasi ekspor yang terkelompok dalam 10 kategori ISIC (International Standard Industrial Classifi-cation).
Tabel 2.
Nilai Produksi Berdasarkan Kelompok ISIC Industri Kota Surakarta atas Dasar Harga Berlaku (Persen)
Kelompok Industri
ISIC Sektoral
Nilai Produksi (dalam ribuan)
Kontribusi Sektor ( %)
15 Makanan dan Minuman 90.852.476 5,4%
16 Pengolahan Tembakau 842.725 0,1%
17 Tekstil 143.110.910 8,6%
18 Pakaian Jadi 364.633.106 21,8%
19 Kulit dan Barang dari Kulit 77.840.905 4,7% 20 Kayu, barang dari kayu, anyaman 144.138.380 8,6% 21 Kertas dan Barang dari Kertas 333.046.528 19,9%
22 Penerbitan, percetakan dan reproduksi
media rekaman 138.812.242 8,3%
24 Kimia dan Barang dari kimia 295.888.623 17,7% 25 Karet dan barang dari karet 81.766.857 4,9%
Total Surakarta 1.670.932.752 100%
Data: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, diolah
Rumusan Masalah
Diketahuinya sektor unggulan menjadi dasar permasalahan yang akan diteliti dalam riset ini, tahapan ini menggunakan metode perhitungan LQ(
Location Quotient
) untuk
menetapkan industri apa yang menjadi
unggulan di Surakarta, d
engan telah diketahuinya industri ungulan, perkem-bangan industri dan pertumbuhan ekonomi akan lebih terfokus.Output akhir dalam kajian ini adalah mendeteksi pola distribusi spasial (wilayah) dan konsentrasi industri unggulan berdasar-kan lokasi dan arah perkembangannya dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan model klasifikasiMoran IndexdanEntrophi Teil.
Tujuan Penelitian
Mengacu pada beberapa fenomena yang telah dipaparkan, secara umum tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mengetahui jenis dan mendeteksi konsentrasi wilayah industri unggulan Kota Surakarta. Hasil yang diharapkan adalah: pertama, diketahuinya industri unggulan Surakarta,
kedua, diketahuinya pola konsentrasi spasial industri unggulan Kota Surakarta, ketiga diketahuinya konsentrasi jenis industri unggulanKota Surakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut maka tahapan penelitian yang harus dilakukan yaitu; (1) Mengetahui industri yang menjadi unggulan di Kota Surakarta; (2) Mengetahui pola distribusi spasial (keruangan) Industri unggulan Kota Surakarta. (3) Mengetahui pola konsentrasi spasial masing-masing industri unggulan Kota Surakarta.
Pentingnya Penelitian Dilakukan
mengalami alih fungsi lahan dari non industri menjadi kawasan industri.
Penelitian ini mencoba mendeteksi arah dan konsentrasi pertumbuhan industri unggulan di Kota Surakarta, dengan diketahuinya pola tersebut diharapkan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain kebijakan tentang penataan wilayah industri di Surakarta agar dapat tertata secara spasial, struktural, dan berkelanjutan (sustainability).
2.
KAJIAN LITERATUR
Para ahli ekonomi geografi melakukan studi utuk mengetahui ketergantungan antara transportasi geografi dari suatu daerah dengan lokasi aktifitas sektor industri didaerah tersebut. Perpindahan barang-barang dan orang-orang merupakan aktifitas sangat penting dalam ekonomi klasik maupun moderen. Ekonomi klasik menyang-kut kegiatan berskala kecil dan merupakan transfer barang berskala lokal. Industri moderen berkaitan dengan aktifitas ekonomi berskala besar dan meliputi berbagai macam perpindahan barang secara internasional (Wheeler & Muller, 1986: 72), dalam Wahyudin (2004).
Masih dalam Wahyudin (2004), disebutkan pula bahwa konsentrasi spasial menyangkut sifat dan fungsi koneksi antar-tempat di dunia. Ullman (1957), menge-mukakan tiga konsep interaksi spasial yaitu: complementary, transferability and intervening opportunity.Konsep complemen-tary mengacu pada pendapat Bertil Ohlin, bahwa masing-masing daerah merupakan komplemen bagi daerah lainnya. Jika terjadi kelebihan permintaan pada suatu daerah, akan dipenuhi oleh daerah lainnya. Konsep transferability merupakan transfer kemam-puan dari daerah ke daerah lain. Hambatan utama dari konsep ini adalah adanya jarak (range) antara daerah asal dengan daerah
tujuan. Semakin dekat jarak antar daerah, tingkat interaksi cenderung semakin tinggi, demikian juga sebaliknya. Konsep terakir adalah intervening opportunity, konsep ini mengacu pada teori migrasi Samuel A. Stouffer (1940) yang mengatakan no necessary relationship betwen distance and mobility, but the number of persons going a given distance is directly propotional to the number of opportunities at that distance and inversely proportional to the number of intervening opportunities between origin and destination.
Arif dan Soeratno (2015), telah melakukan penelitian tentang pergerakan spasial 4 sektor ekonomi yaitu; sektor jasa, perdagangan, industri dan konsentrasi pemukiman penduduk di Kota Surakarta, metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah permodelan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan pende-katan patrent analysis pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pemukiman mengarah pada Kecamatan Jebres, Banjarsari, dan Serengan. Sektor jasa dan perdagangan mengarah dan mengelom-pok pada Kecamatan Serengan dan Laweyan, sedangkan sektor industri terkonsentrasi di wilayah Serengan dan sebagian wilayah Pasar Kliwon. Penelitian tersebut menjelas-kan pula tentang analisis kegunaan lahan tertinggi (highest used), dimana kegunaan lahan tertinggi sektor jasa terletak pada Kecamatan Pasar Kliwon dan Banjarsari, sedangkan sektor perdagangan dan industri terdapat pada wilayah Pasar Kliwon dan Serengan.
spesialisasi dan aglomerasi pendekatan yang dilaigunakan dalam penelitian tersebut adalah Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient (DLQ), dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil tersebut ini menunjukkan bahwa kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit, dan alas kaki memiliki pola kegiatan industri unggulan yang terspesialisasi di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Tuluagung.
Wahyudin (2004), mencoba mengung-kap pola spasial industri manufaktur berorientasi ekspor di Indonesia, hasil dari penelitian ini adalah bahwa lokasi industri manufaktur yang berorientasi ekspor di Indonesia tahun 1990 hingga tahun 1999 cenderung mengumpul di tiga pulau utama, yaitu Jawa, sumatra, dan Kalimantan. Daerah industri di pulau Jawa tahun 1990 terkonsentrasi di bagian barat (Jawa Barat dan DKI Jakarta) dan bagian timur (Jawa Timur). Pada tahun 1999 terjadi perubahan pola, dimana daerah industri berstrata sangat tinggi di Pulau Jawa terkonsentrasi hanya dibagian barat Pulau Jawa (Jawa Barat dan DKI Jakarta).
Di Sumatra hanya Propinsi Sumatra Utara saja yang berada pada strata sangat tinggi tahun 1990, pada 1999 berpindah ke Propinsi Riau. Kalimantan pada tahun 1990 dan tahun 1999 tidak mempunyai propinsi pengekspor industri manufaktur yang berada pada strata tinggi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, tingkat ekspor paling tinggi pada tahun 1990 berlokasi di sekitar pusat pusat perdagangan, dan sebagian besar dekat dengan kota pelabuhan, misalnya; Jakarta Utara, Deli Serdang, Surabaya, palembang, Medan, Musi Banyu Asin, dan sebagainya. Lebih lanjut dikemukakan oleh Wahyudin, bahwa tren indeks entropi total yang menurun sejak tahun awal pengamatan 1990 hingga tahun 1999 mencerminkan adanya
peningkatan penyebaran industri manufaktur yang berorientasi ekspor di Indonesia, dengan kata lain, pada tahun pengamatan menunjukan konsentrasi spasial yang cenderung semakin menurun.
3.
METODE PENELITIAN
Metodologi dalam studi ini menguna-kan desain penelitian data sekunder hasil survey industri dan stastistik daerah dalam angka hasil publikasi Badan Pusat Statistik Kota Surakarta dalam beberapa Tahun. Studi ini telah dilakukan dengan dua tahap, Tahap pertama adalah mengetahui industri unggulan Kota Surakarta berdasarkan kategori ISIC, pendekatan dilakukan dengan metode Shift Shared dan Location Quotient (LQ), menggunakan data kelompok industri ISIC pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 yang kemudian dibandingkan dengan kelompok yang sama pada level regional (Propinsi Jawa Tengah). Tahap kedua adalah mengetahui pola spasial konsentrasi industri unggulan di Surakarta, dalam tahap ini pendekatan dilakukan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), data yang digunakan adalah jumlah unit sektor industri unggulan pada masing-masing wilayah penelitian.
Analisis Indistri Unggulan
Analisis untuk menentukan industri unggulan Surakartadilakukan dengan menggunakan metode LQ, konsep analisis metode LQ ini dipakai untuk mengklasi-fikasikan komoditas sektor industri unggulan pada wilayah tertentu dibandingkan dengan wilayah regional (Bendavid-Val,1991).
Dimanavi adalah nilai output sektor industri di Propinsi Jawa Tengah; Vi adalah nilai output total (PDRB sektor industri) di Propinsi Jawa Tengah;vt adalah nilai output
Vt
vt
Vi
vi
LQ
/
/
sektor industri yang sama di Kota Surakarta; danVtadalah nilai output total (PDRB sektor industri) Kota Surakarta. Kriteria pengukuran dari nilai LQ yang dihasilkan mengacu kepada kriteria yang dikemukakan Bendavid-Val, sebagai berikut: Bila nilai LQ suatu komoditas > 1 maka komoditas yang bersangkutan lebih terspesialisasi dibanding-kan di tingkat regional, sehingga merupadibanding-kan komoditas unggulan bagi daerah; Bila nilai LQ suatu komoditas < 1 maka komoditas yang bersangkutan tidak terspesialisasi, sehingga bukan merupakan komoditas unggulan. Bila nilai LQ suatu komoditas = 1 maka komoditas yang bersangkutan sama tingkat spesialisasinya dengan tingkat regional.
Dalam kaitanya dengan pembahasan yang dilakukan, bila nilai LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan di daerah dan potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Apabila nilai LQ < 1 maka sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan dan kurang potensial dikembangkan sebagai pengerak perekonomian daerah (Kuncoro, 2000).
Analisis distribusi spasial sektor industri (Entropi Theil)
Analisis distribusi spasial sektor industri ini dilakukan untuk mengetahui pola konsentrasi geografis industri unggulan di Kota Surakarta. Merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2002), untuk mengetahui distribusi konsentrasi spasial suatu wilayah dapat digunakan indeks ketidakmerataan entropi Theil. Lebih lanjut dikekukakan oleh kuncoro, indeks ini mempunyai kelebihan dapat menyajikan lebih dari satu titik pada suatu waktu, dapat digunakan untuk melihat perbandingan selama waktu tertentu, dan menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang
lebih kecil. Indeks tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut;
d ij n ij ij jN
y
y
y
l
log
1
Dimana : I(yj) adalah indeks entropi
keseluruhan atas kesenjangan spasial Kota Surakarta. yij adalah jumlah tenaga kerja
sektor industri unggulan Kecamatan i terhadap seluruh jumlah tenaga kerja sektor industri unggulan yang ada Surakarta. Nd
adalah jumlah seluruh kecamatan di Surakarta.
Sedangkan untuk menjawab tujuan ketiga, digunakan metode pengukuran pemusatan titik spasial antar kecamatan di Kota Surakarta rumus yang digunakan adalah;
Yd adalah jumlah unit industri unggulan
masing-masing kecamatan dalam Kota Surakarta p ;Nrj adalah jumlah seluruh unit
industri seluruh kecamatan di Surakarta. Nilai indeks entropi berkisar antara 0 sampai dengan 1, dimana nilai 0 mengindikasikan terjadinya pemusatan secara spasial. (Kuncoro, 2002).
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Surakarta merupakan daerah urban yang menjadi simpul beberapa wilayah hinterlandnya, dengan demikian Surakarta adalah daerah pusat pertumbuhan yang menjadi bangkitan bagi wilayah disekitar Surakarta. Sebagaimana teori yang berlaku dalam ekonomi regional tentang pusat pertumbuhan, disebutkan bahwa daerah pusat pertumbuhan merupakan pusat kegiatan keekonomian dimana banyak barang dan jasa terkonentrasi dan membentuk suatu kegiatan ekonomi. Konsekuensinya adalah terjadinya
ijp rj
magnetic force yang menarik individu atau institusi yang berorientasi pada kemudahan dalam menunjang kegiatan mereka, sehingga wilayah ini menjadi wilayah padat penduduk bersama dengan aktifitasnya (Yunus, 2008:53). Data PDRB Surakarta Tahun 2014 menunjukkan bahwa perekonomian Kota Surakarta berkembang dengan ditopang oleh dua sektor inti, yaitu sektor Perdagangan dan industri.
Identifikasi Industri Unggulan Kota Surakarta
Analisis industri unggulan dalam penelitian ini menggunakan analisis Leverage Quotient (LQ), dimana konsep ini memiliki kemampuan dalam mengklasifi-kasikan komoditas sektor industri unggulan pada wilayah tertentu dibandingkan dengan wilayah regional (Bendavid-Val,1991). Kriteria pengukuran dari nilai LQ yang dihasilkan mengacu kepada kriteria yang
dikemukakan Bendavid-Val, sebagai berikut: Bila nilai LQ suatu komoditas >1 maka komoditas yang bersangkutan lebih terspesialisasi dibandingkan ditingkat regional, sehingga merupakan komoditas unggulan bagi daerah. Hasil analisis industri unggulan Kota Surakarta dirangkum dalam Tabel 3, temuan dari kajian ini
mendukung
temuan yang sebelumnya dipublikasikan
oleh Dinas Perindustrian dan
Perdaga-ngan Kota Surakarta pada Tahun 2014,
dimana dalam skala regional Surakarta
memiliki lima industri unggulan di
wilayah Jawa Tengah, kelima industri
tersebut adalah: makanan dan minuman
(ISIC
15),
tekstil
dan
produk
tekstil/aneka (ISIC 17),
pakaianjadi (ISIC
18), percetakan (ISIC 22), dan industri
mebel/furniture (ISIC 36).
Gambar 1.Pe ta administrsi K ota Surakarta
Tabel 3
Analisis Industri Unggulan Kota Surakarta
ISIC KBLI 2009 JUMLAH
PERUSAHAAN
TENAGA KERJA (ORANG)
VALUE ADDED (Rp. 000)
1 2 3 4 5
15 Makanan dan Minuman 463 3.073 227.354.000 17 Tekstil dan Produk Tekstil 376 4.831 256.350.000
18 Pakaian Jadi 219 2.067 941.787.902
22 Percetakan 198 1.543 287.796.000
36 Mebel/ Furniture 132 839 53.660.306
Sumber: Surakarta dalam Angka, beberapa tahun (diolah)
Pola Spasial Konsentrasi Industri Unggulan Kota Surakarta
Diketahuinya industri unggulan Kota Surakarta, menjadi dasar pada kegiatan analisis tahap-tahap selanjutnya, pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis bentuk dan pola spasial (kewilayahan) konsentrasi industri unggulan Kota Surakarta, dimana pendekatan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan jumlah unit industri (Gambar 2) dan jumlah tenaga kerja sektor industri unggulan Kota Surakarta (Gambar 3).
Analisis ini membagi unit data menjadi lima kategori berdasarkan kriteria natural breaks (Jenks)1dengan dikombinasi-kan dengan metode entrophy theil yaitu Konsentrasi Sangat Tinggi bernilai 6,5persen sampai dengan 9,2persen; Konsentrasi Tinggi bernilai 3,6persen sampai 5,6persen; Konsentrasi Sedang 1,8persen hingga 2,6persen; Konsentrasi Rendah bernilai antara 0,9persen hingga 1,6persen.
Konsentrasi Spasial Industri Unggulan Kota Surakarta
Hasil analisis pada gambar 2, mendasarkan pada banyaknya wilayah yang memiliki unit-unit industri yang menghasil-kan produk unggulan di Kota Surakarta
1
Natural Break (Jenks) ArcGIS 9.3 classification for spatial distributions data per unit analysis
dengan unit analisis Desa/ Kelurahan pada Tahun 20142.
Dalam Gambar tersebut ditunjukkan wilayah yang memiliki Konsen-trasi sangat Tinggi berada di 4 Kecamatan yaitu: (1) Mojosongo dan Jebres Kecamatan Jebres, pada wilayah ini terdapat 182 unit penghasil produk unggulan dengan dominasi industri makanan dan minuman serta industri mebeler; (2) Laweyan dan Pajang Kecamatan Laweyan, daerah ini memiliki konsentrasi spasial industri unggulan yang sangat tinggi yaitu sebanyak 158 unit dengan dominasi sektor industri pakain jadi (ISIC 18) dan industri makanan dan minuman (ISIC 15); (3) Tipes Kecamatan Serengan, wilayah Tipes terklasifikasi dalam wilayah yang memiliki konsentrasi industri unggulan yang sangat tinggi karena wilayah ini memiliki unit industri sebanyak 80 unit yang didominasi oleh sektor industri pakaian jadi; (4) Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, sektor industri unggulan di wilayah Semanggi didominasi oleh industri makanan dan minuman, industri pakaian jadi, dan industri tekstil, dengan jumlah total sebanyak 63 unit.
2
Gambar 2.
Konsentrasi Spasial Industri Unggulan berdasarkan Banyaknya
Unit Industri Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna LahanKota Surakarta, dianalisis
Wilayah yang terklasifikasi dalam konsentasi tinggi terdapat pada 3 wilayah, yaitu Sondakan Kecamatan Laweyan, Nusukan dan Kadipiro Kecamatan Banjarsari, dan Danukusuman Kecamatan Serengan. Jika dilihat letaknya secara spasial wilayah-wilayah dengan klasifikasi industri tinggi ini memiliki keterkaitan secara geografis dengan wilayah berkategori sangat tinggi kecuali Tipes dan Semanggi, kemudian jika dicermati lebih lanjut industri-industri yang terdapat dalam wilayah inipun sama, sehingga muncul kemungkinan terdapatnya kluster-kluster industri yang saling berafiliasi pada wilayah-wilayah tersebut. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 2, nampak konsentrasi wilayah yang memiliki industri unggulan mengelompok
pada sebelah utara dan selatan Kota Surakarta, sedangkan wilayah tengah Kota hanya terkategori dalam kelompok sedang dan rendah, hal ini menjelaskan bahwa wilayah tengah Kota Surakarta bukan merupakan wilayah industri.
Gambar 3.
Konsentrasi Spasial Industri Unggulan berdasarkan Banyaknya
Tenaga Kerja Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
terkelompok dalam klasifikasi sedang-rendah. Jika dikaitkan dengan hasil analisis unit industri unggulan Kota Surakarta pada Gambar 2, Kerten tidak termasuk dalam wilayah yang memiliki unit industri unggulan tinggi namun Kerten memiliki konsentrasi tenaga kerja yang paling tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada industri unggulan berskala besar dan bersifat padat karya yang terdapat di Kerten.
Mendasarkan dari beberapa temuan hasil analisis pada Gambar 2, dan 3 diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) daerah yang memiliki kriteria sangat Tinggi dan Tinggi berdasarkan kriteria analisis terletak dipinggir atau berbatasan langsung dengan hinterland Kota Surakarta sedang wilayah pusat kota justru tidak
memiliki konsentrasi spasial sebesar wilayah pinggirnya; (2) terdapat konsentrasi industri yang menglompok diwilayah utara dan selatan Kota Surakarta baik berdasarkan unit industri dan tenaga kerja pada industri unggulan Kota Surakarta, dimana hal ini menunjukkan terdapatnya kluster beberapa sektor industri pada wilayah-wilayah tersebut. Dalam mendukung kesimpulan tersebut, analisis konsentrasi wilayah akan dilakukan pada masing-masing unit industri. Industri Makanan dan Minuman (ISIC15)
Gambar 4.
Distribusi Spasial Industri Makanan dan Minuman Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
dengan industri unggulan lainnya, tercatat sebanyak 463 jumlah perusahaan yang bergerak dalam sektor ini dengan daya serap tenaga kerja sebanyak 3.073 pekerja dan menghasilkan value added senilai Rp227.354 .000.000.
Ha
sil analisis distribusi spasial industri makanan dan minuman Kota Surakarta pada Gambar 4 menunjukkan bahwa Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres adalah wilayah yang memiliki konsentrasi spasial tertinggi berdasarkan jumlah unit industri, sedangkan wilayah berkriteria Konsentrasi Tinggi terletak di Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan. Pola distribusi spasial yang terbentuk dari hasil analisis menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman Surakarta menyebar dihampir seluruh wilayah Surakarta dengan kategorikonsentrasi sedang hingga rendah, hanya Mojosongo dan Pajang yang terindikasi mengalami pemusatan industri makanan dan minuman.
Sebagaimana hasil analisis SIG pada Gambar 4, terindikasi pola yang menge-lompok pada titik di Kelurahan Pajang. Temuan ini menyimpulkan bahwa industri makanan dan minuman di wilayah Laweyan memiliki pola yang memusat, yaitu di Kelurahan Pajang. Tentang jenis industri yang berlokasi di Kelurahan Pajang sebagaimana Data Survey Industri Kota Surakarta yang digunakan dalam penelitian ini mengungkap bahwa Pajang merupakan daerah yang memiliki beragam jenis industri makan diantaranya adalah industri roti, makanan ringan dan pengolahan tahu, tidak ditemukan salah satu diantara industri tersebut yang mendominasi.
Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil/Aneka
Industri tekstil dan produk tekstil/ aneka (ISIC 17), merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kota Surakarta. Berdasarkan Tabel 3, sektor ini mampu menampung sebanyak 4.831 tenaga kerja, atau sekitar 40 persen dari seluruh tenaga kerja sektor industri unggulan di Surakarta. Pola distribusi spasial pada industri ini mirip dengan persebaran industri makanan dan minuman yang terkonsentrasi hanya pada beberapa titik. Hasil analisis konsentrasi spasial ISIC 17 adalah sebagai-mana ditunjukkan dalam Gambar 5. Analisis SIG tentang pola konsentrasi wilayah atau persebaran lokasi industri tekstil dan aneka tertinggi teridentifikasi di wilayah Tipes
Gambar 5.
Distribusi Spasial Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil Surakarta
Kecamatan Serenan, berdasarkan data BPS Kota Surakarta, wilayah Tipes merupakan wilayah penghasil produk-produk tekstil dan turunannya, pada wilayah ini kontribusi industri tekstil terhadap pembentukan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja sangat terasa, terutama pekerja perempuan yang tidak terdidik. Wilayah lain dengan konsentrasi industri tekstil dan aneka berkategori tinggi terdapat di wilayah Mojosongo Kecamatan Jebres dan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon.
Lebih lanjut, konsentrasi yang terjadi pada analisis ini mengindikasikan bahwa masing-masing wilayah tidak berbatasan secara langsung, sehingga dapat disimpulkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil Kota Surakarta tidak berkonjungsi secara spasial sehingga tidak mengindikasikan terjadinya keterkaitan antar wilayah.
Industri Pakaian Jadi (ISIC18)
Industri pakaian jadi telah menjadi penopang kegiatan perekonomian dan perdagangan di Kota Surakarta sejak berabad lampau, hasil industri ini tidak hanya merupakan industri unggulan melainkan telah menjadi primadona dan benchmark (ikon) Surakarta. Produk andalan dari sektor ini adalah batik, sebagaimana analisis pada Tabel 3, sektor industri ini mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp941.787.902.000. Sentra-sentra industri pakaian jadi berkembang pesat seiring makin populernya produk dari sektor ini, dalam analisis konsentrasi wilayah dengan SIG, dapat diketahui bagaimana pola spasial industri ini terkelompok.
Gambar 6 menunjukkan pola konsen-trasi unit produksi pakaian jadi Surakarta, dimana dapat diketahui terjadinya pemusatan Gambar 6.
Konsentrasi Spasial Industri Pakaian Jadi Kota Surakarta
dengan area yang cukup luas meliputi beberapa wilayah. Secara spasial konsentrasi wilayah tersebut mencakup wilayah Kecamatan Laweyan dengan penopang sebanyak empat titik yaitu; Laweyan, Sondakan, Pajang, dan Kerten dengan konsentrasi tertinggi diwilayah Laweyan. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon meliputi Kauman, Sangkrah, dan Semanggi serta wilayah Serengan yang terpusat di Tipes.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa Kota Surakarta memiliki 2 kluster dengan 4 sentra wilayah industri pakaian jadi, melihat besarnya kontribusi yang dihasilkan pada sektor ini dapat diartikan bahwa industri pakaian jadi merupakan industri yang dominan terhadap pendapatan daerah Surakarta, sehingga perlu adanya regulasi yang tepat dalam mengatur keberlanjutan (sustainability) industri ini.
Wilayah-wilayah dalam sentra industri pakaian jadi sebagaimana dalam Gambar 6, merupakan daerah yang secara spasial memiliki keterkaitan satu sama lain jika dianalisis menggunakan analisis geografis, namun perlu dilakukan pula analisis untuk mengidentifikasi wilayah mana diantara sentra-sentra tersebut yang dapat menjadi core centre sektor industri pakaian jadi di wilayah Kota Surakarta, untuk itu pada penelitian lebih lanjut, akan dilakuakan analisis agglomeration index diantara sentra tersebut dalam menentukan wilayah utama yang menjadi core centre indutsri pakaian jadi Kota Surakarta dengan mempertimbang-kan aspek-aspek pembentuknya.
Industri Penerbitan, Percetakan, dan Reproduksi (ISIC 22)
Industri Penerbitan, Percetakan, dan Reproduksi merupakan salah satu industri yang memiliki cakupan dan bidang alur pekerjaan yang sangat luas, namun secara singkat industri ini dapat diartikan sebagai
sebuah industri yang memiliki kumpulan aktivitas ekonomi terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi, David (2002). Perkembangan industri ini di Surakarta banyak sekali dipengaruhi oleh keterlibatan kondisi sosial budaya Surakarta, fungsi kota Surakarta yang berperan sebagai kota budaya dan pendidikan berdampak sangat besar dalam perkembangan sektor ini.
Hasil analisis konsentrasi spasial industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi sebagaimana gambar 7, menjelas-kan keadaan yang menyebar (dispersed) pada seluruh wilayah Kota Surakarta, hal tersebut berindikasi pada tidak terjadinya sentra ataupun kluster pada sektor ini. Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah dengan jumlah industri terbanyak pada sektor ini terdapat pada wilayah Sudiroprajan, yang berikat dengan Kedung lembu dan Kampung baru. Konsentrasi yang cukup tinggi terjadi pula di wilayah Tegalharjo dengan wilayah pendukung di Desa Gilingan, sedangkan wilayah lainya terkategori dalam kelompok konsentrasi sedang hingga sangat rendah.
Gambar 7
Konsentrasi Spasial Industri Penerbitan, dan Percetakan Kota Surakarta
Sumber: Disperindag, Bappeda, Peta guna Lahan Kota Surakarta, dianalisis
Gambar 8.
Industri Furniture dan Industri Pengolahan Lainnya (ISIC 36)
Industri unggulan terakhir berdasarkan analisis pada penelitian ini adalah industri furniture dan industri pengolahan lainnya. Kota Surakarta memiliki banyak industri furniture yang secara regional menjadi produk unggulan, namun furniture Kota Surakarta sedikit berbeda dengan sentra furniture di wilayah Jawa Tengah, dimana produk yang dihasilkan lebih banyak berupa furniture artistik sebagai bentuk hiasan dan industri kreatif berbahan dasar kayu dan turunannya. Analisis spasial industri furnitur dan pengolahan lainnya sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 8, menjelaskan beberapa titik konsentrasi spasial berkategori tinggi, dimana berarti wilayah tersebut secara spaial menjadi tempat dimana terdapat banyak produsen yang menghasilkan produk furniture dan pengolahan lainnya di Surakarta. Wilayah-wilayah tersebut adalah; Jebres dan Joyotakan.
Sejalan dengan peneitian Arif dan Utomo
(2015) yang menjelaskan konsentrasi
tenaga kerja Industri Furniture Kota
Surakarta, berdasarkan
score entrophi
pemusatan wilayah tenaga kerja industri
furniture dan pengolahan lain terdapat
pada 5 wilayah, hal ini. Wilayah-wilayah
tersebut
adalah;
Jebres,
Joyotakan,
Gilingan, Sriwedari, dan Kadipiro. Jebres
merupakan wilayah dengan nilai entrophi
tenaga kerja tertinggi, sehingga sebagian
besar tenaga kerja sektor furniture
terkonsentrasi
pada
wilayah
ini,
kemudian diikuti oleh wilayah lain. Hasil
ini
menguatkan
analisis
spasial
konsentrasi industri pada Gambar 8,
dimana jebres menjadi wilayah yang
memiliki unit produksi terbanyak di
Surakarta, dengan demikian temuan ini
menjelaskan bahwa Jebres memiliki
sentra
industri
yang
terpusat
dan
mengelompok pada Kelurahan Jebres.
Kontribusi sektoral tenaga kerja tinggi
juga terdapat di Kelurahan Joyotakan,
pada wilayah ini tenaga kerja dan unit
produksi terkategori dalam kelompok
tinggi, menjelaskan juga bahwa wilayah
ini terdapat aktivitas industri furniture
dan dan industri pengolahan lain yang
cukup signifikan. Selain kedua wilayah
tersebut
Kelurahan
Gilingan
dan
Sriwedari memiliki nilai entrophi tinggi,
pada kedua wilayah ini furniture yang
menghasilkan
jenis
industri
kreatif
berbahan dasar kayu dan turunannya
terkonsentrasi.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dengan mengacu metode pelaksanaan kegiatan penelitian pada bagian metodologi, maka kesimpulan yang diperolah dalam studi ini dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut: Tujuan Pertama identifikasi industri yang menjadi unggulan di Kota Surakarta
Hasil analisis industri unggulan dalam studi ini menemukan bahwa dalam skala regional Surakarta memiliki lima industri unggulan diwilayah Jawa Tengah, kelima industri tersebut adalah: makanan dan minuman (ISIC 15), tekstil dan produk tekstil/aneka (ISIC 17), pakaian jadi (ISIC 18), percetakan (ISIC 22), dan industri mebel/furniture (ISIC 36).
Tujuan Kedua penelitian, tentang pola distribusi spasial (keruangan) Industri unggulan Kota Surakarta
berada di 4 Kecamatan yaitu: (1) Mojosongo dan Jebres Kecamatan Jebres; (2) Laweyan dan Pajang Kecamatan Laweyan; (3) Tipes Kecamatan Serengan, dan (4) Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon.
2. Distribusi spasial tenaga kerja industri unggulan Kota Surakarta sebagaimana dalam Gambar 3, menjelaskan bahwa konsentrasi tertinggi tenaga kerja industri unggulan berada diwilayah Kerten dan Laweyan Kecamatan Laweyan, kemudian menjalar diwilayah sekitarnya seperti Pajang dan Sondakan, bagian utara Kota Surakarta (Kadipiro, Mojosongo dan Jebres) terklasifikasi dalam konsentrasi tinggi bersama dengan Semanggi, Danukusuman dan Tipes, sementara wilayah tengah kota, terkelompok dalam klasifikasi sedang-rendah
Tujuan Ketiga tentang konsentrasi spasial masing-masing sektor industri unggulan Kota surakarta
1. Analisis distribusi spasial industri makanan dan minuman Kota Surakarta menunjukkan bahwa Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres adalah wilayah yang memiliki konsentrasi spasial tertinggi berdasarkan jumlah unit industri, sedangkan wilayah berkriteria Konsentrasi Tinggi terletak di Kelurahan Pajang Kecamatan Laweyan. Pola distribusi spasial yang terbentuk dari hasil analisis menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman Surakarta menyebar dihampir seluruh wilayah Surakarta dengan kategori konsentrasi sedang hingga rendah, hanya Mojosongo dan Pajang yang terindikasi mengalami pemusatan industri makanan dan minuman.
2. Analisis Sistem Informasi Geografis tentang pola konsentrasi wilayah atau persebaran lokasi industri tekstil dan aneka tertinggi teridentifikasi di wilayah Tipes Kecamatan Serenan. Wilayah lain dengan konsentrasi industri tekstil dan aneka berkategori tinggi terdapat di wilayah Mojosongo Kecamatan Jebres dan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon. 3. Pola konsentrasi pada industri pakaian jadi, diketahui terjadi pemusatan dengan area yang cukup luas meliputi beberapa wilayah. Secara spasial konsentrasi wilayah tersebut mencakup wilayah Kecamatan Laweyan dengan penopang sebanyak empat titik yaitu; Laweyan, Sondakan, Pajang, dan Kerten dengan konsentrasi tertinggi diwilayah Laweyan. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon meliputi Kauman, Sangkrah, dan Semanggi serta wilayah Serengan yang terpusat di Desa Tipes.
4. Industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi sebagaimana gambar 7, menjelaskan keadaan yang menyebar (dispersed) pada seluruh wilayah Kota Surakarta, wilayah dengan jumlah industri terbanyak pada sektor ini terdapat pada wilayah Sudiroprajan, yang berikat dengan Kedung lembu dan Kampung baru. Konsentrasi yang cukup tinggi terjadi pula di wilayah Tegalharjo dengan wilayah pendukung di Desa Gilingan, sedangkan wilayah lainya terkategori dalam kelompok konsentrasi sedang hingga sangat rendah
6. REFERENSI
[1] Adisasmita, Raharjo H. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta.
[2] Arif, Muhammad; Soeratno 2015. Perkembangan Spasial Penggunaan Lahan Real Estat dan Perekonomian Kota Surakarta, The 2nd University Research Coloquium, Colloquium LPPM PTM/PTA Se Jawa Tengah dan Yogyakarta ISSN 2407-9189, Semarang 29 Agustus 2015.
[3] Arif, Muhammad; Utomo, Yuni Prihadi, 2015. Konsentrasi dan Model Pergerakan Wilayah Industri Unggulan Kota Surakarta Berdasarkan Analisis Highest and Best Used dan Sistem Informasi Geografis. Penelitian Reguler Kompetitif UMS. Tidak dipublikasikan.
[4] Arsyad, Lincolin. 1988.Ekonomi Pembangunan. Cetakan Pertama, STIE YKPN Yogyakarta.
[5] Baltagi, B. H, (2003), Econometric Analysis of Panel Data , Second Edition, John Wiley & Sons, LTD, The Atrium, Southerm Gate, Chichester West Sussex PO198SQ, England.
[6] BPS (Badan Pusat Statistik),Statistik Industri Kota Surakarta, berbagai edisi.
[7] BPS (Badan Pusat Statistik),Kota Surakarta dalam Angka, berbagai edisi.
[8] Bradley, Rebecca & Gans, Joshua S. 1996. Growth in Australian Cities, the Economic Record, the Economic Society of Australia, Vol. 74 (226). [9] Deny Ferdyansyah dan Eko B.
Santoso. Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki). Jurnal Teknik POMITS Volume. 2, Nomor. 1, Tahun 2013
[10] Glaeser, Kallal H.D, Scheinkman J.A, & Shleifer A. 1992. Growth in Cities,Journal of Political economy, 100 (6), 1126-1152.
[11] Green, William. 2000. Econometric Analysis, Fourt Edition, New Jersey-USA.
[12] Hanson Gordon, 1998. North American Economic Integration and Industry Location, NBER Working Paper Series, Working Paper No. 6587.
[13] Hayter, Roger. 1997. The Dynamics of Industrial Location, the Factory, the Firm and the Production System. Chichester; John Wiley, Western Geographical Press.
[14] Hesmondhalgh, David, 2002.The Cultural Industries,SAGE
[15] Juoro, U, 1989. Perkembangan Studi Ekonomi Aglomerasi dan Implikasi Bagi Perkembangan Perkotaan di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 37, No. 2
[16] Kim, S. (1995). Expansion of Markets and the Geographic Distribution of Economic Activities: The Trens in U.S Regional Manufacturing Structure, 1860-1987. Quarterly Journal of Economics, 110, 881-908.
[17] Krugman, P. (1995). Development, Geography, and Economic Theory. Cambridge and London: The MIT Press.
[18] Krugman. 1998. Space: the Final Frontier. Journal of Economic Perspectives, 12(2), 161-174.
[19] Kuncoro, Mudrajat., (2000), The Economic of Industrial Aglomeration and Clustering, 1976-1996: the Case of Indonesia (Java), Unpublised PhD thesis, the University of Melbourne, Melbourne
Kluster Industri Indonesia., UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
[21] Malecki. 1991. Technology and Economic Development: the Dynamics of Local, Regional, and National Change. New York: John Wiley & Sonc, Inc.
[22] Malmberg A. and Maskell P. 1997. Towards and Explanation of Industry Agglomeraion and Regional Spezialitation, European Planning Studies, Vol. 5, No. 1, P. 25-41. [23] Martin P. and Ottavianno. 2001.
Growth and Agglomeration, International Economic Review 42, No. 4, PP 947-968.
[24] McGee T.G. 1991.The Emergence of Desakota Regions in Asia. Expanding a Hypotesis. Honolulu: University of Hawai Press.
[25] Mills, Edwin S. and Hamilton, Bruce W. 1989. Urban Economic. Harper Collin, 4th edition.
[26] O Sullivan, Arthur, 1996. Urban Economic, Third Edition, Irwin, United States of America.
[27] Sbergami, Federica. 2002. Agglomeration and Economic Growth: Some Puzzles, Graduate Institute of International Studies, Geneva.
[28] Schmitz, H. (1995). Small Shoemakers and Fordist Giants: A Tale of a Supercluster. World Development, 23(1), 9-28.
[29] Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi SDM, LPFE UI. Jakarta.
[30] Sitanggang, Ignatia, R dan Nachrowi, Djalal, N, (2004), Pengaruh Struktur Ekonomi Pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada Sektor di Indonesia , Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Perubahan Struktural dalam rangka Penyehatan Ekonomi ,
Penguatan Kebijakan Publik dalam Perspektif Nasional dan Global, Program Studi Ilmu ekonomi Pascasarjana FEUI dan ISEI, 8-9 Desember
[31] Smith, D. and R. Florida, 1994, Agglomeration and Industry Location: An Econometric Analysis of Japanese-affiliated manufacturing establishments in automotive-related industries, Journal of Urban Economics36, 23-41
[32] Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.
[33] Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.