• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Kadar Ureum Dan Kreatinin Sebelum Dan Sesudah Hemodialisis Pada Penderita Gagal Ginjal Di RSUD. DR. Pirngadi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perubahan Kadar Ureum Dan Kreatinin Sebelum Dan Sesudah Hemodialisis Pada Penderita Gagal Ginjal Di RSUD. DR. Pirngadi."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI

RSUD. DR. PIRNGADI

Oleh:

PREVISHA KALIAHPAN 070100277

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI

RSUD. DR. PIRNGADI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

PREVISHA KALIAHPAN 070100277

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

Perubahan Kadar Ureum Dan Kreatinin Sebelum Dan Sesudah Hemodialisis

Pada Penderita Gagal Ginjal Di RSUD. DR. Pirngadi

Nama : Previsha Kaliahpan

NIM : 070100277

Pembimbing Penguji

(dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK) (dr. Almaycano Ginting, M.Kes)

(dr. Nuraiza Mutia, M.BioMed)

Medan, 14 Desember 2010

Universitas Sumatera Utara

Faultas Kedokteran

Dekan

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul :

Perubahan kadar Ureum dan Kreatinin Sebelum danSesudah Hemodialisis pada

Penderita Gagal Ginjal di RSUD.DR.Pringadi

Yang dipersiapkan oleh :

PREVISHA KALIAHPAN

070100277

Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar

Hasil

Medan, 14 Disember 2010

Disetujui,

Dosen Pembimbing

(5)

ABSTRAK

Latar Belakang : Peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah adalah

manifestasi klinis yang paling utama pada penderita gagal ginjal. Oleh sebab itu, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling tepat untuk menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam darah penderita.

Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian analitik deskriptif dengan

design penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menentukan kadar ureum dan kreatinin penderita gagal ginjal sebelum dan sesudah hemodialisis di Instalasi Hemodialisis di RSUD. DR. Pringadi. Data diperoleh dengan cara mengambil sampel darah sebanyak 3cc dari jalur arteri pada 73 orang penderita gagal ginjal sebelum dan sesudah mereka menjalani terapi hemodialisis. Sampel darah yang diambil, telah dihantar ke laboratorium patologi klinis untuk memperoleh kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah HD. Setelah mendapatkan hasil. Data diolah dengan SPSS versi 17.0.

Tujuan Penelitian : Mengetahui adanya perubahan kadar ureum dan kreatinin yang

bermakna dalam penurunan kadar kreatinin dan ureum sebelum dan sesudah hemodialisis pada penderita gagal ginjal di RSUD. DR. Pirngadi, Medan.

Hasil Penelitian : Berdasarkan uji statistik T-Paired dengan CI = 95% dan α = 0,05,

terbukti bahwa terdapat perubahan pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis. Perbedaan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis adalah sebesar 57,4%, manakala kreatinin pula sebesar 88,32%.

Kesimpulan : Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Hα diterima karena telah dibuktikan bahwa terdapat perubahan yang bermakna pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis.

(6)

ABSTRACT

Introduction : Increasement in ureum and creatinine level in blood are the main

clinical manifestations of a kidney failure patient. Therefore, hemodialysis is the best choice of therapy to decrease ureum and creatinine level in blood.

Method : This is a cross sectional survey research done in an analytic discriptive

manner to know the changes of ureum and creatinine level before and after hemodialysis in kidney failure patients in Hemodialysis Instalation of RSUD. DR. Pirngadi. Data’s collected by taking 3cc of blood sample from 73 kidney failure patient’s artery before and after hemodialysis. Then the blood samples were sent to pathology clinic laboratory to get the results of ureum and creatinine level in blood. The data is entered into computer programme called SPPS version 17,0.

The purpose of this research is to know whether there are changes in ureum and creatinine level before and after hemodialysis in kidney failure patients in RSUD. DR. Pirngadi, Medan.

Results : Based on T-Paired Test with CI = 95% and α = 0,05, it is proven that

there are changes in ureum and creatinine level before and after hemodialyisis. The difference of ureum level before and after hemodialysis is 57,4% whereas for creatinine is 88,32%.

Disscussion: In conclusion, based on the results outcome, Hα is accepted because it is clearly proved that there are changes in ureum and creatinine level in blood before and after hemodialysis.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Proposal Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Perubahan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan

sesudah hemodialisis pada penderita gagal ginjal RSUD. DR. Pringadi”

berhasil diselesaikan.

Di dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini ternyata penulis

mendapat banyak bantuan bail dari segi moral, materil dan spiritual dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

stinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar

A. Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Tapisari Tambunan (Sp.PK), selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama

menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

3. dr. Juliandi Harahap, MA selaku dosen mata kuliah Community Research

Program yang sudi membantu sewaktu penulis mengalami kesulitan

dalam proses penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Keluargaku tercinta yang senantiasa memberi motivasi kepada penulis

baik bersifat materi maupun non materi.

5. Teman-teman penulis yang ikut memberi ide dan saling memberi

motivasi sehingga dapat selesaikan tepat pada waktunya.

Penulis sadar bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

(8)

bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Penulis

berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Demikian dan terima kasih. Medan, 03

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan .……… i

Abstrak ……… ii

Abstract ………... iii

Kata Penghantar ….……… iv

Daftar Isi ……….. …... vi

Daftar Tabel ……… vii

BAB 1 PENDAHULUAN ..……… …... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………. 2

1.3. Tujuan Penelitian ………. 2

1.4. Manfaat Penelitian ……….. …... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. …... 4

2.1. Pengertian ginjal ………... 4

2.1.1. Pengertian ginjal ……… 4

2.2. Gagal Ginjal ………. 5

2.2.1. Definisi ……… …... 5

2.2.2. Epidemiologi ………... 5

2.2.3. Etiologi ………... 6

2.2.4. Klasifikasi ………... 8

2.2.5. Patofisiologi ……….... 9

2.2.6. Gambaran Klinis dan Diagnosis ………. 10

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang Laju Filtrasi Glomerulus... 11

2.2.7.1. Ureum ……….. 12

2.2.7.2. Kreatinin ……….. 13

2.3. Hemodialisis ………. 14

2.3.1. Pengertian Hemodialisis ………. 15

2.3.2. Tujuan Hemodialisis ………... 15

2.3.2.1 Alasan Melakukan Hemodialsis ………... 15

2.3.3. Proses Hemodialisis ……….. 15

(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.. 17

3.1. Kerangka Konsep ………. 17

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ……… 18

3.3. Hipotesis ……… 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ………. 19

4.1. Jenis Penelitian ………. 19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 1

4.2.1. Lokasi Penelitian ………. 19

4.2.2. Waktu Penelitian ………. 19

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………... 19

4.3.1. Populasi ……… 19

4.3.2. Sampel ………. 19

4.3.2.1. Cara Pemilihan Sampel ………. 20.

4.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 21

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ……… 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 22

5.1.Hasil Penelitian ……….. 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 22

5.1.2. Deskripsi Responden Penelitian ……… 22

5.1.3. Hasil Analisa Data ………. 22

5.1.3.1..Perubahan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis ………. 23

5.1.3.2. Perubahan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis ………. 24

5.2.Pembahasan ……… 25

5.2.1. Perubahan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis ……… 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………... 27

6.1. Kesimpulan ……… 27

6.2. Saran ……….. 27

DAFTAR PUSTAKA ……….... 28

(11)

D AFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 22

5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 23

5.3. Uji T-paired dalam menentukan perubahan kadar

ureum sebelum dan sesudah hemodialisis 23

5.4. Uji T-paired dalam menentukan perubahan kadar

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang : Peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah adalah

manifestasi klinis yang paling utama pada penderita gagal ginjal. Oleh sebab itu, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling tepat untuk menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam darah penderita.

Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian analitik deskriptif dengan

design penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menentukan kadar ureum dan kreatinin penderita gagal ginjal sebelum dan sesudah hemodialisis di Instalasi Hemodialisis di RSUD. DR. Pringadi. Data diperoleh dengan cara mengambil sampel darah sebanyak 3cc dari jalur arteri pada 73 orang penderita gagal ginjal sebelum dan sesudah mereka menjalani terapi hemodialisis. Sampel darah yang diambil, telah dihantar ke laboratorium patologi klinis untuk memperoleh kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah HD. Setelah mendapatkan hasil. Data diolah dengan SPSS versi 17.0.

Tujuan Penelitian : Mengetahui adanya perubahan kadar ureum dan kreatinin yang

bermakna dalam penurunan kadar kreatinin dan ureum sebelum dan sesudah hemodialisis pada penderita gagal ginjal di RSUD. DR. Pirngadi, Medan.

Hasil Penelitian : Berdasarkan uji statistik T-Paired dengan CI = 95% dan α = 0,05,

terbukti bahwa terdapat perubahan pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis. Perbedaan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis adalah sebesar 57,4%, manakala kreatinin pula sebesar 88,32%.

Kesimpulan : Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Hα diterima karena telah dibuktikan bahwa terdapat perubahan yang bermakna pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis.

(13)

ABSTRACT

Introduction : Increasement in ureum and creatinine level in blood are the main

clinical manifestations of a kidney failure patient. Therefore, hemodialysis is the best choice of therapy to decrease ureum and creatinine level in blood.

Method : This is a cross sectional survey research done in an analytic discriptive

manner to know the changes of ureum and creatinine level before and after hemodialysis in kidney failure patients in Hemodialysis Instalation of RSUD. DR. Pirngadi. Data’s collected by taking 3cc of blood sample from 73 kidney failure patient’s artery before and after hemodialysis. Then the blood samples were sent to pathology clinic laboratory to get the results of ureum and creatinine level in blood. The data is entered into computer programme called SPPS version 17,0.

The purpose of this research is to know whether there are changes in ureum and creatinine level before and after hemodialysis in kidney failure patients in RSUD. DR. Pirngadi, Medan.

Results : Based on T-Paired Test with CI = 95% and α = 0,05, it is proven that

there are changes in ureum and creatinine level before and after hemodialyisis. The difference of ureum level before and after hemodialysis is 57,4% whereas for creatinine is 88,32%.

Disscussion: In conclusion, based on the results outcome, Hα is accepted because it is clearly proved that there are changes in ureum and creatinine level in blood before and after hemodialysis.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang berfungsi

untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, konsentrasi elektrolit dalam darah

dan keseimbangan asam basa serta sekresi bahan buangan. Apabila ginjal gagal

melakukan fungsinya, penderita akan memerlukan perawatan segera (Pearce, 1999).

Menurut Rahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita gagal ginjal

kronis yang menjadi gagal ginjal terminal terus meningkat dan diperkirakan

pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Laporan Sidabutar menunjukkan bahwa

di Indonesia jumlah dialysis meningkat secara pasti setiap tahunnya, dari sebanyak

389 kali pada tahun 1980 menjadi 4,487 pada tahun 1986 (Sidarbutha dalam Lubis,

1991). Di Medan, angka meningkat dari 100 kali pada tahun 1982 menjadi 1100

pada tahun 1990 (Nasution dalam Lubis, 1991).(Lubis A.J).

Yang disebut gagal ginjal terminal adalah keadaan dimana ginjal sudah tidak

dapat menjalankan fungsinya lagi. Ginjal tersebut tidak dapat diperbaiki sehingga

pengobatan yang paling meungkin dilakukan adalah dengan melakukan dialysis

setiap jangka waktu tertentu atau transplantasi (Pearce,1995). Penderita yang

didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal akan tetapi tidak menjalani transplantasi

maka seumur hidupnya ia akan bergantung pada alat dialisis untuk menggantikan

fungsi ginjalnya.

Dialisis adalah suatu tindakan terapi pada perawatan gagal ginjal terminal.

Tindakan ini sering juga disebut terapi pengganti karena berfungsi menggantikan

sebahagian fungsi ginjal (Rahardjo, 1992; Terapi pengganti yang sering dilakukan

adalah hemodialisis dan peritonealdialisis (Kartono, Darmarini & Roza, 1992).

(15)

metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis

(Peterson, 1995; Kartono, Darmarini & Roza, 1992). (Lubis A.J)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah terdapat perubahan kadar ureum dan kreatinin

sebelum dan sesudah hemodialisis pada pasien gagal ginjal di RS. Umum Daerah

DR. Pirngadi, Medan? ”

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui adanya perubahan kadar ureum dan kreatinin yang bermakna

dalam penurunan kadar kreatinin dan ureum sebelum dan sesudah hemodialisis pada

penderita gagal ginjal di RS. Umum Daerah DR. Pirngadi, Medan.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kadar rata-rata ureum pada pasien gagal ginjal sebelum melakukan

hemodialisis.

2. Mengetahui kadar rata-rata ureum pada pasien gagal ginjal setelah melakukan

hemodialisis.

3.Mengetahui kadar rata-rata kreatinin pada pasien gagal ginjal sebelum melakukan

hemodialisis.

4. Mengetahui kadar rata-rata kreatinin pada pasien gagal ginjal setelah melakukan

(16)

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi peneliti

Menambahkan pengetahuan dan informasi bagi peneliti tentang penyakit

gagal ginjal sehubungan dengan itu perubahan kadar ureum dan kreatinin sebelum

dan sesudah hemodialisis pada penderita gagal ginjal.

2. Bagi para klinis dan perawat

Sebagai sumber informasi kepada para klinis dan perawat di tentang

perubahan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis pada

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSAKA

2.1. Fisiologi ginjal 2.1.1. Pengertian

Ginjal terletak secara retroperitoneal pada bagian posterior dinding

abdominal pada setiap sisi kolumnar vertebra diantara T12 - L3. Ginjal kanan

terletak lebih rendah sedikit berbanding ginjal kiri karena hati terletak di bagian

kanan. Areteri renal bercabang dari aorta abdominal. Arteri renal kanan lebih

panjang berbanding arteri renal kiri. Setiap arteri renal bercabang menjadi 5 arteri

segmental sehingga memasuki hilus. Dari sinus renal, arteri segmental bercabang

menjadi beberapa arteri lobar yang terdapat pada kolumnar renal. Arteri ini

bercabang lagi menjadi arkuata dan areteri interlobular. Arteriol aferen yang

bercabang daripada arteri interlobular akan membentuk glomerulus. Manakala vena

interlobular akan bergabung membentuk vena arkuate dan seterusnya membentuk

vena interlobar yang akan bergabung menjadi vena renal yang membawa darah ke

jantung via vena kava.

Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan

menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan

menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah,

dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.

Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh,

konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan

keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari

(18)

DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah blood urea nitrogen

(BUN) dan kreatinin (Cr).

Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal memutuskan

berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari

elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari latihan

olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air dan

urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin adalah

jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu

hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem

regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong W.F.).

2.2.Gagal ginjal 2.2.1 Definisi

Gagal ginjal dapat terjadi dari suatu situasi akut atau dari persoalan -

persoalan kronis. Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal secara mendadak dengan akibat terjadinya

peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan kreatinin.

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif

dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (KMB,

Vol 2 hal 1448).

2.2.2. Epidemiologi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium

terminal GGK. Apabila penyakit GGK seseorang telah mencapai stadium berat atau

(19)

adalah dialisis dan yang paling baik dengan transplantasi ginjal. Penyakit gagal

ginjal kronik ini merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang

dewasa. Sekiranya tanpa pengendalian yang tepat dan cepat, pada tahun 2015

penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk

dunia.

Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas

dan mortalitas di Amerika Serikat. Hampir satu dari 10.000 orang per tahun

mengalami penyakit ginjal stadium terminal. Pada tahun 1986 program penyakit

ginjal stadium terminal dari Health Care Financing Administration (HCFA)

Medicare mencakup 114. 859 pasien dengan biaya hampir 3 milyar dollar per tahun.

Pada 1984 dilakukan hampir 7000 tranplantasi ginjal, sedangkan pasien-pasien

lainnya menjalani hemodialisis atau dialisis peritoneal. Penyakit ginjal stadium

terminal merupakan program penyakit kronik yang terbesar di banyak negara.

Menurut penelitian Feest dan kawan-kawan Devon dan Northwest, insiden

penyakit ginjal stadium terminal berkisar 148 dari 1000.000 orang per tahun.

Di Indonesia, peningkatan jumlah penderita gagal ginjal bisa dilihat dari data

kunjungan ke poliklinik ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani cuci darah

(hemodialisis). Dari data dari wilayah Jabar dan Banten dua tahun terakhir ini, bisa

terlihat peningkatan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada tahun 2007

tercatat hanya 2148 pasien dan meningkat menjadi 2260 pada tahun 2008. Dari

jumlah itu, sekitar 30 persen pasien berusia produktif, yakni kurang dari 40 tahun. Hasil

penelitian Khan dan kawan-kawan di Grampian, insiden penyakit ginjal stadium

terminal berkisar 130 dari 1000.000 orang per tahun.

2.2.3. Etiologi

Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang secara cepat. Daftar dari

(20)

Faktor prerenal

Faktor ini adalah disebabkan oleh pengaliran darah ke ginjal yang berkurang.

Contoh-contoh dari penyebab prerenal adalah hipovolemia yang disebabkan oleh

kehilangan darah, dehidrasi dari kehilangan cairan tubuh akibat muntah, diare,

berkeringat, dan demam, konsumsi cairan yang sedikit sekali, konsumsi obat seperti

diuretik (water pills) yang mungkin menyebabkan kehilangan air yang berlebihan

serta obstruksi pengaliran darah ke ginjal yang disebabkan oleh halangan dari arteri

atau vena renal.

Faktor renal

Faktor renal merupakan kerusakan secara langsung pada ginjal sendiri. Ini

termasuk sepsis yang memicu kepada peradangan pada ginjal dimana fungsi ginjal

menjadi tidak adekuat. Ini adalah disebabkan oleh pengambilan obat-obatan yang

mengakibatakan keracunan pada ginjal. Antara obatnya adalah obat anti peradangan

nonsteroid seperti ibuprofen dan naproxen serta yang lain-lain adalah antibiotik

seperti aminoglycosides [gentamisin (Garamycin), tobramycin], lithium (Eskalith,

Lithobid), obat-obatan yang mengandung iodine seperti yang disuntikan untuk studi

radiologi dengan dye (zat pewarna). Selain itu Rhabdomyolysis adalah salah satu

faktor renal yang menyebabkan gagal ginjal akut. Ini adalah suatu situasi dimana

terjadi penguraian otot yang disignifikasi dalam tubuh, dan produk-produk

degenerasi dari serat otot menyumbat pada sistem penyaringan di ginjal. Ini sering

terjadi karena trauma dan luka. Glomerulonefritis akut atau peradangan glomeruli

ginjal merupakan satu faktor gagal ginjal. Antara penyakit dapat menyebabkan

peradangan ini adalah

(21)

Faktor post renal

Ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengaliran urin yaitu

obstruksi dari kantung kemih atau ureter yang menyebabkan tekanan karena tidak

ada tempat untuk pengaliran urin ke luar. Ketika tekanan meningkat ia turut

mengefek ginjal. Hipertrofi prostat turut mengobstruksi uretra dan menghalang

kantung kemih dari mengosong. Batu-batu ginjal juga dapat memicu kepada

obstruksi saluran kemih (Harsh Mohan).

Gagal ginjal kronis berkembang melalui waktu berbulan-bulan dan

bertahun-tahun. Penyebab-penyebab yang paling umum dari gagal ginjal kronis

dihubungkan pada diabetes yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak

terkontrol serta glomerulonefritis kronik. Di antara penyebab-penyebab yang tidak

umum adalah penyakit ginjal polikistik, refluks nefropati, batu di ginjal dan kanker

prostat (Harsh Mohan).

2.2.4. Klasifikasi

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National

Kidney Foundation (NKF) mengklasifikasikan tahap penyakit gagal ginjal kronis

kepada berikut:

• Tahap 1: kerusakan ginjal dengan (LFG normal atau > 90 mL/min/1.73 m 2

• Tahap 2: penurunan ringan pada (LFG: 60-89 mL/min/1.73 m

)

2 • Tahap 3: penurunan sedang pada (LFG: 30-59 mL/min/1.73 m )

2 • Tahap 4: penurunan berat di (LFG: 15-29 mL/min/1.73 m

)

2 • Tahap 5: gagal ginjal (LFG <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)

(22)

2.2.5. Patofisiologi

Gambaran umum perjalanan gagal ginjal dapat diperoleh dengan melihat

hubungan antara bersihan kreatinin dan kecepatan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood

urea nitrogen (BUN) dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit

ginjal kronik.

Perjalanan umum gagal ginjal dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium

ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum

dan kadar BUN adalah normal dan penderita asimptomatik.

Dalam stadium sedang berlaku insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada tahap ini, kadar BUN mulai meningkat

diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda karena

tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum

juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila

penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi.

Pada stadium insufisiensi ginjal ini gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal

stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90%

dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih

utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin

sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar

BUN akan meningkat dengan mendadak sebagai respons terhadap LFG yang

mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai

merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi

isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita

biasanya menjadi oligouria (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena

(23)

ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom

uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk

transplantasi ginjal atau dialisis.

2.2.6. Gambaran Klinis dan Diagnosis

Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal banyak terdapat pada seluruh

sistem organ tersebut. Hal ini disebabkan karena organ ginjal memegang peranan

yang penting dalam tubuh yaitu sebagai organ yang mengekskresikan seluruh

sisa-sisa hasil metabolisme. Secara umum pasien tersebut akan mengalami kelelahan dan

kegagalan pertumbuhan. Pada inspeksi ditemukan kulit pucat, mudah lecet, dan

rapuh. Sedangkan pada mata ditemukan gejala mata merah dan pada pemeriksaan

funduskopi ditemukan fundus hipertensif.

Gejala sistemik yang dapat ditemukan antara lain hipertensi, penyakit

vaskuler, hiperventilasi, asidosis, anemia, defisiensi imun, nokturia, poliuria, haus,

proteinuria, dan gangguan berbagai organ lainnya. Bahkan pada penderita stadium

lanjut terdapat gangguan fungsi seksual seperti penurunan libido, impoten, amenore,

infertilitas, ginekomastia, galaktore. Tulang dan persendian juga dapat terjadi

gangguan seperti adanya rakhitis akibat defisiensi vitamin D dan juga gout serta

pseudogout. Letargi, tremor, malaise, mengantuk, anoreksia, myoklonus, kejang, dan

koma merupakan manifestasi klinis pada sistem syaraf.

Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang menunjukkan adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan pada sistem

gastrointestinal, kulit, hematologi, saraf dan otot, endokrin, dan sistem lainnya. Pada

anamnesis diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien, dan juga data yang

(24)

Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis

gagal ginjal kronik dan terhadap penanggulangannya. Dalam anamnesis dan

pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor yang memperburuk keadaan gagal

ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus

urinarius, gangguan perfusi dan aliran darah ginjal, gangguan elektrolit, pemakaian

obat nefrotoksik termasuk bahan kimia dan obat tradisional. Pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan pada gagal ginjal kronik antara lain pemeriksaan laboratorium,

EKG, USG, foto polos abdomen, pemeriksaan pyelografi, pemeriksaan foto thorax,

dan pemeriksaan radiologi tulang. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar

kreatinin dan BUN dalam darah diperlukan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal

dengan tepat. Peningkatan kadar kreatinin setiap hari secara progressif merupakan

indikasi gagal ginjal akut. Kadar kreatinin juga merupakan indikator yang baik untuk

menentukan keparahan kerusakan ginjal; semakin tinggi kadar kreatinin semaking

parah kerusakan ginjal (Mark H. Beers)

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Dalam rangka mendapatkan diagnosis yang tepat pada penyakit ginjal sudah

tentu diperlukan kelengkapan data-data yang saling mendukung satu dengan lainnya.

Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat dan terarah sehingga

diagnosis penyakit ginjal yang tepat dapat dipenuhi. Pada pelaksanaan sehari-hari

ada lima bentuk pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi struktur ginjal, yaitu

pemeriksaan serologi, pemeriksaan radiologi, biopsi ginjal, pemeriksaan dipstick

terhadap urin, perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditentukan dengan

memeriksa bersihan dari bahan-bahan yang diekskresikan oleh filtrasi glomerulus.

Pada penyakit gagal ginjal kronik, pemeriksaan penunjang yang dapat

membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan

perhitungan laju filtrasi glomerulus. Dalam pemeriksaan perhitungan laju filtrasi

(25)

badan, jenis kelamin, dan kreatinin serum. Hal ini berdasarkan formula

Cockcroft-Gault

Estimate Creatinine Clearance in mL/minute

yaitu:

=

(140 − Age) × Weight × Constant

Serum creatinine

Constant untuk laki-laki : 1,23 manakala untuk prempuan : 1,04

a. Ureum

Gugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang menjadi

sebagian dari protein lain atau dirombak dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh.

Amino transferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalis

pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam

reaksi-reaksi sintesis. Selain itu, deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari

molekul aslinya dan gugusan yang dilepaskan itu diubah menjadi amoniak. Amoniak

dihantar ke hati dan disana ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi

bersambung. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam

cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya ia dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Jika

keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi ureum kira-kira 25 gr setiap

hari.

Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan

ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen; di Amerika Serikat

hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen,

BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen

menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat

dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor perkalian 2,14.

Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai

(26)

protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum

pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN

dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab.

Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.

Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila

seseorang menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN dan

kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen dalam

darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan

BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan

katabolisme protein tubuh (LabTechnologist, 2010)

b. Kreatinin

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatinin disintesis

oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot rangka; disana ia terikat secara

reversibel kepada fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan

energi. Reaksi kreatin + fosfat ↔ fosfokreatin bersifat reversibel pada waktu energi dilepas atau diikat. Akan tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel

berubah menjadi kreatin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan

adanya dalam darah beredar hanyalah untuk diangkut ke ginjal. Nilai normal untuk

pria adalah 0,5 – 1,2 mg/dl dan untuk wanita 0,5 – 1 mg/dl serum. Nilai kreatinin

pada pria lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah

massa otot wanita.

Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak berubah

kecuali kalau banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau oleh suatu

penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan. Berkurang aliran

darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat

dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya

(27)

melalui urin per 24 jam menunjukkan variasi amat kecil; pengukuran ekskresi

kreatinin dalam urin 24 jam tidak jarang digunakan untuk menentukan apakah

pengumpulan urin 24 jam dilakukan dengan cara benar.

Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Jika

pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga

menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum

tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal. Ini bisa didapat pada

pasien berusia lanjut kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar

kreatinin yang normal biasanya menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak

normal. Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal

menurun; pada dialisis kadar ureum lebih dulu turun dari kreatinin. Jika kerusakan

ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar

kreatinin cenderung mendatar. Kalau kreatinin dalam darah sangat meningkat, terjadi

ekskresi melalui saluran cerna (LabTechnologist, 2010).

2.3. Hemodialisis

2.3.1. Pengertian hemodialisis

Dialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan

dari tubuh. Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisis dan dialisis peritoneal

(Wibisino).

Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau

filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisis menempatkan darah berdampingan dengan

cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi

permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah.

Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui

membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).

(28)

manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat

lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat

pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan,

2001).

2.3.2. Tujuan Hemodialisis

Menurut Havens dan Terra (2005) Hemodialisis mempunyai tujuan, antara

tujuannya adalah untuk membuang produk metabolisme protein yaitu urea, kreatinin

dan asam urat, membuang air yang berlebihan dalam tubuh, memperbaiki dan

mempertahankan sistem buffer dan kadar elektrolit tubuh dan juga memperbaiki

status kesehatan penderita.

2.3.2.1. Alasan melakukan dialisis

Dialisis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan kelainan fungsi otak

(ensefalopati uremik), perikarditis (peradangan kantong jantung), asidosis

(peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan

lainnya, gagal jantung serta hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam

darah).

2.3.3. Proses Hemodialisis

Dalam kegiatan hemodialisis terjadi 3 proses utama, yaitu proses difusi,

proses ultrafiltrasi dan proses osmosis. Dalam proses difusi, bahan terlarut akan

berpindah ke dialisat karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat.

Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang

dipindahkan ke dalam dialisat. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya air

dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

Proses osmosis merupakan proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu

(29)

2.3.4. Frekuensi Hemodialisis

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi

sebagian besar penderita menjalani dialisis sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisis

dikatakan berhasil jika penderita kembali menjalani hidup normal, penderita kembali

menjalani diet yang normal, jumlah sel darah merah dapat ditoleransi, tekanan darah

normal dan tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif (Medicastore, 2006).

Dialisis bisa digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk gagal ginjal

kronis atau sebagai terapi sementara sebelum penderita menjalani transplantasi

ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisis dilakukan hanya selama beberapa hari atau

beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

2.4. Pengaruh hemodialisis pada ureum dan kreatinin

Berdasarkan beberapa parameter yang sering digunakan sebagai patokan

untuk dilakukan hemodialisis adalah kadar ureum ≥ 20 mg/dL, kadar kreatinin ≥ 8 mg/dL atau kalium ≥ 7 meq/dL.

Kadar ureum dalam darah cepat meninggi daripda kreatinin bila fungsi ginjal

menurun. Pada dialisis kadar ureum lebih dulun menurun berbanding kreatinin. Jika

terjadi kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum akan terus meningkat

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Pasien gagal ginjal yang sedang melakukan hemodialisis

Kadar ureum sebelum hemodialisis

Kadar kreatinin sebelum hemodialisis

Hemodialisis

Kadar ureum sesudah hemodialisis

(31)

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Pada penelitian ini variable dependen adalah kadar ureum dan kreatinin sesudah

hemodialisis manakala variable independen adalah kadar ureum dan kreatinin

sebelum hemodialisis.

Populasi penelitian ini adalah penderita gagal ginjal adalah pasien gagal ginjal

dengan hemodialisis (HD) yang teratur di RSUD. DR.Pirngadi.

Kadar ureum dan kreatinin sebelum hemodialisis adalah hasil pemeriksaan lab

terhadap darah pasien yang diambil 30 menit sebelum HD dan kadar ureum dan

kreatinin sesudah hemodialisis adalah hasil pemeriksaan lab terhadap darah pasien

yang diambil 15 menit sesudah HD.

Cara ukur dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pemeriksaan ureum dan

kreatinin darah pada .dua kondisi yaitu sebelum dan sesudah hemodialisis.

Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala numerik.

Alat ukurnya adalah dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium, di mana

pemeriksaan ureum akan dilakukan dengan teknik enzimatik kinetik manakala

pemeriksaan kreatinin dilakukan dengan teknik Jaffe deproteinisasi.

Hasilnya adalah perbedaan pada kadar ureum dan kreatinin antara sebelum dan

sesudah hemodialisis.

3.3. Hipotesis

Ho

H

: Tidak ada perbedaan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah

hemodialisis pada pasien gagal ginjal.

α : Ada perbedaan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik deskriptif dengan design penelitian

cross sectional yang bertujuan untuk menentukan kadar ureum dan kreatinin

penderita gagal ginjal sebelum dan sesudah hemodialisis.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di RS. Umum Daerah DR. Pirngadi, Medan,

Pronpinsi Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, sejak peneliti menentukan judul,

menyusun proposal hingga seminar hasil berlangsung sejak bulan Juli 2010 hingga

Disember 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal dengan hemodialisis

teratur yang ditegakkan diagnosanya oleh SMF PD. Unit Nefrologi RS. Umum

Daerah DR. Pirngadi, Medan.

4.3.2. Sampel

(33)

Formula penetuan sampel adalah seperti berikut:

d = Z x √p x q x √N – n √n √N - 1

Keterangan :

d : Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan,

besarnya 0,05 atau 0, 001

Z : Standar deviasi normal, biasanya ditentukan pada 1,95 atau 2,0 yang sesuai

dengan derajat kemaknaan 95%

p : Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila

tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p = 0,5

q : 1,0 – p

N : Besarnya populasi

n : Besarnya sampel

Berdasarkan rumus : 0.05 = 1,95 x √0,05 x 0,05 x √90 – n √n √90 - 1 n = 72,99

n = 73

Dari rumus di atas sampel yang diambil adalah sebanyak 73 orang

4.3.2.1. Cara pemilihan sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

Consecutive Sampling yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria

(34)

terpenuhi (Sastroasmoro, 2008). Sampel diambil secara kriteria inklusi dan eksklusi

yaitu sebagai berikut:

Kriteria inklusinya adalah pasien gagal ginjal yang mendapat hemodialsis dengan

teratur dan pasien harus setuju untuk mengikuti penelitian ini.

Kriteria esklusinya adalah hemodialisis dilakukan kurang dari 4 jam atau lebih dari 5

jam.

4.4. Teknik pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memperoleh

data dengan cara mengambil sampel darah sebanyak 3cc dari jalur arteri pada 73

orang penderita gagal ginjal 30 menit sebelum mereka menjalani terapi

hemodialisis. Sampel darah tersebut dihantar ke laboratorium unit Patologi Klinik

RSUD. DR. Pirngadi untuk memeriksa kadar ureum dengan taknik enzimatik kinetik

dan memeriksa kadar kreatinin dengan teknik Jaffe deproteinisasi. Prosedur yang

sama dilakukan sesudah pasien selesai dengan terapi hemodialisis, tetapi sampel

darah diambil 15 menit sesudah hemodialis.

4.5. Pengolahan dan Analisis data

Data dari setiap pengukuran kadar kreatinin dan ureum sebelum dan sesudah

hemodialisis akan dicatat dan disajikan dalam bentuk table. Nilai kadar ureum dan

kreatinin sebelum hemodialisis akan dibandingkan dengan sesudah hemodialisis

dengan menggunakan analisis statistik yaitu T-paired test dengan nilai α = 0,05 dan

Confidence Interval (CI) = 95% dan juga dengan menggunakan program computer

SPSS 17.0 (statistical product and service solution). Dari analisis ini akan diperoleh

perubahan pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis pada

(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pringadi terletak di Jln. Prof. HM. Yamin,

SH No.47, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Responden Penelitian

Responden yang mengikuti penelitian ini, adalah sebanyak 73 orang yang

terdiri dari pasien gagal ginjal yang sedang mengikuti terapi hemodialisis di bagian

[image:35.612.110.536.414.569.2]

Instalasi Hemodialisis RSUD. DR Pringadi.

Tabel 5.1. Distribusi responden berdasarkan umur

Umur Frekuensi Persentase (%)

21 – 30 4 5.5

31 – 40 12 16.4

41 – 50 19 26.0

51 – 60 25 34.2

61 - 70 13 17.8

Jumlah 73 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebaran responden menurut usia

mayoritas adalah dalam lingkungan 51 – 60 tahun yaitu berjumlah 25 orang (34,2

%). Responden yang paling muda berusia dalam lingkungan 21 – 30 tahun yaitu

(36)
[image:36.612.108.535.140.245.2]

Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan 27 37.0

Laki – laki 46 63.0

Jumlah 73 100

Karakteristik responden pada penelitian ini dilihat pada tabel 5.2. Sebagian

besar responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 46 orang ( 63%) dan selebihnya

adalah perempuan yaitu sebanyak 27 orang (37%).

5.1.3. Hasil Analisa Data

5.1.3.1. Perubahan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis

Hasil perubahan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis dapat dilihat

tabel 5.3. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan uji T-paired dengan CI = 95%

[image:36.612.108.533.533.664.2]

dan α = 0,05 melalui program komputer SPSS versi 17.0

Tabel 5.3. Uji T-paired dalam menentukan perubahan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis

Kadar ureum

Mean Std

deviation

CI P value = Sig. (2-tailed)

T N

Pre tes 129.79 35.266 95% 0.000 - 73

Post tes 55.18 29.921 95% 0.000 - 73

Pre - post 74.616 (57.4%)

(37)

Berdasarkan significance level yaitu α = 0,05; critical value(s) = ± t a /2, df

= nd -1 = ± t 0025, df = 72 = ± 1,993. Daripada output yang diperoleh T = 77,571

dengan df = 72, nilai p = Sig. (2- tailed) = 0.000. Disebabkan T = 77,571 ≥ 1,993 (nilai p ≈ 0,000 ≤ 0,05 α), hipotesis alternative diterima. Pada significance level, α = 0,05, ternyata ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat penurunan dalam

rata-rata kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis yaitu sebanyak 57,4%.

5.1.3.2. Perubahan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis

Hasil perubahan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis dapat

dilihat tabel 5.4. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan uji T-paired dengan CI =

[image:37.612.108.534.416.545.2]

95% dan α = 0,05 melalui program komputer SPSS versi 17.0.

Tabel 5.4. Uji T-paired dalam menentukan perubahan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis

Kadar kreatinin

Mean Std

deviation

CI P value = Sig. (2-tailed)

T N

Pre tes 11.558 4.321 95% 0.000 - 73

Post tes 1.3478 1.214 95% 0.000 - 73

Pre - post 10.2100 (88.32%)

3.699 - - 28.583 73

Berdasarkan significance level yaitu α = 0,05; critical value(s) = ± t a /2, df

= nd -1 = ± t 0025, df = 72 = ± 1,993. Daripada output yang diperoleh T = 23,583

(38)

rata-5.2. Pembahasan

5.2.1. Perubahan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis

Ureum digunakan untuk menentukan tingkat keparahan status uremia

penderita, menentukan hemodialisis (BUN serum > 40 mmol/l atau lebih dari 120%)

(Nyoman Suci W, 2003). Berdasarkan laboratorium patologi klinik di RSUD. DR.

Pirngadi nilai normal kadar ureum adalah 10 – 50 mg/dl. Pasien harus dirujuk untuk

melakukan hemodialisis sekiranya Blood Urea Nitrogen > 70 – 100 mg/dl (Firman.

G).

Kreatinin merupakan metabolisme endrogen yang berguna untuk menilai

fungsi glomerulus umumnya berasal dari metabolisme otot (Fatmawati. A, 2009).

Berdasarkan laboratorium patologi klinik di RSUD. DR. Pirngadi nilai normal kadar

kreatinin adalah 0,6 – 1,2 mg/dl. Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal

menurun. Dengan hemodialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil urea turun

lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah,

kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar,

mungkin akibat ekskresi melalui saluran cerna (Sacher, R.A).

Berdasarkan penelitian Musch.W (2006) yang berjudul Umur – Terkait

Dengan Kenaikan Plasma Urea dan Penurunan Eskresi Fraksi Urea: Aplikasi Klinis

Pada Sindroma Sekresi Tidak Pantas Dari Hormon Antidiuretik, ditegaskan bahwa

kadar ureum terus meningkat dengan peningkatan usia, manakala tidak ada korelasi

di antara peningkatan kadar kreatinin dengan peningkatan usia. Sekiranya

dibandingkan dengan ueum dan bersihan kreatinin, terlihat penurunan yang lebih

besar pada kadar ureum dibanding kadar kreatinin. Menurut hasil penelitian saya

kelompok umur yang terbanyak menjalani terapi hemodialisis adalah di antara usia

51 – 60 ini mungkin disebabkan karena selaras dengan peningkatan usia dan

kelainan ginjal, kadar ureum boleh terus meningkat sehingga pasien perlu menjalani

(39)

Dari hasil penelitian yang telah disajikan dapat diketahui bahwa terdapat

perubahan pada kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis.

Berdasarkan uji statistik T-paired dengan nilai CI= 95% dan α = 0,05 perbedaan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis adalah 74,616 (57,4%), manakala

perbedaan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis adalah 10,210

(88,32%). Hal ini disebabkan karena hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan

untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun seperti ureum yang

berlebihan yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semi

permiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan

dialisat yang kemudian dibuang, oleh sebab itu terdapat penurunan pada kadar

ureum dan kreatinin pada darah kembali ke dalam tubuh.

Selain itu, ternyata semua peralatan yang digunakan untuk HD di RSUD.

DR. Pringadi sangat bermanfaat pada pasien gagal ginjal. Oleh itu, hemodialisis

yang dilakukan di sana boleh dikatakan sangat efektif karena memberi perubahan

dalam kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis pada penderita

gagal ginjal. Di mana, kadar ureum dan kreatinin menurun seperti yang diharapkan

sesudah hemodialisis.

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian saya maka dapat disimpulkan:

1. Terdapat perubahan yang bermakna yaitu sebanyak 57,4% dengan CI = 95%

(α = 0,05) dalam perbedaan kadar ureum sebelum dan sesudah hemodialisis pada penderita gagal gingal di RSUD. Dr. Pringadi.

2. Terdapat perubahan yang bermakna yaitu sebanyak 88,32% CI = 95% (α = 0,05) dalam perbedaan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis pada

penderita gagal gingal di RSUD. Dr. Pringadi.

6.2. Saran

Daripada hasil penelitian ini, beberapa saran yang ingin saya berikan :

1. Diharapkan agar peneliti dapat mendapatkan informasi yang lebih terperinci

mengenai penyakit gagal ginjal sehubungan dengan itu mengenai perubahan kadar

ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis.

2. Diharapkan agar penelitian seterusnya dapat menjelaskan secara terperinci

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Fatwawati. A, 2009. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Kreatinin dan Ureum

Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Rawat Jalan di RSDU. DR.

Moewardi Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available from:

http://etd.eprints.ums.ac.id/4399

Firman. G, 2009. Indikasi Dialisis di Gagal Ginjal. Available from: / [ Accesed 22 November 2010]

hhtp://www.medicalcriteria.com

Ganong W. F.,1998. Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. Jakarta: EGC [Accesed 11 December 2010]

Havens L. & Terra, R. P., 2005. Hemodialysis. Available from:

http://www.kidneyatlas.org

Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisis RSU DR.

Saiful Anwar Malang, 2009. Available from: [Accesed 25 March 2010]

http://www.scribd.com/doc/1458331/Laporan.Pendahuluan.Chronic.Kidney.Dise

ase.CKD

Lubis A.J, 2006. Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal ginjal Terminal Yang

Melakukan Terapi Hemodialisis. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Available from:

[Accesed 3 March 2010]

http://library.usu.ac.id/download/fk/06010311.pdf [ Accesed 3

Lubis H.R, Sinaga U., Lubin R.. No.28, Cermin Dunia Kedokteran Simposium

Nasional Masalah Penyakit GAgal Ginjal dan Saluran Air Kemih di Indonesia

Menuju Penanggulangan yang Tepat, Rasional, Masa Kini dan Mendatang.

Available from: March 2010]

(42)

http://www.scribd.com/doc/743686/cdk-028masalah-penyakiy-Madhyastha. S, 2007. Manipal Manual of Anatomy for Alliead Health Science

Courses: 2nd

Mark H. Beers, MD, Andrew J. Fletcher, MB, Chir, Thomas V.Jones, MD, MPHand

friends et al, 2004. The Merck Manual of Medical Information, 2 Edition. New Dehli: 289 – 299

nd

Mohan H, 2005. Text Book Of Pathology: 5

ed. USA: 744

- 760.

th

Musch. W, Vertaille. L, Decaux. G, 2006. Umur – Terkait Dengan Kenaikan Plasma

Urea dan Penurunan Eskresi Fraksi Urea: Aplikasi Klinis Pada Sindroma Sekresi

Tidak Pantas Dari Hormon Antidiuretik. Clinical Journal of the American

Society of Nephrologist. Available from : ed. New Dehli: 675-678

http://cjasn.asnjournals.org/content/151/909.full

Nyoman Suci W. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi

Hemodialisis, 2008. Available from: [ Accesed 10 December 2010]

Notoatmodjo S., 2005. METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN. Catatan ke-3

Ravindra L.M, 2001. Supportive Therapies: Intermittent Hemodialysis, Continuous

Renal Replacement Therapies, and Peritoneal Dialysis. Available from:

http://www.kidneyatlas.org [Accesed 25 March 2010]

Sacher R.A, Richard A. Mc Pherson, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium, Edisi 11. Jakarta: EGC: 293

(43)

Singapore Urological Association, 2009. Anatomy Of The Urinary System.

Available from: http://www.sua.sg/patient_info/urinary_system.

Tan J.,2006. Centre for Urology and Rosotic Surgery. Available from: html [Accesed

27 April 2010]

http://www.urology.com.sg/eng/conditions_kidney_failure.htm

[ Accesed 27 April 2010]

Wibisono, Yenni, Kandarini, Suharjendo, 2006. Karakteristik Pasien Yang

Mengalami Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) Berdasrkan

Identitas, Perubahan Serum Kreatinin dan Kalium, Komplikasi, Etiologi dan

Keadaan Umum Pasca CAPD. Available from:

(44)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Previsha A/P Kaliahpan

Tempat/ Tanggal Lahir : Perak, Malaysia / 23 Februari 1989

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Sei Blutu, No. 61, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Tarcisian Convent,

Ipoh

2. Sekolah Menengah Kebangsaan Tarcisian

Convent, Ipoh

3. Kolej Sentral, Pahang

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Riwayat Perlatihan : 1. Persatuan Renjer Puteri Negeri Perak

2. International Run 2006

(45)

Riwayat Organisasi :1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar

Malaysia Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)

2. Ahli Kelab Kebudayaan India Malaysia (KKIM)

(46)

INFORM CONSENT

JUDUL PENELITIAN:PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI RSUD. DR. PRINGADI.

Saya Previsha A/P Kaliahpan setambuk 07 bernomor induk 070100277

adalah peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perubahan kadar ureum dan

kreatinin sebelum dan sesudah hemodilisis pada pendierita gagal ginjal di

RSUP. DR. Pirngadi. Bagi mendukung penelitian ini, saya memerlukan

sampel darah untuk diperiksa di laboratorium.

Oleh karena itu, saya berharap kesediaan setiap partisipan untuk

memberikan kerja sama. Setiap data dan hasil yang diperoleh tidak akan

disebarluaskan. Data-data tersebut hanya akan digunakan untuk penelitian

dan bagi pasien yang ingin mendapatkan hasil dari pemeriksaan laboratorium

dapat menghubungi saya.

Sampel darah hanya diambil dari pasien yang bersedia dengan sepenuh

hati untuk menjadi sampel penelitian. Sila mengisi data peribadi anda di

bawah sebagai persetujuan.

NAMA : ………

UMUR : ………

JENIS KELAMIN : ………

(47)

DATA INDUK

NO. NAMA UMUR

UREUM PRE-HD KREATININ PRE-HD UREUM POST-HD KREATININ POST-HD JENIS KELAMIN

1. A 51-60 119 10.1 48 0.7 laki-laki

2. B 31-40 113 2.9 42 0.5 laki-laki

3. C 31-40 121 13.3 42 2.76 laki-laki

4. D 61-70 115 11.1 44 0.56 laki-laki

5. E 51-60 118 15.2 45 4.66 perempuan

6. F 51-60 112 8.6 41 0.3 laki-laki

7. G 51-60 120 10.1 49 0.4 laki-laki

8. H 31-40 112 17.5 36 6.96 laki-laki

9. I 51-60 134 12.24 54 1.7 laki-laki

10. J 61-70 116 12.9 45 2.36 perempuan

11. K 41-50 131 2.8 52 0.3 perempuan

12. L 51-60 117 14.2 46 4.13 perempuan

13. M 51-60 116 9.5 45 0.58 laki-laki

14. N 51-60 117 13.9 38 1.82 laki-laki

15. O 21-30 119 10.4 48 0.14 laki-laki

16. P 41-50 122 2.7 51 0.4 perempuan

17. Q 21-30 118 11.6 46 0.6 laki-laki

18. R 41-50 108 18.6 37 1.23 laki-laki

19. S 21-30 115 8.53 44 0.84 laki-laki

20. T 41-50 113 8.76 43 0.78 laki-laki

21. U 41-50 129 10.2 55 0.25 perempuan

22. V 51-60 117 11.7 38 0.89 perempuan

23. W 21-30 138 13.8 67 1.27 perempuan

24. X 41-50 198 19.6 113 3.89 laki-laki

25. Y 61-70 141 10.7 62 0.74 perempuan

26. Z 51-60 119 13.5 44 1.17 laki-laki

27. AA 41-50 116 11.6 38 0.93 perempuan

28. BB 41-50 129 2.5 51 0.23 laki-laki

(48)

32. FF 51-60 119 2.6 42 0.94 perempuan

33. GG 61-70 43 9.7 5 0.95 perempuan

34. HH 51-60 119 7.4 44 0.92 perempuan

35. II 41-50 115 11.1 37 1.2 laki-laki

36. JJ 41-50 121 15.2 43 3.24 laki-laki

37. KK 51-60 148 8.2 68 0.67 laki-laki

38. LL 61-70 132 13.8 57 2.45 laki-laki

39. MM 51-60 118 7.2 40 0.91 laki-laki

40. NN 61-70 133 12.8 53 1.27 laki-laki

41. OO 61-70 142 16.9 64 1.32 laki-laki

42. PP 41-50 107 10.3 36 0.72 laki-laki

43. QQ 41-50 79 7.1 8 0.45 laki-laki

44. RR 51-60 115 8.5 41 0.51 perempuan

45. SS 41-50 137 12.8 59 1.2 perempuan

46. TT 31-40 86 15.3 7 1.16 perempuan

47. UU 31-40 182 19.7 96 2.12 laki-laki

48. VV 41-50 200 19.8 106 3.61 perempuan

49. WW 61-70 147 11.4 66 1.22 laki-laki

50. XX 51-60 132 9.2 56 0.76 perempuan

51. YY 41-50 110 15.3 39 3.52 perempuan

52. ZZ 51-60 102 7.7 27 0.36 laki-laki

53. AAA 31-40 162 13.9 90 0.39 perempuan

54. BBB 51-60 112 16.2 37 3.86 laki-laki

55. CCC 41-50 161 2.6 83 0.42 perempuan

56. DDD 31-40 119 17.3 44 1.15 perempuan

57. EEE 51-60 113 12.4 42 1.21 perempuan

58. FFF 31-40 161 19.5 90 2.43 laki-laki 59. GGG 61-70 212 16.6 136 1.25 laki-laki 60. HHH 51-60 281 8.6 167 0.56 laki-laki

61. III 41-50 142 13.3 71 1.11 laki-laki

62. JJJ 41-50 114 6.5 43 0.87 laki-laki

63. KKK 61-70 62 8.7 8 0.54 laki-laki

64. LLL 31-40 115 7.5 44 0.61 laki-laki

65. MMM 51-60 162 9.7 91 0.79 perempuan

66. NNN 31-40 118 16.4 47 1.25 perempuan

67. OOO 51-60 110 8.2 39 0.51 laki-laki

(49)

70. RRR 31-40 118 15.6 47 2.17 laki-laki 71. SSS 41-50 219 12.3 147 1.1 laki-laki

72. TTT 31-40 97 8.2 26 0.84 laki-laki

(50)

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 21-30 4 5.5 5.5 5.5

31-40 12 16.4 16.4 21.9

41-50 19 26.0 26.0 47.9

51-60 25 34.2 34.2 82.2

61-70 13 17.8 17.8 100.0

Total 73 100.0 100.0

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 46 63.0 63.0 63.0

perempuan 27 37.0 37.0 100.0

(51)

T – test

Perubahan Kadar Ureum Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PreHD.Ureum 129.79 73 35.266 4.128

PostHD.Ureum 55.18 73 29.921 3.502

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PreHD.Ureum & PostHD.Ureum 73 .982 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

PreHD.Ureum - PostHD.Ureum

(52)

T- test

Perubahana Kadar Kreatinin

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PreHD.Kreatinin 11.5579 73 4.32283 .50595

PostHD.Kreatinin 1.3479 73 1.21360 .14204

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PreHD.Kreatinin & PostHD.Kreatinin

73 .617 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

PreHD.Kreatinin - PostHD.Kreatinin

(53)

Upper critical values of Student's t distribution with degrees of freedom

Probability of exceeding the critical value

0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001

____________________________________________

(54)
(55)

76. 1.293 1.665 1.992 2.376 2.642 3.201 77. 1.293 1.665 1.991 2.376 2.641 3.199 78. 1.292 1.665 1.991 2.375 2.640 3.198 79. 1.292 1.664 1.990 2.374 2.640 3.197 80. 1.292 1.664 1.990 2.374 2.639 3.195 81. 1.292 1.664 1.990 2.373 2.638 3.194 82. 1.292 1.664 1.989 2.373 2.637 3.193 83. 1.292 1.663 1.989 2.372 2.636 3.191 84. 1.292 1.663 1.989 2.372 2.636 3.190 85. 1.292 1.663 1.988 2.371 2.635 3.189 86. 1.291 1.663 1.988 2.370 2.634 3.188 87. 1.291 1.663 1.988 2.370 2.634 3.187 88. 1.291 1.662 1.987 2.369 2.633 3.185 89. 1.291 1.662 1.987 2.369 2.632 3.184 90. 1.291 1.662 1.987 2.368 2.632 3.183 91. 1.291 1.662 1.986 2.368 2.631 3.182 92. 1.291 1.662 1.986 2.368 2.630 3.181 93. 1.291 1.661 1.986 2.367 2.630 3.180 94. 1.291 1.661 1.986 2.367 2.629 3.179 95. 1.291 1.661 1.985 2.366 2.629 3.178 96. 1.290 1.661 1.985 2.366 2.628 3.177 97. 1.290 1.661 1.985 2.365 2.627 3.176 98. 1.290 1.661 1.984 2.365 2.627 3.175 99. 1.290 1.660 1.984 2.365 2.626 3.175 100. 1.290 1.660 1.984 2.364 2.626 3.174

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi responden berdasarkan umur
Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.4. Uji T-paired dalam menentukan perubahan kadar kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil penelitian Sumiasih (2012), menunjukkan adanya hubungan asupan protein hewani dengan kadar ureum dan kreatinin pada penderita gagal ginjal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein nabati dan hewani dengan kadar ureum dan kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara asupan protein nabati dan hewani dengan kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik dengan

Ureum dan Kreatinin Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani. Universitas

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang membandingkan kadar kalium pada penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisa di RSUD Arifin Achmad, dari bulan

Jika ginjal gagal menjalankan fungsinya maka hasil metabolisme yang diproduksi sel normal akan kembali ke dalam darah (uremia) 4.3 Perbandingan Kadar Ureum Pada Pasien Gagal

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perubahan kadar

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara asupan protein nabati dan hewani dengan kadar kreatinin pada penderita gagal ginjal kronik dengan