• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) di Kebun Percobaan USU Kwala Bekala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) di Kebun Percobaan USU Kwala Bekala"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA

PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU)

DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA

SKRIPSI

Oleh:

HOLONG MUNTE 060308042

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA

PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU)

DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA

SKRIPSI

Oleh :

HOLONG MUNTE

060308042/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Edi Susanto, M. Si Taufik Rizaldi, STP, MP

Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman

Pangan (Ubi Kayu) di Kebun Percobaan USU Kwala Bekala”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si dan Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, November 2010

(4)

ABSTRAK

HOLONG MUNTE: Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) di Lahan Percobaan USU Kwala Bekala, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan TAUFIK RIZALDI.

Penanaman ubi kayu yang secara terus-menerus pada lahan miring tanpa menerapkan pola konservasi tanah, mengakibatkan struktur tanah menjadi rusak sehingga meningkatkan laju erosi tanah di lahan percobaan USU Kwala Bekala. Untuk itu dilaksanakan penelitian di lahan tanaman (pangan) ubi kayu pada awal bulan Mei-Juli 2010 dengan menggunakan dua petak kecil dan dengan metode USLE. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, struktur tanah, kemiringan lahan, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, kedalaman efektif tanah, curah hujan, volume air larian dan berat sedimentasi di dalam drum kolektor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman ubi kayu pada lahan miring tanpa menerapkan konservasi tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi. Erosi yang terjadi menurut metode USLE adalah sebesar 762,43 ton/(ha.thn), sedangkan dengan metode petak kecil yang pertama sebesar 31,78 ton/(ha.thn) dan petak kecil yang kedua adalah 26,65 ton/(ha.thn) yang sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan metode USLE.

Kata kunci : Erosi, Ubi Kayu, Bahaya Erosi.

ABSTRACT

HOLONG MUNTE : The Study of Erosion Hazard Level (TBE) on Cassava Cultivation at USU Kwala Bekala Research Field, supervised by EDI SUSANTO and TAUFIK RIZALDI.

Planting cassava continuously on sloping land without applying soil conservation system, will cause damage to soil structure and increase the erosion rate in USU Kwala Bekala research field. Therefore, research was conducted at the cassava crop in May-July 2010 using two small squares and with USLE method. The parameters were the kind of soil, soil structure, land slope, soil permeability, soil C-organic content, the effective depth of soil, rainfall, escaping water volume and sedimentation weight in colektor drum.

(5)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kebun Percobaan USU Kwala Bekala ... 6

Sasaran Umum Pengelolaan DAS ... 7

Erosi dan Sedimentasi ... 8

Faktor yang Menyebabkan Erosi ... 9

Faktor energi ... 10

Ketahanan tanah ... 12

Proteksi ... 13

Metode vegetatif ... 14

Metode mekanik ... 14

Metode kimia ... 14

Proses Erosi ... 17

Tingkat Bahaya Erosi ... 20

Pengukuran langsung dengan metode petak kecil... 20

Perhitungan (prediksi) laju erosi menggunakan persamaan USLE ... 21

Faktor erosivitas hujan (R) ... 23

Faktor erodibilitas tanah (K) ... 23

Faktor tofografi (LS) ... 25

Faktor penutup dan konservasi tanah (CP) ... 26

Laju Erosi yang Masih Dapat Ditoleransikan ... 28

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ... 29

Kondisi Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) ... 29

Kemiringan lahan budidaya tanaman ubi kayu ... 30

Kondisi tanah budidaya tanaman ubi kayu ... 30

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

Alat dan Bahan Penelitian ... 32

Metode Penelitian ... 32

Parameter Penelitian ... 35

(6)

Nilai erosi yang ditoleransikan ... 36

Pengukuran erosi tanah dengan metode petak kecil ... 37

Perhitungan pada petak kecil yang pertama ... 37

Perhitungan pada petak kecil yang kedua ... 38

Pengukuran erosi tanah dengan metode USLE ... 40

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Ubi Kayu ... 42

Uraian Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Erosi ... 45

Nilai erosivitas hujan (R) di lahan percobaan USU Kwala Bekala ... 45

Faktor erodibilitas tanah (K) ... 46

Faktor topografi (LS)... 47

Faktor vegetasi (C) dan faktor manusia/tindakan konservasi (P) ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 50

(7)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Klasifikasi curah hujan ... 11

2. Efektivitas pengelolaan tanah konservasi dan produktif ... 17

3. Harkat struktur tanah ... 24

4. Harkat permeabilitas tanah ... 24

5. Nilai faktor C untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman ... 26

6. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah ... 27

7. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan ... 27

8. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah ... 28

9. Kriteria tingkat bahaya erosi ... 29

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode USLE... 54

2. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode Petak Kecil ... 55

3. Lokasi Kampus USU Kwala Bekala ... 56

4. Tabel Petak Kecil pada Tanaman Pangan... 57

5. Cara Perhitungan Erosi dengan Petak Kecil ... 58

6. Tabel Rata-Rata Curah Hujan Stasiun Pancur Batu ... 64

7. Tabel Rata-Rata Hari Hujan Bulanan Stasiun Pancur Batu ... 64

8. Tabel Curah Hujan Maksimal Harian Rata-Rata Stasiun Pancur Batu. ... 65

9. Tabel Perhitungan Erosivitas (R) Stasiun Pancur Batu ... 65

10. Tabel Nilai Tekstur Tanah dan Kandungan C-Organik Tanah ... 66

11. Tabel Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 66

12. Tabel Nilai Erosi Tanah pada Tanaman Ubi Kayu ... 66

13. Cara Perhitungan Nilai erosivitas (R) ... 67

14. Perhitungan Besar Laju Erosi dengan Metode USLE ... 69

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Petak Kecil dengan Tanaman Ubi Kayu ... 71

2. Talang dengan Drum Kolektor sebagai Penampung Air Hujan ... 71

3. Batas Petak Kecil... 72

4. Pelampung dengan Meteran ... 72

5. Bor Tanah... 73

6. Tabung dengan Pelampung ... 73

7. Sampel Tanah ... 73

8. Peta Jenis Tanah ... 74

(10)

ABSTRAK

HOLONG MUNTE: Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu) di Lahan Percobaan USU Kwala Bekala, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan TAUFIK RIZALDI.

Penanaman ubi kayu yang secara terus-menerus pada lahan miring tanpa menerapkan pola konservasi tanah, mengakibatkan struktur tanah menjadi rusak sehingga meningkatkan laju erosi tanah di lahan percobaan USU Kwala Bekala. Untuk itu dilaksanakan penelitian di lahan tanaman (pangan) ubi kayu pada awal bulan Mei-Juli 2010 dengan menggunakan dua petak kecil dan dengan metode USLE. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, struktur tanah, kemiringan lahan, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, kedalaman efektif tanah, curah hujan, volume air larian dan berat sedimentasi di dalam drum kolektor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman ubi kayu pada lahan miring tanpa menerapkan konservasi tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi. Erosi yang terjadi menurut metode USLE adalah sebesar 762,43 ton/(ha.thn), sedangkan dengan metode petak kecil yang pertama sebesar 31,78 ton/(ha.thn) dan petak kecil yang kedua adalah 26,65 ton/(ha.thn) yang sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan metode USLE.

Kata kunci : Erosi, Ubi Kayu, Bahaya Erosi.

ABSTRACT

HOLONG MUNTE : The Study of Erosion Hazard Level (TBE) on Cassava Cultivation at USU Kwala Bekala Research Field, supervised by EDI SUSANTO and TAUFIK RIZALDI.

Planting cassava continuously on sloping land without applying soil conservation system, will cause damage to soil structure and increase the erosion rate in USU Kwala Bekala research field. Therefore, research was conducted at the cassava crop in May-July 2010 using two small squares and with USLE method. The parameters were the kind of soil, soil structure, land slope, soil permeability, soil C-organic content, the effective depth of soil, rainfall, escaping water volume and sedimentation weight in colektor drum.

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian masih kurang dalam mensejahterakan petani dan memenuhi kebutuhan sendiri.

Tanaman ubi kayu termasuk tanaman pangan, tetapi tanaman ini bukanlah komoditas prioritas sehingga produktivitas tanaman ini sangat sedikit. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya teknologi untuk meningkatkan pendapatan petani ubi kayu. Hal ini dikarenakan sumber daya alam dan sumber daya manusia belum dimanfaatkan secara maksimal dalam pengelolaan usaha tani ubi kayu, sehingga produktivitas hasil pertanian khususnya petani ubi kayu kurang berkembang.

(12)
(13)

Mengingat kurangnya lahan yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian. Petani mulai menggarap lahan-lahan yang awalnya adalah lahan tanaman keras dan kemudian digarap dan diganti dengan lahan tanaman pangan dan hortikultura.

Alasan lain mengapa petani menanam ubi kayu adalah karena tanaman keras kurang menjanjikan dimana waktu pemanenannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Lahan yang digunakan petani saat ini adalah lahan percobaan USU yang berada di kwala bekala yang sewaktu-waktu bisa saja diambil alih kembali oleh pihak USU sehingga petani tidak berani mengambil resiko untuk menanam tanaman keras (seperti : karet, kelapa sawit dan tanaman keras lainnya) karena petani lebih memikirkan keuntungan daripada resikonya. Keuntungan yang paling cepat, praktis dan efisien adalah dengan menanam tanaman muda (tanaman semusim) termasuk tanaman pangan (ubi kayu) yang lebih cepat menghasilkan keuntungan tanpa memperdulikan apakah tanah itu miring atau datar, cocok atau tidak cocok dan berbahaya atau tidak untuk dikelola.

Petani beralih ke tanaman pangan (ubi kayu) karena beberapa faktor yaitu, cara penanaman mudah, tidak memerlukan perawatan, tidak perlu menggemburkan tanah terlebih dahulu dan cocok ditanam pada musim kemarau ataupun musim hujan.

(14)

sedimentasi yang tinggi menandakan tanah memiliki kemantapan agregat yang rendah.

Kemampuan tanah yang rendah dalam menyerap dan menyimpan air, bukan hanya menyebabkan tanaman akan mudah kekeringan pada musim kemarau, tetapi juga menyebabkan air yang mengalir di atas permukaan tanah (run-off) pada musim hujan menjadi lebih banyak sehingga akan menyebabkan lapisan tanah akan lebih banyak terkikis akibat erosi.

Untuk itulah penulis melakukan penelitian ini, untuk mengetahui apakah pada lahan tanaman budidaya ubi kayu cocok ditanam di lahan yang mempunyai kemiringan 7o (15,6%) atau tidak, karena kemiringan sangat rawan dengan erosi. Erosi berlangsung lebih cepat pada lahan yang mempunyai kemiringan dibandingkan pada lahan datar. Erosi dapat mengurangi kesuburan tanah karena pengikisan/erosi terjadi pada lapisan tanah permukaan/bagian atas akan menyebabkan terhanyutnya sejumlah besar zat hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Bennet pada tanah-tanah pertanian yang tererosi bersamaan dengan hanyutnya partikel-partikel tanah itu maka bahan-bahan organik serta unsur-unsur hara yang penting sebagai bahan makanan bagi tanaman akan terhanyutkan juga.

(15)

pembuatan rorak), secara vegetasi (crop rotation, strip cropping, counter cropping dan lain-lain), serta dengan cara kimiawi (pemakaian pupuk).

Usaha pencegahan juga dapat dilakukan dengan memperkirakan laju erosi setiap tahunnya. Untuk mengetahui seberapa besar kerusakan yang terjadi dapat dilakukan dengan metode petak kecil dan dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Metode USLE digunakan untuk menghitung laju erosi dengan menggunakan rumus dari Wischmeier dan Smith (1960). Dimana rumusnya adalah A = R x K x LS x C x P.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung :

1) Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) pada penggunaan lahan tanaman pangan di lahan percobaan USU Kwala Bekala.

2) Besarnya laju erosi tanah (A) pada penggunaan lahan tanaman pangan di lahan percobaan USU Kwala Bekala.

3) Besarnya Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada penggunaan lahan tanaman pangan di lahan percobaan USU Kwala Bekala.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

(16)

2. Sebagai dasar dalam mengelola lahan pertanian secara berkelanjutan, dengan tetap mempertimbangkan keuntungan ekonomis di satu sisi, tetapi di sisi lain tetap menjamin kelestarian sumber daya lahan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Kebun Percobaan USU Kwala Bekala

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara tofografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat memanipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di aliran daerah sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah (Asdak, 2007).

Kebun percobaan USU Kwala Bekala secara administratif tepatnya berada di desa Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis kebun ini terletak pada 3 29' 18,6" LU dan 98 37' 26,3" BT. Iklim di lokasi ini berdasarkan klasifikasi Scmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (14,3-33,3 %) dengan curah hujan rata-rata adalah 130 hari dan hari hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April. Suhu udara minimum adalah 22 oC dan maksimum adalah 34 oC (USU, 2009c).

(18)

dengan tingkat kepadatan yang rendah. Lapisan ketiga adalah batuan yang berwarna coklat gelap sampai abu-abu dan kadar air yang rendah dengan tingkat kepadatan yang rendah sampai sedang (USU, 2009a).

Cara pengambilan contoh tanah dimulai dengan memperhatikan kebersihan permukaaan tanaman apakah bebas dari tanaman, daun-daunan, sisa tanaman dan kotoran hewan lainnya. Contoh tanah individual diambil dengan menggunakan alat-alat bor tanah dari lapisan tanah sedalam 10-20 cm. Contoh tanah yang diambil harus benar-benar tanpa pengolahan, tidak diambil dari selokan, persawahan, perumahan, jalanan, tanah bekas pembakaran ataupun tanah dari bekas penimbunan pupuk. Tujuan pengambilan contoh tanah adalah untuk mengetahui kapasitas kemampuan jika ingin melakukan penanaman pada lahan tersebut agar nantinya tidak terjadi kerusakan pada tanah (Sutedjo, 2004).

Kondisi tapak Kwala Bekala memiliki kontur/kemiringan tanah yang cukup potensial untuk dimanfaatkan pada perancangan. Jika diolah dengan baik, kontur tapak akan bagus. Ketinggian tapak tertinggi adalah 94,38 meter di atas permukaan laut. Sementara titik terendah adalah 67,6 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah pada kawasan ini merupakan tanah ultisol (USU, 2009b).

Sasaran Umum Pengelolaan DAS

(19)

dan yang ketiga adalah melakukan peningkatan atau pengembangan sumber daya terutama sumber daya air. Sasaran ini digunakan untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu, terjaminnya pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, tercapainya keseimbangan ekologis sebagai penyangga kehidupan, terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun, pengendalian aliran permukaan dan banjir serta pengendalian erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.

Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Yang artinya bahwa hasil pertanian cukup menghasilkan/dapat memenuhi kebutuhan petani, tetapi tetap menjaga kelestarian sumber daya alam (Reijntjes, dkk, 1999).

Erosi dan Sedimentasi

Erosi adalah proses pengikisan dan pengangkutan bagian tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin ataupun es. Erosi pada iklim basah disebabkan oleh limpasan air, pada kawasan iklim kering disebabkan oleh angin sedangkan pada kawasan iklim dingin disebabkan oleh es yang bergerak (Trudgill, 1983).

(20)

secara alamiah, terjadi secara normal di lapangan melalui tahapan seperti pemecahan agregrat tanah kedalam partikel-partikel tanah menjadi butir-butiran kecil, pemindahan partikel tanah karena kekuatan angin dan pengendapan di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai. Erosi yang dipercepat adalah erosi yang proses terjadinya erosi dipercepat akibat tindakan atau perbuatan manusia yang bersifat negatif ataupun melakukan kesalahan dalam pelaksanaan pertaniannya (Kartasapoetra, dkk, 2005).

Erosi air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah karena penyebabnya adalah air yang mengalir, demikian juga erosi yang disebabkan oleh es. Sedangkan erosi angin dapat mengarah kemana-mana, dapat berubah arah tergantung pada arah mata angin. Erosi dan sedimentasi dapat mengubah posisi tanah. Erosi yang terus-menerus akan menyebabkan lapisan atas pada tanah akan menjadi lapisan paling bawah di daerah sedimentasi dan sebaliknya (Notohadiprawiro, 1998).

Faktor yang Menyebabkan Erosi

(21)

yang cukup rendah akan tetap menimbulkan limpasan permukaan. Proteksi berhubungan dengan penutupan tanah baik dengan bahan alami ataupun bahan lainnya. Di bidang pertanian penutupan tanah dilakukan dengan pengelolaan tanaman (metode vegetatif). Vegetasi mampu mempengaruhi erosi karena adanya a) intersepsi air hujan oleh tajuk dan absorbsi energi air hujan sehingga memperkecil erosivitasnya, b) pengaruh terhadap limpasan permukaan, c) peningkatan aktivitas biologis dalam tanah dan d) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi (Rahim, 2000).

Arsyad (2006) erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu: Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan), kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah), Bentuk lahan (kemiringan dan panjang lereng), vegetasi penutup tanah, dan tingkat pengelolaan tanah.

1. Faktor Energi

Ketersediaan air dan udara dalam tanah tergantung pada curah hujan, perembesan air, kedalaman perakaran, tekstur partikel-partikel tanah, struktur dan bahan organik tanah. Pengambilan atau pengubahan penutup vegetasi juga mempengaruhi koefisien air larian dan tingkat rembesan. Perubahan dalam aliran sungai kecil dan perembesan dapat mempengaruhi aliran sungai kecil. Aliran air pada lahan yang berlebihan bisa menyebabkan erosi tanah. Lapisan atas tanah yang paling penting dengan jumlah unsur hara yang relatif lebih besar terbawa akan mengendap di tempat lain sebagai sedimen (Reijntjes, dkk, 1999).

(22)

penentuan besarnya erosi pada suatu daerah. Besarnya nilai erosiviatas hujan dihitung dengan persamaan Bols (1978) bahwa EI30 = 6,119 (CH)1,21(HH)-0.47 (maxp)0,53. Dimana EI30 adalah erosivitas hujan, CH (curah hujan), HH (hari

hujan), maxp (besarnya hujan harian maksimum dalam satu bulan) (Ginting dan Putuhena, 2005).

Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan penyebaran hujan ke permukaaan tanah, kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi yang ditimbulkannya.

Tabel 1. Klasifikasi curah hujan

Intensitas hujan (mm/jam) Klasifikasi 0-5 Sumber: Arsyad. S., 1989.

Tidak semua air hujan mengakibatkan erosi tetapi tergantung pada intensitasnya. Pritz (1999) menyimpulkan bahwa untuk intensitas hujan sekitar 30-60 mm/jam hanya sekitar 10% dari hujan yang menimbulkan erosi, tetapi untuk intensitas hujan yang lebih besar dari 100 mm/jam maka kemungkinan akan menimbulkan erosi walaupun intensitas hujan besar namun jika berlangsungnya tidak terlalu lama, maka hujan tidak akan mengakibatkan erosi. Jadi dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan sangat berhubungan dengan ukuran median butiran air hujan (Pritz 1999 dalam Hardiyatmo 2006).

(23)

besar pula karena tanah yang telah jenuh tidak akan dapat menyerap air yang jatuh. Hujan yang jatuh pada tanah yang jenuh akan langsung melimpah menjadi aliran air (Amaru dan Sudjono, 2007).

Angin memiliki pengaruh positif dan negatif pada pertanian. Angin mempengaruhi suhu dan penguapan dari tanah. Semakin kuat angin maka kehilangan tanah akan semakin banyak karena tiupan angin. Tanah berpasir sangat peka terhadap angin. Untuk mengatasi hal tersebut petani dapat melakukan/memberi perlindungan dengan barisan vegetasi, pepohonanan yang terbesar atau dinding. Erosi tanah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin, air dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Erosi akan sangat hebat terjadi khususnya pada lahan dengan lereng yang curam, panjang serta struktur tanah yang mudah longsor dimana penutup vegetasi tidak mencukupi untuk menahan terpaan hujan deras, sedimentasi terjadi dimana kecepatan arus air berkurang yaitu pada dasar lereng ditempat pengumpulan air (Reijntjes dkk, 1999).

2. Ketahanan Tanah

(24)

Karakteristik profil tanah yang sangat menentukan tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman tanah dan sifat lapisan tanah. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap atau bahan induk akan menentukan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan sifat lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap laju peresapan air ke dalam tanah. Jumlah dan laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan kedap sangat menentukan besarnya aliran permukaan dan hal ini sangat menentukan daya rusak dan daya angkut dari aliran permukaan. Tanah-tanah yang dangkal seperti entisol, umumnya mempunyai kemampuan untuk menampung air relatif rendah, sedangkan untuk tanah ultisol atau alfisol keberadaan horizon bawah permukaaan yang bersifat kedap dapat menjadi faktor penghambat proses peresapan air ke dalam tanah (Dariah, dkk, 2009a).

3. Proteksi

(25)

a) Metode Vegetatif

Adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk mengurangi jumlah dan daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan melakukan a) Reboisasi (menanami kembali hutan yang gundul); b) Countour strip cropping adalah bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman semusim dalam strip-strip yang berselang-seling menurut garis kontur dan c) Croups rotation adalah usaha penanaman jenis tanaman secara bergantian dalam suatu lahan.

b) Metode Mekanik

Adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Berikut bentuk-bentuk metode mekanik.; a) Countour plowing adalah membajak searah garis kontur, sehingga terjadilah alur-alur horisontal, b) Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang searah garis kontur atau memotong lereng untuk menahan, c) Terassering adalah menanam tanaman dengan sistem teras di daerah lereng.

c) Metode Kimia

(26)

Vegetasi sangat penting dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, selain itu dapat menurunkan kecepatan dan volume limpasan permukaan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Pada saat tidak terdapat vegetasi kemampuan fungsi-fungsi yang dapat mencegah erosi menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak ada sama sekali. Tajuk tanaman yang belum terbentuk dan dalam keadaan lahan yang gembur (baru diolah) sehingga tenaga kinetik dari hujan dan limpasan permukaan menyebabkan tanah menjadi mudah terkelupas dan partikel-partikel mudah terangkut ke tempat yang lebih rendah (Asdak, 2007).

Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah, praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk meretensi air, dan menstabilkan agregat tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 persen biasanya paling peka terhadap erosi. Karena itu perlu penambahan bahan organik hingga angka tersebut. Penambahan bahan organik ke tanah perlu memperhatikan jenis tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumik jumlah humus yang dihasilkan persatuan bahan organik (Rahim, 2000).

(27)

terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah. Oleh karena itu, di daerah kering pengolahan menurut kontur sangat efektif dalam pengawetan air (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

Cepat atau lambatnya air mengalir tergantung pada derajat kemiringan tanah, semakin tinggi derajat kemiringan suatu lahan maka air akan semakin cepat mengalir ke bawah (laju erosi akan semakin cepat). Untuk mengurangi kemiringan maka perlu dilakukan berbagai konservasi tanah terutama dalam pembuatan sengkedan dalam bentuk;

− Membuat sengkedan menurut tingginya kontur

− Setiap teras dilengkapi dengan rorak atau lubang penampung air hujan

− Lereng-lereng teras diperkuat dengan batu-batuan atau rumput, sedangkan

batas teras diperkuat dengan batuan atau dengan tanaman lamtoro − Jalanan harus ditanami rumput untuk mengurangi pengikisan.

Bahaya erosi dapat diatasi bila air hujan yang jatuh tidak langsung jatuh ke atas tanah, namun tertampung terlebih dahulu oleh daun-daunan tanaman. Erosi dapat diatasi dengan mengatur cara penanaman, melakukan pencegahan secara mekanis dengan pembuatan teras, dan memperhatikan cara pemeliharaan tanamannya. Pemeliharaan tanaman dapat dilakukan dengan menggemburkan tanah dan menutup tanah dengan mulsa bahan organik atau plastik (Rismunandar, 1993).

Pengolahan tanah bertujuan untuk ;

− Memperbaiki struktur tanah. Dimana tanah yang baik untuk budidaya tanaman

(28)

− Menekan pertumbuhan gulma. Hal ini dilakukan agar ubi kayu tidak bersaing

dengan berbagai gulma dalam mengambil hara tanah, pupuk ataupun air

− Menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya

erosi.

Tabel 2. Efektivitas pengolahan tanah konservasi dan produktif

Perlakuan Hasil ubi segar (Ton/Ha) Tanah tererosi (Ton/Ha/thn) Tanpa olah tanah (TOT) 15,0 7,6

Cangkul 1 kali 14,3 10,3

Bajak traktor 2 kali 19,0 66,8

Bajak traktor 2 kali + guludan 25,4 30,8 Sumber : Prihandana, dkk., 2007

Tanaman penutup tanah merupakan tanaman tambahan di samping tanaman utama. Fungsi tanaman ini menutupi lahan pada waktu musim bera (istirahat) dan melindungi dari erosi oleh angin, hujan dan suhu yang tinggi. Pupuk hijau adalah penutup tanah yang berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburannya. Tumbuhan penutup tanah dan pupuk hijau bertujuan untuk melindungi tanah dari erosi dan kekeringan serta memperbaiki tingkat kelembaban tanah dan sirkulasi air, menghambat perkembangan gulma (tanaman penutup tanah menghambat sinar matahari), membantu memperbaiki struktur tanah sebagai aktivitas biologis tanah yang lebih baik dan pergerakan akar, dan membantu menambah kandungan bahan organik dan humus pada tanah. Penggunaan tanaman penutup tanah harus sesuai dengan jenis tanaman (Ochoa dan Oyarzun, 2009).

Proses Erosi

(29)

terjadi sebagai akibat timpaan titik-titik curah hujan yang menimpa permukaan tanah. Iklim, tanah, topografi, waktu dan pendayagunaan tanah oleh manusia merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhinya (Foster and Meyer,1973).

Dua peristiwa utama erosi, yaitu pelepasan dan pengangkutan merupakan penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan, tetapi pengangkutan tidak selalu diikuti oleh pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh dipermukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah, mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas. Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash) dan jatuh lagi diatas permukaan tanah dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler tanah, sehingga akan menghambat proses infiltrasi (Vadari, dkk, 2009).

Erosi di Indonesia pada umumnya terjadi akibat air hujan yang jatuh di permukaan tanah menyebabkan tanah terciprat, lepas dari ikatan remahnya menjadi butiran halus (splash erosion) dimana tanah dibawahnya menjadi padat sehingga daya resap menjadi kurang dan akhirnya ketika musim hujan air hujan hanya sedikit yang diresapkan dan sebagian besar mengalir di permukaan hanyut dan akan terus berlanjut ke laut. Saat ini luas lahan kering yang digunakan untuk tanaman pangan memiliki kemiringan yang dimulai dari 0-15%, lahan ini masih dapat digunakan untuk menanam tanaman pangan apabila menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah air (Soepardja, 1991).

(30)

Soelistyari (1998) menggolongkan erosi permukaaan kedalam erosi antar alur dan erosi alur. Erosi antar alur dimulai dengan terjadinya erosi percikan yang terjadi pada awal hujan, tetapi setelah terjadi genangan air pada tanah erosi dilanjutkan dengan erosi alur. Erosi alur terjadi karena adanya pengumpulan aliran air limpasan permukaan sehingga mempunyai daya rusak yang lebih besar. Bila ukuran alur sangat besar dan tanah tidak dapat diperbaiki dengan pengolahan lahan konvensional, maka alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuang utamanya. Erosi ini disebut erosi selokan (gully erosion) bisa mencapai lebar 3 m dengan kedalaman 2-3 m. Pengangkutan tanah yang terjadi secara berangsur-angsur akan menyebabkan longsor. Longsor terjadi karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu menahan beban massa tanah (Untomo dan Soelistyari 1998 dalam Utomo 1989).

(31)

akibat tindakan/perbuatan manusia yang bersifat negatif atau melakukan kesalahan dalam pengelolaan lahan. Erosi ini sangat merugikan karena bagian-bagian tanah yang terhanyutkan jauh lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah yang terjadi. Penipisan tanah akan terus berlanjut bila tidak segera diatasi (Kartasapoetra, 1989).

Tingkat Bahaya Erosi

Erosi yang diperbolehkan dinyatakan sebagai suatu laju yang tidak boleh melebihi laju pembentukan tanah. Pengikisan di bagian atas selalu diikut i oleh pembentukan lapisan tanah baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukan ini pada umumnya tidak mampu mengimbangi kehilangan tanah karena erosi dipercepat. Secara alami laju kehilangan tanah yang diperbolehkan tergantung dengan kondisi tanah dan secara umum laju erosi yang diperbolehkan (Edp) untuk kebanyakan tanah di Indonesia pada lahan miring/perbukitan adalah sebesar 25 mm/thn atau setara dengan 25 ton/Ha/tahun sedangkan untuk daerah yang bertofografi datar Edp yang disarankan adalah 10 ton/Ha/tahun (Rahim, 2000).

Penetapan besarnya erosi dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) pengukuran secara langsung menggunakan metode petak kecil (kolektor air larian dan sedimentasi) dan (2) perhitungan (prediksi) menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation).

1. Pengukuran secara langsung dengan metode petak kecil

(32)

mengikuti garis lereng dengan meletakkan drum sebagai kolektor untuk menampung aliran permukaan dan sedimen yang dihasilkan. Ukuran standar petak kecil adalah 22 m dan lebarnya 2 m. Disekeliling petak kecil dibatasi dengan sekat yang terbuat dari karpet, seng atau bahan lainnya yang bisa menahan laju aliran air dengan lebar karpet 20 cm, dimana 10 cm ditanam dan 10 cm dibiarkan berada di atas permukaan tanah (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

Aliran permukaan dan sedimen yang berasal dari petak kecil dialirkan melalui pipa yang dihubungkan menuju kolektor. Kolektor yang digunakan pada umumnya adalah tangki penampung dimana pada setiap tangki di bor dengan ketinggian dan diameter yang sama agar bila aliran permukaan terlalu besar maka air akan keluar melalui lubang tersebut, sehingga hasil akhir dari air atau sedimen yang keluar dihitung dengan mengalikan hasil akhir sesuai dengan jumlah lubang yang disediakan.

2. Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Persamaan USLE

Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah prediksi erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith dengan persamaan sebagai berikut:

P C S L K R

A= × × × × × ... (1) dimana :

A = banyaknya tanah tererosi (ton/(ha.thn)).

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).

(33)

percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 %, tanpa tanaman.

L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik.

S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa tanaman.

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik.

Metode USLE adalah metode yang dianggap sebagai rumus yang paling mendekati kenyataan dibanding dengan rumus yang lain, karena variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara terperinci (Arsyad, 2006).

(34)

a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 15 tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :

(

)

P.Max = curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang bersangkutan (cm)

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :

[ ] [ ]

K = Faktor erodibilitas tanah

(35)

a = bahan organik tanah (% C x 1,724) b = Harkat struktur tanah (Tabel 3)

c = Harkat permeabilitas profil tanah (Tabel 4) Tabel 3. Harkat struktur tanah

Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter) Harkat Granular sangat halus

Granular halus

Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal

1 2 3 4 Sumber : Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008.

Tabel 4. Harkat permeabilitas tanah

Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Harkat

Sangat lambat (<0,5 cm/jam) Lambat (0,5-2,0 cm/jam)

Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam)

Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam) Sumber : Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008.

Bila tekstur tanah yang tersedia telah diketahui seperti persentase debu dan pasir sangat halus, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah maka erodibilitas tanah dapat ditentukan dengan menggunakan nomograf (gambar 1) dengan cara:

− Persentase debu dan pasir sangat halus yang sudah diketahui, ditetapkan pada

titik yang bersesuaian pada sumbu tegak sebelah kiri dari nomograf

− Dari titik perpotongan ditarik garis horizontal hingga memotong grafik

persentase pasir yang bersesuaian

− Tarik garis vertikal hingga memotong grafik kelas lahan organik yang

bersesuaian

− Tarik garis horizontal ke kanan hingga memotong grafik kelas struktur tanah

(36)

− Dari titik perpotongan tarik garis vertikal ke bawah hingga memotong kelas

permeabilitas tanah yang bersesuaian

− Dan dari titik perpotongan tersebut tarik garis horizontal ke kiri hingga

memotong skala indeks erodibilitas K.

Gambar 1. Nomograf untuk menghitung nilai K menurut Wischmeier dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008

c. Faktor Topografi (LS)

(37)

kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :

)

d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)

Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara pengelolaan pertanian dapat menggunakan tabel 5 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik.

Tabel 5. Nilai faktor penutup vegetasi (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman

No. Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor C 1

Ubi kayu + kacang tanah Padi + sorghum Padi + kedelai Kacang tanah + cabe

Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + kacang tunggak Padi + mulsa jerami 4 ton/ha

Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tanah Kacang tanah + mulsa jerami Padi + mulsa crotaria 3 ton/ha

Pola tumpang gilir + mulsa jerami 3 ton/ha Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Pola tanam berurutan

Pola tanaman tumpang gilir

0,181

(38)

Tabel 6. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah

No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P

1.

Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0-8 %

Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 % Penggunaan sistem kontur

Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami

1 ton/ha 3 ton/ha 6 ton/ha

Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL) Padang rumput (sementara)

Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m) Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m)

Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha)

Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha) Ubi kayu

Tabel 7. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan

No. Tipe Penggunaan Lahan Nilai CP

1. Hutan tidak terganggu 0,01

2. Hutan tanpa tumbuhan rendah 0,01

3. Hutan tanpa tumbuhan rendah dan seresah 0,5

4 Semak/belukar tidak terganggu 0,01

5. Semak/belukar sebagian ditumbuhi rumput 0,1

6. Kebun campuran 0,07

7. Pekarangan 0,2

8. Perkebunan tanaman keras dengan tanaman penutup tanah 0,01 9. Perkebunan tanaman keras hanya sebagian tanaman penutup tanah 0,07

10. Rumput penutup alang-alang 0,02

11. Rumput penutup alang-alang dibakar setiap tahun 0,06

12. Rumput sereh wangi 0,65

13. Rumput penutup tanah dengan baik 0,01

14. Tanaman tegalan, umbi-umb ian 0,63

15. Tanaman tegalan kacang-kacangan 0,36 16. Pertanian umum dengan :

- Memakai mulsa 0,14

- Teras bangku 0,04

- Guludan 0,14

(39)

Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T)

Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:

xBd RL EqD

T = ... (6)

Dimana : T = Laju erosi dapat ditoleransi (mm/ha.thn)

EqD = faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (cm) RL = Resource life (300 dan 400 tahun) (tahun)

Bd = Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm3)

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat di tumbuhi akar dan menyimpan cukup air. Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah

(40)

28 Sumber : Hammer, 1981

Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus (Hammer, 1981):

TBE = A/T ... (7) Kriteria tingkat bahaya erosi dapat disajikan pada tabel 9

Tabel 9. Kriteria tingkat bahaya erosi

Nilai Kriteria/Rating TBE

< 1.0

Sumber : Hammer, 1981

Kondisi Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu)

(41)

sebaiknya berstruktur remah dan konsistensi gembur banyak mengandung bahan organik (Suhardi dkk, 2002).

1. Kemiringan Lahan Budidaya Tanaman Ubi Kayu

Pemilihan jenis tanaman semusim yang cocok ditanam pada lahan miring sama saja dengan jenis tanaman pada lahan datar, namun untuk tanah yang kurang mengandung unsur hara sebaiknya tidak ditanam ubi kayu karena dapat merusak kondisi tanah. Untuk mengurangi pengikisan tanah, penanaman harus dilakukan searah garis kontur. Teras guludan/pematang sangat cocok digunakan pada lahan yang mempunyai kemiringan 10-15% dengan tujuan untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir jika hujan turun. Sehingga erosi dapat dicegah dan peresapan air kedalam tanah lebih banyak karena air tertahan agak lama (Setiawan, 1999).

Cara menentukan lokasi dan besar kemiringan lereng di lahan ubi kayu adalah dengan menggunakan alat pengukur kemiringan yaitu Abney Level. Lereng yang akan kita ukur kemiringannya, hendaknya bebas dari segala hambatan, agar lebih mudah dalam pengamatan. Membidik dengan Abney Level melalui lubang pengamatan bisa dilakukan dari puncak lereng ke dasar lereng atau sebaliknya. kemudian diatur skalanya dengan cara memutar Abney Level. Angka yang ditunjukkan oleh jarum pada skala merupakan derajat atau persen kemiringan dari lereng yang dicari. Pada lahan ubi kayu didapatkan kemiringan 70 atau sekitar 15,6%.

2. Kondisi Tanah Budidaya Tanaman Ubi Kayu

(42)

dengan baik di daerah panas dengan suhu rata-rata 25oC-29oC sehingga cocok pada daerah dibawah ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan akan berlangsung dengan baik apabila terdapat distribusi curah hujan sekitar 1000-1500 mm/thn. Bibit diambil dari potongan batang sepanjang 20-30 cm yang diambil dari batang bagian tengah atau bagian bawah dan penanamannya diatur hingga kemiringan batang 45o dan sebagian batang tertanam dalam tanah dengan jarak tanam 1m x 1m (Kartasapoetra, 1988).

(43)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2010 di kebun percobaan USU Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah drum penampung atau kolektor air larian dan sedimentasi, talang air, pipa PVC, waterpass, abney level patok kayu, paku, martil, dan alat pertukangan lainnya, parangkat penangkar mini curah hujan, bor tanah, ring sampel tanah, meteran, kantong plastik dan karet gelang, kertas label, karpet penahan/dinding petak kecil, kamera digital, timbangan dan alat tulis.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya lahan budidaya tanaman pangan (lahan tanaman ubi kayu), contoh tanah/sedimen, contoh air larian, peta administrasi, peta jenis tanah, peta kelas lereng, peta penutupan dan penggunaan lahan, serta data curah hujan.

Metode Penelitian

(44)

tipe penggunaan lahan tanaman pangan. Pengukuran erosi dan pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara Purposive sampling. Pengukuran erosi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

1. Pengukuran secara langsung dengan menggunakan Metode Petak Kecil. Prosedur :

a. Ditentukan jenis tanaman yang akan diteliti (ubi kayu) b. Dihitung kemiringan lahan dengan abney level

c. Ditentukan lokasi penempatan petak kecil. d. Diukur curah hujan per kejadian hujan.

e. Dilakukan pengukuran setiap setelah kejadian hujan. f. Pengukuran air limpasan dan sedimen

- Diaduk seluruh air limpasan dan sedimen yang tertampung dalam drum penampung atau pada talang.

- Dihitung volume air limpasan dan sedimen yang telah diaduk rata. - Diambil sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang diaduk) g. Pengukuran besar tanah yang tererosi,

- Disaring sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang diaduk) - Diovenkan sedimen yang tersaring hingga berat konstan

- Ditimbang sedimen yang tersaring setelah diovenkan. 2. Perhitungan laju erosi dengan metode USLE.

Prosedur :

a. Ditentukan titik pengambilan sampel tanah, diambil sampel tanah. b. Dihitung laju permeabilitas tanah.

(45)

d. Dianalisis kandungan C-organik tanah

e. Ditentukan laju erosi yang dapat ditoleransikan (T). f. Ditentukan tingkat bahaya erosi (TBE)

2m

22m

0,1m

69cm

43cm

d= 1,5 inc

2m

0,1m

0,14m Karpet ditanam

sedalam 10cm

(46)

Parameter Penelitian

Untuk penghitungan erosi menggunakan persamaan USLE, parameter yang akan diamati yakni : jenis tanah, struktur tanah, kemiringan lereng, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, kedalaman efektif tanah serta curah hujan tahunan, bulanan, dan harian.

Parameter yang akan diamati dalam pengukuran erosi dengan menggunakan metode petak kecil adalah:

a. Jumlah curah hujan per kejadian hujan b. Volume air larian pada drum kolektor

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Erosi di Lahan Tanaman Pangan (Ubi Kayu)

1. Nilai erosi yang ditoleransikan

Dari lampiran 5 diperoleh bahwa nilai erosi pada lahan tanaman ubi kayu yang ada di lahan percobaan USU Kwala Bekala adalah sebesar 31,78 ton/(ha.thn) pada petak yang pertama dan 26,65 ton/(ha.thn) pada petak kecil yang kedua. berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa erosi yang ditoleransikan di lahan tersebut termasuk dalam kriteria tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi. Pernyataan ini dapat disesuaikan dengan tabel kriteria tingkat bahaya erosi yang disajikan pada (Tabel 9) yang menyatakan bahwa nilai tingkat bahaya erosi yang lebih besar dari 10,01 ton/(ha.thn) termasuk dalam kriteria tingkat bahaya erosi yang tinggi.

(48)

diperbolehkan (Edp) untuk kebanyakan tanah di Indonesia pada lahan miring/perbukitan adalah 25 mm/thn atau setara dengan 25 ton/(ha/tahun).

2. Pengukuran erosi tanah dengan metode petak kecil

Dengan pengambilan sampel erosi tanah setiap kejadian hujan selama 3 bulan (Mei-Juli 2010) maka diperoleh besar erosi yang terjadi pada lahan tanaman ubi kayu sebesar 1410 gr pada petak yang pertama dan 1112,8 gr pada petak yang kedua dari luas 44 m2, dengan jumlah kejadian hujan yang mengakibatkan erosi selama 3 bulan tersebut sebanyak 17 kali pada petak yang pertama dan 16 kali pada petak yang kedua (Lampiran 5) dengan asumsi bahwa besarnya nilai erosi rata-rata perbulan dari pengukuran selama 3 bulan penelitian dapat digunakan untuk menghitung erosi selama 12 bulan (1 tahun).

Perhitungan pada petak kecil yang pertama

Sedimen total = 1410 gr

Sedimen dalam 1 hari = sedimen total/jumlah hari hujan = 1410 gr/17 hari

= 82,94 gr/hari

Nilai prediksi erosi pada petak kecil pertama = 82,94 gr/hari Sedimen untuk luasan 22 x 2 m

= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan (lampiran 6) = (82,94 gr/hari) x (1686 hari/thn)

= 139833,86 gr/thn.44 m² Sedimen untuk luasan hektar

(49)

= (10.000 m²/44 m²) x 139833,86 gr/(thn.44 m²) = 31780423,80 gr/(ha.thn)

= 31,78 ton/(ha.thn)

Perhitungan pada petak kecil yang kedua

Sedimen total = 1112,8 gr

Sedimen dalam 1 hari= sedimen total/jumlah hari hujan = 1125,5 gr/16 hari

= 69,55 gr/hari

Nilai prediksi erosi pada petak kecil kedua = 69,55 gr/hari Sedimen untuk luasan 22 x 2 m

= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan (tabel 10) = (69,55 gr/hari) x (1686 hari/thn)

= 117266,22 gr/thn.44 m² Sedimen untuk luasan hektar

= (10.000 m²/44 m²) x Sedimen untuk luasan 22 x 2 m = (10.000 m²/44 m²) x 117 266,22 gr/(thn.44 m²) = 26651413,07 gr/(ha.thn)

= 26,65 ton/(ha.thn)

(50)

lebih mendekati keadaan sebenarnya perlu dilakukan penelitian selama 1 tahun dan data pengukuran berkesinambungan selama 12 bulan.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kedua petak kecil yang digunakan sebagai penelitian mempunyai hasil yang berbeda dimana petak kecil yang pertama lebih banyak yang tererosi dibandingkan dengan petak kecil yang kedua. Hal ini dipengaruhi dengan adanya perbedaan jarak dan jumlah pohon di setiap petaknya. Dengan jarak yang sama 2x22 m dan masing 2 baris tiap petak, tetapi jumlah pohon berbeda untuk setiap petak. Dimana pada petak kecil yang pertama jumlah pohon pada baris pertama sebanyak 25 pohon dan pada baris kedua 26 pohon sedangkan pada petak kecil yang kedua sedikit lebih banyak di banding petak yang pertama dimana pada baris pertama sekitar 29 pohon dan baris kedua 28 pohon. Perbedaan jumlah pohon tiap baris tentu saja sangat berpengaruh terhadap laju erosi, semakin banyak jumlah pohon maka semakin sedikit tanah yang tererosi karena akar tanaman akan semakin banyak yang menahan tanah tersebut dan sebaliknya.

(51)

hujan oleh tajuk dan absorbsi energi air hujan sehingga memperkecil erosivitasnya, b) pengaruh terhadap limpasan permukaan, c) peningkatan aktivitas biologis dalam tanah dan d) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.

Keakuratan pengukuran erosi dengan metode petak kecil tergantung pada pemilihan lokasi penempatan petak kecil, pemasangan semua komponen petak kecil dan pengukuran volume air limpasan yang tertampung dalam drum penampung. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, pengambilan data sebenarnya harus secara berkesinambungan selama 12 bulan (satu tahun), karena perubahan musim setiap tahunnya hampir berubah baik musim kemarau ataupun musim hujan. Jadi sangat diharapkan pengukuran erosi dilakukan pada kedua musim tersebut, dan akan lebih baik lagi apabila penelitian dilakukan minimal selama 10 tahun secara berkelanjutan. Hanya saja penelitian tidak mungkin dilakukan selama 10 tahun karena tanaman yang di teliti adalah tanaman pangan dimana waktu panennya paling lama 8 bulan.

3. Pengukuran erosi tanah dengan metode USLE

Hasil prediksi besarnya erosi di lahan tanaman pangan (ubi kayu) percobaan USU Kwala Bekala dengan metode USLE diperoleh erosi tanah sebesar 192,53 ton/(ha.thn), dimana nilai ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan nilai erosi pada petak kecil yang diperoleh sekitar 31,78 ton/(ha.thn) pada petak yang pertama dan 26,65 ton/(ha.thn) pada petak kecil yang kedua.

(52)

prediksi USLE sudah ditetapkan sebelumnya dan tinggal disesuaikan dengan rumus dan data yang telah tersedia. Penggunaan koefisien tetapan-tetapan tersebut mengakibatkan erosi tanah yang terjadi dengan mengunakan prediksi USLE sangat tinggi. Disamping itu, penggunaan kedua metode tersebut berbeda cakupan daerahnya dimana metode USLE digunakan untuk cakupan daerah yang cukup luas sedangkan metode petak kecil hanya mewakili daerah yang berada disekitar petak kecil dan hanya berlaku untuk daerah yang mempunyai jenis tanah dan kemiringan yang sama.

Perlu diketahui juga bahwa metode USLE hanya memprediksi tingkat bahaya erosi pada daerah yang diteliti, akan tetapi metode petak kecil digunakan untuk mengukur nilai erosi secara langsung di lapangan sehingga data yang diperoleh dengan metode petak kecil lebih akurat di banding dengan metode USLE. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua metode, baik metode petak kecil maupun metode USLE masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan sehingga penggunaannya tergantung pada cakupan daerah yang ingin diteliti.

(53)

yakni sebesar 192,53 ton/(ha.thn), dimana nilai ini sangat jauh lebih besar dibanding dengan kedua metode petak kecil yang digunakan.

Erosi yang diperbolehkan/ditoleransikan (T) berbanding terbalik dengan tingkat bahaya erosi (TBE) dan berbanding lurus dengan erosi aktual. Semakin besar nilai T dengan besar erosi tanah (A) sama, maka TBE akan semakin rendah dan sebaliknya, jika T semakin kecil maka TBE akan semakin tinggi. Dari hasil penelitian nilai TBE adalah sebesar 23,48 dan tergolong dalam tingkat bahaya erosi yang tinggi.

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Ubi Kayu

Dari pengukuran langsung di lapangan dengan 5 titik dan dengan jarak tertentu diperoleh kedalaman efektif tanah rata-rata sebesar 102 cm, dan waktu yang digunakan untuk meloloskan air sampai jenuh atau tidak dapat lagi diresap oleh tanah rata-rata 55 menit sehingga diperoleh nilai permeabilitas tanah sebesar 0,031 cm/jam, dan nilai ini termasuk dalam harkat permeabilitas tanah sangat lambat karena laju permeabilitasnya lebih kecil dari 0,5 cm/jam (Tabel 4).

Tabel 10. Data permeabilitas tanah pada tanaman ubi kayu di lahan percobaan USU Kwala Bekala

Waktu Titik I Titik II Titik III Titik Iv Titik V Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman

(54)

Nilai erosi yang ditoleransikan pada lahan tanaman pangan di lahan percobaan USU Kwala Bekala termasuk dalam kriteria tingkat bahaya erosi yang tinggi, maka untuk mengurangi laju erosi perlu dilakukan upaya tindakan konservasi. Menurut Rahim (2000), pengikisan di bagian atas selalu diikuti oleh pembentukan lapisan tanah baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukan ini pada umumnya tidak mampu mengimbangi kehilangan tanah karena erosi dipercepat. Secara alami laju kehilangan tanah yang diperbolehkan tergantung dengan kondisi tanah.

Jadi bila struktur tanah sudah rusak maka laju erosi ketika terjadi hujan akan semakin besar dan untuk mengurangi hal tersebut perlu dilakukan berbagai tindakan konservasi tanah seperti penanaman tanaman sesuai dengan garis kontur, penambahan bahan organik tanah (pemberian pupuk), menanam tanaman dengan tumpang sari, melakukan penanaman secara bergantian atau tidak selalu menanam dengan tanaman yang sama setiap tahunnya karena pola tanaman yang berurutan dapat merusak struktur tanah. Akan tetapi, Lahan percobaan USU Kwala Bekala seringkali ditanami dengan tanaman ubi kayu di tempat yang sama setiap tahunnya, hal ini tentu saja dapat mempercepat laju erosi karena struktur tanah nya sudah rusak.

(55)

C-organik sebesar 0.918%. Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah maka tanah tersebut termasuk dalam kriteria sifat tanah yang sangat rendah.

Salah satu cara untuk meningkatkan sifat fisik tanah adalah dengan menambahkan pupuk kedalam tanah yang akan diolah baik dengan pemberian pupuk alami ataupun dengan pemberian pupuk buatan seperti kompos atau sisa-sisa tanaman (serasah tanaman) agar unsur hara pada tanah tersebut cukup untuk tanaman, sehingga dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tanah yang subur seringkali ditandai dengan adanya cacing tanah. Cacing tanah juga dapat memperkecil laju erosi karena cacing tanah dapat memperbesar pori-pori tanah sehingga ketika hujan, air bisa diserap kedalam tanah lebih banyak dari sebelumnya dan tanah tidak lagi terbawa oleh air hujan.

(56)

Uraian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

a. Nilai erosivitas hujan (R) di lahan percobaan USU Kwala Bekala

Data rata-rata curah hujan bulanan (Lampiran 6), jumlah hari hujan bulanan (Lampiran 7) dan curah hujan maksimum selama 24 jam yang diperoleh dari data curah hujan maksimal harian BMKG Sampali (Lampiran 8) untuk kurun waktu 10 tahun mulai tahun 2000-2009. Kemudian nilai erosivitas hujan (R) bulanan dan tahunan di lahan percobaan USU Kwala Bekala yang diperoleh dari stasiun Pancur Batu disajikan pada (Lampiran 9).

Dari (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa nilai erosivitas hujan tahunan adalah 1032,88 cm/thn dengan distribusi nilai R bulanan tertiggi pada bulan September, yaitu 135,43 cm/bln, dan yang paling rendah yaitu pada bulan April sekitar 48,44 cm/bln.

(57)

hujan (R) yang tinggi diupayakan menghindari pengolahan lahan dan pembersihan dari gulma. Curah hujan yang paling tinggi dimulai dari bulan September sampai dengan Februari, sedangkan mulai bulan Maret sampai dengan Mei curah hujan agak sedikit.

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Pada (Lampiran 11) nilai erodibilitas di lahan Percobaan USU Kwala Bekala adalah sebesar 0,422. Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap pukulan (energi kinetik) butiran air hujan dan penghanyutan oleh aliran permukaan. Tanah yang erodibilitasnya tinggi akan rentan terkena erosi, bila dibandingkan dengan tanah yang erodibilitasnya rendah.

Nilai Erodibilitas dipengaruhi oleh faktor tekstur tanah, bahan organik tanah, struktur tanah dan laju permeabilitas tanah. Nilai erodibilitas berbanding lurus dengan faktor tersebut. Semakin besar nilai tekstur tanah (M), maka kepekaan tanah terhadap bahaya erosi akan semakin tinggi.

(58)

c. Faktor Topografi (LS)

Faktor topografi merupakan gabungan dari 2 faktor yakni kemiringan lereng (S) dan panjang lereng (L). Kemiringan pada lahan tanaman pangan (ubi kayu) adalah 70 atau 15,55% sedangkan panjang lereng adalah 22 m sehingga nilai topografi berdasarkan dari rumus yang digunakan di Lahan Percobaan USU Kwala Bekala adalah sebesar 2,33. Semakin besar kemiringan suatu lahan maka laju erosi akan semakin cepat dan semakin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rismunandar (1993) yang menyatakan bahwa cepat atau lambatnya air mengalir tergantung pada derajat kemiringan tanah, semakin tinggi derajat kemiringan suatu lahan maka air akan semakin cepat mengalir ke bawah (laju erosi akan semakin cepat).

d. Faktor Vegetasi (C) dan Faktor Manusia/Tindakan Konservasi (P)

Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah merupakan faktor penting dalam erosi. Nilai (C) ubi kayu yakni 0, 181 dapat dilihat pada (Tabel 5). Teknik konservasi lahan (P) di lahan tanaman ubi kayu hampir tidak ada sehingga berdasarkan nilai P pada (Tabel 6) sama dengan 1. Hal ini membuktikan bahwa tindakan untuk mencegah terjadinya erosi masih minim karena pada umumnya petani hanya mengharapkan hasil panen tanpa menghiraukan dampak pengelolaannya.

(59)
(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai erosi berdasarkan metode petak kecil yang telah diteliti diperoleh bahwa nilai erosi lebih tinggi di petak kecil yang pertama dibanding dengan petak kecil yang kedua.

2. Besar erosi tanah di lahan tanaman ubi kayu pada petak kecil yang pertama sebesar 31,78 ton/(ha.thn) dan pada petak kecil yang kedua adalah sebesar 26,65 ton/(ha.thn) sedangkan nilai erosi dengan metode USLE diperoleh sebesar 192,53 ton/(ha,thn).

3. Nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan pada lahan percobaan USU Kwala Bekala dengan menggunakan metode USLE adalah 23,49 ton/(ha.thn).

4. Nilai erosi di lahan tanaman ubi kayu termasuk dalam kriteria tingkat bahaya erosi yang tinggi.

5.

Metode petak kecil merupakan metode yang digunakan untuk mengukur besarnya tanah yang tererosi dalam cakupan lahan yang sempit, sedangkan metode USLE lebih tepat digunakan pada wilayah yang sangat luas.

(61)

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan metode dan dengan jenis tanaman yang sama secara berkelanjutan selama 1 tahun agar data yang diperoleh lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian pada kedua musim (kemarau dan penghujan), untuk dapat membandingkan besar erosi yang terjadi pada setiap musim dengan kondisi lahan yang sama.

3. Pengukuran nilai erosi dengan metode petak kecil perlu dilakukan dengan adanya tanaman dan tanpa tanaman (lahan kosong) pada jenis tanah dan kemiringan yang sama untuk dapat membandingkan nilai erosi pada setiap perlakuan.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Amaru, K. dan P. Sudjono. 2007. Erosi dari Lahan Pertanian Kemiringan Curam di DAS Citarum Atas (Lingkungan Tropis). Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Lingkungan Indonesia 2:463-469.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. _________, 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C., 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dariah, A. , H. Subagyo, C.Tafakresnanto, dan S. Marwanto. 2009. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi. Institut Pertanian Bogor. http://balittanah.litbang. deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng2.pdf. [3 Mei 2010]. Dariah, A., A. Rachmad, dan U. Kurnia. 2009. Erosi dan Degradasi Lahan Kering

di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. http://balittanah.litbang.deptan. go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng1.pdf. [3 Mei 2010].

Foster, G.R. dan L.D. Meyer. 1973. Soil erosion and sedimentasi by water and overview. American Soc Agric, Michigan.

Ginting, S. H. dan W. M. Putuhena. 2005. Estimasi Erosi Lahan di Daerah Aliran Danau Tondano Menggunakan Geographic Information System (GIS). Sumber Daya Air 1:65-75.

Hammer, W. I., 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research. LPT Bogor. Indonesia.

Hardjoamidjojo. S, dan S. Sukartaatmadja, 2008. Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hardiyatmo. H. C., 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi budidaya tanaman pangan di daerah tropik. Penerbit bina aksara, Jakarta.

, A. G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Merehabilitasinya. Penerbit bina aksara, Jakarta.

, A. G., G.G. Kartasapotra, Sutedjo dan M. Mulyani. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

(63)

Ochoa, M. dan P. J. Oyarzun. 2009. Tanaman Penutup Tanah yang Serba Bisa. Salam 24:23-29.

Prihardana, R., K. Noerwijati, P.G. Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi dan R. Hendroko. 2007. Bioetanol Ubi kayu, bahan bakar masa depan. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rahim, S. E., 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Reijntjes, C. B. Haverkort dan W. Bayer. 1999. Pertanian masa depan, pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit kanisius, Yogyakarta.

Rismunandar. 1993. Tanah dan seluk beluknya bagi pertanian. Penerbit sinar baru Algesindo, Bandung.

Setiawan, A. I. 1999. Penghijauan lahan kritis. Penebar swadaya, Jakarta.

Soepardja, E. 1991. Penanganan lahan kritis dari masa ke masa, penerbit angkasa, Bandung.

Suhardi, S.A. Sudjoko, Minarningsih, S. Sabarnurdin, Dwijono, A. Widodo. 2002. Hutan dan kebun sebagai sumber pangan nasional. Penerbit kanisius, Yogyakarta.

Suhendar, S., E. Triraharjo, dan waldopo. 2005. Penyebab Erosi Tanah. http:// elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Ge ografi/PEDOSFER.pdf.[ 7Mei 2010].

Sutedjo, M.M. 2004. Analisis tanah, air dan jaringan tanaman. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Trudgill, S.T. 1983. Enviromental soil science. Marcel Dekker inc, New York. Utomo, W.H. 1989. Konservasi tanah suatu analisis dan rekaman. Radjawali

press, Jakarta.

USU. 2009a. Geoteknik Lapisan Tanah. Geoteknik lapisan tanah.file:///G:/ geoteknik - tanah.kwala.htm. [4 Mei 2010].

____. 2009b. Topografi. Tofografi. file:///G:/topografi. kwla% 20 bekala. htm. [4 Mei 2010].

(64)
(65)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode USLE

(66)

Lampiran 2. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode Petak Kecil

Mulai

Dipersiapkan/ dipasang alat

Diukur curah hujan

Diperiksa kolektor dalam

catchment

Diukuri volume air limpasan

Selesai Kolektor

terisi?

Dibersihkan kolektor dan catchment

Penentuan jenis tanaman budidaya

Diukur kemiringan lahan

Diukur panjang lereng

Ada hujan

Ya Tidak

Diambil sampel

Ya

Tidak

(67)
(68)

Lampiran 4. Tabel petak kecil pada tanaman pangan (ubi kayu)

(69)

Lampiran 5. Cara perhitungan erosi dengan metode petak kecil.

1. Petak kecil yang pertama

Sebagai contoh (pada tanggal 16 Mei) cara menghitung ulangan I, II, III Ulangan I:

Dik : Berat filter (a) = 1,2 gr Berat sedimen + berat filter (b) = 3,4 gr Volume ulangan (v) = 0,2 Liter

(70)

Maka berat sedimen Total sedimen dalam drum penampung :

= (rata-rata ulangan/volume ulangan) x volume air tertampung dalam drum

= (10,5 (gr/l)/0,2) x 9,56 l = 100,38 gr

Untuk berat total sedimen yang tererosi satu kali kejadian :

= total sedimen dalam drum penampung x 3 (jumlah lobang talang)

= 100,38 gr x 3 = 301,14 gr

Maka erosi untuk 3 bulan (selama pengukuran) adalah :

Dengan : n = jumlah kejadian hujan yang menyebabkan erosi Ah = berat total sedimen yang tererosi.

(71)

Untuk memperoleh besar erosi yang terjadi selama 1 tahun pada petak kecil yang pertama maka diperlukan data jumlah rata-rata hari hujan dari data curah hujan yang digunakan pada metode USLE.

Rata-rata hari hujan (H) = 1686 hari/thn

Rata-rata erosi pada petak kecil (E) = 17

2. Petak kecil yang kedua

Dengan tanggal yang sama 16 Mei cara menghitung ulangan I, II, III adalah Ulangan I:

Dik : Berat filter (a) = 1,2 gr Berat sedimen + berat filter (b) = 3,1 gr Volume ulangan (v) = 0,2 Liter

(72)

= 9,5 gr/l

(73)

Total sedimen dalam drum penampung :

= (rata-rata ulangan/volume ulangan) x volume air tertampung dalam drum

= (9,83 (gr/l)/0,2) x 8,24 l = 80,99 gr

Untuk berat total sedimen yang tererosi satu kali kejadian :

= total sedimen dalam drum penampung x 3 (jumlah lobang talang)

= 80,99 gr x 3 = 242,97 gr

Maka erosi untuk 3 bulan (selama pengukuran) adalah :

Dengan : n = jumlah kejadian hujan yang menyebabkan erosi Ah = berat total sedimen yang tererosi.

Maka diperoleh erosi selama 3 bulan = 1112,8 gr (44 m2)

Untuk memperoleh besar erosi yang terjadi selama 1 tahun pada petak kecil yang kedua maka data jumlah rata-rata hari hujan dari data curah hujan yang digunakan pada metode USLE juga perlu digunakan.

Rata-rata hari hujan (H) = 1686 hari/thn

(74)

= 117266,22 gr/thn. 44 m2

Erosi dalam 1 hektar xT

  

  =

44 10000

= 117266,22 44

10000 x    

 

Gambar

Tabel 2.  Efektivitas pengolahan tanah konservasi dan produktif
Gambar 1. Nomograf  untuk  menghitung  nilai  K   menurut  Wischmeier dalam       Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008
Tabel 5. Nilai faktor penutup vegetasi (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman
Tabel 6. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait