POLITIK PEMEKARAN WILAYAH
STUDI KASUS PROSES PEMBENTUKAN KOTA
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Rifki Pratama
105033201143
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAKS
Muhammad Rifki Pratama
Politik Pemekaran Wilayah: Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan
Dengan berusaha melakukan konsentrasi dalam pemekaran wilayah. Secara
umum skripsi ini mengingatkan kepada penulis khususnya, dan kepada insan
akademisi dan segenap masyarakat pada umumnya, bahwa pemekaran wilayah
adalah sesuatu yang memiliki tujuan penting bagi sebuah daerah dalam suatu
Negara, baik secara teori maupun secara praktiknya. Dalam ilmu politik, ada hal
yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu
bagaimana melakukan kesejahteraan sosial kepada seluruh rakyat. Begitu juga
dalam
mengejawantahkan
azas demokrasi, yang mengembalikan segala
sesuatunya kepada rakyat, artinya demokrasi juga mencita-citakan kesejahteraan
sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah
negera. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilayah, dengan
upaya meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat, secara otomatis juga
sedang melakukan upaya mensejahterakan masyarakat.
Dalam pemekaran wilayah dan pembentukan Kota Tangerang selatan yang
terekam dalam skripsi ini, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan
proses-prosesnya, baik secara adminstratif maupun secara politik, bagaimana wacana
tersebut secara langsung disosialisasikan kepada masyarakat Tangerang di lima
kecamatan yang hendak menjadi Kota Tangerang selatan. Ternyata memunculkan
berbagai polemik, pro dan kontra, baik ditingkatan
grace root
maupun ditingkatan
pemerintahan, karena pada umumnya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah
aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat, karena memang pada intinya
yang dibutuhkan masyarakat adalah sebuah hidup yang sejahtera (berkecukupan
secara sandang, papan dan pangan). Jadi untuk mensejahterakan masyarakat,
pemekaran wilayah bukanlah sesuatu yang urgent.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta
alam. Tiada daya dan upaya melainkan berkat uluran tangan-Nya. Tiada karya
atau cipta melainkan inspirasi dari-Nya. Karena keagungan dan kebesaran-Nya
dapat menyelesainkan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir
masa.
Perkenankanlah penulis dalam kesempatan ini menyampaikan pada
mereka-mereka yang terkasih. Pertama penulis sampaikan terima kasih yang tak
terkatakan keada kedua orang tua Ayahda H. M. Abduh dan Ibunda Hj. Isma
Gustiari Semoga rahmat Allah SWT terlimpahkan kepadanya. Amin. Jika tanpa
uluran tangannya, cintanya, motivasinya dan kasih sayangnya penulis tidak akan
dapat menempuh jalan hidup ini dalam fase kehidupan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta serta berkat beliau yang telah memberikan dukungan hingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepada
Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP). Kepada Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag selaku ketua
jurusan Ilmu Politik, M. Zaki Mubarak, S. Ip. M. Si, selaku sekretaris Ilmu Politik
dan Joharotul Jamilah S. Ag, M. Si, yang pernah menjabat sebagai sekretaris
sementara untuk Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Faktultas Ilmu
Kepada Bapak Drs. Agus Nugraha, M.Si., selaku dosen pembimbing yang
tak terhingga telah memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi yang
membangun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Seluruh Dosen dan segenap staf-stafnya di FISIP dan Usuluddin dan
Filsafat (FUF) serta Dosen pengajar pada Program Studi PPI dari awal hingga
proses akhir penulis menjalani belajar di bangku kuliah hingga sekarang. Semoga
apa yang beliau-beliau telah berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT dan mudah-mudahan bermanfaat untuk diri penulis khususnya serta pada
orang lain pada umumnya sehingga menjadi keberkahan hingga akhir hayat,
Amin.
Terimakasih untuk adik-adik tercinta Nabila Putri, Insy Rafida Amalia dan
Muhammad Riziq Faturrahaman yang selalu memberikan motivasi untuk penulis
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
Juga tidak lupa penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuangan Gus Udin, Gus Luthfi, Gus Zaky, Bos Luthfillah, Habib Oky, Akang
Ali, Akang Cikal, Abang Arif, Kaka Rifki, Mas Hendi, Abang Ivan, Teteh Annisa
(Nze), Mpo Musyrifah, Mba Othul, Mpo Sahla, Mba Fitri, Teteh Selvi, Teteh
Syifa, Uni Inke, Teteh Komala dan semua teman-teman PPI “05” yang telah
memberikan banyak bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan, tanpa
semangat dan motivasi yang mereka berikan penulis tidak akan pernah sempurna
dalam penulisan. Dengan motivasi, kritikan, semangat dan saran menjadi penulis
bersemangat mencoba menyelesaikan skripsi ini.
Penulis ucapakan terimakasih kepada Bapak Drs. KH. Zarkasih Nur selaku
Djambek sebagai Ketua FORMATS yang telah bersedia menjadi nara sumber
dalam memberikan informasi mengenai pembentukan Kota Tangerang Selatan
yang penulis butuhkan untuk penyusunan skripsi ini.
Untuk Rieza Corry Nurficha penulis ucapakan terimakasih atas
doa-doanya dan sebagai inspirator serta motivator penulis yang selalu setia menemani
penulis untuk menyusun skripsi ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muhammad Fatahillah S.Sos
atas bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga apa yang mereka telah berikan hingga terselesainya skripsi ini
mendapat barokah dan balasan yang setingkat juga dengan terselesainnya skripsi
ini, semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pada
umumnya, terutama untuk jurusan tercinta Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terakhir penulis mengharapkan kesudian pembaca bila terdapat kekeliruan
dan kesalahan pada skripsi ini. Karena hanya ini yang bisa penulis berikan semoga
di hari datang akan ada pembaharuan tentang skripsi ini.
Jakarta, 28 Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...i
DAFTAR ISI
...iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah...1
B.
Pembatasan
dan
Perumusan
Masalah...6
C.
Tujuan
Penelitian...7
D.
Manfaat
Penelitian...7
E.
Metodelogi
Penelitian...8
F.
Sistematika
Penulisan...9
BAB II KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH
A.
Desentralisasi
dan
Otonomi
Daerah……...13
1.
Pengertian
Otonomi
Daerah...14
2.
Pengertian
Pemekaran
Wilayah...16
B.
Filosofi
Pemekaran
C.
Tujuan
Pemekaran
Wilayah...21
D.
Syarat
dan
Aturan
Hukum
Pemekaran
Wilayah...23
E.
Manfaat
Pemekaran
Wilayah...26
BAB III PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN
A.
Kondisi
Sosiografis,
Politik,
Ekonomi...31
1.
Kondisi
Geografis...33
2.
Kondisi
Politik...36
3.
Kondisi
Ekonomi...38
B.
Sejarah
Terbentuknya
Kota
Tangerang
Selatan...40
1.
Wacana
Pembentukan
Kota
Tangerang
Selatan...42
2.
Faktor
Pendukung
terbentuknya
Tangerang
Selatan...45
BAB IV PROSES
PEMEKARAN
DAN
PEMBENTUKAN
KOTA
A.
Langkah
Awal
Menuju
Tangerang
Selatan...50
1.
DPRD Tangerang dan Dinamika Pemekaran Tangerang
Selatan...51
2.
Respon
Pemerintah
Provinsi
Terhadap
Pemekaran
Tangsel...58
B.
Proses
Pembentukan
Kota
Tangerang
Selatan...61
1.
Tahap
Pembahasan
Rencana
Undang-undang...62
2.
Morathorium
dan
Pembentukan
Kota
tangerang
Selatan...65
C.
Polemik
Struktur
Pemerintahan
Tangerang
Selatan...69
D.
Tangerang
Selatan
Milik
Siapa?...74
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan...
...76
B.
Kritik
Dan
Saran...77
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di bagi dalam daerah,
provinsi, kabupaten, dan kota diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus segala
bentuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sampai pada tahun 1998, wilayah NKRI dibagi kedalam 27 Provinsi.
Namun demikian, berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai
demokratisasi dan pemekaran wilayah, saat ini di Indonesia telah di bagi dalam 33
Provinsi baru juga di ikuti dengan adanya 349 daerah kabupaten dan 91 kota
dalam satu provinsi yang mengalami pemekaran. Dengan demikian daerah dapat
berprakarsa sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki dan dapat
mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah dalam rangka memajukan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap mengedepankan menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa
1.
Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan adalah
permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah yang menuntut
untuk mendapatkan kewenangan yang lebih luas, maka pemerintah pusat
mengeluarkan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut telah
menghadirkan paradigma baru terhadap Pemerintah Daerah, untuk bisa mengurus
1
dan menyelenggarakan pemerintahan daerah di Indonesia yang berbasis otonomi
luas. Karena terdapatnya kebebasan bagi daerah dalam mengatur dan menggali
potensi daerah-daerah tersebut, hal ini dilakukan dalam rangka menyelenggarakan
nilai-nilai demokrasi, yang menghargai pluralitas yang di dalamnya terdapat
keanekaragaman pemerintahan dan berbagai macam ide-ide briliant dari para
pemerintah daerah guna membangun Indonesia yang lebih maju.
2Berawal dari perdebatan panjang mengenai Pemerintahan Daerah yang
tercantum dalam Undang-undang tersebut, kini perdebatan mengenai otonomi
daerah menghasilkan sebuah proses aspirasi dari masyarakat untuk mendapatkan
otonomi penuh bagi daerah pemerintahannya. Proses pemekaran terjadi begitu
pesat dan cenderung tidak terkendali.
3Upaya pemekaran wilayah dipandang
sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan
kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran
wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan layanan pemerintah sehingga
meningkatkan
efektifitas
penyelenggaraan
pemerintah
dan
pengelolaan
pembangunan.
4Penambahan daerah otonom ini merupakan fenomena yang layak dikaji
ulang. Sebab, pemekaran atau penambahan daerah otonom yang banyak terjadi di
beberapa daerah di Indonesia sekarang ini tidak di dukung oleh Sumber Daya
2
Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk,
(jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, PGRI, dan European Union, 2006), h. 117-119. Lihat juga Prof.
Dr. Djohermansyah Djohan, lanskap Otonomi Daerah: Analisa dan Kritik, Dalam Indra J. Piliang
dkk, (jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan European Union, 2007), h. 153-154.
3
Terdapat 7 propinsi, 135 Kabupaten dan 32 kota yang terbentuk sebagai hasil pemekaran
sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh DPD pada September 2007(DRSP, 2007).
4
Ermaya Suradinata, Pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka untuk meningkatkan
manusia (SDM) yang baik, akibatnya yang terjadi adalah tersendatnya roda
pemerintahan daerah dan carut-marutnya tata pemerintahan, mencermati
fenomena pemekaran wilayah di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru hingga
memasuki pemerintahan sekarang. Secara teoritis, harus diakui bahwa kebijakan
pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah di Indonesia telah menambah
angka permasalahan baru terutama dalam proses penyusunan Undang-undang dan
sistem ketatanegaraan kita saat ini. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah
merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan di
eksploitasi pusat secara berlebihan. Oleh karena itu, hal ini lah yang
melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah
daerah untuk segera melakukan dan menyelenggarakan pemekaran wilayah,
dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan
pemekaran daerahnya.
5Pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia harus diakui sebagian
besar lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian
berpendapat sebagai ekspansif kekuasaan politik saja, ada sebagian juga yang
beralasan sebagai perluasan karir politik. Selebihnya bisa dikatakan dalam rangka
mengibarkan bendera partai yang dianut. Jika mau dikatakan, hal ini lah yang
sebenarnya menghambat proses pemekaran wilayah itu sendiri, karena penilaian
layak atau tidaknya sebuah calon daerah otonom baru selama ini dilakukan oleh
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), namun oknum dan para elit
politik daerah tersebut justru ditengarai menjadi konsultan pemekaran daerah
otonom baru yang sebenarnya tak layak. Karena itu, restrukturisasi DPOD dan
5
Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, di muat pada tanggal 18 Mei
2008, artikel ini di akses pada tanggal 15 februari, 2010 dari
Tim pemekaran wilayah setempat diperlukan dengan mengisinya dari kalangan
profesional dan yang independen dan memiliki kemampuan luas tentang otonomi
daerah, dengan demikian hal ini diharapkan mampu merekomendasikan kepada
DPR dan Presiden tentang layak tidaknya sebuah calon daerah baru disahkan.
Proses ini juga untuk menghindari dijadikannya isu pemekaran wilayah sebagai
alat politik untuk bagi-bagi kekuasaan di daerah.
6Banyaknya pemekaran wilayah yang didorong oleh derasnya tekanan
politik dan perebutan kekuasaan. Tekanan kuat dari daerah itu di respon positif
oleh pemerintah pusat, padahal dalam taraf proses pemekaran tersebut, setidaknya
telah banyak memberikan beban terhadap pemerintahan pusat, beban yang
fundamental adalah beban finansial penyelenggaraan pemerintahannya. Di
setujuinya pemekaran wilayah dapat juga dimaknai bahwa akan adanya sebuah
keharusan pemerintah pusat untuk mengalirkan dana ke pemerintah daerah yang
baru. Dengan tersedianya jaminan politik bahwa pemerintah pusat akan
mencukupi segala kebutuhan setidaknya pemerintahan daerah yang baru di
bentuk, karena daerah tersebut mendapatkan dana perimbangan, dan dalam hal
khusus tertentu, berhak pula mendapatkan dana otonomi khusus. Pemaknaan
sempit ini lah yang kini sebenarnya menjadi beban dan problem bagi pemerintah
daerah baru juga bagi pemerintah pusat. Seharusnya jika ingin ditinjau secara
politik, para pemerintah daerah yang baru di bentuk tersebut dapat menjadikan
daerahnya sebagai arena baru bagi perjuangan eksponen politik setempat, seperti
tokoh agama, pewaris pemerintahan tradisional, dan meningkatkan pelayanan
6
Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, di akses
dari situs
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping
sebagai sarana pendidikan politik di tingkat daerah.
7Tangerang selatan, sebagai kota otonom baru yang tengah berkembang
ditengah gejolak globalisasi, sebuah pemekaran yang natural berkembang atas
dasar segenap aspirasi masyarakat, penulis mencoba berangkat memberanikan diri
untuk sedikit mengurai keindahan dalam pemekaran Tangerang Selatan, berangkat
dari kesadaran akan kebutuhan daerah, Tangerang Selatan mencoba
mempromosikan diri untuk layak menjadi sebuah kota otonom, bukan berangkat
atas dasar kekecewaan yang pernah ada dari salah satu pihak tentunya, seperti
yang banyak dilakukan oleh daerah pemekaran lainnya, semoga saja apa yang
dilakukan oleh masyarakat Tangerang Selatan berbuah layak Gorontalo yang lebih
dulu menjadi daerah otonom.
Kota Tangerang Selatan adalah wilayah otonom di Provinsi Banten.
Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Berawal dari
keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada
tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut
Cipasera sebagai wilayah otonom, namun karena sosialisasi yang mungkin kurang
maksimal di lingkungan masyarakat dan sama sekali tidak mendapatkan dukungan
pemerintah kabupaten Tangerang pada saat itu, serta Provinsi Banten. Dan pada
27 Desember 2006 dengan segenap upaya dan memanfaatkan momentum
PILKADA Tangerang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom
ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok
7
Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa. Sebagai
sebuah kota otonom baru, yang telah diresmikan pada tanggal 29 September 2008,
melalui Undang-undang nomor 51 tahun 2008, dan dengan menggunakan sistem
“
self ditermined
” diharapkan mampu menjadi sebuah kota otonom baru yang
benar, yang berusaha membangun daerahnya secara merata, dan juga bisa
memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya, dan diharapkan mampu
menjadi contoh bagi daerah-daerah yang serupa dengan Tangerang Selatan.
Selama ini, Tangerang Selatan telah menyumbang sekitar 50% dari
Pendapatan asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh kabupaten Tangerang. Sebut
saja, PAD kabupaten Tangerang pada tahun 2006 sebesar Rp 180 Miliar.
Separuhnya, sekitar Rp 90 Miliar di sumbang oleh Tangerang Selatan. Kini pusat
pemerintahan Tangerang Selatan telah ditetapkan di kecamatan Ciputat.
Alasannya, secara historis dan letak geografis, Ciputat adalah aset besar bagi PAD
Tangerang selatan. Selain itu, Ciputat dulunya juga memiliki kantor Wedana yang
menempati area seluas dua hektar di jalan Maruga, kelurahan Serua Indah
8. Dari
uraian di atas, penulis melihat ini adalah sebuah permasalahan yang menarik yg
layak untuk dikaji dan dikembang untuk bahan skripsi.
B.
Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah diatas maka penulis hanya membatasi
masalah pada kajian politik pemekaran wilayah dalam proses pembentukan
8Djoko Loekito, Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan Dari Kota Cipasera ke
Kota Tangerang Selatan, dalam website
Tangerang Selatan pada tahun 2006-2009. Agar pembahasan dalam skripsi ini
lebih terfokus dan tidak melebar, maka pembahasan masalah dalam skripsi ini
akan dibatasi hanya pada persoalan-persoalan politik dalam upaya
menyelenggarakan kota tangerang Selatan.
2.
Perumusan Masalah
Berangkat dari persoalan di atas, maka penulisan skripsi ini akan
dirumuskan sebagai berikut:
a.
Faktor-faktor yang mendasari tuntutan pemekaran wilayah di Kabupaten
Tangerang?
b.
Bagaimana tarik-menarik elit politik dalam proses pemekaran?
c.
Bagaimana nuansa politik dalam proses pembentukan Kota Tangerang Selatan?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum tersebut antara lain:
1.
Untuk mengetahui dinamika yang berlangsung dalam proses politik pemekaran
wilayah Tangerang Selatan.
2.
Dan untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan dalam pemekaran Tangerang
Selatan.
3.
Dan untuk mengetahui beberapa implikasi politik pasca pemekaran wilayah
Tangerang Selatan.
Sedangkan tujuan khususnya dari penelitian ini adalah untuk
menyelesaikan tugas akhir dari program sarjana (S1) pada jurusan Pemikiran
D.
Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a.
Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan
perpolitikan, khususnya mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran
wilayah, karena semakin luasnya kajian tentang demorasi.
b.
Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi segenap aparat dan
pemerintah daerah tangerang Selatan dalam menyelenggarakan program yang
sedang dilaksanakannya.
c.
Secara subtansial, sebenarnya manfaat penulisan skripsi ini diharapkan mampu
memberikan pelajaran penting terhadap masyarakat modern saat ini, bahwa
pemekaran wilayah memang penting untuk mendekatkan jarak antara
pemerintah dan masyarakatnya, dan lebih dapat melakukan pemberdayaan
manusia di tingkatan daerah. Namun pemekaran wilayah merupakan bukan
jalan terakhir dari dari beberapa tujuan tersebut, karena efeknya jika
pemekaran wilayah ini gagal dimaksimalkan, maka masyarakat sendiri lah
yang akan merasakannya.
E.
Metodelogi Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif,
Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu menggambarkan
dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti.
Agar dapat menghadirkan sesuatu yang baru bagi kajian politik Islam saat ini.
1.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Studi literatur (kepustakaan) dan dokumentasi, yaitu mencari dan
mengumpulkan data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui
literatur buku, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan
dengan objek yang sedang di teliti.
b.
Wawancara, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui tanya
jawab dengan pelaku sejarah dan pihak-pihak yang terkait.
9Dalam hal ini K.
H. Zarkasyi Noer selaku Ketua Presidium Pemekaran Tangerang Selatan,
adalah tokoh penting dalam proses pemekaran Tangsel, posisinya sebagai ketua
Presidium adalah menjembatani kinerja pemerintah daerah dengan pusat, agar
terjadinya sebuah hubungan yang dapat mendukung proses pemekaran
tersebut. Selain itu, H. Amien Djambek, adalah salah satu tokoh penting juga
yang kurang banyak diketahui masyarakat Tangsel pada umumnya, padahal
beliau merupakan salah satu penggerak penting dalam proses pemekaran
Tangsel, posisinya sebagai Ketua Umum FORMAT (Forum Membangun
Tangerang Selatan) dimana 80% anggotanya adalah aparatur pemerintahan
disektor kelurahan dan kecamatan, sehingga koordinasi antara para pengerak
dan pelopor pemekaran ini dengan segenap aparatur pemerintahan yang berada
di sector kelurahan dan kecamatan senantiasa terjaga.
2.
Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analysis
, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat
gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara
9
memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik
ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual,
dan akurat mengenai mengenai fakta-fakta seputar peran serta elit politik daerah
dan masyarakat dalam mewujudkan pemekaran wilayah Tangerang Selatan.
Untuk pedoman penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman
terbitan UIN jakarta sebagai
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
Disertasi)
yang diterbitkan oleh Center for Quality Development Assurance
(CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah jakarta 2007 sebagai pedoman penulisan
dengan disesuaikan dari pengarahan dosen pembimbing skripsi.
F.
Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan penulisan yang lebih sistematis maka
penulis menyusun kedalam lima bab, dengan penjelasan sebagai berikut:
Bab pertama berisikan pendahuluan, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.
Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas “Konsep dan
teori Pemekran Wilayah”, dengan sub judul pengertian otonomi daerah dan
pemekaran wilayah, kemudian menjelaskan tentang filosofi pemekaran wilayah,
syarat-syarat dan ketentuan hukum pemekaran wilayah, juga tujuan dan manfaat
pemekaran wilayah.
Kemudian dilanjutkan dengan bab ketiga yang membahas sejarah kota
Tangerang Selatan, yang menjelaskan di mulai dari kondisi geografis, politik,
budaya, dan ekonomi Tangerang Selatan, kemudian menjelaskan pula sejarah
pemekaran daerah di kabupaten Tangerang, di mulai dengan isu CIPASERA
(Ciputat, Pamulang, Serpong dan Pondok Aren) pada tahun 2000, dan dilanjutkan
presidium persiapan kota Tangerang Selatan.
Selanjutnya diteruskan oleh bab keempat, yang membahas proses
pemekaran dan pembentukan kota Tangerang Selatan, yang meliputi faktor-faktor
apa saja yang menjadikan terbentuknya kota Tangerang Selatan, kemudian
dilanjutkan dengan judul berikutnya yaitu mengenai peranan pemerintah dan elite
politik daerah dalam proses pembentukan Tangerang Selatan, dengan di mulai
terbentuknya faksi-faksi yang mendukung dan menolak terbentuk Tangerang
Selatan, yang tak terlepas dari keterlibatan partai-partai politik daerah, yang
menuai pro dan kontra baik dari tingkat masyarakat hingga tingkat DPR-RI,
setelah terbentuk dan diresmikannya kota Tangerang Selatan, ternyata hal ini tidak
kemudian selesai dengan mudah. Karena ternyata hal tersebut diakhiri dengan
pembagian kue kekuasaan yang menuai polemik poltik di tingkat kabupaten dan
pemerintah provinsi yang merasa berjasa dalam proses pemekaran kota Tangerang
Selatan.
Dan terakhir, adalah bab kelima, yang meliputi kesimpulan dan
BAB II
KONSEP DAN TEORI PEMEKARAN WILAYAH
Pemerintahan selain memiliki misi menyelenggarakan pelayanan publik,
juga memiliki misi lainnya yang memang diperlukan masyarakat, tetapi tidak
dapat disediakan oleh organisasi lain. Seperti terjaminnya pemenuhan kepentingan
masyarakat yang dapat dilihat dari fungsi pengaturan kehidupan masyarakat, baik
yang menyangkut pengaturan persaingan maupun pengaturan terhadap
perlindungan masyarakat.
10Keberadaan Pemerintah diperlukan untuk memenuhi kepentingan
masyarakat, karena organisasi pemerintah mmemiliki kenerja dalam rangka
mengemban misi yang diamanatkan oleh masyarakat itu sendiri, dan sekaligus
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
kepada
masyarakat.
Keberadaan
pemerintahan, ada bukan karena untuk melayani kebutuhannya pribadi. Akan
tetapi, untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi
mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional.
Namun yang terjadi pada Daerah-daerah saat ini sungguh berbeda, yang terjadi
antara pemerintah dan masyarakatnya adalah terbentangnya jarak yang begitu
jauh, sehingga keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat tidak lagi
memenuhi pelayanan publik tersebut.
1110
Agus Dwiyanto, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang
disampaikan dalam seminar kinerja organisasi pelayanan publik, FISIPOL UGM, 1995.
A.
Desentralisasi dan Pemekaran Wilayah
Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari
teori desentralisasi sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah
satu prinsip demokrasi yang sjalan dengan ide desentralisasi adalah adanya
partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit politik daerah mampu
mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih untuk
daerahnya
12.
Dalam pengertiannya, desentralisasi memiliki dua definisi, pertama,
desentralisasi yang diterjemahkan sebagai pengalihan tugas operasional dari
pemerintah pusat ke pemerintah lokal. Kedua, desentralisasi yang digambarkan
sebagai pendelegasian atau devolusi kewenangan pembuatan keputusan kepada
pemerintah yang tingkatnya lebih rendah. Dengan demikian, pada dasarnya
desentralisasi sungguh tak jauh bedanya dengan pemekaran wilayah yang
berkembang pada saat ini, yang merupakan sebagai wahana pemberdayaan
masyarakat daerah. Lalu kemudian apa yang membuat masyarakat dan pemerintah
lokal meminta lebih setelah diberikan otonomi daerah oleh pemerintah pusat,
tentu saja hal ini menjadi pertanyaan besar bagi penulis khususnya ketika hendak
mengkaji pemekaran wilayah.
Ternyata setelah dikaji lagi lebih mendalam, selain desakan atas
gelombang
euphoria
saat reformasi, pemicu derasnya pemekaran wilayah adalah
dekrit presiden pada tahun 1959, yang segala sesuatunya harus dikembalikan
12
Meizar Malanesia, makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam
sekolah pasca sarjana/ S3, Desentralisasi dan Demokrasi, dalam
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/meizar_malanesia.pdf, yang diposting oleh
kepada UUD 1945 dan pancasila, namun pasca reformasi muncullah UU no
22/1999 yang lebih mencerminkan kebinekhaan ketimbang ketunggal ikaannya,
namun dalam perkembangannya UU No 22/1999 ini direvisi menjadi UU No
32/2004, yang dinilai banyak kalangan sebagai bentuk resentralisasi soekarnois,
jelas saja berbagai desakan pemakaran wilayah semakin membanjir di DPR,
pasalnya makna desentralisasi bukan saja berkisar pada adanya kewenangan untuk
melakukan pemerintahannya sendiri, namun telah bergeser kepada dorongan
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil baik dari pemerintah pusat maupun
dari pemerintah induk, karena memang system desentralisasi yang mengacu pada
pemerintahan induk justru dalam hal ini lebih berkesan sebagai eksploitator asset
dan sumberdaya daerah setempat, imbasnya adalah rakyat sendiri lah yang kurang
mendapatkan perlakuan yang adil dari pemerintah induk yang lebih memiliki
control terhadap daerahnya
13.
B.
Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah
Diskersi (keleluasaan) bagi daerah dalam mengatur dan mengurus segala
urusan rumah tangga sebuah daerah pemerintahan adalah sebuah paradigma baru
dalam sebuah penyelenggaraan pemerintahaan daerah yang muncul setelah
adanya UU No. 22/1999. Karena hal tersebut sangat mengapresiasi sebuah
pluralitas, dan juga demokrasi, yang membuka ruang keterlibatan masyarakat
lokal dalam segenap proses penyelenggaraan pemerintahan daerah.
1413
Kerjasama Percik dan USAID Democratic ReformSupport Program (DRSP) dan Desentralization Support Facility (DSF), Proses dan Implikasi Sosial-Politik: Studi Kasus di Sambas dan Buton, (Pustaka Percik, 2007), h. 4-8.
14
Saat ini Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak
diberlakukannya UU No. 22/1999 telah terdapat 4 provinsi, 98 kabupaten atau
kota daerah otonom. Dan tepat pada tahun 2009, genap sewindu sudah kebijakan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal digulirkan di Tanah Air, namun dalam
prakteknya hanya menyisakan segudang persoalan. Terdapat beberapa provinsi
dan kabupaten/kota yang menunjukkan kinerja yang mengagumkan (
high
performers
) dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
15Akan
tetapi, untuk wilayah-wilayah otonom lain, kondisi sebaliknya yang terjadi.
Angka kemiskinan tak banyak berubah, dari seluruh jumlah provinsi yang ada di
Indonesia, ada 15 provinsi yang mengalami penurunan kemiskinan, sementara 18
provinsi mencatat peningkatan persentase penduduk miskin, namun penurunannya
hanya bersifat fluktuatif “ada masa dimana kemiskinan kembali terulang diangka
semula”. Sebuah distorsi dari segi pemaknaan dan praktek telah menodai nama
“otonomi daerah”, oleh karena itu penulis melihat hal ini penting untuk dikaji
kembali, terutama mengenai pemaknaan otonomi daerah dan pemekaran wilayah.
Agar tidak terjadinya distorsi otonomi kembali dalam pemahaman kita saat ini.
1.
Pengertian Otonomi Daerah
Masyarakat indonesia sebenarnya tidak asing dengan otonomi daerah.
Sejak zaman kemerdekaan, para pendiri republik Indonesia ini telah merumuskan
tentang desentralisasi dan otonomi daerah untuk mengelola indonesia yang terdiri
dari pulau-pulau dan masyarakat yang majemuk dan menjalin keberbedaan jenis.
Oleh karena itu, konsep otonomi daerah sedari merdeka telah dirumuskan secara
15 “Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat-22- Mei-2009. H
matang, walaupun dalam perkembangannya mengalami perubahan definisi,
namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai-nilai subtantif. Otonomi
daerah secara luas memiliki arti kewenangan sisa (residu) berada di tangan pusat
(seperti pada negara federal). Sedangkan secara nyata otonomi berarti
kewenangan menyangkut hal-hal yang diperlukan, tumbuh dan hidup, serta
berkembang, dan akhirnya disebut bertanggung jawab, karena kewenangan yang
diserahkan harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi, yaitu dengan
peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik,
serta menjaga hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
16Dalam pengertian secara teoritis, otonomi daerah adalah sesuatu yang
memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu, menjadi bagian integral
dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintah daerah dengan
batas-batas geografis tertentu. Namun dalam dimensi politik, otonomi daerah
mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang membedakan suatu
komunitas secara konkrit atau abstrak yang membentuk identitas dan landasan
bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik. Dan dalam kacamata
ekonomi, Faisal H. Basri menambahkan, bahwa otonomi yang hakiki adalah
berpijak pada landasan kerangka negara federal, yang memungkinkan daerah
mampu memanfaatkan segenap keunikan dan keunggulan semaksimal mungkin,
sehingga daerah tersebut mampu menghadapi persaingan global, mengingat
otonomi yang hakiki niscaya akan memberikan peluang bagi daerah untuk
memiliki tempat dalam pasar bebas. Semakin mampu suatu daerah menopang
terbentuknya kompetensi yyang semakin kuat di bidang harga dan kualitas pada
16
kalangan pengusahanya, semakin mampu daerah tersebut menyejahterakan
rakyatnya melalui pengaktualisasian potensi keunikan dan keunggulan yang
dimiliki daerahnya.
17Sedangkan dalam perspektif demokrasi pada era reformasi otonomi daerah
telah mendorong perubahan paradigma otonomi daerah, yang jauh lebih baik dan
lebih maju, ketimbang pardigma lama yang dibangun secara sentralistik oleh Orde
Baru. Namun demikian, paradigma yang baru, masih berjalan formalistik di atas
kertas, yang notabene diikuti dengan meluasnya pemahaman keliru terhadap
konsep otonomi daerah, sehingga menyebabkan praktik otonomi daerah yang
bermasalah.
18Diawali dengan mengkaji ulang konsep otonomi daerah menuju otonomi
daerah yang
original
dan
authentic
sekaligus bermakna, bukan sekedar otonomi
yang legal formal, akan tetapi lebih pada ke arah yang subtantif. Otonomi daerah
adalah arena kemandirian dan tanggung jawab (bukan semata kesewenangan)
daerah dalam mengelola rumah tangga daerah yang berbasis pada masyarakat
lokal, kemandirian untuk membentuk pemerintahan sendiri (bukan dalam artian
negara federal), mengambil keputusan sendiri, dan mengelola sumber daya
sendiri. Dengan kata lain, otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan
daerah secara mandiri yang di kelola secara demokratis. Oleh karena itu, otonomi
daerah tidak bisa dianggap sederhana menjadi masalah penyerahan urusan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, karena otonomi
daerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerah-daerah, sehingga
17Indra J. Piliang, Dendi Ramdani. Dkk, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, (Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2003). H. ix-x.
18
diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah prakarsa dan
kemandirian dalam iklim demokrasi. Namun demikian, pelaksanaan otonomi
daerah ini harus juga dilakukan secara bersama-sama dengan pemahaman atas
esensi dan pengertian otonomi masyarakat di daerah.
192.
Pengertian Pemekaran Wilayah
Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran terjadi begitu pesat
dan cenderung tidak terkendali. Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai
sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas
dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga
merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Namun
bagaimana pemekaran sendiri secara definisinya.
Secara umum pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah
administratif baru di tingkat provisi maupun kota dan kabupaten dari induknya.
Pada dasarnya secara definisi pemekaran daerah adalah bentuk usaha dari
pemerintah kabupaten dalam melakukan pemerataan dan pembagian wilayah ke
tingkat yang lebih merata dan rapih, agar tidak terjadinya tumpang tindih, baik
secara administratif, maupun secara sumber potensi alam yang ada di daerah.
Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain itu juga UU no 32 tersebut
19
menyantumkan tentang pengertian daerah, yaitu penggabungan beberapa daerah
atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih
untuk kemudian membentuk pemerintahan sendiri. Untuk itu, harus memenuhi
syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
20Sedangkan dari perspektif kewilayahan, terminologi “pemekaran” menurut
Profesor Eko Budihardjo merupakan istilah yang salah kaprah karena dalam
“pemekaran” wilayah yang terjadi bukan pemekaran tetapi lebih tepat penciutan
atau penyempitan wilayah, Dari perspektif kewilayahan memang istilah
“pemekaran” tidak tepat digunakan mengingat dengan “pemekaran” suatu daerah
justru mengalami penyempitan bukan perluasan wilayah. Dalam melihat
pemekaran daerah banyak perspektif yang bisa digunakan antara lain perspektif
hukum dan kebijakan, perspektif penataan wilayah, perspektif politik administrasi
pemerintahan, dan lain-lain.
21Sedangkan jika dilihat dari perspektif politik admistrasi pemerintahan
pusat, pemekaran wilayah merupakan penambahan jumlah daerah baru (kota,
daerah, provinsi, atau desa). Dengan penambahan daerah baru, maka semakin
besar pula beban yang harus ditanggung oleh pemerintah pusat, seperti
penambahan jumlah kepala daerah dan semua struktur yang ada di bawahnya, dan
hal demikian tersebut membutuhkan biaya rutin setiap bulan dan tahunnya.
22Namun hal demikian kiranya kurang begitu berpengarung, artinya kita juga harus
memperhatikan potensi daerah juga yang dimiliki daerah pemekaran baru ini.
20
Bakor Cipasera, Menuju Kota Cipasera, (Ciputat: copyright proposal Tangsel, 2005), h. 12.
21
Lihat Herudjati Purwoko, dkk, Desentralisasi Dalam perspektif Lokal, (Salatiga: Pustaka Percik, 2004), H. 49.
22
Lihat Frans M. Parera, dkk, Demokrasi Dan Otonomi, Mencegah Disintegrasi Bangsa,
Oleh karena itu, substansi dari pemekaran wilayah adalah masyarakat memiliki
kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi tercapainya cita-cita
bersama untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera.
23C.
Filosofi Pemekaran Wilayah
Sebuah perkembangan dan kabar yang menggembiran ketika melihat
hadirnya daerah-daerah otonom baru, secara pasti telah memperlihatkan sebuah
kesadaran masyarakat tentang arti penting kehadiran suatu pemerintahan yang
otonom untuk menata dan mengembangkan daerahnya. Karena secara substansi
adanya ide tentang pemekaran wilayah adalah untuk mensejahterakan seluruh
lapisan masyarakat daerah, dengan adanya pemerintahan daerah yang diharapkan
mampu berhubungan dan berkomunikasi baik dengan para masyarakat,
diharapkan mampu mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat, dan berusaha
mewujudkan secara bersama-sama. Namun dalam proses perjalanannya ide
tentang pemekaran wilayah banyak yang memanfaatkannya secara sepihak untuk
kepentingan pribadi ataupun kelompok, bukan kepentingan seluruh masyarakat
yang termasuk di dalamnya. Pemaknaan pemekaran wilayah kini telah berubah
arah, dan parahnya lagi pemekaran wilayah kini juga dapat menjadi komoditas
politik, yang dilakukan oleh elite-elite untuk mewujudkan ambisi politiknya,
misalnya oleh elite yang gagal dalam pilkada. Isu-isu dimarginalkannya satu etnis
oleh etnis lain dikomodifikasi sedemikian rupa dan direproduksi terus menerus
oleh elite politik untuk mempercepat proses pemekaran. Pemekaran menjadi alat
perjuangan politik yang justru mengesampingkan kepentingan rakyat. Itulah
23
sebabnya meskipun di beberapa daerah pemekaran dirasakan manfaatnya antara
lain dengan adanya peningkatan pelayanan publik tetapi di beberapa tempat belum
membuahkan hasil yang signifikan.
24Tidak semua pemekaran wilayah berhasil dengan cepat, politik
desentralisasi itu senyatanya lebih banyak dilahirkan dari motif reaktif dan tarik
ulur kepentingan sehingga kian jauh dari orientasi kesejahteraan dan pemerataan
kemakmuran rakyat. Pemekaran wilayah menjadi kian problematis karena
kegagalan itu berakibat langsung ke jantung realitas masyarakat. Sebut saja
disintegrasi, ketidakjelasan wilayah, dilema kepemimpinan daerah, dan
meningkatnya kemiskinan menjadi warna dominan kegagalan pemekaran wilayah.
Hasil pemekaran daerah yang tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan
suprastruktur pada gilirannya menghasilkan daerah miskin baru yang masih
membutuhkan subsidi kepada daerah induk. Kondisi pemekaran wilayah yang
semakin mengkhawatirkan ini mesti disikapi secara bijak oleh pemerintah dan
DPR. Oleh karena itu, selain moratorium, harus pula dilakukan langkah strategis
lain dalam mengamankan jaringan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah
pemekaran baru, agar orientasi dan filosofi pemekaran daerah tetap dalam cita-cita
utama bagi pemerintah daaerah baru yang telah dilantik.
25Selain untuk mensejahterakan rakyat, dan memberikan pembangunan
daerah yang merata, pemekaran wilayah memiliki filosofi penting bagi
kelangsungan perkembangan pemekaran daerah,
yaitu dapat
menjaga
24Slamet Luwihono, salah seorang staff peneliti P2PL (Pusat Penelitian Politik Lokal)
yang menulis dalam situs
http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=86&Itemid=1, yang di posting pada Rabu, 17 September, 2008, dan di kutip pada tanggal 11 Mei 2010.
keanekaragaman budaya dan adat daerah, yang merupakan bagian penting dalam
terjalinnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat daerah, sebagaimana yang
tertuang dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 yang kalimatnya sebagai berikut:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Dan yang lebih penting lagi adalah dengan menjaga entitas-entitas
masyarakat daerah dari semakin merebaknya globalisasi dan budaya
westernisasi
.
Oleh karena itu, dengan adanya cita-cita pemekaran wilayah di sejumlah daerah di
indonesia, juga diharapkan mampu menjaga keanekaragaman tersebut. Walaupun
nantinya ada perubahan budaya, diharapkan perubahan tersebut, tidak terlalu
signifikan dan berpengaruh dilingkungan daerah tersebut, dan diharapkan pula
budaya-budaya yang masuk mampu membawa kebaikan bersama bagi masyarakat
daerah.
26Substansi-substansi tersebutlah yang semestinya menjadi filosofi bersama
untuk melakukan pemekaran wilayah. Jika hal ini ditanamkan dan tetap menjadi
orientasi utama bagi para penyelenggara pemekaran wilayah. Maka niscaya
daerah pemekaran wilayah baru akan menuai hasil yang mampu membangun
daerah tersebut kearah kemajuan yang lebih baik. Untuk meletakkan cita-cita
pemekaran pada relnya, pemerintah baru harus melakukan pembenahan di level
kebijakan saja belumlah cukup. Pembenahan juga harus dilakukan pada level
kesadaran politik para elite terutama yang ingin menjadi pelayan publik supaya
tidak menjadikan pemekaran sebagai komoditas politik semata. Menjadi pekerjaan
26Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera Bidang Penelitian dan
Pengembangan, Kajian Awal Tentang: Peningkatan Status Wilayah Cipasera Menjadi Daerah
rumah kita bersama untuk meluruskan semangat pemekaran pada jalur semula
yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, prinsip-prinsip tersebutlah yang
kemudian hari diharapkan mampu menjadi fondasi dasar filosofi bagi para
penggagas pemekaran wilayah di berbagai daerah.
27D.
Tujuan Pemekaran Wilayah
Sesuai dengan filosofinya, tujuan pemekaran wilayah juga sangat mulia
yang mengacu pada keinginan sejumlah manusia lokal yang secara sadar ingin
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat daerah melalui pemerintahan daerah
yang otonom. Selayaknya pemekaran wilayah, atau pembentukan pemerintahan
otonom baru tidaklah diartikan sebagai pengalihan kekuasaan pusat semata, akan
tetapi harus dipahami sebagai wujud dari demokrasi yang sebenar-benarnya, yang
kemudian mampu mendorong tumbuhnyasebuah kemandirian pemerintahan
sendiri, karena otonomi ddaerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di
daerah-daerah, yang diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah praakarsa
dan kemandirian dalam iklim lembaga demokrasi.
28Dengan demikian, daerah dapat berprakarsa sesuai dengan potensi daerah
yang dimiliki dan dapat mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah
dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat dengan tetap mengedepankan
kepentingan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pembentukan daerah juga
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat, pelaksanaan pembangunan
27 Indra J. Piliang, dalam artikel seminar Otonomi daerah yang diselenggarakan oleh
CSIS, "Kapok Dengan Otonomi?", (jakarta, 21 Mei 2003), h. 2.
perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan peningkatan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah sesuai dengan pertumbuhan kehidupan
demokrasi nasional.
29Namun yang terpenting sebagai langkah awal daerah otonom baru adalah
dengan berusaha mewujudkan distribusi pertumbuhan ekonomi yang yang serasi
dan merata antar daerah, mewujudkan distribusi kewenangan yang sesuai dengan
kesiapan pemerintah dan masyarakat lokal, menciptakan ruang politik bagi
pemberdayaan dan partisipasi politik institusi-institusi politik lokal, serta
mewujudkan distribusi layanan publik yang mudah dijangkau oleh masyarakat,
dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi pemerintahan daerah.
30E.
Syarat Dan Aturan Hukum Pemekaran Wilayah
Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan
politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk
dillaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang
sifatnya lebih urgen. Karena dalam beberapa kasus wilayah perbatasan saja bisa
menyulut konflik antar daerah. Oleh karena itu, dalam hal ini hadirlah UU No. 32
dan 33 tahun 2004, dan PP No. 78 tahun 2007, sebagaimana dijelaskan dalam UU
29Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, (Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten Tangerang, 2007), h. 2.
30M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 170-172. Dan dalam buku ini pula dijelaskan tentang tujuan pemekaran wilayah, yang dikutip dari PP No. 129/2000, yang menyatakan bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui enam point penting sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Percepatan kehidupan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
No. 32/2004, Pasal 5, bahwa pembentukkan daerah harus memenuhi syarat
adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten
atau kota meliputi adanya persetujuan DPR-D kabupaten atau kota dan Bupati
atau Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPR-D provinsi dan Gubernur
serta rekomendasi Menteri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi sedikitnya ada
lima kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi, lima kabupaten atau kota
untuk pembentukan kabupaten, dan lima kecamatan untuk pembentukan kota, dan
wilayah yang akan menjadi ibu kota, beserta sarana dan prasarana pemerintah.
31Kajian terhadap prosedur pemekaran wilayah dalam penjabarannya telah
tertuang dalam PP No. 129/2000 yang meliputi beberapa aspek penting yang
harus dilaksanakan dalam pemekaran wilayah otonom. Prosedur
pertama
yang
harus dilakukan adalah, aspirasi masyarakat, karena dampak dan akibat dari
pemekaran wilayah ini pula yang kemudian akan dikembalikan atau berdampak
pada masyarakat itu sendiri, adanya dukungan dari beberapa orang anggota
pemerintahan daerah dan masyarakat daerah setempat untuk memekarkan diri dari
daerah otonom induknya. Dan keinginan politik pemerintah daerah cukup
direpresantikan dengan persetujuan kepala daerah dan DPR-D, sedangkan
keinginan politik masyarakat yang direpresentasikan dengan berbagai tanda
tangan dari tokoh masyarakat dianggap telah cukup memperlihatkan adanya
keinginan politik dari masyarakat yang bersangkutan, yang dipermudah dengan
tidak dipersyaratkannya jajak pendapat (cara plebisit atau kajian akademis) untuk
melakukan pemekaran wilayah, karena dianggap cara plebisit terlalu rumit, mahal
dan beresiko untuk dijadikan sebagai media menggalang pendapat masyarakat.
Oleh karena itu, syarat-syarat dan ketentuan diatas telah dianggap sah-sah saja.
Akan tetapi hal inilah justru yang menjadi unsur kelemahan PP No. 129/2000,
dengan prosedur pemekaran yang terlalu longgar menyebabkan keinginan politik
masyarakat dengan mudah saja dipolitisir sebagai kemauan orang banyak atau
masyarakat daerah.
32Unsur
kedua
, dengan membentuk badan atau lembaga yang dengan siap
segera mempersiapkan segala kebutuhan untuk pemekaran wilayah tersebut, yang
beranggotakan para tokoh masyarakat dan para penggagas pemekaran. Dalam
banyak hal lembaga ini lah yang kemudian hari menjadi sebuah bentuk
representasi dari keinginan politik masyarakat untuk mengusulkan pemekaran,
dan lembaga ini pulalah yang kemudian berurusan langsung keatas, kebawah, dan
yang berhubungan langsung dengan pihak eksekutif, legislatif daerah maupun
pusat. Walaupun hadirnya badan atau lembaga ini dalam sejumlah daerah
pemekaran tidak tercantum dalam PP No. 129/2000, namun hal tersebut bukan
berarti larangan akan adanya lembaga tersebut.
33Unsur ketiga yang harus ditempuh dalam prosedur pemekaran wilayah
adalah harus di dukung oleh penelitian awal yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dari segi pengamatan lapangan, yang kemudian akan
32Ibid, Blue Print "Otonomi Daerah Di Indonesia", (Jakarta: The YHB center, 2008), h. 146-147.
menjelaskan tentang kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, rentang kendali dan lain-lain.
Unsur keempat, bagian final dan kesimpulan dari segenap penelitian yang
ada dalam unsur ketiga, yang kemudian dapat merumuskan persetujuan
pemekaran wilayah, yang dilakukan secara bersama-sama dalam praktiknya, oleh
DPR-D, pemerintah daerah dan masyarakat daerah, dan dalam selanjutnya hal ini
dilakukan untuk menghidari konflik politik antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya, akibat dari prosedur pemekaran wilayah ini, karena memang hal
ini sangat sensitif dan rawan konflik. Oleh karena itu hal ini diperlukannya sikap
kebersamaan antara DPR-D, Pemerintah daerah dan masyarakat.
34Sejujurnya, memang banyak ketentuan yang mengindikasikan gahwa
prosedur yang harus ditempuh untuk menetapkan pemekaran wilayah harus
melalui proses panjang dan rumit, yang melibatkan banyak orang, juga banyak
kalangan, yang menuntut akurasi persyaratan teknis subtantif, seperti kelayakan
pembangunan ekonomi, pelayanan publik dan lain-lain.
Dari beberapa syarat dan aturan hukum tentang pembentukan daerah
otonom baru, maka syarat yang lebih penting kemudian adalah dapat menjamin
adanya peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat daerah dan dapat
menjamin keselarasan hubungan antara daerah melalui kerja sama antara daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah ketimpangan antar
daerah, mencegah disintegrasi, serta tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selebihnya mengenai persyaratan pemekaran wilayah yang
telah diatur oleh UU No 32/2004 akan penulis cantumkan dalam lembar lampiran.
F.
Manfaaat Pemekaran Wilayah
Perlu diakui, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini memberikan
dampak dan manfaat yang positif bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah
daerah, dengan adanya cita-cita dan UU No. 32/2004, mengenai otonomi daerah
dan pemekaran wilayah, setidaknya telah memberikan semangat baru bagi elit
politik dan masyarakat daerah untuk membangun daerahnya kearah yang lebih
baik, mampu bersaing dengan daerah maju yang lainnya. Perlu diakui bahwa
terbukanya prinsip otonomi daerah yang luas utuh dan bertanggung jawab dengan
suntikan dana awal dari pusat cukup memicu sejumlah kalangan daerah untuk
kembali bangkit, dan tergerak untuk menghidupkan kembali daerahnya, walaupun
tidak bisa dinafikkan, kalau dari sebagian mereka ada yang mengharapkan
suntikan dana awal dari pusat tersebut masuk ke dalam kantong-kantong pribadi
mereka, dan mengharapkan kekuasaan baru. akan tetapi, setidaknya paling tidak
mereka telah menjalankan dan melaksanakan cita-cita menjsejaterakan rakyat
melalui cita-cita pemekaran wilayah.
35Selain itu juga dengan adanya pembentukan daerah baru, masyarakat akan
semakin bergairah dan berkembang karena lahir tuntutan baru untuk membangun
daerahnya, akan memicu motivasi terjadinya efektifitas birokrasi serta pelayanan
publik yang lebih terjangkau, terarah dan terencana, karena sasaran yang dituju
semakin jelas dan cakupannya lebih mudah. Karena selama ini sering terjadi
birokrasi yang panjang dan bertele-tele, efek yang dihasilkan adalah, kejenuhan
masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan itu sendiri, yang dikarenakan terlalu
banyak wilayah dan penduduk yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
namun dengan adanya pembentukan daerah baru, hal ini menjadi lebih mudah dan
terkendali, dan hal ini juga diharapkan mampu mendekatkan dan mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap negara, karena bahwa sesungguhnya negara
masih peduli terhadap masyarakat melalui pemerintah daeran dan konsep
pemekaran wilayah. Selain itu juga, dengan hadirnya lembaga baru juga akan
mendorong masyarakat untuk membentuk lembaga-lembaga swadaya yang baru,
lembaga keagamaan, pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan yang berbasis
penggalian potensi sumberdaya manusia. Dengan kata lain, masyarakat
mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk membangun dan mengelola
daerah.
36Dan manfaat yang lain adalah, terciptanya sarana pendidikan politik bagi
pemerintah daerah, sehingga diharapkan mampu menciptakan sebuah formulasi
yang segar guna membantu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
daerah, sehingga tidak terjadi sebuah pemekaran yang memiliki motif lain dalam
daerah tersebut dan tetap menjaga keutuhan budaya masyarakat daerah tersebut.
37Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik benang merah dan dianalisa
kembali, bahwa pemekaran wilayah pada tataran konsep dan cita-cita adalah
sesuatu yang sangat mulia, berangkat dari kebutuhan perut yang lapar dengan
bahasa “mewujudkan kesejateraan masyarakat” para penggagas pemekaran
wilayah berusaha membangkitkan gairah masyarakat untuk kembali bangun dan
membangun diri dan daerahnya menjadi yang lebih baik, menjadi sebuah manusia
yang mapan dan merata.
Akan tetapi pemekaran wilayah dalam perkembangannya mengalami
banyak kendala, dimulai dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang berusaha
memanfaatkan subsidi dan kucuran dana yang terus mengalir dalam terbentuknya
dari otonom baru, juga berusaha merubah cita-cita pemekaran wilayah itu sendiri,
dan parahnya lagi jika ada oknum-oknum yang dengan sengaja memanfaatkan
sejumlah aset dan potensi daerah yang ada untuk kepentingan segelintir orang atau
kepentingannya pribadi. Dan hasilnya kini, dapat kita lihat tidak sedikit daerah
pemekaran daerah baru belum bisa bangkit dan membangun daerah menjadi lebih
baik, bahkan hal ini dikabarkan, justru semakin jumlah keluarga miskin semakin
bertambah setiap tahunnya, dan hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah
dalam hal ini ada yang salah dalam konsep pemekaran wilayah, atau kondisi
daerah yang memang untuk digerakkan dalam sektor ekonomi? Namun bukan hal
itu yang menjadi kendala, satu yang ingin menjadi statement penulis dalam
penutupan bab dua ini adalah, diperlukannya pengawasan terhadap daerah
pemekaran baru dalam beberapa tahun, kemudian dilakukannya evaluasi data, dari
hal ini dapat diketahui, sesungguhnya faktor apa yang menjadi kendala sebuah
daerah pemekaran baru menjadi tidak berkembang sebagaimana yang telah
dicita-citakan dan di gagas oleh sejumlah masyarakat daerah. Dan terakhir,
dibutuhkannya sebuah tindak lanjut yang serius dari sejumlah elemen masyarakat
BAB III
PROFIL KOTA TANGERANG SELATAN
Cipasera adalah akronim dari Kecamatan Ciputat, Cisauk, Pamulang,
Pagedangan, Serpong, Dan Pondok Aren di Kabupaten Tangerang, Cipasera inilah
yang menjadi embrio terlahirnya kota Tangerang Selatan di kemudian hari.
Wilayah yang berada tepat samping ibu kota Jakarta ini, dengan batas wilayahnya
yakni daerah Pasar Jumat yang melingkari terminal Lebak Bulus, juga wilayah
yang memiliki fungsi penting sebagai penyangga (
buffer
) beban berat arus
urbanisasi yang memadati kota Metropolitan. Kini wilayah Tangerang Selatan
tengah tumbuh dan berkembang menjadi wilayah perkotaan, karena adanya efek
dari membanjirnya arus urbanisasi dari Jakarta yang dengan cepat merambat ke
wilayah Tangerang Selatan, akibatnya adalah pertumbuhan pembangunan dan
kebutuhan ekonomi masyarakat urban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah
Kabupaten Tangerang.
38Permasalahan kemudian muncul ketika Pemerintah Daerah Kabupaten
Tangerang Tidak mampu mengatasi problem pertumbuhan dan pembangunan
masyarakat, yang dikarenakaan selain letak pusat Pemerintahan Daerah yang
berada