• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SUPERVISI KLINIS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 1 RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI SUPERVISI KLINIS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 1 RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

Esron Rajagukguk. Implementasi Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Kemampuan Guru Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Di SMA Negeri 1 Raya Kabupaten Simalungun. Tesis: Program Studi Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Raya Kabupaten Simalungun. Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah melalui penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negei 1 Raya. Subjek penelitian adalah guru rumpun IPS di SMA Negeri 1 Raya sebanyak lima orang guru. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah mengacu kepada model penelitian Kemmis, dirancang dengan proses siklus sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat fase kegiatan yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan guru rumpun IPS menyusun RPP pada siklus I mencapai nilai rata-rata sebesar 84,00 % dengan kategori Baik, sedangkan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata sebesar 92,09 % dengan kategori Amat Baik. Berdasarkan data hasil penelitian, kesimpulan penelitian adalah bahwa penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negri 1 Raya Kabupaten Simalungun. Oleh karena itu diharapkan pengawas sekolah agar menerapkan supervisi klinis dalam meningkatkan profesionalisme guru khususnya dalam menyusun RPP.

(5)

ii ABSTRACT

Esron Rajagukguk. Implementation of Clinical Supervision in Improving Teacher Ability Arrange Lesson Plans In SMA Negeri 1 Raya Simalungun Disrict. Thesis : Educational Administration Studies Postgraduate University of Medan, 2016.

This study aims to determine whether clinical supervision can improve the ability of cluster IPS teachers arrange lesson plans in SMA Negeri 1 Raya Simalungun Disrict. The hypothesis of this action is through implementation of clinical supervision can improve the ability cluster IPS teachers in SMA Negeri 1 Simalungun District. Subjects were cluster IPS teachers in SMA Negeri 1 Raya Simalungun District as many as five peoples. The design study is the research is conducted action research model school refers to Kemmis , designed to process as much as two cycles. Each cycle consists of four phases of activity : planning , implementation,observation and reflection. Results showed that ability of cluster IPS teachers arrange lesson plans the first cycle the average reached a value of 84.00 % with good category and cycle II the average reached a value of 92.09 % with a very good category. According result this data research, conclusion of research that implementation of clinical supervision can improve the ability of cluster IPS teachers arrange lesson plans in SMA Negeri 1 Raya Simalungun District. Because of that expected supervisor school so that to implementation clinical supervision to improved profesionalism of teacher specialist to arrange lesson plans.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, AnakNya Yesus

Kristus dan Roh Kudus, Allah Yang Maha Kasih, atas kasih dan kemurahanNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini berjudul “Implementasi Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Kemampuan Guru Menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran di SMA Negeri 1 Raya Kabupaten Simalungun”, disusun untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program

Studi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Penulis menyadari bahwa penelitian tesis ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M. Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Negeri Medan

2. Prof. Dr. Bornok Sinaga, M. Pd selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Negeri Medan yang memberikan pelayanan kepada penulis dalam proses perkuliahan.

3. Dr. Darwin, M. Pd selaku Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan dan Dr. Sukarman Purba, M. Pd selaku sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus penguji yang telah

memberi masukan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr.Yasaratodo Wau, M. Pd selaku dosen pembimbing I dan Dr. Eka Daryanto,

(7)

iv

dan petunjuk mulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. Harun Sitompul, M. Pd dan Prof. Dr. Rosmala Dewi, M. Pd Kons selaku narasumber yang telah memberikan masukan dan saran dalam

penyelesaian tesis ini.

6. Para Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada

penulis selama perkuliahan.

7. Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan

Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan yang telah memberikan bantuan Beasiswa S2 Kepengawasan

bagi peneliti sehingga dapat menimba ilmu di Universitas Negeri Medan. 8. DR. J. R Saragih, SH, MM selaku Bupati Simalungun yang telah memberi ijin

mulai dari seleksi administrasi sampai tugas belajar di Program Pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

9. Parsaulian Sinaga, S. Pd, M. Si selaku Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten

Simalungun yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Raya Kabupaten Simalungun.

10. Drs. Salmen Purba selaku Koordinator Pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten

Simalungun yang telah membantu penulis dalam penelitian.

11. Drs. Robinson Tarigan selaku pengawas pendamping dan observer yang telah

(8)

v

12. Drs. Daudraja Purba selaku Kepala SMA Negeri 1 Raya dan observer yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

13. Para rekan guru, istimewa guru rumpun IPS di SMA Negeri 1 Raya yang telah bersedia menjadi guru latih dalam kegiatan penelitian ini.

14. Orangtua tercinta E br Sitohang serta mertua tercinta M. Manalu dan M br Purba yang telah memberikan dukungan selama perkuliahan.

15. Isteri tercinta J br Manalu, SST, M. Kes dan anak-anakku tersayang ( Joshua.

B. Valentino, Betryc Rezeki, dan Christian B Threedec ) yang tiada hentinya memberi doa, dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan di Program Pascasarjan Universitas Negeri Medan.

16. Rekan-rekan mahasiswa program studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi

Kepengawasan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan bantuan moral dan spiritual selama perkuliahan.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan yang konstruktif dari semua pihak yang membaca tesis ini, demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.

Medan, Juni 2016 Penulis,

(9)

vi

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN…... 31

A.Kajian Teoritis………. 31

1. Kemampuan Guru Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 31

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran……….. 35

3. Supervisi Klinis………. 59

a. Pengertian Supervisi ……..………. 59

b. Pengertian Supervisi Klinis………. 67

c. Tujuan Supervisi Klinis………... 69

d. Ciri-ciri Supervisi Klinis……….. 71

e. Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis………... 72

f. Sasaran Supervisi Klinis……….. 73

g. Pelaksanaan dan Teknik Supervisi Klinis……… 74

h. Tahapan Supervisi Klinis………. 75

B. Penelitian Yang Relevan……….. 81

C.Kerangka Berpikir……… 84

D.Hipotesis Tindakan………... 87

BAB III METODE PENELITIAN……… 88

A.Tempat dan Waktu Penelitian……….. 88

1. Tempat Penelitian………. 88

2. Kegiatan dan Waktu Penelitian... 88

B. Subjek Penelitian………... 88

C.Defenisi Operasional Variabel………... 89

(10)

vii

E. Prosedur Penelitian Tindakan………... 92

F. Teknik dan Alat Pengumpulan Data………. 100

G. Teknik Analisis Data………. 102

H.Kriteria Keberhasilan………. 103

I. Evaluasi Tindakan……….. 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 105

A.Hasil Penelitian... 105

1. Hasil Penelitian Pra siklus... 105

2. Hasil Penelitian Siklus I... 107

3. Hasil Penelitian Siklus II... 114

B. Pembahasan... 121

C.Keterbatasan Penelitian... 126

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 127

A.Kesimpulan... 127

B. Implikasi... 128

C.Saran... 129

DAFTAR PUSTAKA……….... 130

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Hasil Penilaian Awal Kemampuan Guru Rumpun IPS

Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya... 16 Tabel 2.1 Keterkaitan Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan

Belajar dan Maknanya... 50 Tabel 3.1 Kegiatan dan Waktu Penelitian………... 88 Tabel 3.2 Skenario Pelaksanaan Supervisi Klinis………... 92

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Telaah Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran………... 102 Tabel 3.4 Kategori Nilai Kualitatif ... 103 Tabel 4.1 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Prasiklus... 106

Tabel 4.2 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Siklus I... 112

Tabel 4. 3 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Siklus II... 119

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP Pada Prasiklus, Siklus I dan

Siklus II... ... 124

Tabel 4.5 Rekapitulasi Persentase Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP Berdasarkan Aspek Yang Dinilai Pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Sekolah……….. 91 Gambar 4.1 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Prasiklus... 107 Gambar 4.2 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Siklus I... 114 Gambar 4.3 Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam

Menyusun RPP Pada Siklus II... .... 121

Gambar 4.4 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP Pada Prasiklus,

Siklus I, Siklus II... .... 124

Gambar 4.5 Rekapitulasi Persentase Ketercapaian Kemampuan Guru Menyusun RPP Berdasarkan Aspek Yang Dinilai

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Rencana Kegiatan Penelitian (RKP)... ... 135

Lampiran 2 Instrumen Penilaian Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran... ... 144

Lampiran 3 Rincian Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Supervisi Klinis Untuk Meningkatkan Kemampuan Guru

Menyusun RPP DI SMA Negeri 1 Raya... ... 147 Lampiran 4 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru

Menyusun RPP Di SMA Negeri 1 Raya Pada Pra

siklus…………... ... 158

Lampiran 5 Instrumen Wawancara Prasiklus Supervisi Klinis... 160 Lampiran 6 Instrumen Wawancara Pertemuan Awal (Pra Observasi

Supervisi Klinis………... 162

Lampiran 7 Instrumen Wawancara Pertemuan Balikan (Pasca

Observasi) Supervisi Klinis………... 164

Lampiran 8 Lembar Observasi Proses Pelaksanaan Supervisi Klinis.. 166 Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun

IPS Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya Pada

Siklus I... ... 169

Lampiran 10 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya Pada

Siklus II... ... 171

Lampiran 11 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya Pada

Prasiklus, Siklus I dan Siklus II... 173 Lampiran 12 Hasil Observasi Proses Pelaksanaan Supervisi Klinis... 174

Lampiran 13 Instrumen Observasi Kelas Prasiklus Supervisi Klinis... 177 Lampiran 14 Kontrak Pertemuan Supervisi Klinis di SMA Negeri 1

(14)

xi

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1, tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif menyumbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).

Sementara pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945.

Untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan

(16)

2

bermartabat, maka Pemerintah telah menetapkan suatu standar nasional pendidikan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013

tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan

meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan. SNP tersebut menjadi

acuan dan kriteria bagi setiap satuan pendidikan dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran serta

pengawasan terhadap setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan satuan pendidikan sehingga masing-masing bisa mencapai standar

minimal bahkan diatas standar nasional yang ditentukan. Delapan SNP tersebut secara terperinci memiliki fungsi dan tujuan sebagai berikut : 1) Sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. 2) Bertujuan menjamin mutu

pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. 3) Untuk

disempurnakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan

perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.

Dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan, komponen pendidik merupakan faktor yang sangat menentukan perwujudan mutu pendidikan. Guru

sebagai pendidik profesional dituntut memiliki empat kompetensi yakni

(17)

3

kompetensi sosial. Keempat kompetensi ini menjadi standar untuk mengukur

profesional guru. Sementara dalam standar proses dikatakan bahwa standar proses

untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan

pengawasan proses pembelajaran.

Secara umum bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah, walaupun setiap tahun mengalami kenaikan namun kenaikannya belum

signifikan. Litbang (dalam kemmendikbud, 2012) mengungkapkan berdasarkan data penelitian Human Development Index (HDI) pada tahun 2012 kualitas

pendidikan Indonesia di peringkat 124 dari 187 negara dan pada tahun 2013 naik tiga peringkat menjadi ranking ke-121 dari 185. Selanjutnya berdasarkan data

Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2014, indeks pembangunan pendidikan (Education Development Index/EDI) untuk Indonesia 0,938. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-57 dari 115 negara di dunia. Posisi Indonesia

termasuk dalam EDI sedang, namun masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 yang masuk kelompok pencapaian sangat tinggi bersama Jepang

yang mencapai posisi nomor satu di dunia. Sementara Singapura peringkat ke-18 dan Malaysia berada di peringkat ke-6. Meskipun demikian posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos

(109).

Mewujudkan pendidikan berkualitas memang tidak semudah membalik

(18)

4

bahwa hal yang paling urgen dalam membangun pendidikan yang berkualitas harus dimulai dari membangun guru, karena guru merupakan inti dari pendidikan

itu sendiri, dimana guru merupakan ujung tombak melaksanakan pembelajaran. Perbaikan atau penyempurnaan kurikulum, kepemimpinan yang baik, sarana dan

prasarana yang lengkap tidak menjamin terwujudnya pendidikan yang berkualitas apabila tidak didukung guru yang berkualitas.

Sebagaimana dikemukakan Soetopo dalam (Kompri 2015 : 161) tanpa

guru, pendidikan akan berjalan timpang karena guru merupakan orang kunci (key person) dalam proses pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan pendidikan sangat

dipengaruhi oleh peranan guru sebagai figur yang bisa diteladani. Guru harus selalu berkembang dan dikembangkan agar perolehan subjek didik terhadap

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai dapat maksimal.

Menurut UU No 14 tahun 2005 bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada kapasitas suatu satuan pendidikan dalam mentransformasikan

peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati dan raganya. Kita semua tahu, bahwa dari sekian banyak

komponen pendidikan, guru dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan. Berapa pun besarnya investasi yang kita tanamkan untuk memperbaiki mutu

pendidikan kita, tanpa kehadiran guru dan dosen yang kompeten, profesional, bermartabat dan sejahtera dapat dipastikan tidak akan mencapai tujuan yang kita

(19)

5

Selanjutnya dikatakan bahwa guru harus menyadari bahwa mereka adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Sebagai tenaga profesional, maka guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional ( UU No 14

tahun 2005).

Guru sebagai jabatan profesional sudah seharusnya dalam melaksanakan

tufoksinya secara profesional, namun masih ditemukan ada guru dalam melaksanakan tugasnya tidak profesional, dan sudah menjadi rahasia umum

misalnya guru terlambat masuk kelas, menggunakan sumber belajar yang hanya terfokus kepada buku teks, RPP yang tidak lengkap. Menurut hasil angket kepada duapuluh lima guru di SMKN 1 Merdeka, Kabupaten Karo bahwa diperoleh

sebanyak 58 % guru jarang menerapkan teori-teori belajar untuk kegiatan proses belajar mengajar dan 14 % tidak pernah mengaplikasikannya (Purba 2014 : 5).

Sementara itu hasil survey awal oleh Dewi (2014 : 4) terhadap salah satu pengawas SMP bidang studi Bahasa Indonesia di kabupaten Deli Serdang Bedagai menemukan masih banyak guru yang melakukan copy paste terhadap Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran. RPP tersebut berasal dari internet atau file guru dari sekolah lain. Guru tidak memiliki program tahunan, program semester, silabus

(20)

6

Selanjutnya hasil wawancara Soni (2014:6) bahwa guru-guru di SMA Negeri Unggul Aceh Timur dari 30 orang guru diperoleh data bahwa hanya 40%

(12 orang) guru yang menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) setiap kali pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang dilaksanakan hanya

berdasarkan keinginan guru dan juga kondisi siswa di kelas. RPP hanya berupa softcopy di dalam laptop dan tidak dicetak untuk dijadikan sebagai pedoman

dalam mengajar, sehingga RPP hanya berfungsi sebagai bagian administratif

dalam pembelajaran.

Demikian juga hasil survey awal Naibaho (2015) melalui wawancara

dengan pengawas SMP bidang studi Bahasa Indonesia di Kota Binjai tanggal 23 Maret 2015, mengatakan sekitar 60 % dari 57 guru binaannya masih melakukan

copy paste dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP

tersebut berasal dari internet atau file guru dari sekolah lain. Selanjutnya 25 % guru yang tidak memiliki program tahunan, program semester, silabus bahkan

RPP. Bahkan pengawas mengatakan masih banyak guru yang tidak mau disupervisi atau sengaja menghindar bila seorang pengawas datang ke sekolah

untuk melakukan supervisi di kelas.

Guru selain memegang jabatan profesional, juga memiliki peran yang sangat strategis karena terlibat langsung dalam pembelajaran, yaitu sebagai

perencana pembelajaran, pelaksana pembelajaran, dan penilai pembelajaran bahkan sampai proses evaluasi dan perbaikan atau pengayaan. Untuk itu guru

(21)

7

diungkapkan Sagala (2011 : 38) guru seharusnya dapat melakukan inovasi pembelajaran. Sebaliknya inovasi pembelajaran bagi guru relatif tertutup dan

kreatifitas dinilai bukan bagian dari prestasi. Sehingga kemampuan guru tidak dapat berkembang, hal ini disebabkan karena guru belum menguasai materi

bidang studinya sendiri, pedagogis, didaktik, dan metodik keahlian pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kurangnya kerja tim antara sesama guru dan tenaga pendidik lainnya.

Sebagai tenaga profesional Sagala (2010 : 209) mengatakan dalam mengajar guru dan profesi pendidikan lainnya harus selalu sadar bahwa setiap

program pembelajaran adalah suatu tahap penting dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dan akhirnya mencapai tujuan pendidikan. Guru harus

terampil mengelaborasi kurikulum menjadi bahan ajar dengan menempatkannya pada alokasi waktu yang tersedia mengacu pada pokok bahasan dan sub pokok bahasan dalam mendesain perencanaan pengajaran. Selanjutnya Sagala

mengatakan bahwa kemampuan menggunakan berbagai pendekatan dan metoda mengajar serta teknik evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar siswa

menggambarkan kompetensi guru sebagai tenaga professional (2010:210)

Sebagaimana yang telah dikemukakan Sagala tersebut di atas tentunya tidak akan dapat dicapai dan diterapkan, tanpa usaha dan kerja keras dari guru.

Guru harus menyadari bahwa mendidik adalah pekerjaan mulia, mereka berhadapan bukan dengan benda mati, melainkan individu-individu yang unik

(22)

8

seharusnya sudah terlebih dahulu merancang model, pendekataan, metode, teknik evaluasi yang akan digunakan dalam pembelajaran, sehingga dengan demikian

pembelajaran akan dapat berlangsung secara aktif, inovatif, efektif, menarik dan menantang. Intinya guru harus menguasai kompetensi profesionalnya.

Usaha-usaha untuk mempersiapkan guru menjadi tenaga profesional telah banyak dilakukan seperti lokakarya/workshop melalui MGMP/KKG, bimbingan teknis, diklat, supervisi dari kepala sekolah atau pengawas. Haryono dalam

(Kompri 2015 : 145) menyatakan bahwa secara teknis kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru antara lain program : 1)

pembimbingan dan penugasan; 2) pendidikan dan pelatihan; 3) studi lanjut; 4) promosi jabatan; 5) konferensi, lokakarya dan seminar; 6) pembinaan melalui

supervisi pembelajaran. Sementara Collete dan Ciappetta dikutip Sprihartiningrum dalam Kompri (2015 : 173) kegiatan pengembangan profesi guru dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu studi lanjut, inservise training,

memberdayakan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), memberdayakan organisasi profesi, dan mengevaluasi kinerja mengajar di kelas, sertifikasi dan uji

kompetensi. Secara Nasional Pemerintah mengadakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk menjamin dan menjaga kredibilitas guru sebagai tenaga profesional dengan mendapat sertifikat profesional dan dibarengi dengan

peningkatan kesejahteraan (tunjangan profesi) sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara

(23)

9

terhadap peningkatan mutu pendidikan. Hal itu senada dengan pendapat Kompri (2015 : 138) sejak kebijakan sertifikasi dilaksanakan, banyak pendidik yang memperoleh

sertifikat pendidik sebagai bentuk pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada 2007 guru yang tersertifikasi berjumlah 182.706 orang. Jumlah ini ditambah lagi pada

2008 sebanyak 171.575 orang. Jumlah ini belum termasuk hasil sertifikasi pada 2009-2010. Namun demikian, kondisi tersebut tidak serta merta memiliki kaitan yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Selain komponen guru, komponen kurikulum juga merupakan salah satu aspek yang memengaruhi mutu pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Taba (1962) dikutip Sanjaya (2008) dalam Fadlillah (2014 : 15) menyebutkan a curriculum is a plan

for learning; therefore, what is known about the learning process and the

development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum. :

Selanjutnya Sahertian (2010 : 131) mengatakan kurikulum ialah sejumlah pengalaman belajar yang dirancangkan d bawah tanggung jawab sekolah dalam rangkan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah sebagai suatu program atau perencanaan pembelajaran untuk

(24)

10

Fadlillah (2014 : 13) mengungkapkan pengertian kurikulum sebagai berikut :

Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil tidaknya sebuah pendidikan sangat bergantung dengan kurikulum yang digunakan. Kurikulum adalah ujung tombak bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien sesuai yang diharapkan. Karena itu, kurikulum sangat perlu untuk diperhatikan di masing-masing satuan pendidikan. Sebab, kurikulum merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan.

Sejak tahun ajaran 2013/2014 Pemerintah telah memberlakukan secara

nasional kurikulum 2013 (Kurnas). Hal ini merupakan terobosan baru untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan ditengah persaingan global. Pada dasarnya kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum 2004 (KBK)

dan kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada peningkatan dan keseimbangan soft skill dan hard skill yaitu menitikberatkan penilaian sikap

(jujur, santun, disiplin), pengetahuan dan keterampilan (melalui tugas praktek/proyek sekolah) dengan menggunakan pendekatan scientifik. Beberapa komponen dalam Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang

mengalami perubahan dari Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP). Tentunya sesuatu yang baru dibutuhkan pemahaman dari setiap stakeholder,

khususnya para tenaga pendidik sebagai pelaksana pembelajaran di kelas.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan BAB IV pasal 19 ayat (3) menyebutkan bahwa

(25)

11

proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Sehubungan dengan tugas mengajar guru, Sahertian (2010 : 134) mengemukakan :

Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar diketahui subjek didik, tetapi mengajar harus diartikan menolong si pelajar agar dapat belajar. Mengajar berarti usaha menolong sipelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami. Mengajar jangan dijadikan tugas rutin, mengajar bukan hanya suatu pengetahuan, tapi juga keterampilan atau memiliki kiat (seni) dalam mengajar. Mengajar harus dipersiapkan dengan baik. Guru perlu menyediakan waktu untuk mengadakan persiapan yang matang termasuk persiapan batin. Jadi guru seharusnya dipandang sebagai seorang ahli mode atau perancang program pembelajaran. Ia harus menguasai dan terlatih dalam menyusun skenario pembelajaran.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa untuk

terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, maka salah satu hal dan yang pertama dilakukan adalah melakukan perencanaan proses pembelajaran. Efektivitas dan efisiensi suatu pekerjaan atau kegiatan termasuk kegiatan

pembelajaran, dapat tercapai apabila direncanakan secara matang, karena dengan perencanaan yang baik, berbagai strategi, model, metode dan teknik dapat

dikemas sedemikian rupa untuk dapat digunakan mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Karena tanpa perencanaan yang jelas akan mengakibatkan prosedur kerja menjadi tidak

menentu, tidak jelas dan tidak terarah sehingga tujuan tidak tercapai dan akhirnya dapat mengecewakan pihak-pihak yang berkaitan dengan aktifitas yang dilakukan.

(26)

12

benar-benar dirancang dengan baik limapuluh persen pembelajaran sudah tercapai, tinggal lima puluh persen lagi saat proses pelaksanaan pembelajaran

sedang berlangsung.

Putu, dkk (2013) mengemukakan :

Guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan dalam pembelajaran karena fungsi guru memiliki fungsi utama mulai dari merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran dalam suatu sekolah. Keberhasilan suatu proses pembelajaran diawali dengan perencanaan yang sangat matang. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan dengan baik, ini merupakan setengah dari suatu keberhasilan sudah dapat tercapai, tinggal setengahnya lagi yang terletak pada pelaksanaan pembelajaran. Secara umum pada saat ini ada gejala atau fenomena dalam proses pembelajaran seringkali tanpa didukung dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan tanpa persiapan dari guru menjadikan proses pembelajaran yang tidak dapat diterima dan tidak menarik bahkan tidak menyenangkan bagi siswa, kedatangan guru tidak tepat waktu, meninggalkan kelas sebelum waktunya, kegiatan penilaian yang tidak terorganisir dengan baik sehingga hasil evaluasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengatasi fenomena tersebut maka guru dituntut mampu menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi analisis standar kompetensi, kompetensi dasar, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Guru diharapkan menyusun sendiri perangkat pembelajaran tersebut disesuaikan dengan karakteristik siswa dan daya dukung sekolah. Karakteristik siswa dan daya dukung sekolah yang berada di kota tentu berbeda dengan yang berlokasi di desa.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang dikembangkan secara detail dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus merupakan langkah yang sangat penting dilakukan guru sebelum proses

pembelajaran dilaksanakan. Perencanaan yang matang akan mengarahkan pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien,

(27)

13

materi ajar, pemilihan sumber belajar, pemilihan media belajar, menentukan model pembelajaran, kesesuaian skenario pembelajaran, dan melakukan penilaian

(Kemendikbud, 2013 : 37). Sementara dalam Permendikbud No 65 tahun 2013 disebutkan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana

kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).

Fadlillah, (2014 : 149) menguraikan RPP harus mencakup : 1) data sekolah, mata pelajaran dan kelas/semester; 2) materi pokok; 3) alokasi waktu; 4)

tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; 5) materi pembelajaran, metode pembelajaran, media, alat dan sumber belajar; 6)

langkah-langkah kegiatan pembelajaran; 7) penilaian. RPP sekurang-kurangnya memuat KD, indikator yang akan dicapai, materi yang akan dipelajari, metode pembelajaran, langkah pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar

serta penilaian.

Permendikbud No 65 tahun 2013 tentang Standar Proses bahwa setiap

pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis

(28)

14

Suhatman (2013 : 10) dalam Soni (2014 : 7) mengatakan salah satu kewajiban guru sebelum melaksanakan pembelajaran adalah menyusun perangkat

pembelajaran. RPP merupakan pedoman dan arahan tentang kegiatan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran oleh guru dari awal sampai dengan

berakhirnya pembelajaran. Dalam arti bahwa agar apa yang diinginkan setelah proses pembelajaran berlangsung para peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tertentu sebagaimana yang ditentukan. Jika proses pembelajaran

yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam RPP sebelumnya, tentu sudah bisa dipastikan bahwa proses pembelajaran akan berjalan

tanpa arah dan tanpa tujuan yang jelas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa RPP berfungsi sebagai kompas

pembelajaran, dirancang oleh setiap guru berdasarkan standar yang telah ditentukan. Untuk itu dalam proses pembuatannya diperlukan pemahaman mendalam terhadap setiap komponen dan indikator RRP tersebut sehingga guru

mampu merancang dan mengembangkan RPP dengan kemampuan yang dimilikinya.

Sesuai dengan uraian sebelumnya bahwa RPP merupakan rancangan pembelajaran wajib dipersiapkan oleh guru menjadi pegangan dan penuntun dalam proses pembelajaran di kelas, idealnya diserahkan awal semester tahun

pelajaran. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan PKS kurikulum SMA Negeri 1 Raya diketahui bahwa hanya sekitar 40 % guru yang menyerahkan

(29)

15

orang guru rumpun IPS, mereka tidak membawa RPP ketika melaksanakan pembelajaran di kelas, dengan berbagai alasan yaitu satu orang mengatakan RPP

ketinggalan di rumah, satu orang mengatakan disimpan di laci meja guru, dua orang mengatakan ada dilaptop dan belum diprint, yang mereka bawa ke kelas

adalah buku teks dan absensi siswa, sementara satu orang guru membawa RPP ke kelas tetapi tidak menggunakannya, guru terfokus kepada buku teks. Tentu kondisi yang demikian adalah hal yang sangat memprihatinkan. Seharusnya

apabila seorang guru mengajar tanpa persiapan maka guru tersebut tidak layak untuk mengajar.

Setelah guru rumpun IPS memperlihatkan RPP yang mereka buat ternyata setelah diamati dengan cermat bahwa ditemukan beberapa komponen RPP

belum lengkap, seperti komponen tujuan pembelajaran tidak dicantumkan, metode pembelajaran yang kurang variatif, sumber belajar yang terbatas, langkah-langkah kegiatan pembelajarannya masih dangkal dalam menggunakan

pendekatan scientifik sesuai kaidah Permendikbud No. 81 A tahun 2013, jenis penilaian belum mencakup aspek sikap, pengetahuan dan psikomotor dan

sementara yang lain tidak mencantumkan rubrik penilaian.

Hasil penilaian awal kemampuan guru rumpun IPS dalam menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya, dengan menggunakan instrumen penilaian RPP

(30)

16

Tabel 1.1. Hasil Penilaian Awal Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya

No Aspek Yang Dinilai Kode Guru/Skor Perolehan Rata-rata Gr1 Gr2 Gr3 Gr4 Gr5 Skor %

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru rumpun

IPS dalam menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya, masih tergolong rendah (kategori cukup) dengan nilai 64,00 terutama pada aspek Penilaian (48%), Pemilihan Media Belajar (60%), Perumusan Tujuan Pembelajaran (64%), Model Pembelajaran (64%),

Pemilihan Sumber Belajar (65%), Skenario Pembelajaran (70%), Identitas Mata Pelajaran ( 71%), Perumusan Indikator (73%) dan Pemilihan Materi Ajar (76%).

Kondisi yang dialami oleh guru tersebut di atas merupakan suatu fenomena yang urgen untuk dituntaskan. Sebagai tenaga profesional seharusnya para guru

menyadari kekeliruannya dan bersikap terbuka dengan apa yang mereka alami, sehingga kondisi tersebut di atas tidak akan pernah terjadi. Peneliti berasumsi bahwa para guru belum memahami sepenuhnya komponen-komponen dan indikator

(31)

17

hanya sekedar melengkapi administrasi belaka, tidak ada tindakan supervisi oleh supervisor baik kepala sekolah maupun pengawas mata pelajaran. Disamping itu

guru belum menyadari kesulitan yang dihadapi, ditambah dengan sikap guru tertutup sehingga tidak menyampaikannya kepada supervisor. Beberapa faktor

yang patut diprediksi dapat memengaruhi kekurangmampuan guru menyusun RPP antara lain guru tidak mau mencoba menyusun sendiri, motivasi kurang, tidak fokus pada pekerjaan akibat banyaknya urusan pribadi dan keluarga,

ketergantungan kepada sesama guru, adanya prototype guru tukang kritik dan terlalu sibuk, tersedia RPP yang bisa diunduh di internet dengan waktu yang

singkat dan biaya yang murah.

Faktor lain yang tidak kalah penting dapat memengaruhi ketidakmampuan

atau ketidakmauan guru menyusun RPP adalah kurang efektifnya supervisi bagi guru. Sebahagian guru sudah mendapat bimbingan melalui supervisi, namun belum benar-benar mahir dan sebagian lagi belum mendapatkan bimbingan.

Artinya guru belum sepenuhnya mendapat pembinaan atau pembimbingan melalui supervisi pendidikan.

Supervisi pendidikan atau disebut supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan yang dapat membantu guru dalam pekerjaannya, mengembangkan profesinya, memperbaiki kekeliruan guru, membina guru dalam perencanaan

maupun proses pembelajaran sehingga dapat berjalan efektif dan efisien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru NRS faktor penyebab

(32)

18

pembelajaran dan bagaimana menerapkannya di kelas. Guru HLP menyatakan belum memahami komponen RPP khususnya dalam penerapan pendekatan

scientifik dan pemilihan model pembelajaran. Sementara guru SP dan JKP mengatakan sepertinya supervisornya kurang memahami materi yang

disampaikan, acuan yang digunakan dalam menyusun penilaian tidak jelas. Demikian juga guru RT mengatakan bahwa dia belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang baik menyusun RPP, bimbingan yang dia terima masih kurang.

Umumnya guru mengatakan bahwa mereka mendapatkan RPP dari teman guru dan mengkolaborasikannya dengan contoh yang ada di internet alias copy paste

tanpa disesuaikan dengan kondisi dan potensi sekolah serta karakteristik peserta didik dan ironisnya ternyata RPP yang mereka gunakan dari tahun ke

tahun tidak ada perbaikan/penyempurnaan. Mereka juga mengatakan bahwa mereka belum pernah mendapatkan supervisi akademik model klinis, pendekatan yang digunakan oleh supervisor umumnya bersifat langsung (direktif).

Sebenarnya ada berbagai pendekatan, model dan teknik supervisi pendidikan. Pendekatan supervisi meliputi pendekatan direktif, pendekatan non

direktif dan pendekatan kolaboratif. Model supervisi meliputi model konvensional, model ilmiah, model klinis, dan model artistik. Sementara teknik supervisi terdiri dari supervisi yang bersifat individual dan supervisi yang bersifaf

kelompok. Dengan demikian supervisor dapat memilih alternatif dari model, pendekatan dan teknik supervisi sesuai dengan masalah-masalah yang urgen untuk

(33)

19

Sergiovanni dalam Fatthurrohman dan Ruhyanani (2015 : 52) tujuan supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud 1) membantu guru mengembangkan

kemampuan profesionalnya dalam memahami akademik, mengelola kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya, dan menggunakan kemampuannya

melalui teknik-teknik tertentu; 2) untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan

sebagian murid-muridnya. Memonitor disini bukan berarti untuk mencari kesalahan guru, melainkan lebih pada pengendalian dan peningkatan kualitas

kinerja guru; 3) untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan

kemampuannnya sendiri, dan mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Sementara fungsi supervisi dikemukakan Sahertian (2010 : 21) bahwa fungsi

utama supervisi ialah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan pembelajaran.

Supervisor, sebelum melakukan supervisi seharusnya sudah terlebih dahulu membuat atau menyusun program pengawasan sebagai manajemen kinerja sehingga tujuan dan fungsi supervisi dapat terarah dan terwujud sesuai yang

diharapkan. Sebagaimana dinyatakan dalam Permenpan Nomor 21 tahun 2010 tentang jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, menetapkan

(34)

20

pengawasan, 2) pelaksanaan pembinaan, 3) pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, 4) penilaian, 5) pembimbingan dan pelatihan

profesional guru, 6) evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan 7) pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Dengan demikian pengawas

sekolah sebagai “gurunya guru” memiliki tugas pokok dan fungsi menilai dan membina.

Sesungguhnya masing-masing guru memiliki kemampuan yang besar, dan

akan tampak bilamana mereka benar-benar mendapat kesempatan untuk dibina maupun dibimbing. Hanya hal tersebut belum sepenuhnya mereka peroleh.

Disamping itu supervisi yang kurang efektif atau kurang maksimal menjadi salah satu kendala bagi guru untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

Khususnya supervisi dalam perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran merupakan hal yang tidak terlepas dari tufoksinya guru, hendaknya mendapat perhatian serius dari para supervisor

sehingga kinerja guru meningkat dan berkontribusi positip terhadap hasil belajar siswa dan mutu pendidikan. Untuk itu profesi guru perlu dibina dan

dikembangkan terus menerus agar dapat melakukan fungsinya secara profesional sebagaimana dikemukakan oleh Sahertian (2010 : 1) sebagai berikut :

(35)

21

diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah ulasan sebabnya mengenai perlunya supervisi.

Demikian juga dengan supervisor, Sagala (2013 : 235) mengemukakan:

Kenyataannya, beberapa guru tidak merasakan bahwa supervisor pengajaran mencurahkan waktu yang cukup untuk perbaikan pengajaran, jadi supervisor tidak memberikan bantuan yang diharapkan oleh guru. Kemudian dilihat dari penyiapan supervisor pengajaran, bahwa penyiapan supervisor pengajaran melalui coursework, praktek dan pengalaman lapangan untuk membantu supervisor menganalisis secara akurat kondisi-kondisi kelas dan memberi rekomendasi yang tepat untuk peningkatan belajar bagi para siswanya. Seorang supervisor dapat menggunakan berbagai teknik supervisi dalam upaya mengatasi problem dan tantangan yang dihadapi guru. Teknik-teknik supervisi tersebut digunakan berdasarkan masalah-masalah pokok yang dihadapi guru yang harus diperbaiki dalam mengajar.

Supervisi pada dasarnya mengandung unsur pembinaan, pembinaan yang dimaksud oleh Ametembun (2000 : 12) adalah “ berupa bimbingan dan tuntunan

kearah pembinaan diri orang-orang yang disupervisi dalam arti memperbesar dan mengembangkan kesanggupannya untuk dapat mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan kesanggupan sendiri”.

Selanjutnya Bolla (dalam Sagala 2013 : 234) mengatakan bahwa supervisi merupakan keharusan bagi guru dengan alasan sulit untuk memisahkan,

merefleksikan dan menyadari tingkah lakunya bila sedang berinteraksi dengan siswa di kelas. Beberapa problema yang dihadapi guru dilihat dari perbedaan antara lain adalah perbedaan latar belakang pendidikan, orientasi profesional,

(36)

22

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, supervisi mendapat beberapa kendala atau masalah misalnya menyangkut orientasi supervisi yang dikemukakan

Masaong (2013 : 4) sebagai berikut :

Bahwa dewasa ini kegiatan supervisi oleh sebagian supervisor (pengawas) masih berorientasi pada pengawasan (kontrol) dan obyek utamanya adalah administrasi, sehingga suasana kemitraan antara guru dan supervisor kurang tercipta dan bahkan guru secara psikologis merasa terbebani dengan pikiran untuk dinilai. Padahal kegiatan supervisi akan efektif jika perasaan terbebas dari berbagai tekanan diganti dengan suasana pemberian pelayanan serta pemenuhan kebutuhan yang bersifat informal.

Aspek lain yang mengakibatkan kegiatan supervisi kurang bermanfaat menurut Semiawan (dalam Imron 2000) adalah bahwa sistem supervisi kurang

memadai dan sikap mental dari supervisor yang kurang sehat. Kurang memadainya sistem supervisi dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain: (1)

supervisi masih menekankan pada aspek administratif dan mengabaikan aspek profesional, (2) tatap muka antara supervisor dan guru-guru sangat sedikit, (3) supervisor banyak yang sudah lama tidak mengajar, sehingga banyak dibutuhkan

bekal tambahan agar dapat mengikuti perkembangan baru, (4) pada umumnya masih menggunakan jalur satu arah dari atas ke bawah, dan (5) potensi guru

sebagai pembimbing kurang dimanfaatkan. Sedangkan dikaji dari sikap mental yang kurang sehat dari supervisor terlihat beberapa indikasi, yaitu; (1) hubungan profesional yang kaku dan kurang akrab akibat sikap otoriter dari supervisor,

sehingga guru takut bersifat terbuka kepada supervisor, (2) banyak supervisor dan guru merasa sudah berpengalaman, sehingga merasa tidak perlu lagi belajar, (3)

(37)

23

Sementara Sahertian (2010 : 131) memandang dari segi sifatnya bahwa “supervisi yang diberikan kepada guru-guru dalam tugas mengajar dan mendidik

sampai saat ini masih bersifat umum. Oleh karena itu supervisi yang diberikan disebut supervisi yang umum (general supervision). Yang dibicarakan

menyangkut masalah kegiatan belajar mengajar yang bersifat umum”.

Selanjutnya hasil penelitian Widodo (2007) dalam Riyanto, dkk (2015 : 2) bahwa permasalahan kepengawasan yang muncul di lapangan menemukan bahwa

pelaksanaan supervisi oleh pengawas di Indonesia masih jauh dari teori supervisi karena supervisi yang berlangsung selama ini masih cenderung kepada inspeksi

atau pengawasan saja. Pengawasan yang dilakukan juga tidak rutin serta terkesan mencari-cari kesalahan dari guru. Kegiatan supervisi tidak sesuai dengan

kebutuhan guru. Permasalahan tersebut muncul karena adanya kendala-kendala baik secara struktur dan kultur. Secara struktur sebutan untuk orang yang melaksanakan supervisi adalah pengawas bukan supervisor, hal ini menyebabkan

paradigma pemikiran mengarah ke inspeksi. Kendala lainnya adalah ruang lingkup dari pekerjaan pengawas cenderung menekankan pada aspek

administratif, latar budaya kultural seperti budaya ewuh perkewuh menjadikan guru dan pengawas tidak terbuka dalam proses supervisi. Kondisi yang ada saat ini jumlah pengawas pendidikan yang tidak seimbang dengan jumlah sekolah dan

guru yang harus diawasi menjadikan beban tugas pengawas menjadi sangat berat dan akhirnya tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal.

(38)

24

memahaminya sehingga jarang guru menyampaikan permasalahan yang dihadapi di kelas atau menyangkut perencanaan, proses maupun penilaian pembelajaran.

Singkatnya, amat jarang guru meminta sendiri supervisor untuk melaksanakan supervisi. Guru hanya bersifat menunggu dengan was-was kapan supervisor

datang ke sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru rumpun IPS di SMA Negeri 1 Raya ternyata mereka belum memahami bahwa supervisi itu adalah hak mereka,

dan merupakan kebutuhan pengembangan profesionalnya. Mereka menganggap bahwa supervisor itu lebih fokus kepada pengawas sekolah. Mereka berpendapat

supervisi yang mereka terima belum sesuai dengan kebutuhan mereka, belum direncanakan secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagian guru menganggap

bahwa supervisi itu sebagai shock terapi karena persepsi mereka terhadap supervisi condong terhadap evaluasi kinerja, mencari-cari kesalahan, menggurui dan lain sebagainya sehingga mereka enggan bahkan merasa senang bila tidak

disupervisi. Padahal supervisi intinya bukan evaluasi dan bukan mencari kesalahan atau kekurangan guru melainkan arahnya adalah pembinaan demi

pengembangan profesi. Sebenarnya melalui supervisi problema yang dihadapi guru menyangkut profesinya dapat diatasi, dampaknya kinerja guru akan semakin baik, dan implikasinya peningkatan mutu pendidikan pun akan semakin nyata.

Supervisi akan lebih bermakna dan tepat sasaran bilamana guru sendiri menyadari permasalahan yang dihadapinya dan dengan sikap terbuka

(39)

25

bagian tubuhnya yang sakit dan sebagainya dengan demikian dokter akan lebih mudah mendiagnosa jenis penyakit yang diderita dan menentukan jenis tindakan

yang akan dilakukan dokter. Demikian pula halnya guru ibarat pasien dan supervisor ibarat dokter bilamana guru mengalami kesulitan sesuai dengan

tufoksinya dan menyampaikannya kepada supervisor, maka supervisor akan lebih mudah memberikan tindakan atau solusi terhadap kesulitan yang dialami guru tersebut. Jadi dengan demikian sangat dibutuhkan adanya komunikasi maupun

koordinasi efektif, harmonis dan berkelanjutan antara guru dan supervisor. Guru memahami haknya mendapat supervisi dan supervisor juga memahami

kewajibannya memberi supervisi dengan demikian akan terjalin interaksi dan komunikasi yang baik.

Supervisi pendidikan dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan, model dan teknik, yang dapat membantu guru mengatasi berbagai kesulitan dalam kegiatan pengajarannya. Terkait dengan kemampuan guru menyusun RPP,

diprediksi pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kolaboratif, dengan model klinis. Adapun pendekatan kolaboratif

menurut Sahertian (2010 : 49) cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur,

proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif yang

(40)

26

aktivitas individu. Sedangkan model klinis memiliki ciri tercipta hubungan manusiawi (terbuka, penuh kedekatan dan kehangatan), memotivasi, instrumen

atas kesepakatan bersama, muncul dari harapan dan dorongan guru, balikan diberikan secara objektif dan secepat mungkin. Sementara itu pemberian supervisi

klinis memiliki prinsip-prinsip klinis antara lain bersifat interaktif dan kesejawatan, guru bebas mengemukakan masalahnya, masalah yang riil dihadapi guru dan dipusatkan unsur yang lebih spesifik. Intinya bahwa supervisi klinis

adalah suatu bentuk bimbingan profesional yang diberikan pada guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik, diawali dengan pertemuan awal,

perencanaan, observasi yang cermat, dan kajian balikan sesegera dan seobjektif mungkin tentang penampilan mengajarnya yang nyata, untuk meningkatkan

keterampilan mengajar dan sikap profesional guru. Sementara teknik supervisi kelompok dipergunakan bagi sejumlah guru yang mengalami permasalahan relatif sama.

Pada umumnya guru-guru SMA Negeri 1 Raya Kabupaten Simalungun sudah mendapatkan pelatihan dan bimbingan baik melalui MGMP, sekolah atau

dinas mengenai implementasi kurikulum 2013 namun model pelaksanaannya masih berbasis guru belum berbasis satuan pendidikan (sekolah). Artinya para guru mendapat pelatihan atau bimbingan secara individual dan diharapkan mereka

membagikan kepada sesama guru di sekolah. Sementara itu bilamana ada hal-hal yang kurang dipahami tentu akan lebih baik bila didiskusikan bersama.

(41)

27

(Yusra 2014 : 8) bahwa pendekatan kolaboratif diterapkan untuk menciptakan adanya hubungan kesejawatan antara guru dengan guru, guru dengan pengawas

dengan mendiskusikan secara bersama apa yang harus dikerjakan dan belajar bersama dari apa yang dikerjakan. Dalam hal ini guru bukanlah satu-satunya

orang yang harus memecahkan masalahnya sendiri tetapi ada orang lain yang terlibat dan mereka merupakan satu tim yang sama posisinya. Sudah pernah juga dilakukan pembinaan secara kelompok, namun nampaknya supervisi yang

diperoleh guru sifatnya kurang merespon minat dan motivasi, terbatas, tidak sitematis dan berkelanjutan.

Sesuai dengan hasil wawancara terhadap guru rumpun IPS, pengawas mata pelajaran geografi, dan kepala sekolah SMA Negri 1 Raya bahwa supervisi

model klinis, dan supervisi pendekatan kolaboratif belum pernah diterapkan oleh supervisor terhadap guru di SMA Negeri 1 Raya, dimana sudah tiga tahun SMA Negeri 1 Raya menjadi salah satu sekolah rintisan dalam penerapan kurikulum

2013 di Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan pola pikir yang dikemukakan di atas, dapat diprediksi bahwa

melalui supervisi klinis, kemampuan guru menyusun RPP dapat ditingkatkan. Untuk mengkaji bagaimana penerapan supervisi klinis ini dapat membantu meningkatkan kemampuan guru menyusun RPP perlu dilakukan penelitian

dengan judul “Implementasi Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Kemampuan

(42)

28

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah,

dapat diidentifikasi berbagai masalah dan upaya yang dapat dilakukan dalam membantu meningkatkan kemampuan guru menyusun RPP antara lain: (1) Guru

kurang memiliki motivasi dan komitmen yang kuat, (2) Guru belum mencoba membuat sendiri RPP, (3) Berbagai jenis prototype guru seperti guru tukang kritik dan guru yang terlalu sibuk, (4) Supervisi yang diperoleh kurang merespon minat

dan memotivasi guru, (5) Guru belum memahami bahwa supervisi adalah kebutuhan mereka, (6) Guru belum mendapat supervisi yang berkelanjutan yang

dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah, (7) Guru belum mendapat supervisi mengenai penyusunan RPP, (8) Belum optimalnya supervisi yang diterima oleh

para guru, (9) Tersedianya alternatif RPP di internet atau media lainnya yang dapat diunduh dengan waktu dan biaya yang sedikit sehingga guru tidak termotivasi membuat sendiri RPP, (10) Guru belum pernah mendapat pembinaan

melalui supervisi klinis.

Berbagai usaha yang dapat dilakukan membantu meningkatkan

kemampuan guru dalam menyusun RPP antara lain : (1) Workshop/Lokakarya melalui MGMP/KKG, (2) Bimbingan teknis, (3) Diskusi sesama guru, (4) Belajar mandiri, (5) Tutor sebaya, (6) IHT, (7) Studi lanjut, (8) Pendidikan dan Latihan,

(43)

29

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, banyak faktor yang diduga

memengaruhi kemampuan guru menyusun RPP, namun dalam penelitian ini faktor tersebut dibatasi hanya pada penerapan supervisi klinis dengan pendekatan

kolaboratif, dengan pertimbangan bahwa supervisi klinis pada intinya adalah memberikan bantuan profesional secara sistematis kepada guru baik secara individu maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan atau kekurangan yang

dimiliki guru. Subjek penelitian ini dibatasi hanya pada guru rumpun IPS di SMA Negeri 1 Raya, sesuai dengan observasi awal ditemukan gejala-gejala ketidak

mampuan guru dalam menyusun RPP.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Apakah supervisi klinis dapat meningkatkan

kemampuan guru rumpun IPS dalam menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya?”

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS dalam menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya.

F. Manfaat Penelitian

(44)

30

Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan kajian penelitian ini khususnya dalam supervisi klinis.

2) Manfaat Praktis

Penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat memberi manfaat

praktis.

a) Bagi dinas pendidikan sebagai informasi untuk menentukan kebijakan dalam peningkatan kinerja guru.

b) Bagi supervisor, konsep supervisi klinis dapat dijadikan alternatif dalam melaksanakan supervisi untuk membina guru, khususnya

dalam menyusun RPP.

c) Bagi guru, mampu meningkatkan kompetensi pedagogik, khususnya

dalam perbaikan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran; memotivasi guru agar mendapatkan supervisi klinis sebagai solusi dalam pengembangan kompetensi dan profesinya.

d) Bagi sekolah, dengan adanya supervisi klinis dapat membantu meningkatkan kinerja dan mutu sekolah.

(45)

127

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah diuraikan pada

bagian yang terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Melalui penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS menyusun RPP secara lengkap dan sistematis di SMA Negeri 1

Raya Kabupaten Simalungun. Pada studi pendahuluan (pra siklus) kemampuan guru mencapai nilai sebesar 64,00 dengan kategori Cukup, siklus I mencapai nilai sebesar 84,00 dengan kategori Baik dan siklus II

mencapai nilai sebesar 92,09 dengan kategori Amat baik. Persentase peningkatan kemampuan guru dari pra siklus ke siklus I sebesar 23,81 % dan

siklus I ke siklus II sebesar 8,78 %.

2. Ada dua komponen RPP yang mencapai kriteria keberhasilan pada Siklus I yaitu komponen skenario pembelajaran dengan nilai 93,90 dan perumusan

tujuan pembelajaran dengan nilai 91,13, sedangkan komponen RPP yang belum mencapai kriteria keberhasilan adalah identitas mata pelajaran nilai

sebesar 88,87, pemilihan materi ajar sebesar 88,11, pemilihan sumber belajar nilai sebesar 84,44, perumusan indikator nilai sebesar 82,22, model pembelajaran nilai sebesar 80,03, pemilihan media belajar 76,29 dan

penilaian nilai sebesar 75,00.

3. Pada siklus II terdapat lima komponen yang sudah mencapai kriteria

(46)

128

komponen perumusan tujuan pembelajaran nilai sebesar 97,80, skenario pembelajaran mencapai nilai sebesar 97,23, perumusan indikator dengan nilai

ketercapaian sebesar 94,07. Sementara pemilihan materi ajar nilai ketercapaian sebesar 94,07, walaupun sudah mencapai kriteria keberhasilan namun belum ada

guru yang mampu menyusun dengan lengkap. Demikian juga dengan komponen pemilihan sumber belajar nilai ketercapaian sebesar (89,62), penilaian nilai ketercapaian 88,88, model pembelajaran nilai ketercapaian 88,87 serta pemilihan

media belajar nilai ketercapaian sebesar 83,69 belum ada guru yang mampu menyusun dengan lengkap.

B. Implikasi

Implikasi dari penelitian ini dapat didasarkan pada hasil dan kesimpulan penelitian ini yaitu :

1. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru rumpun IPS

menyusun RPP secara lengkap dan sistematis di SMA Negeri 1 Raya. Sehingga penerapan supervisi klinis terbuka dan bisa diterapkan terhadap

guru bidang studi lain dengan aspek yang sama ataupun aspek yang berbeda. 2. Penerapan supervisi klinis ini dapat menjadi salah satu alternatif bagi

supervisor atau lembaga pengembangan profesionalisme guru untuk

(47)

129

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada penelitian ini, dapat

dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya dinas pendidikan untuk lebih bijaksana dalam menentukan

kebijakan dalam peningkatan kinerja guru.

2. Bagi supervisor, hendaknya konsep supervisi klinis dapat dijadikan alternatif dalam melaksanakan supervisi untuk membina guru, khususnya dalam

menyusun RPP atau berbagai persoalan yang dihadapi guru dalam tupoksinya dan supervisor hendaknya bisa memotivasi guru agar mendapatkan supervisi

klinis sebagai solusi dalam pengembangan kompetensi dan profesinya.

3. Guru hendaknya, bersikap terbuka, jujur dan bertanggung jawab dalam

menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi kepada supervisor (kepala sekolah atau pengawas sekolah) sehingga memudahkan supervisor untuk memberi bantuan sehingga permasalahan yang dihadapi guru dapat

dengan cepat diselesaikan. Guru diharapkan menyusun RPP sebelum proses pembelajaran, menggunakan RPP dalam proses pembelajaran, serta merevisi

ulang RPP sesuai dengan kondisi di lapangan.

4. Kepala sekolah, hendaknya dapat memfasilitasi guru untuk mendapatkan supervisi klinis sehingga dapat membantu meningkatkan kinerja dan mutu

sekolah.

5. Bagi peneliti lain, kiranya dapat memilih dan mempertimbangkan supervisi

(48)

130

DAFTAR PUSTAKA

Aedi, Nur. 2014. Pengawasan Pendidikan, Tinjauan Teori dan Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Agus Riyanto, Samsudi, dan Fakhruddin. 2015. __________________. Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah dan Kepengawasan. Volume 2 Nomor 1. Juni 2015 . ISSN 2355-9683 (Online) diakses pada tanggal 19 Januari 2016

Amani, Luh. Dantes, Nyoman & Lasmawan Wayan. Implementasi Supervisi Klinis Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Guru Mengelola Proses Pembelajaran Pada Guru SD se-gugus VII Kecamatan Sawan. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar. Volume 3 Tahun 2013. Tersedia di http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/523/315.%2009%20April Pengawas Kepala Sekolah dan Guru-guru. Bandung: Suri

Artini, Made. Dantes, Nyoman & Yudana, I Made. 2014 . Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Kemampuan Guru Melaksanakan Pengelolaan Proses Pembelajaran Dalam Rangka Pelaksanaan Kurikulum 2013. Tesis. Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.

Awalyatun, Rafiqah. 2014.Impelementasi Supervisi Klinis Oleh Pengawas Sekolah Pada Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Negeri 2 Kota Takengen. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan.

Balitbang .2009. Jurnal Sekolah Dasar Teori dan Praktik Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud

BSNP. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta

(49)

131

Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2010. Panduan Teknis Pengembangan Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam

Depdiknas. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 32 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Depdiknas

Fadlillah, M. 2014. Impelementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/Mts dan SMA/MA/M. Yogyakarta: Arruzz Media

Fathurrohman dan Ruhyanani. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta : Arruzz Media.

Imron, Ali. 2000. Pembinaan Guru di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.

Kemendikbud, 2013. Modul Pelatihan Impelementasi Kurikulum 2013.Jakarta: Kemmendikbud

---litbang.kemdikbud.go.id (online) diakses 26 Januari 2016

Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan, Komponen-Komponen Elementer Kemajuan Sekolah. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Korma, I Wayan. 2012. Pengaruh Implementasi Pendekatan Supervisi Klinis Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik dan Kualitas Pengelolaan Pembelajaran Para Guru di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan. Jurnal Pascasarjana Undiksha. Volume 2 Nomor 2 Tahun 2012. Tersedia

di

http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/1459/1132) diakses 14 Desember 2015

Gambar

Gambar 4.1
Tabel 1.1. Hasil Penilaian  Awal  Kemampuan Guru Rumpun IPS Dalam Menyusun RPP di SMA Negeri 1 Raya

Referensi

Dokumen terkait

study. 3) Ada kontribusi pembelajaran matematika kontekstual yang dikembangkan terhadap hasil belajar matematika SD Selo Boyolali. 4) Ada kontribusi faktor-faktor

Berdasarkan perbandingan jumlah tanah komposit yang diambil dengan luas areal lahan sayuran (274 ha) untuk menghasilkan peta status fosfat dan kalium secara semi-detail

Bedakan apakah hipertensi emergensi atau urgensi dengan menilai adanya kerusakan organ target, telusuri riwayat penyakit sebelumnya, adakah hipertensi serta pengobatannya,

Menurut penelitian Kusnadi (2006) menyebutkan, kebijakan atau model pembangunan yang bersifat terpadu merupakan pilihan ideal untuk membangun wilayah atau kawasan pesisir

Terdapat kasus rumah sakit yang memiliki jumlah pasien yang lebih banyak daripada perawat jaga sehingga dapat menyebabkan kelalaian dalam pengontrolan sehingga menyebabkan

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Dyah Puspa Arumningtyas, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : PENGARUH SPESIALISASI INDUSTRI AUDITOR, REPUTASI AUDITOR,

(2) Apabila pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terselesaikan pada tahun tersebut maka DPRD dan Pemerintah Daerah menetapkan Rancangan Peraturan Daerah

Seleksi in vitro dalam Media Mengandung PEG Untuk mengevaluasi pengaruh PEG terhadap pembentukan ES jagung, ES jagung dari kelima genotipe jagung yang diuji yang berumur satu