• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK KANDUNG (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK KANDUNG (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ORANG TUA

TERHADAP ANAK KANDUNG (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

Apriansyah Rinaldo

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang terjadi dalam sebuah komunitas sosial. Total keseluruhan kekerasan dalam rumah tangga kota Badar Lampung yang dilakukan terhadap anak periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2013 adalah sebanyak 100 (seratus) kasus dengan total korban yang mendapat rehabilitasi sebanyak 7 (tujuh) orang. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dalam lingkup keluarga, membuat peneliti beranggapan bahwa pentingnya suatu upaya penanggulangan kasus-kasus terhadap anak tersebut, baik penal maupun nonpenal, karena anak merupakan potensi nasib suatu bangsa di masa mendatang. Adapun permasalahan yang diajukan adalah: 1) Bagaimanakah upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung, dan 2) Apakah yang menjadi faktor penghambat upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung.

(2)

APRIANSYAH RINALDO

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga dibagi menjadi upaya penal dan nonpenal. Pada upaya penal terdapat proses yang dimulai dari laporan kepada pihak kepolisian, lalu dilakukan penyelidikan, penyidikan dan dilimpahkan kepada kejaksaan, untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. Bentuk upaya nonpenal antara lain; penyuluhan, mediasi penal, upaya pemulihan untuk korban dan wajib lapor untuk pelaku dan 2) Faktor penghambat baik penal maupun nonpenal terdiri dari: (a) Aparat penegak hukum yang masih kurang dalam kinerjanya; (b) Fasilitas pendukung yang masih kurang, sehingga upaya nonpenal tidak dapat dilaksanakan secara maksimal; (c) Masyarakat yang tidak paham terhadap hukum yang berlaku di Indonesia; dan (d) Kebudayaan beranggapan bahwa kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung adalah sah karena anak adalah milik orang tua.

Adapun saran yang diajukan adalah: 2) Perlu diadakan seleksi yang berkualitas sehingga aparat penegak hukum yang diterima memiliki kemampuan yang baik pada bidangnya masing-masing; dan 1) Perlu diadakan lebih banyak penyuluhan bahkan inovasi dalam pemberian informasi tentang kekerasan dalam rumah tangga agar meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

(3)

UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN ORANG TUA

TERHADAP ANAK KANDUNG (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

(Skripsi)

APRIANSYAH RINALDO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN Halaman

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penanggulangan Hukum Pidana... 14

B. Pengertian Tindak Pidana ... 22

C. Pengertian Kekerasan ... 24

D. Pengertian Anak... 26

E. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga... 28

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Jenis dan Sumber Data ... 32

C. Penentuan Narasumber ... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolaan Data ... 34

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Narasumber ... 37 B. Gambaran Umum Perkara Nomor 841/Pid.Sus/2014/PN Tjk ... 38 C. Upaya Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang

Dilakukan Orang Terhadap Anak Kandung di Kota Bandar Lampung 41 D. Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga yang Dilakukan Orang Tua Terhadap Anak

Kandung di Kota Bandar Lampung ... 62

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 68 B. Saran ... 69

(7)
(8)
(9)

MOTO

“Kerendahan Hati Menuntun Pada Kekuatan Bukan Kelemahan.

Mengakui Kesalahan dan Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Adalah Bentuk Tertinggi Dari Penghormatan Terhadap Diri Sendiri”

(John Mccloy)

“Always Be Yourself and Never Be Anyone Else

Even If They Look Better Than You”

(Penulis)

“Kesuksesan Tidak Sekedar Jatuh Dari Langit Maupun Orang Tua,

Tetapi Lahir Dari Doa dan Kerja Keras”

(Penulis)

”Tersenyumlah, karena senyum merupakan cara

sederhana dalam menikmati hidup”

(10)
(11)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayatnya maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku aku persembahkan

sebuah karya ini kepada:

Bapak(Alm) dan ibu yang kuhormati, kusayangi dan kucintai. Terima kasih untuk semua pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’anya demi keberhasilan dan

kesuksesanku.

Kakak-kakakku Listia Fanrianti, S.Pd. Rizki Febrianti, S.E., M.Si.

Marendi Rifano, S.H. yang selalu mendukung dan senantiasa menemaniku dengan kecerian dan kasih sayang.

Almamaterku Tercinta

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Apriansyah Rinaldo yang dilahirkan di Kota Bandar Lampung, pada tanggal 14 April 1992 dan merupakan anak keempat dari 4 (empat) bersaudara dari pasangan Bapak Ichfan Rizal (Alm) dan Rosmiati.

Pendidikan yang telah diselesaikan adalah Taman Kanak-kanak Kartika II-26 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997. Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung lulus pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bandar Lampung yang lulus pada tahun 2010.

(13)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh

alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya kemudahan yang diberikan takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya hamba senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh dan tauladan Nabi paling Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan perubahan kepada dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan. Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan,partisipasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.HUM. selaku pembimbing I, yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan dengan penuh sabar dan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(14)

3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku pembahas I yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dona Raisa M, S.H., M.H. selaku pembahas II yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat membangun semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak Dwi Pujo, S.H., M.HUM. selaku Pembimbing Akademik.

7. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku ketua Bagian Hukum Pidana.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dan diajarkan dengan ikhlas.

9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe. Maupun di bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah pentingnya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

(15)

11. Pihak dari Polresta, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negerti Tanjung Karang dan LSM DAMAR Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

12. Orang tua terhormat, almarhum ayahanda Ichfan Rizal (Alm) dan ibunda Dra. Rosmiati Tarmizi, Ak., M.M. yang telah banyak berkorban demi anaknya menuntut ilmu, yang telah memberikan kasih sayang, nasihat dan doanya. semoga Allah membalas pengorbanan itu dengan nikmat yang tak terhingga.

13. Saudara-saudari ku, Listia Fanrianti, S.Pd, kakak yang selalu memberikan nasehat yang sangat menyentuh. Rizki Febrianti, S.E., M.Si. kakak yang selalu mengingatkan apabila melakukan kesalahan, Marendi Rifano, S.H. kakak yang selalu membantu dan memberi arahan yang sangat berpengaruh dan sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

14. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja Nyata (KKN) Yanto, Agam, Awari, Arenda, Olga, Aris, Ntis, Siti, Sri, Ade, Bapak Takim selaku Kepala Desa Negeri Katon beserta istri dan keluarga.

15. Sahabat Agam, Agung, Obaw, Aryo, Fikram, Danji yang tiada duanya yang banyak membantu, mengajari, mengingatkan, menasehati.

(16)

17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah banyak membatu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya Rabbil’alamin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang terjadi dalam sebuah komunitas sosial. Seringkali tindakan kekerasan ini disebut hidden crime (kejahatan yang tersembunyi). Disebut demikian, karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik.1Situasi ini semakin diperparah dengan ideologi jaga praja atau menjaga ketat ideologi keluarga, seperti dalam budaya Jawa “membuka aib keluarga berarti membuka aib sendiri”, situasi

demikian menurut Harkristuti Harkrisnowo dalam berbagai kesempatan menyebabkan tingginya the “dark number” karena tidak dilaporkan.2

Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat digolongkan menjadi 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelaku kekerasan yang menyebabkan pelaku mudah sekali melakukan tindak kekerasan bila menghadapi situasi yang menimbulkan kemarahan atau frustasi. Kepribadian yang agresif biasanya dibentuk melalui interaksi dalam

1

Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Yuridis-Viktimologis,

Sinar Grafika, Jakarta, hal. 1.

2

Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminolog, Edisi I Cetakan ke-2, PT Alumni, Bandung,

(18)

2

keluarga atau dengan lingkungan sosial di masa kanak-kanak. Apabila tindak kekerasan mewarnai kehidupan sebuah keluarga, kemungkinan besar anak-anak mereka akan mengalami hal yang sama setelah mereka menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa kekerasan merupakan hal yang wajar atau mereka dianggap gagal jika tidak mengulang pola kekerasan tersebut. Perasaan kesal dan marah terhadap orang tua yang selama ini berusaha ditahan, akhirnya akan muncul menjadi tindak kekerasan kepada istri, suami atau anak-anak.

Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar diri si pelaku kekerasan. Mereka yang tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat melakukan tindak kekerasan bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan frustasi misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, penyelewengan suami atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang dan sebagainya.3

Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat menimpa siapa saja, ibu, bapak, suami, istri, anak, bahkan pembantu rumah tangga, akan tetapi korban kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar adalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, hal ini terjadi karena hubungan antara korban dan pelaku tidak setara. Pelaku kekerasan biasanya memiliki status kekuasaan yang lebih besar, baik dari segi ekonomi, kekuasaan fisik, maupun status sosial dalam keluarga.

Masyarakat menganggap kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak adalah urusan "dapur" satu keluarga. Orang tua banyak beranggapan bahwa anaknya adalah hak

3

(19)

3

milik dan tanggung jawabnya hingga ia berhak melakukan apa saja, termasuk membantingnya karena kesal sehingga menyebabkan anak meninggal atau atas nama mendidik, membina dan melaksanakan tugasnya sebagai orang tua, anak sah-sah saja dihukum, dipukul, dimarahi, dicubit, dijewer hingga disiksa. Anak sejak kecil sudah diajarkan agar patuh dan taat kepada orang tua dengan cara kekerasan. Orang tua dalam menerapkan disiplin kepada anak sering tidak memperhatikan keberadaan anak sebagai seorang manusia. Anak sering dibelenggu aturan-aturan orang tua yang tidak rasional dan tanpa menghargai keberadaan anak dengan segala hak-haknya, seperti hak anak untuk bermain.

Hirarki sosial yang diajarkan adalah hirarki otoriter, sewenang-wenang. Tidak hanya di desa, tetapi juga di kota hal ini masih banyak terjadi. Tidak pula hanya oleh orang tua yang tidak berpendidikan, orang tua yang terpandang di masyarakat ternyata ada juga sebagai aligator (pemangsa buas) atau penindas anak di rumah.4 Seharusnya, "keutuhan" orang tua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Keluarga yang "utuh" memberikan peluang besar bagi anak untuk membangun kepercayaan terhadap orang tuanya, yang merupakan unsur esensial dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Kepercayaan dari orang tua yang dirasakan oleh anak akan mengakibatkan arahan, bimbingan dan

4

http://www.KabarIndonesia.com/berita.php?pil=14&dn=20070911212313, Penanganan Kasus

(20)

4

bantuan orang tua yang diberikan kepada anak akan "menyatu" dan memudahkan anak untuk menangkap makna dari upaya yang dilakukan.

Setiap tindakan pendidikan yang diupayakan orang tua harus senantiasa dipertautkan dengan dunia anak. Dengan demikian setiap peristiwa yang terjadi tidak boleh dilihat sepihak dari sudut pandang pendidik, tetapi harus dipandang sebagai "pertemuan" antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan. Disamping itu, orang tua perlu mendasarkan diri pada sikap saling mempercayai dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Atas dasar sikap saling mempercayai ini, mereka akan merasa memiliki kebebasan berkreativitas guna mengembangkan diri masing-masing.5

Tabel 1. Kekerasan Terhadap Anak Januari-Desember 2013

No. Jenis Kejahatan Frekuensi Rehabilitasi

1. Perkosaan 13 3 bukanlah kasus yang jarang terjadi di masyarakat. Berdasarkan Tabel 1. Kekerasan

5

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, Rineka

(21)

5

Terhadap anak Januari-Desember 2013, diketahui bahwa perkosaan terhadap anak dalam lingkup rumah tangga terjadi sebanyak 13 (tiga belas) kasus dengan korban yang mendapat rehabilitasi sebanyak 3 (tiga) orang. Incest sebanyak 10 (sepuluh) kasus, pelecehan seksual sebanyak 1 (satu) kasus, penganiayaan sebanyak 54 (lima puluh empat) kasus, kekerasan ekonomi 7 (tujuh) kasus dan kekerasan psikis sebanyak 15 (lima belas) kasus dengan korban yang mendapat rehabilitasi sebanyak 4 (empat) orang. Total keseluruhan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan terhadap anak periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2013 adalah sebanyak 100 (seratus) kasus dengan total korban yang mendapat rehabilitasi sebanyak 7 (tujuh) orang.

Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang paling banyak terjadi adalah kasus penganiayaan, seperti pada kasus Neneng Ilalia yang divonis 1 (satu) tahun penjara karena memukul anaknya, SR, dengan ikat pinggang ke kaki kiri karena SR tidak membayarkan uang sekolah yang telah diberikan. Pemukulan itu dilakukan di rumahnya di Kampung Sawahlama, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung, pada Oktober 2012. JPU Rifqi menuntut Neneng 2 (dua) tahun penjara atas perbuatannya tersebut. Namun di persidangan, majelis hakim yang diketuai F.X. Supriyadi menjatuhkan vonis 1 (satu) tahun penjara karena Neneng terbukti bersalah melanggar Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.6

6

(22)

6

Kasus lainnya adalah KDRT yang dilakukan Andi Wijaya alias Lim Lim. Ayah kandung Siaoping ini dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsidier enam bulan penjara. Terdakwa bersalah melanggar Pasal 44 Ayat 2 UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kemudian pada dakwaan kedua dan ketiga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 77 huruf b UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam dakwaannya, JPU Venny Prihandini menerangkan bahwa pemukulan itu dilakukan Andi dan istrinya, ME (DPO), sejak Maret 2013 hingga April 2014.7

Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dalam lingkup keluarga, membuat peneliti beranggapan bahwa pentingnya suatu upaya penanggulangan kasus-kasus terhadap anak tersebut, baik penal (penegakan hukum pidana) maupun nonpenal (diluar hukum pidana), karena anak merupakan potensi nasib suatu bangsa di masa mendatang. Anak merupakan cerminan sikap hidup bangsa dan penentu perkembangan bangsa tersebut.8 Kondisi dan situasi bagaimanapun anak tetap harus dilindungi, anak harus tetap disayangi, anak harus tetap dibina dalam nilai-nilai yang bijaksana. Kepentingan yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan dan perhatian kita dalam setiap tindakan kepada anak.

7

http://issuu.com/ayep3/docs/040914/28, Siksa Anak Kandung, Dituntut Lima Tahun [15-09-2014]

8

Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak, Cetakan Ketiga, PT.Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 5.

(23)

7

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mencoba menggambarkan upaya penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung. Maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung?

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hukum pidana dengan kajian mengenai upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang di lakukan orang tua terhadap anak kandung.

(24)

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan disipilin ilmu peneliti maka penelitian akan dilaksanakan berdasarkan atas bidang ilmu hukum pidana dan terkhusus membahas masalah penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung. Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil yang nanti akan dicapai pada penelitian ini. Diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :

a. Kegunaan teoritis, hasil kajian nantinya dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu hukum pidana.

(25)

9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.9 Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian yaitu berupa pendapat para ahli hukum tentang upaya penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandung.

Upaya penanggulangan kejahatan dalam garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur "penal" (hukum pidana) dan lewat jalur "nonpenal" (bukan/di luar hukum pidana). Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur "penal" lebih menitikberatkan pada sifat "repressive" (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur "nonpenal" lebih menitikberatkan pada sifat "preventive" (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.10

Pada hakikatnya penegakan hukum merupakan proses penyesuaian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Oleh karena itu, maka tugas utama penegakan hukum adalah mencapai keadilan. Dengan demikian sesungguhnya penegakan hukum itu suatu usaha, kegiatan atau

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 124.

10

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan

(26)

10

pekerjaan agar hukum itu tegak dan kedamaian itu berdiri. Untuk mencapai tujuan ini maka harus ada suatu penyesuaian antara nilai atau kaidah-kaidah dengan pola prilaku nyata yang dihadapi oleh petugas. Jadi yang menyelesaikan itu adalah pekerjaan petugas.11

Telah dijelaskan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses, proses untuk mengkonkretkan wujud hukum yang masih abstrak menjadi konkret. Artinya peraturan perundang-undangan itu tak banyak arti kalau tidak diaplikasikan secara konkret oleh petugas. Usaha untuk mengkonkretkan nilai-nilai atau kaidah hukum abstrak itu akan banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam menentukan berlakunya hukum itu adalah

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4 Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.12

11

M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, 1991, hal. 98.

12Ibid

(27)

11

2. Konseptual

Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang

merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan dan diteliti.13

Adapun kerangka konsep pengertian-pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a) Upaya penanggulangan hukum pidana adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.14

b) Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu hukuman larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.15

c) Kekerasan adalah ekspresi perbuatan yang dilakukan secara fisik maupun verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan perorangan atau sekelompok orang.16

d) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

13

Soerjono Soekanto, Op.Cit.,hal. 132.

14

Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal. 1.

15

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal.

71.

16

(28)

12

e) Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan latar belakang dari penulisan. Permasalahan dan ruang lingkup untuk mencapai tujuan dan kegunaan penelitian selanjutnya diuraikan mengenai kerangka teoritis dan konseptual yang diakhiri dengan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(29)

13

pengertian tindak pidana, pengertian kekerasan, pengertian anak, pengertian kekerasan dalam rumah tangga.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan mengenai metode penulisan, yaitu pendekatan masalah, sumber data, penentuan narasumber dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan bab yang menjelaskan tentang pokok masalah yang akan dibahas yaitu upaya penanggulangan dan faktor penghambat penanggulangan pada kasus

Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung di kota Bandar Lampung.

V. PENUTUP

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penanggulangan Hukum Pidana

1. Pengertian Hukum Pidana

Wirjono Prodjodikoro memberikan pengertian hukum pidana ke dalam hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Menurutnya isi hukum pidana materil adalah penunjukan dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum pidana; penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan itu merupakan perbuatan yang pembuatnya dapat dihukum pidana; dan penunjukan jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Hukum pidana formil (hukum acara pidana) berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana materil, karena merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.17

2. Upaya Penanggulangan Hukum Pidana

Dalam kerangka teoritis telah dijelasakan secara singkat tentang upaya penanggulangan kejahatan dalam garis besar dapat dibagi dua, yaitu melalui jalur

17

(31)

15

"penal" (hukum pidana) dan melalui jalur "nonpenal" (bukan/di luar hukum pidana). Pengertian Penal Policy (kebijakan/politik hukum pidana) dapat dilihat dari politik hukum maupun politik kriminal. Menurut Sudarto, politik hukum adalah:

a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.

b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekpresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.18

Bertolak dari pengertian demikian Sudarto selanjutnya menyatakan, bahwa melaksanakan "politik hukum pidana" berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Dalam Kesempatan lain beliau menyatakan, bahwa melaksanakan "politik hukum pidana", berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Dilihat sebagai bagian dari politik hukum, maka politik hukum pidana mengandung arti, bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik.19

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Kebijakan atau politik

18

Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal.22.

19Ibid

(32)

16

hukum pidana juga merrupakan bagian dari politik kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal maka politik hukum pidana identik dengan pengertian "kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana". Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). OLeh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Di samping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat. Oleh karena itu, dianggap wajar apabila kebijakan atau politik hukum pidana merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy).20

Upaya Penanggulangan kejahatan yang lainnya adalah upaya nonpenal. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan jalur nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan.21

Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan, jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi

20Ibid

, hal. 24.

21Ibid

(33)

17

semata-mata dengan "penal". Disinilah keterbatasan jalur "penal" dan oleh karena itu, harus ditunjang oleh jalur "nonpenal". Salah satu jalur "nonpenal" untuk mengatasi masalah-masalah sosial adalah lewat jalur "kebijakan sosial" (social policy). Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan.22

Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa masyarakat, baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesehatan/kesejahteraan keluarga (termasuk masalah kesejahteraan anak dan remaja), serta masyarakat luas pada umumnya. Penggarapan masalah kesehatan jiwa/rohani sebagai bagian integral dari strategi penanggulangan kejahatan, juga menjadi pusat perhatian Kongres PBB. Dalam pertimbangan Resolusi No. 3 Kongres ke-6 Tahun 1980, mengenai "Effective Measures to Prevent Crime" antara lain dinyatakan:

- bahwa pencegahan kejahatan tergantung dari manusia itu sendiri.

- bahwa strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada usaha membangkitkan/menaikan semangat atau jiwa manusia dan usaha memperkuat kembali keyakinan akan kemampuannya berbuat baik.23

22Ibid

, hal. 44.

23Ibid

(34)

18

Upaya nonpenal dapat digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif. Sumber lain itu misalnya, media massa, pemanfaatan kemajuan teknologi dan pemanfaatan potensi efek-preventif dari aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini, Prof. Sudarto pernah mengemukakan, bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara berkelanjutan termasuk upaya nonpenal yang mempunyai pengaruh preventif bagi penjahat (pelanggar hukum) potensial. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan razia/operasi yang dilakukan pihak kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif edukatif dengan masyarakat, dapat pula dilihat sebagai upaya nonpenal yang perlu diefektifkan. Perlunya sarana nonpenal diintensifkan dan diefektifkan karena masih diragukannya efektivitas sarana penal untuk mencapai tujuan pemidanaan.24

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana

Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam menentukan berlakunya hukum itu adalah:

a. Faktor hukumnya sendiri.

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.25

24Ibid

, hal. 48.

25

(35)

19

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Semakin baik suatu peraturan hukum (undang-undang) akan semakin memungkinkan penegakan hukum. Secara umum peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang memenuhi konsep keberlakuan sebagai berikut :

a. Berlaku secara yuridis, artinya keberlakuannya berdasarkan efektivitas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, dan terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan.

b. Berlaku secara sosiologis, artinya peraturan hukum tersebut diakui atau diterima masyarakat kepada siapa peraturan hukum itu diberlakukan.

c. Berlaku secara filosofis, artinya peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

d. Berlaku secara futuristic (menjangkau masa depan), artinya peraturan hukum tersebut dapat berlaku jangka panjang sehingga akan diperoleh suatu kekekalan hukum.

b. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum terdiri dari :

a. Pihak-pihak yang menerapkan hukum, misalnya : kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan masyarakat.

b. Pihak-pihak yang membuat hukum, yaitu badan legislative dan pemerintah.

(36)

20

pada hukum saja, tetapi penilaian pribadi juga memegang peranan. Pertimbangan tersebut diberlakukan karena:

1. Tidak ada perundang-undangan yang lengkap dan sempurna, sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia.

2. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dalam perkembangan dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. 3. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan.

4. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya.

d. Faktor Masyarakat

(37)

21

penegakan hukum yang baik. Kesadaran hukum dalam masyarakat meliputi antara lain :

a. Adanya pengetahuan tentang hukum. b. Adanya penghayatan fungsi hukum. c. Adanya ketaatan terhadap hukum.

Kelima faktor tersebut diatas sangat berkaitan dengan penegakan hukum, karena merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolak ukur efektivitas penegakan hukum.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan hakikatnya merupakan buah budidaya, cipta, rasa dan karsa manusia di mana suatu kelompok masyarakat berada. Dengan demikian suatu kebudayaan di dalamnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, yang berperan dalam hukum meliputi antara lain :

a. Nilai ketertiban dan nilai ketenteraman.

b. Nilai jasmania/kebendaan dan nilai rohania/keakhlakan. c. Nilai kelanggengan dan nilai kebaruan. 26

26

(38)

22

B. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “stafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda

dengan demikian juga Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.27

Marshall mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat dan dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.28 Pada konsep RUU KUHP tahun 2005 tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan (aktif) maupun tidak melakukan perbuatan tertentu (pasif) yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Dalam konsep juga dikemukakan bahwa untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.

27

Adami Chazawi, Op.Cit.,hal. 67.

28

(39)

23

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari 2 (dua) sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-Pasal peraturan perundang-undangan yang ada.

Contoh dari sudut pandang teoritis yang diambil menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan;

b. yang dilarang (oleh peraturan hukum);

c. ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).29

Pendapat lainnya R. Tresna mengemukakan, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:

a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);

b. yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. diadakan tindakan penghukuman.30

Terdapat unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan-rumusan Buku II KUHP tentang pengelompokan kejahatan dan Buku III KUHP memuat pelanggaran, ialah

29

Adami Chazawi, Op.Cit.,hal. 79.

30Ibid

(40)

24

mengenai tingkah laku/perbuatan. Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan dan sering kali juga tidak dicantumkan, yang sama sekali tidak dicantumkan adalah mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan 11 (sebelas) unsur tindak pidana yaitu:

a. Unsur tingkah laku b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan

d. Unsur akibat konstitutif

e. Unsur keadaan yang menyertai

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana i. Unsur objek hukum tindak pidana

j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.31

C. Pengertian Kekerasan

Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: 1. perihal yang bersifat, berciri keras;

2. perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; 3. paksaan.32

31Ibid,

hal. 82.

32

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 2003.

(41)

25

Kekerasan (violence) dalam bahasa Inggris berarti sebagai suatu serangan atau invasi fisik ataupun integritas mental psikologis seseorang . seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth Kandel Englander (dalam Rika Saraswati), bahwa:

in general, violence is aggressive behavior with the intent to cause harm

(physical or psychological). The word intent is central; physical or

psychological harm that occurs by accident, in the absence of intent, is not

violence.

(Secara umum, kekerasan adalah bentuk dari tindakan agresif, yang sebenarnya dilakukan dengan maksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik maupun psikologis). Kata “dilakukan dengan maksud” dalam kalimat di atas, mempunyai arti bahwa segala kerugian baik secara fisik maupun psikologis yang diakibatkan oleh kecelakaan dengan tiadanya unsur kesengajaan, maka hal tersebut bukanlah sustu kekerasan).33

Kekerasan merupakan ekspresi perbuatan yang dilakukan secara fisik maupun verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan perorangan atau sekelompok orang.34

Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa

33

Rika Saraswati, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga, Bandung, Citra

Aditya Bakti, 2006, hal. 12.

34

(42)

26

penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.35

Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja. Kejahatan yang dimaksudkan ini diberi kualifikasi sebagai penganiayaan, dimuat dalam Buku II Pasal 351 sampai dengan 358. Penganiayaan yang dilakukan terhadap anak diatur dalam Pasal 356 Ayat 1 KUHP. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga penganiayaan diatur dalam Pasal 44.

D. Pengertian Anak

Anak dalam kasus ini merupakan korban, jadi yang dijadikan dasar teori konseptual adalah pengertian anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam Pasal 1 Konvensi Hak-Hak Anak (Convention On The Rights of The Child) yang disetujui Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.

35

Ismu Gunadi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana (jilid 2), PT. Prestasi Pustakaraya,

(43)

27

1. Dampak Kekerasan Fisik Terhadap Anak

Pendidikan masa kecil seorang anak akan mempengaruhi perkembangan sikap dan kepribadiannya di masa depan. Anak adalah peniru yang sangat besar. Kekerasan terhadap anak dalam keluarga bukan saja salah, dilihat dari sudut hak asasi anak tapi juga menimbulkan dampak sangat buruk terhadap masa depan anak. Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf dan kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia..36

2. Perlindungan Anak

Begitu banyaknya fenomena kekerasan dan tindak pidana terhadap anak menjadi suatu sorotan keras dari berbagai kalangan. Hal ini dianggap sebagai suatu indikator buruknya instrumen hukum dan perlindungan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 20 tentang Perlindungan Anak, bahwa yang

36

(44)

28

berkewajiban dan bertanggung-jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Pasal 21 dan 25 dalam UU ini juga mengatur lebih jauh terkait perlindungan dan tanggung jawab terhadap anak.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Pasal 2 terkait ruang lingkup pada Pasal ini juga mencakup keberadaan anak untuk dilindungi dari kekerasan dalam rumah tangga. Instrumen-instrumen hukum ini menjadi bukti bahwa hukum di Indonesia memberi perhatian terhadap keberadaan anak. Adapun hal yang harus dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap anak ialah pentingnya pemahaman dan implementasi atas hak-hak terhadap anak, seperti dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

E. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

(45)

29

Pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

F. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga meliputi: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik menurut Pasal 6 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah "perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat."

Kekerasan psikis menurut Pasal 7 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah "perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang."

Selanjutnya, yang dimaksud dengan kekerasan seksual menurut Pasal 8 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah:

(46)

30

b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Penelantaran rumah tangga menurut Pasal 9 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah:

(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini berdasarkan pokok permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan yaitu upaya penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung.

Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik, tetapi penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan-penemuan ilmiah.37 Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat

37

(48)

32

secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data pada penulisan ini menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.38Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan upaya penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung, yaitu penyidik pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandar Lampung, jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, aktivis LSM DAMAR Bandar Lampung dan dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan,

38

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Karya, Bandung , 2004,

(49)

33

yaitu penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung.

Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3) Undang-Undang Replublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang meliputi peraturan pelaksana, Kepres dan Peraturan Pemerintah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu hasil karya ilmiah, hasil-hasil penelitian, kamus, literatur-literatur, koran, majalah dan sebagainya.

C. Penentuan Narasumber

(50)

34

Karang Bandar Lampung, aktivis pada LSM DAMAR Bandar Lampung dan dosen Fakultas Hukum Unila.

Berdasarkan sampel diatas maka yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penyidik pada Unit PPA Polresta Bandar Lampung = 1 orang b. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang c. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang = 1 orang d. Aktivis pada LSM DAMAR Bandar Lampung = 1 orang e. Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang +

= 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung.

b. Studi Lapangan

(51)

35

yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan secara langsung dengan responden.

2. Cara Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Identifikasi, yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung.

b. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok-pokok bahasan, sehingga memudahkan analisa data.

d. Klasifikasi, yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap dianalisis.

E. Analisis Data

(52)

36

(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung dibagi menjadi 2 (dua) yaitu upaya penal dan nonpenal. Pada upaya penal atau penegakan hukum pidana terdapat proses yang dimulai dari laporan kepada pihak kepolisian, lalu dilakukan penyelidikan, penyidikan dan dilimpahkan kepada kejaksaan, untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. Dalam persidangan, hakim akan memutuskan suatu perkara kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan surat dakwaan dan asas keadilan baik bagi pelaku maupun korban.

(54)

69

2. Faktor yang menghambat upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung baik penal maupun nonpenal terdiri dari: (a) Faktor aparat penegak hukum yang masih kurang dalam kinerjanya; (b) Faktor fasilitas pendukung yang masih kurang, sehingga upaya penal dan nonpenal tidak dapat dilaksanakan secara maksimal; (c) Faktor masyarakat yang tidak paham terhadap hukum yang berlaku di Indonesia; dan (d) Faktor kebudayaan beranggapan bahwa kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung adalah hal yang wajar.

B. Saran

1. Perlu diadakan seleksi yang berkualitas sehingga aparat penegak hukum yang diterima juga benar-benar memiliki kemampuan dan menghasilkan kinerja yang baik pada bidangnya masing-masing.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku/Literatur

Ali, Mahrus. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

Arief, Barda Nawawi. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru). Prenada Media Group. Jakarta.

___________________. 2010. Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara di Luar Persidangan. Pustaka Magister. Semarang.

Chazawi, Adami. 2011. Pelajaran Hukum Pidana 1. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Gunadi, Ismu. 2011. Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana (jilid 2). PT.Prestasi Pustakaraya. Surabaya.

Hartono. 2012. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta.

Hamzah, Andi. 2010. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Marpaung, Leden. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana Buku 2. Sinar Grafika. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Karya. Bandung.

Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

(56)

Saraswati, Rika. 2006. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Shochib, Moh. 2010. Pola Asuh Orang Tua, dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

Soeroso, Moerti Hadiati. 2010. Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Yuridis-Viktimologis. Sinar Grafika. Jakarta.

Sutedjo, Wagiati. 2010. Hukum Pidana Anak, Cetakan Ketiga. PT. Refika Aditama. Bandung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

2. Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Replublik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

(57)

3. Web/Internet

http://www.KabarIndonesia.com/berita.php?pil=14&dn=20070911212313.

Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga". Diakses tanggal 15 September 2014, Pukul 13.45 WIB.

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/metropolis/61726-dari-pengakuan-neneng- ilalia-terdakwa-kasus-kdrt. Diakses tanggal 15 September 2014, Pukul 15.20 WIB.

http://issuu.com/ayep3/docs/040914/28. Siksa Anak Kandung, Dituntut Lima Tahun. Diakses tanggal 15 September 2014, Pukul 16.05 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan. Diakses tanggal 16 September 2014, Pukul 15.00 WIB.

http://acceleneun.blogspot.com/2013/03/pelaksanaan-dan-penegakan-hukum.html. Diakses tanggal 17 September 2014, Pukul 13.10 WIB.

http://perludiketahui.wordpress.com/dampak-kekerasan-terhadap-anak/. Diakses tanggal 19 September 2014, Pukul 10.16 WIB.

Gambar

Tabel 1. Kekerasan Terhadap Anak Januari-Desember 2013

Referensi

Dokumen terkait

MANFAAT HASIL BELAJAR "MENGOLAH HIDANGAN INDONESIA DARI UNGGAS, DAGING DAN SEAFOOD" PADA KESIAPAN UJI KOMPETENSI HIDANGAN INDONESIA SISWA SMK SANDHY PUTRA

Tujuan : agar memperoleh tapak yang sesuai untuk pembangunan fisik, termasuk pemasangan utilitas pengadaan rumah, sistem sirkulasi, berikut fasilitas

sel kerja (work cell) dengan ukuran lot yang kecil, serta menggunakan kanban untuk produksi, maka tidak ada waktu antri sebelum diproses sehingga sebelum mengatur layout

Dengan pelbagai andaian serta spekulasi tentang punca kemerosotan makanan utama iaitu padi kita seharusnya mengambil iktibar bahawa sesebuah negara yang kuat ialah negara yang

- Soda Kue : Natrium Bicarbonat atau yang lebih dikenal dengan soda kue adalah salah satu jenis bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan kue, rot atau makanan

Perusahaan dapat menggunakan pengolahaan informasi apabila sudah dapat menerapkan pengolahaan data dengan baik, dimana fasilitas dan sumber daya menjadi salah dua

Hasil analisis menyatakan bahwa nilai Resin-P i memiliki korelasi tidak nyata dengan beberapa sifat kimia tanah yang telah di analisis... Provinsi Jawa Tengah memiliki

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan dan risiko bisnis secara parsial