• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAGI ANAK PENYANDANG MASALAH SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KASUS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAGI ANAK PENYANDANG MASALAH SOSIAL"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

CASE STUDIES OF SOCIAL SCIENCE LEARNING FOR CHILDREN WITH SOCIAL PROBLEMS

By:

INAYATULLAH WIJAYANTI

This study aims to: to determine how learning social studies conducted in schools whose students bear the social problems. This type of research is qualitative ethnographic approach.

Based on the results obtained: 1) Learning Social Studies run at schools with social problems in their students in Madrasyah Tsanawiyah Nurul Islam, it was not optimal. Lack of adequate facilities and infrastructure becomes a major factor. Social learning takes place only dependent on artificial student worksheet publisher. As a result, the curriculum is not a main reference, but the willingness of teachers to teach a key factor. 2) The specificity of the implemented learning social studies in schools whose students have social problems, is in the process of learning. The dominance of teachers is very high, and many students do not show creations. This is due, in addition to factors such as the limitations of the first point, also caused by hours of learning that depend on the readiness of the students receive lessons. At certain times it turns out students actually forcing teachers to not implement learning, because there are other activities in place of other institutions. 3) Description of the students and teachers in teaching social studies conducted in schools that have students bear the social problems. It turned out not to touch the Social Studies material aspects of the formation of national values. Learning instruments such as flag ceremonies, extracurricular activities, were never implemented. This happens because the institution does not provide space and time for the learning process is underway.

Conclusion on this research: 1)Social Studies Learn in this school is not maximum. Limitedness of means and infrastructure has become main factor. 2) Characteristics learning in this school is teacher used to utilize a student worksheet from publisher as material teaching.

(2)

ABSTRAK

STUDI KASUS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAGI ANAK PENYANDANG MASALAH SOSIAL

Oleh:

INAYATULLAH WIJAYANTI

Penelitian ini bertujuan untuk : untuk mengetahui bagaimana pembelajaran IPS dilaksanakan pada sekolah yang siswanya menyandang permasalahan sosial. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh : 1) Pembelajaran IPS dijalankan pada sekolah yang memiliki persoalan sosial pada siswanya seperti di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam ini, ternyata tidak maksimal. Kendala keterbatasan sarana dan prasarana menjadi faktor utama. Pembelajaran IPS berlangsung hanya tergantung kepada LKS buatan penerbit. Akibatnya kurikulum bukan merupakan acuan utama, akan tetapi kebersediaan guru mengajar menjadi faktor kunci. 2) Kekhasan pembelajaran IPS yang dlaksanakan pada Sekolah yang siswanya memiliki permasalahan sosial, ialah pada proses pembelajaran. Dominasi guru sangat tinggi, dan siswa tidak banyak menunjukkan kreasi. Hal ini disebabkan, di samping faktor keterbatasan seperti point pertama, juga disebabkan oleh jam belajar yang tergantung dengan kesiapan murid menerima pelajaran. Pada waktu-waktu tertentu ternyata siswa justru memaksa guru untuk tidak melaksanakan pembelajaran, karena ada kegiatan lain ditempat lembaga lain. 3) Gambaran siswa dan guru dalam pembelajaran IPS yang dilaksanakan pada sekolah yang memiliki siswa menyandang masalah sosial. Ternyata materi IPS tidak menyentuh aspek pembentukan nilai-nilai kebangsaan. Instrumen pembelajaran seperti upacara bendera tidak pernah dilaksanakan. Hal ini terjadi karena lembaga pendidikan tidak menyediakan ruang dan waktu agar proses pembelajaran ini berlangsung. Kesimpulan pada penelitian ini: 1) Pembelajaran IPS pada sekolah ini tidak maksimal. Keterbatasan sarana dan prasarana menjadi faktor utama. 2) Kekhasan pembelajaran di sekolah ini adalah guru lebih banyak menggunakan LKS karangan penerbit sebagai bahan ajar.

(3)

STUDI KASUS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAGI ANAK PENYANDANG MASALAH SOSIAL

(Tesis)

Oleh

INAYATULLAH WIJAYANTI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

(4)
(5)

DAFTAR ISI

1. Teori Belajar Behavioristik ... 12

2. Teori Belajar Konstruktivisme ... 13

B. Teori Pembelajaran ... 15

C. Teori Belajar Sosial Zenden ... 19

D. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ... 35

(6)

III. METODE PENELITIAN

D.2. Pengamatan atau Observasi ... 46

D.3. Studi Dokumentasi ... 46

1. Persepsi Sosial dan Penghargaan ... 58

2. Komunikasi Sosial dan Penggunaan Bahasa ... 66

3. Sosialisasi ... 70

4. Identitas Diri ... 73

C. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ... 77

D. Pembelajaran IPS: Kasus Anak Penyandang Masalah Sosial Di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam ... 80

E. Kendala yang Dihadapi Guru IPS dalam Mengajar Anak-anak Penyandang Masalah Sosial ... 84

F. Keterkaitan Antara Teori Belajar Sosial Oleh Zanden dan Pembelajaran IPS ... 86

G. Temuan Hasil Penelitian ... 91

V. KESIMPILAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

(7)

DAFTAR PUSTAKA ...

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Latar Belakang Siswa MTS Nurul Islam ... 3

4.1.1. Pekerjaan dan Penghasilan Orang Tua Siswa ... 54

4.1.2. Keadaan Siswa ... 55

4.1.3. Nilai Siswa Pada Pelajaran IPS Semester Genap... 56

4.2.1. Keadaan Ekonomi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.. ... 77

(10)
(11)
(12)

MOTO

Pandanglah semua pengetahuanmu sebagai anugerah, sebagai sarana untuk membantu orang.

Orang yang kuat dan bijak menggunakan snugerahnya untuk mendukung/membantu orang lain.

(John Ruskin)

Kehidupan itu bukanlah penderitaan/kesenangan, tapi urusan yang harus dilakukan dan harus kita selesaikan dengan jujur,

(13)
(14)

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan ridha-Nya

jualah saya dapat mempersembahkan karya ini kepada

orang-orang tercinta

Kedua orang tuaku tercinta,

Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S dan Ibu Dra. Syariawati, M.Pd (Almh) yang selalu

mendoakan saya, dan memberikan dukungan baik moril maupun spiritual. Limpahan kasih

sayang kalian menjadi kekuatan saya dalam menjalani kehidupan untuk meraih harapan dan

cita-cita.

Kakak-kakak yang saya sayangi G.H. Rahmatullah, S.H, Dwiyana Habsary, S.Sn, M.Hum,

Mustika Rini, S.P, dan Niken Kusumawardani, S.E.Akt, C.Pa., beserta Bude Sulastri yang

menjadi semangat dalam menjalani kehidupan dan telah memberikan kekuatan untuk

mewujudkan impian dan cita-cita saya.

Suami yang saya cintai, Dirwanto, S.H., M.H yang selalu mendoakan, memberikan dukungan

dan menjadikan hidup saya lebih berarti

Para pendidik yang saya hormati, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan serta

dukungannya selama ini.

(15)

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi

1. Nama : Inayatullah Wijayanti

2. Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Karang, 14 Maret 1989

3. Alamat : Perumahan Bougenvil 1 Blok C05 Way Kandis Bandarlampung

B. Pendidikan Formal

1. SD Al-Azhar 2 Bandarlampung yang diselesaikan pada 2001 2. SMP Al-Azhar 3 Bandarlampung yang diselesaikan pada 2003 3. SMA Negeri 5 Bandarlampung yang diselesaikan pada 2007

(16)

SANWANCANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis

dengan judul “STUDI KASUS BELAJAR IPS BAGI ANAK PENYANDANG

MASALAH SOSIAL” ini penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan motivasi dan saran yang diberikan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S, Rektor Universitas lampung

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M. Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. H. Pargito, M. Pd, Ketua Program Studi Magister Pendidikan IPS Universitas Lampung.

(17)

6. Dr.Pargito., M.Pd, selaku pembimbing dua, terima kasih atas segala motivasi serta dukungan yang bapak berikan selama ini.

7. Dr. Darsono, M. Pd, Selaku pembahas pertama, terimakasih atas motivasi yang bapak berikan selama ini

8. Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum, selaku pembahas dua, terimakasih atas motivasi yang ibu berikan selama ini

9. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengampu pada Program Studi Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

10. Bapak Ahmad Ilyani, selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam. 11. Ibu Rohayati, S.Pd, selaku wakil kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam,

Ibu Nurbaiti, S.Pd selaku guru IPS dan Bapak Muslih selaku Tata usaha 12. Sahabatku-sahabatku, Apriyanti, S.Pd, Ibu Fauziyah, S.Pd, Defti Arlen, S.Pd,

Bapak Budi Cahyono, S.Pd dan Siti Rosidah, S.Pd

13. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS angkatan 2012 Mbak Desy.M, Mb Desi, Roseana, Tri Darma, Iffatul FaIzah, Mbak Irma, Ibu Fatma, Ibu Sumarti, Mbak Titik, Mb Dewi, Mb Cherly, Mimi, Dwi Febriani, Restia Nilandari, Astri Mareta, Fatma Rosa, Lilian, Iceu, Meri, Novi,Ibu Maryani, Ibu Retno, Ibu Siti, Ibu Hurus, Ibu sofia, Ibu Iin, Ibu April, Ibu Rita, Deni, Heri, Into, Putut, Sidik, Fajar, Febra, Wardani, Hardian, Adi, Bpk Waluyo, Bpk Wardaya, Bpk. Wartoyo, Bpk Dadang, Bpk. Eko, Bpk Asrin, Bpk Ignatius, Bpk Samsi, Bpk Padri (Alm).

(18)

hati penulis ucapkan terima kasih.

Bandarlampung, 17 Desember 2014

Penulis

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fakir miskin dan anak terlantar harus dipelihara oleh negara, ini adalah perintah dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 kepada penyelenggara negara. Adalah suatu keharusan memberikan fasilitas kemudahan kepada mereka yang mengalami masalah sosial ini. Walaupun kenyataan di lapangan tidak seperti apa yang tertera di undang-undang. Pada sisi lain lembaga pendidikan dari tingkat rendah sampai perguruan tinggi, diwajibkan untuk memberikan bekal pada peserta didiknya agar memiliki rasa nasionalisme, dan bela negaranya, melalui perangkat mata ajar yang diberikan, salah satu diantaranya adalah melalui Ilmu Pengetahuan Sosial. Ketentuan ini merupakan keharusan dan tidak terkecuali bagi anak anak yang memiliki masalah sosial, ataupun mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Hanafiah (2009: 20) adalah ilmu sosial

yang selalu ada pada jenjang Sekolah Tingkat Pertama, sekalipun pergantian

kurikulum dilakukan berulang kali. Tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan.

(20)

bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi IPS. Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat; membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat; membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian; membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.

(21)

tujuan pembelajaran IPS yang sebelumnya telah disebutkan. Hal ini dikarenakan sekolah yang bersangkutan berada di pinggiran kota, menampung anak-anak yang gagal dimana-mana, menampung anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar, dan menampung anak-anak yang berekonomi menengah ke bawah. Dengan kata lain sekolah ini adalah sekolah bagi kaum penyandang masalah sosial.

Berdasarkan latar belakang peneliti yang berasal dari bidang studi Pendidikan IPS, maka kajian penelitian ini akan memfokuskan diri pada bagaimana pembelajaran IPS yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral dan erat kaitannya dengan nilai-nilai agama yang terdapat di dalam pola pendidikan di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam. Sekolah ini memiliki siswa yang berlatarbelakang penyandang masalah sosial. Sebagian besar siswa/i berasal dari panti asuhan dan siswa/i yang orangtuanya tidak lengkap serta orangtua yang lengkap namun keadaan perekonomian yang sangat sederhana. Sebagai gambaran latar belakang siswa di sekolah ini adalah sebagai berikut:

Tabel: I.1. Latar belakang Siswa Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam

Sumber: Data Penelitian 2014

Berdasarkan tabel di atas, ternyata dominasi siswa memiliki rmasalah khususnya yang memiliki perekonomian menengah ke bawah sangat besar, sementara itu beban untuk memberikan pemahaman akan persoalan pembelajaran menjadi berat. Kelas Jumlah

Siswa

Keadaan Pekerjaan OrangTua

(22)

Terlebih lagi para dewan guru harus mengahadapi para peserta didik yang memiliki pola pendidikan yang berbeda-beda, misalnya siswa yang memiliki orangtua sebagai buruh baik bangunan maupun tani yang terbiasa mendapatkan pendidikan yang keras dari orangtuanya yaitu sering mendapatkan kekerasan fisik apabila siswa tersebut ketahuan melanggar peraturan sekolah. Latar belakang siswa yang bersekolah di MTS Nurul Islam pun berbeda-beda, hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel I.1. yang menerangkan tentang pekerjaan orangtua siswa yang beranekaragam yang memiliki penghasilan minim serta keunikan dari sekolah ini yang lainnya adalah mendidik anak-anak yang berasal dari panti asuhan. Fakta yang menarik dari pola pendidikan yang berbeda-beda itu adalah dewan guru mengakui bahwasannya anak-anak panti asuhan justru memiliki akhlak yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang bukan berasal dari panti asuhan, terutama jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki orangtua yang tidak lengkap.

(23)

Tsanawiyah Nurul Islam memiliki siswa yang berekonomian lemah, mayoritas berasal dari panti asuhan dan orangtuanya tidak lengkap serta lokasi sekolah yang berada pada daerah perbatasan administrative pemerintah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah yang sesuai adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pembelajaran IPS yang dilaksanakan pada Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam yang memiliki siswa bermasalah secara sosial

2. Bagaimanakah kekhasan pembelajaran IPS di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam yang memiliki siswa yang memiliki masalah secara sosial

C. Fokus Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kekhasan pembelajaran IPS yang dilaksanakan pada Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam yang memiliki siswa bermasalah secara sosial.

D. Rumusan Masalah

(24)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kekhasan pembelajaran IPS yang dilaksanakan pada Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam yang memiliki siswa bermasalah secara sosial.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Meningkatkan Aktivitas belajar dan Kompetensi Sosial siswa pada mata pelajaran IPS

2. Bagi Guru

Agar guru lebih memahami keadaan siswa dan siswinya sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif sesuai dengan kekhasan yang ada di sekolah.

3. Bagi Sekolah

Menjadi masukan bagi sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas dan lulusan sekolah.

G. Ruang Lingkup Penelitian dan Keilmuan 1) Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi :

1. Sekolah yang memiliki siswa penyandang masalah sosial

(25)

2) Ruang Lingkup Keilmuan

Media pembelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonmi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya, 2009: 7). Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah menengah pertama sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pendagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama pada dasarnya bertujauan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, sikap dan nilai yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

(26)

ruang lingkup tadi dari tahun ke tahun harus dikembangkan mulai dari lingkup gejala dan masalah kehidupan yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah, kemudian tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan akhirnya ke negara-negara tetangga, terutama yang berkenaan dengan hubungan kerja sama ekonomi, sosial dan budaya di wilayah yang bersangkutan (Sumaatmaja, 1996:11-12).

Jenjang SD/MI pengorganisasian materi pembelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integrated) artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada aspek kehidupan nyata peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berfikir dan kebiasaan bersikap dan berprilaku. Ketentuan bahwa dalam mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab serta warga dunia yang cinta damai.

(27)

upaya guru memperkenalkan sejumlah contoh konsep yang spesifik (Sapriya, 2009:80).

Penegasan konseptual bahwa kurikulum ilmu pengetahuan sosial sebagai program pendidikan perlu lebih berpijak pada sifat: (1) ”keingintahuan

alamiah siswa”(natural curiosity) daripada “sifat keingintahuan ilmiah pakar” (scientific curiousity, (2) “ Pengalaman belajar siswa sendiri” (the student learning experience) daripada “pengalaman belajar para ahli” (the scientific learning experience), serta (3) berbasis pada “kemampuan dasar” (student competence based) sesuai dengan jenjang pendidikannya. Dalam kurikulum

standar NCSS bahwa lingkup kurikulum IPS dapat dilakukan dalam membahas pokok-pokok bahasan yang dikelompokkan sepuluh tema pokok yaitu tentang : 1) Culture, 2) Time, continuity, and change, 3) People, places and environment, 4) individual, development and identity, 5) Individual, group

and institution, 6) Power, outhority and governance, 7) Production,

distribution and consumtion, 8) Science, technology and society, 9) Global

connection, 10) Civic ideals and practice (Pargito, 2010:36).

(28)

seperti ini banyak dilakukan dalam pembelajaran IPS yang membahas kompetensi sejarah dan pendidikan kewarganegaraan. Tujuan yang hendak dicapai dari citizenship transmission adalah :

1) Pengembangan pengertian patriotism

2) Pengembangan pengertian dasar dan apresiasi terhadap nilai-nilai bangsa, lembaga dan praktek-praktek.

3) Memberi inspirasi pada integrasi pribadi dan tanggung jawab negara 4) Membentuk pengertian dan apresiasi terhadap nenek moyang bangsa 5) Mendorong partisipasi demokrasi aktif

6) Membantu murid-murid mendapatkan kesadaran akan problem-problem sosial

7) Pengembangan dan mempertontonkan cita-cita yang diinginkan, sikap-sikap dan keterampilan bertingkah laku yang sangat diperlukan dalam hubungan baik pribadi-pribadi dengan yang lain.

8) Untuk mengerti dan memahami sistem ekonomi yang bebas

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Belajar

Belajar adalah upaya memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (Sagala, 2005 : 13). Sedangkan menurut Sujana (2000 :19) belajar adalah interaksi stimulus dengan respon, merupakan hubungan dua arah antara belajar dan lingkungan. Selain itu menurut Wina Sanjaya (2005:89) Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Dan menurut Sadiman (2006:99) Belajar adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Belajar menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berfikir, merasa dan melakukan. Perubahan tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman dan pengembangan.

(30)

ada belajar kalau tidak ada aktivitas, oleh karena itu aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi pembelajaran. Oleh karena itu di dalam belajar siswa harus aktif agar potensinya berkembang.

Pengertian pembelajaran menurut Hanafiah (2009 : 207) adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selain itu menurut Winaputra (2008 : 11) pembelajaran diartikan sebagai suatu konsep pendagogik sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menciptakan lingkungan belajar yang potensial menghasilkan prose belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi individu sebagai peserta didik. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dan guru dalam lingkungan belajar untuk mengembangkan potensi siswa.

1. Teori Belajar Behavioristik

(31)

Teori ini didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan kata lain, perubahan tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan dapat dilihat secara jelas. Seperti peserta didik yang tadinya tidak mengetahui dan tidak mampu mengerjakan sesuatu, setelah melalui proses pembelajaran ia menjadi tahu dan dapat mengerjakan sesuatu.

Penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran mengandung makna penting yaitu metode belajar dan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran hendaknya harus memperhatikan beberapa unsur seperti tujuan pembelajaran, respon siswa maupun karakteistik siswa itu sendiri. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar dapat membangkitkan keinginan dan minat siswa sehingga berpengaruh baik terhadap perilaku maupun psikologi anak.

2.Teori Belajar Konstrutivisme

(32)

Driver dan Bell dalam Ahmadi (2010:145), mengajukan karakteristik sebagai berikut :

1. Peserta didik tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan

2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan peserta didik

3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal

4. Pembelajaran bukanlah tranmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas

Menurut pandangan Konstruktivisme edukasional (Margareth: 2011:30) meliputi tiga tipe yaitu: (a) memandang semua pengetahuan sebagai konstruksi manusia; (b) individu menciptakan pengetahuan dang mengkonstruksi konsep, dan (c) sudut pandang hanya bisa dinilai secara parsial berdasarkan korespondensinya dengan norma yang diterima umum. Di pengajaran dalam kelas, konstruktivisme pribadi mendukung dua prinsip Piagetian: belajar adalah proses internal, dan konflik kognitif dan refleksi berasal dari tantangan pemikiran seseorang.

(33)

satu alat yang sangat penting digunakan dalam teori kontruktivisme ini, sehingga siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung. B. Teori Pembelajaran

Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003; pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

(34)

belajar yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada

“bagaimana ia membelajarkan peserta didik, dan bukan pada “apa yang dipelajari peserta didik”, dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subyek bukan sebagai obyek.

(35)

Proses pembelajaran yang dimaksudkan di sini merupakan interaksi semua komponen/unsur yang terdapat dalam upaya pembelajaran yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen-komponen pembelajaran ini meliputi antara lain tujuan pengajaran yang hendak dicapai, materi dan kegiatan pembelajaran, media dan alat pengajaran, serta evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan.

Menurut Piaget dalam Depdiknas (2004: 4), sejak lahir peserta didik megalami tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Perkembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya baik dalam aspek kognitif maupun aspek non-kognitif melaui tahapan-tahapan sebagai berikut.

1. Perkembangan kemampuan peserta didik usia sampai 5 tahun (TK). Pada usia ini, anak (peserta didik) berada dalam periode “praoperasional” yang dalam menyelesaikan persoalan ditempuh melalui tindakan nyata dengan jalan memanipulasi benda atau obyek yang bersangkutan. Peserta didik belum mampu menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan transformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih berada pada tingkatan moralitas yang baku. Peserta didik belum sampai pada pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan nilai dan sikap sangat dipengaruhi oleh situasi yang berlaku dalam keluarga. Nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga akan diadopsi oleh peerta didik melalui proses imitasi dan identifikasi. keterkaitan peserta didik dengan suasana dan lingkungan keluarga sangat besar.

(36)

lingkungannya. Dorongan untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk kedalam kelompok sebaya mulai nampak dan semakin berkembang.Pertumbuhan fisik mendororng peserta didik untuk memasuki permainan yang membutuhkan otot kuat.

3. Perkembangan kamampuan peserta didik usia 13-15 tahun (SMP). Pada usia ini peserta didik memasuki masa remaja, periode “formal operasional” yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf yang lebih tinggi, abstrak dan rumit. Cara berpikir yang bersifat rasional, sistematik dan eksploratif mulai berkembang pada tahap ini.Kecendrungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang dan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan sudah semakin berkembang.

Peserta didik pada tingkat SLTP berada pada tahap perkembangan usia remaja yang umumnya berusia 13 sampai dengan 15 tahun. Usia SLTP peserta didik memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif. Indikator individu yang kreatif antara lain memiliki rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, memiliki imajinasi yang tinggi minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas berpikir, senang akan hal-hal yang baru dan sebagainya.

(37)

C. Teori Belajar Sosial Zenden

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Zenden (Zenden, 1984:33) lebih menekankan pada hubungan antarindividu secara individual dalam lingkup sosial dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Persepsi Sosial dan penghargaan a. Situasi

Pembelajaran diartikan sebagai suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan dengan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud perkembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Yamin dkk (Zhalabe: 2012, diakses tanggal 6 Mei 2014), memberikan pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah adalah kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma standar yang berlaku.

(38)

dengan tiga cara, ketiga cara tersebut menurut Faturrahman (zhalabe.blogspot.com) yaitu:

1. Speed, artinya anak dapat belajar dalam proses cepat, sehingga membutuhkan waktu yang relatif singkat.

2. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna, dan kelas kondusif.

3. Self Confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar berprestasi.

Ditambahkan lagi bahwa seorang guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Menata ruang dan menciptakan suasana pembelajaran yang sesuai

dan menyenangkan, sehingga anak didik semakin bertambah gairahnya dalam belajar.

2. Menciptakan iklim yang interaktif dan dinamis.

3. Menyampaikan materi pembelajaran secara terarah dan sistematis. 4. Membuat kesimpulan materi yang telah disajikan, hal demikian

diharapkan agar anak didik dapat mengerti secara keseluruhan materi yang disajikan.

(39)

6. Memotivasi anak didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, berguna untuk memberikan spirit bagi anak didik agar dapat memandang dirinya secara positif dan mengenali kelebihan maupun kekurangannya.

7. Membuat catatan harian dan batas mata ajar, hal ini berguna untuk anak didik dalam mengingat kembali materi ajar yang telah diberikan, mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar serta dijadikan bahan acuan dalam mengembangkan materi ajar yang telah disajikan.

b. Penghargaan

Penghargaan biasanya diberikan oleh guru bidang studi tertentu yang bertujuan untuk memberikan semangat dan stimulus bagi para peserta didik dalam mempelajari suatu pelajaran tertentu. Penghargaan sangat penting diberikan oleh pendidik untuk dapat memberikan penilaian dari hasil kegiatan belajar mengajar dan menilai kemampuan peserta didik selama kegiatan belajar mengajar berlangsung,

2. Komunikasi Sosial dan Penggunaan Bahasa a. Bahasa Sehari-hari

(40)

terkandung maksud dan tujuan yang ingin disampaikan serta mengikuti kaidah berbahasa yang baik dan benar.

Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi kaitannya dengan pengekspresian diri terhadap apa yang ingin kita ungkapkan, dan apa yang sedang kita rasakan. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini, respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.

Bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita. Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain. Selain itu juga, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita. b. Perbedaan Gender

(41)

satu faktor yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa menerima analisis gender dalam memecahkan masalah ketidakadilan sosial.

Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan. (Umar, 2001:1). Menurut Faqih (1996:8), sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.

Secara terminologis, makna jenis kelamin (sex) adalah perbedaan fisik yang didasarkan pada anatomi biologi manusia, terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi. Berdasarkan perbedaan fisik dan biologis inilah dapat teridentifikasi dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, perbedaan antara perempuan dan laki-laki murni didasarkan pada fungsi organ reproduksi yang kodrati dan bersifat alamiah (nature). Karena didasarkan pada perbedaan yang bersifat alamiah, perbedaan jenis kelamin berlaku secara universial bagi semua perempuan dan laki-laki di dunia (Djunaedi dan Muzayyanah, 2008:4-5).

(42)

(Mufidah, 2010:5). Secara etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin (Echol dan Shadily, 1996:23). Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbentuk melalu proses sosial dan kultural. Oleh karena itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat.Dalam batas perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh. Mufidah dalam Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan (Mufidah,2003:4-6).

Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan

(43)

dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

c. Pemahaman sebagai Warga Negara

Adalah proses internalisasi silai nilai sebagai warga negara melalui pendidikan. Hal ini dilakukan dengan membiasakan melakukan kegiatan yang ditujukan untuk memupuk rasa kebangsaan, contohnya melalui kegiatan keupacaraan.

3. Sosialisasi

a. Harapan

(44)

b. Perasaan Ingin Mempertahankan Diri

Setiap manusia pasti memiliki insting untuk dapat mempertahankan dan membela dirinya ketika menghadapi situasi yang dinilai dapat membahayakan kelangsungan hidupnya.

4. Identitas Diri a. Konsep Diri

Sebagai sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya,

mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri.“ Santrock (1996) menggunakan istilah

konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. (Harsojo: 2013)

(45)

1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. (Harsojo: 2013)

(46)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep diri merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan psikososial peserta didik. Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami permasalahan di sekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini akan diuraikan beberapa strategi yang mungkin dapat guru dilakukan guru dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik.

1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam

(47)

2. Membuat siswa merasa bertanggungjawab. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada siswa. Tanggung jawab ini akan mengarahkan sikap positif siswa terhadap konsep diri, yang diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi belajar yang tinggi serta peningkatan integritas dalam menghadapi tekanan sosial. Hal ini menunjukkan pula adanya pengharapan guru terhadap perilaku siswa, sehingga siswa merasa dirinya mempunyai peranan dan diikutsertakan dalam kegiatan pendidikan.

3. Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif terhadap kemampuan dirinya.

(48)

bersandar pada keberhasilan masa lampau, maka pencapaian prestasi sudah dapat diramalkan, sehingga siswa akan terbantu untuk bersikap positif terhadap kemampuan dirinya sendiri.

5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. pada saat mengalami kegagalan, adakalanya siswa menilainya secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Untuk menghindari penilaian yang negatif dari siswa tersebut, guru perlu membantu siswa menilai prestasi mereka secara realistis, yang membantu rasa percaya akan kemampuan mereka dalam menghadapi tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar di kemudian hari. Salain satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara realistis adalah dengan membandingkan prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa saat ini. Hal ini pada gilirannya dapat membangkitkan motivasi, minat, dan sikap siswa terhadap seluruh tugas di sekolah.

(49)

Setiap manusia pasti ingin memperoleh pengakuan dari lingkungan yang dia singgahi. Pengakuan dalam hal ini tentunya dalam bentuk penghargaan dari lingkungan sekitar, perasaan nyaman di dalam lingkungan dan keberadaannya yang selalu dapat dirasakan oleh lingkungan sekitarnya. Persepsi Diri

Persepsi diri adalah upaya seseorang mengamati dirinya sendiri; baik sifat, motivasi, perasaan dan emosi, atau lainnya. Seseorang tersebut sadar perasaan yang dia alami. Dia mengetahui niatnya dalam melakukan sesuatu, paham sikapnya terhadap sesuat, mengetahui alasan mengapa dia berbuat sesuatu, memahami sifat-sifat yang ada dalam dirinya, dan mengetahui kemampuan dirinya. Terdapat beberapa hal khusus yang terdapat dalam proses mengevaluasi diri. Berikut, masing-masing akan diterangkan lebih terperinci :

1. Konsep diri dan skema diri

(50)

makan ikan, suka renang, takut gelap, percaya diri, mudah jatuh hati, pemalas, pembohong.

Skema diri akan berguna untuk memprediksikan apa yang akan seseorang lakukan. Misalnya ada seorang individu memiliki skema dalam dirinya sebagai orang yang takut gelap. Maka, jika orang tersebut diajak jalan-jalan malam di hutan, maka ia tidak akan mau melakukannya.

2. Efikasi diri

Efikasi Diri adalah keyakinan yang dimilki oleh seseorang bahwa ia merasa mampu atau tidak mampu dalam melakukan suatu tindakan tertentu dan mendapatkan hasil yang diharapkan pada suatu situasi tertentu.

Orang yang memiliki efikasi diri tinggi kadang disebut sebagai orang optimis. Ia tahu bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri rendah kadang disebut orang pesimis. Ia tidak yakin mampu melakukan sesuatu.

(51)

pekerjaan, daripada berusaha untuk sukses. Mereka juga cepat menyerah.

3. Diri yang mungkin

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat diinginkan oleh seseorang ketika telah memahami persepsi tentang dirinya yaitu: Pertama, „diri yang mungkin‟ bisa menjadi motivasi bagi dirinya sendiri, seperti misalnya ingin menjadi sarjana, ingin menjadi kaya, menjadi terkenal, menjadi ibu, menjadi suami, atau menjadi apapun yang lain akan mendorong seorang individu untuk terus berjuang menjadi seperti yang diinginkan.

Kedua, „diri yang mungkin‟ bisa menimbulkan kesenjangan dalam diri sendiri. Kesenjangan itu muncul karena berbeda antara apa yang dilihat dalam diri sendiri dan apa yang dilihat orang lain tentang seorang individu. Misalnya Anda merasa memiliki beberapa sifat tertentu, sedangkan orang lain tidak melihat Anda memiliki sifat-sifat itu. Oleh sebab itu kesenjangan akan muncul. Bagaimana perbedaan itu muncul? Karena Anda melihat diri Anda dalam

konteks „diri yang Anda inginkan‟ (Anda ingin menjadi jujur, maka Anda merasa jujur), sedangkan orang lain melihat Anda dalam diri apa adanya Anda saat itu (orang lain melihat Anda sedang berbohong).

(52)

dikeluarkan dari perguruan tinggi. Apa yang Anda rasakan? Tentunya, kesenjangan itu akan mempengaruhi emosi Anda. Jika

Anda membayangkan „diri yang mungkin‟ yang positif, misalnya

jujur, tapi Anda malah berbohong, maka Anda akan langsung mengalami perubahan emosional dalam diri Anda

Keempat, „diri yang mungkin‟ bisa membedakan seorang individu dengan orang lain. Orang yang memiliki tekad kuat untuk menjadi

„diri yang mungkin‟ sering disebut orang optimis. Mereka berharap

kuat akan berubah menjadi seperti yang diinginkan. Sebaliknya,

orang yang tidak memiliki keinginan menjadi „diri yang mungkin‟

(53)

D. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Maksudnya ialah bahwa individu yang mengalami kegagalan kehidupan secara sosial. Hal ini terjadi karena dua hal:

1. Kegagalan Keluarga

Maksudnya ialah terjadi karena berpisahnya kedua orang tua yang disebabkan oleh kematian atau perceraian. Akibatnya anak diasuh oleh orang tua tunggal, atau diasuh oleh lembaga sosial tertentu, seperti Panti Asuhan.

2. Bencana Alam

Maksudnya ialah terjadi karena orang tua meninggal dunia akibat dari terkena bencana alam, seperti banjir, gempa bumi dan sebagainya, yang membuat anak harus hidup sendiri dalam asuhan orang lain, atau lembaga sosial lain.

3. Keadaan Ekonomi

Maksudnya karena himpitan ekonomi, maka anak harus menanggung sendiri pembiayaan hidupnya, hal ini terjadi karena ketidak mampuan orang tua untuk menanggung beban hidup. Tidak jarang justru anak menjadi penanggung beban orang tua. Ini terjadi karena kegagalan sosial dalam kehidupan rumah tangga. Seperti orang tua sakit, sudah lanjut usia, keluarga besar, orang tua tunggal, yang semua itu membebani kehidupan anak. Kategori yang termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam hal ini ialah:

1.Anak balita terlantar

(54)

3.Anak balita terlantar 4.Anak nakal

5.Anak jalanan 6.Anak cacat

7.Wanita rawan sosial ekonomi

8.Wanita yang menjadi korban kekerasan 9.Lanjut usia terlantar

10.Lanjut usia yang menjadi korban kekerasan 11.Penyandang cacat

12.Bekas penyandang jajat karena penyakit 13.Tuna susila

14.pengemis 15.Gelandangan 16.Bekas narapidana

17.Korban penyalahgunaan obat 18.Keluarga fakir miskin

19.Keluarga tak layak huni

20.Keluarga bermasalah sosial psikologis 21.Komunitas adat terpencil

22.Korban bencana alam

23.Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana 24.Korban bencana sosial

(55)

27.Penyandang AIDS (Teguh: 2013. Diakses 5 Juni 2014).

Untuk siswa yang ada di Madrasah tempat penelitian ini berlangsung adalah mereka yang masuk kategori empat di atas.

Berdasarkan uraian di atas, kesulitan belajar adalah gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif yang disebabkan adanya ancaman, hambatan, maupun gangguan sehingga siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.

E. Kerangka Pemikiran

`Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Kesulitan belajar itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris Learning Disability.

Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multi disipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. The National Joint Committe for Learning Disabilities (dalam Abdurrahman, 1999 : 7)

(56)

diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat dan faktor-faktor psikogenik. Berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.

Siswa yang bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islami Way Huwi umunya berasal dari keluarga yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Para orangtua siswa kebanyakan berprofesi sebagai buruh tani, pekerja tobong bata, buruh serabutan, dan Pembantu Rumah Tangga. Dengan profesi demikian para orangtua siswa/wali murid tidak mampu memberikan fasilitas belajar yang memadai untuk anak-anaknya agar mereka lebih semangat dan giat dalam belajar. Oleh karena minimnya fasilitas belajar yang dimiliki oleh siswa hingga mempengaruhi minta mereka dalam belajar. Hal ini dapat terlihat dalam perilaku mereka sehari-hari yaitu terbiasa datang terlambat ke sekolah dengan berbagai alasan, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru hingga berkelahi dengan teman satu kelas. Minimnya minat belajar siswa baik di sekolah tentu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yang jauh dari memuaskan.

(57)

Gambar 2.1.Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan gambar di atas dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki perekonomian menengah ke bawah, berasal dari apapun penyebabnya, menjadikan kemampuan mereka untuk memiliki fasilitas belajar yang kurang, dan akan menimbulkan minat belajar kurang, akibatnya prestasi belajar mereka juga kurang, disiplin belajarpun rendah. Bermuara pada prestasi belajar akan rendah.

Perekonomian menengah ke bawah

Fasilitas

Belajar Minat Belajar

(58)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Menurut Cresswell (2012: 4) penelitian kualitatif merupakan metode-metode yang mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap dari masalah sosial atau kemanusiaan. Dalam penelitian ini peneliti akan menyelidiki peristiwa atau proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, maka berdasarkan tujuan penelitian pendekatan yang dipilih adalah studi kasus.

(59)

Siklus penelitian ini melalui tiga proses yaitu perencanaan, pelaksanaan dan laporan, hal ini sesuai dengan pendapat Mukhtar (2013: 43) bahwa penelitian dipandang dari sudut proses terdiri dari tiga bagian, (1) perencanaan penelitian, (2) pelaksanaan penelitian atau proses operasional penelitian dan, (3) pelaporan penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan peristiwa, aktivitas dan proses yang muncul pada pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Madrasah Nurul Islam Way Huwi kecamatan Jati Agung-Lampung selatan. Pemilihan terhadap lokasi penelitian dilakukan secara purpossive, yakni memilih secara sengaja dengan maksud mendapatkan sebuah lokasi yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian. Dipilihnya lokasi ini sebagai daerah penelitian didasarkan pada pertimbangan:

1. Orangtua/Wali murid siswa di lokasi penelitian mayoritas bekerja sebagai buruh tani, pedagang/wiraswasta, dan Ibu rumah tangga yang memberikan fasilitas belajar yang minim untuk anak-anak mereka.

2. Siswa yang bersekolah di Lokasi penelitian merupakan anak-anak yang gagal bersekolah dimana saja (tidak naik kelas, dan dikeluarkan dari sekolah sebelumnya).

(60)

meninggalkan sekolah di jenjang MTS untuk bersekolah di jenjang yang lebih tinggi.

4. Siswa yang sekolah di sini adalah para penyandang masalah sosial, mereka hidup di panti asuhan, dan tidak memiliki orang tua, serta hidup dari belas kasihan orang lain.

5. Secara sederhana, lokasi penelitian tidak jauh dari lingkungan tempat tinggal peneliti, sehingga dapat melakukan observasi setiap saat.

Waktu penelitian dilaksanakan selama dua (2) bulan mulai bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014.

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif sebagai berikut :

1. Kata dan tindakan, merupakan sumber data utama yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman audio/vidio tape, pengambilan foto atau film.

2. Sumber tertulis, dapat berupa buku dan majalah ilmiah disertasi atau tesis yang tersimpan di perpustakaan.

3. Foto atau tentang orang atau latar penelitian.

4. Data statistik, adalah gambaran tentang kecenderungan subyek pada latar penelitian. (Moleong, 2011: 157-162)

Untuk mendapatkan data-data peranan peneliti sangat penting, adapun peranan peneliti adalah:

1. Peranan peneliti sebagai instrumen meliputi : 1) pengamatan peran serta, 2) manusia sebagai instrumen, 3) pengamatan 4) peran pengamat.

2. Wawancara dilakukan dengan usaha, peneliti hendaknya mengadakan pembicaraan informal, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, wawancara baku terbuka, bentuk-bentuk pertanyaan, penata-urutan pertanyaan, perencanaan wawancara, pelaksanaan wawancara, strategi dan taktik berwawancara, kegiatan setelah wawancara.

(61)

4. Dokumen resmi, yang meliputi dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Dan dokumen ekternal adalah bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, bulletin, pernyataan, berita yang disiarkan media massa (Moleong, 2011: 163-219).

Data-data dari penelitian ini didapatkan dari informan-informan yaitu 1. Seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 18 orang,

2. Guru Bidang Study IPS yang berjumlah 1 orang 3. Wali kelas VIII yang berjumlah 1 0rang

4. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum 1 Orang

Selain data yang didapat dari informan-informan data juga didapatkan dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial seperti: buku bahan ajar, lembar kerja siswa dan daftar hadir siswa di Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam Kecamatan Jati Agung. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan kriteria bahwa informan relevan dengan masalah penelitian ini.

Menurut Burhan Bungin (2011: 107) prosedur purposif adalah satu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu.

D. Teknik Pengumpulan Data

(62)

menunjang dalam menjawab permasalah dalam penelitian. Keberhasilan penelitian sebagian besar tergantung pada teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan. Pengumpulan data dalam penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan-kenyataan dan informasi yang dapat dipercaya. Adapun cara yang dapat digunakan untuk memperoleh data adalah:

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tehnik, yaitu:

1. Wawancara (human instrument). Dalam proses wawancara peneliti akan menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan akan mendapatkan informasi yang mendalam dengan mengadakan wawancara face to face maupun dengan media komunikasi.

2. Observasi (pengamatan). Observasi dilaksanakan dalam penelitian bertujuan untuk mengamati aktivitas pendidik, peserta didik dan masyarakat sekolah dalam proses pembelajaran serta interaksi peserta didik dan pendidik dalkam proses transfer pendidikan karakter dalam pembelajaran Sosiologi.

3. Dokumentasi (arsip, gambar dan lain-lain).

4. Beberapa informasi tambahan dari pihak yang kompeten di bidang penelitian khususnya penelitian kualitatif (Sugiyono,2009: 273).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa tehnik, yaitu:

D.1. Wawancara

(63)

Responden :

Menurut Irawati Singarimbun dalam buku Metode Penelitian Survei: wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh yaitu : pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara (Singarimbun, 2008: 145)

(64)

D.2 Pengamatan atau Observasi

Kehadiran peneliti sebagai pengamat berperan serta atau observasi partisipasi (participant observation). Namun kehadiran peneliti sebisa mungkin tidak

mengganggu situasi, maka diharapkan fenomena yang diteliti akan alamiah (Fatchan, 2009: 28). Menurut (Sugiyono, 2013: 311) observasi dapat digolongkan menjadi empat, yaitu partisipasi pasif, partisipasi moderat, observasi aktif, dan partisipasi lengkap. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi partisipasi moderat. Dalam observasi partisipasi moderat terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya (Sugiyono, 2013: 311).

Peneliti melakukan pengamatan dan observasi untuk memperkuat data dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan. Pengamatan dan observasi yang peneliti lakukan selama penelitian ini adalah dengan ikut berperan serta dalam objek penelitian.

D.3 Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013: 326) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life Histories), ceritera, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup dan sketsa.

(65)

merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong penelitian, (b) berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, (c) sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah dan sesuai dengan konteks penelitian, (d) relative murah dan mudah diperoleh walau hasil dicari dan ditemukan, (e) tidak reaktif, sehingga tidak sulit ditemukan, (f) hasil pengkajian isi, akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang sedang diteliti.

Studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi. Tidak semua dokumen memiliki kredibilitas tinggi yang sesuai dengan permasalahan penelitian, maka peneliti akan mencermati dari dokumen-dokumen yang ada yang berkaitan dengan penelitian.

(66)

Berdasarkan pendapat dari Moleong maka peneliti melakukan studi dokumentasi pada dokumen resmi internal berupa intruksi, aturan, kebijakan, pengumuman dan lain-lain yang dikeluarkan oleh Sekolah Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam.

E. Teknik Analisis Data

Hasil wawancara dari informan penulis lakukan analisis data secara kualitatif, guna mengungkapkan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Madrasah Nurul Islam. Analisis data kualilatif adalah melakukan kajian untuk memahami struktur suatu fenomena-fenomena yang berlaku di lapangan. Analisis data dilakukan dengan melakukan telaah terhadap fenomena atau peristiwa secara keseluruhan, terhadap bagian-bagian yang membentuk fenomena-fenomena serta hubungan keterkaitannya.

Menurut Sugiyono (2013: 334) analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles and Huberman dalam Sugiyono (2013: 334) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah jenuh.

(67)

1. Data yang berhasil dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat. Catatan lapangan berisi informasi yang ada dilapangan. 2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data situasi sosial dalam penelitian ini difokuskan pada hasil wawancara dengan informan, observasi dan doumentasi.

3. Display Data

Setelah data direduksi maka langkah berikutnya adalah mendisplay data, proses ini dengan menyajika data dalam bentuk pola sesuai dengan fokus penelitian. Dengan mendisplay data akan memudahkan memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut, sehingga lebih mudah untuk ditarik kesimpulan.

4. Verifikasi atau Membuat Kesimpulan

Membuat kesimpulan yang berupa temuan baru yang teruji dan dikontruksikan dengan tema penelitian.

(68)

Gambar 3.2 Ilustrasi: Reduksi data, display data, dan conclusion/verifikasi dimodifikasi dari Sugiyono (2013: 338).

Berdasarkan gambar 3.2 yang akan dilakukan peneliti berdasarkan catatan lapangan melakukan reduksi data yaitu dengan memilah data dan membuang data yang tidak terpakai, kemudian data disajikan kedalam pola dan disesuaikan

Catatan Lapangan

Reduksi Data :

Memilih yang penting, membuat kategori, membuang yang tidak dipakai

DATA A DATA B DATA C

Data Display: menyajikan ke dalam pola DATA A & DATA B

A2 & B2

A1 & B1

Conclusion/Verification:

(69)

dengan fokus peneitian selanjutnya diambil kesimpulan yang berupa hasil temuan baru.

Teknik analisis data dalam penelitian adalah teknik induktif-konseptualistik, yaitu berdasarkan informasi empiris yang diperoleh dibangun suatu konsep atau proporsi kearah pengembangan suatu teori subtantif. Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara dan pengamatan direkam dan didokumentasikan dalam bentuk tulisan.

Penulisan data dalam teks naratif dibuat secara jelas dan singkat serta komunikatif sehingga dapat dipahami oleh pembaca yang ingin memperoleh gambaran tentang apa yang terjadi pada objek penelitian. Dalam penyajian temuan, peneliti akan menampilkan secara rinci dan menarik dalam bentuk penjelasan dan diagram.

F. Pengecekkan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengecekan kredibilitas (credibility) dan auditabilitas (audibility). Pengecekan kredibilitas data menggunakan teknik trianggulasi sumber. Menurut Patton dalam (Moleong, 2012: 330) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

Peneliti akan melaksanakan triangulasi dengan sumber dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

(70)

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan baik dari siswa, guru dan wakil kepala sekolah; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

(71)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasrkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pembelajaran IPS dilaksanakan pada sekolah yang siswanya menyandang permasalahan sosial. Diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Pembelajaran IPS dijalankan pada sekolah yang memiliki permasalahan sosial pada siswanya seperti di Madrasyah Nurul Islam ini, ternyata tidak maksimal. Kendala keterbatasan sarana dan prasarana menjadi faktor utama. Pembelajaran IPS berlangsung hanya tergantung kepada LKS buatan penerbit. Akibatnya kurikulum bukan merupakan acuan utama, akan tetapi kebersediaan guru mengajar menjadi faktor kunci.

(72)

5.2.Saran

Berdasarkan simpulan di atas, dalam peneltian ini ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPS bagi sekolah yang berada di perbatasan kota, yaitu:

A. Bagi Guru

1. Guru yang mengajar di sekolah khususnya dalam mata pelajaran IPS sebaiknya tidak terlalu tergantung pada materi yang ada di LKS. Karena seharusnya LKS hanya sebagai latihan soal pada siswa, sedangkan materi yang diberikan adalah materi yang sudah tercantum dalam kurikulum sebagai rambu-rambu bagi guru dalam memberikan materi yang akan diajarkan pada peserta didiknya.

2. Guru di dalam mengajarkan suatu materi sebaiknya tidak sebagai central ilmu pengetahuan tetapi seharusnya guru memberikan kesempatan dan stimulus kepada siswa-siswinya agar dapat memberikan pendapat atau ide dalam materi tertentu.

(73)

B. Bagi Instansi Terkait

(74)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 1997. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ahmadi, Iif, Khoiri. & Amri Sofyan. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran (Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum). Jakarta: Prenada Media Group.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar Ruzo Media.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Crasswel, John. 2012. Planning Conducting And Evaluating Quantitative And Qualitative Research, Fourth Edition.

Depdiknas. 2004. Sisdiknas.

Djunaedi, Wawan dan Muzayyanah, Iklilah.2008. Pendidikan Islam Adil Gender di Madrasah. Jakarta: Pustaka STAINU.

Echol, Jhon dan Shadily, Hasan. 1996. Kamus Besar Inggris-Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Faqih, Mansour. 1996. Analisis gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gredler, Margareth. 2011. Learning and Instruction (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Prenada Media Group.

Hanafiah, Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Rineka Aditama

(75)

Rosdakarya

Mufidah Ch. 2010. Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi dan Konstruksi Sosial. Malang: UIN Maliki Press.

Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi

Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007

Pargito.2010. Dasar-Dasar Pendidikan IPS. Bandar Lampung : Program Pasca Sarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung

Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung ; Alfabeta Sadiman. S.A. 2006. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo.

Sardiman, AIM. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Indonesia.

Sujana. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production

Sapriya. 2009. Pendidikan Ilmu Pengetaahuan Sosial (IPS). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Smaldino,Sharon E.2012. Instructional Technology and Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media group.

Smith,Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.

Sugiyono.2009. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kualitatif, kuantitatif dan R & D). Bandung : PT. Alfabeta

Gambar

Tabel: I.1. Latar belakang Siswa Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam
Gambar 2.1.Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam wawancara
Gambar 3.2 Ilustrasi: Reduksi data, display data, dan conclusion/verifikasi                        dimodifikasi dari Sugiyono (2013: 338)

Referensi

Dokumen terkait

Seng dan magnesium merupakan salah satu jenis logam yang ditambahkan pada sampo sebagai zat aktif yaitu sebagai anti ketombe atau anti jamur, akan tetapi kadar seng dan

Saya adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta bermaksud mengadakan penelitian

Selanjutnya sebelum membuat gulungan kumparan terlebih dahulu dibuat rancangan sesuai kondisi motor yang telah dibongkar sehingga akan diperoleh kebutuhan material,

Hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan tidak adanya hubungan antara persepsi terhadap pengembangan karir dengan kemampuan berempati pada perawat ditolak, sehingga

Sayangnya, pembahasan tentang harf jar ْْنِم jarang memberikan contoh-contoh kalimat yang memungkinkan diartikan selain dari kata “dari atau daripada”, sehingga

Untuk analisa laporan keuangan penulis membatasi pada kelima indikator yaitu Profit Margin (PM), Assets Utilyzation (AU), Return on Assets (ROA), Equity Multiplier (EM), dan Return

konsumen adalah merek yang paling mungkin dibeli, ciri produk dan.