EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA LAHAN KELOMPOK TANI KARYA
SUBUR DI DESA PESAWARAN
INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
IDA RIZKAYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA LAHAN KELMPOK TANI KARYA
SUBUR DI DESA PESAWARAN
INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
IDA RIZKAYANTI
Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia.
Kebutuhan akan beras terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk,
namun fakta sebaliknya adalah laju konversi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian terus
meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Evalusasi lahan mutlak diperlukan sebagai landasan
untuk melakukan tindakan intensifikasi dengan tepat. Evaluasi lahan merupakan suatu proses
dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil
evaluasi lahan akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan
tujuan dan keperluan terhadap lahan tersebut, yang merupakan dasar bagi pengambil
keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang diperlukan. Oleh
karena itu, evalluasi lahan mencakup pertimbangan sosial, ekonomi dan faktor lingkungan.
Untuk mendapatkan data sebagai dasar intersifikasi sawah tadah hujan maka dilakukan
penelitian evaluasi lahan di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten
Pesawaran. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan menggunakan kriteria biofisik menurut
kelayakan finansial budidaya tanaman padi sawah yang dilakukan dengan menghitung nilai
NPV, Net B/C Ratio, dan IRR. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif dengan cara menghitung tingkat kelayakan finansial
pada pertanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) Kelompok Tani Karya Subur
di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode survei dan pendekatan evaluasi lahan secara
paralel, yaitu melakukan analisis fisik lingkungan dan analisis ekonomi secara paralel.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lahan penelitian
milik Kelompok Tani Karya Subur di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin
Kabupaten Pesawaran memiliki kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor
pembatas curah hujan dan C organik (S2 wanr). Secara finansial, usaha budidaya tanaman
padi sawah tadah hujan Kelompok Tani Karya Subur di Desa Pesawaran Indah Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal
ini dibuktikan dari hasil hitungan yang menunjukkan bahwa nilai NPV
Rp 26.624.204,- Net B/C 2,43 dan IRR 30,85 % yang nilainya lebih besar dari suku bunga
yang digunakan yaitu 15 % tahun-1.
DAFTAR ISI
2.1.2Syarat-Syarat Tumbuh ... 11
2.1.3Fase-Fase Pertumbuhan ... 12
2.1.4 Teknik Budidaya Padi Tadah Hujan ... 15
2.2 Tanah dan Konsep Lahan ... 18
2.3Evaluasi Lahan ... 19
2.3.1 Karateristik dan Kualitas Lahan ... 21
2.3.2 Klasifiksasi Kesesuaian Lahan ... 22
2.4. Analisis finansial ... 32
2.4.1Net Present Value (NPV) ... 32
2.4.2Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C) ... 33
2.4.3Internal Rate of Return (IRR) ... 33
III. BAHAN DAN METODE
3.4.2PengumpulanData ... 36
3.4.3 Analisis tanah di laboratorium ... 39
3.3.4.1Analisis kualitatif ... 40
3.3.4.2Analisis kuantitatif ... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2.1. Kesesuaian Lahan Kualitatif ... 55
4.2.2. Kesesuaian Lahan Kuantitatif ... 59
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 62
5.2. Saran ... 62
PUSTAKA ACUAN ... 64
DAFTAR TABEL
Kesesuaian Lahan Aktual tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) DesaPesawaran Indah menurut kriteria
Djaenuddin dkk. (2000) ... 49 6. Nilai rata-rata kelayakam finansial responden pada kelompok
TaniKarya Subur di Desa Pesawaran Indah Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran selama 4 musim tanam
(2009-2011) ... 51
tan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah
Tadah Hujan (Oryza sativa L.) Desa Pesawaran Indah Menurut
kriteria Dzaenuddin dkk. (2000) ... 72 12. Deskripsi profil tanah pada lokasi profil borring
titik pertama lahan penelitian ... 73 13. Deskripsi profil tanah pada lokasi profil borring
titik ketiga lahan penelitian ... 74
15. Deskripsi profil tanah pada lokasi lahan profil borring titik keempat lahan penelitian ... 74
16... Deskrip si profil tanah pada lokasi lahan profil borring titik kelima lahan penelitian ... 75
17. Deskripsi profil tanah pada lokasi lahan profil borring titik keenam lahan penelitian ... 75
18. Deskripsi profil tanah pada lokasi lahan profil borring titik ketujuh lahan penelitian ... 76
19. Deskripsi profil tanah pada lokasi lahan profil borring titik kedelapan lahan penelitian ... 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Lampiran
1. PetaLokasiPenelitian ... 103
2. TitikPengambilanSampel ... 104
3. ProfilBorring ... 105
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk
Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di
Indonesia maupun negara lain penghasil padi terjadi setelah tahun 1960 dengan
lahirnya revolusi hijau (Purnamawati, 2009). Sebagian besar tanaman pangan
yang ditanam di Indonesia adalah padi, daerah lumbung padi di Indonesia
sebagian besar adalah di pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Walaupun sebagian besar
beras diimpor dari negara lain, namun ketiga pulau inilah yang menyumbang
konsumsi beras nasional.
Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.
Negara produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari total
produksi dunia), India (20%) dan Indonesia (9%). Produksi padi tahun 2009
mencapai 64,33 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan produksi
pada 2008, terjadi peningkatan sebanyak 4,00 juta ton atau 6,64 %. Produksi padi
di Provinsi Lampung tahun 2010 yaitu sebesar 2,81 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), meningkat 134 ribu ton dibandingkan produksi padi tahun 2009.
Peningkatan produksi padi tahun 2010 disebabkan adanya kenaikan luas panen
sebesar 20,19 ribu ha dan kenaikan produktivitas sebesar 0,67 kw ha-1 (BPS,
2
Kebutuhan pangan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang terus bertambah sehingga, untuk mencukupi kebutuhan tersebut
sektor pertanian harus dapat meningkatkan produksinya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri. Upaya peningkatkan
produksi padi dihadapkan kepada berbagai kendala dan masalah, salah satunya
penurunan produktivitas lahan, sehingga kegiatan evaluasi lahan sangat
dianjurkan dalam rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya
perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau
usahatani. Kegiatan evaluasi lahan ini mensuplai petani dengan informasi secara
tepat dan akurat tentang apa yang seharusnya dikerjakan, dan perbaikan apa saja
yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya agar produktivitas lahan menjadi
meningkat.
Untuk mencapai produksi yang optimal, tanaman padi (Oryza sativa L.)
seharusnya ditanam pada lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman
tersebut. Tujuan yang dimaksud memberikan informasi kesesuaian lahan untuk
komoditas padi (Oryza sativa L.) baik aktual maupun potensial.
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan pada semua sektor
pembangunan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin
meningkat pula kebutuhan akan lahan, sedangkan jumlah lahan sendiri tidak
bertambah. Terjadinya alih fungsi lahan (konversi lahan) dari sektor pertanian ke
non pertanian merupakan salah satu penyebab berkurangnya lahan pertanian,
sedangkan lahan pertanian yang terus- menerus digunakan akan berkurang
3
menurun, karena itu diperlukan teknologi yang tepat untuk mengoptimalkan
penggunaan sumber daya lahan secara berkelanjutan.
Pelaksanaan evaluasi lahan pada dasarnya mengarah pada rekomendasi
penggunaan lahan dengan mempertimbangkan semua aspek yang menjadi
pembatas dalam penggunaan lahan yang ditetapkan, agar lahan dapat berproduksi
secara optimal dan lestari (Mahi, 2001). Dengan evaluasi lahan, potensi lahan
dapat dinilai dengan tingkat pengelolaan yang dilakukan.
Hasil evaluasi lahan menggambarkan kesesuaian lahan untuk berbagai keperluan
dan sekaligus dapat diketahui hambatan dan kebutuhan biaya dalam pemanfaatan
sumber daya lahan tersebut, sehingga berapa besar keuntungan dan bahkan
kemungkinan kerugian yang didapat, baik secara fisik maupun secara finansial
akan diketahui melalui evaluasi lahan tersebut (Mahi, 2005).
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran (2012), luas sawah tadah
hujan di Kabupaten Pesawaran adalah 34.666 ha, sedangkan di Kecamatan
Padang Cermin luas sawah tadah hujannya adalah 3.476 ha. Lahan yang diteliti
seluas 8 ha di Desa Pesawaran Indah. Tanaman padi sawah tadah hujan pada
daerah tempat penelitian hanya ditanam secara menetap yaitu, lahan tersebut
khusus ditanam padi tadah hujan jenis Varietas non hibrida yaitu Ciherang.
Alasan para petani menggunakan padi Ciherang dikarenakan jenis padi ciherang
lebih tahan terhadap hama wereng.
Selain itu, pada Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang cermin Kabupaten
4
maka berdasarkan hal tersebut di atas penelitian ini perlu dilakukan agar dapat
dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan secara kuntitatif (ekonomi) dan
hasilnya cukup menguntungkan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai kesesuaian lahan kualitatif tanaman padi sawah tadah hujan
(Oryza sativa L.) Kelompok Tani Karya Subur di Desa Pesawaran Indah
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, berdasarkam kriteria
Djaenuddin dkk., (2000).
2. Menilai kesesuaian lahan kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan
finansial budidaya tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) pada
lahan Kelompok Tani Karya Subur di Desa Pesawaran Indah Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.
1.3 Kerangka Pemikiran
Perlunya penelitian ini dilakukan pada Desa Pesawaran Indah, karena di desa
tersebut belum pernah dilakukannya evaluasi lahan khususnya tanaman padi,
apabila penelitian evaluasi ini dilakukan pada desa tersebut maka dapat diketahui
kekurangan yang ada pada lahan penelitian, sehingga kita dapat memberikan
masukan yang tepat dan memaksimalkan potensi pada lahan tersebut. Kriteria
pencocokan lahan dapat dilihat dari persyaratan klasifikasi kesesuaian lahan pada
tanaman padi tadah hujan diantaranya dilihat dari data temperatur, ketersediaan
5
penelitian C organik (< 0,8%) dan pH (5,0-6,0) menjadi faktor pembatas (Profil
Desa Pesawaran, 2008). Apabila faktor pembatas telah diketahui maka dapat
dilakukan evaluasi kesesuaian lahan pada tanaman padi.
Menurut Djaenuddin dkk. (2003), evaluasi lahan adalah suatu proses dalam
menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu.
Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan
sesuai dengan tujuan dan keperluan terhadap lahan tersebut. Kualitas lahan
adalah sifat-sifat pengenal yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap
kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaian lahan
bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas lebih dari satu karateristik
lahan (land characteristics).
Kualitas lahan ada yang dapat diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan berdasarkan karateristik lahan (Balai Tanah dan World
Agroforestry Centre, 2007). Hasil evaluasi lahan merupakan dasar bagi penganbil
keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang
diperlukan. Evaluasi lahan mencakup pertimbangan sosial, ekonomi, dan faktor
lingkungan. Banyak contoh mengenai kegagalan usaha penggunaan lahan, karena
kegagalan dalam memperhatikan hubungan antara potensi lahan dengan
penggunaaan yang dipilih. Evaluasi lahan berfungsi untuk meniadakan hal
tersebut dan mengenalkan perencanaan dengan membandingkan berbagai
6
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini(kesesuaian
lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
Banyak contoh terjadi kegagalan usaha penggunaan lahan karena tidak adanya
perhatian mengenai potensi lahan dan lahan yang digunakan. Dengan adanya
evaluasi kesesuaian lahan akan meniadakan hal-hal tersebutdan mengenalkan
perencanaan dengan membandingkan berbagai alternatif penggunaan lahan yang
diharapkan (Djaenuddin dkk., 2000).
Tanaman padi tadah hujan syarat pertumbuhannya tidak jauh berbeda dengan
padi sawah pada umumnya. Tanaman padi tadah hujan dapat tumbuh dan
produksi optimal pada daerah dataran tinggi maupun rendah. Tumbuh di daerah
tropis/subtropis pada 45o LU sampai 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban
tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200
mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau
hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air selalu tersedia. Pada
musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena
penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian
0-650 m dpl dengan temperatur 22-27 oC sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m
dpl dengan temperature 19-23 oC (Soemarjono, 1990). Tanah yang cocok untuk
tanaman padi mulai dari berliat, berdebu halus, berlempung, halus sampai kasar.
Keasaman tanah mulai dari 4 -8 (Bappenas, 2000)
Lahan yang termasuk kedalam kelas S1 (sangat sesuai) untuk tanaman padi
7
kelembaban udara 33 -39%, media perakaran agak terhambat, drainase agak
baik, tekstur tanah halus/agak halus, kemasaman tanah 5,5 – 8,2, kedalaman
tanah >59 cm, KTK liat lebih dari 16 cmol kg-1, kejenuhan basa 35 – 50%, serta
kandungan C-organik 0,8 – 1,5 (Djaenuddin dkk., 2000).
Berdasarkan pengamatan profil Desa Pesawaran, didapatkan keterangan bahwa
pH tanah di Desa Pesawaran berkisar 5,0 – 6,0, ketinggian tempat 140,5 mdpl,
dengan kemiringan 5%, tingkat kesuburan tanah dari sedang sampai baik, dan tipe
iklim pada Desa Pesawaran memiliki tipe iklim basah dengan curah hujan
2000-2500 mm/tahun (Profil Desa Pesawaran, 2008).
Tanaman padi yang dibudidayakan oleh kelompok tani di Desa Pesawaran Indah
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten adalah Varietas non-hibrida yaitu
Ciherang. Berdasarkan hasil wawancara, Bapak Sarmin mengemukakan bahwa
alasan petani menggunakan Varietas Ciherang karena varietas tersebut tahan
terhadap hama wereng. Selanjutnya dikemukakan bahwa petani menghasilkan
panen gabah kering 5 ton ha-1 dan pendapatan Rp 8.000.000,- musim-1 dengan
biaya produksi Rp 3.500.000 ha-1 musim-1.
Penilaian kesesuaian lahan yang dilakukan menggunakan kriteria biofisik yang
disusun oleh Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan penilaian kelayakan
finansial budidaya tanaman padi dilakukan dengan menghitung nilai NPV, Net
8
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kondisi yang ada di daerah penelitian seperti yang dikemukakan
dalam kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:
1. Kelas kesesuaian lahan tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.)
Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran
cukup sesuai dengan faktor pembatas curah hujan dan C organik (S2 wanr).
2. Usaha budidaya tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.)
Kelompok Tani Karya Subur Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang
Cermin Kabupaten Pesawaran secara finansial menguntungkan dan layak
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim dengan morfologi
berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami. Daunnya memanjang dengan
ruas searah batang daun. Pada batang utama dan anakan membentuk rumpun
pada fase vegetatif dan membentuk malai pada fase generatif.
Air dibutuhkan tanaman padi untuk pembentukan karbohidrat di daun, menjaga
hidrasi protoplasma, pengangkutan dan mentranslokasikan makanan serta unsur
hara dan mineral. Air sangat dibutuhkan untuk perkecambahan biji. Pengisapan
air merupakan kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan di dalam
biji (Kartasapoetra, 1988). Diskripsi tanaman padi Varietas Ciherang dapat dilihat
pada Tabel 10 lampiran.
2.1.1 Botani dan Morfolog
Botani tanaman padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Keluarga : Graminae (Poaceae)
Genus : Oryza Linn
10
Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim dengan
morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami. Daunnya
memanjang dengan ruas searah batang daun. Pada batang utama dan anakan
membentuk rumpun pada fase generative dan membentuk malai. Akarnya serabut
yang terletak pada kedalaman 20-30 cm. Malai padi terdiri dari sekumpulan bunga
padi yang timbul dari buku paling atas. Bunga padi terdiri dari tangkai bunga,
kelopak bunga lemma (gabah padi yang besar), palae (gabah padi yang kecil,
putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu (awu) pada ujung lemma.
Padi dapat dibedakan menjadi padi sawah dan padi gogo. Padi sawah biasanya
ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan penggenangan, sedangkan
padi gogo ditanam di dataran tinggi pada lahan kering. Tidak terdapat perbedaan
morfologis dan biologis antara padi sawah dan padi gogo, yang membedakan
hanyalah tempat tumbuhnya.
Akar tanaman padi berfungsi menyerap air dan zat – zat makanan dari dalam
tanah terdiri dari:1) Akar tunggang yaitu akar yang tumbuh pada saat benih
berkecambah, 2) Akar serabut yaitu akar yang tumbuh dari akar tunggang setelah
tanaman berumur 5 – 6 hari.
Ciri khas daun tanaman padi yaitu adanya sisik dan telinga daun, hal ini yang
menyebabkan daun tanaman padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain.
Adapun bagian daun padi yaitu: 1) Helaian daun terletak pada batang padi, bentuk
memanjang seperti pita, 2) Pelepah daun menyelubungi batang yang berfungsi
memberi dukungan pada ruas bagian jaringan, 3) Lidah daun terletak pada
11
Perkecambahan adalah munculnya tunas (tanaman kecil dari biji). Embrio yang
merupakan calon individu baru terdapat di dalam benih. Jika suatu benih tanaman ditempatkan pada lingkungan yang menunjang dan memadai, benih tersebut akan
berkecambah. Perkecambahan benih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Perkecambahan epigeal adalah ruas batang di bawah daun lembaga atau hipokotil
sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat ke atas tanah,
misalnya pada kacang hijau (Phaseoulus radiatus), sedangkan perkecambahan
hipogeal adalah ruas batang teratas (epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik
ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di bawah tanah, misalnya pada tanaman padi
(Oryza sativa L.) (Pratiwi, 2006).
2.1.2 Syarat – Syarat Tumbuh
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau
lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki
tahun-1 sekitar 1500–2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi
adalahn 23 °C dan tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara
0–1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah
sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan
tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh
dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan
12
Faktor yang menentukan jarak tanam pada tanaman padi sawah tadah hujan
tergantung pada:
a) Jenis tanaman
Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan. Jumlah anakan yang
banyak memerlukan jarak tanam yang lebih besar, sebaliknya jenis padi yang
memiliki jumlah anakan sedikit memerlukan jarak tanam yang lebih sempit.
b) Kesuburan tanah
Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan mempengaruhi penentuan jarak
tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah yang subur
lebih baik dari pada perkembangan akar / tanaman pada tanah yang kurang subur.
Jarak tanam yang dibutuhkan pada tanah yang suburpun akan lebih lebar dari pada
jarak tanam padah tanah yang kurang subur.
Air yang diberikan dalam jumlah cukup sebenarnya bermanfaat juga untuk
mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang
padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi
serangan hama (Siregar dan Hadrian, 1987).
2.1.3 Fase – Fase Pertumbuhan
Tiga fase pertumbuhan tanaman padi berdasarkan literatur (Arafah, 2009),
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai);
2. Reproduktif (pembentukan malai sampai pembungaan); dan
13
Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yakni organ vegetatif
dan organ generatif (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang
dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah dan bunga.
Dari sejak berkecambah sampai panen, tanaman padi memerlukan 3-6 bulan, yang
seluruhnya terdiri dari dua stadia pertumbuhan, yakni vegetatif dan generatif. Fase
reproduktif selanjutnya terdiri dari dua, pra berbunga dan pasca berbunga, periode
pasca-berbunga disebut juga sebagai periode pemasakan. Yoshida membagi
pertumbuhan padi menjadi 3 bagian yakni fase vegetatif, reproduktif, dan
pemasakan. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai
berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai: fase reproduktif dimulai
dari inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading) dan pemasakan dimulai
dari berbunga sampai masak panen. Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang
ditanam di daerah tropik, maka vase vegetatif memerlukan 60 hari, fase
reproduktif 30 hari, dan fase pemasakan 30 hari.
Stadia reproduktif ditandai dengan memanjangnya ruas teratas pada batang, yang
sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Di samping itu, stadia
reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun
bendera, bunting dan pembungaan (heading). Inisiasi primordia malai bisaanya
dimulai 30 hari sebelum heading. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan
memanjangnya ruas-ruas yang terus berlanjut sampai berbunga. Stadia reproduktif
disebut juga stadia pemanjangan ruas-ruas. Pembungaan (heading) adalah stadia
keluarnya malai, sedangkan antesis segera mulai setelah heading. Maka, heading
diartikan sama dengan antesis ditinjau dari segi hari kalender. Dalam suatu
14
karena terdapat pebedaan laju perkembangan antar tanaman maupun antar anakan.
Apabila 50% bunga telah keluar maka pertanaman tersebut dianggap dalam fase
pembungaan.
Antesis telah mulai bila benang sari bunga yang paling ujung pada tiap cabang
malai telah tampak keluar. Pada umunnya antesis berlangsung antara jam 08.00 –
13.00 dan persarian (pembuahan) akan selesai dalam 5-6 jam setelah antesis.
Dalam suatu malai, semua bunga memerlukan 7-10 hari untuk antesis, tetapi pada
umumnya hanya 7 hari. Antesis terjadi 25 hari setelah bunting.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat diperkirakan bahwa berbagai komponen
pertumbuhan dan hasil telah mencapai maksimal sebelum bunganya sendiri keluar
dari pelepah daun bendera. Jumlah malai pada tiap satuan luas tidak bertambah
lagi 10 hari setelah anakan maksimal, jumlah gabah pada tiap malai telah
ditentukan selama periode 32 sampai 5 hari sebelum heading. Sementara itu,
ukuran sekam hanya dapat dipengaruhi oleh radiasi selama 2 minggu sebelum
antesis. Periode pemasakan bulir terdiri dari 4 stadia masak dalam proses
pemasakan bulir (Arafah, 2009).
1. Stadia masak susu
Tanda-tandanya : tanaman padi masih berwarna hijau, tetapi malai-malainya
sudah terkulai: ruas batang bawah kelihatan kuning: gabah bila dipijit dengan
kuku keluar cairan seperti susu.
2. Stadia masak kuning
15
hanya buku-buku sebelah atas yang masih hijau: isi gabah sudah keras, tetapi
mudah pecah dengan kuku.
3. Stadia masak penuh
Tanda-tandanya : buku-buku sebelah atas berwarna kuning, sedang batang-batang
mulai kering: isi gabah sukar dipecahkan: pada varietas-varietas yang mudah
rontok, stadia ini belum terjadi kerontokan.
4. Stadia masak mati
Tanda-tandanya : isi gabah keras dan kering: varietas yang mudah rontok pada
stadia ini sudah mulai rontok. Stadia masak mati terjadi setelah ± 6 hari setelah
masak penuh.
2.1.4 Teknik Budidaya Padi Tadah Hujan
Teknik bercocok tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sawah tadah
hujan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan.
Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman
itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus
dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari
serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi (Arafah,
2010).
a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah keadaan tanah yang akan
digunakan dengan alat tertentu sehingga memperoleh susunan tanah (struktur
16
tadah hujan diantaranya dengan pembersihan, pencangkulan, pembajakan dan
penggaruan.
b. Persemaian
Persemaian untuk satu hektar padi sawah diperlukan 25-40 kg benih
tergantung pada jenis padinya. Lahan persemaian dipersiapkan 50 hari
sebelum semai. Luas persemaian kira-kira 1/20 dari areal sawah yang akan
ditanami. Lahan persemaian dibajak dan digaru kemudian dibuat bedengan
sepanjang 500-600 cm, lebar 120 cm dan tinggi 20 cm. Sebelum penyemaian,
taburi pupuk urea dan SP-36 masing-masing 10 g m-2. Benih disemai dengan
kerapatan 75 g m-2.
Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi tadah hujan.
Pembuatan persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya,
sebab benih di persemaian akan menentukan pertumbuhan padi tadah hujan,
oleh karena itu persemaian harus benar-benar mendapat perhatian, agar
harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai
(Arafah, 2010).
c. Jarak Tanam
Jarak tanam pada padi tadah hujan varietas unggul memerlukan jarak tanam
20 x 20 cm dan pada musim kemarau 25 x 25 cm.
d. Penyiapan bibit
Bibit dipersemaian yang telah berumur 17 – 25 hari (tergantung jenis
padinnya, genjah / dalam) dapat segera dipindahkan kelahan yang telah
17
e. Penanaman
Bibit ditanam dalam larikan dengan jarak tanam 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, 22
x 22 cm atau 30 x 20 cm tergantung pada varitas padi, kesuburan tanah dan
musim. Padi dengan jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam
yang lebih lebar. Pada tanah subur jarak tanam lebih lebar. Jarak tanam di
daerah pegunungan lebih rapat karena bibit tumbuh lebih lambat. 2-3 batang
bibit ditanam pada kedalaman 3-4 cm.
f. Pemeliharaan
Pemeliharaan pada tanaman padi tadah hujan meliputi penyulaman,
penyiangan, pengairan dan pemupukan.
g. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan makanan yang berperan
sangat penting bagi tanaman baik dalam proses pertumbuhan / produksi,
pupuk yang sering digunakan oleh petani adalah pupuk alam (organik), pupuk
buatan (anorganik).
h. Panen
Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah kemungkinan
mendapatkan gabah berkualitas rendah yang masih banyak mengandung butir
hijau dan butir kapur. Padi siap panen 95 % butir sudah menguning (33-36
hari setelah berbunga), bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah
18
Lahan sawah tadah hujan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) pengairan
tergantung pada turunnya air hujan; 2) kandungan unsur hara rendah maka tingkat
kesuburan tanah juga rendah; 3) bahan organik relative rendah dan sulit
dipertahankan dalam jangka panjang; 4) produktivitas rendah (3,0 - 3,5 ton -1
hektar) (Arafah, 2009).
2.2 Tanah dan Konsep Lahan
Menurut Arsyad (2010), tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri
atas komponen-komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifat dan prilaku
yang dinamik. Benda alami ini terbentuk dari hasil kerja interaksi antara iklim (i)
dan jasad renik hidup (o) terhadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh
relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w). Dimana T adalah tanah yang dapat
digambarkan dalam hubungan fungsi sebagai berikut :
T = ∫ ( i, o, b, r, w) (Arsyad, 2010)
Masing-masing peubah adalah faktor-faktor pembentuk tanah tersebut di atas.
Tanah merupakan tempat bagi pertumbuhan tanaman, sebaliknya tanaman
berperan penting dalam pembentukan tanah.
Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer
bagi yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis
(Mahi, 2001). Lahan merupakan bagian dari bentang alam (Landscape) yang
mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi,
dan bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian
19
fauna, dan manusia baik dimasa lalu maupun sekarang. Sebagai contoh aktivitas
dalam penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan rawa dan pasang surut atau
tindakan konservasi lahan pertanian, akan memberi karakteristik lahan yang
spesifik (Djaenuddin, dkk. 2000).
Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk intervensi (campur tangan) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materi maupun
spiritual (Arsyad, 1989). Penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi penggunaan
lahan umum dan khusus atau tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan secara
umum meliputi pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput
pengembalaan, kehutanan, daerah rekreasi dan sebagainya, sedangkan tipe
penggunaan lahan adalah penggunaan lahan yang lebih detil dengan
memper-timbangkan sekumpulan rincian teknis yang didasarkan pada keadaan fisik dan
sosial dari satu jenis tanaman atau lebih (Mahi, 2001).
2.3 Evaluasi Lahan
Evaluasi Lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi
sumber daya lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun
untuk non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu
pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat
fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng,
topografi/relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta
singkapan batuan (rock outcrop), hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan
20
Untuk menentukan tipe penggunaan yang sesuai pada suatu wilayah, diperlukan
evaluasi kesesuaian lahan secara menyeluruh dan terpadu (intergrated), karena
masing-masing faktor akan saling mempengaruhi baik faktor fisik, sosial
ekonomi, maupun lingkungan. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari
suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi
memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial
dikembangkan untuk komoditas tersebut. Hal ini mempunyai pengertian bahwa
jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan tertentu dengan
memper-timbangkan berbagai asumsi mencakup masukan (input) yang diperlukan akan
mampu memberikan hasil (output) sesuai dengan yang diharapkan (Djaenuddin
dkk., 2000).
Hasil evaluasi lahan dapat dikemukan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif,
maka dikenal tipe evaluasi lahan kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi kualitatif
adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai macam penggunaan yang
digambarkan dalam bentuk kualitaif, seperti sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal,
dan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.
Evaluasi kuantitatif dapat dilakukan sebagai evaluasi kuantitaif secara fisik dan
kuantitatif secara ekonomi. Evaluasi kuantitatif secara fisik adalah evaluasi yang
melakukan penilaian kuantitatif terhadap produksi atau keuntungan lain yang
di-harapkan, misalnya produksi tanaman, daging sapi, laju pertumbuhan kayu,
kapasitas rekreasi dan sebagainya. Untuk mendapatkan produksi tersebut tentunya
memerlukan input yang juga dalam bentuk kuantitatif, misalnya ton pupuk, hari
21
sebagai dasar utama. Evaluasi kuantitatif secara fisik seringkali digunakan
sebagai dasar evaluasi ekonomi yang sangat tepat untuk evaluasi tujuan khusus,
seperti pendugaan laju pertumbuhan pada berbagai spesies kayu yang berbeda.
Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya diberikan
dalam bentuk keuntungan atau kerugian masing-masing macam penggunaan
lahan. Secara umum, evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada
data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi.
Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk
produksi yang berbeda. Hal ini memungkinkan karena dapat menggunakan satu
harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang
dibanding-kan (Mahi, 2005).
2.3.1 Karakteristik dan Kualitas Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Setiap
karakterisitik lahan dirinci dan diuraikan mencakup keadaan fisik lingkungan dan
tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi
lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi
mempunyai interaksi satu sama lainnya, karenanya dalam interpretasi perlu
mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan penggunaannya dalam
22
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribut yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan ( performance)
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics ). Kualitas
lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi
pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).
Kualitas lahan dapat pula digambarkan sebagai faktor positif dan faktor negatif
(Mahi, 2001) kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap
penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan
positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya
kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan
(merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor
penghambat atau pembatas.
2.3.2 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan macam penggunaan lahan pada tipe lahan
tertentu (Mahi, 2004). Kesesuaian lahan secara umum terbagi atas kesesuaian
lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual masih dapat
menerima perbaikan kecil pada sumber daya lahan sebagai bagian spesifikasi tipe
penggunaan lahan. Sedangkan kesesuaian lahan potensial mengacu pada nilai
lahan di masa datang apabila melakukan perbaikkan lahan skala besar. Menurut
23
Ordo : adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo
kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S = Suitable) dan
lahan yang tidak sesuai (N = Not Suitable).
Kelas : adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi : (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail
(skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S)
dibedakan kedalam tiga kelas, yaitu : lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2),
dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N)
tidak dibedakan kedalam kelas-kelas. (2) untuk pemetaan tingkat tinjau (skala
1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas kelas sesuai (S), sesuai
bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
a) Sangat sesuai (S1)
Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak
akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
b) Cukup sesuai (S2)
Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh
terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas
24
c) Sesuai marginal (S3)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan
sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan
yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor
pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau
campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
d) Tidak Sesuai (N)
Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat atau sulit
diatasi.
Sub Kelas : adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi
faktor pembatas terberat.
Unit : adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan dalam pengelolaannya. Dalam praktek evaluasi
lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000) deskripsi karakteristik lahan yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai
berikut :
1. Temperatur (tc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan temperatur adalah suhu tahunan
25
Apabila data ini tidak ada, maka dapat diduga berdasarkan ketinggian di atas
permukaan laut sebagai berikut :
26,3oC – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC)
Suhu berpengaruh terdahap aktivitas mikroorganisme dalam tanah,
fotosintesis tanaman, respirasi, pembungaan, dan perkembangan buah.
2. Ketersediaan Air (wa)
Merupakan pengukuran curah hujan rata-rata yang diambil dari daerah
penelitian dan penentuan bulan kering berdasarkan curah hujan bulanan setiap
tahunnya. Pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada air tersedia dalam
tanah. Air dibutuhkan tanamanan untuk membuat karbohidrat di daun,
menjaga hidrasi protoplasma, mengangkut makanan dan unsur mineral, dan
mempengaruhi serapan unsur hara oleh akar tanaman (Nyakpa dkk, 1986).
3. Media Perakaran (r)
Karakteristik lahan yang manggambarkan media perakaran adalah drainase,
tekstur, kedalaman tanah.
(a) Drainase yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah
terhadap aerasi udara dalam tanah, dibedakan sebagai berikut :
a. Cepat (excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau
karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).
b. Agak cepat (somewhat excessively drained). Tanah mempunyai
26
yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa
bercak atau karatan besi atau aluminium serta warna gley (reduksi).
c. Baik (well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang
dan daya menahan sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah dekat
permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm.
d. Agak baik/sedang (moderately well drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan
rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan sampai > 50 cm.
e. Agak terhambat (somewhat poorly drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai
sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau
karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan
sampai > 25 cm.
f. Terhambat (poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah
basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi)
dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai
27
g. Sangat terhambat (very poorly drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah,
tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama
sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan
permukaan.
(b) Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan
ukuran < 2mm, yaitu pasir, debu, dan liat. Tekstur dibagi menjadi:
a. Halus : liat berpasir, liat, liat berdebu.
b. Agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu
c. Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung
berdebu, debu
d. Agak kasar : lempung berpasir kasar, lempung berpasir,
lempung berpasir halus
e. Kasar : pasir, pasir berlempung
f. Sangat halus : liat
Tekstur tanah mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air (Rayes,
2006), tanah bertekstur agak halus seperti lempung liat berpasir mempunyai
drainase agak buruk yang biasanya tanah memiliki daya pegang atau daya simpan
air yang cukup tinggi dimana air lebih tidak segera keluar akan tetapi akan tetap
menjenuhi tanah pada daerah perakaran dalam jangka waktu yang lama, hal ini
ditunjukkan hanya pada lapisan tanah atas saja yang mempunyai aerasi yang baik
dengan tidak adanya bercak - bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat.
Tanah pasir dan lempung berpasir mengandung sedikit liat koloid, kemungkinan
miskin bahan organik (humus), sehingga nilai KTK- nya rendah, sebaliknya tanah
28
nilai KTK yang tinggi (Tan, 1992). Pada tanah - tanah yang bertekstur halus
biasanya kegiatan jasad renik dalam perombakan bahan organik akan mengalami
kesulitan dikarenakan tanah – tanah yang bertekstur demikian berkemampuan
menimbun bahan – bahan organik lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi –
kisi mineral, dan dalam keadaan terjerap pada kisi – kisi mineral tersebut jasd
renik akan sulit merombak (Mulyani dkk., 2007).
(c) Bahan kasar
Bahan kasar dengan ukuran >2mm, yang menyatakan volume dalam %,
merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil,
kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan :
sedikit < 15%
sedang 15% – 35%
banyak 35% - 65%
sangat banyak > 60%
(d) Kedalaman tanah
Kedalaman tanah, menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat
dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang dievaluasi dan
dibedakan menjadi :
Retansi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur - unsur hara
atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi
29
akan dilepaskan dan dapat diserap oleh tanaman. Retensi hara di dalam tanah
dipengaruhi oleh KTK, KB, pH dan C-organik.
(a) Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation atau Cation Exchangable Cappacity (CEC)
merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation
exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah me-1 kation dalam 100 g tanah atau me kation
100 g tanah-1.
(b) Kejenuhan basa
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan
dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan
basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati
100% tanah bersifal alkalis.
(c) pH tanah
Pada umumnya reaksi tanah baik tanah gambut maupun tanah mineral
menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan
nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di
dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, makin masam tanah
tersebut.
(d) C – organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini
30
maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan
berdasarkan jumlah C-organik.
5. Bahaya Erosi (eh)
Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya adalah erosi tingkat erosi
yang dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara
memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion) erosi alur
(reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk
memprediksi tingkat erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan
memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun
dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya
horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif
mengandung bahan organik yang cukup banyak. Tingkat bahaya erosi dibagi
berdasarkan pada jumlah tanah permukaan yang hilang (cm th-1), yaitu
Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yg hilang (cm th-1)
Sangat ringan (sr) < 0,15
Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya banjir adalah kombinasi
pengaruh kedalaman banjir (x) dan lamanya banjir (y). Kedua data tersebut
dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan.
Kedalaman banjir dibagi menjadi :
Kedalaman banjir Lamanya banjir
1. < 25 cm 1. < 1 bulan
31
3. 50 - 150 cm 3. 3 – 6 bulan
4. > 150 cm 4. > 6 bulan
Bahaya banjir diberi simbol Fx,y (dimana x adalah simbol kedalaman banjir
dan y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir dibedakan menjadi :
Simbol Kelas bahaya banjir (F) Kombinasi lamanya dan kedalaman
banjir (Fx,y)
Karakteristik lahan yang menggambarkan terain (penyiapan lahan) adalah
volume batuan lepas (stone) dan singkapan batuan (rock outcrop). Batuan
lepas adalah batuan yang tersebar di permukaan tanah dan berdiameter lebih
dari 25 cm (bentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm
(berbentuk gepeng). Singkapan batuan adalah batuan yang terungkap di
permukaan tanah yang merupakan bagian batuan besar yang terbenam di
dalam tanah. Batuan lepas dikelompokkan sebagai berikut :
bo = < 0,01% luas areal (tidak ada),
b1 = 0,01 sampai 3% permukaan tanah tertutup (sedikit); pengolahan tanah
dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman.
b2 = 3 sampai 15% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah
mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang.
b3 = 15 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahantanah dan
32
b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekalai
tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.
Batuan tersingkap dikelompokkan sebagai berikut :
bo = < 2% permukaan tanah tertutup (tidak ada).
b1 = 2 sampai 10% permukaan tanah tertutup (sedikit); pengolahan tanah dan
penanamam agak terganggu.
b2 = 10 sampai 50% permukaan tanah tertutup (sedang); pengolahan tanah dan
penanaman terganggu.
b3 = 50 sampai 90% permukaan tanah tertutup (banyak); pengolahan tanah dan
penanaman sangat terganggu.
b4 = > 90% permukaan tanah tertutup (sangat banyak); tanah sama sekali
tidak dapat digarap.
2.4 Analisis Finansial
Dalam analisis finansial diperlukan kriteria kelayakan usaha, antara lain Net
Present Value (NPV), Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).
2.4.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) sering diterjemahkan sebagai nilai bersih, merupakan selisih antara manfaat dengan biaya pada discount rate tertentu. Jadi Net Present
Value (NPV) menunjukkan kelebihan manfaat dibanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam suatu proyek (usaha tani). Suatu proyek dikatakan layak
33
2.4.2 Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)
Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan jumlah NPV positif dengan NPV negatif yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat beneffit akan
diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jadi jika nilai NPV > 0, maka B/C > 1 dan
suatu proyek layak untuk diusahakan (Ibrahim, 2003).
2.4.3 Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama
artinya dengan discount rate) yang menunjukkan bahwa nilai bersih sekarang
(NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi usahatani atau dengan kata
lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV = 0 ). Internal
Rata of Return (IRR) dapat juga dikatakan sebagai nilai tingkat pengembalian
investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan
menerima/menolak dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR dengan tingkat
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman padi (Oryza sativa L.) Kelompok
Tani Karya Subur Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten
Pesawaran dengan areal pertanaman padi yang diteliti seluas 8 ha. Lokasi
penelitian berada pada titik koordinat 509426 – 509167 mT dan 9383986 –
9384002 mU. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah yang diambil
dari 6 titik yaitu 3 titik bagian atas dan 3 titik bagian bawah dengan kedalaman
pengambilan sampel tanah 0-30 cm dan 9 profil borring sampai kedalaman
120 cm , serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah.
Alat-alat yang digunakan antara lain :
1. Bor tanah : untuk pembuatan profil borring, pengambilan sampel tanah dan
deskripsi karakteristik tanah
2. Meteran : untuk mengukur kedalaman tanah
3. Kantong plastik : untuk tempat sampel tanah
4. Kamera digital : untuk mengambil gambar yang mendukung kelengkapan
35
5. Buku munsell soil colour chart : digunakan untuk mengamati dan mengetahui
karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah
6. Global Positioning System (GPS) : untuk mengukur titik koordinat lokasi
penelitian, titik pengambilan sampel tanah dan pengukuran lereng.
7. Alat-alat tulis : untuk mencatat data yang diperoleh langsung di lapangan,
dan alat-alat laboratorium untuk menganalisis tanah.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan pendekatan
evaluasi lahan secara paralel, yaitu melakukan evaluasi kesesuaian lahan
berdasarkan faktor fisik lingkungan (kualitatif) dan faktor ekonomi (kuantitatif)
secara paralel (bersamaan). Persyaratan klasifikasi kesesuaian lahan tanaman padi
(Oryza sativa L.) menrut Djaenuddin, dkk. (2000) tertera pada tabel 11, dan
analisis kelayakan usaha budidaya tanaman padi dengan menilai Net Present
Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Pelaksanaan survei dilakukan bertahap yaitu: tahap persiapan, pengambilan data,
analisis tanah di laboratorium dan analisis data.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap persiapan adalah studi pustaka tentang keadaan umum lokasi
penelitian agar didapatkan gambaran secara umum tentang daerah penelitian,
seperti data iklim, bahan induk, dan laporan hasil penelitian lahan setempat. Peta
36
3.4.2 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :
(1) Data Primer
Data primer yang dikumpulkan terdiri dua jenis, yaitu data fisik dan data
ekonomi.
(a) Data Fisik
Pengumpulan data fisik primer dilakukan dengan cara pengambilan contoh
tanah di kedalaman 0-30 cm pada setiap titik, pembuatan profil borring
sampai kedalaman 120 cm pada 9 titik, dan pengamatan langsung di lapang.
Berdasarkan analisis pra survei ditentukan 9 titik bor dengan metode
proposional untuk pengambilan contoh tanah. Metode penentuan titik
pengambilan contoh tanah pewakil berdasarkan keadaan lereng. Ditentukan 3
titik pengambilan sampel pada bagian atas lereng, 3 titik bagian tengah
lereng, dan 3 titik bagian bawah lereng. Pengambilan titik contoh tanah
dilakukan dengan GPS. Gambar lahan dan titik contoh tanah selengkapnya
tertera pada Gambar 2 (Lampiran).
Data fisik primer yang dikumpulkan meliputi :
1) Pengambilan contoh tanah proposional yang akan dianalisis di
laboratorium diambil dari 3 titik pengeboran bagian atas lereng dan 3 titik
pengeboran bagian bawah lereng pada kedalaman 0-30 cm. Contoh tanah
yang diambil kemudian dikomposit menurut bagian lerengnya,
37
telah diayak kemudian dianalisis di Laboratorium untuk mengetahui sifat
kimia dan fisikanya.
2) Pengamatan lapang
a. Drainase : Menggambarkan tata air pada daerah penelitian yang dapat
diketahui dengan melihat ada tidaknya genangan pada lahan penelitian
dan ada tidaknya warna kelabu atau bercak karatan melalui deskripsi
(borring) pada lapisan tanah yang diamati, selain itu pengamatan
warna tanah dapat dilakukan dengan menggunakan buku munsell soil
colour chart.
b. Bahan kasar : Pengamatan bahan kasar dilakukan dengan melihat ada
tidaknya batu- batu kecil di dalam tanah dengan cara pengeboran
tanah pada lahan penelitian, kemudian dilakukan perhitngan bahan
kasar berdasarkan % volume.
c. Kedalam tanah : untuk mengetahui kedalaman tanah yang dapat
digunakan untuk perkembangan akar, dapat dilakukan dengan cara
pengeboran. Kedalaman tanah di ukur sampai kedalaman 120 cm,
dan bila kurang dari 120 cm di usahakan sampai ditemukannya
lapisan padas yang homogen.
d. Bahaya Erosi : Untuk mengetahui bahaya erosi dilakukan dengan cara
mengamati lereng dengan menggunkan GPS, dimana semakin curam
lereng maka bahaya erosi semakin tinggi. Bahaya ini juga diamati
melalui persentase lapisan tanah atas yang telah hilang.
e. Bahaya Banjir : Bahaya banjir ditandai dengan adanya genanganan air
38
melakukan wawancara dengan anggotakelompok tani, apakah terdapat
genagan pada lahan penelitian pada saat musim hujan, selain itu
bahaya banjir juga dibedakan berdasarkan kedalaman dan lamanya
banjir.
f. Batuan Permukaan : Dapat diketahui dengan melihat volum batuan
(dalam %) yang ada dipermukaan tanah atau lapisan olah.
g. Singkapan batuan : Dapat diketahui dengan melihat jumlah batuan
yang tersingkap di permukaan tanah (dalam %).
b) Data Ekonomi
Pengumpulan data ekonomi primer dilakukan dengan cara wawancara langsung
dengan kelompok tani dilapangan dengan jumlah 8 orang petani responden. Data
ekonomi primer yang dikumpulkan meliputi :
1) Sarana produksi yang dibutuhkan dalam usaha tani tanaman padi
2) Jumlah tenaga kerja dalam usaha tani tanaman padi.
(2) Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu data fisik dan data
ekonomi.
(a) Data Fisik
Pengumpulan data fisik sekunder meliputi :
1) Temperatur Udara (suhu) : Ditentukan oleh keadaan temperatur rata-rata
yaitu temperatur udara tahunan selama 3 tahun terakhir (2009 – 2011) dan
dinyatakan dalam 0C. Data temperatur udara dapat diperoleh dari Stasiun
39
2) Curah Hujan : Ditentukan oleh curah hujan tahunan selam 3 tahun
terakhir yang dinyatakan dalam mm. Data curah hujan dapat diperoleh
dari stasiun BMG Lampung.
3) Kelembaban Udara : Ditentukan oleh kelembaban bulanan selam 3 tahun
terakhir (2009 – 2011) yang dinyatakan dalam persen (%).
4) Peta Lokasi Penelitian : Dapat diperoleh dari kantor Badan Penyuluh
Pertanian (BPP) Kecamatan Padang Cermin dan Kantor Balai Desa
Pesawaran Indah.
(b) Data Ekonomi
Pengumpulan data ekonomi sekunder dilakukan dengan cara mengambil data dari
kantor Badan penyuluhan Pertanian. Data ekonomi sekunder yang dikumpulkan
meliputi :
1) Jumlah produksi tanaman padi di Kelompok Tani Karya Subur di Desa
Pesawaran Indah Padang Cermin Kabupaten Pesawaran selama 3 tahun
terakhir (2009 – 2011).
2) Harga padi selama 3 tahun terakhir (2009 – 2011).
3) Biaya produksi usaha tani tanaman padi per tahun yang meliputi bibit,
pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.
4) Biaya sewa lahan pertahun selama 3 tahun terakhir (2009 – 2011).
3.4.3 Analisis laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan dengan cara menganalisis 2 contoh tanah
komposit. Contoh tanah dikering udarakan, lalu diayak dengan menggunakan
40
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, untuk mengetahui sifat kimia
dan fisiknya.
Sifat kimia yang dianalisis adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK), pH H2O,
basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), dan C-organik. Sedangkan sifat fisik
tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah, dengan metode analisis disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Metode analisis laboratorium
No Analisis Metode
1. pH H2O Elektrometrik
2. Basa-basa dapat ditukar (Ca,Mg, Na, K)
NH4OAc 1 N pH 7
3. C-organik Walkey and Black
4. KTK NH4OAc 1 N pH 7
5. Tekstur tanah Hydrometer
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung.
3.4.4 Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari studi lapang selanjutnya akan diolah dan dianalisis.
Analisis data dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu analisis kuantitatif dan
analisis kualitatif.
3.4.4.1Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk mengevaluasi lahan berdasarkan potensi fisik
lingkungan. Kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan
persyaratan tumbuh tanaman padi sawah pada Tabel 3 dengan data aktual di lahan
41
3.4.4.2 Analisis Kuatitatif
Analisis kuatitatif diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash flow yaitu
perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross sales) dengan
jumlah biaya (total cost) untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan
suatu usaha (Soetriono, 2011). Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah
analisis yang digunakan dengan menghitung nilai Net Present Value (NPV), Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).
a. Net Present Value (NPV)
Secara matematis rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
NPV =
Bila NPV> 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila NPV< 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila NPV = 0, usaha dalam keadaan break even point.
b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
42
Kriteria investsi :
Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaan break even point
c. Internal rate of return (IRR)
Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang
menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan seluruh
investasi usaha.
Rumus yang digunakan adalah :
IRR = i1 + NPV1 (i2 - i1) (Ibrahim, 2003) NPV1 - NPV2
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
Kriteria investasi :
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian lahan Kelompok Tani Karya Subur Di Desa Pesawaran
Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran memiliki kelas
kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas curah hujan dan
C organik (S2 wanr) untuk tanaman padi sawah tadah hujan.
2. Secara finansial, usaha budidaya tanaman padi sawah tadah hujan Kelompok
Tani Karya Subur Di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin
Kabupaten Pesawaran adalah menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.
Hal ini dibuktikan dari hasil hitungan yang menunjukkan bahwa nilai NPV
Rp 26.624.024, Net B/C Rp 2,43 dan IRR 30,85 % per bulan.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan oleh
penulis adalah:
1. Pembuatan lebung sebaiknya dibuat permanen dengan cara di semen agar
44
2. Pemberian limbah jerami yang dikomposkan kepada tanah untuk
PUSTAKA ACUAN
Arafah, 2010. Pengolahan dan Pemanfaatan Padi Sawah Bogor : Bumi Aksara.429 hlm
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air edisi 2 Cetakan. IPB Press. Bogor. 472 hlm
Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Institut Pertanian Bogor. 48 hlm.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Luas Panen, Produktvitas dan Produksi Tanaman Padi Provinsi Lampung. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses tanggal 4 mei 2011.
BPS, Kabupaten Pesawaran.2012. Pesawaran Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran. 374 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2008. Data Wilayah Desa Karang Rejo. Badan Pusat Statistik. Gedong Tataan.
Bappenas.2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. http://www.scribd.com/doc/8755672/Padi. Diakses Tanggal 1 April 2010.
Departemen Pertanian, 2009. Ciherang. Balai Besar Penalitian Padi. Subang, Jawa Barat.
Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A., dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Departemen Pertanian. 264 hlm.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Bull. No. 32. FAO, Rome, Italy,172 hlm.
Gardner, W. 1986. Water Content In A, Klute, (ed): MethodOf Soil Analysis Part I : Physical and Mineralogical Methods. Secont edition. ASSA, inc. Madison, Wisconsim, USA. Ro. 495 USA Rp. 394-544.
65
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta. 249 hlm.
Kartasapoetra, A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropika Bina Aksara. Jakarta. 418 hlm.
Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. diakses tanggal 11 September 2012.
Mahi, A.K., 2004. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 184 hlm.
Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Muchlas dan Slamento. 1998. Analisa Kelayakan Finansial Usahatani Jahe Besar di Penengahan Lampung Selatan. Jurnal Penelitian PertanianTerapan Terbitan Berkala Ilmiah 2 : 29-33.
Mulyani, A. 2006. Potensi Lahan Kering Masam Untuk Pengembangan
Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28 (2) : 16-17. Mulyani, S,M A.G. Kartasapoetra. 2007. Terbentuknya Tanah dan Tanah
Pertanian Cetakan 3. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hlm.
Nasution, Z. 2003. Land and Forest Management in the Lake Toba Catchment.Area. Universty Sains Malaysia 18p.
Purnamawati, 2009. Penanaman Padi Sawah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24 hlm.
Pratiwi. 1995. Analisis Usaha Tani. UI. Press. Jakarta. 108 hlm.
Profil Desa Pesawaran Indah Padang Cermin Pesawaran. 2011
Rayes, M. L. 2006. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Andi. Yogyakarta
Siswoputranto. 1976. Komoditi ekspor Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. 147hlm.
Soemarjono. 1990 Bertanam padi Sawah. Penerbit : Swadaya
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia. Jakarta. 110 hlm
66
Souri. S. 2001. Penggunaan Pupuk Kandang. Meningkatkan Produksi Padi. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram. Mataram.
Tan, K. H. 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 295 hlm.