• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN PUNGUTAN LIAR PADA PENERIMAAN CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (CPNSD) KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

A.RICHAD HERIYANSA PUTRA

Peran pegawai negeri sipil yang merupakan penyelenggara tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat menentukan guna mencapai tujuan suatu negara, oleh karena itu untuk melaksanakan tugas tersebut dituntut adanya Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi rasa tanggungjawab, disiplin dan dedikasi yang tinggi, serta mampu melakukan kerjasama dalam melaksanakan tugas baik pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan. Pentingnya peranan pegawai negeri sebagai penyelenggara urusan pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dibidang kepegawaian. Permasalahan penelitian adalah Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Bagaimanakah penanggulangan pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan secara normatif dan empiris, menggunakan data primer dan sekunder, yang diperoleh dari studi pustaka dan studi lapangan, dan analisis data dengan analisis kualitatif dengan cara melakukan wawancara (interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai pada objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan

(2)

penanggulangan sebelum kejahatan terjadi dengan cara penyuluhan hukum, koordinasi pihak terkait, kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat dan melalui jalur penal yaitu refresif yang merupakan penanggulangan setelah kejahatan terjadi dengan cara penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan, penghukuman, dan pemidanaan pelaku tindak pidana. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana Nomor : 377/ Pid.B/ 2008/PN.GS. Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Sofyan Sarladi Bin H. A. Sarladi, dkk, tela terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan bersama-sama melakukan menerima hadiah yang diketahui diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yang dilakukan secara berlanjut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan.

(3)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A. Karakteristik Responden

1. Hakim

Nama : Andre Palahandika, SH., M.Hum Pangkat : IV b

Masa Kerja : 22 Tahun

Jabatan : Hakim Pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih

2. Jaksa Penuntut Umum

Nama : Andritama Anasiska Pangkat : III c

Masa Kerja : 16 Tahun

Jabatan : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih

3. Penyidik

(4)

Nama : Erna Dewi, S.H., M.H Pangkat : IV a

Masa Kerja : 25 Tahun Jabatan : Lektor Kepala

B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Nomor 377/ Pid.B/ 2008/ PN.GS

Prasetya Irawan, menyatakan bahwa pegawai atau karyawan adalah sumber daya manusia yang memiliki organisasi, dan harus dipekerjakan secara efisien, manusiawi dan efektif. Menurut Sugianti Kaboel bahwa pegawai adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang tertentu.

Faktor penyebab dari pelaku adalah :

a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci dalam memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi. b. Kelemahan pengajaran- pengejaran agama dan etika.

c. Kurang nya pendidikan d. Kemiskinan

Menurut Andi Hamzah, bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah :

a. Kekurangan gaji pegawai negeri sipil dibandingkan kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat

b. Latar Belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi

c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang akan memberikan peluang orang untuk korupsi

(5)

Lampung Tengah menyatakan bahwa mempelajari faktor penyebab terjadinya tindak pidana merupakan upaya nalisis kriminologis yaitu penyelidikan terhadap kejahatan dan masalah prevensi kejahatan yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan dan tindakan-tindakan yang bersifat non punitif. Sebagai studi mengenai kejahatan maka dalam penelitian kriminologi terutama memperhatikan penemuan-penemuan sebab-sebab kejahatan dan akibatnya serta berbagai cara penanggulangan. Sejalan dengan pesatnya pembangunan disegala bidang, maka hampir setiap warga negara diberbagai wilayah dihadapkan dengan munculnya berbagai macam kejahatan, sebagai contoh korupsi, suap, nepotisme, pemalsuan identitas (perjokian), pungutan liar (pungli) pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) sebagai contoh di Lampung.

(6)

penerimaan CPNSD yang dilakukan oleh oknum pegawai pemerintah daerah adalah melakukan pemungutan biaya kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) yang lolos dalam seleksi penerimaan Pegawai Negeri atau sering disebut dengan istilah Pungli (Pungutan Liar). Pungutan liar terhadap calon Pegawai Negeri Sipil Daerah ini pada umumnya merupakan kegagalan dari sistem control diri terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan yang instingtif, serta sentimen-sentimen hebat yang kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, pemalsuan, kolusi, karena merasa perlu atau membutuhkan pekerjaan dengan tindak pidana yaitu dengan menggunakan kewenangan atau kekuasaan yang dapat menekan Calon Pegawai Negeri Sipil yang ujian atau seleksi penerimaan CPNSD.

Berdasarkan data tahun 2009, tindak pidana yang terjadi pada penerimaan CPNSD di Lampung, hal ini menunjukkan bahwa sudah mulai terjadinya tindak pidana penyimpangan dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD). Dari data pada Polda Lampung Tahun 2009 dapat diketahui dari beberapa Pemerintah Daerah yaitu:

a) Lampung Tengah, dengan tersangka Sofyan Sarladi, dan Agus Muharam Isa, telah melakukan tindak pidana menerima hadiah atau janji yang patut diduga atau patut diketahui diberikan berdasarkan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

(7)

pengawas ruangan tes CPNSD d SMPN 1 Pahoman, Fitrisia dan Ellyzana dan petugas penerima berkas daftar ulang. Euis Safitri calon perserta tes CPNSD saat itu tengah melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Dia bertolak dari Indonesia pada 24 November 2008, tetapi, pada Rabu 14 Januari, Euis Safitri mendaftar ulang.

d) Way Kanan, dengan tersangka tersangka Ganda Febriansyah dan Gustam Apriyansyah. Tersangka Ganda Febriansyah tidak mengikuti tes tertulis penerimaan CPNSD karena sedang menunaikan ibadah haji, pelaksanaan tes dilakukan oleh kakak kandungnya yang bernama Gustam Apriyansyah.

Berdasarkan dari beberapa contoh kasus tindak pidana pada penerimaan CPNSD tersebut di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana pungulan liar yang terjadi di Lampung Tengah telah meresahkan masyarakat khususnya peserta CPNSD lainnya, karena melanggar peraturan perundang-undangan dan tata tertip penyelenggaraan penerimaan CPNSD. Tindak pidana ini telah ditangani oleh pihak pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan diproses sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti halnya apabila terjadi perjokian yang melibatkan oknum petugas dan pejabat pemerintah daerah.

(8)

Andre Palahandika, selaku Hakim menyatakan bahwa penyebab timbulnya kejahatan secara umum akan memperlihatkan banyaknya variasi serta bermacam-macam aspek yang dapat mendukung dan saling berkaitan sehingga terjadinya suatu kejahatan. Teori-teori tentang faktor penyebab kejahatan sangat banyak dikemukakan oleh para sarjana, dimana pendapat yang satu dengan yang lainnya saling berbeda-beda, hal ini timbul karena tinjauan dengan latar belakang yang berbeda pula. Diantara teori tersebut terdapat unsur-unsur yang secara prinsip menunjukkan persamaan dan perbedaan, sehingga apabila digolongkan maka dari perbedaan dan persamaan tersebut dapat ditarik secara garis besar faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap suatu kejahatan. Lingkungan sosial atau daerah tempat tinggal, kehidupan sosial dan ekonomi dengan mobilitas penduduk sangat mempengaruhi individu dalam membentuk prilaku baik yang bersifat positif atau criminal. Pengaruh stabilitas dan kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi dan tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, lemahnya pengajaran-pengajaran agama dan etika sehingga seseorang tidak memikirkan akibat yang diperbuat.

(9)

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan Andre Palahandika, selaku Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya pungutan liar sebagai tindak pidana pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) ditinjau dari aspek kriminologis di Lampung Tengah dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

1. Terbatasnya Lapangan Pekerjaan

Faktor terbatasnya lapangan pekerjaan terlebih untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) membuat pelaku berinisiatif untuk melakukan kecurangan sebagai contoh dengan cara penyuapan, menggunakan jasa orang lain untuk menjalani tes atau seleksi penerimaan CPNSD. Terbatasnya lapangan pekerjaan baik pegawai negeri maupun swasta menimbulkan ketatnya persaingan ataupun seleksi CPNSD dengan memberikan imbalan dan dianggap mampu melakukan seleksi maka diharapkan peserta dapat diterima sebagai CPNSD. Kebutuhan akan lapangan pekerjaan merupakan upaya seseorang untuk memenuhi ekonomi atau finansialnya dimana dengan diterima sebagai pegawai negeri maka keadaan ekonominya akan terpenuhi karena telah mempunyai penghasilan tetap dari pemerintah.

(10)

pemerintahan yang sering berganti.

2. Terbatasnya Kemampuan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) Peserta CPNS mempunyai keterbatasan kemampuan, ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh panitia penerima CPNSD. Keterbatasan pengetahuan CPNSD juga sangat mempengaruhi oknum petugas untuk melakukan tindak pidana sebagai contoh kasus pada kasus di Lampung Tengah dengan tersangka Hi. Sofyan Sarladi dan Agus Muharam Isa, yang diduga menerima hadiah atau janji yang patut diduga berasal dari kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Indikasi tindak pidana ini karena kurangnya pendidikan.

3. Lemahnya Sistem Pengawasan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD)

Kejahatan dapat terjadi apabila ada faktor kesempatan walaupun pelaku sudah mempunyai niat tetapi bila tidak ada kesempatan suatu kejahatan atau tindak pidana akan sulit dapat terjadi. Pada penerimaan CPNSD faktor kesempatan sangat mepengaruhi, karena lemahnya sistem pengawasan penerimaan CPNSD, sehingga dapat menimbulkan kejahatan baik yang dilakukan oleh peserta CPNSD ataupun oknum petugas pada seleksi penerimaan CPNSD. 4. Adanya Keterlibatan Oknum Pejabat atau Panitia Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil Daerah (CPNSD)

(11)

penerimaan CPNSD.Indikasi ini disebabkan karena kolonialisme, dimana suatu pemerintahan tidaklah menggugah kesetian dan kepatuhan, serta tiadanya hukuman yang keras.

Menurut erna dewi selaku akademisi penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah Kabupaten Lampung Tengah adalah ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tigkah laku yang menjinakan korupsi, kelemahan pengajaran agama dan etika kurangnya pendidikan, kemiskinan dan tiadanya tindak hukuman yang keras serta faktor budaya kita sendiri.

(12)

kewenangan yang dimilikinya.

C. Penanggulangan Tindak Pidana Pelaku Tindak pidana Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Pengaturan mengenai pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil merupakan suatu bagian strategis yang tidak terpisahkan dalam program pembangunan nasional secara menyeluruh pembinaan kualitas sumber daya manusia. Pengaturan di bidang rekrutmen pegawai.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih, menurut Andre Palahandika, menyatakan bahwa tindak pidana pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil merupakan pelanggaran atau kejahatan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Berkaitan dengan perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia selama ini mengikuti perkembangan teknologi dan industri yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan pembangunan yang terjadi dewasa ini diikuti juga dengan perkembangan dan kebutuhan di bidang ketenagakerjaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Tindak pidana dibidang ketenagakerjaan pada perkembangannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun Badan Hukum yang bergerak dibidang jasa ketenagakerjaan oleh suatu jaringan atau sindikat

(13)

akibat yang ditimbulkannya, sehingga dibutuhkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam dan kompherehensif dalam mengambil langkah penanggulangan yang akan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar penanggulangan yang dilakukan mampu mengurangi dan menekan laju angka kejahatan tindak pidana pungutan liar dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih dan Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, menurut Andritama Anasiska dan Andre Palahandika, menyatakan bahwa penanggulangan kejahatan tindak pidana pungutan liar penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang biasanya terjadi dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuk penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Upaya preemtif berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin, termasuk upaya untuk meminimalisasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum.

(14)

pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

c. Upaya represif meliputi rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kepada upaya terhadap pengungkapan tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil. Bentuk kegiatan dari penindakan tersebut antara lain penyelidikan, penyidik, penuntutan dan putusan Pengadilan berdasarkan pada Musyawarah Majelis Hakim pada Pengadilan. Sedangkan hasil serta upaya hukum paksa lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan hasil penelitian penulis pada Polres Gunung Sugih, menurut Nur Salim, menyatakan bahwa dalam rangka menanggulangi tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil pada wilayah hukum Polres Gunung Sugih dibedakan berdasarkan pada penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

(15)

kecurigaan atau indikasi terjadinya timbulnya tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil agar tindak pidana yang dapat terjadi dapat dicegah sebelum semuanya terjadi, mengantisipasi timbulnya tindak pidana pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

2. Upaya preventif

Upaya preventif adalah upaya penanggulangan tindak pidana sebelum terjadinya tindak pidana, upaya ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Koordinasi Kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten dan Kota serta semua panitia pelaksanaan penerimaan calon pegawai negeri sipil.

(16)

polri untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian guna memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.

Koordinasi kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten dan Kota serta semua panitia penerimaan calon pegawai negeri sipil menjadi upaya utama sebagai bentuk pelayanan polisi dan merupakan ujung tombak operasional kepolisian guna mencegah bertemunya niat dan kesempatan untuk melakukan tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil secara dini. Koordinasi kepolisian merupakan bentuk kerjasama sebagai bagian yang penting dalam pelayanan kepolisian kepada masyarakat karena dapat menghindarkan timbulnya korban penipuan calon tenaga kerja dan penipuan harta benda yang dimiliki calon tenaga kerja.

(17)

pengetahuan masyarakat.

Lebih lanjut menurut Nur Salim menyatakan bahwa koordinasi kepolisian dengan BKD dan Sekertaris Daerah Kabupaten serta semua panitia penerimaan calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Lampung Selatan sebagai bentuk upaya pencegahan terjadinya tindak pidana dibidang rekrutmen calon pegawai negeri sipil terdiri dari 2 (dua) macam bentuk yaitu :

a) Koordinasi Rutin, yaitu koordinasi yang dilaksanakan pada waktu tertentu secara rutin yang dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dibidang rekrutmen calon pegawai negeri sipil.

b) Koordinasi Insidental yaitu koordinasi yang dilakukan apabila terjadi peristiwa atau tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil atau koordinasi yang dapat menimbulkan efek rasa hormat/penghormatan (deference effect) terhadap suatu tindak pidana.

b. Bimmas (Bimbingan Masyarakat)

(18)

urgen untuk dilakukan karena dengan demikian antara tugas kepolisian dan masyarakat, sehingga terciptanya suatu hubungan hukum yang baik dan saling pengertian yang mendalam tentang perannya masing-masing dalam rangka menjaga ketertiban hukum.

Kondisi kemasyarakatan merupakan salah satu potensi yang sangat besar yang bila tidak dimanfaatkan dengan baik justru akan menjadi beban yang berat bagi Polri dalam menegakkan hukum. Di dalam masyarakat yang pengetahuan hukumnya masih kurang, partisipasi masyarakat di dalam membangun suatu kondisi atau keadaan masyarakat yang aman dan tertib perlu dirangsang secara aktif untuk bahu membahu bersama aparat penegak hukum, khususnya polisi untuk menciptakan suatu suasana ketertiban dan keamanan yang dinamis.

Penyuluhan hukum dari kesatuan sistem operasional kepolisian mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka membangun suatu sikap mental dan budaya masyarakat untuk patuh pada hukum dan sekaligus menjembatani fungsi atau kedudukan polri di satu pihak dan masyarakat pada pihak lain. Hubungan yang kooperatif antara keduanya merupakan suatu modal dasar yang sangat kondusif untuk membangun suatu keadan masyarakat yang aman dan tertib.

c. Tertib Administrasi

(19)

penyimpangan atau terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil dapat dengan mudah ditanggulangi dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan yang diperlukan atas pelanggaran dan tindak pidana dibidang rekrutmen pegawai negeri sipil.

c. Partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan

Dengan mendayagunakan segenap potensi penegakan hukum oleh rakyat perlu digalakkan sistem swakarsa masyarakat dan Polri sebagai tulang punggung kamtibmas perlu mengambil langkah-langkah agar masyarakat dapat mengambil peran aktif dan berpartisipasi dalam pembangunan keamanan dan ketertiban masyarakat langkah-langkah sebagaimana yang dinyatakan oleh Nur Salim yaitu :

1) Meningkatkan Peran Bimmas Polri

Untuk maksud ini Polri perlu melakukan pendekatan masyarakat (sosial approach) dengan berbagai metode seperti penyuluhan hukum, sambang kampung, simulasi, metode bimastral, metode tatap muka, ceramah dan lain-lain.

2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

(20)

pegawai negeri sipil 3) Laporan Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil perlu ditanggapi dengan pelaporan oleh masyarakat umum. Laporan masyarakat merupakan tindakan yang dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam membantu polisi mencegah dan menangulangi tinda pidana tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil. Karena itu laporan masyarakat merupakan bentuk tanggapan dan partisipasi masyarakat secara swakarsa perlu tetap ditingkatkan kegiatannya maupun kemampuan-kemampuan secara teknis yang minimal meliputi :

a) Kemampuan dalam melakukan penjagaan keamanan terhadap tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

b) Kemampuan untuk melaporkan terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil atau melanggar hukum kepada aparat kamtibmas terdekat.

(21)

dan barang bukti maupun saksi-saksi, tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil.

e) Kemampuan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil dan segera menyerahkan pelaku yang atau melaporkan kepada kepolisian setempat.

3. Upaya Represif

(22)

penipuan calon tenaga kerja Indonesia secara represif merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat kepolisian setelah terjadinya suatu tindak pidana. Upaya-upaya itu meliputi tugas-tugas penyelidikan, penyidikan dan kemudian melimpahkan berita acara pemeriksaan kepada Kejaksaan, untuk selanjutnya oleh Kejaksaan diajukan ke Pengadilan supaya diproses melalui sidang pidana pada tingkat pertama. Upaya-upaya hukum ini dilakukan berturut-turut oleh polisi, jaksa dan Hakim.

Dalam hal penanganan suatu kejahatan menurut hukum pidana aparat kepolisian mempunyai peran yang sangat menentukan untuk mengungkapkan kejahatan dan selanjutnya diproses secara yuridis. Proses yuridis yang dimaksudkan merupakan pelaksanaan dari fungsi-fungsi yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang.

(23)

pengadilan terhadap pelakunya, sehingga dapat dikenakan sanksi hukum yang setimpal upaya ini merupakan bagian dari upaya-upaya penyelesaian perkara sekaligus pelaksanaan penegakan hukum secara nyata dalam hal adanya peristiwa konkrit. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil harus dihukum.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Gunung Sugih menurut Andre Palahandika, menyatakan bahwa terhadap pelimpahan perkara tindak pidana pungutan liar pada penerimaan calon pegawai negeri sipil kepada pengadilan termasuk dalam upaya hukum yang bersifat represif yaitu penegakan hukum pidana yang menggunakan sarana hukum pidana (penal).

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pidana

1. Pengertian Pidana

Pidana berasal dari bahasa Belanda kata straf, yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman, walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.

Soedarto, menyatakan pidana adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelangagaran terhadap ketentuan undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan nestapa, pemberian nestapa atau penderitaan yang sengaja dikenakan kepada seseorang pelanggar undang-undang tidak lain dimaksudkan agar orang itu jera. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-norma yang diakui oleh hukum. Sanksi yang tajam inilah yang membedakan dengan hukum-hukum yang lain. Ialah sebabnya hukum pidana harus dianggap sebagai sarana terakhir apabila sanksi-sanksi atau upaya-upaya pada bidanga lain tidak memadai.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh lembaga yang berwenang sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan negara kepada pelaku tindak pidana atau terpidana sebagai akibat hukum (sanksi atau penderitaan) bagi pelaku tindak pidana atas perbuatan-perbuatan yang telah melanggar larangan hukum pidana.

(25)

merupakan suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan, dalam penerapannya fungsi hukum pidana terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Fungsi umum hukum pidana, untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat.

2) Fungsi khusus hukum pidana, untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pidana (sanksi pidana) merupakan perwujudan dari fungsi hukum pidana sebagai aturan hukum atau seperangkat kaidah atau norma hukum yang mengatur tentang suatu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana, kapan suatu perbuatan dinyatakan sebagai perbuatan pidana serta menetapkan akibat (sanksi) yang diberikan sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar aturan hukum pidana tersebut. Fungsi hukum pidana salah satunya adalah memberikan pidana kepada pelaku tindak pidana melalui alat-alat perlengkapan negara dalam menjaga ketertiban masyarakat.

2. Jenis-Jenis Pidana

Pidana merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana sebagai akibat dari perbuatan pidana yang telah dilakukannnya. Jenis-jenis pidana secara umum yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP yaitu :

1) Pidana Pokok, terdiri dari : a) Pidana mati,

b) Pidana penjara, c) Pidana kurungan, d) Pidana denda

2) Pidana Tambahan terdiri dari : a) Pencabutan hak-hak tertentu,

(26)

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 KUHP tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut

Ad.1 Pidana Pokok a) Pidana Mati,

Ketentuan pidana mati terdapat dalam Pasal 11 KUHP menyatakan bahwa pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.Pidana mati adalah sanksi pidana pokok yang terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) KUHP, dimana pelaksanaan pidana mati, terhadap pelaku tindak pidana dilakukan dengan ditembak mati, (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 PNPS Tahun 1964)

b) Pidana Penjara pada Pasal 12 KUHP

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut,

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

c) Pidana Kurungan Pasal 18 KUHP

(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. (2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan

atau karena ketentuan Pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.

(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

d) Pidana Denda, dalam Pasal 30 KUHP

(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.

(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan. (3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling

lama enam bulan.

(27)

(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.

(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Ad.2 Pidana Tambahan

a) Pencabutan Hak-Hak Tertentu, dalam Pasal 35 KUHP

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;

3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri.

5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

b) Perampasan barang-barang tertentu Pasal 39 KUHP

(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

c) Pengumuman Putusan Hakim Pasal 43 KUHP

Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.

(28)

tindak pidana terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda, sedangkan pidana tambahan adalah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, dapat berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Penjatuhan pidana tambahan dapat diberikan mengikuti penjatuhan pidana pokok. Klasifikasi terhadap jenis-jenis pidana ini dilakukan untuk menentukan berat atau ringannya hukuman atau sanksi pidana atas suatu jenis tindak pidana yang dilakukan.

Jenis-jenis pidana sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP, juga diatur didalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (spesialis) dan terkadang mengesampingkan ketentuan pidana yang terdapat dalam KUHP (generalis), sesuai dengan asas hukum Lex specialis derogat legi generalis”. Sebagai contohnya pidana yang mengesampingkan ketentuan pidana yang terdapat pada KUHP adalah :

1) Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak, tidak mengenal adanya pidana mati, terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana pengawasan, dikembalikan kepada orang tua atau negara untuk dilakukan pembinaan.

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Penyalahgunaan Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Pidana rehabilitasi terhadap pengguna (pecandu) narkotika atau psikotropika pada lembaga rehabilitasi yang telah ditunjuk supaya tidak mengkonsumsi narkotika dan psikotropika lagi. dan lain sebagainya.

(29)

dijadikan sebagai sarana dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana dimasa akan datang (sarana penjeraan) atau sebagai pembalasan terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukan terpidana. Pidana sebagai alat negara atau penguasa yang dilimpahkan kepada aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan hukum pidana dalam menciptakan kesejahteraan dan keamanan masyarakat. Penjatuhan pidana sebagai pembalasan terhadap terjadinya suatu tindak pidana, apabila dianalisa bertentangan dengan teori pemidanaan, dimana konsep ideal tujuan pemidanaan bukanlah pembalasan, tetapi lebih ditekankan pada konsep pembinaan terhadap pelaku tindak pidana supaya tidak mengulangi tindak pidana.

B. Pengertian Penaggulangan

Penanggulangan adalah: suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah. Artinya: Hal-hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja untuk mengatasi problem

dana masalah agar diperoleh hasil yang diharapkan ( www.mpbi.org/files/retno.../20070804_notulensi-pb-rmhretno.pdf)

Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan.

Kegiatan dalam ditujukan untuk mengurangi resiko, bersifat preventif seperti: a) Pencegahan

b) Mitigasi atau penjinakan

c) Kesiapsiagaan meliputi peringatan dini dan perencanaan d) Saat Bencana (tanggap darurat):

(30)

g) Rencana operasi h) Tanggap darurat i) Setelah bencana: j) Rehabilitasi k) Rekonstruksi

l) Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan setelah terjadi bencana. Tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat antisipatif, melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana.

m) Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang terkena bencana akan meningkat. Hal inilah yang

C. Pengertian Pungli

Sebelum memberikan analisis lebih lanjut, perlu diketahui terlebih dahulu konsep pungli itu sendiri, kemudian akar sejarah dan prospeknya pada masa mendatang. Istilah Pungli

(31)

Istilah pungli sebenarnya hanyalah merupakan istilah politik yang kemudian dipopulerkan lebih lanjut oleh dunia jurnalis. Di dalam dunia hukum (pidana), istilah ini tidak dijumpai. Belum pernah kita mendengar adanya tindak pidana pungli atau delik pungli. Jika kita bersikeras menggunakan istilah pungli, maka secara hukum (pidana), pelaku pungli tidak dapat dihukum. Karena memang tidak ada ketentuan hukumnya yang mengatur secara tegas perbuatan pungli tersebut.

Secara kebetulan, istilah pungli ini juga terdapat dalam kamus bahasa China. Li artinya keuntungan dan Pung artinya persembahan, jadi Pungli diucapkan Puuuung Li, artinya adalah mempersembahkan keuntungan.

Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa perlu untuk meluruskan penggunaan istilah pungli tersebut. Pungli merupakan kependekan dari "Pungutan Liar". Semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai pungutan liar (pungli). Dalam bekerjanya, pelaku pungli selalu diikuti dengan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap korban. Pungli = Pemerasan

Jika kita sepakat dengan konsep pungli seperti diuraikan di atas, maka sesungguhnya pungli itu tidak lain adalah merupakan pemerasan. pemerasan dalam dunia hukum pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang, sehingga termasuk dalam kategori tindak pidana.

(32)

diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya memberikan barang sesuatu, yang seluruh atau sebagiannya adalah kepunyaan orang itu atau kepunyaan orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".

Pengertian pungli lainnya yang dikemukan oleh Andi Hamzah dalam judul bukunya memberantas mafiah fukum di Indonesiaadalah sebagai berikut :

Pungli adalah istilah yang cukup dikenal orang dimana-mana termasuk di Indonesia dan pada tahun 1957 gejala sosial ini mendapat istilah resmi dalam hukum pidana. dalam Bahasa Indonesia diserap menjadi Korupsi. Arti harafiah dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. ( Andi Hamzah : 121 : 2002)

Dasar hukum tindak pidana korupsi adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1957 diundangkan tanggal 29 Maret tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pada tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pada tanggal 21 November 2001 diundangkan dan disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Andi Hamzah, korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ; a. Korupsi antara lain disebabkan karena kurangnya kesadaran dan kepatuhan

hukum diberbagai bidang kehidupan,

b. Korupsi timbul karena ketidak tertiban didalam mekanisme administrasi pemerintah,

(33)

sosial seperti bagian pemberian izin dan berbagai keputusan, akses inilah yang melahirkan berbagai pola korupsi,

d. Masalah kependudukan, kemiskinan, pendidikan dan lapangan kerja dan akibat kurangnya gaji pegawai dan buruh. ( Andi Hamzah : 151 : 2002)

Pengertian korupsi tergantung dari sudut pandang setiap orang apa dan bagaimana korupsi itu mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini ditandai dengan belum terdapat keseragaman pengertian korupsi. W. Sangaji, berpendapat korupsi (corruption) adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah keinginannya dan mempengaruhi penerima untuk memberikan pertimbangan guna mengabulkan permohonannya, definisi tersebut dapat dikembangkan sebagai berikut :

a. Korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang memberikan hadiah berupa uang maupun benda kepada si penerima untuk memenuhi keinginannya.

b. Korupsi adalah seseorang atau sekelompok orang meminta imbalan dalam menjalankan kewajibannya.

c. Korupsi adalah mereka yang menggelapkan dan menggunakan uang negara atau milik umum untuk kepentingan pribadi,

d. Korupsi merupakan perbuatan-perbuatan manusia yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara,

e. Korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagai akibat pertimbangan yang ilegal. ( W Sangaji : 28 : 1998)

W.J.S Poerwadarminta dalam kamus bahasa Indonesia berpendapat bahwa Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya). (W.J.S Poerwadarminta : 65 : 1995)

(34)

Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah pengertian korupsi dalam arti yang luas meliputi perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian yang dapat dituntut dan dipidana berdasarkan peraturan undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang bersifat koruptif yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengertian tindak pidana korupsi dapat dilihat dalam penjabaran Pasal 2 sampai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu :

1) Pasal 2

(1) Seriap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapar dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalaM ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

2) Pasal 3

(35)

3) Pasal 5

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau; b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

4) Pasal 6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang : a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud

untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau,

b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokad untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi Hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokad yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

5) Pasal 7

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) :

(36)

b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoneseia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang atau,

d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indoneseia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c,

(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) 6) Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

7) Pasal 9

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus pemeriksaan administrasi.

8) Pasal 10

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :

(37)

b. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut atau; c. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut. 9) Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

10) Pasal 12

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun da pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah):

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negera yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,

b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebakan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,

c. Hakim yang menerima hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkankepadanya untuk diadili;

(38)

kepada aparat penegak hukum lainnya seperti advokad, polisi, jaksa dan hakim yang menerima janji, pemberian, hadiah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu karena jabatannya

D. Pengertian dan Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian Pegawai Negeri Sipil dirumuskan sebagai :

Pegawai negeri yang dimaksudkan oleh undang-undang dan ini adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah provinsi/kabupaten/kota yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya.

Pengertian pegawai negeri dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah:

(39)

2) Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai negeri sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (Pasal 1 ayat (2)), 3) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan (Pasal 3 ayat (1)).

2. Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan uraian di atas dapat dianalisis bahwa pegawai negeri terdiri dari : 1) Pegawai Negeri Sipil,

a) Pegawai negeri sipil pusat, b)Pegawai negeri sipil daerah.

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan 3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Pegawai Negeri Pusat adalah pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen Lembaga Pemerintah non-Departemen, Sekertariat Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara, instansi vertikal di daerah provinsi /kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

(40)

yang pada pokoknya dianggap sebagai pegawai negeri atau disamakan dengannya adalah seseorang yang secara tetap atau untuk sementara diserahi sesuatu jabatan publik.

Pengertian menurut KUHP tersebut sangat luas sekali, tetapi pengertian ini hanya berlaku dalam ada orang-orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran jabatan, sehingga arti pegawai negeri menurut KUHP ini tidak berlaku lagi dalam hukum kepegawaian dan disini hanya disinggung untuk mengetahui bahwa dalam hal melakukan beberapa tindak pidana tertentu, maka orang-orang yang bukan pegawai negeri seperti anggota DPR, kepala desa, hansip dan sebagainya dipandang sebagai pegawai negeri.

Pegawai adalah beberapa orang atau sekelompok orang yang mempunyai status tertentu karena pekerjaan. Sedangkan pengertian lain dari pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh manejer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya–karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Prasetya Irawan, menyatakan bahwa pegawai atau karyawan adalah sumber daya manusia yang memiliki organisasi, dan harus dipekerjakan secara efisien, manusiawi dan efektif. Menurut Sugianti Kaboel bahwa pegawai adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang tertentu.

(41)

1) Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2) Diangkat oleh pejabat yang berwenang,

3) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan,

4) Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,

5) Definisi pegawai negeri tersebut diatas berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan lain kecuali jika diberikan definisi yang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Pegawai Negeri adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau negara baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang harus diperdayagunakan dan mendapat imbalan gaji sesuai dengan peraturan yang ditentukan.

E. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil

Hak, kewajiban dan larangan ditimbulkan dari adanya hubungan kerja. Hubungan kerja ada setelah dilakukan perjanjian kerja oleh pihak pegawai / buruh dengan pemberi, baik secara tertulis maupun secara lisan dalam jangka yang tertentu maupun tidak ditentukan, hal ini diatur berdasarkan ketentuan Pasal 50 jo Pasal 51 UU Nomor 13 tahun 2003.

(42)

Edaran Kepala BAKN Nomor : 23/SE/ 1980, kewajiban PNS adalah sebagai berikut :

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan dari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain; c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara , Pemerintah, dan

Pegawai Negeri Sipil;

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang belaku;

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya; f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang

langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara;

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan,kekompakan, persatuan dan kesatuan Korps PNS.

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil;

k. Mentaati ketentuan jam kerja;

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;

o. Bertindak dan bersikap tegas,tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan; u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama PNS , dan terhadap atasan;

v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ber-lainan;

w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam bermasyarakat; x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang

berlaku;

(43)

z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelaggaran disiplin.asila dan Undang-undang Dasar 1945

Berdasarkan pasal 3 Peraturan Pemerintah 30 Tahun 1980 setiap Pegawai Negeri Sipil di larang :

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, Pemerintah atau PNS;

b. Menyalahgunakan wewenangnya;

c. Tanpa ijin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing; d. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik

negara;

e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang, dokumen, surat-surat berharga milik negara secara tidak sah;

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan, pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya;

h. Menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan PNS yang bersangkutan;

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat PNS kecuali untuk kepentingan jabatan;

j. Bertindak sewenang-sewenang terhadap bawahannya;

k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang di layaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

l. Menghalangi jalannya tugas kedinasan;

m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang di ketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain; n. Bertindak selaku perantara bagi suatau pengusaha atau golongan untuk

mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;

o. Memiliki saham / modal dalam perusahaan yang kegiatan usahannya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;

(44)

q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik resmi atau sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komosaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain

Disiplin PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak di taati atau larangan dilanggar oleh PNS, dan setiap yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang adapun jeni dan tingkat hukuman disiplin disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh setiap PNS terseut.

F. Jenis dan tingkat hukuman disiplin :

Hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. Tegoran lisan;

b. Tegoran tertulis; dan

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis.

Hukuman disiplin sedang terdiri dari :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;

b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan Gaji berkala untuk paling; lama (satu) tahun;

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama1(satu) tahun. Hukuman disiplin berat terdiri dari :

a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1(satu) tahun;

b. Pembebasan dari jabatan;

c. Pemberhentian dengan harmat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil;

d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Setiap Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh:

a. Gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya (ps. 7 UU No. 43/1999)

b. Memperoleh cuti untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani (ps. 8 UU No. 8/1974)

(45)

d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani dan rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga

e. Memperoleh uang duka bagi keluarga PNS yang tewas (ps. 9 UU No. 8/1974) f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat - syarat yang ditentukan g. Menjadi peserta TASPEN (PP. No 10/1983)

h. Menjadi peserta ASKES (Keppres No. 8/ 1977) i. Menjadi peserta TAPERUM (Keppres No. 64/1994)

(46)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pembangunan nasional adalah tujuan pemerintah Indonesia yang dilaksanakan secara berkesinambungan bagi seluruh kehidupan masyarakat Indonesia. Tujuan Negara Indonesia telah ditetapkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokrasi, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, secara merata baik materiil maupun spirituil.

(47)

umum ini melibatkan pemerintah atau administrasi negara untuk mengatur hampir setiap bidang kehidupan masyarakat, selaku alat perlengkapan negara yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Peran Pegawai Negeri Sipil yang merupakan penyelenggara tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat menentukan guna mencapai tujuan suatu negara, oleh karena itu untuk melaksanakan tugas tersebut dituntut adanya Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi rasa tanggungjawab, disiplin dan dedikasi yang tinggi, serta mampu melakukan kerjasama dalam melaksanakan tugas baik pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan. Pentingnya peranan pegawai negeri sebagai penyelenggara urusan pemerintah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dibidang kepegawaian.

(48)

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Jo. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian Pegawai Negeri yang dimaksudkan oleh undang-undang dan ini adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah provinsi/kabupaten/kota yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 16 ayat (1) menerangkan bahwa untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat mengangkat langsung Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional.

(49)

menurunnya tingkat kinerja pegawai negeri.

Pengadaan pegawai negeri sipil daerah sebagai unsur penyelenggara administrasi pemerintahan daerah membutuhkan calon pegawai yang sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Praktik penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) di lingkungan pemerintah daerah, pada kenyataannya dirasakan masih terdapat berbagai penyimpangan contohnya, praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), penyuapan, pemalsuan identitas (perjokian), pungutan liar dan berbagai penyimpangan lain yang mewarnai proses penerimaan CPNSD. Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) secara bersih diharapkan dapat menghasilkan pegawai yang berkuwalitas sebagai penyelenggara tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Timbulnya perbagai permasalahan berkaitan dengan kondisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lingkungan pemerintah daerah mulai dari rekrutmen CPNSD, besarnya jumlah PNS yang tingkat pertumbuhannya dari tahun ketahun semakin tinggi, rendahnya kwalitas PNS, penempatan PNS yang tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan, serta ketidakjelasan jalur karir yang dapat ditempuh.

(50)

seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima bayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan perbuatan terdakwa tersebut, maka berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor : 377/ Pid.B/ 2008/PN.GS. Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Sofyan Sarladi Bin H. A. Sarladi, dkk, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan bersama-sama melakukan menerima hadiah yang diketahui diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yang dilakukan secara berlanjut. Perbuatan terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 (dua) bulan. Berdasarkan putusan tersebut diatas dapat diketahui bahwa terdakwa terbukti bersalah dikarenakan menerima sesuatu dari seseorang yanh ia janjikan akan mendapatkan suatu pekerjaan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah (Surat Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih No : 337/ Pid.B/2008/PN.G.S)

(51)

keyakinan Hakim bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana. Berat-ringannya sanksi pidana kepada terdakwa, maka Majelis Hakim mempunyai perimbangan hukum serta memperhatikan sikap batin pelaku tindak pidana, sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap korban dan lingkungan masyarakat dan tujuan pemidanaan terhadap terdakwa. Penjatuhan sanksi pidana oleh Majelis Hakim terhadap terdakwa merupakan konsekuensi atas perbuatan pidana yang dilakukan, sebagai wujud pertanggung jawaban pidana akibat perbuatan pidana yang telah dilakukannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan membahas dalam bentuk skripsi dengan judul : Analisis Faktor Penyebab Dan Penanggulangan Pungutan Liar Pada Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) Kabupaten Lampung Tengah (Studi Pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

(52)

Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka ruang lingkup pada penelitian ini adalah : a) Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar pada penerimaan

Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

b) Penanggulangan pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor penyebab terjadinya pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

(53)

Kegunaan penelitian ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) hal yaitu : a. Secara teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana korupsi. 2. Dapat mengembangkan kemampuan berkarya dengan daya nalar dan

acuan sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki supaya dapat menjawab permasalahan yang timbul secara obyektif melalui metode ilmiah, khususnya permasalahan yang berkaitan dengan faktor penyebab dan penanggulangan pungutan liar pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

b. Secara Praktis

1. Sebagai penambah wawasan berpikir penulis tentang Hukum Pidana Khususnya mengenai Tindak Pidana Korupsi.

(54)

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti.

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara Indonesia sebagai negara hukum bertujuan menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan dan kesejahteraan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya mewujudkan tujuan tersebut salah satunya adalah dengan upaya melaksanakan penegakan hukum.

Menurut Roescoe Pound, hukum selain berfungsi sebagai kontrol sosial, juga berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut a tool of social engineering. Alat pengubah masyarakat dianalogikan sebagai suatu proses mekanik, hal ini terlihat dengan adanya perkembangan industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu English Zone yang telah kami selenggarakan sangat menekanan siswa untuk sebisa mungkin berbicara dengan bahasa Inggris walaupun dengan kalimat sederhana..

Walaupun mereka bukan orang yang pertama membuat pesawat percobaan atau experiment, Wright bersaudara adalah orang yang pertama menemukan kendali pesawat sehingga pesawat

Contohnya adalah masih banyak orang yang berfikir sempit tentang hukum potong tangan kepada pelaku tindak pidana pencurian dalam Islam.. Paradigma seperti ini akhirnya

Praktikum merupakan strategi pembelajaran atau bentuk pengajaran yang digunakan untuk membelajarkan secara bersama-sama kemampuan psikomotorik (keterampilan), kognitif

Efek kedalaman atau perbedaan tinggi bisa dilakukan dengan cara meletakkan objek yang dimanipulasi sehingga memiliki kedalaman atau menjadi mempunyai nilai pada

Kecenderungan untuk menafsirkan dogmatika agama (scripture) secara rigit dan literalis seperti dilakukan oleh kaum fundamentalis Protestan itu, ternyata ditemukan

Formula Allah ya Allah digunakan di dalam syair pengiring tari karena kesenian merupakan salah satu media dakwah yang digunakan oleh ulama di Aceh untuk berzikir..

Untuk membantu proses pengeringan gabah yang lebih merata perlu dilakukan proses pembalikan atau pengadukan gabah, pada mesin pengering padi tersebut terdapat pengaduk yang