• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai Bahan Kemasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai Bahan Kemasan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

Oleh

ANIS ANNISA ADNAN F34101058

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANIS ANNISA ADNAN F34101058

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Anis Annisa Adnan. F34101058. Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung Sebagai Bahan Kemasan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Sugiarto, MSi. 2006.

RINGKASAN

Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Saat ini kelobot jagung masih jarang digunakan untuk mengemas produk dan hanya digunakan untuk produk tertentu seperti dodol dan wajik (jawa) atau wajit (sunda). Sebagai bahan kemasan, kelobot jagung biasanya digunakan dalam keadaan kering.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk memperoleh kadar air kelobot jagung yang dikeringkan di pohon sebagai acuan untuk penelitian utama. Kadar air yang diukur akan dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan lapisan kelobot yaitu lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung manis super sweet ( Zea mays var. saccharata ) dan kelobot jagung pioneer ( Zea mays var. pioneer ) yang telah dikeringkan. Sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung ini diharapkan akan menjadi dasar untuk pengembangan kelobot jagung sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan.

Hasil analisa sifat fisik (tebal) kelobot jagung menunjukkan bahwa kelobot jagung lapisan luar memiliki nilai yang lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 0,205 mm untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 0,212 mm untuk kelobot jagung varietas pioneer. Berdasarkan analisa ragam, jenis varietas dan jenis lapisan kelobot jagung berpengaruh nyata terhadap nilai tebal kelobot jagung.

Hasil analisa sifat kimia (kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar) kelobot jagung lapisan luar memiliki nilai yang lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer. Untuk kadar karbohidrat kelobot jagung lapisan dalam memiliki nilai yang lebih besar daripada kelobot jagung lapisan tengah dan luar untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer. Berdasarkan analisa ragam, jenis varietas dan jenis lapisan kelobot jagung berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat sedangkan untuk kadar lemak, hanya jenis lapisan yang berpengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak.

(4)

Anis Annisa Adnan. F34101058. Mechanical, Chemical and Physical

Characteristic of Cornhusk as a Packaging Material. Under Supervision Dr. Ir. Krisnani Setyowati and Ir. Sugiarto, MSi. 2006.

SUMMARY

Cornhusk is a packaging material which were easy to get, cheap and biodegradable. Currently, its utilization are still rare as a friendly packaging material for the environment. Nevertheless, some traditional food have been used them as packaging material such as dodol and wajit (sunda) or wajik (java). Generally, cornhusk is used in dry condition as a packaging material. Mechanical, chemical, and also its physical character are expected will become a basis for cornhusk development as a packaging material which friendly environment.

This research are conducted in two phase. First, preliminary research which were conducted to obtain water rate of dried cornhusk. Secondly, advance research as a follow up research. It was conducted right after the reference result of the preliminary research are already gained. The aim of this research are identifying its mechanical, chemical and physical of super sweet cornhusk (Zea mays var. saccharata) and pioneer cornhusk (Zea mays var. pioneer) in dry condition.

The analysis result of its physical (the cornhusk’s thickness) are indicated that the external coat of cornhusk have a larger value than the middle coat and the internal coat of the cornhusk, it is about 0,205 mm for super sweet cornhusk and 0,212 mm for pioneer’s cornhusk. Based on the statistical varied analysis, it is found out that the corn variant type and the cornhusk’s coat type gave a significant result for the thickness value of the cornhusk.

The analysis result of its chemistry (water rate, protein, fat, dusty, harsh fibre) are shown that the external coat are having the larger value than the middle and internal coat of the cornhusk for super sweet and pioneer variant. And for the rate of carbohydrate are shown that the internal coat have a larger value than the middle and external coat both for super sweet and pioneer corn variant. Based on the statistical varied analysis, type of variant and also type coat of the cornhusk have given a significant result on the water rate, protein rate, dusty rate, rate of its harsh fibre and also rate of its carbohydrate. Meanwhile for the fat rate, only type coat of the cornhusk are given the significant result on the fat value rate.

(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANIS ANNISA ADNAN

F34101058

Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1984 Di Bogor

Tanggal lulus : 11 Januari 2006

Disetujui, Bogor, Februari 2006

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Pembimbing I

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Anis Annisa Adnan

NRP : F34101058

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :

Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai Bahan Kemasan

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Sugiarto, Msi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, Februari 2006 Yang membuat surat pernyataan

(7)

BIODATA PENULIS

Anis Annisa Adnan dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984. Putri kedua dari empat bersaudara ini menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Gunung Gede dan dilanjutkan ke SMPN 3 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMUN 3 Bogor.

Melalui jalur USMI (Undangan Resmi Masuk IPB), penulis diterima di Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Pada bulan Januari 2006, penulis dinyatakan lulus dari perguruan tinggi tersebut setelah menyelesaikan tugas akhirnya yang berjudul “Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung Sebagai Bahan Kemasan“.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsiini.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

2. Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

3. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku penguji yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan banyak saran dalam skripsi ini.

4. Keluarga besar Abdul Muin Adnan (Papah, Mamah, Aa, Nurul dan Ainul) yang telah banyak memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

5. Citra Asmara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 6. Para laboran di laboratorium TIN yang telah banyak membantu penulis dalam

penelitian.

7. Teman-temanku Uci, Ayoe, Henny, Affan, Wiwin, Ani, Oryza, Agus, Wawan, Linda, Windy, Dita, DP, Linda, Nira, Yeni, Hevy serta semua TIN 38 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Februari 2006

(9)

DAFTAR ISI C. Rancangan Percobaan………..

11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….

(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN………. A. Kesimpulan………... B. Saran……….

42 42 42 DAFTAR PUSTAKA……….. 43

(11)

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

Oleh

ANIS ANNISA ADNAN F34101058

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANIS ANNISA ADNAN F34101058

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Anis Annisa Adnan. F34101058. Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung Sebagai Bahan Kemasan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Sugiarto, MSi. 2006.

RINGKASAN

Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Saat ini kelobot jagung masih jarang digunakan untuk mengemas produk dan hanya digunakan untuk produk tertentu seperti dodol dan wajik (jawa) atau wajit (sunda). Sebagai bahan kemasan, kelobot jagung biasanya digunakan dalam keadaan kering.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk memperoleh kadar air kelobot jagung yang dikeringkan di pohon sebagai acuan untuk penelitian utama. Kadar air yang diukur akan dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan lapisan kelobot yaitu lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung manis super sweet ( Zea mays var. saccharata ) dan kelobot jagung pioneer ( Zea mays var. pioneer ) yang telah dikeringkan. Sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung ini diharapkan akan menjadi dasar untuk pengembangan kelobot jagung sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan.

Hasil analisa sifat fisik (tebal) kelobot jagung menunjukkan bahwa kelobot jagung lapisan luar memiliki nilai yang lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 0,205 mm untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 0,212 mm untuk kelobot jagung varietas pioneer. Berdasarkan analisa ragam, jenis varietas dan jenis lapisan kelobot jagung berpengaruh nyata terhadap nilai tebal kelobot jagung.

Hasil analisa sifat kimia (kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar) kelobot jagung lapisan luar memiliki nilai yang lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer. Untuk kadar karbohidrat kelobot jagung lapisan dalam memiliki nilai yang lebih besar daripada kelobot jagung lapisan tengah dan luar untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer. Berdasarkan analisa ragam, jenis varietas dan jenis lapisan kelobot jagung berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat sedangkan untuk kadar lemak, hanya jenis lapisan yang berpengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak.

(14)

Anis Annisa Adnan. F34101058. Mechanical, Chemical and Physical

Characteristic of Cornhusk as a Packaging Material. Under Supervision Dr. Ir. Krisnani Setyowati and Ir. Sugiarto, MSi. 2006.

SUMMARY

Cornhusk is a packaging material which were easy to get, cheap and biodegradable. Currently, its utilization are still rare as a friendly packaging material for the environment. Nevertheless, some traditional food have been used them as packaging material such as dodol and wajit (sunda) or wajik (java). Generally, cornhusk is used in dry condition as a packaging material. Mechanical, chemical, and also its physical character are expected will become a basis for cornhusk development as a packaging material which friendly environment.

This research are conducted in two phase. First, preliminary research which were conducted to obtain water rate of dried cornhusk. Secondly, advance research as a follow up research. It was conducted right after the reference result of the preliminary research are already gained. The aim of this research are identifying its mechanical, chemical and physical of super sweet cornhusk (Zea mays var. saccharata) and pioneer cornhusk (Zea mays var. pioneer) in dry condition.

The analysis result of its physical (the cornhusk’s thickness) are indicated that the external coat of cornhusk have a larger value than the middle coat and the internal coat of the cornhusk, it is about 0,205 mm for super sweet cornhusk and 0,212 mm for pioneer’s cornhusk. Based on the statistical varied analysis, it is found out that the corn variant type and the cornhusk’s coat type gave a significant result for the thickness value of the cornhusk.

The analysis result of its chemistry (water rate, protein, fat, dusty, harsh fibre) are shown that the external coat are having the larger value than the middle and internal coat of the cornhusk for super sweet and pioneer variant. And for the rate of carbohydrate are shown that the internal coat have a larger value than the middle and external coat both for super sweet and pioneer corn variant. Based on the statistical varied analysis, type of variant and also type coat of the cornhusk have given a significant result on the water rate, protein rate, dusty rate, rate of its harsh fibre and also rate of its carbohydrate. Meanwhile for the fat rate, only type coat of the cornhusk are given the significant result on the fat value rate.

(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISASI FISIKO KIMIA DAN MEKANIS

KELOBOT JAGUNG SEBAGAI BAHAN KEMASAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANIS ANNISA ADNAN

F34101058

Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1984 Di Bogor

Tanggal lulus : 11 Januari 2006

Disetujui, Bogor, Februari 2006

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Pembimbing I

(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Anis Annisa Adnan

NRP : F34101058

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :

Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai Bahan Kemasan

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Sugiarto, Msi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, Februari 2006 Yang membuat surat pernyataan

(17)

BIODATA PENULIS

Anis Annisa Adnan dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984. Putri kedua dari empat bersaudara ini menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Gunung Gede dan dilanjutkan ke SMPN 3 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMUN 3 Bogor.

Melalui jalur USMI (Undangan Resmi Masuk IPB), penulis diterima di Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Pada bulan Januari 2006, penulis dinyatakan lulus dari perguruan tinggi tersebut setelah menyelesaikan tugas akhirnya yang berjudul “Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung Sebagai Bahan Kemasan“.

(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsiini.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

2. Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

3. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku penguji yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan banyak saran dalam skripsi ini.

4. Keluarga besar Abdul Muin Adnan (Papah, Mamah, Aa, Nurul dan Ainul) yang telah banyak memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

5. Citra Asmara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 6. Para laboran di laboratorium TIN yang telah banyak membantu penulis dalam

penelitian.

7. Teman-temanku Uci, Ayoe, Henny, Affan, Wiwin, Ani, Oryza, Agus, Wawan, Linda, Windy, Dita, DP, Linda, Nira, Yeni, Hevy serta semua TIN 38 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Februari 2006

(19)

DAFTAR ISI C. Rancangan Percobaan………..

11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….

(20)

V. KESIMPULAN DAN SARAN………. A. Kesimpulan………... B. Saran……….

42 42 42 DAFTAR PUSTAKA……….. 43

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil pengukuran bobot jagung berkelobot………... 4 Tabel 2. Data analisa sifat fisik, kimia, dan mekanis kelobot jagung Tabel 8. Nilai kadar protein kelobot jagung segar varietas super sweet dan pioneer………. 55 Tabel 9. Nilai kadar protein kelobot jagung kering varietas super sweet dan pioneer………. 55

Tabel 10. Nilai kadar lemak kelobot jagung segar varietas super sweet dan pioneer………. 56 Tabel 11. Nilai kadar lemak kelobot jagung kering varietas super sweet dan pioneer……… 56 Tabel 12. Nilai kadar abu kelobot jagung segar varietas super sweet dan pioneer………... 57 Tabel 13. Nilai kadar abu kelobot jagung kering varietas super sweet

dan pioneer……… 57 Tabel 14. Nilai kadar serat kasar kelobot jagung segar varietas super

sweet dan pioneer……….. 58 Tabel 15. Nilai kadar serat kasar kelobot jagung kering varietas super

sweet dan pioneer……….. 58 Tabel 16. Nilai kadar karbohidrat kelobot jagung segar varietas super

(22)

sweet dan pioneer……….. 59 Tabel 18. Nilai kekuatan tarik kelobot jagung kering varietas super sweet dan pioneer……… 60

Tabel 19. Nilai pemanjangan kelobot jagung kering varietas super sweet dan pioneer……… 61

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perubahan ikatan hidrogen selama pelepasan air dari dua permukaan selulosa yang berdekatan……… 6 Gambar 2. Rumus struktur selulosa……… 8 Gambar 3. Diagram alir penentuan kadar air acuan……… 12 Gambar 4. Diagram alir penentuan waktu pengeringan………. 13 Gambar 5. Diagram alir pengukuran sifat kimia kelobot jagung segar…. 14 Gambar 6. Diagram alir penelitian utama : Pengukuran sifat fisik, kimia, dan mekanis kelobot jagung kering varietas super sweet dan kelobot jagung pioneer………. 15

Gambar 7. Grafik nilai tebal kelobot jagung kering……… 18 Gambar 8. Grafik nilai kadar air kelobot jagung kering……… 20 Gambar 9. Kelobot jagung segar varietas super sweet lapisan luar,

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur pengujian sifat fisik, kimia, dan mekanis kelobot jagung……….. 46

Lampiran 2. Data pengukuran sifat fisik kelobot jagung………. 52 Lampiran 3. Data pengukuran sifat kimia kelobot jagung………... 53 Lampiran 4. Data pengukuran sifat mekanis kelobot jagung………... 60 Lampiran 5. Analisa ragam dan uji lanjut Newman-Keuls pada sifat fisik

kelobot jagung………. 62 Lampiran 6. Analisa ragam dan uji lanjut Newman-Keuls pada sifat

kimia kelobot jagung………... 63 Lampiran 7. Analisa ragam dan uji lanjut Newman-Keuls pada sifat

(26)
(27)
(28)
(29)

I.PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengemasan mempunyai peran sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dengan digunakannya kemasan pada hampir semua produk baik pangan maupun non pangan. Penggunaan kemasan telah memberikan banyak keuntungan bagi manusia, antara lain yaitu meningkatnya umur simpan produk pangan, melindungi produk dan meningkatkan nilai tambah produk.

Dampak negatif dari bahan kemasan mulai dirasakan manusia setelah sekian lama menikmati fungsi yang ditawarkannya yaitu berupa berlimpahnya sampah. Menurut Syarief et al., (1989), untuk mengantisipasi masalah tersebut secara umum di dunia internasional telah muncul tiga arah pengembangan di bidang pengemasan, yaitu penanganan bahan kemasan yang lebih baik atau daur ulang, produksi bahan kemasan yang dapat terdegradasi dan produksi bahan kemasan dengan menggunakan seminimal mungkin bahan baku atau bahan aktif .

Kemasan-kemasan yang beredar saat ini seperti plastik merupakan bahan kemasan yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme sehingga kemasan ini akan menumpuk dalam bentuk sampah yang tidak dapat membusuk. Untuk mengantisipasi hal tersebut harus dicari bahan kemasan alternatif yang bersifat biodegradable, satu di antaranya adalah kelobot jagung.

Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Saat ini kelobot jagung masih jarang digunakan untuk mengemas produk dan hanya digunakan untuk produk tertentu seperti dodol dan wajik (jawa) atau wajit (sunda).

Sebagai bahan kemasan, kelobot jagung ini biasanya digunakan dalam keadaan kering. Sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung diharapkan akan menjadi dasar untuk pengembangan kelobot jagung sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan.

(30)

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung manis super sweet ( Zea mays var. saccharata ) dan kelobot jagung pioneer ( Zea mays var. pioneer ) yang telah dikeringkan. Sifat fisiko kimia dan mekanis kelobot jagung ini sangat penting sebagai dasar untuk pengembangan kelobot jagung sebagai bahan kemasan yang dapat terdegradasi.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KELOBOT JAGUNG

Jagung termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminae) (Wallace and Bressmann, 1949). Menurut Moseman (2005) tanaman ini tumbuh tegak dengan tinggi tanaman yang bervariasi. Pada varietas tertentu tinggi tanaman saat dewasa kurang dari 60 cm dan tipe yang lain dapat mencapai 6 m atau lebih. Daun jagung tumbuh bergantian, panjang dan tipis dengan warna hijau muda sampai dengan hijau tua. Panjang tongkol yang telah tua berkisar antara 7,5 cm dan 50 cm.

Kelobot didefinisikan sebagai kulit buah jagung (Moeliono, 1989). Kelobot jagung mempunyai permukaan yang kasar dan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Semakin ke dalam warna kelobot semakin muda dan akhirnya berwarna putih. Jumlah rata-rata kelobot dalam satu tongkol adalah 12-15 lembar. Makin tua umur jagung, kelobotnya semakin kering. Susunan tangkai tongkol jagung beruas-ruas dan biasanya satu tangkai terdiri dari 12-15 ruas. Setiap batas ruas merupakan pangkal kelobot (Purnomo,1988).

Jagung manis mempunyai jumlah lembar kelobot yang lebih banyak dibandingkan dengan jagung pioneer. Jumlah rata-rata lembar kelobot yang terdapat pada jagung manis adalah 16 lembar sedangkan pada jagung pioneer adalah 12 lembar (Dalem, 1990).

(32)

Tabel 1. Hasil pengukuran bobot jagung berkelobot

Parameter Pengukuran (gram)

Jagung manis Jagung pioneer

Jagung tongkol

Perubahan fisik jagung manis selama penyimpanan dapat terlihat dari penampakan luar, yaitu perubahan keadaan kelobot dan bijinya serta timbul bau. Terjadinya proses penguapan, membuat kelobot semakin lama semakin kering. Pada waktu di panen kelobot kelihatan segar, yaitu agak basah sedangkan setelah mengalami penyimpanan kelobot menjadi kering dan mengerut (Purnomo, 1988).

Menurut Dalem (1990), penyimpanan jagung dengan kelobotnya lebih cepat membuat biji jagung keriput dibandingkan jagung yang disimpan dalam plastik berlubang. Hal ini dikarenakan penyimpanan jagung dengan kelobotnya akan membuat suhu bahan meningkat dan menyebabkan proses respirasi berjalan lebih cepat sehingga bukan hanya air saja yang menguap tetapi komponen-komponen seperti karbohidrat akan ikut menguap dalam proses respirasi.

B. PENGERINGAN

(33)

Beberapa parameter pengeringan yang berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan adalah kadar air awal, kadar air akhir, kecepatan aliran udara, suhu udara pengering dan kelembaban relatif udara (Brooker et al.,1974). Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan secara buatan (artificial drying). Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari (sun drying) dan pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis (Taib dkk., 1988).

Penjemuran adalah usaha pembuangan atau penurunan kadar air suatu bahan untuk memperoleh tingkat kadar air yang seimbang dengan kelembaban nisbi udara atmosfer. Pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai beberapa kelemahan antara lain tergantung cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama (Taib dkk., 1988).

Pengeringan dengan alat mekanis (pengering buatan) yang menggunakan tambahan panas, memberikan beberapa keuntungan diantaranya tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan keperluan, tidak memerlukan tempat yang luas dan kondisi pengeringan dapat dikontrol. Salah satu pengering yang biasa digunakan untuk proses pengeringan bahan hasil pertanian adalah pengering tipe rak. Proses pemanasan pengering tipe rak terjadi melalui pengaliran udara panas pada setiap rak. Pindah panas terjadi secara konduksi (pemindahan panas oleh benda yang tidak bergerak) dan radiasi (pengeluaran panas) dari permukaan rak yang dipanasi. Umumnya dalam pengering tipe rak, udara selain

membawa panas juga berfungsi dalam memindahkan uap air (Taib dkk., 1988).

(34)

monomolekul antara dua permukaan selulosa. Kemudian ikatan –H antar OH-air dan OH-selulosa terbelah dan terbentuk ikatan hidrogen antara permukaan-permukaan selulosa (Fengel dan Wegener, 1985). Perubahan ikatan hidrogen selama pelepasan air dari dua permukaan selulosa yang berdekatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perubahan ikatan hidrogen selama pelepasan air dari dua permukaan selulosa yang berdekatan (Fengel dan Wegener, 1985)

C. SIFAT KIMIA

Kadar air menunjukkan jumlah air bebas dan air terikat secara lemah pada bahan. Air bebas tersebut terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan intergranular dan pori-pori pada bahan. Air yang terikat secara lemah terserap

pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin, pati dan selulosa. Air mempunyai kecenderungan untuk mengadakan ikatan hidrogen

dengan gugus polar fungsional (Sudarmadji dkk., 1996).

Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air minimal dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14 – 15%. Fennema (1985) menambahkan bahwa jumlah kandungan air pada bahan terutama bahan-bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian air dalam bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.

(35)

N ini dilepaskan dengan cara dekstruksi dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif, maka jumlah protein dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Kelemahan cara ini adalah tidak semua jenis protein mengandung jumlah N yang sama, selain itu adanya senyawa lain bukan protein yang mengandung N dapat terhitung seperti protein (Sudarmadji dkk., 1996). Salah satu bahan dalam tanaman yang mengandung unsur N adalah klorofil. Menurut Fennema (1985), klorofil dalam tanaman yang masih hidup berikatan dengan protein. Dalam proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil berubah menjadi pheophytin yang menyebabkan hilangnya warna hijau.

Lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik yang mempunyai kecenderungan non polar. Bahan-bahan pelarut yang umum dipakai untuk ekstraksi lipida adalah heksan, eter dan kloroform. Salah satu bahan yang tergolong dalam lipida adalah lemak (Sudarmadji dkk., 1996).

Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen (Sudarmadji dkk., 1996). Wong (1989) menambahkan bahwa pigmen yang terdapat dalam tanaman dan larut dalam lemak adalah klorofil.

Abu adalah komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran bahan organik (Soebito, 1988). Sudarmadji dkk (1996) menambahkan bahwa abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

(36)

Gambar 2. Rumus struktur selulosa (Lehninger, 1990)

Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman. Pada umumnya, karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (Fennema, 1985). Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Polisakarida yang paling banyak dijumpai pada dunia tanaman yaitu pati dan selulosa (Lehninger, 1990).

D. SIFAT MEKANIS 1. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah maksimum daya rentang dari suatu bahan dimana bahan dapat seperti semula dengan menahan beban maksimum selama uji dibagi dengan panjang awal bahan. Kekuatan tarik berhubungan dengan daya tahan kemasan setelah diisi produk (Robertson, 1993).

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik yang paling penting dari suatu bahan. Dengan adanya uji kekuatan tarik dapat ditentukan berapa besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik suatu bahan, sejalan dengan menentukan seberapa panjang bahan tersebut memanjang sebelum putus. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu bahan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mematahkan bahan tersebut (Robertson, 1993).

(37)

titik putus tidak akan terjadi sampai ada gaya intermolekul yang besar (Robertson, 1993).

2. Laju transmisi oksigen dan laju transmisi uap air

Permeabilitas merupakan suatu proses perpindahan melalui suatu bahan (Robertson, 1993). Permeabilitas adalah laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan dari material yang permukaannya datar sebagai akibat dari perbedaan tekanan uap pada kedua sisi permukaannya pada suhu dan kelembaban tertentu (ASTM, 1989). Pada umumnya permeabilitas berkaitan dengan gas. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh pori-pori dan kondisi lingkungan (Robertson, 1993).

Menurut Gontard dan Guilbert (1994), permeabilitas merupakan parameter dasar untuk mendefinisikan kecocokan bahan polimer untuk kemasan produk dan desain kemasan yang cocok untuk produk pada kondisi tertentu. Produk membutuhkan suatu barrier yang efektif dimana strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah.

Sifat barrier suatu bahan kemasan berhubungan dengan kemampuan kemasan dalam menahan penyerapan gas, uap air dan radiasi (Catala dan Gavara, 1997). Pada permeabilitas untuk gas oksigen, difusi dan kelarutan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi. Permeabilitas polimer untuk air dan komponen-komponen organik sering disebut laju transmisi uap air (WVTR). Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu bahan untuk melewatkan uap pada suatu unit luasan bahan dan waktu tertentu, dimana laju transmisi uap air dipengaruhi oleh tekanan atau konsentrasi permanen (Robertson, 1993).

Proses transmisi uap dan gas pada suatu material menurut Robertson (1993) terjadi karena dua hal, yaitu:

a. Efek pori-pori, di mana gas dan uap mengalir melalui pori-pori mikroskopik, lubang dan celah material.

(38)

untuk barrier uap air tetapi jelek sebagai barrier untuk gas, tetapi dapat diperbaiki dengan peningkatan densitas (Robertson, 1993).

Permeabilitas merupakan parameter dasar untuk mendefinisikan kecocokan bahan polimer untuk kemasan produk dan desain yang cocok untuk produk pada kondisi tertentu. Penyimpanan beberapa produk membutuhkan barrier yang efektif dimana strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah (Catala dan Gavara, 1997).

E. BAHAN KEMASAN

Menurut Bureau and Multon (1995), bahan kemasan yang baik harus mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain.

b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya).

c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan.

d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi. e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang

ada, mudah dibuang, mudah dibentuk dan dicetak.

f. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.

(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelobot jagung super sweet umur panen 72 hari dan kelobot jagung pioneer umur panen 75 hari yang diperoleh dari Kampung Gunung Leutik Desa Benteng Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Bahan yang digunakan untuk pengujian antara lain CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl 0,02 N, NaOH 0,02N, kertas saring, heksan, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, alkohol teknis, air destilata dan indikator mensel.

Alat-alat yang digunakan adalah mikrometer sekrup, alat pengukur kekuatan tarik (Tensile Strength), alat pengukur laju transmisi O2 (Speedivac 2), alat pengukur laju transmisi uap air (Bergerlahr), termometer, alat pengukur RH udara (Hygrometer), gunting, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, tanur, desikator, pipet, labu Erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, gelas piala, labu kjeldahl, buret, sokhlet, penangas air, oven, pendingin tegak, corong buchner dan cabinet drier.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

¾ Penentuan kadar air acuan

(40)

Kadar air yang diukur dibedakan menjadi tiga bagian berdasarkan lapisan kelobot yaitu lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar adalah dua lembar kelobot yang berada di bagian terluar, lapisan ini merupakan lapisan yang biasanya tidak digunakan oleh petani pengrajin kelobot karena banyaknya kotoran yang menempel. Lapisan dalam adalah kelobot bagian dalam yang menempel pada tongkol jagung, sedangkan lapisan tengah adalah kelobot sisanya. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 3.

Kadar air 1 (Ka 1) Kadar air 4 (Ka 4) kelobot lapisan luar kelobot lapisan luar

Kadar air 2 (Ka 2) Kadar air 5 (Ka 5) kelobot lapisan tengah kelobot lapisan tengah

Kadar air 3 (Ka 3) Kadar air 6 (Ka 6) kelobot lapisan dalam kelobot lapisan dalam

Gambar 3. Penentuan kadar air acuan Jagung berkelobot

(varietas super sweet)

Pengeringan dipohon

Pemisahan kelobot & tongkol

Jagung berkelobot (varietas pioneer)

Jagung tongkol

Kelobot jagung super sweet

Kelobot jagung pioneer

(41)

¾ Penentuan waktu pengeringan kelobot jagung

Penentuan waktu pengeringan kelobot jagung dilakukan dengan mengeringkan kelobot jagung pada suhu 50˚C selama setengah jam sampai lima jam. Kelobot jagung yang telah dikeringkan kemudian diukur kadar airnya. Waktu pengeringan kelobot jagung dengan kadar air yang paling mendekati kadar air acuan akan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir penentuan waktu pengeringan kelobot jagung dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Penentuan waktu pengeringan kelobot jagung

¾ Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan dengan menganalisa sifat kimia kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer dalam keadaan segar. Data yang didapatkan digunakan sebagai pembanding untuk sifat kimia kelobot jagung yang akan dikeringkan pada penelitian utama. Analisa sifat kimia yang diuji meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat. Diagram alir analisa proksimat dapat dilihat pada Gambar 5.

Kelobot jagung segar (varietas super sweet)

Pengeringan pada cabinet drier

Kelobot jagung segar (varietas pioneer)

Pengeringan pada suhu 50˚C selama ½,

1½, 2, 2½, 3, 3½, 4, 4½ dan 5 jam.

(42)

Kadar air Kadar lemak

Kadar protein

Kadar serat kasar Kadar abu

Kadar karbohidrat

Gambar 5. Pengukuran sifat kimia kelobot jagung segar

2. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer yang dibagi menjadi dua kondisi yaitu kelobot jagung segar dan kelobot jagung kering. Kelobot jagung kering didapatkan dengan mengeringkan kelobot jagung varietas super sweet segar dan kelobot jagung varietas pioneer segar pada suhu 50˚C sampai didapatkan kadar air pada penelitian pendahuluan. Jika kadar air tidak sesuai dengan kadar air acuan maka proses pengeringan akan dilanjutkan sampai diperoleh kadar air yang sesuai dengan kadar air pada penelitian pendahuluan kemudian dianalisa sifat fisik, kimia dan mekanis. Diagram alir penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6.

Pemisahan kelobot & tongkol Jagung tongkol Jagung berkelobot segar

(varietas super sweet)

Jagung berkelobot segar (varietas pioneer)

Kelobot jagung

(43)

.

Gambar 6. Pengukuran sifat fisik, kimia dan mekanis kelobot jagung kering varietas super sweet dan pioneer

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam desain blok dengan tiga kali ulangan. Perlakuan jenis varietas jagung dijadikan sebagai blok. Untuk rancangan percobaan tersebut berlaku model matematik sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + αj + εijk dimana:

Yijk = Variabel respon yang diukur

µ = Rata-rata yang sebenarnya (bernilai konstan)

Ai = Efek lapisan kelobot ke-i (Lapisan luar, tengah, dalam) αj = Varietas jagung (blok) ke-j (varietas super sweet dan

pioneer)

εijk = Efek kesalahan unit eksperimen (Sudjana, 1995).

Kelobot jagung segar (varietas super sweet)

Pengeringan pada cabinet drier 50˚C

Analisa sifat kimia :

¾ Kadar protein

¾ Kadar abu

¾ Kadar lemak

¾ Kadar serat kasar

¾ Kadar karbohidrat Analisa sifat fisik:

¾ Tebal Bahan

Analisa sifat mekanis :

¾ Kekuatan tarik

¾ Transmisi uap air

¾ Transmisi oksigen Kelobot jagung segar

(varietas pioneer)

Kelobot jagung (varietas super sweet)

selama 4 jam

Kelobot jagung (varietas pioneer)

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Data hasil analisa sifat fisik, kimia dan mekanis kelobot jagung varietas super sweet dan varietas pioneer dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data analisa sifat fisik, kimia dan mekanis kelobot jagung kering N

o

Analisa Kelobot super sweet Kelobot pioneer Jenis Lapisan Jenis Lapisan

(45)

B. PEMBAHASAN

1. Sifat Fisik Kelobot Jagung

Faktor-faktor yang mempengaruhi tebal suatu bahan hasil pertanian adalah jenis tanaman, varietas, tempat tumbuh, iklim, kesuburan tanah dan kadar air bahan tersebut (Pantastico, 1984). Kelobot jagung super sweet dan kelobot jagung pioneer berasal dari dua varietas yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai tebal.

Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tebal suatu bahan hasil pertanian. Jika kandungan air dalam suatu bahan tinggi, maka akan menyebabkan ukuran sel mengembang dan secara langsung akan mempengaruhi tebalnya. Tebal kelobot jagung varietas super sweet dan pioneer diuji pada kondisi kelembaban relatif udara 80% dengan suhu 28˚C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal lapisan kelobot jagung kering bagian luar lebih besar dari kelobot jagung kering lapisan tengah (0,15 mm untuk super sweet dan 0,183 mm untuk pioneer) dan lapisan dalam (0,089 mm untuk super sweet dan 0,103 mm untuk pioneer) yaitu sebesar 0,205 mm untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 0,212 mm untuk kelobot jagung varietas pioneer. Hal ini disebabkan kandungan air yang terdapat dalam lapisan luar lebih besar dibandingkan lapisan tengah dan dalam. Selain itu diduga kelobot jagung lapisan luar memiliki dinding sel yang lebih tebal dengan serat yang lebih besar sehingga lapisan luar memiliki tekstur yang kaku dan nilai tebal yang tinggi.

(46)

0.205 0.212

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 7. Grafik nilai tebal kelobot jagung kering

Analisa ragam dengan selang kepercayaan 99% pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa jenis lapisan kelobot jagung dan jenis varietas jagung berpengaruh nyata terhadap nilai tebal kelobot jagung. Hasil uji lanjut Newman-Keuls menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tebal kelobot jagung antara lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam.

2. Sifat Kimia Kelobot Jagung a. Kadar Air

(47)

Pada kelobot jagung yang dibiarkan kering di pohon, kadar air lapisan luar lebih besar daripada lapisan tengah dan lapisan dalam. Hal ini diduga karena dinding sel kelobot jagung lapisan luar lebih tebal sehingga dapat menghambat pelepasan air dari dalam bahan. Selain itu, penurunan kadar air yang rendah pada lapisan luar bisa juga dikarenakan uap air pada lapisan yang ada dibawahnya menjenuhkan atmosfir pada permukaan lapisan luar sehingga memperlambat pengeluaran air selanjutnya.

Kadar air kelobot jagung varietas pioneer lebih besar dibandingkan kelobot jagung varietas super sweet. Hal ini karena kelobot jagung varietas pioneer memiliki nilai tebal yang lebih besar daripada varietas super sweet. Selain itu berkaitan juga dengan dugaan tebal dinding sel kelobot jagung varietas pioneer yang lebih besar sehingga menyebabkan proses pengeluaran air berjalan lama.

(48)

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung

super sweet pioneer

Gambar 8. Grafik nilai kadar air kelobot jagung kering

Proses pengeringan kelobot jagung pada cabinet dyer menggunakan suhu 50˚C bertujuan untuk memperkecil kerusakan bahan akibat pengeringan. Menurut Casey (1952) pengeringan dengan menggunakan alat pengering, biasanya menggunakan suhu 50 sampai 70˚C tergantung pada bahannya. Bila suhunya terlalu tinggi maka bisa menyebabkan terjadinya case hardening pada bahan.

Pengeringan kelobot jagung dapat menurunkan kadar air karena pada proses pengeringan suhu udara yang dialirkan di sekeliling bahan lebih tinggi dari suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara.

(49)

b. Kadar Protein

Penentuan kadar protein menggunakan metode Kjeldahl pada dasarnya adalah menghitung protein berdasarkan jumlah N yang terkandung dalam bahan (Fennema, 1985). Analisa protein dengan cara Kjeldahl mengakibatkan senyawa lain bukan protein yang mengandung N dapat terhitung sebagai protein. Pada tanaman terdapat klorofil yang strukturnya mengandung unsur N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelobot jagung kering lapisan luar memiliki kadar protein basis kering yang lebih besar dari lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 2,37% untuk varietas super sweet dan 3,68% untuk varietas pioneer. Diduga dalam klobot jagung terdapat klorofil dan lapisan luar memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak. Hal ini diperkuat oleh Purnomo (1988) yang menyatakan bahwa kelobot jagung berwarna hijau tua sampai hijau muda dan semakin kedalam warna kelobot semakin muda. Penampakan kelobot jagung segar varietas super sweet dapat dilihat pada Gambar 9 sedangkan kelobot jagung segar varietas pioneer dapat dilihat pada Gambar 10.

Lapisan Luar Lapisan Tengah Lapisan Dalam

(50)

Lapisan Luar Lapisan Tengah Lapisan Dalam

Gambar 10. Kelobot jagung segar varietas pioneer lapisan luar, tengah dan dalam

Kelobot jagung varietas pioneer memiliki kadar protein yang lebih besar daripada varietas super sweet. Hal ini berkaitan dengan dugaan klorofil yang terdapat dalam kelobot varietas pioneer lebih besar sehingga klorofil yang akan terhitung sebagai kadar protein juga lebih besar. Penampakan kelobot jagung kering varietas super sweet dapat dilihat pada Gambar 11 sedangkan kelobot jagung kering varietas pioneer dapat dilihat pada Gambar 12.

Lapisan Luar Lapisan Tengah Lapisan Dalam

(51)

Lapisan Luar Lapisan Tengah Lapisan Dalam

Gambar 12. Kelobot jagung kering varietas pioneer lapisan luar, tengah dan dalam

Hal ini diperkuat oleh Dalem (1990) yang menyatakan bahwa kelobot jagung pioneer memiliki warna kelobot yang lebih hijau dibandingkan kelobot jagung manis. Hasil pengujian kadar protein basis kering dapat dilihat pada Gambar 13.

2.37

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

(52)

Proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya degradasi klorofil. Hal ini yang menyebabkan kelobot jagung segar memiliki nilai protein yang lebih besar dibandingkan kelobot jagung kering karena terjadinya degradasi klorofil menyebabkan jumlah nitrogen yang terhitung sebagai protein berkurang. Menurut Fennema (1985), pemanasan menyebabkan terjadinya konversi butir hijau daun (klorofil) menjadi pheophytin yang ditandai dengan berubahnya magnesium yang mengikat N menjadi hidrogen sehingga N akan dilepaskan. Struktur dasar klorofil dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil pengukuran kadar protein kelobot jagung segar dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 14. Struktur dasar klorofil (Fennema, 1985)

(53)

c. Kadar Lemak

Kadar lemak ditentukan berdasarkan banyaknya lemak yang larut dalam bahan. Kandungan lemak yang terukur dalam bahan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya. Menurut Fennema (1985) fraksi lipida terdiri dari minyak/lemak (edibel fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon dan pigmen. Di dalam tanaman terdapat pigmen yang larut dalam lemak yaitu klorofil.

Pada proses pengukuran kadar lemak, heksan yang digunakan sebagai pelarut berubah warna dari kuning ke kuning kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa klorofil larut dalam pelarut heksan. Menurut Anonim (2006), klorofil dapat larut dalam petroleum eter, heksan, dietil eter, etil asetat, etanol dan air.

Hasil penelitian menunjukkan kelobot jagung kering lapisan luar memiliki kadar lemak basis kering yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tengah dan dalam, yaitu sebesar 2,84% untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 2,89% untuk kelobot jagung varietas pioneer. Diduga kelobot jagung lapisan luar memiliki kandungan klorofil yang lebih besar sehingga klorofil yang akan terhitung sebagai kadar lemak juga lebih besar.

(54)

2.84 2.89

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 15. Grafik nilai kadar lemak basis kering kelobot jagung kering

Kadar lemak kelobot jagung segar lebih besar dari kelobot jagung kering karena kelobot jagung segar memiliki kandungan klorofil yang lebih besar sehingga klorofil yang larut dan terhitung sebagai kadar lemak juga besar. Pada kelobot jagung kering, klorofil diduga sudah mengalami degradasi akibat proses pengeringan sehingga klorofil yang larut dalam lemak jumlahnya sedikit. Kadar lemak memiliki kecenderungan yang sama dengan kadar protein karena komponen yang mempengaruhinya juga sama yaitu klorofil.

(55)

d. Kadar Abu

Unsur mineral dalam suatu bahan dikenal juga sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Fennema, 1985).

Hasil penelitian menunjukkan kelobot jagung kering lapisan luar memiliki kadar abu yang lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 3,08% untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 3,70% untuk kelobot jagung varietas pioneer. Hal ini karena kandungan mineral yang terdapat dalam kelobot jagung lapisan tengah dan dalam lebih kecil sehingga zat anorganik yang terdapat dalamnya lebih kecil. Perbedaan kandungan mineral yang terdapat pada kelobot jagung disebabkan karena adanya perbedaan varietas, kesuburan tanah dan jenis pupuk yang digunakan.

Menurut Pantastico (1984), kandungan mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian dipengaruhi oleh varietas, kesuburan tanah, jenis tanaman dan jenis pupuk yang digunakan.

(56)

3.08

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam

Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 16. Grafik nilai kadar abu basis kering kelobot jagung

Analisa ragam dengan selang kepercayaan 99% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis lapisan kelobot jagung dan jenis varietas jagung berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abu kelobot jagung. Hasil uji lanjut Newman-Keuls menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar abu kelobot jagung antara lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam.

e. Kadar Serat Kasar

(57)

Begitu juga dengan kadar serat kelobot jagung pioneer lebih tinggi daripada kelobot jagung super sweet karena kelobot jagung pioneer memiliki kandungan selulosa yang lebih besar sehingga akan lebih banyak membentuk ikatan antar serat yang membuat kadar seratnya tinggi. Hasil pengkuran kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 17.

45.84

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam

Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 17. Grafik nilai kadar serat kasar basis kering kelobot jagung kering

Kadar serat kelobot jagung segar lebih rendah daripada kelobot jagung kering. Diduga karena kelobot jagung segar walaupun memiliki kandungan selulosa yang tinggi, tetapi juga memiliki kadar air yang tinggi sehingga ikatan antar serat yang terbentuk tidak banyak dan membuat nilai kadar serat kasarnya rendah. Hasil pengukuran kadar serat kasar kelobot jagung dapat dilihat pada Lampiran 3.

(58)

f.Kadar Karbohidrat

Penentuan karbohidrat dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar dimana kandungan karbohidrat diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan. Menurut Fennema (1985), karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati. Karbohidrat yang biasa terdapat dalam serealia dan umbi-umbian adalah polisakarida.

Hasil penelitian menunjukkan kelobot jagung kering lapisan dalam memiliki kadar karbohidrat basis kering yang lebih tinggi dibandingkan kelobot jagung lapisan tengah dan luar yaitu sebesar 55,84% untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 53,09% untuk kelobot jagung varietas pioneer karena kelobot jagung lapisan luar memiliki kadar serat yang lebih tinggi. Menurut Fennema (1985), kadar serat yang tinggi menunjukkan kandungan selulosa yang tinggi dimana selulosa termasuk dalam kelompok karbohidrat sebagai penyusun dinding sel tanaman.

(59)

45.87

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam

Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 18. Grafik nilai kadar karbohidrat basis kering kelobot jagung kering

Kadar karbohidrat kelobot jagung segar lebih besar daripada kelobot jagung kering karena kelobot jagung kering telah melewati proses pengeringan sehingga karbohidrat yang diubah menjadi CO2 dan H2O pada proses respirasi kelobot jagung akan semakin banyak. Hasil pengukuran kadar karbohidrat kelobot jagung segar dapat dilihat pada Lampiran 3.

(60)

3. Sifat Mekanis Kelobot Jagung a. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanis terpenting dalam suatu bahan kemasan. Pengujian kekuatan tarik dilakukan pada kondisi kelembaban relatif udara 80% dengan suhu 27˚C. Berdasarkan ASTM (1983) panjang minimal bahan untuk uji kekuatan tarik adalah 20 cm tetapi karena kelobot jagung tidak memenuhi panjang tersebut maka untuk keseragaman panjang sampel digunakan kelobot jagung dengan panjang 10 cm dan lebar 1,5 cm. Setelah kelobot jagung dijepit dengan chuck panjang bahan mula-mula seragam yaitu 5 cm.

Hasil penelitian menunjukkan kelobot jagung kering lapisan luar memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan kelobot jagung lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 287,72 kgf/cm2 (sejajar serat) dan 28,37 kgf/cm2 (tegak lurus serat) untuk kelobot jagung varietas super sweet sedangkan untuk varietas pioneer kekuatan tariknya sebesar 344,49 kgf/cm2 (sejajar serat) dan 40,28 kgf/cm2 (tegak lurus serat). Hal ini karena lapisan luar mempunyai kandungan serat yang tinggi sehingga jumlah ikatan antar seratnya semakin banyak dan ikatannya semakin kuat yang akan menyebabkan tinggginya nilai kekuatan tarik. Selain itu, diduga lapisan luar mempunyai dinding sel yang lebih tebal dan lebih kuat dengan serat yang lebih besar sehingga setelah melalui proses pengeringan akan membuat ikatan serat yang terbentuk menjadi semakin kuat.

(61)

air. Bahan yang memiliki kadar serat yang tinggi biasanya akan memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi.

Kekuatan tarik kelobot jagung pioneer lebih besar daripada kelobot jagung super sweet karena kelobot jagung pioneer memiliki kandungan serat yang lebih tinggi sehingga ikatan antar serat yang terbentuk akan lebih banyak dan kuat. Hasil pengujian kekuatan tarik kelobot jagung sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 19 sedangkan pengujian kekuatan tarik tegak lurus serat dapat dilihat pada Gambar 20.

287.72

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 19. Grafik nilai kekuatan tarik sejajar serat kelobot jagung kering

(62)

28.37

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 20. Grafik nilai kekuatan tarik tegak lurus serat kelobot jagung kering

Tinggi rendahnya suhu yang digunakan pada saat pengeringan juga dapat mempengaruhi nilai kekuatan tarik. Menurut Casey (1952) pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan bahan menjadi rapuh sehingga mempunyai nilai kekuatan tarik yang rendah.

(63)

b. Pemanjangan

Nilai pemanjangan diukur pada kondisi kelembaban relatif udara 80% dengan suhu 27˚C. Nilai persen pemanjangan kelobot jagung lapisan luar lebih rendah daripada lapisan tengah dan dalam. Hal ini diduga karena serat yang terdapat pada lapisan luar adalah serat yang tebal dan kaku sehingga akan cepat putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang rendah.

Nilai persen pemanjangan kelobot jagung pioneer lebih rendah daripada kelobot jagung super sweet karena jagung pioneer diduga memiliki serat yang cenderung tebal dan kaku sehingga akan cepat putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang rendah. Hasil pengukuran kekuatan tarik sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 21 dan kekuatan tarik tegak lurus serat dapat dilihat pada Gambar 22.

10.31

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

(64)

18.89

Lapisan luar lapisan tengah lapisan dalam

Jenis lapisan kelobot jagung kering

super sweet pioneer

Gambar 22. Grafik nilai pemanjangan tegak lurus serat kelobot jagung kering

Nilai persen pemanjangan tegak lurus serat lebih besar daripada sejajar serat karena pada proses pengeringan sebagian air pada kelobot jagung akan keluar dan mengakibatkan ukuran sel menjadi mengerut sehingga pada saat pengukuran kekuatan tarik tegak lurus serat kelobot jagung yang tadinya mengerut akan memanjang sebelum putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang tinggi.

Analisa ragam dengan selang kepercayaan 99% pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa jenis lapisan kelobot jagung dan jenis varietas jagung berpengaruh nyata terhadap nilai pemanjangan sejajar serat dan tegak lurus serat kelobot jagung.

(65)

c. Laju Transmisi Uap Air

Hasil penelitian menunjukkan nilai laju transmisi uap air pada kelobot jagung kering varietas super sweet lebih besar daripada kelobot jagung kering varietas pioneer. Nilainya berkisar antara 534,72 g/m2/24 jam sampai 587,2 g/m2/24 jam dengan rata-rata 570,8 g/m2/24 jam untuk kelobot jagung varietas pioneer. Pada kelobot jagung kering varietas super sweet nilai laju transmisi uap air berkisar antara 593,64 g/m2/24 jam sampai 709,8 g/m2/24 jam dengan rata-rata 665,49 g/m2/24 jam. Laju transmisi uap air kelobot jagung kering diukur pada kelembaban relatif udara 86% dengan suhu 25,5˚C. Hasil pengukuran laju transmisi uap air kelobot jagung kering dapat dilihat pada Gambar 23.

665.49

Gambar 23. Grafik nilai laju transmisi uap air kelobot jagung kering lapisan luar

(66)

Jika kandungan air, protein, karbohidrat dan selulosa dalam suatu bahan tinggi maka akan menyebabkan laju transmisi uap airnya tinggi. Hal ini dikarenakan air, protein, karbohidrat dan selulosa bersifat polar sehingga akan mudah larut karena sama-sama bersifat polar. Lemak bersifat non polar sehingga uap air dan lemak tidak akan larut, dan ini akan menyebabkan nilai laju transmisi uap airnya rendah.

Menurut Robertson (1993), nilai laju transmisi uap air tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat kepolaran bahan tetapi juga dipengaruhi oleh kerapatan bahan. Diduga kelobot jagung pioneer memiliki kerapatan yang lebih besar dibanding kelobot jagung super sweet sehingga nilai laju transmisi uap airnya lebih rendah.

Kelobot jagung pioneer memiliki kandungan air yang lebih tinggi dari pada kelobot jagung super sweet tetapi kelobot jagung pioneer diduga memiliki kandungan selulosa yang tinggi juga sehingga akan memiliki banyak gugus -OH. Gugus –OH yang ada dalam selulosa membentuk suatu ikatan hidrogen, ikatan yang terbentuk akan menghambat masuknya uap air sehingga nilai laju transmisinya rendah. Selain itu kelobot jagung pioneer juga memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi sehingga akan membuat nilai laju transmisi uap airnya rendah.

Berdasarkan Uji-T nilai laju transmisi uap air kelobot jagung super sweet dan kelobot jagung pioneer tidak berbeda nyata. Uji-T dapat dilihat pada Lampiran 7.

d. Laju Transmisi Oksigen

(67)

Menurut Salisbury dan Ross (1995), dalam daun terdapat lubang-lubang alami untuk proses penguapan dan salah satu lubang alaminya adalah stomata.

Stomata merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan keporosan daun karena dengan adanya stomata, oksigen dapat keluar masuk dengan bebas. Selain itu, bukaan di antara serat-serat yang besar juga dapat menyebabkan bahan terlalu poros.

Pengujian laju transmisi oksigen dilakukan pada lapisan luar kelobot jagung varietas pioneer dan lapisan luar kelobot jagung varietas super sweet. Pemilihan ini berdasarkan hasil terbaik dari sifat fisik, kimia dan mekanis yang telah dilakukan pada kelobot jagung. Laju transmisi oksigen kelobot jagung kering diukur pada kelembaban relatif udara 50% dengan suhu 24˚C.

4. Kemungkinan Pengembangan Kelobot Jagung Sebagai Bahan Kemasan

Kelobot jagung yang digunakan sebagai bahan kemasan adalah kelobot jagung dalam keadaan kering. Sebagai bahan kemasan, informasi mengenai sifat mekanis kelobot jagung seperti kekuatan tarik, laju transmisi uap air dan oksigen sangat diperlukan untuk menentukan produk yang cocok dikemas oleh kelobot jagung.

(68)

Dilihat dari nilai laju transmisi oksigen, kelobot jagung varietas pioneer dan varietas super sweet memiliki laju transmisi oksigen yang sangat tinggi sehingga kelobot jagung tidak sesuai sebagai bahan kemasan untuk produk yang peka terhadap oksigen misalnya produk yang berlemak. Hal ini dikarenakan jika oksigen masuk maka dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang menghasilkan peroksida dan asam lemak rantai pendek yang menyebabkan terjadinya ketengikan produk.

Dilihat dari nilai laju transmisi uap air, kelobot jagung varietas pioneer dan varietas super sweet memiliki laju transmisi uap air yang sangat tinggi (570,80-665,49 g/m2/24 jam) dibandingkan dengan daun

pisang yang memiliki nilai laju transmisi uap air sebesar 43,44 g/m2/24 jam. Hal ini menyebabkan kelobot jagung tidak sesuai

untuk mengemas produk yang peka terhadap uap air, misalnya produk gula.

Selama ini kelobot jagung sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kemasan produk dodol dan wajik. Kedua produk ini termasuk dalam produk pangan semi basah yang sebenarnya termasuk dalam produk yang peka terhadap oksigen dan uap air. Penggunaan kelobot jagung pada produk dodol dan wajit sebenarnya lebih dilihat pada nilai jual seninya sebagai bahan kemasan yang etnik. Warnanya yang coklat alami dan bentuknya yang unik dapat menarik minat masyarakat untuk membeli produk wajit dan dodol yang dikemas menggunakan kelobot jagung.

Berdasarkan analisa sifat fisik, kimia dan mekanis yang telah diuji, kelobot jagung memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai bahan kemasan sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing kelobot jagung, misalnya dengan mencari bahan coating untuk kelobot jagung sehingga dapat memperbaiki sifat laju transmisi uap air dan oksigen. Komponen utama untuk coating yang digunakan haruslah berasal dari bahan yang dapat menahan uap air dan oksigen salah satunya adalah coating komposit yang berasal dari bahan hidrokoloid dan lipid.

(69)

karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab dan modifikasi karbohidrat lainnya). Sedangkan lipid yang digunakan sebagai coating adalah lilin, bee wax, gliserol dan asam lemak (Donhowe dan Fennema, 1994).

Coating yang terbuat dari hidrokoloid mempunyai beberapa kelebihan diantaranya baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat ketahanan yang tinggi. Namun demikian coating yang berasal dari karbohidrat kurang baik untuk melindungi produk dari uap air sedangkan coating yang berasal dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Coating yang terbuat dari lipid mempunyai kelebihan untuk melindungi produk dari uap air sedangkan kekurangannya coating ini mempunyai ketahanan yang rendah.

Dilihat dari kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan coating tersebut, maka diharapkan coating yang terbuat dari komposit atau gabungan dari bahan hidrokoloid dan lipid dapat menyempurnakan sifat laju transmisi uap air dan oksigen dari kelobot jagung.

Berdasarkan penelitian Khalil (2005) bahan coating yang dapat digunakan untuk menahan oksigen dan uap air adalah coating komposit yang dibuat dari tapioka dan lilin lebah (bee wax). Pada pembuatan coating ini juga ditambahkan gliserol dan CMC (Carboxymethyl cellulose). Coating dibuat dengan menggunakan campuran tepung tapioka dengan aquades (perbandingan 1:9), gliserol 1% (b/v), CMC 1% (b/v) dan lilin lebah 1% (b/v). Menurut Donhowe dan Fennema (1994), penambahan gliserol pada coating adalah sebagai plasticizer yang bertujuan untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film. Sedangkan penambahan CMC bertujuan untuk membuat film yang kuat dan tahan minyak.

(70)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. KESIMPULAN

Sifat fisik (tebal) kelobot jagung lapisan luar lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam yaitu sebesar 0,205 mm untuk kelobot jagung varietas super sweet dan 0,212 mm untuk kelobot jagung varietas pioneer. Sifat kimia (kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar) kelobot jagung lapisan luar lebih besar dari kelobot jagung lapisan tengah dan dalam untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer. Untuk kadar karbohidrat kelobot jagung lapisan dalam lebih besar daripada kelobot jagung lapisan tengah dan luar untuk kelobot jagung varietas super sweet dan kelobot jagung varietas pioneer.

Sifat mekanis, nilai kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada kelobot jagung lapisan luar varietas pioneer yaitu sebesar 344,49 kgf/cm2 pada arah pengukuran sejajar serat. Nilai pemanjangan tertinggi diperoleh pada kelobot jagung lapisan dalam varietas super sweet yaitu sebesar 21,58%. Laju transmisi oksigen kelobot jagung super sweet dan kelobot jagung pioneer tidak terukur. Nilai laju transmisi uap air dari kelobot jagung super sweet lapisan luar sebesar 665,49 g/m2/24 jam sedangkan kelobot jagung pioneer lapisan luar sebesar 570,80 g/m2/24 jam.

C. SARAN

(71)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Green Pigments. http://www.chem.csustan.edu.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association Official Analytical Chemist, Washington D. C.

ASTM. 1989. Annual Book of ASTM Standard American Society for Testing and Material, Pennsylvania.

ASTM. 2000. Annual Book of ASTM Standard American Society for Testing and Material, Pennsylvania.

Brooker, D. B., F. W. B. Arkema dan C. W. Hall. 1974. Drying Cereal Grain. The AVI Publishing Co., Westport.

Brown, W. E. 1992. Plastic in Food Packaging : Properties, Design and Fabrication.Marcel Dekker Inc., New York.

Bureau, G. dan J. L. Multon. 1995. Food Packaging Technology Volume1. Wiley VCH, New York.

Casey, J. P. 1952. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology Volume I. Interscience Publisher, Inc., New York.

Catala, R. dan R. Gavara. 1997. High-Barrier Polymers for The Design of Food Packages. Chapman and Hall, New York.

Dalem, A. A. G. R. 1990. Kajian Identifikasi dan Daya Simpan Jagung Muda dalam Kaitannya dengan Penanganan Pasca Panen. Skripsi. Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Donhowe, I. Greener dan O. R. Fennema. 1994. Edible Films and Coating Characteristics, Formation, Definitions and Testing Methods. Di dalam J. M. Krochta, E. A. Baldwin, M. O. Nisperos-Cariedo (eds). Edible Film and Coating Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster, USA.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fengel, D. dan G. Wegener. 1985. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Fennema, O. R. 1976. Principles of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York and Basel.

Gambar

Gambar 1. Perubahan ikatan hidrogen selama pelepasan air dari dua  permukaan selulosa yang berdekatan (Fengel dan Wegener, 1985)
Gambar 2. Rumus struktur selulosa (Lehninger, 1990)
Gambar 3. Penentuan kadar air acuan
Gambar 4. Penentuan waktu pengeringan kelobot jagung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengoperasian lini produksi otomatis, faktor rumit lainnya adalah kehandalan (reliability). Kehandalan yang rendah akan menurunkan ketersediaan waktu produksi pada

Setelah dilakukan pengamatan kondisi fisik atlet putri taekwondo Unit Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman pada hari kedua menstruasi dan pada saat tidak menstruasi dengan

Memberikan penilaian atas bukti yang muncul pada saat simulasi lainnya dalam pelaksanaan penilaian kompetensi dengan metode

mengampanykan perdamaian, mengingat selama ini pemuda jarang dilibatkan dalam keagiatan perdamaian maupun dialog lintas iman. Pemuda merupakan harapan bangsa yang

Saka tintingan kang wis diandharake ing bab IV, panliti nduweni pengarep-arep supaya panaliten iki bisa nambahi kawruh tumrap panliti lan pamaos saengga bisa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi, dan profesionalisme yang merupakan sikap minimal yang harus dimiliki

What makes the heavy-ion therapy so unique is based on a few physical aspects of their interaction with irradiated matter in comparison to those of low-LET radiations: (i) heavy

Walaupun aku bersedih karena kehilangan malaikat dalam hidupku, orang yang sangat aku sayangi, orang yang pertama kali meemberikan pendidikan kepadaku, orang yang