• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium Melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium Melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN

DENDROBIUM MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK

BERBASIS BIOREAKTOR

FITRI RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Fitri Rachmawati

(4)
(5)

RINGKASAN

FITRI RACHMAWATI. Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium

melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor. Dibimbing oleh AGUS PURWITO, NURHAJATI ANSORI MATTJIK, NI MADE ARMINI WIENDI dan BUDI WINARTO.

Dendrobium merupakan komoditas anggrek yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak diminati pasar. Kebutuhan pasar dalam negeri akan anggrek ini mencapai 704 460 tangkai per tahun, namun produk tersebut didominasi oleh produk impor. Dipihak lain, Indonesia memiliki cukup banyak varietas unggul baru (VUB) Dendrobium yang berpotensi besar untuk dikembangkan dan bersaing dipasaran dengan produk impor. Permasalahan yang dihadapi pada pengembangan VUB Dendrobium lokal skala komersial adalah ketersediaan benih bermutu yang terbatas. Penyediaan benih bermutu secara konvensional untuk tujuan komersial tidak mungkin diandalkan. Teknologi perbanyakan klonal anggrek Dendrobium yang ada saat ini masih bersifat konvensional dan sederhana dengan produktivitas yang rendah dan kapasitas produksi yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu ketersediaan teknologi perbanyakan yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk menunjang perkembangan dan kemajuan agribisnis Dendrobium di Indonesia.

Teknologi perbanyakan masal benih Dendrobium yang efektif dan efisien berhasil dikembangkan melalui embriogenesis somatik berbasis bioreaktor. Inisiasi kalus embriogenik (KE) dilakukan dengan menanam tunas pucuk plantlet kultivar D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada medium IM-3 padat (1/2 MS + 1.5 mg L-1 TDZ + 0.5 mg L-1 BA + 20 g L-1 sukrosa + 2 g L-1 gelrite). Kultur diinkubasi pada fotoperiode terang 12 jam di bawah lampu fluorescent dengan intensitas cahaya 13 µmolm-2 s-1 pada suhu 23.5 ± 1.1°C selama ± 1 bulan. KE terinisiasi ± 7.1 hari setelah kultur diinkubasi dengan 98.7% pembentukan KE.

(6)

hingga KE memasuki fase stasioner dan siap untuk dikecambahkan, diperoleh 6.85 tingkat multiplikasi KE, 98.3% pembentukan KE dengan 6.1% malformasi morfologi kalus (3.3% kalus fenolik, 1.5% kalus masif, dan 1.3% kalus hiperhidrik).

Regenerasi KE dilakukan dengan mengeringkan kalus selama 7 hari pada suhu 18 ± 2°C, selanjutnya KE yang sudah dikeringkan dikulturkan pada medium perkecambahan MK-2 (1/2 MS + 0.05 mg L-1 BA + 20 g L-1 gula + 7 g L-1 agar) selama ± 2 bulan hingga diperoleh mini-plantlet (kecambah berukuran ± 1 cm). Pembesaran mini-plantlet dilakukan pada medium AM-5 (2 g L-1 Hyponex + 150 mL L-1 air kelapa + 20 g L-1 gula + 7 g L-1 agar + 2% arang aktif; tanpa zpt) selama ± 3 bulan hingga plantlet siap untuk diaklimatisasi dengan penampilan yang baik, memiliki tinggi 4-5 cm, 3-4 daun, dan perakaran yang baik.

Aklimatisasi plantlet dengan lebih dari 90% keberhasilan hidup diperoleh dengan menanam plantlet yang memiliki 3-5 daun dan tinggi 3-5 cm setelah ± 1 bulan dihardening di ruang inkubasi (suhu 25-27 oC dengan kelembaban 50-60%) pada tray plastik (29 cm x 23 cm x 7 cm) and pot plastik (diameter 15 cm) berisi media potongan akar pakis. Masing-masing pot berisi 50 plantlet dan 100 plantlet untuk masing-masing tray plastik. Aklimatisasi plantlet ditempatkan di atas rak di bawah intensitas cahaya 100–120 µmol m-2 s-1, temperatur 23-25°C dengan kelembaban 70-80%. Dua bulan setelah aklimatisasi, plantlet siap untuk ditanam secara individu pada pot berisi media arang kayu dan potongan akar pakis (1:1, v v-1). Setelah 4 bulan, diperoleh benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ bermutu yang sehat,

vigor, dan seragam dalam jumlah banyak yang siap digunakan untuk tujuan komersialisasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada skala percobaan produksi masal KE menggunakan sistem kultur cair dalam airlift bioreactor 500 mL menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada kultur cair konvensional dan semi konvensional. Sistem bioreaktor mampu meningkatkan proliferasi KE hingga 6x, menghasilkan 94% benih normal dengan abnormalitas yang rendah (6%), dan jumlah benih Dendrobium bermutu dalam jumlah yang sangat banyak (276x dibanding sistem konvensional), yaitu ± 195 juta plantlet atau 160 juta bibit kompotan atau 145 juta bibit individu per 100 eksplan per periode produksi (± 2 tahun). Berdasarkan estimasi analisis ekonomi adopsi teknologi ini untuk penyediaan benih Dendrobium skala industri sangat efisien dan menguntungkan (R/C =3.32 atau B/C = 2.32 > 1). Teknologi ini memiliki potensi tinggi untuk diterapkan dalam rangka penyediaan benih bermutu (sehat, vigor, dan seragam) skala komersial jenis Dendrobium lain, namun perlu diverifikasi sesuai dengan analisis visibilitas, nilai ekonomis, permintaan pasar, tujuan pasar dan pemain pasar dari jenis Dendrobium yang dipilih. Adopsi dan penerapan teknologi ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan benih Dendrobium bermutu dalam jumlah besar dan berkesinambungan untuk mendukung pengembangan dan kemajuan agribisnis Dendrobium di Indonesia baik untuk pasar lokal maupun global yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan pelaku bisnis anggrek, nilai tambah dan kepentingan stakeholder.

(7)

SUMMARY

FITRI RACHMAWATI. Development of Mass Propagation Technology of

Dendrobium via Somatic Embryogenesis Bioreactor Based. Supervised by AGUS

PURWITO, NURHAJATI ANSORI MATTJIK, NI MADE ARMINI WIENDI dan BUDI WINARTO.

Dendrobium is orchid commodity with high economical value and market demand. Market demand for the orchid product up to 704 460 stalks per year, however the products were dominated by impor products. In another hand, Indonesia has so many superior varieties of Dendrobium potentially developed and high competitiveness to impor product. Although the Indonesian Dendrobium

has high potential and competitiveness, availability of qualified and sustainability seeds is constrain. Preparing qualified-seeds conventionally for commercial purposes is impossible to be done, furthermore the existing in vitro clonal propagations, so far, still had low productivity and capacity, therefore it is needed effective and efficient in vitro propagation technology to support development and advances of Dendrobium agribusiness in Indonesia.

An effective and efficient in vitro propagation technology for Dendrobium, especially D. Indonesia Raya ‘Ina’ via somatic embryogenesis bioreactor based to

produce qualified-seeds was successfully established. Embryogenic callus (EC) initiation was carried out by culturing shoot tips of D. Indonesia Raya ‘Ina’

plantlet on IM-3 solid medium (half-strength MS medium containing 1.5 mg L-1 TDZ + 0.5 L-1 BA + 20 g L-1 sukrosa + 2 g L-1 gelrite). The cultures were incubated under light, 12 h photoperiod under cool fluorescent lamps with ~13 µmol m-2 s-1 light intensity and 23.5 ± 1.1 °C for ± 1 bulan. The EC was successfully initiated in ± 7.1 days after culture with 98,7% EC formation.

(8)

EC regeneration was carried out by EC dessicating for 7 days in 18 ± 2 °C followed by culturing the dessicated-EC on MK-2 germination medium (half-strength MS medium containing 0.05 mg L-1 BA, 20 g L-1 sugar, and 7 g L-1 agar for ± 2 months till mini-plantlets (± 1 cm in size) established. Mini plantlet enlargement was done by culturing the plantlets on AM-5 medium (2 g L-1 Hyponex containing 150 mL L-1 CW, 20 g L-1 sugar, 7 g L-1 agar and 2% activated-charcoal (AC) hormone free) for ± 3 months till the plantlets ready for acclimatization with well performance; 4-5 cm in height, 3-4 leaves, and good roots.

Plantlet acclimatization with more than 90% survival rate was established by planting healthy and vigor plantlets with 3-5 leaves and 3-5 cm after ± 1 month hardening in incubation room (25-27oC and 50-60% relative humidity) on plastic trays (29 cm x 23 cm x 7 cm) and plastic pots (15 cm in diameter) containing root fern bulks. Each pot contained 50 plantlets and 100 plantlets for each plastic tray. The acclimatized-plantlets were placed on racks under 100–120 µmolm-2 s-1 light intensity, 23-25 °C and 70-80% relative humidity. Two months after acclimatization, the plantlets were ready for repotting individually in plastic pots containing wood charcoal and root fern bulks (1:1, v v-1). After 4 months later, high number healthy, vigor, homogen and qualified-seedlings of D. Indonesia Raya ‘Ina’ was ready used for commercialization purposes.

From the research scale using liquid culture system in 500 mL bioreactor it was revealed that the system has high productivity for qualified-seed production compared to the conventional and semi-conventional culture system. The bioreactor system had MR of EC proliferation up to 6 time, produce 94% normal seeds with 6% abnormalities, and high number qualified-seedlings of D. Indonesia Raya ‘Ina’ (276 times than convensional system) with ± 195 million plantlets or 16 2 million seedlings or 145 million individual seedlings per 100 explant source for ± 2 year. Based on estimates of the financial analysis a adoption of the technology for industrial scale highly efficient and profitable (R/C=3.32 or B/C=2.32 > 1). The technology has high potential to be applied for producing qualified seeds (healty, vigor and true to type) for other Dendrobium’s, but need to be verified in accordance with visibility analysis, economical value, market demand, market purposes and players of Dendrobium types selected. Adoption and application of the technology expected can help preparing high number and quality of Dendrobium seeds to support development and advances of

Dendrobium agribusiness in Indonesia both for local and global market in turn it can increase former orchid income, value added and stakeholder prosperity. Keywords : bioreactor, Dendrobium, somatic embryogenesis, mass propagation

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

FITRI RACHMAWATI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN

DENDROBIUM MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : - Dr Ir Diny Dinarti, MSi - Dr Ir Irawati, MSc

Penguji pada Sidang Promosi : - Dr Ir Diny Dinarti, MSi

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan disertasi dengan judul: “Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr, sebagai ketua komisi pembimbing, dan kepada Prof Dr Ir Nurhajati Ansori Mattjik, MS, Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS, dan Dr Drs Budi Winarto, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang banyak memberi arahan, saran-saran dan tambahan wawasan kepada penulis sejak persiapan, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sudarsono, MSc, Dr Ir Dewi Sukma, MS, Dr Ir Diny Dinarti, MSi, Dr Ir Irawati, MSc, Dr Ir Muhammad Prama Yufdy, MSc, Dr Ir Trikoesoema Ningtyas, Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS, Dr Ir Nurhayati, MSc, dan Dr Ir Suwandi, MSc yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada Ujian Pra Kualifikasi Doktor, Ujian Tertutup dan Sidang Promosi Doktor, serta masukan dan saran perbaikan untuk penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan, beasiswa pendidikan dan bantuan dana penelitian melalui Program Kerja sama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) 2013-2014. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), peneliti, teknisi dan laboran Laboratorium Kultur Jaringan Balithi, staf peneliti Balithi serta teman-teman di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah membantu baik secara fisik maupun psikologi selama berlangsungnya kegiatan penelitian dan dukungannya dalam penulisan disertasi ini.

Penulis menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan kepada Bapak dan Ibu sebagai orang tua yang telah menanamkan dasar pendidikan yang baik dan berguna bagi penulis, serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami tercinta Romadhon Efendi H, ST dan keempat anak kami tersayang, Dani Husin Aqwam Lubis, Umaira Aisyah, Thoriq Muhammad Geraudy dan Ibrahim atas segala doa, pengertian, motivasi, pengorbanan dan kesabarannya dalam mendampingi penulis selama ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang turut membantu selama penelitian hingga penulisan disertasi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxiii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 4

1.3 Hipotesis Penelitian 4

1.4 Perumusan Masalah dan Kerangka Berpikir 4

1.5 Manfaat dan Dampak Penelitian 7

1.6 Kebaruan Penelitian 8

1.7 Ruang Lingkup Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1 Klasifikasi dan Penyebaran 11

2.2 Morfologi Anggrek Dendrobium 11

2.3 Embriogenesis Somatik 13

2.4 Tahapan Embriogenesis Somatik 15

2.5 Perkembangan Penelitian Embriogenesis Somatik pada Dendrobium 19

2.6 Pola Pertumbuhan Kalus/Sel Tanaman 22

2.7 Sistem Kultur Bioreaktor 24

2.8 Permasalahan Penggunaan Sistem Kultur Cair dalam Bioreaktor 26 2.9 Pengaruh Cekaman Oksidatif terhadap Aktivitas Enzim 27

3 INISIASI KALUS EMBRIOGENIK DENDROBIUM 29

Abstrak 29

Abstract 29

3.1 Pendahuluan 30

3.2 Bahan dan Metode 31

3.3 Hasil dan Pembahasan 36

3.4 Kesimpulan 45

4 PROLIFERASI AWAL KALUS EMBRIOGENIK DENDROBIUM 47

Abstrak 47

Abstract 47

4.1 Pendahuluan 48

4.2 Bahan dan Metode 48

4.3 Hasil dan Pembahasan 51

4.4 Kesimpulan 60

5 STUDI POLA PERTUMBUHAN KALUS EMBRIOGENIK

DENDROBIUM 61

Abstrak 61

Abstract 61

(18)

5.2 Bahan dan Metode 64

5.3 Hasil dan Pembahasan 65

5.4 Kesimpulan 75

6 PROLIFERASI KALUS EMBRIOGENIK Dendrobium Indonesia

Raya ‘Ina’ MENGGUNAKAN SISTEM KULTUR CAIR DALAM

ERLENMEYER 100 ML 77

Abstrak 77

Abstract 77

6.1 Pendahuluan 78

6.2 Bahan dan Metode 79

6.3 Hasil dan Pembahasan 82

6.4 Kesimpulan 98

7 PROLIFERASI KALUS EMBRIOGENIK Dendrobium Indonesia

Raya ‘Ina’ MENGGUNAKAN AIRLIFT BIOREACTOR 99

Abstrak 99

Abstract 99

7.1 Pendahuluan 100

7.2 Bahan dan Metode 102

7.3 Hasil dan Pembahasan 106

7.4 Kesimpulan 120

8 REGENERASI DAN PERKECAMBAHAN EMBRIO SOMATIK, AKSELERASI PERTUMBUHAN MINI PLANTLET, DAN

AKLIMATISASI PLANTLET Dendrobium Indonesia Raya ‘Ina’ 121

Abstrak 121

Abstract 122

8.1 Pendahuluan 123

8.2 Bahan dan Metode 125

8.3 Hasil dan Pembahasan 128

8.4 Kesimpulan 146

9 PROTOKOL PERBANYAKAN MASAL BENIH DENDROBIUM BERMUTU MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK

BERBASIS BIOREAKTOR 147

10 PEMBAHASAN UMUM 151

11 KESIMPULAN UMUM DAN SARAN 159

12 DAFTAR PUSTAKA 163

(19)

DAFTAR TABEL

2.1. Beberapa hasil penelitian embriogenesis somatik pada Dendrobium 19 3.1. Komposisi media untuk inisiasi KE Dendrobium 35 3.2. Pengaruh kultivar dan jenis eksplan terhadap inisiasi KE

Dendrobium

38 3.3. Pengaruh kultivar dan sistem kultur terhadap inisiasi KE

Dendrobium

38 3.4. Pengaruh kultivar dan sistem inkubasi terhadap inisiasi KE

Dendrobium 39

3.5. Pengaruh interaksi kultivar dan komposisi media terhadap waktu inisiasi kalus embriogenik (KE) (hari), kemampuan regenerasi eksplan (%), dan pembentukan KE (%) Dendrobium 40 3.6. Pengaruh interaksi kultivar dan komposisi media terhadap bobot

basah (g) dan ukuran kalus embriogenik (mm3) kultur Dendrobium 40 4.1. Pengaruh tunggal kultivar dan jenis eksplan terhadap proliferasi

awal kalus embriogenik (KE) Dendrobium setelah 1 bulan inkubasi kultur

52 4.2. Pengaruh kultivar dan jenis eksplan terhadap pertumbuhan kalus

embriogenik (KE) Dendrobium pada periode kultur 5 bulan 52 4.3. Pengaruh tunggal kultivar dan sistem kultur terhadap proliferasi awal

kalus embrigenik (KE) Dendrobium setelah 1 bulan inkubasi kultur 54 4.4. Pengaruh tunggal kultivar dan sistem kultur terhadap pertumbuhan

kalus embriogenik (KE) Dendrobium pada periode kultur 5 bulan 55 4.5. Pengaruh tunggal kultivar dan media terhadap proliferasi awal kalus

embriogenik (KE) Dendrobium setelah 1 bulan inkubasi kultur 57 4.6. Pengaruh tunggal kultivar dan sistem kultur terhadap pertumbuhan

kalus embrogenik (KE) Dendrobium pada periode kultur 5 bulan 57 6.1. Proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada media

yang berbeda 83

6.2. Proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada

kepadatan kalus yang berbeda 84

6.3. Pengaruh kombinasi media dan kepadatan kalus terhadap pertumbuhan dan proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya

‘Ina’ 86

6.4. Proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada komposisi media dan umur kalus yang berbeda 87 6.5. Perkembangan kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada

komposisi media dan umur kalus yang berbeda 88 6.6. Pengaruh media dan umur kalus terhadap kemampuan proliferasi

kalus embriogenik kalus embriogenik D.Indonesia Raya ‘Ina’ 88 6.7. Pengaruh konsentrasi dan jenis asam amino terhadap kemampuan

(20)

7.1. Metode analisis biokimia pada berbagai morfologi/kondisi kalus D.

Indonesia Raya ‘Ina’ hasil proliferasi menggunakan sistem kultur

cair dalam airlift bioreactor 500 mL 105

7.2. Pengaruh media terhadap kemampuan proliferasi kalus embriogenik

D.Indonesia Raya ‘Ina’ menggunakan airlift bioreactor 500 mL 107 7.3. Pengaruh umur kalus terhadap proliferasi kalus embriogenik D.

Indonesia Raya ‘Ina’ menggunakan airlift bioreactor 500 mL 107 7.4. Pengaruh tunggal media dan umur kalus terhadap perkembangan sel

kalus D.Indonesia Raya ‘Ina’ dalam airlift bioreactor 500 mL 108 7.5. Pengaruh kepadatan kalus terhadap proliferasi kalus embriogenik

D.Indonesia Raya ‘Ina’ dalam airlift bioreactor 500 mL 109 7.6. Pengaruh tingkat aerasi terhadap proliferasi kalus embriogenik D.

Indonesia Raya ‘Ina’ dalam airlift bioreactor 500 mL 109 7.7. Pengaruh interaksi kepadatan kalus dan tingkat aerasi terhadap

proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ dalam airlift

bioreactor 500 mL 110

7.8. Pengaruh tunggal kepadatan kalus dan tingkat aerasi terhadap perkembangan sel kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ dalam

airlift bioreactor 500 mL 110

7.9. Perbandingan aktivitas enzim lipid peroksidase (LP), katalase (CAT), dan guaiacol peroksidase (G-POD) kalus D. Indonesia Raya ‘Ina' hasil perbanyakan menggunakan airlift bioreactor 500 mL 117 8.1. Pengaruh waktu pengeringan terhadap regenerasi dan

perkecambahan embrio somatik DendrobiumIndonesia Raya ‘Ina’ 130 8.2. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap regenerasi dan

perkecambahan embrio somatik D.Indonesia Raya ‘Ina’ 131 8.3. Pengaruh interaksi waktu dan suhu pengeringan terhadap regenerasi

kalus embriogenik menjadi embrio somatik D. Indonesia Raya ‘Ina’ 131 8.4. Pengaruh interaksi waktu dan suhu pengeringan terhadap

perkecambahan embrio somatik D.Indonesia Raya ‘Ina’ 132 8.5. Pengaruh media terhadap diferensiasi dan perkecambahan embrio

somatik D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan menggunakan

airlift bioreactor 134

8.6. Pengaruh media pembesaran (AM) terhadap tinggi plantlet, jumlah daun, panjang dan lebar daun plantlet D.Indonesia Raya ‘Ina’ 135 8.7. Pengaruh perbedaan media pembesaran (AM) terhadap jumlah akar,

panjang akar, bobot basah dan bobot kering plantlet D. Indonesia

Raya ‘Ina’ 135

8.8. Pengaruh perbedaan media pembesaran (AM) terhadap rerata persentase plantlet normal dan abnormal D.Indonesia Raya ‘Ina’ 137 8.9. Pembesaran mini-plantlet asal media perkecambahan yang berbeda 138 8.10. Pengaruh ukuran plantlet terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi

benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan menggunakan

(21)

8.11. Pengaruh asal media pembesaran terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan airlift bioreactor 141

8.12. Pengaruh kondisi ruang inkubasi terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan airlift bioreactor 142

8.13. Pengaruh waktu hardening plantlet terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan airlift bioreactor 142

8.14. Pengaruh kerapatan/jumlah plantlet terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan airlift bioreactor 143

8.15. Pengaruh media aklimatisasi terhadap tingkat keberhasilan aklimatisasi benih D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan airlift bioreactor 143

9.1. Protokol perbanyakan masal benih Dendrobium bermutu melalui embriogenesis somatik berbasis bioreaktor

147 9.2. Estimasi jumlah bibit Dendrobium per siklus produksi (± 2 tahun) 149 9.3. Analisis ekonomi produksi plantlet Dendrobium menggunakan

teknologi perbanyakan in vitro berbasis bioreaktor dalam 1 periode

produksi (± 18 bulan) 149

DAFTAR GAMBAR

1.1. Kerangka pemikiran penelitian 6

1.2. Diagram alir kegiatan penelitian 9

2.1. Bunga Dendrobium dan bagian-bagiannya (Anonim 2005a) 12 2.2. Perkembangan embrio zigotik pada Angiospermae (Arabidopsis).

(Arnold et al. 2002) 13

2.3. Jalur perkembangan embriogenesis somatik tanaman 14 2.4. Tahapan embriogenesis somatik pada tanaman dikotil dan monokotil

(Sumber: George 1996 dalam Jha dan Ghosh 2005) 14

2.5. Pola pertumbuhan kalus/sel tanaman 23

2.6. Diagram skematis komponen airlift bioreactor 25 3.1. Tiga kultivar Dendrobium yang digunakan dalam penelitian 32 3.2. Proses regenerasi/pembentukan plantlet dari eksplan mata tunas

lateral tanaman Dendrobium untuk sumber eksplan 33 3.3. Kriteria dan bagian plantlet yang digunakan sebagai eksplan untuk

inisiasi KE Dendrobium 33

3.4. Inisiasi kalus embriogenik dan/atau embrio somatik pada tiga jenis

eksplan Dendrobium 36

3.5. Histologi inisiasi kalus embriogenik dan/atau embrio somatik pada

(22)

3.6. Pengaruh kultivar terhadap inisiasi kalus embriogenik Dendrobium 41 3.7. Pengaruh media terhadap inisiasi kalus embriogenik Dendrobium 41 4.1. Proliferasi awal dan pertumbuhan kalus embriogenik (KE) D.

Indonesia Raya ‘Ina’ 51

4.2. Pertumbuhan dan perkembangan kalus embriogenik (KE) asal dua jenis eksplan tiga kultivar Dendrobium pada tahap proliferasi awal

hingga 5 bulan periode kultur 53

4.3. Proliferasi awal kalus embriogenik (KE) Dendrobium menggunakan

teknik thin cross section (TCS) KE pada sistem kultur yang berbeda 55 4.4. Proliferasi awal dan perkembangan sel kalus embriogenik (KE) tiga

kultivar Dendrobium pada dua sistem kultur hingga 5 bulan periode

kultur 56

4.5. Pertumbuhan dan perkembangan sel kalus embriogenik (KE) tiga kultivar Dendrobium pada media yang berbeda pada 5 bulan periode kultur

58 5.1. Grafik persamaan regresi hubungan periode kultur dengan fase

pertumbuhan kalus tiga kultivar Dendrobium berdasarkan pengukuran bobot basah kalus selama 20 bulan periode kultur 66 5.2. Fase pertumbuhan kalus tiga kultivar Dendrobium berdasarkan

pengukuran bobot basah kalus selama 20 bulan periode kultur

67 5.3. Pertumbuhan kalus embriogenik Dendrobium selama 20 bulan

periode kultur 68

5.4. Bobot kering kalus embriogenik tiga kultivar Dendrobium selama 20

bulan periode kultur 69

5.5. Tingkat Multiplikasi kalus embriogenik tiga kultivar Dendrobium

selama 20 bulan periode kultur 69

5.6. Tingkat pencoklatan kalus tiga kultivar Dendrobium sampai dengan

periode kultur 20 bulan 70

5.7 Perbandingan pola perkembangan sel kalus tiga kultivar Dendrobium

sampai dengan periode kultur 20 bulan 71

5.8 Perkembangan sel kalus tiga kultivar Dendrobium sampai dengan

periode kultur 20 bulan 72

6.1. Proses proliferasi kalus embrigenik D. Indonesia Raya ‘Ina’

menggunakan sistem kultur cair dalam erlenmeyer 100 mL 82 6.2. Pengaruh tunggal kepadatan kalus dan media proliferasi terhadap

perkembangan sel kalus D. Indonesia Raya ‘Ina’ 84 6.3. Proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ pada berbagai

perlakuan media 85

6.4. Pengaruh umur kultur dan media proliferasi terhadap perkembangan

sel kalus Dendrobium Indonesia Raya ‘Ina’ 90

6.5. Penampilan kalus D. Indonesia Raya ‘Ina’ dalam media PM-12 (medium ½ MS + 0.5 mg L-1 TDZ + 0.10 mg L-1 BAP + 150 mL L-1 air kelapa + 20 g L-1 sukrosa) tanpa dan dengan penambahan jenis

(23)

6.6. Pengaruh jenis dan konsentrasi asam amino terhadap pencoklatan

kalus D.Indonesia Raya ‘Ina’ 93

6.7. Perkembangan sel kalus DendrobiumIndonesia Raya ‘Ina’ pada jenis

dan konsentrasi asam amino yang berbeda 94

7.1. Diagram skematis dan kelengkapan airlift bioreactor 102 7.2. Tahapan penyiapan kalus embriogenik (kultur starter) D. Indonesia

Raya ’Ina’ untuk perbanyakan masal menggunakan airlift bioreactor 103 7.3. Proliferasi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ menggunakan

airlift bioreactor 500 mL 106

7.4. Kondisi kalus D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan dalam airlift bioreactor 500 mL pada berbagai kombinasi kepadatan kalus (g per 250 mL media cair) dan tingkat aerasi (vvm) 111 7.5. Morfologi kalus D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

menggunakan dalam airlift bioreactor 500 mL 112 7.6. Pengaruh tingkat aerasi dan kepadatan kalus terhadap tingkat

malformasi morfologi kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’

pada sistem perbanyakan menggunakan airlift bioreactor 113 7.7. Perbandingan kadar air (%), kandungan klorofil (mg g-1), dan total

phenol (mg 100 g-1) kalus embriogenik D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil

perbanyakan dengan menggunakan airlift bioreactor 500 mL 114 7.8. Perbandingan kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar karbohidrat

(%), dan total energi (Kkal 100 g-1) KE D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil

perbanyakan dengan menggunakan airlift bioreactor 500 mL 115 7.9. Aktivitas enzim lipid peroksidase (LP), katalase (CAT), dan guaiacol

peroksidase (G-POD) pada berbagai kondisi morfologi KE D.

Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan menggunakan sistem kultur

cair dalam airlift bioreactor 500 mL 116

8.1. Tahapan diferensiasi kalus embriogenik dan perkecambahan embrio

somatik Dendrobium 129

8.2. Proses regenerasi kalus embriogenik dan perkecambahan embrio somatik pada clump kalus D. Indonesia Raya ‘Ina’ 129 8.3. Pengaruh waktu dan suhu pengeringan terhadap kontaminasi dan

pencoklatan kalus D.Indonesia Raya ‘Ina’ 130

8.4. Pengaruh interaksi waktu dan suhu pengeringan terhadap persentase kontaminasi dan pencoklatan kalus D.Indonesia Raya ‘Ina’ 131 8.5. Regenerasi kalus embriogenik dan perkecambahan embrio somatik D.

Indonesia Raya ‘Ina’ pada media MK-2 (medium ½ MS + 0.05 mg L -1

BA + 20 g L-1 gula + 7 g L-1 agar) 133

8.6. Kecambah normal dan abnormal D. Indonesia Raya ‘Ina’ 133 8.7. Pengaruh media terhadap persentase kecambah normal dan abnormal

D. Indonesia Raya ‘Ina’ 134

(24)

8.11. Tampilan plantlet asal media regenerasi (MK) yang berbeda 139 8.12. Aklimatisasi plantlet D. Indonesia Raya ‘Ina’ hasil perbanyakan

secara in vitro melalui embriogenesis somatik berbasis bioreaktor 140 9.1. Tahapan perbanyakan masal benih Dendrobium secara in vitro melalui

jalur embriogenesis somatik berbasis bioreaktor 150

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi DendrobiumSonia ‘Earsakul’* 185

2. Deskripsi DendrobiumIndonesia Raya ‘Ina’ 186

3. Deskripsi Dendrobium‘Gradita 10’ 188

4. Tiga kultivar Dendrobium yang digunakan pada penelitian 189

5. Komposisi media Murashige and Skoog (MS) 190

6. Komposisi media Vacin and Went (VW) 190

7. Komposisi media pupuk majemuk Hyponex, Rosasol, dan Growmore 191 8. Estimasi jumlah bibit Dendrobium yang dihasilkan dalam 1 periode

produksi (± 2 tahun) menggunakan teknologi embriogenesis somatik

berbasis bioreaktor 192

9. Estimasi jumlah bibit Dendrobium yang dihasilkan dalam 1 periode produksi (± 2 tahun) menggunakan teknologi perbanyakan in vitro

semi-konvensional 195

10. Estimasi jumlah bibit Dendrobium yang dihasilkan dalam 1 periode produksi (± 2 tahun) menggunakan teknologi perbanyakan in vitro

konvensional* 198

11. Rekapitulasi perbandingan estimasi jumlah bibit Dendrobium per satu siklus produksi (± 2 tahun) menggunakan teknologi perbanyakan

klonal secara in vitro yang berbeda* 200

12. Teori dan cara perhitungan analisis ekonomi 201 13. Estimasi analisis ekonomi perbanyakan benih Dendrobium

menggunakan teknologi perbanyakan in vitro konvensional 202 14. Estimasi analisis ekonomi perbanyakan benih Dendrobium

menggunakan teknologi perbanyakan in vitro semi konvensional 207 15. Estimasi analisis ekonomi perbanyakan benih Dendrobium

menggunakan teknologi perbanyakan berbasis bioreaktor 211 16. Estimasi analisis ekonomi produksi plantlet Dendrobium

(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dendrobium merupakan komoditas anggrek yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak diminati pasar karena keunggulan yang dimilikinya (Puchooa 2004; Kuehnle 2007). Potensi ekonomi Dendrobium telah dimanfaatkan dan dikembangkan baik sebagai tanaman hias pot maupun bunga potong oleh banyak negara termasuk di negara tropis seperti: Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia (Sim et al. 2006). Di Indonesia Dendrobium dibudidayakan secara luas (± 41 Ha) dan menguasai ± 34% bisnis anggrek nasional (BPS 2012a; Ditjen PPHP 2014).

Kebutuhan pasar akan tanaman hias pot dan bunga potong dari jenis

Dendrobium tergolong sangat tinggi, meskipun permintaan pasarnya bersifat fluktuatif dan sangat dipengaruhi oleh waktu, selera konsumen, penggunaan, segmen pasar, dan produsen. Kebutuhan bunga anggrek Dendrobium nasional pada tahun 2014 mencapai 517 586 tangkai per tahun atau sekitar 43 132 tangkai per bulan. Pada tahun 2015 kebutuhan anggrek Dendrobium meningkat ± 36.10% menjadi 58 705 tangkai per bulan atau 704 460 tangkai per tahun (PPPH-DKP DKI 2014). Hingga saat ini kebutuhan pasar tersebut belum dapat terpenuhi, terutama untuk jenis/kultivar Dendrobium hibrida unggul baru.

Selera konsumen terhadapcorak dan ragam bunga cenderung cepat berganti untuk Dendrobium pot, sedangkan untuk Dendrobium bunga potong, jenis dan corak bunga tidak banyak berubah. DendrobiumSonia ‘Earsakul’ (D. Caesar × D.

Tommy Drake) merupakan Dendrobium hibrida bunga potong asal Thailand yang sangat populer dan disukai pasar Indonesia, karena pertumbuhannya yang cepat, rajin berbunga, warna bunga cerah, dan kesegaran bunga yang lama (Lampiran 1 dan 4). Di pihak lain, Indonesia juga memiliki cukup banyak Dendrobium hibrida unggul yang berpotensi besar untuk dikembangkan dan mampu bersaing dipasaran dengan Dendrobium produk impor, seperti: D.‘Gradita 10’ (D.Sonia ‘Deep Pink’

× D. aksesi 1265) sebagai bunga potong (Balithi 2012) dan D. Indonesia Raya ‘Ina’ (D. ‘Kim Bora’ × D. ‘Wee Lian’) sebagai bunga pot (PPVT 2009)

(Lampiran 2, 3, dan 4). Namun pengembangan kultivar unggul lokal tersebut pada skala komersial masih terkendala oleh ketersediaan benih bermutunya yang masih terbatas. Oleh karena itu perakitan varietas unggul baru Dendrobium lokal yang memiliki nilai ekonomi tinggi perlu terus dilakukan dan dilengkapi dengan teknologi perbanyakan yang efektif dan efisien yang mampu menjamin ketersediaan benih bermutu dalam jumlah besar dan berkesinambungan.

Ketersediaan benih bermutu memiliki kontribusi yang sangat besar dan strategis dalam industri anggrek ini. Permintaan terhadap tanaman dan bunga

Dendrobium yang terus meningkat berdampak langsung pada peningkatan

kebutuhan benih. Hingga saat ini pengembangan agribisnis Dendrobium di Indonesia masih dihadapkan pada masalah ketersediaan benih bermutu

Dendrobium hibrida unggul yang terbatas (Novianto 2012). Secara tradisional,

Dendrobium umumnya diperbanyak secara seksual dengan biji, yang

(26)

tanaman per tahun dengan kualitas dan tingkat multiplikasi yang rendah (Nasiruddin et al. 2003; Malabadi et al. 2005; Martin & Madassery 2006). Perbanyakan klonal konvensional menggunakan eksplan mata tunas lateral tanaman dari lapang menggunakan sistem kultur cair dalam erlenmeyer yang digoyang di atas shaker yang telah dilakukan juga masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya: (1) metode inisiasi belum optimal dengan tingkat kontaminasi dan pencoklatan yang tinggi (20-40%), waktu inisiasinya lama (3-4 bulan), dan regenerasi yang rendah (60-80%), (2) belum adanya informasi lengkap tentang pola pertumbuhan terkait dengan periode kultur yang optimal untuk tahap proliferasi kalus, dan (3) kemampuan proliferasi masih rendah (tingkat multiplikasi ± 2x) dengan kapasitas terbatas dan intensitas subkultur yang tinggi (Song et al. 2007; Khosravi et al. 2008; Setyawati et al. 2012; Winarto et al. 2013a; Rachmawati et al. 2014), sehingga teknologi ini juga tidak bisa diandalkan untuk penyediaan benih Dendrobium bermutu skala komersial.

Pengembangan dan aplikasi teknologi embriogenesis somatik berbasis bioreaktor merupakan terobosan penting yang diperlukan untuk mengatasi kendala tersebut di atas. Teknologi ini banyak diaplikasikan di negara-negara maju, namun masih sangat terbatas dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia. Teknologi perbanyakan Dendrobium melalui embriogenesis somatik menggunakan genotipe, eksplan, media, sistem kultur, kondisi inkubasi, dan kepadatan kalus yang berbeda telah dilaporkan (Meesawat & Kanchanapoom 2002; Roy & Banerjee 2003; Chung et al. 2005, 2007; Utami & Ginting 2007; Khosravi et al. 2008; Song et al. 2007; Hoesen et al. 2008; Zhao et al. 2008; Setyawati et al. 2012; Winarto 2012; Mei et al. 2012; Winarto & Rachmawati 2013; Rachmawati et al. 2014). Aplikasi teknologi ini perlu didukung oleh sistem proliferasi dengan kapasitas yang memadai untuk dapat digunakan tujuan produksi benih Dendrobium skala komersial.

Bioreaktor merupakan salah satu alat dalam teknik kultur jaringan tanaman yang banyak diaplikasikan pada skala komersial untuk berbagai tujuan, termasuk penyediaan benih bermutu pada berbagai jenis tanaman, seperti pada Coffea canephora (Etienne et al. 2006; Ducos et al. 2007), Spathiphyllum cannifolium

(Dewir et al. 2006), Fragaria ananassa Duch (Debnath 2009), Gentiana triflora

(Dewir et al. 2010), Musa spp (Aragón et al. 2010), Lessertia frutescens (Shaik et al. 2010), dan Citrus reticula Blanco (Agisimanto et al. 2012). Pada kultur in vitro anggrek, bioreaktor telah diaplikasikan pada Phalaenopsis (Young et al. 2000), Oncidium ‘Sugar Sweet’ (Yang et al. 2010), dan D. ‘Zahra FR-62’ (Winarto et al. 2013a).

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa penggunaan bioreaktor mampu menghasilkan multiplikasi tunas terbanyak (9.3 tunas per eksplan) pada

Spatiphyllum cannifolium (Dewir et al. 2006), menghasilkan 6.5 tingkat multiplikasi berdasarkan bobot basah kalus dan sebanyak 40% kalus beregenerasi menjadi embrio somatik fase globuler pada Metroxylon sagu (Kasi & Sumaryono 2008), menghasilkan 46 embrio per g dengan tingkat multiplikasi 2.53 pada

Citrus mitis Blanco (Devi et al. 2007; 2012), menghasilkan tingkat pertumbuhan dan regenerasi sel embrio somatik terbaik (74 ± 0.14%) pada Lilium x formolongi

(27)

segar plbs tertinggi yaitu sebesar 375 g pada Oncidium‘Sugar Sweet’ (Yang et al.

2010), menghasilkan tingkat multiplikasi tunas tertinggi (25.4 tunas) setelah 12 minggu dikultur dalam temporary immersion system 5L pada Phalaenopsis

(Hempfling & Preil 2005), dan meningkatkan kecepatan proliferasi plbs dengan menghasilkan total berat segar 12.4 g plbs dengan pertambahan berat segar rata-rata 3.81 g per subkultur, 807.7 total pembentukan plbs dengan rata-rata-rata-rata 247.5 plbs baru per subkultur pada D. ‘Zahra FR-62’ (Winarto et al. 2013a).

Penggunaan alat ini dinilai lebih efektif dan efisien serta memberikan banyak keuntungan untuk perbanyakan in vitro baik melalui jalur organogenesis maupun embriogenesis beberapa jenis tanaman (Ziv 2000). Keuntungan penggunaan alat ini diantaranya adalah : 1) mampu meningkatkan kecepatan proliferasi sel karena adanya penambahan oksigen dan pergerakan aktif sel dan media yang berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel, sehingga menghasilkan biomassa sel yang tinggi, (2) peningkatan skala/kapasitas produksi sehingga volume kerja tinggi, (3) otomatisasi, efisiensi dalam penanganan kultur seperti inokulasi, subkultur, dan pemanenan lebih mudah, sehingga menghemat waktu dan tenaga kerja, (3) biaya operasional lebih murah, yaitu dapat menurunkan biaya produksi hingga ±24%, (4) memberikan kondisi lingkungan yang seragam, sehingga memungkinkan pengaturan kondisi secara konstan pada setiap fase, dan (5) kontrol yang lebih baik pada kultur dan lingkungan fisik, sehingga mudah mengoptimasi parameter pertumbuhan (seperti: pH, nutrisi media, temperatur, dll) (Ziv 2000; Takayama & Akita 2005; Celiktas

et al. 2010; Devi & Yulianti 2010; Fulzele 2000; Su 2006; Esyanti & Muspiah 2006). Di sisi lain, keberhasilan perbanyakan masal tanaman menggunakan bioreaktor sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: (1) tingkat aerasi, yang berpengaruh terhadap pengadukan (agitasi), sirkulasi udara, dan oksigen terlarut (dissolved oxygen); (2) kepadatan kultur/inokulum; (3) viskositas/kekentalan media; (4) komposisi media (sumber karbon, zpt, dll); (5) kondisi fisik kultur (pH, cahaya, suhu, dll); (6) kondisi sel (fase pertumbuhan sel/ umur sel/ sejarah sel); (7) morfologi dan jenis sel/kalus; dan (8) genotipe (Ziv 2000; Celiktas et al. 2010; Esyanti & Muspiah 2006).

(28)

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mendapatkan protokol embriogenesis somatik berbasis bioreaktor yang efektif dan efisien untuk produksi benih

Dendrobium bermutu pada skala masal dan berkesinambungan. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

(1) Mendapatkan metode optimal inisiasi kalus embriogenik (KE) melalui seleksi genotipe, jenis eksplan, komposisi media, sistem kultur dan kondisi inkubasi. (2) Mendapatkan metode proliferasi awal KE yang optimal melalui seleksi

genotipe, jenis eksplan, komposisi media, dan sistem kultur (3) Mendapatkan informasi pola pertumbuhan/proliferasi KE

(4) Mendapatkan metode proliferasi KE dan kultur starter yang optimal melalui seleksi umur kultur, komposisi media dan kepadatan inokulum.

(5) Mendapatkan metode optimal produksi masal KE pada skala bioreaktor melalui seleksi umur kultur, media, tingkat aerasi dan kepadatan inokulum. (6) Mendapatkan metode regenerasi optimal mulai dari tahap diferensiasi KE,

perkecambahan embrio somatik (ES), pembesaran mini-plantlet, hingga pertumbuhan bibitnya di rumah kaca melalui pengujian waktu dan suhu pengeringan KE, komposisi media untuk diferensiasi, perkecambahan ES dan pembesaran pertumbuhan mini-plantletnya serta optimasi pada tahap aklimatisasi.

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(1) Terdapat pengaruh genotipe, jenis eksplan, komposisi media, sistem kultur dan kondisi inkubasi terhadap keberhasilan inisiasi KE Dendrobium.

(2) Terdapat pengaruh genotipe, jenis eksplan, komposisi media, dan sistem kultur terhadap keberhasilan proliferasi awal KE Dendrobium.

(3) Pola dan laju pertumbuhan dan perkembangan KE Dendrobium dipengaruhi oleh genotipe, asal eksplan/kalus, sistem kultur, dan periode subkultur. (4) Terdapat satu umur kultur, komposisi media dan kepadatan inokulum

teroptimasi untuk meningkatkan proliferasi KE Dendrobium.

(5) Terdapat satu umur kultur, komposisi media, tingkat aerasi dan kepadatan inokulum yang memberikan respon proliferasi KE Dendrobium teroptimal dalam airlift bioreactor.

(6) Terdapat satu waktu dan suhu pengeringan dan komposisi media terbaik untuk diferensiasi, perkecambahan dan pembesaran mini-plantlet, serta kondisi aklimatisasi teroptimasi untuk pertumbuhan bibit Dendrobium di rumah kaca.

1.4 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran

(29)

Indonesia masih didominasi oleh Dendrobium hibrida impor. Di pihak lain, meskipun lembaga penelitian dan nurseri lokal telah mampu mengembangkan varietas-varietas baru yang mempunyai daya saing kuat dengan produk impor, namun pengembangannya masih terkendala oleh keterbatasan ketersediaan benih bermutunya, sehingga produk anggrek Dendrobium lokal masih sangat jarang ditemui di pasaran. Kondisi ini mendorong sebagian besar produsen dan petani

Dendrobium di Indonesia khusus menggunakan produk-produk impor baik benih botolan, kompot, tanaman remaja maupun dewasa. Sementara untuk ekspor ke pasar regional dan internasional, petani dan produsen dihadapkan pada persyaratan yang lebih ketat, benih harus berasal dari perbanyakan klonal dengan standar kesehatan, keseragaman dan vigoritas fisik yang tinggi. Dampaknya impor benih terus meningkat dan peluang ekspor anggrek nasional makin menurun. Pada tahun 2007-2011 rata-rata pertumbuhan impor mencapai 75% dan ekspor -6% (BPS 2012b).

Impor benih anggrek, termasuk jenis Dendrobium yang terus meningkat dapat menghambat kemajuan industri anggrek di Indonesia. Kondisi tersebut diduga berpengaruh terhadap cadangan devisa negara, mengurangi kesempatan memperoleh pendapatan bagi tenaga kerja Indonesia di dalam negeri, menguntungkan bagi negara pengekspor benih, dan menekan tumbuh-kembangnya industri perbenihan nasional. Namun disisi lain. kondisi tersebut adalah tantangan sekaligus peluang besar yang harus dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis anggrek nasional, utamanya terkait dengan pengembangan industri perbenihan anggrek nasional. Oleh karena itu kemampuan memanfaatkan peluang tersebut perlu didukung oleh penyediaan teknologi perbanyakan masal benih bermutu yang efektif dan efisien.

Teknologi perbanyakan klonal anggrek Dendrobium yang ada saat ini belum mampu menjamin ketersediaan benih Dendrobium bermutu dalam skala komersial secara berkesinambungan. Penyediaan benih Dendrobium bermutu melalui pengembangan dan aplikasi teknologi embriogenesis somatik berbasis bioreaktor merupakan terobosan penting yang sangat diperlukan untuk mengatasi kendala tersebut di atas. Teknologi ini dapat menghasilkan benih bermutu dalam jumlah besar, seragam, dalam waktu singkat dan berkesinambungan. Teknologi ini banyak diaplikasikan pada banyak tanaman di negara-negara maju, namun belum pernah dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia. Oleh karena itu, melalui Disertasi ini, dilakukan penelitian dengan judul: ‘Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor’.

(30)

Gambar 1.1. Kerangka pemikiran penelitian

PERAKITAN KULTIVAR UNGGUL

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI BIBIT SKALA KOMERSIAL

PENGEMBANGAN INDUSTRI PERBENIHAN

MANFAAT DAN DAMPAK BESAR TERHADAP PENGEMBANGAN DAN KEMAJUAN AGRIBISNIS ANGGREK DI INDONESIA

(31)

1.5 Manfaat dan Dampak Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat dan dampak yang besar terhadap perkembangan dan kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia.

Perkiraan manfaat hasil penelitian diantaranya:

(1) Tersedianya teknologi embriogenesis somatik berbasis bioreaktor yang efektif dan efisien yang mampu penyediaan benih bermutu pada skala komersial.

(2) Tersedianya benih Dendrobium bermutu produk nasional dalam jumlah yang cukup yang mampu menekan laju impor benih dan mensubstitusi produk impor yang saat ini banyak mewarnai pasar Nasional.

(3) Tersedianya teknologi dasar yang penting untuk penelitian dan pengembangan yang lebih mendalam pada berbagai aspek, terkait dengan pemuliaan, anatomi, fisiologi, bioteknologi seluler hingga perekayasaan genetikanya.

(4) Meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) perbanyakan masal anggrek di Indonesia

Perkiraan dampak hasil penelitian diantaranya:

(1) Meningkatnya produktivitas Dendrobium Indonesia baik kuantitas maupun kualitas.

(2) Meningkatnya daya saing produk Dendrobium Indonesia baik di pasar lokal, regional maupun global.

(3) Meningkatnya pemanfaatan, penyebarluasan dan sosialisasi Dendrobium

produk Indonesia, khususnya dipasar lokal.

(4) Menurunnya ketergantungan pelaku agribisnis anggrek terhadap produk-produk impor.

(5) Meningkatnya peluang ekspor produk-produk Dendrobium Indonesia ke pasar regional dan internasional. Meningkatnya pendapatan dan manfaat semua pelaku agribisnis Dendrobium Indonesia.

(6) Meningkatnya kontribusi sektor pertanian, khususnya agribisnis benih anggrek terhadap peningkatan dan pertumbuhan perekonomian Nasional

(32)

1.6 Kebaruan Penelitian

Hasil penelitian yang disajikan pada disertasi ini meliputi aspek bioteknologi, fisiologi, dan biologi tentang berbagai permasalahan terkait pengembangan teknologi perbanyakan tanaman secara in vitro dalam rangka penyediaan benih Dendrobium bermutu skala masal dan berkesinambungan dan solusi pemecahannya melalui serangkaian penelitian yang dilakukan di laboratorium. Adapun poin-poin kebaruan yang berhasil diperoleh dari penelitian ini meliputi:

1) Metode induksi kalus embriogenik (KE) Dendrobium terkait penggunaan kultivar, jenis eksplan, komposisi media, sistem kultur, dan kondisi kultur.

2) Metode proliferasi awal KE Dendrobium terkait teknik proliferasi, periode/umur kultur, media, dan sistem kultur.

3) Informasi pola pertumbuhan dan proliferasi KE Dendrobium terkait periode/umur kultur starter teroptimal untuk produksi masal dalam sistem bioreaktor.

4) Metode proliferasi KE Dendrobium menggunakan sistem kultur cair terkait penggunaan umur kultur, media, dan kepadatan kalus dalam rangka penyiapan kultur starter teroptimal

5) Metode produksi KE Dendrobium skala masal menggunakan airlift bioreactor terkait informasi umur kalus, komposisi media, tingkat aerasi, dan kepadatan kalus.

6) Metode regenerasi KE Dendrobium mulai dari tahap diferensiasi, perkecambahan, pembesaran plantlet, dan aklimatisasi plantlet terkait informasi penggunaan suhu dan lama penyimpanan untuk pengeringan KE Dendrobium dan komposisi media yang digunakan.

1.7 Ruang lingkup Penelitian

Penelitian difokuskan untuk: (1) optimasi induksi kalus embriogenik (KE)

(33)

Gambar 1.2. Diagram alir kegiatan penelitian

(Sistem kultur cair dalam Erlenmeyer 100 mL)

PRODUKSI MASAL KE DALAM BIOREAKTOR

(34)
(35)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Penyebaran

Dendrobium merupakan anggrek yang tumbuh menyebar di Asia Selatan, India, dan Srilangka. Di Asia Timur, Dendrobium banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jepang, Taiwan, dan Korea. Di Asia Tenggara, tanaman ini menjadi andalan Thailand, Indonesia, dan Filipina. Anggrek ini juga menyebar luas ke Papua Nugini, Selandia Baru, dan Tahiti. Kebanyakan tanaman ini tumbuh liar di daerah tropis seperti Asia. Dalam jumlah terbatas anggrek ini ditemukan di Selatan Amerika Serikat dan daerah jajahan Inggris (Anonim 2005a). Sementara beberapa spesies Dendrobium yang ditemukan di Indonesia diantaranya adalah:

Dendrobium acuminatissimum, D. bifalce, D. macrophyllum, D. faciferum, D. crumenatum, D. lasianthera, D. phalaenopsis, dan D. kelamense (Soetopo 2009). Menurut Dressler & Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae Subfamili : Epidendroideae Suku : Epidendreae Subsuku : Dendrobiinae Genus : Dendrobium

Spesies : D. bifalce, D. macrophyllum, D. statriotes, D. antennantum, D. canaliculatum, D. discolor, D. gouldii, D. johannis, D. lineale, dan D. strebloceras, dll.

Genus Dendrobium mempunyai keragaman yang sangat besar, baik habitat, ukuran, bentuk umbi semu (pseudobulb), daun maupun warna bunganya. Spektrum penyebarannya luas, mulai dari dataran rendah Kalimantan hingga kaki pegunungan Himalaya di ketinggian 3800 m di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan cara hidupnya, sebagian besar Dendrobium bersifat epifit, namun ada pula yang hidup sebagai litofit (Bechtel et al. 1992). Habitatnya koral di pantai, tanah, batu-batuan, atau menempel pada pepohonan (epifit) seperti mangrove, kelapa, dan karet. Tumbuh baik pada ketinggian 0−500 m dpl dengan kelembapan 60−80% (Waston 2004).

2.2 Morfologi Anggrek Dendrobium

(36)

merupakan bagian yang menyatu dan membentuk bibir bunga. Umumnya petal berbentuk lebih bulat dan lebih besar serta bertektur halus dibanding sepal. Warna petal hampir sama dengan sepal, kecuali pada petal yang membentuk bibir bunga warnanya lebih cerah; (3) Pollinia atau polen (alat kelamin jantan). Polen

Dendrobium berjumlah 4, tersusun dalam 2 rostellum kecil dan berbentuk bulat. Ukuran beragam mulai dari besar, kecil, bahkan sangat halus. Pollinia berwarna kuning pucat hingga kuning cerah dan muncul pada bagian atas tugu; (4)

Gymnosternum atau putik (alat kelamin betina). Gymnosternum berada di dalam tugu; (5) Ovari (bakal buah); (6) bibir (labellum). Bagian ini merupakan perkembangan dari petal ketiga. Pada beberapa spesies ukuran bibir biasanya membesar dan berwarna lebih cerah. Umumnya bibir terbelah menjadi 3 dan bagian dasar menyatu dengan taji bunga; (7) Lidah; (8) Tugu bunga (column). Merupakan tempat berkumpulnya atau wadah alat kelamin bunga. Tugu terletak dibagian tengah antara bunga jantan dan betina; (9) Mentum; dan (10) Taji (kaki tugu) (Gambar 2.1) (Anonim 2005a).

Pembuahan terjadi bila polen diserbukkan ke bagian putik dari bunga lain. Penyerbukan alami dilakukan oleh hewan penyerbuk seperti serangga, sedangkan penyerbukan buatan dilakukan oleh manusia. Buah terbentuk 3-4 bulan. Setelah matang, buah pecah dibagian tengah. Buah Dendrobium berwarna hijau, berukuran besar, dan menggembung dibagian tengah. Bentuknya seperti kapsul yang terbelah menjadi 6 bagian. Tiga diantaranya berasal dari rusuk sejati sedangkan sisanya tempat melekat 2 tepi daun buah yang berlainan. Ditempat menyatunya tepi daun buah itu terbentuk biji-biji anggrek. Biji anggrek tidak memiliki endosperm, sehingga untuk perkecambahan biji anggrek membutuhkan gula dan senyawa lain dari lingkungannya.

Gambar 2.1. Bunga Dendrobium dan bagian-bagiannya (Anonim 2005a)

(37)

Pola pertumbuhan batang anggrek Dendrobium bertipe simpodial, artinya memiliki pertumbuhan ujung batang terbatas. Batang ini tumbuh terus dan akan berhenti setelah mencapai batas maksimum. Batang Dendrobium umumnya beruas-ruas dengan panjang yang hampir sama. Pada anggrek simpodial ini terdapat penghubung yang disebut rhizoma atau batang di bawah tanah. Dari rhizoma ini akan keluar tunas anakan baru. Di antara rhizoma dan daun ada semacam umbi yang disebut pseudobulb (umbi semu) yang berfungsi untuk menyimpan cadangan air dan makanan. Sebenarnya itu bukan umbi yang sesungguhnya, tetapi hanya batang yang membesar. Ukuran maupun bentuk

pseudobulb bervariasi tergantung pada spesiesnya (Anonim 2005a; Anonim 2005b).

Dendrobium mempunyai akar lekat atau akar substrat dan akar udara. Akar lekat berfungsi sebagai penahan tanaman, sedangkan akar udara untuk kelangsungan hidup tanaman. Akar terbungkus jaringan berbentuk seperti bunga karang. Akar sehat berwarna putih tebal, dibagian ujung akar aktif berwarna hijau cerah. Selain itu akar panjang, jumlah banyak, dan bagian ujung meruncing.

2.3 Embriogenesis Somatik

Proses pembentukan embrio (embriogenesis) pada tanaman dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu embriogenesis zigotik dan embriogenesis somatik. Embriogenesis zigotik adalah proses pembentukan embrio dari zigot (hasil pembuahan sel telur) (Gambar 2.2). Sedangkan embriogenesis somatik adalah proses perkembangan sel somatik menjadi tanaman lengkap melalui pembentukan embrio tanpa melalui peleburan sel gamet (Gambar 2.3) (Slater et al. 2003; Santos et al. 2006). Pada embriogenesis somatik, sel somatik dalam kondisi terinduksi akan menghasilkan sel-sel embriogenik, yang akan mengalami serangkaian perubahan morfologi dan biokimia dan akhirnya terbentuk embrio somatik (Jimenez 2001). Semua sel somatik di dalam tanaman mengandung seri informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tanaman utuh dan fungsional, sehingga embriogenesis somatik merupakan bentuk dasar dari sifat totipotensi (total genetic potential) sel, suatu sifat unik dari tanaman tingkat tinggi (Quiroz-Figueroa et al. 2006).

(38)

a-j (kotiledon normal; a-g, k-m (kotiledonari akibat pembentukan globular sekunder dipermukaan embrio primer; a-f,n-p (kotiledonari akibat fusi embrio globular pada tahap awal pembentukan) (Sumber: Santos et al. 2006)

Gambar 2.3. Jalur perkembangan embriogenesis somatik tanaman

(39)

Secara morfologis dan fisiologis embrio somatik hampir sama dengan embrio zigotik yaitu bipolar walaupun berkembang melalui cara yang berbeda. Embrio somatik dan zigotik memiliki kesamaan yang kuat dalam hal keseluruhan morfologi, ukuran dan organisasi seluler internal (Arnold et al. 2002). Selain itu embrio somatik mengalami tahapan perkembangan yang mirip dengan perkembangan embrio zigotik. Secara spesifik tahap perkembangan tersebut di mulai dari tahap pro-embrio, globular, hati, torpedo dan kotiledon/kecambah pada dikotil (Gaj 2001; Mandal & Gupta 2002; Gray 2005) dan tahap globular, memanjang, skutellar dan koleoptilar pada monokotil (Gambar 2.4) (Godbole et al. 2002). Pada monocotyledoneae seperti anggrek, embrio somatik tahap globular berkembang menjadi embrio yang mempunyai suspensor. Skutelum dibentuk pada bagian lateral dari embrio, primordia akar dan tunas berkembang pada bagian ujung-ujung aksis embrio. Skutelum kemudian berkembang menjadi kotiledon tunggal. Selanjutnya perkembangan embrio somatik secara morfologis dari tahap globular dan seterusnya mirip dengan perkembangan embrio zigotik. Embrio somatik tanaman anggrek lebih dikenal dengan nama Protocorm-likebodies atau plbs (Martin & Madassery 2006; Kong et al. 2007; Julkiflee et al.

2014).

Embrio somatik dapat terbentuk secara langsung dan tidak langsung (Molina et al. 2002). Embrio somatik yang terbentuk secara langsung meliputi pembentukan embrio dari sel tunggal atau kelompok sel yang menyusun jaringan eksplan tanpa melalui pembentukan kalus, sedangkan embrio yang terbentuk secara tidak langsung adalah pembentukan embrio melalui fase kalus (Slater et al.

2003; Quiroz-Figueroa et al. 2006; Lee et al. 2009). Keberhasilan embriogenesis somatik secara tidak langsung akan tercapai apabila kalus yang digunakan bersifat embriogenik (meristemoid) dengan ciri-ciri: sel berukuran kecil, dinding selnya tipis, isodiometrik, sitoplasma padat, inti besar dan jelas, vakuola kecil, mengandung butir pati, ruang antar sel lebih rapat, berkelompok/agregat/clump, menyerap warna kuat, dan aktivitas pembelahan sel tinggi (Arnold et al. 2002; Purnamaningsih 2002; Kasi & Sumaryono 2008; Fu et al. 2012)

Keberhasilan perbanyakan tanaman melalui jalur embriogenesis somatik sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya yaitu: (1) genotipe tanaman donor (Jimenez 2001; Kim & Kim 2003; Hoque et al. 2007); (2) jenis dan ukuran eksplan (Haliloglu 2002; Gow et al. 2009; Kuo et al. 2005; Martin & Madassery 2006; Chen et al. 2007; Anbari et al. 2007; Rianawati et al. 2009; Manzilla et al. 2010; Sinha & Jahan 2011; Rachmawati et al. 2014); (3) Kondisi fisiologi tanaman donor (Jimenez 2001); (4) jenis media dan kondisi fisik media (Zegzouti et al. 2001; Chen et al. 2007; Ferreira et al. 2011; Tao et al. 2011; Ori

(40)

Pengembangan teknologi somatik embriogenesis pada beberapa jenis tanaman telah dilaporkan. Teknologi somatik embriogenesis pada anggrek dilaporkan oleh Ishii et al. (1998), Tokuhara & Mii (2003), Kuo et al. (2005), Chen & Chang (2006) pada Phalaenopsis; Chen et al. (1999), Nayak et al.

(2002) pada Oncidium; Meesawat & Kanchanapoom (2002), Roy & Banerjee (2003), Chung et al. (2005 dan 2007), Zhao et al. (2008), Khosravi et al. (2008), Hoesen et al. (2008), Utami & Ginting (2007), Rachmawati et al. (2014), Winarto

et al. (2013a), Winarto (2012), Winarto & Rachmawati (2013), Winarto & Teixera (2015) pada Dendrobium. Keberhasilan tersebut ternyata juga berdampak terhadap tersedianya benih bermutu yang dihasilkannya.

2.4 Tahapan Embriogenesis Somatik

Regenerasi tanaman melalui somatik embriogenesis mempunyai tahapan spesifik yang terjadi secara berurutan, yaitu: 1) inisiasi pro-embrio/kalus embriogenik (KE) dari jaringan vegetatif atau sel, 2) proliferasi dan pemeliharaan galur sel embriogenik, 3) pra-pendewasaan embrio somatik, 4) pendewasaan embrio somatik, dan 5) perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet (Zegzouti et al. 2001; Arnold et al. 2002).

2.4.1 Inisiasi kalus embriogenik

Inisiasi kalus memerlukan komponen zpt dan karbon yang lebih banyak dibanding proses proliferasi dan regenerasi (Chung et al. 2005). Induksi KE umumnya dilakukan dengan cara menumbuhkan eksplan pada media yang mengandung zpt seperti auksin dengan konsentrasi tinggi (Haq & Zafar 2004). Arnold et al. (2002) menyatakan bahwa untuk inisiasi KE dibutuhkan program ekpresi gen embriogenik. Arus ekspresi gen tersebut dikendalikan oleh auksin terkait dengan reaktivasi siklus sel dan inisiasi pembentukan embrio somatik. Auksin mampu mengaktivasi sinyal tranduksi sehingga sel dapat melakukan pemograman kembali ekspresi gen yang diperlukan untuk menginduksi KE. Berbeda dengan inisiasi embrio somatik secara langsung yang berkembang dari

embriogenicallypredetermined cells yang secara alami memiliki kemampuan atau kompetensi untuk membentuk sel proembriogenik. Pembentukan embrio somatik secara tidak langsung melalui fase kalus berkembang dari induced embriogenically determined cells yang secara alami tidak memiliki kompetensi untuk membentuk sel embriogenik, sehingga pembentukan sel pro-embriogeniknya harus diinduksi dengan bantuan zpt eksogen (Dodeman et al.1997). Di samping auksin, pada beberapa spesies tanaman lain, induksi KE berhasil dilakukan pada media dengan penambahan sitokinin seperti N6-benzyladenin (BA), thidiazuron (TDZ) atau kinetin dan/atau kombinasi antara auksin dan sitokinin (Arunyanart & Chaitrayagun 2005; Te-chato et al. 2006; Manzila 2010; Thengane et al. 2006; Malabadi et al. 2011; Carimi et al. 2005; Utami & Ginting 2007; Setyawati et al. 2012; Winarto et al. 2013a; Rachmawati

et al. 2014). Zpt yang sering digunakan untuk pembentukan KE adalah α -naphthalene acetic acid (NAA) (Akter et al. 2008; Niknejad et al. 2011; Julkiflee

(41)

acetic acid (2,4-D) (Hoesen et al. 2008; Shroti & Upadhyay 2014) dan kinetin (Luo et al. 2009).

2.4.2 Proliferasi dan pemeliharaan sel embriogenik

Proliferasi dan pemeliharaan sel embriogenik dapat dilakukan pada media padat atau cair yang mengandung zpt yang sama dengan konsentrasi yang sama atau lebih rendah dibandingkan untuk tahap inisiasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa media proliferasi kalus sangat bervariasi untuk setiap jenis tanaman, diantaranya: (1) ½ MS + 13.62 mM TDZ atau 0.5 mg L-1 N6-benzylaminopurine (BAP) pada Phalaenopsis (Chen & Chang 2004; Gow et al.

2009), (2) MS + 1.5-2.0 mg L-1 2,4-D pada krisan (Manil & Senthil 2011), (3) ½ MS medium yang ditambah 3 mg L-1 TDZ dengan 1 mg L-1 NAA pada D.

Chiengmai Pink’ (Chung et al. 2005 & 2007), dan (4) ½ MS + 0.3 mg L-1 TDZ + 0.1 mg L-1 NAA pada D. ‘Gradita 31’ dan D. ‘Zahra FR 62’ (Winarto & Rachmawati 2013; Winarto et al. 2013a). Secara umum hasil-hasil penelitian tersebut menginformasikan bahwa pada tahap proliferasi kalus, kehadiran auksin masih diperlukan. Auksin pada tahap ini berfungsi untuk mencegah terjadinya diferensiasi sel ke tahap berikutnya, yaitu: pendewasaan atau pembentukan embrio dewasa.

2.4.3 Pra-pendewasaan/ Konversi pro-embrio menjadi embrio somatik

Pra-pendewasaan merupakan tahap transisi dari pro-embrio menjadi embrio somatik. Tahap ini mencegah proses proliferasi KE dan menstimulasi tahap awal pembentukan embrio somatik. Kalus umumnya disubkultur pada media tanpa hormon atau media yang mengandung sitokinin seperti BAP tanpa penambahan auksin. Penambahan auksin pada media menyebabkan kalus terus melakukan proliferasi, sehingga konversi kalus menjadi embrio menjadi terhambat. Pada krisan pra pendewasaan embrio somatik dilakukan pada media MS + 1 mg L-1 BAP (Manil & Senthil 2011). Gow et al. (2009) melaporkan bahwa untuk pra pendewasaan embrio pada Phalaenopsis dilakukan pada media ½ MS + 0.5 mg L-1 BAP. Konversi KE menjadi embrio somatik pada D. 'Gradita 31’ dan D.

'Gradita 10’ dilakukan pada media ½ MS yang mengandung 0.05 mg L-1 BA (Winarto & Rachmawati 2013; Rachmawati et al. 2014).

2.4.4 Pendewasaan (maturation) embrio somatik

Pendewasaan dianggap sebagai tahap penting dari embriogenesis. Tahap ini adalah puncak dari akumulasi cadangan karbohidrat, lipid dan protein, dehidrasi embrio dan penurunan respirasi selular (Trigiano & Gray 1996). Dengan demikian, pematangan adalah tahap persiapan embrio untuk berkecambah secara efektif. Etienne et al. (2006) menyatakan bahwa pendewasaan adalah tahap peralihan dari fase perkembangan embrio menuju perkecambahan embrio. Tahap ini bertujuan untuk menyeragamkan perkembangan embrio dan mencegah terjadinya perkecambahan dini. Menghilangkan tahap pendewasaan akan menghasilkan perkecambahan dini embrio dan menghasilkan plantlet yang kurang berkualitas.

Gambar

Gambar 1.1.  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 1.2. Diagram alir kegiatan penelitian
Tabel 2.1.  Beberapa hasil penelitian embriogenesis somatik pada Dendrobium
Tabel 2.1. Beberapa hasil penelitian somatik embriogenesis pada Dendrobium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan signifikan antara Pengaruh Promosi Oleh Harian Pagi Tribun Manado Terhadap Minat Beli Masyarakat di Kota Manado hal ini ditunjukkan melalui “uji t”

Matteuksen evankeliumin kirjoittaja on ymmärtänyt Jeesuksen vastauksen viinitarhavertauksen kautta: Jeesus kehottaa palauttamaan keisarille tämän kuvaa kantavat verorahat, jos

Negara menjamin perlindungan anak baik semasa masih dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, salah satu bentuk perlindungan negara terhadap anak ialah

Key word : aplication,Jakarta, tourist attraction, Intisari Jakarta sebagai ibukota tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi oleh para wisatawan, akan

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja antara lain adanya persepsi bahwa ASI tidak cukup, kurangnya pengetahuan manajemen laktasi

Berdasarkan hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan variabel kepercayaan merek, switching cost , dan kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap

mendorong pertumbuhan vegetative tanaman karet menjadi lebih baik hal ini disebabkan karena kandungan nitrogen, fosfor dan kalium yang terdapat dalam pupuk cair

Dengan demikian ayah dan ibu si mayit di Kota Besi sebenarnya termasuk sebagai ahli waris yang berhak menerima bagian dari pembagian harta warisan karena mereka termasuk golongan