• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN KONSERVASI LAHAN DI HULU DAS CITARUM DALAM UPAYA MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH

BERBASIS SUMBERDAYA ALAM YANG BERKELANJUTAN

(

Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

NURUL FEBRIANI. Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. (AKHMAD FAUZI sebagai Ketua dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk menekan jumlah lahan kritis di daerah hulu dan juga untuk memperbaiki lingkungan, seraya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan konservasi belum mampu memberikan dampak suatu perubahan bagi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya mendukung pelaksanaan konservasi (3) merekomendasikan prioritas pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial ekonomi masyarakat. Metode analisis yang digunakan: 1) analisis deskriptif, 2) analisis regresi logit dan 3) analisis multi criteria desicion making (MCDM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum sudah sesuai dengan kondisi dan geografis wilayah. Persepsi masyarakat terhadap konservasi baik, namun keterlibatan masyarakat dalam program konservasi hanya sebagai buruh tanam dan buruh panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi lahan di Hulu DAS Citarum adalah umur petani, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan pekerjaan sampingan. Rekomendasi prioritas pengelolaan sumberdaya alam di hulu DAS Citarum sebaiknya adalah secara environment driven, artinya diutamakan untuk konservasi dan/atau untuk hutan lindung karena dapat meningkatkan fungsi kawasan hulu DAS sebagai daerah tangkapan air dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

(4)

Pernyataan Mengenai Tugas Akhir

dan Sumber Informasi

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya

yang berjudul : Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

(Studi Kasus di Desa Sukamanah), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Nurul Febriani.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan atas tinjauan masalah

(6)
(7)
(8)

Judul Tesis : Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

Nama : Nurul Febriani

N I M : AI55O4OO31

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Diketahui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

K e t u a A n g g o t a

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Ir. Isang Gonarsyah. Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini, dengan judul “Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini, antara lain :

1.

Prof. Dr. Isang Gonarsyah, PhD. sebagai ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana IPB, yang

telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan studi.

2.

Prof. Dr. Ir. H.Akhmad Fauzi, MSc sebagai ketua dan Dr. Ir. Hariadi

Kartodihardjo.MS selaku anggota komisi pembimbing yang tidak hanya

memberikan bimbingan saja, tetapi juga memberikan didikan yang sangat berarti.

Tak lupa pula, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Setia

Hadi, MS, yang telah berkenan menjadi penguji luar dan juga berkenan

memberikan kritik dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini.

3.

Kepada Bapak Gubernur Provinsi Jambi dan juga kepada Bapak Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi yang telah

memberikan beasiswa kepada penulis selama masa studi.

4.

Kepada seluruh keluarga besar, khususnya yang tercinta ayahnda Darmi (alm) (tesis ini

merupakan janji yang baru sekarang dapat ku penuhi) ibunda Hj. Yuniar Asti yang

telah memberikan kasih sayang, doa dalam setiap sholatnya, juga kepada kakak dan

adikku tercinta, Nurul Rahmi, SE, Ir.Yanuar Fitri MSi, Nurul Edriyansyah SH, Shinta

Oktarina SPt, Nurul Iskandarsyah, SH serta keponakanku Ulfi Tifalni, Jihan

Ramadhani, Hanifah dan Hanafah serta Syasha Bila Nurshinta, atas dorongan,

dukungan, doa, perhatian yang sangat berarti dan tak ternilai harganya.

(10)

Aziz Kaimudin, Rizal Ismail, Enirawan, M. Basri, Irwan Kurniawan, M Hatta,

Tony F Kurniawan, Ichsan, Qusdus Shabil juga kepada bang Askar Wijaya, Pak

Elan Masbulan, Alberto dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih telah memberikan dukungan, saran, kritikan, share serta sosial

capital yang sangat berarti. Semoga ini tidak akan berakhir walaupun terpisahkan

oleh jarak dan waktu.

6.

Kepada teman-temanku di Alyesha lily, dian, susan, eva, mb yuni, vera, rina, dhea

kak zulfa, rika, ane, atas kebersamaan, kekompakan dan kasih sayang yang terus

terasa sampai perpisahan terus menjemput, kepada teman seperjuang dari Jambi

kak sofi, kak rahmi juga pada teman di rempatis dewi, ainun dan

teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih, atas dukungan

dan kasih sayang yang tulus, juga bapak dan ibu ratna yang memberikan perhatian

dalam suka maupun duka kepada penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya

kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian

hari. Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis

maupun pihak-pihak lain yang menggunakannya.

Penulis

(11)

(Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN KONSERVASI LAHAN DI HULU DAS CITARUM DALAM UPAYA MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH

BERBASIS SUMBERDAYA ALAM YANG BERKELANJUTAN

(

Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

NURUL FEBRIANI. Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. (AKHMAD FAUZI sebagai Ketua dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk menekan jumlah lahan kritis di daerah hulu dan juga untuk memperbaiki lingkungan, seraya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan konservasi belum mampu memberikan dampak suatu perubahan bagi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya mendukung pelaksanaan konservasi (3) merekomendasikan prioritas pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial ekonomi masyarakat. Metode analisis yang digunakan: 1) analisis deskriptif, 2) analisis regresi logit dan 3) analisis multi criteria desicion making (MCDM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum sudah sesuai dengan kondisi dan geografis wilayah. Persepsi masyarakat terhadap konservasi baik, namun keterlibatan masyarakat dalam program konservasi hanya sebagai buruh tanam dan buruh panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi lahan di Hulu DAS Citarum adalah umur petani, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan pekerjaan sampingan. Rekomendasi prioritas pengelolaan sumberdaya alam di hulu DAS Citarum sebaiknya adalah secara environment driven, artinya diutamakan untuk konservasi dan/atau untuk hutan lindung karena dapat meningkatkan fungsi kawasan hulu DAS sebagai daerah tangkapan air dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

(14)

Pernyataan Mengenai Tugas Akhir

dan Sumber Informasi

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya

yang berjudul : Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

(Studi Kasus di Desa Sukamanah), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Nurul Febriani.

(15)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan atas tinjauan masalah

(16)
(17)
(18)

Judul Tesis : Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

Nama : Nurul Febriani

N I M : AI55O4OO31

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Diketahui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

K e t u a A n g g o t a

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Ir. Isang Gonarsyah. Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(19)

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini, dengan judul “Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini, antara lain :

1.

Prof. Dr. Isang Gonarsyah, PhD. sebagai ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana IPB, yang

telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan studi.

2.

Prof. Dr. Ir. H.Akhmad Fauzi, MSc sebagai ketua dan Dr. Ir. Hariadi

Kartodihardjo.MS selaku anggota komisi pembimbing yang tidak hanya

memberikan bimbingan saja, tetapi juga memberikan didikan yang sangat berarti.

Tak lupa pula, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Setia

Hadi, MS, yang telah berkenan menjadi penguji luar dan juga berkenan

memberikan kritik dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini.

3.

Kepada Bapak Gubernur Provinsi Jambi dan juga kepada Bapak Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi yang telah

memberikan beasiswa kepada penulis selama masa studi.

4.

Kepada seluruh keluarga besar, khususnya yang tercinta ayahnda Darmi (alm) (tesis ini

merupakan janji yang baru sekarang dapat ku penuhi) ibunda Hj. Yuniar Asti yang

telah memberikan kasih sayang, doa dalam setiap sholatnya, juga kepada kakak dan

adikku tercinta, Nurul Rahmi, SE, Ir.Yanuar Fitri MSi, Nurul Edriyansyah SH, Shinta

Oktarina SPt, Nurul Iskandarsyah, SH serta keponakanku Ulfi Tifalni, Jihan

Ramadhani, Hanifah dan Hanafah serta Syasha Bila Nurshinta, atas dorongan,

dukungan, doa, perhatian yang sangat berarti dan tak ternilai harganya.

(20)

Aziz Kaimudin, Rizal Ismail, Enirawan, M. Basri, Irwan Kurniawan, M Hatta,

Tony F Kurniawan, Ichsan, Qusdus Shabil juga kepada bang Askar Wijaya, Pak

Elan Masbulan, Alberto dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih telah memberikan dukungan, saran, kritikan, share serta sosial

capital yang sangat berarti. Semoga ini tidak akan berakhir walaupun terpisahkan

oleh jarak dan waktu.

6.

Kepada teman-temanku di Alyesha lily, dian, susan, eva, mb yuni, vera, rina, dhea

kak zulfa, rika, ane, atas kebersamaan, kekompakan dan kasih sayang yang terus

terasa sampai perpisahan terus menjemput, kepada teman seperjuang dari Jambi

kak sofi, kak rahmi juga pada teman di rempatis dewi, ainun dan

teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih, atas dukungan

dan kasih sayang yang tulus, juga bapak dan ibu ratna yang memberikan perhatian

dalam suka maupun duka kepada penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya

kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian

hari. Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis

maupun pihak-pihak lain yang menggunakannya.

Penulis

(21)

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1972 di Jambi dari ayah H.

Darmi (alm) dan ibu Hj.Yuniar Asti. Penulis merupakan anak tiga dari empat

bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Provinsi Jambi. Pada tahun 1992 penulis

mengikuti ujian seleksi di Universitas Jambi (Unja) Fakultas Peternakan Jurusan

Produksi Ternak, dan tamat pada tahun 1997. Pada tahun 1999 penulis di terima

sebagai Pegawai Negeri Jambi (Pemda Kabupaten Bangko) dan pada tahun 2002

penulis pindah tugas pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

(Balitbangda) Provinsi Jambi, Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Teknologi (Bidang SDA&T Balitbangda Provinsi Jambi).

Pada tahun 2004 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan

ke Program Magister Sains (S2) dengan beasiswa Pemerintah Provinsi Jambi di

Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

(22)
(23)

Vii Vii

DAFTAR TABEL …...…….……..………...

DAFTAR GAMBAR …...………..………..…....

DAFTAR LAMPIRAN …….…...………...………... Viii

I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………..…………. 1 1.2. Rumusan Masalah ………...………... 3 1.3. Tujuan Penelitian....………....…... 5 1.4. Manfaat Penelitian... 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5

II TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN METODE ANALISIS. 7 2.1. Pengembangan Wilayah... ... 7 2.2. Fungsi Kawasan Konservasi terhadap Pengembangan Wilayah... 9 2.3. Konsep Konservasi Tanah... 11 2.4. Daerah Aliran Sungai... ... 16 2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi... 18 2.6. Analisis Multi Criteria Decision Maker... 23

III METODOLOGI PENELITIAN... ... 26 3.1. Kerangka Pemikiran ... 26 3.2. Lokasi Waktu dan Metode Penelitian... 29 3.3. Penentuan Sampel/Responden... 29 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 29 3.5. Metode Analisis... 30 3.5.1. Analisis Deskriptif... 30 3.5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan

Masyarakat terhadap Upaya Konservasi Lahan... 31 3.5.3. Analisis Multi Kriteria dalam Penentuan Alternatif

Pengelolaan lahan... 33 3.5.4. Analisis Pembobotan /Wieghted Sum Method... 35 3.5.5. Definisi Operasional... 36

(24)

4.4.1. Kondisi Kependudukan ... 46 4.4.2. Tingkat Pendidikan... 48 4.4.3. Mata Pencaharian... 49 4.4.4. Agama... 49 4.4.5. Kelembagaan Pemerintah dan Perekonomian... 49 4.4.6. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 50

V HASIL DAN PEMBAHASAN... 51 5.1. Karakterisitik Sosial Ekonomi Responden... 51 5.1.1. Tingkat Umur Responden... 52 5.1.2. Tingkat Pendidikan Responden... 52 5.1.3. Tingkat Pendapatan Responden... 53 5.1.4.Jumlah Anggota Keluarga Responden... 53 5.2. Analisis Deskriftip Pelaksanaan Konservasi... 54 5.2.1. Konservasi di Tinjau dari Kesesuaian Lahan dan Kondisi Geografis Wilayah ... 54 5.2.2. Konservasi Lahan di Tinjau dari Persepsi Masyarakat... 58 5.2.3. Konservasi Lahan di Tinjau dari Aspek Ekologi... 65 5.2.3.1.Estimasi Nilai Persediaan atau Pengaturan Air... 65

5.2.3.2.Estimasi Nilai Pengendalian Erosi... 67 5.2.3.3.Estimasi Nilai Penyediaan Unsur Hara ... 68

5.3. Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum....……….. 69 5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Konservasi Lahan... 72 5.4.1. Umur Petani... 73 5.4.2. Pendapatan Petani... 74 5.4.3. Jumlah Anggota Keluarga... 75 5.4.4. Luas Lahan... 75 5.4.5. Pekerjaan Sampingan... 76 5.5. Analisis Multi Kriteria dalam Penentuan Strategi Pengelolaan... 76 5.5.1 Skor Pembobotan (Weighted)... 81 5.6. Implikasi Kebijakan... 87 5.6.1. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat... 88 5.6.2. Nilai Ekonomis Kawasan... 89 5.6.3. Pengelolaan Wilayah dan Pengembangan Wilayah... 89 5.6.4. Institusi Pengelolaan... 90

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 92 6.1. Kesimpulan ... 92 6.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan Sumberdata yang digunakan dalam penelitian... 30 2 Keputusan dalam metode analisis multikriteria... 34 3 Persebaran luas wilayah, penduduk dan kepadatan penduduk per

kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 1995 dan Tahun 2005... 39 4 Data klimatologi rata-rata bulanan DAS Citarum... 42 5 Luas tanam, panen, produksi dan rata-rata tanaman pangan,

sayur-sayuran dan buah-buahan di Kecamatan Pengalengan... 45 6 Status pekerjaan dan jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan

Pengalengan menurut lapangan usaha tahun 2005... 46 7 Jumlah penduduk di Desa Sukamanah Kecamatan Pengalengan

berdasarkan umur tahun 2005... 47 8 Jumlah penggunaan lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan.. 48 9 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sukamanah, Kecamatan

Pengalengan... 49 10 Jumlah dan persebaran pemilikan lahan petani di Desa Sukamanah,

Kecamatan Pengalengan ... 49 11 Jenis kelembagaan ekonomi di Desa Sukamanah, Kecamatan

Pengalengan tahun 2005... 50 12 Jumlah keluarga menurut tingkat kesejahteraan di Desa Sukamanah,

Kecamatan Pengalengan tahun 2005... 50 13 Penyebaran luas lahan menurut kemiringan di DAS Citarum, tahun 2002.. 55 14 Pengaturan lahan di Hulu DAS Citarum, tahun 2002... 56 15 Kriteria kesesuaian lahan untuk eucaliptus sp... 56 16 Persepsi pespoden terhadap konservasi... 59 17 Persepsi responden terhadap pendapatan dan fungsi ekologis... 61 18 Persepsi responden terhadap pelaksanaan konservasi... 62 19 Jumlah lahan pertanian yang digarap oleh petani di Desa Sukamanah... 63 20 Permasalahan yang timbul setelah adanya konservasi... 64 21 Estimasi nilai persediaan atau pengaturan air... 67 22 Estimasi nilai pengendalian eosi... 68 23 Estimasi nilai penyediaan unsur hara... 69 24 Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konservasi lahan... 73 25 Prioritas alternatif pengelolaan konservasi lahan ... 81 26 Matrik dominance untuk pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran... 28 2 Tingkat umur pesponden... 51 3 Tingkat pendidikan responden... 52 4 Tingkat pendapatan responden... 53 5 Jumlah anggota keluarga... 53 6 Peta penyusunan tata ruang Hulu DAS Citarum... 58 7 Value tree alternatif pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS

Citarum... 76 8 Nilai selang (value interval) pengelolaan konservasi lahan di Hulu

DAS... 79 9 Nilai selang (value interval) perbaikan ekonomi dalam pengelolaan

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 79 10 Nilai selang (value interval) perbaikan sosial dalam pengelolaan

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 80 11 Nilai selang (value interval) perbaikan ekologi dalam pengelolaan

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 80 12 Nilai selang (value interval) perbaikan kelembagaan dalam pengelolaan

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 81 13 Nilai bobot konservasi lahan di Hulu DAS, Desa Sukamanah... 82 14 Nilai bobot dengan aspek ekonomi sebagai driven pengelolaan

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 83 15 Nilai bobot dengan aspek sosial sebagai driven pengelolaan konservasi

lahan di Hulu DAS Citarum... 84 16 Nilai bobot dengan aspek ekologi sebagai driven pengelolaan konservasi

(27)

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya hutan merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya

karena berfungsi sebagai salah satu modal pembangunan nasional yang mampu

memberikan manfaat kehidupan bangsa Indonesia baik secara ekologi, sosial

budaya dan ekonomi. Mengingat peran hutan sangat penting, maka pengelolaan

hutan harus didasarkan pada pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang

mewajibkan agar bumi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Di Samping itu, pengelolaan sumberdaya hutan juga harus

sesuai dengan UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang nomor 24 Tahun 1992 tentang

Penataan Ruang, UU nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim, UU nomor

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Semua undang-undang yang telah ditetapkan

tersebut bertujuan agar sumberdaya hutan sebagai salah satu sumberdaya alam

dan memiliki fungsi lingkungan yang sangat beragam dapat dimanfaatkan dengan

sebijaksana mungkin dengan mengikuti peraturan pengelolaan yang telah diatur

dan ditetapkan sesuai dengan fungsinya.

Sumberdaya hutan yang dimiliki oleh Provinsi Jawa adalah seluas

4.435.917.553 ha atau sekitar 22,5% dari total luas wilayah, berdasarkan

fungsinya terbagi menjadi hutan produksi seluas 393.117 hektar, hutan lindung

seluas 291.306 hektar dan hutan konservasi seluas 132.180 hektar. Dilihat dari

komposisi luasannya, maka sebagian besar hutan di Provinsi Jawa Barat lebih di

titik beratkan pemanfaatannya untuk fungsi perlindungan dan konservasi.

Jawa Barat yang memiliki topografi dengan curah hujan yang cukup tinggi

serta jenis tanah yang peka terhadap erosi menjadi pertimbangan keberadaan dan

kelestarian hutan di Provinsi Jawa Barat yang harus dipertahankan. Peran dan

fungsi sumberdaya hutan di Jawa Barat cukup besar dalam keseimbangan ekologi

(28)

2

menunjang penyediaan energi di Jawa dan air bersih untuk Jawa Barat dan DKI

Jakarta.

Peranan dan fungsi hutan yang strategis tersebut, mulai tergangu sejak

krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada tahun 1997. Kondisi sumberdaya

hutan di Jawa Barat mengalami tekanan yang sangat berat sehingga secara umum

telah dan sedang mengalami degaradasi fungsi secara serius, baik disebabkan oleh

penjarahan, perambahan, okupasi, maupun kebakaran hutan. Pada Tahun 2002

kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat tercatat

lahan kritis seluas 170.593.43 hektar yang tersebar di 13 Kesatuan Pemangkuan

Hutan (KPH).

Dengan semakin meluasnya lahan kritis maka mengakibatkan

meningkatnya kerusakan lingkungan karena sebagian besar lahan kritis di Jawa

Barat berada di daerah aliran sungai (DAS) baik di sekitar kawasan hutan

maupun di dalam kawasan hutan, sehingga penanganan lahan kritis perlu

dilakukan. Penyebaran lahan kritis di DAS Citarum terjadi di berbagai

kabupaten dan kota di Jawa Barat. Penyebaran luas lahan kritis yang paling

besar di kawasan hutan konservasi terjadi pada Kabupaten Bandung seluas

2.448,80 ha, begitu juga dengan luas lahan kritis yang terjadi di kawasan

lindung non hutan untuk daerah Kabupaten Bandung seluas 16.506 ha (BPDAS

2006). Degradasi juga terjadi pada lahan-lahan di luar kawasan hutan sehingga

secara kumulatif berakibat pada semakin kritisnya kondisi daerah aliran sungai

(DAS).

Akibat dari lahan kritis dan kerusakan lingkungan di hulu DAS

mengakibatkan terjadinya bencana alam yang berawal dari sungai, sehingga

laju degradasi lahan DAS di hulu harus dihentikan. Untuk itu perlu dilakukan

upaya pemanfaatan lahan di DAS hulu melalui konservasi lahan. Dalam

pelaksanaan konservasi menunjukan bahwa perubahan praktek penggunaan

lahan dalam penutupan hutan di hulu DAS seringkali mengakibatkan degradasi

lahan, yang tidak terkembalikan lagi (irreversible), yang menurunkan nilai

produktivitas lahan itu sendiri, dan juga aktivitas produksi di wilayah hilir,

seperti fasilitas tenaga air, proyek irigasi dan perikanan (Aylward et al. 1995:

(29)

1.2. Perumusan Masalah

Seperti telah disebutkan diatas bahwa hutan yang ada di Jawa Barat

4.435.917.553 hektar atau sekitar 22,5% dari total luas wilayah, dan 33.474,78

hektar berada di hulu daerah aliran sungai (DAS) Citarum. DAS Citarum

merupakan DAS yang menjadi prioritas yang harus segera ditangani untuk

konservasi dan rehabilitasi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa pertimbangan

antara lain (i) di kawasan DAS Citarum banyak dijumpai lahan yang sudah

tergolong kritis, (ii) di kawasan tersebut terdapat bendungan-bendungan vital

untuk pengairan dan sumber tenaga listrik (bendungan Jatiluhur, Saguling dan

Citara), (iii) kecepatan pembangunan non-pertanian yang sedikit banyak

berpengaruh sekali terhadap makin menyempitnya lahan-lahan pertanian

produktif.

Berdasarkan laporan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen kehutanan,

pemerintah kabupaten dan kota seluruh Jawa Barat, Perum Perhutani Unit III

Jawa Barat dan Banten serta pengelola perkebunan besar, diketahui bahwa pada

akhir Desember 2003 luas lahan kritis di Jawa Barat keseluruhannya mencapai

sekitar 580.397 hektar, diantaranya terdapat di luar kawasan hutan yang tersebar

di 15 kabupaten di Jawa Barat, yaitu; Kabupaten Garut 82.696 ha, Kabupaten

Sukabumi 67.525 ha, Kabupaten Bandung 47.365 ha, Kabupaten

Majalengka 47.115 ha, Kabupaten Cianjur 46.773 ha, Kabupaten Bogor 45.637

ha, Kabupaten Indramayu 40.494 ha, Kabupaten Karawang 31.123 ha,

Kabupaten Subang 30.897 ha, Kabupaten Ciamis 25.364 ha, Kabupaten

Sumedang 23.690 ha. Sementara itu lahan kritis di dalam kawasan hutan

mencapai 85.531,45 ha yang tersebar di areal perhutani, untuk luas lahan kritis

yang berada di hutan negara :151.689 ha, lahan kritis perkebunan besar : 26.180

ha, lahan kritis milik masyarakat: 402.528 ha (Pasaribu 1999).

Menurut Kartodihardjo (2003) bahwa dari data yang telah divalidasi

Perhutani, Jawa Barat merupakan yang paling banyak memiliki lahan dengan

kondisi sangat kritis. Dalam kawasan hutan negara, diperkirakan terdapat sekitar

300.000 ha yang memerlukan penanganan sesegera mungkin. Sementara, di luar

(30)

4

kalinya, yaitu sekitar satu juta ha. Berarti, total kawasan hutan yang harus

diperbaiki sesegera mungkin di Jawa Barat mencapai 1,3 juta ha.

Upaya pemerintah dalam pengembangan lahan kritis adalah dengan

dilakukannya program konservasi. Konservasi lahan mempunyai peran sebagai

suatu upaya perlindungan dan pelestarian yang dikelola dengan pemanfaatan

sumberdaya alam yang dapat mewujudkan keuntungan yang lestari bagi

masyarakat dan sumber devisa negara. Konservasi memegang peranan penting

dalam pembangunan sosial ekonomi di lingkungan pedesaan dan turut

menyumbangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi pusat-pusat perkotaan.

Ironisnya hal ini bertentangan dengan kebijakan pembangunan dan pemanfaatan

sumberdaya alam khususnya hutan dan lahan selama ini berorientasi eksploitasi

dan sentralistik untuk mencapai pertumbuhan, namun menimbulkan berbagai

permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari sosial ekonomi masyarakat

lokal, dampak yang dirasakan adalah peningkatan kesejahteraan yang tidak

tercapai.

Konservasi di Kabupaten Bandung, diintrodusikan untuk menghindari

meluasnya lahan kritis, degradasi ekosistem DAS dan kerusakan lingkungan

lainnya karena fungsi dari konservasi di bagian hulu DAS Citarum ini adalah

sebagai daerah perlindungan kawasan chatmant area. Dalam pelaksanaan

konservasi ini memberikan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar hutan,

karena dalam pelaksanaan konservasi kurang mempertimbangkan faktor-faktor

penentu dalam pelaksanaan konservasi lahan tersebut, sehingga langkah-langkah

kebijakan yang diambil tidak terarah, efektif dan efisien. Selain itu konservasi di

hulu DAS Citarum kurang di evaluasi bagaimana dampaknya terhadap aspek

makro dan mikro terutama terhadap sosial ekonomi masyarakat.

Dengan demikian kajian mengenai pelaksanaan konservasi terhadap

kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi penting untuk dilakukan, agar segala

konsekuensi dari konservasi lahan dapat segera diketahui, dari fakta dan kondisi

diatas maka dilakukan penelitian yang menelaah pelaksanaan kegiatan konservasi

dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat guna mendukung

(31)

dalam pengelolaan sumberdaya lahan yang akan dievaluasi dengan aspek ekonomi

dan lingkungan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pelaksanaan konservasi lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya

pelaksanaan konservasi lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung.

3. Merekomendasikan alternatif dan prioritas strategi kebijakan dalam

pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum yang berkelanjutan

dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi masyarakat di Desa

Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lebih

lanjut tentang konservasi lahan di Hulu DAS dan kaitannya dengan

pengembangan wilayah berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan. Selain itu,

penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi pemerintah daerah

dalam menetapkan kebijakan konservasi lahan, pengelolaan DAS pada umumnya

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus pada pelaksanaan konservasi di Desa

Sukamanah kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Dengan ruang lingkup

adalah Penelitian ini menekankan pada pelaksanaan konservasi lahan yang

dilakukan dilihat dari aspek kondisi lahan, dari kondisi sosial masyarakat yang di

tinjau dari persepsi masyarakat di lokasi penelitian. Analisis yang digunakan

analisis deskriptif dari pelaksanaan konservasi, selanjutnya untuk pelaksanaan

konservasi dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat

dalam upaya mendukung konservasi, dilakukan dengan analisis regresi logistrik

biner. Analisis yang ketiga yang dilakukan adalah untuk menjawab tujuan yang

ketiga yaitu rumusan strategi pengelolaan sumberdaya lahan khususnya di Hulu

DAS Citarum sebagai chatmant area analisis ini menggunakan metode Multi

(32)

6

Preference Ratios In Multiattribute Evaluation (PRIME) ini bertujuan untuk

menghasilkan alternatif pengambilan keputusan yang terbaik dalam pengelolaan

sumberdaya alam yang menitiberatkan pada aspek ekologis dan ekonomi sehingga

tujuan dari pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan sesuai dengan tiga

(33)

2.1.Pengembangan Wilayah

Dalam banyak hal, istilah pembangunan dan pengembangan banyak

digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya adalah

development, sehingga untuk berbagai hal, istilah pembangunan dan

pengembangan wilayah dapat saling dipertukarkan. Namun berbagai kalangan

di Indonesia cenderung untuk menggunakan secara khusus istilah

pengembangan wilayah/kawasan dibandingkan pembangunan wilayah/kawasan

untuk istilah regional development. Secara umum istilah pengembangan

dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan

lokalitas (Rustiadi, et.al. 2005).

Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan

memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan

sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak

ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas

dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan

masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan

sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali)

namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (capacity building) (Rustiadi, et.al.

2005).

Secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai

upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan

yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi

setiap warga yang paling humanistik. Dengan perkataan lain proses

pengembangan merupakan proses memanusiakan manusia. Untuk mencapai

tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus

diarahkan kepada efisiensi (effeciency), kemerataan (equity) dan keberlanjutan

(sustainability) dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya

(semua kapital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun

social) baik pada tingkatan nasional, regional maupun lokal, yang sering

(34)

8

diinvestasikan guna mengembangkan infrastruktur ekonomi, sosial dan

lingkungan (Anwar, 2005).

Serageldin (1994), menyatakan bahwa paling sedikit diperlukan empat

jenis sumberdaya di dalam melaksanakan pembangunan yaitu; 1) sumberdaya

alam (natural capital), 2) sumberdaya manusia (human capital), 3)

sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur, dan 4)

sumberdaya sosial (sosial capital) . Sumberdaya ini dapat menjadi sarana dan

prasarana guna dimanfaatkan bagi tujuan peningkatan kesejahteraan

masyarakat secara luas, dimana hasil manfaat yang maksimum dari

sumberdaya tersebut harus dialokasikan sebaik mungkin (Anwar 2000).

Dikatakan pula supaya sumberdaya tersebut manfaatnya mencapai maksimal,

maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti efisiensi

(efficiency), pemerataan (equity) berdasarkan keadilan (justice dan fairness)

dan mengarah kepada keberlanjutan (sustainaibile).

Sumberdaya alam (nature capital) seperti air, udara, lahan, ikan, hutan

dan sebagainya merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup

manusia. Sumberdaya hutan misalnya tidak saja untuk mencukupi kebutuhan

hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation).

Sumberdaya dalam arti ekonomi pertama kali telah dikemukan oleh

Adam Smith (dalam buku ” The Wealth Of Nation”) sebagai seluruh faktor

produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Sedangkan sumberdaya

dalam pengertian umum adalah segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai

ekonomi. Selanjutnya menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2004), lebih jauh

mengatakan bahwa sesuatu dapat digolongkan sebagai sumberdaya harus

memiliki dua kriteria yakni: 1) harus ada teknologi, pengetahuan atau skill

untuk memanfaatkannya; 2) harus ada permintaan (demand) terhadap

sumberdaya tersebut. Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki, maka

sesuatu itu disebut sebagai barang netral.

Masyarakat sebagai bagian dari mahluk hidup, memegang peranan yang

menentukan terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Ekosistem

(35)

manusia penghuninya untuk mewujudkan kesejahteraannya. Namun cara

pemanfaatan yang berlebihan dan semena-mena, mengakibatkan terganggunya

keseimbangan bahkan hancurnya ekosistem hutan. Untuk mengkaji hubungan

antara manusia dengan lingkungannya, maka dalam kerangka ekologi manusia

mencakup empat unsur utama yaitu populasi, organisasi, sumberdaya alam dan

teknologi, empat unsur ini saling berkaitan secara fungsional sehingga adanya

perubahan pada salah satu unsur mengakibatkan perubahan pada unsur yang

lain. Dalam konteks masyarakat perdesaan sekitar hutan dijumpai kualitas

hidup yang rendah yang terkait dengan kepadatan penduduk, keterbatasan

kemampuan teknologi, keterbatasan sumberdaya sehingga masyarakatnya

kurang terlibat dalam kegiatan produktif. Dengan demikian, pengelolaan

sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan secara bijaksana adalah

pengelolaan yang dapat menghasilkan penerimaan dan kepuasan ekonomi yang

maksimal.

2.2. Fungsi Kawasan Konservasi Terhadap Pembangunan Wilayah

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, menjelaskan konservasi

didefinisikan sebagai manajement biosphere yang dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Pada

umumnya tujuan rencana konservasi sumberdaya alam adalah sumberdaya

alam dapat dilestarikan semaksimal mungkin. Namun tujuan tersebut

seringkali terhambat oleh tiga kendala utama yaitu: (i) belum adanya petunjuk

teknis yang rinci dan tepat untuk memudahkan perencana, pengelola, politisi

maupun ahli konservasi kehidupan liar dalam mengupayakan konservasi jenis

sumberdaya hayati yang terancam punah, (ii) kurangya pemahaman tentang

sebaran maupun kebutuhan habitat berbagai jenis organisme yang terancam

punah dan, (iii) perencana seringkali menghadapi berbagai tuntutan tata guna

lahan yang seringkali menjadi konflik (Lembaga Penelitian IPB, 2002).

Salm et.al (2000) menyebutkan kriteria dasar penetapan kawasan

konservasi terdiri atas kriteria ekologi, sosial dan ekonomi. Kriteria-kriteria

(36)

10

1. Kriteria ekologi meliputi: keanekaragaman hayati, kealamian,

ketergantungan, keterwakilan, keunikan, integritas, produktivitas, dan

kerentanan/kepekaan.

2. Kriteria sosial meliputi: penerimaan masyarakat, kesehatan masyarakat,

rekreasi, budaya, estetika, konflik kepentingan, keamana, aksesibilitas,

keperdulian masyarakat dan kompabilitas.

3. Kriteria ekonomi meliputi: spesies penting, bentuk ancaman, manfaat

ekonomi dan potensi pariwisata.

Mac Kinnon et.al (1986) menyatakan bahwa penetapan DAS sebagai

suatu kawasan yang dipilih atau ditetapkan sebagai kawasan konservasi karena

kawasan tersebut bersifat istimewa dan mempunyai ciri-ciri khas tertentu yang

bernilai, dilihat dari kepentingan nasional maupun internasional adalah:

1. Mempunyai bentang/lanskap atau ciri geofisik yang mempunyai ciri

estetika tertentu atau indah serta mempunyai nilai dalam ilmu

pengetahuan, misalnya air terjun, gua mata air panas dll.

2. Mempunyai fungsi lindung terhadap tata air/hidrologi, tanah, air dan

iklim mikro misalnya melindungi daerah tangkapan air.

Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, mendifiniskan hutan

konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi

pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Kawasan hutan konservasi teridiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa

(SM), Taman Nasional (TM), Taman Wisata Alam (TW), Taman Hutan Raya

(THR) dan Taman Buru (TB).

Keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah dapat diukur dari

besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat baik secara ekonomi, sosial,

dan lingkungan. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan dan kesempatan

masyarakat untuk memilih peranannya dalam pembangunan, terutama dalam

kaitannya dengan pelestarian alam dan pengelolaan manfaat pembangunan

yang berkelanjutan.

2.3. Konsep Konservasi Tanah

Indonesia pada saat ini memiliki sumberdaya hutan seluas 120 hektar

(37)

keanekaragaman yang tinggi. Besarnya fungsi sumberdaya hutan tersebut

memiliki nilai strategis untuk dimanfaatkan guna mendukung proses

pembangunan nasional untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dalam tiga puluh tahun terakhir potensi sumberdaya hutan tersebut telah

dimanfaatkan sekaligus menjadi tumpuan serta modal dasar pembangunan

ekonomi nasional, yang memberi dampak peningkatan devisa, penyerapan

tenaga kerja, pertumbuhan industri serta mendorong pertumbuhan wilayah

(Suhardi, 2001)

Konsep konservasi baru mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 1982

dengan diresmikannya pembangunan Tanam Nasional di Indonesia pada saat

Konverensi Taman Nasional sedunia ke-3 di Bali. Hal ini yang membawa

pengaruh kepada masyarakat luas, seolah-olah konservasi hanya terkait dengan

pengelolaan tanpa melindungi daerah kawasan konservasi lainnya. Padahal

ditekankan bahwa konservasi menyangkut aspek pengelolaan sumberdaya alam

yang luas. Bahkan IUCN, UNEP dan WWF tahun 1991, menekan bahwa

konservasi mencakup baik perlindungan alam maupun pengawasan

sumberdaya alam secara rasional dan bijaksana. Oleh karena itu konservasi

merupakan hal yang penting bila ingin meningkatkan kehidupan yang layak

dan bermartabat, serta menjamin kesejahteraan hidup kini dan generasi

mendatang.

Pada awalnya konservasi dianggap sebagai suatu upaya perlindungan

dan pelestarian yang menutup kemungkinan dilakukan pemanfaatan

sumberdaya alam, namun sekarang bila kawasan itu dilindungi, dirancang dan

dikelola secara tepat, dapat memberikan keuntungan yang lestari bagi

masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Oleh karena itu konservasi

memegang peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di

lingkungan perdesaan dan turut menyumbangkan peningkatkan kesejahteran

ekonomi pusat-pusat perkotaan serta meningkatkan kualitas hidup

penghuninya (Mac Kinnon, et al.,1986)

Selanjutnya Camp dan Dougthery (1991), menyatakan bahwa

(38)

12

alam dan lingkungan. Bahkan Saunier dan Meganck (1995), menyatakan

bahwa konservasi menjadi kunci keberhasilan dari kegiatan pembangunan.

Dalam rangka mengimplentasikan strategi konservasi dan memudahkan

pemahamannya, maka Alikodra (1990), mengembangkan konservasi melalui

tiga prinsip :

1. Mengamankan (save it), yaitu mengamankan ekosistem yang berarti

genetik, spesies dan ekosistem dengan cara: menjaga penurunan

kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem, mengembangkan

upaya mengelola dan pelindungan secara efektif, mengembalikan

spesies-spesies yang telah hilang kepada habitat aslinya dan

memeliharanya di bank genetik seperti kebun raya dan fasilitas ex-situ

lainnya.

2. Mempelajari (studi it), artinya melakukan inventarisasi dan identifikasi

mengenai karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonomi

masyarakat. Hal ini berarti sekaligus membina kesadaran akan

nilai-nilai sumberdaya alam, memberikan kesempatan kepada masyarakat

untuk menghargai keanekaragaman alam serta memasukan isu-isu

tentang sumberdaya dan ekosistemnya kedalam bagian kurikulum

pendidikan.

3. Memanfaatkan (use it), artinya melakukan pemanfaatan sumberdaya

alam secara lestari dan seimbang, agar terus dapat dikembangkan

dengan teknik-teknik pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk

memperbaiki kehidupan umat manusia dan memberikan jaminan bahwa

sumber-sumber ini dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat secara adil dan bijaksana.

Konservasi tanah dan air adalah usaha-usaha untuk menjaga tanah tetap

produktif atau memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih

produktif, dan usaha-usaha agar air dapat lebih banyak tersimpan didalam

tanah sehingga dapat digunakan tanaman dan mengurangi terjadinya banjir dan

erosi. Salah satu dasar dalam konservasi tanah dan air adalah menggunakan

(39)

Tujuan konservasi hutan tanah dan air serta lingkungan akan selalu

terkait dengan kegiatan rehabilitasi penanaman vegetasi sebagai salah satu

komponen ekosistem dan keseimbangan dengan masyarakat setempat. Secara

umum tujuan rehabilitasi hutan, tanah dan air adalah (i) meningkatkan kualitas

dan fungsi hutan dan lahan secara optimal sebagai sarana produksi, tata air dan

perlindungan lingkungan, (ii) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pendapatan dan memanfaatkan lahan dan hutan.

Sedangkan sasaran kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan diarahkan

kepada (i) kawasan hutan yang rusak (ii) lahan yang tidak produktif (lahan

kritis), (iii) kawasan hutan yang fungsinya belum optimal, (iv) daerah rawan

pangan, kebakaran hutan dan daerah yang terganggu fungsi hidro-orologisnya.

Petani di perdesaan sebagai salah satu aktor yang diharapkan berperan

dalam konservasi tanah dan air. Oleh karena itu dalam kegiatan konservasi

tersebut harus diberi kesempatan baik dalam perencanaan, pelaksanaan

maupun pengawasannya. Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau

memperbaiki lahan kritis diluar kawasan hutan negara agar berfungsi sebagai

media produksi dan sebagai media tata air yang baik, serta upaya

mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lahan sesuai dengan

peruntukannya. Jadi penghijauan selain mempunyai dimensi konservasi tanah

dan air juga berdimensi terhadap pendapatan masyarakat (peningkatan

produksi). Jenis dan macam kegiatan secara umum dapat digolongkan menjadi

2 golongan yaitu : 1) kegiatan yang bersifat vegetatif dengan penanaman

tumbuh-tumbuhan misalnya dengan pembuatan hutan rakyat (HR) atau

pembuatan kebun rakyat (KR) serta 2) kegiatan yang bersifat sipil teknis

dengan membangun bangunan penahan erosi seperti terassering, pembuatan

bangunan terjunan air (drop) dam pengendalian (DPi) dan dam penahan (DPa).

Disamping itu pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan

petani melalui pelatihan petani, pembuatan unit percontohan juga diperhatikan.

Prasetyo (2005), menegaskan bahwa upaya untuk menekan laju

kerusakan DAS dapat dilakukan dengan cara pendekatan sipil teknis dan/atau

pendekatan vegetatif. Pendekatan sipil teknis adalah upaya pengendalian laju

(40)

14

tanggul dan sumur resapan. Sedangkan pendekatan vegetatif adalah upaya

penanaman jenis-jenis tanaman yang mampu mengurangi laju kerusakan DAS

dengan teknik budidaya yang benar. Pendekatan sipil teknis sering mengalami

kendala seperti ketersediaan dana, dan umur bangunan sangat pendek karena

tingkat erosi yang sangat tinggi. Pendekatan vegetatif dengan introduksi

tanaman yang bernilai ekonomi tinggi akan lebih efektif. Pendekatan ini

mampu menyelesaikan dua permasalahan yaitu upaya konservasi tanah dan air,

serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pengelolaan suatu DAS sampai saat

ini belum sepenuhnya dilakukan secara baik, karena menyangkut berbagai

elemen yang terlibat didalammnya, salah satunya adalah institusi yang

menangani belum tertata dengan baik.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Kartodihardjo et.al (2000),

dijelaskan bahwa dalam pengelolaan DAS yang juga penting adalah

menyangkut pembenahan institusi yang mengelola DAS dan konservasi tanah,

sehingga menimbulkan berbagai permasalahan antara lain (i) pengelolaan DAS

dan konservasi tanah merupakan satu kegiatan, dimana didalamnya terlibat

berbagai unsur formal, baik instansi pemerintah maupun non-pemerintah, (ii)

perencanaan pengelolaan DAS dan konservasi tanah yang dikembangkan

masih belum sepenuhnya diintregrasi kedalam perencanaan pembangunan oleh

pemerintah daerah dan belum banyak melibatkan peran serta masyarakat

melalui pendekatan partisipatif dalam pengelolaan lahan sesuai dengan

kemampuan dan kesesuaiannya, (iii) infrastruksutur fisik dan sosial di bagian

hulu relatif lebih rusak dibandingkan di daerah hilir DAS. Hal ini dikarenakan

di masa lalu usaha pembangunan pertanian telah lebih terkonsentrasi di daerah

lowland” sehingga dataran tinggi dan hulu DAS tidak di untungkan dari

program-program yang didanai oleh pemerintah, (iv) keterbatasan kepemilikan

lahan pertanian menyebabkan lahan yang di garap petani dapat dijadikan

sebagi satu-satunya tumpuan atau penompang kebutuhan dasar kehidupan

masyarakat miskin di perdesaan. Demikian juga halnya dengan cara

pengelolaan lahan yang masih memungkinkan terjadinya kondisi tanah garapan

(41)

Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak

terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan

(Arsyad, 2000). Berdasarkan asas ini ada tiga cara pendekatan dalam

konservasi tanah, yaitu (1) menutup tanah dengan tumbuh-tumbuhan dan

tanaman atau sisa tanaman/tumbuhan agar terlindung dari daya perusak

butir-butir hujan yang jatuh, (2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar

resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap pengangkutan, serta lebih

besar dayanya untuk menyerap air permukaan tanah, dan (3) mengatur air

aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan

memperbesar jumlah air yang terinflitasi ke dalam tanah.

Arsyad (2000), metode konservasi tanah dapat dibagi tiga golongan

utama, yaitu (1) metode vegetatif (2) metode mekanik dan (3) metode kimia dan

dalam penerapannya dapat dilaksanakan salah satu, dua atau kombinasi dari ketiga

jenis metode tersebut. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau

tumbuhan dan sisinya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi

jumlah dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Dalam konservasi tanah dan

air metode vegetatif mempunyai fungsi (a) melindungi tanah terhadap daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak

aliran air di atas permukaan tanah, dan (c) memperbaiki kapasitas inflitasi tanah

dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besaran aliran permukaan.

Termasuk di dalam metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air adalah (1)

penanaman tumbuhan dan atau tanaman yang menutupi tanah secara terus

menerus, (2) penamanan dalam strip (strip cropping), (3) pengiliran tanaman

dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah (conservation rotation),

(4) system pertanian hutan (agroforestry), pemanfaatan sisa tanaman atau

tumbuhan (residu management) dan (6) penaman saluran-saluran pembuangan

dengan rumput (vegetated atau grassed waterways)

Metode mekanik adalah semua perlakukan fisik mekanis yang diberikan

terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan

dan erosi, dan mengingkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam

metode mekanik adalah (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah

(42)

16

menurut kountur, (4) teras, (5) dan penghambatan (check dam), waduk

(balong) (farmponds), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi.

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan

preparat kimia sintetis atau alami, kemantapan struktur tanah merupakan salah

satu sifat tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Dalam

pembentukan struktur tanah butir-butir terikat satu sama lain menjadi agregrat.

Model konservasi telah banyak dikemukan oleh berbagai sumber maupun ahli.

Seperti dikemukan oleh Direktorat Konservasi Tanah (1993), bahwa model

penanganan lahan kering dengan konservasi di kembangkan usahatani

konservasi dengan anjuran menggunakan sistem tanam tumpang sari dan

sistem tanaman sisipan antara tanaman pangan, tanaman

keras/kayu-kayu/buah-buahan, rumput pakan ternak yang dapat mempertinggi efisiensi

penggunaan lahan dan waktu yang tersedia.

2.4. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dengan unsur

utamanya terdiri atas sumberdaya tanah, air, dan vegetasi serta manusia

sebagai pemanfaat sumberdaya alam dengan segala interaksinya yang

berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan kemudian menyalurkan

ke laut melalui sungai utama. Interaksi tersebut digambarkan dalam bentuk

keseimbangan masukan dan keluaran yang mencirikan keadaan hidrologis

DAS. Kualitas ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan

secara fisik antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran

permukaan, fluktuasi debit dan produktivitas lahan.

Secara umum DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS

bagian hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase

tinggi, kemiringan lereng yang tinggi (>15%) dengan jenis vegetasi tegakan

hutan (Asdak 2002). Bagian hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan,

kerapatan drainase kecil, kemiringan lereng kecil (<8%), sebagian diantaranya

merupakan daerah banjir, dan didominasi jenis vegetasi tanaman pertanian.

Bagian tengah DAS merupakan daerah transisi di antara DAS hulu dan DAS

hilir. Ketiga bagian DAS ini mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain.

(43)

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS (Asdak

2002). Bagian DAS hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biogeofisik melalui

daur hidrologi. Hubungan antara masukan dan keluaran dari DAS yang

bersangkutan dapat digunakan untuk menganalisis dampak suatu kegiatan pada

lingkungan, terutama pengaruhnya di daerah hilir.

Secara tidak langsung DAS dapat dipandang sebagai suatu ekosistem

yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Barang yang dihasilkan

oleh komponen DAS yaitu yang dapat diukur berupa produktivitas, sedangkan

jasa merupakan produk ekonomis dari DAS yang tidak dapat diukur. Oleh

karenanya dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya keseimbangan antara

kepentingan ekosistem dengan kepentingan ekonomi sehingga bisa

memberikan manfaat secara berkelanjutan.

Usaha konservasi di daerah aliran sungai bagian hulu ditujukan pada

sumberdaya tanah dan air. Dalam arti luas, konservasi termasuk juga usaha

rehabilitasi dan reklamasi, yaitu upaya membawa lahan kritis atau marjinal

menjadi lebih subur dan lebih produksi yang dapat dipertahankan

kesuburannya (Sukmana et.al 1990). Lebih lanjut dikatakan oleh Yasin et.al

(1997), bahwa konservasi dan rebailitasi di daerah aliran sungai perlu

ditingkatan melalui pendekatan pengelolaan terpadu daerah aliran sungai

(DAS) atau daerah tangkapan air (chantmat area), dan yang dimaksud dengan

daerah tangkapan air dalam penelitian ini adalah daerah yang miliki

kemiringan lahan antara 8% sampai 40%.

Pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu meliputi penggunaan

terpadu atas tanah, air tumbuhan serta sumber-sumber fisik dan berbagai

kegiatan lain dalam daerah tangkapan, untuk menyakinkan bahwa proses

perusakan dan erosi tanah dapat dikurangi seminimal mungkin. Tujuan khusus

pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu adalah (Mitchell et.al, 2000):

a. Meningkatkan efektifiktas koordinasi kebijakan dan tindakan dari

departemen terkait, pengrusakan serta individu yang berkaitan dengan

usaha-usaha konservasi, penggunaan daerah tangkapan air yang

(44)

18

b. Meyakinkan terusnya stabilitas dan produktifitas tanah, kelangsungan

suplai air serta pemeliharaan tumbuhan permukaan yang sesuai dan

produktif.

c. Meyakinkan bahwa tanah dalam daerah tangkapan air digunakan sesuai

dengan kapasitasnya, dengan tetap memelihara kemungkinan

penggunaan di masa depan.

2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi

Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya khususnya

hutan dan lahan yang berorientasi eksploitasi dan sentralistik untuk mencapai

pertumbuhan akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial

dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak

peningkatan kesejahteraan tidak tercapai yang diakibatkan karena proses

marginalisasi masyarakat hutan untuk memperoleh akses manfaat sumberdaya,

sehingga yang terjadi adalah kemiskinan dan kesenjangan. Kondisi yang

demikian seringkali menyebabkan proses degradasi baik aspek luasan maupun

produktivitas sumberdaya, sehingga pengelolaannya yang optimal dan lestari

tidak dapat dipertahankan.

Laju degradasi kawasan hutan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha

pertahun, sedangkan data realisasi reboisasi dan rehabilitasi hutan 50.000 s/d

70.000 hektar pertahun. Laju kegiatan penghijauan berkisar 400.000 s/d

500.000 hektar pertahun. Berdasarkan data tersebut terlibat bahwa upaya

rehabilitasi yang dilakukan selama ini tidak mampu memulihkan kondisi lahan

dan hutan yang rusak. Kecendrungan dari keadaan ini akan terus bertambah

dan laju degradasi lahan semakin mengkhawatirkan. Kondisi yang demikian ini

apabila tidak diperhatikan secara serius, sumberdaya hutan dan lahan serta

lingkungan akan menjadi tidak menentu menuju krisis yang berkepanjangan.

Menurut Alikodra (2001), pengelolaan kawasan konservasi adalah

serangkaian upaya penetapan, pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian

pemanfaatan kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan konservasi di

Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi

Alam Departemen Kehutanan dengan kebijakan umum pengelolaan kawasan

(45)

konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yaitu : perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya, (ii) meningkatkan pendayagunaan potensi sumberdaya alam

hayati dan ekosistem kawasan konservasi dan hutan lindung untuk kegiatan

yang menunjang budidaya. Jenis kegiatannya mencakup pemanfaatan kawasan,

pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada

kawasan konservasi, (iii) memberdayakan peran serta masyarakat di sekitar

kawasan konservasi dan hutan lindung melalui pembinaan masyarakat untuk

berperan aktif dalam setiap konservasi dan upaya peningkatan kesejahteraan,

(iv) keterpaduan dan koordinasi untuk mencapai pembangunan kawasan

konservasi yang integral dengan pembangunan sektor lain di sekitarnya

sehingga kegiatan pembangunan tersebut dapat terselenggara secara selaras,

serasi dan seimbang, (v) pemantauan dan evaluasi fungsi kawasan untuk

mengetahui keefektifan pengelolaan dan penentuan arah kebijakan pengelolaan

selanjutnya.

Pengelolaan sumberdaya alam yang luas yang menekankan pada

perlindungan dan pengawasan sumberdaya alam secara rasional dan bijaksana

merupakan konsep dari konservasi. Selain itu juga tujuan dari konservasi

menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya alam, yang sekarang bila

kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola dengan tepat, dapat

memberikan devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan

penting dalam pembangunan sosial ekonomi di lingkungan perdesaan dan turut

menyumbangkan peningkatkan kesejahteraan ekonomi pusat-pusat perkotaan

serta meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Konsep pengelolaan hutan

bersama rakyat dengan cara memberikan kesempatan sebesar-besarnya pada

masyarakat bukan hanya untuk mengakses sumberdaya hutan (lahan) tetapi

juga mendorong lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan secara

kesinambungan. Keberadaan hutan yang pada umumnya dikelilingi oleh desa

sekitar hutan (ada sekitar 6.000 desa yang mengelilingi hutan jawa), dengan

kondisi sosial ekonomi tergolong penduduk miskin menuntut adanya

(46)

20

Ichsan (2006), menyatakan kepemilikian lahan yang sempit,

kemampuan teknologi yang masih rendah, kelangkaan modal dan akses

pelayanan yang langka membuat penduduk desa sekitar hutan semakin sulit

bangkit dari kemiskinan. Hal ini merupakan suatu pertimbangan dalam

penyusunan kebijakan pengelolaan hutan.

Teknik pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat lokal telah

diupayakan dengan model yang sangat unik yang dikenal dengan sistem

wanatani, talun dan kebun yang lebih mengedepankan keragaman hasil hutan

bukan hanya berupa kayu, tetapi juga non kayu. Haeruman (2005), menyatakan

secara umum model ini dikelompokan pada a) budidaya pohon-pohonan

bercampur tanaman perkebunan, tanaman makanan ternak, semak dan

obat-obatan, b) budidaya pohon-pohonan dengan tanaman makanan ternak dan

ternak dan c) budidaya pohon-pohonan dengan perikanan/ silvofishery.

Agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan secara berkesinambungan

dengan peningkatan produksi lahan yang menggabungkan tanaman pangan dan

pohon-pohon hutan dan /atau binatang secara simultan dalam kesatuan unit

lahan yang sama serta mengaplikasikan manajemen praktis yang komtiable

dengan budaya masyarakat setempat.

Agroforestry (wanatani) sendiri menurut Perum Pehutani (1992),

merupakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan cara

mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada lahan yang sama

dan yang bersamaan atau berurutan dengan memperhatikan kondisi lingkungan

fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta. Menurut

Nair (1992), konsep kunci dari wanatani adalah (i) mengkombinasikan

produksi dari berbagai output melalui perlindungan sumberdaya sebagai

dasarnya, (ii) menerapkan berbagai jenis pohon dan belukar sebagai bagian

penting untuk menjaga lingkungan, (iii) lebih memperhatikan pada nilai sosial

budaya masyarakat dari pada sistem penggunaan lahan, dan (iv) secara

strukutal dan fungsional lebih kompleks dibandingkan dengan monokultur.

Dengan kata lain wanatani adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang

dilakukan dengan cara mengkombinasikan beragam jenis komoditas baik

(47)

satuan waktu tertentu pada sebidang lahan yang sama bertujuan untuk

mengoptimalkan penggunaan sumberdaya.

Ichsan (2006), agar sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat yang

besar terhadap kesejahteraan masyarakat, maka pengelolaannya harus

mengikuti kaidah-kaidah pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan. Hal ini

agar dapat memberikan kegunaan bagi masyarakat pada saat ini dan juga pada

masa mendatang dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan,

hal ini untuk mendorong terselenggaraanya pengelolaan sumberdaya hutan

(lahan) yang berkeadilan dan acountable

Sardjono (2004), mengemukakan bahwa ada empat intisari

permasalahan kehutanan dan pengelolaan hutan di Indonesia yang tidak

berkelanjutan. Pertama, Ketidakjelasan implementasi ”penguasaan

sumberdaya alam oleh negara”, telah menimbulkan ketidakharmonisan

pengelolaan kawasan hutan antara para pihak dan telah memarjinalkan hak-hak

masyarakat lokal. Dimana menurut Undang-undang Dasar 1945

mengemukakan bahwa penguasaan sumberdaya alam dan cabang produksi

yang menyangkut hajad hidup orang banyak seperti hutan dikuasai oleh

negara. Ini tidak berarti bahwa negara menjadi pemilik sumberdaya hutan di

Indonesia melainkan hanya sebagai ”kontrol” pengelolaannya. Kondisi yang

demikian bukan saja menimbulkan gesekan kepentingan antara sektor lainnya

yang memerlukan kawasan yang sama (seperti pertambangan, perkebunan atau

transmigrasi), tetapi secara jelas menimbulkan konflik antara para pihak yang

berkepentingan dan tentu saja sangat merugikan masyarakat lokal yang ada di

dalam maupun di sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada hutan.

Kedua, arogansi kekuasaan dan pengetahuan elit kehutanan telah

mengabaikan fakta dan kebutuhan lapangan pengelolaan hutan, serta telah

menghilangkan kontribusi berharga dari kapasitas masyarakat lokal dalam

menciptakan hutan yang lestari. Dimana para era 70-an para elit kehutanan

membuat kebijakan-kebijakan yang mengsiplifikasikan pendekatan, misalnya

penyeragaman kebijakan dan instrumen pengelolaan kehutanan di semua

daerah. Contohnya, penerapan Tebang Pilih Indonesia hingga Tebang Pilih

(48)

22

berkarakter kompleks dan heterogen dalam skala besar-besaran melalui

program Hutan Tanaman Industri, munculnya pengabaian atas fakta-fakta yang

ada di lapangan menyangkut keberadaan masyarakat lokal di dalam maupun

disekitar hutan yang telah beregenerasi turun temurun.

Ketiga, dominasi penyusun kebijakan, administrasi dan perencanaan

kehutanan oleh pihak penguasa, tidak hanya telah membawa kepada

ketidakefektifan dan inefisiensi pengorganisasian sektor kehutanan, tetapi juga

sekaligus tidak menyisakan ruang yang memadai bagi inisiatif masyarakat dan

partisipasi institusi lokal. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam rangka

memberdayakan institusi lokal yang selama ini terjadi hanya sekedar berupa

keikutsertaan masyarakat dalam program-program pemerintah atau instansi

terkait. Padahal partisipasi dan keikutsertaan adalah dua hal yang berbeda,

tetapi seringkali tidak disadari oleh para pengambil keputusan.

Keempat, orientasi moneter dari pemanfaatan hutan dengan dalih

kepentingan nasional secara berlebihan/berkepanjangan, telah melupakan

aspek-aspek konservasi sumberdaya, serta telah memiskinkan kehidupan

sosial-ekonomi dan kultural masyarakat lokal. Hutan bagi Indonesia khususnya

hasil hutan yang berupa kayu telah menjadi tumpuan perekonomian negara

disamping minyak bumi serta hasil tambang lainnya. Sebenarnya sebagai

negara yang kaya akan potensi sumberdaya hutan yang melimpah merupakan

hal yang wajar untuk memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat. Akan tetapi, persoalannya menjadi lain apabila pelaksanaan itu

dilakukan secara berlebihan dan tanpa kendali. Dimana berlebihan artinya

telah melampaui daya dukung hutan hujan tropis dibandingkan dengan daya

regenerasinya (baik secara alami ataupun melalui upaya rehabilitasi).

Sedangkan tidak terkendali artinya praktis tidak ada aturan main yang

memadai untuk dilaksanakan secara konsisten di lapangan.

Kebijakan pelaksanaan konservasi yang dilakukan oleh stakeholder

kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan aspek sosial masyarakat sekitar.

Sehingga kebijakan pengelolaan sumberdaya dengan sistem konservasi

mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan usahatani petani. Maka untuk

(49)

pada aspek ekologi yang mempertimbangkan kegiatan konservasi juga

mengikutserta petani untuk pemanfaatan lahan untuk tumpangsari agar

pendapatan petani meningkat.

2.6. Analisis Multi Criteria Desicion Making (MCDM)

Pendekatan MCDM telah banyak digunakan, dikembangkan dan dapat

diakomodasi bagi berbagai kriteria yang dihadapi, namun relevan dalam

pengambilan keputusan tanpa perlu konversi ke unit-unit pengukuran dan

proses normalisasi. Secara umum struktur MCDM sama dengan AHP dimana

bobot suatu alternatif yang harus diambil, disusun berdasarkan matrik.

Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), mengelompokan MCDM ke

dalam dua kategori, yaitu: multiple atribut decision making (MADM), dan

multiple objective dicision making (MODM). Istilah MADM dipakai apabila

pilihan alternatif berukuran kecil (5-20 alternatif), sedangkan MODM dipakai

apabila berhadapan dengan pilihan alternatif yang lebih besar dari MADM.

MADM sering dipertukarkan dengan MCDM, sementara itu, pada literatur lain

secara terminologi sering juga digunakan istilah multiple crit

Gambar

Tabel 1. Jenis dan Sumberdata yang Digunakan dalam Penelitian
Tabel 3. Persebaran Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten   Bandung  per Kecamatan Tahun 1995 dan Tahun 2005
Tabel 4. Data Klimatologi Rata-Rata Bulanan DAS Citarum, Tahun 2005
Tabel 5. Luas Tanam, Panen, Produksi dan Produksi Rata-rata Tanaman Pangan,                Sayur- sayuran dan Buah-buahan di Kecamatan Pengalengan Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

iklan. Kalaupun tidak dilakukannya, dia memilih keluar arena menonton atau bermain bersama adiknya dengan sesekali memperhatikan tayangan televisi kalau-kalau acara yang

Setelah dilaksanakannya penelitian ini yang dimulai dari siklus I sampai pada siklus II sebelum dan sesudah diterapkannya media pembelajaran sebagai solusi untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi teori belajar konstruktivisme dengan menggunakan model

Hak-hak dasar bagi pekerja rumah tangga yang diatur dalam konvensi ini antara lain promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pembukaan;

Penerapan metode penskalaan dalam perancangan termodinamik motor baru mensyaratkan penentuan parameter-parameter yang mempengaruhi unjuk kerja motor yang sedang dirancang,

5 Perhitungan Metode Distribusi Normal Stasiun Prakan Kondang.... 6 Hasil Metode Distribusi Normal Stasiun Parakan

Asuransi Sinarmas Jakarta Pusat Divisi Credit Control berhubungan positif, dapat dilihat dari besarnya nilai r sebesar 0,60 atau terletak pada 0,60 s/d 0,799 yang

Penelitian ini menggunakan dua teori untuk mengkaji rumusan masalahnya, yaitu teori upacara Koentjaraningrat untuk mengkaji proses upacara dan teori semiotik Barthes untuk