PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh :
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI
TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1985 Di Kendal, Jawa Tengah
Tanggal lulus : Agustus 2006
Disetujui, Bogor, Agustus 2006
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2006.
RINGKASAN
Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.
Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.
Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai DextroseEquivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, dan konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi, menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan serta Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.
sebanyak 200 ml. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0 N, 0,1N, 0,2N, 0,3N, dan 0,4N. Setiap 30 menit dilakukan sampling selama 3 jam proses. Setiap sampel dinetralkan pH nya dengan NaOH dan dihaluskan.
Setiap sampel dihitung nilai DE nya. Nilai DE kemudian di plotkan ke dalam grafik dan ditarik persamaan matematisnya. Pengujian karakteristik dilakukan terhadap sepuluh sampel. Setiap tingkat konsentrasi diambil sampel secara acak pada sampel yang memiliki nilai DE dibawah 20 yang merupakan nilai DE untuk maltodekstrin.
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Effect of hydrolysis Time and HCl Concentration on Dextrose Equivalent (DE) Value and Characterization of Modified Starch Quality from Tapioca Starch with Acid Hydrolysis. Supervised by Khaswar Syamsu. 2006
SUMARY
Starch is a carbohydrate extracted from roots, cereallia or rods of certain plants such as rice, wheat, cassava, and potato. Most starch is used on food industries. Indonesia has abundant natural resources of plants so that it is very potential in cropping starch.
The modification of starch is proposed to gained starch product with special characteristic. One of the modified starch is maltodextrin. Maltodextrin is resulted from starch hydrolysis either chemically or biochemically using an enzyme or acid. This other form of starch is applicable in food industries, for example maltodextrin is used as a material content in starch products, fat and sugar successor, and energy source in some drinks. The modified starch has physical characteristic better than unmodified starch, that is more applicable form. In addition, the hydrolysis process of starch is expected to reduce some unwanted characteristic.
There are various methods to modify starch form. One of them is acid hydrolysis. This method has some superiority compared to the other methods. The hydrolysis process is easier and the stuff is cheaper that are starch, acid chloride (HCL) and water. The influenced factors on this process are hydrolysis time and kind of acid used in this process, which determine the Dextrose Equivalent (DE) value. The DE value can differentiate the kinds of modified starch. Each ranges of DE value has own name and different functions.
The objective of this study are ; First, to identify some factors affected hydrolysis process, includes length of heat treatment, HCL concentration, and interaction of both factors. The second objective is to seek an optimum condition to produce maltodextrin product with expected DE value by fix the association between length of heat treatment and HCL concentration. The last is, to study the starch characteristic having DE value under 20, it is mean that this starch form can be classified as maltodextrin.
Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) and Dry Acid Hydrolysis were used to modify starch. This modification process was hold on temperature range 60-70 oC and five different concentration of chloride acid (HCl). As many as 30% of
starch suspension ( 300 g starch of 1000 ml HCl) is gelatinized to modify the starch form. The HCL concentration range used in this research was 0%, 1%, 1.5%, and 2% (v/v). Data was taken every ten minutes during one hour gelatinization process. While, dry acid hydrolysis was done by mixed 500 g of dried starch with 200 ml of HCL solution. The range of HCL concentration was 0 N ; 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; and 0,4 N. Sampling was done every 30 minutes during three hours of dry acid hydrolysis, then the pH value of each samples was neutralized by NaCl solution. Having the pH value on neutral condition, the sample then should be soften.
ten samples. For each level of HCL concentration, sample having DE value under 20, known as maltodextrin, was taken randomly.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Parmadi Waktya Jati
NIM : F34102093
Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan
Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam
“ merupakan hasil karya sendiri, tidak menyalin hasil karya orang lain.
Bogor, Agustus 2006
Parmadi Waktya Jati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Januari
1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari
pasangan Bapak Cipyadi dan Ibu Supinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri
Sukorejo 01 Kendal pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SLTP
Negeri 01 Sukorejo pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri
01 Temanggung pada tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian FATETA IPB, pada tahun 2006, penulis
melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
Hidrolisis Asam”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB sejak
bulan Maret sampai bulan Agustus 2006. selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, bimbingan, petunjuk, bantuan dan
yang utama adalah do’a dari berbagai pihak, sehingga semuanya dapat berjalan
dengan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya antara lain kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku
dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan,
masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan
skripsi, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaiakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang tidak luput dari
kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bogor, Agustus 2006
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh :
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN
KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI
PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl
TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI
TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PARMADI WAKTYA JATI
F34102093
Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1985 Di Kendal, Jawa Tengah
Tanggal lulus : Agustus 2006
Disetujui, Bogor, Agustus 2006
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2006.
RINGKASAN
Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.
Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.
Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai DextroseEquivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, dan konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi, menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan serta Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.
sebanyak 200 ml. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0 N, 0,1N, 0,2N, 0,3N, dan 0,4N. Setiap 30 menit dilakukan sampling selama 3 jam proses. Setiap sampel dinetralkan pH nya dengan NaOH dan dihaluskan.
Setiap sampel dihitung nilai DE nya. Nilai DE kemudian di plotkan ke dalam grafik dan ditarik persamaan matematisnya. Pengujian karakteristik dilakukan terhadap sepuluh sampel. Setiap tingkat konsentrasi diambil sampel secara acak pada sampel yang memiliki nilai DE dibawah 20 yang merupakan nilai DE untuk maltodekstrin.
Parmadi Waktya Jati. F34102093. Effect of hydrolysis Time and HCl Concentration on Dextrose Equivalent (DE) Value and Characterization of Modified Starch Quality from Tapioca Starch with Acid Hydrolysis. Supervised by Khaswar Syamsu. 2006
SUMARY
Starch is a carbohydrate extracted from roots, cereallia or rods of certain plants such as rice, wheat, cassava, and potato. Most starch is used on food industries. Indonesia has abundant natural resources of plants so that it is very potential in cropping starch.
The modification of starch is proposed to gained starch product with special characteristic. One of the modified starch is maltodextrin. Maltodextrin is resulted from starch hydrolysis either chemically or biochemically using an enzyme or acid. This other form of starch is applicable in food industries, for example maltodextrin is used as a material content in starch products, fat and sugar successor, and energy source in some drinks. The modified starch has physical characteristic better than unmodified starch, that is more applicable form. In addition, the hydrolysis process of starch is expected to reduce some unwanted characteristic.
There are various methods to modify starch form. One of them is acid hydrolysis. This method has some superiority compared to the other methods. The hydrolysis process is easier and the stuff is cheaper that are starch, acid chloride (HCL) and water. The influenced factors on this process are hydrolysis time and kind of acid used in this process, which determine the Dextrose Equivalent (DE) value. The DE value can differentiate the kinds of modified starch. Each ranges of DE value has own name and different functions.
The objective of this study are ; First, to identify some factors affected hydrolysis process, includes length of heat treatment, HCL concentration, and interaction of both factors. The second objective is to seek an optimum condition to produce maltodextrin product with expected DE value by fix the association between length of heat treatment and HCL concentration. The last is, to study the starch characteristic having DE value under 20, it is mean that this starch form can be classified as maltodextrin.
Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) and Dry Acid Hydrolysis were used to modify starch. This modification process was hold on temperature range 60-70 oC and five different concentration of chloride acid (HCl). As many as 30% of
starch suspension ( 300 g starch of 1000 ml HCl) is gelatinized to modify the starch form. The HCL concentration range used in this research was 0%, 1%, 1.5%, and 2% (v/v). Data was taken every ten minutes during one hour gelatinization process. While, dry acid hydrolysis was done by mixed 500 g of dried starch with 200 ml of HCL solution. The range of HCL concentration was 0 N ; 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; and 0,4 N. Sampling was done every 30 minutes during three hours of dry acid hydrolysis, then the pH value of each samples was neutralized by NaCl solution. Having the pH value on neutral condition, the sample then should be soften.
ten samples. For each level of HCL concentration, sample having DE value under 20, known as maltodextrin, was taken randomly.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Parmadi Waktya Jati
NIM : F34102093
Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan
Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam
“ merupakan hasil karya sendiri, tidak menyalin hasil karya orang lain.
Bogor, Agustus 2006
Parmadi Waktya Jati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Januari
1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari
pasangan Bapak Cipyadi dan Ibu Supinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri
Sukorejo 01 Kendal pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SLTP
Negeri 01 Sukorejo pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri
01 Temanggung pada tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian FATETA IPB, pada tahun 2006, penulis
melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu
Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode
Hidrolisis Asam”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan Laboratorium
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB sejak
bulan Maret sampai bulan Agustus 2006. selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, bimbingan, petunjuk, bantuan dan
yang utama adalah do’a dari berbagai pihak, sehingga semuanya dapat berjalan
dengan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya antara lain kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku
dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan,
masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan
skripsi, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaiakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang tidak luput dari
kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bogor, Agustus 2006
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN... iii
RINGKASAN... iv
Pembuatan Pati Termodifikasi ... 16
Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) ... 18
Prosedur Analisis Karakteristik Mutu ... 18
Penentuam Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE) ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23 Penelitian Pendahuluan ... 23 Pati Termodifilasi dari Pati Tapioka ... 25 Proses Modifikasi dan Perubahan Nilai DE ... 27 Pengaruh Waktu Proses Modifikasi dan Konsentrasi Asam terhadap DE Produk Pati Termodifikasi ... 38 Persamaan MatematisDextrose Equivalent (DE)... 41 Analisis Karakteristik Mutu Produk Pati Termodifikasi... 46
KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
Kesimpulan ... 60 Saran ... 62
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin... 4
Tabel 2. Tabel 2. Kandungan amilosa komoditas penghasil pati... 4
Tabel 3. Kandungan ubi kayu ... 5
Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia ... 5
Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20... 12
Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin ... 13
Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya ... 14
Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi ... 16
Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian... 17
Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka ... 25
Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel ... 46
Tabel 12. Nilai persen lolos saring... 48
Tabel 13. Warna sampel dalam lugol ... 49
Tabel 14. Hasil pengujian kadar air ... 50
Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu ... 52
Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat ... 54
Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin ... 55
Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam ... 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi... 8
Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang... 9
Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam...10
Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi 0N...28
Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N...29
Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N...30
Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N...31
Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N...32
Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam ...34
Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %...35
Gambar 11. DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 % ...36
Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 %...37
Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 % ...38
Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian ...39
Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi ...40
Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi ...41
Gambar Gambar 18. Plot grafik tiga dimensi pada minitab...43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah ...67
Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering ...68
Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji phenol untuk total gula ...69
Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode phenol...70
Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar ...71
Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS ...72
Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode
gelatinisasi... 73
Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode
penyangraian ...74
Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi ....75
Lampiran 10.Hasil pengujian total gula metode penyangraian...76
Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka ...77
Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi ...78
Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian ...79
Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih...80
Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan ...82
Lampiran 16. Warna dalam lugol...83
Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air ...84
Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu ...85
Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar ...88
Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin...89
Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam...90
Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas ...91
Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0 N ...92
Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,1 N ...93
Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,3 N ...95
Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode penyangraian konsentrasi 0,4 N ...96
Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 0 %...97
Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 %...98
Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 1 %... 99
Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 %... 100
Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada
metode gelatinisasi konsentrasi 2 %... 101
Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode
penyangraian ... 102
Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode
gelatinisasi... 103
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu
tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari
suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, sagu
jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan
sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial
karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah.
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman umbi yang
menghasilkan pati. Indonesia merupakan negara tropis yang potensial menjadi
penghasil pati tapioka yang dihasilkan dari umbi singkong. Produktivitas ubi kayu
cukup besar. Dari satu hektar lahan mampu dihasilkan sekitar 25 ton ubi kayu
(Anonim, 2005). Produktivitas ubi kayu tersebut lebih besar daripada jagung yang
hanya menghasilkan 60,3 kuintal per hektar (Anonim, 2005). Tanaman-tanaman
penghasil pati tersebut secara umum dapat dipanen satu kali dalam setahun karena
petani lebih cenderung menanam komoditas tersebut pada saat lahannya tidak
ditanami padi (Anonim, 2005). Harga pati tapioka untuk tahun 2006 berkisar pada
harga 3500 rupiah per kg. Apabila pati tapioka diolah lebih lanjut menjadi pati
termodifikasi, nilai tambah produk pati tersebut akan bertambah. Harga untuk
maltodekstrin sendiri adalah 1,9 dollar US per kilogram (Anonim, 2005) atau
sekitar 17 ribu rupiah.
Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan
karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah
maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara
kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun
enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan
pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu,
menurut Hidayat (2002) maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman
olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan
dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah
kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan
diperbaiki dengan usaha modifikasi ini.
Indonesia memenuhi sebagian besar kebutuhan produk modifikasi pati dari
impor. Nilai impor produk ini sebesar 150 juta dollar US per tahun (Tjahyono,
2004). Prospek industri modifikasi pati di Indonesia yang menjanjikan ini
menjadikan kajian terhadap pemanfaatan pati tapioka sebagai bahan bakunya.
Penelitian ini merupakan kajian terhadap faktor-faktor dalam pembuatan pati
termodifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang
diinginkan.
Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan
metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan
dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang
mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis
asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang
digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati
termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang
berbeda-beda.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan suatu model sederhana
untuk mengetahui hubungan lama hidrolisis, konsentrasi katalisator (HCl)
terhadap nilai Dextrose Equivalent (DE) dan karakteristik mutu maltodekstrin yang dihasilkan untuk dapat digunakan dalam merancang proses guna
menghasilkan produk pati termodifikasi sesuai keinginan konsumen.
B. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, konsentrasi HCl dan
interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi.
2. Menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan
konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk
mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan.
3. Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PATI
Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk
granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi, biji dan
atau buah. Pati pada tanaman beperan sebagai sumber energi untuk fase dorman,
germinasi dan pertumbuhan (Swinkles, 1985). Pati berbeda dengan tepung.
Tepung merupakan bahan yang dihancurkan sampai halus sedangkan pati
merupakan polisakarida komplek yang tidak larut dalam air dan digunakan oleh
tumbuhan untuk menyimpan cadangan glukosa (Anonim, 2006).
Granula pati dapat menyerap air dan mengembang. Dalam air dingin,
granula pati terdispersi dan membentuk larutan berviskositas rendah. Viskositas
larutan pati akan meningkat drastis bila mengalami pemanasan disertai
pengadukan hingga mencapai suhu sekitar 80oC. Suhu dimana larutan pati mulai mengental disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda
tergantung jenis pati. Gelatinisasi pati merupakan proses endoterm yang terjadi
karena adanya air. Pada saat gelatinisasi terjadi pemisahan susunan molekul di
dalam granula pati (Bemiller dan Whistler, 1996).
Pati mengandung dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Bila ditambahkan dengan sejumlah iodine, amilosa akan membentuk kompleks
amilosa-iodine. Larutan amilosa memiliki viskositas yang tinggi dan relatif tidak
stabil dibandingkan amilopektin (Manners, 1979). Menurut Alais dan Linden
(1991), hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida
lainnya.
Berbeda dengan amilosa, amilopektin memiliki rantai bercabang dimana
molekul-molekul glukosa bergabung melalui ikatan α-1,6 glikosidik. Unit glukosa pada amilopektin berkisar 105-106 unit. Amilopektin akan memberikan warna ungu dengan iodine di dalam air. Komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat
Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991)
Properti Amilosa Amilopektin
Struktur umum Lurus Bercabang
Ikatan α-1,4 α-1,4 dan α-1,6
Panjang rantai rata-rata ~103 20-25
Derajat polimerisasi ~ 103 104-105
Kompleks dengan iod Biru(~650 nm) Ungu-coklat (~550 nm)
Produk hidrolisis Maltotriosa, Glukosa,
maltosa, Oligosakarida
Gula pereduksi (sedikit)
Oligosakarida (dominan)
Menurut Hullinger et. al. (1973), amilosa dan amilopektinlah yang berfungsi dalam menentukan sifat-sifat makanan yang diproses dari bahan pati.
Amilosa merupakan komponen yang berpengaruh terhadap sifat gel. Terjadinya
gel adalah karena terjadinya kristalisasi fraksi amilosa. Pati dengan kandungan
amilosa yang berbeda akan menghasilkan produk makanan dengan sifat yang
berbeda pula. Menurut Luallen (1985), amilopektin biasanya memberikan
konsistensi seperti serabut pada makanan. Berikut ini adalah kandungan amilosa
dari berbagai komoditi penghasil pati.
Tabel 2. Kandungan amilosa berbagai komoditas penghasil pati
Sumber pati Amilosa (%)
Jagung biasa 24
Jagung beramilosa tinggi 50 – 70
Beras ketan 0 – 3
Kentang 20
Tapioka 17
B. PATI TAPIOKA DAN PATI-PATI LAINNYA
Pati tapioka adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong.
Pati diekstrak dengan menggunakan air untuk kemudian diendapkan.Endapan
tersebut adalah pati tapioka (Anonim, 2001). Umbi ubi kayu sendiri mengandung
bahan-bahan sebagai berikut.
Tabel 3. Kandungan ubi kayu
Bahan Kandungan (%)
Ubi kayu merupakan sumber pati potensial untuk dijadikan bahan baku
pati termodifikasi. Produktivitas ubi kayu meningkat dari tahun ke tahun dengan
jumlah yang tertinggi dibandingkan jumlah tanaman penghasil pati laiinya.
Produktivitas tanaman-tanaman penghasil pati di Indonesia adalah sebagai
berikut.
Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia
Kacang 2003 10886442 671600 785526 335224 18523810 1991478
2004 11225243 723483 837495 310412 19424707 1901802
2005 12523894 808353 836295 320963 19321183 1856969 2006 12495742 783554 851133 311623 20054634 1868994
Pati tapioka merupakan granula berwarna putih yang ukuran diameternya
bervariasi antara 5 sampai 35 mikron dengan rata-rata 17 mikron. Granula ini
sering berbentuk mangkuk dan sangat kompak tetapi selama pengolahan, granula
tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya
(Brautlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17 % dan dalam pemanasan
tapioka akan memiliki gel yang lunak (Whistler dan Smart, 1953). Menurut
Taylor dan Schoch seperti dikutip dalam Brautlecht (1953) granula pati tapioka
sudah terpecah sempurna di bawah suhu 80oC.
Pati tapioka dapat dimodifikasi menjadi dekstrin putih, dekstrin kuning,
maltodekstrin, thin boiling starch, Gum Inggris dan lain sebagainya. Kegunaan pati modifikasi dari pati tapioka sangat beragam dari bidang pangan maupun non
pangan (Anonim, 2001)
C. MODIFIKASI PATI
Peningkatan ilmu pengetahuan tentang struktur molekul memungkinkan
ahli melakukan modifikasi struktur pati alami untuk memenuhi persyaratan dalam
menghasilkan produk tertentu. Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur
molekul pati dengan berbagai faktor. Modifikasi yang biasa digunakan adalah
hidrolisis, oksidasi, subtitusi dan ikatan silang (Luallen, 1985).
1. Metode Hidrolisis
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering
digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan
asam atau enzim sebagai katalisator. Pada metode ini suspensi pati
dimasukkan ke dalam air dengan asam atau enzim yang mampu
menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapatkan
kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983).
Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga
akan mengubah kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Pati yang
dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan
digunakan dalam industri kertas, tekstil dan perekat (Smith dan Bell,
1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada
pembuatan gum candy (Smith, 1982).
Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan
kandungan air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang
disebut dekstrin. Karena itu proses ini sering juga disebut dengan
dekstrinisasi (Luallen, 1985). Metode hidrolisis ini paling sering
digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku yang mudah pula.
2. Metode Oksidasi
Pada proses oksidasi ini juga terjadi pemecahan rantai molekul pati
secara acak. Salah satu bentuk oksidasi pati adalah pemucatan (bleaching) dengan menggunakan pereaksi natrium hipoklorit (Luallen, 1985). Proses
oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke
dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati sehingga
membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin glukosa
yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini
tergantung kepada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith dan Bell,
1986).
Metode oksidasi ini menyebabkan sifat pati berubah seperti
kekentalannya akan menurun dan hilangnya sebagian sifat gel (Luallen,
1985). Menurut Smith dan Bell (1986) oksidasi pati juga menyebabkan
rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi. Tambahan natrium
hipoklorit dapat menekan jumlah bakteri selama proses produksi dan
menyebabkan pati menjadi putih. Pati semacam ini terbatas
penggunaannya untuk permen dan jelly.
3. Subtitusi
Penggunaan utama pati dalam produk makanan adalah sebagai
pengental dan sebagai sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan
amilosa telah diketahui menentukan sifat makanan yang dihasilkan.
gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini mengakibatkan molekul pati
berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu pati
yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami proses gelatinisasi
sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wurzburg dan
Szymanski, 1970).
Masalah tersebut diatasi dengan mensubtitusikan gugus anion ke
seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang.
Salah satu cara pensubtitusian ini adalah dengan mengalkilasi pati seperti
pada persamaan berikut.
StOH + CH2 – CH – CH3 StOH – CH – CH3
Keterangan : StOH : senyawa pensubtitusi
Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi
Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat
kepolarannya berubah dan kejernihan pastanya meningkat. Kestabilan
terhadap pembekuan juga meningkat (Smith dan Bell, 1986).
4. Ikatan Silang
Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus
hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu amilopektin
mudah mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil.
Granula yang telah membengkak mudah pecah akibat pemanasan yang
lama (Katzbeck, 1972). Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
pereaksi yang bersifat polifungsional (Anonim, 1983).
Pemilihan pereaksi untuk pembentukan ikatan silang agak terbatas.
Selain itu harus bersifat nukleofilik yamg kuat, juga harus bebas dari
pengaruh toksik atau mempunyai ketidakstabilan yang tinggi sehingga
kelebihannya dapat mengubah menjadi produk yang tidak merusak. OH
Menurut O’Dell (1981), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium
trimetafosfat, epiklorohidrin dan asam adipat. Menurut Smith dan Bell
(1986) yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan
natrium trimetafosfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor
oksiklorida paling tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Matheis dan
Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin terjadi pada ikatan silang adalah
seperti pada persamaan berikut.
2 StOH + Na3P3O9 StO – P – Ost + Na2H2P2O7
Keterangan : StOH : senyawa pereaksi ikatan silang
Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang
Pati yang dimodifikasi dengan cara ini granulanya menjadi kuat
sehingga lebih tahan terhadap panas dan asam (Luallen, 1985).
D. PROSES MODIFIKASI PATI SECARA HIDROLISIS
Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk
menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati
termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati
umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan
dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam,
panas dan proses pengolahan lainnya.
Modifikasi pati dilakukan dengan mengubah struktur kimia pati baik
secara fisik, kimia atau enzimatis (Colonna et. al. dalam Galliard, 1987). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara kimia. Modifikasi
O
pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi dan
eterifisasi (Fleche dalam van Beynum dan Roles, 1985, Rapaille dan Van Hemelrijck dalam Imeson, 1992). Pati dapat dimodifikasi melalui hidrolisis parsial secara kimia atau enzimatis menghasilkan thin boiling starch, dekstrin dan maltodekstrin (Fleche, 1985, Wurzburg, 1986). Reaksi hidrolisis pati dapat dilihat
pada gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam (Humprey, 1979)
Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan asam dan pH tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat
konversi yang diinginkan. Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen
berantai lurus yang berukuran lebih pendek dari asalnya, maka porsi fraksi
polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah, serta peluang untuk terjadinya
retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus yang pendek sukar
menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel (Radley, 1976).
Penggunaan thin boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang gula, pastiles, dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992).
Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis pati secara parsial menggunakan
asam atau enzim. Dekstrin yang dibuat dengan hidrolisis asam (HCl) secara
komersial dibedakan menjadi tiga jenis: dekstrin putih, kuning dan gom Inggris
(Wurzburg, 1996). Rumus umum dekstrin adalah (C6H10O5)n (Radley, 1976). Produk komersial dari hidrolisis pati diklasifikasikan berdasarkan
Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin
adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995). Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata
5-10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri
makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan
berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook,
1984). Menurut Mcdonald (1984). Maltodekstrin bersifat kurang higroskopis,
kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat
warna pada reaksi browning.
Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak
digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan
sebagai bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaanya
sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi
penggunaan bahan-bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya
flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat mensubtitusi laktosa dan
tepung susu dalam jumlah tertentu.
Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti
lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau
larut dan menyerupai struktur lemak sehingga cocok untuk mensubtitusi minyak
dan lemak. Konsistensi, penampakan dan sifat organoleptiknya dapat diterima.
Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan juga dapat mengurangi kalori
Menurut Kennedy et. al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada :
• Produk roti, misalnya pada cake, muffin dan biscuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.
• Makanan beku, karena maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah, sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.
• Makanan low calory, karena penambahan maltodektrin dalam jumlah yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti
halnya gula.
Analisis komposisi maltodekstrin umumnya dilakukan dengan metode
kromatografi. Menurut Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995), kromatografi merupakan teknik terbaik untuk karakterisasi oligosakarida dan
polisakarida. Kromatografi yang dikembangkan mulai pertengahan tahun 1970
sampai sekarang adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography). HPLC adalah teknik dimana molekul-molekul dalam larutan dipisahkan
(fraksinasi) berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya atau afinitas terhadap
kolom yang digunakan. Waktu pemisahan merupakan faktor penting dalam
metode HPLC. Berikut ini komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan DE 20.
Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20
DE Glukosa
(%)
Maltosa
(%)
Maltotriosa
(%)
Sakarida
lainnya
15 0,6 4,0 7,0 88,4
20 0,8 5,5 11,0 82,7
Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi
Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada
umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin
dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan non-pangan.
Pada tabel 6 dapat dilihat lebih jelas variabel dan nilai standar mutu dekstrin
menurut DSN (1992 dan 1989).
Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin
Aplikasi Variabel
Pangan Nonpangan
Warna(Visual) Putih sampai kekuningan Putih sampai kekuningan
Warna dalam lugol Ungu sampai kecoklatan Ungu sampai kecoklatan
Kadar air(%b/b) Max. 11 Max. 11
Kadar abu(%b/b) Max. 0,5 Max 0,5
Serat kasar(%b/b) Max 0,6 -
Bagian yang larut dalam
air (%)
Min. 97 Min. 80
Kekentalan (cP) 3-4 3-4
Dekstrosa Max. 5 Max. 7
Derajat asam
(0,1 N NaOH/100 g
bahan)
Max. 5 Max. 6
Kehalusan
(ayakan 100 mesh)
Min. 90 (lolos) -
E. DEXTROSE EQUIVALENT (DE)
Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE
berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit
monomer dalam suatu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa
sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989).
Secara komersial, penggunaan pati termodifikasi dipengaruhi oleh nilai
DE. Semakin besar nilai DE berarti semakin besar juga persentase pati yang
berubah menjadi gula pereduksi. Berikut ini adalah jenis pati dan penggunaannya
berdasarkan perbedaan nilai DE.
Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya
Nama Hasil Hidrolisis
Pati
Nilai DE Contoh kegunaan
Maltodekstrin
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan untuk membuat pati termodifikasi dengan
metode basah adalah pati tapioka yang disuspensikan dalam air dan ditambahkan
HCl sedangkan yang menggunakan metode kering adalah pati kering yang
disemprotkan HCl. Pati tapioka yang digunakan adalah pati tapioka yang umum
diperjualbelikan di pasaran. Bahan yang digunakan untuk menghidrolisis pati
tapioka adalah HCl dengan berbagai konsentrasi. Untuk menetralkan pH
digunakan NaOH.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian produk pati termodifikasi
adalah : H2SO4, larutan fenol, pereaksi DNS, dan NaOH.
Alat yang digunakan dalam pembuatan pati termodifikasi dengan metode
penyangraian adalah: wajan penyangraian, kompor pemanas, alat penyemprot
tangan, pengaduk dan termometer. Sedangkan untuk pembuatan pati termodifikasi
dengan metode hidrolisis basah digunakan gelas piala, penangas air, pengaduk
dan termometer.
Dalam pengujian pati termodifikasi, digunakan alat spektrofotometer,
tabung reaksi, timbangan, pipet, oven, viscosimeter, colormeter, dan pH meter.
B. Metode Penelitian
1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan rentang suhu
dan jumlah bahan-bahan yang digunakan dalam proses modifikasi pati.
Penelitian pendahuluan dilakukan pada kedua metode. Untuk metode
penyangraian, penelitian pendahuluan dilakukan dengan menyangrai 500
gram pati dengan dilakukan penyemprotan dengan larutan HCl 0,1 N.
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan berapa banyak volume larutan
HCl yang tepat untuk disemprotkan. Pada metode gelatinisasi penelitian
pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu yang optimal sehingga pati
tergelatinisasi (gosong). Suhu yang digunakan dalam proses modifikasi
adalah suhu gelatinisasi pati sehingga penelitian ini dilakukan untuk
menentukan berapa suhu gelatinisasi pati tapioka. Penelitian pendahuluan
untuk metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram
pati dalam 1000 ml air. Waktu pemanasan akan dihentikan apabila gel pati
telah kering atau gosong.
2. Pembuatan Pati Termodifikasi (Modifikasi metode Haryati, 2004)
a) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Basah
Pembuatan pati termodifikasi pertama dilakukan dengan
mensuspensikan 300 gram pati ke dalam 500 ml larutan HCl. Kemudian
ditambahkan larutan HCl dengan konsentrasi yang telah ditentukan
terlebih dahulu sampai volume larutan yang ditambahkan tepat 1000 ml.
Campuran pati dan larutan HCl kemudian dipanaskan dengan penangas
air. Setelah waktu pemanasan terpenuhi, gel pati segera diangkat dan
didinginkan. Sampel pati yang sudah dingin dihaluskan dengan mortar
sampai halus. Kemudian disuspensikan ke dalam air kembali dan
ditambahkan NaOH 0,1 N sampai pH netral. Setelah itu produk yang
terbentuk dikeringkan untuk kemudian dilakukan pengujian.
Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan lama
pemanasan dan konsentrasi HCl.
Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi
Waktu pemanasan (menit)
10 20 30 40 50 60
0 M1W1 M1W2 M1W3 M1W4 M1W5 M1W6
0,5 M2W1 M2W2 M2W3 M2W4 M2W5 M2W6
1 M3W1 M3W2 M3W3 M3W4 M3W5 M3W6
1,5 M4W1 M4W2 M4W3 M4W4 M4W5 M4W6
K
onsentrasi HCl
(% v/v)
2 M5W1 M5W2 M5W3 M5W4 M5W5 M5W6
Pembuatan pati termodifikasi dilakukan dengan dua kali ulangan.
Konsentrasi HCl adalah perbandingan asam HCl dengan volume
konsentrasi (v/v) dilakukan untuk memudahkan penetapan volume asam
yang ditambahkan ke dalam suspensi pati. Penetapan penggunaan
konsentrasi dengan konsentrasi (v/v) didasarkan juga pada satuan
konsentrasi yang dipakai di industri-industri maltodekstrin dan thin Boiling Starch (Anonim, 2004).
b) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Kering
(Modifikasi metode Sari, 1992)
Pati tapioka sebanyak 500 gram disangrai di atas kompor pemanas
(suhu berdasarkan penelitian pendahuluan) dengan menyemprotkan HCl
di atas pati tapioka yang disangrai. Jumlah HCl yang disemprotkan
didapatkan dari percobaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah HCl
yang tepat sehingga dalam proses penyangraian, pati tidak tergenang
oleh HCl. Penyemprotan HCl dilakukan sampai HCl tercampur
homogen. Penyangraian berlangsung sampai waktu yang telah
ditetapkan. Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan
faktor suhu, lama pemanasan dan konsentrasi HCl.
Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian
Waktu Penyangraian (jam)
Waktu penyangraian selama 3 jam dilakukan berdasarkan
penelitian Sari (1992). Konsentrasi HCl menggunakan satuan normalitas
didasarkan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (1982)
yang menyatakan bahwa konsentrasi HCl yang digunakan dalam
membuat dekstrin adalah sekitar 0,1 N. Rentang konsentrasi dan waktu
dapat berubah bila rentangnya kurang untuk pengolahan data menjadi
3. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) (Modifikasi dari Haryati, 2004)
Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS.
Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit
dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan dengan
cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades.
Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang
500 nm. Nilai absorbansi diplotkan ke dalam grafik standar gula
pereduksi (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A).
Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 15 % dan ditambahkan
5 ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit.
Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 490
nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B).
Nilai DE =AB×100%
4. Prosedur Analisis Karakteristik Mutu
Setelah didapatkan nilai DE dari seluruh perlakuan pati
termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 % (Rentang DE
maltodekstrin), sampel dipilih secara acak setiap beda konsentrasi.
Setiap satu tingkat konsentrasi, diambil satu sampel secara acak untuk
diuji karakteristik mutunya. Pengujian karakteristik mutu terhadap
1. Derajat Putih (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Derajat putih diukur dengan alat Colormeter. Sampel yang telah disiapkan dibaca dengan alat tersebut sehingga
didapatkan nilai L. Nilai L menunjukkan derajat keputihan
suatu bahan. Sampel yang berwarna putih sempurna memiliki
nilai L=1. Sedangkan untuk sample yang berwarna hitam
memiliki nilai 0. Jadi semakin putih suatu bahan nilai L akan
mendekati 1.
2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) (Dewan Standarisasi
Nasional, 1989)
Sejumlah produk pati termodifikasi (dinyatakan sebagai
A) diayak dengan saringan 100 mesh. Sejumlah yang lolos ditimbang (dinyatakan sebagai B). Tingkat kehalusan dihitung
sebagai:
Kehalusan =BA×100%
3. Warna dalam Lugol (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sejumlah produk ditempatkan dalam plate, kemudian diteteskan larutan lugol secukupnya. Warna yang terbentuk
diamati.
4. Kadar air (AOAC, 1998)
Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke cawan
aluminium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan
tersebut dipanaskan pada suhu 100o – 105o C selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa
contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air = X 100 %
5. Kadar Abu (AOAC, 1998)
Cawan perabuan dibakar di dalam tanur, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 2-5 gram
dimasukkan ke dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur
perabuan sampai didapat abu. Perabuan dilakukan pada suhu
600oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu = x 100%
6. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1998)
Sekitar 1 gram contoh bebas lemak ditimbang. Bahan
tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian
ditambahkan 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan dimasukkan dalam otoklaf 105oC selama 15 menit. Setelah dingin ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan diotoklaf kembali 105oC selama 15 menit.
Dalam keadaan panas, cairan dalam labu erlenmeyer
disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak
berabu Whatman No. 41 yang telah diketahui bobotnya.
Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut
dengan menggunakan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N, 25 ml air panas dan 25 ml etanol 95%. Kertas saring beserta
isinya diangkat dan dimasukkan kemudian dikeringkan pada
oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Kertas saring kemudian Bobot awal – bobot akhir
Bobot contoh akhir
Bobot cawan akhir
diangkat dan didinginkan lalu ditimbang sampai bobotnya
konstan. Perhitungannya adalah sebagai berikut.
Kadar serat = x x
7. Kelarutan dalam Air Dingin (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)
Sebanyak 1 gram produk pati termodifikasi dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades
sampai tanda tera. Larutan disaring dengan kertas saring
(larutan A). Disiapkan cawan petri yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya (dinyatakan sebagai B1). Sebanyak 10 ml
larutan A dituangkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan
dalam oven. Bobot akhirnya ditimbang (dinyatakan sebagai
B2).
Nilai solubilitas = x
8. Derajat Asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sebanyak 5 gram maltodekstrin ditambahkan 100 ml
akuades. Larutan ditutup selama minimal 30 menit sambil
digoyang sesekali. Larutan disaring dengan kertas saring.
Sebanyak 50 ml larutan yang telah disaring dititrasi dengan
NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein sampai terjadi
perubahan warna. Derajat asam dihitung dengan rumus:
Derajat asam = X Bobot kertas saring akhir - bobot kertas saring
Bobot sampel
100%
A
B2 – B1
100%
(Ml titrasi – blangko) x N NaOH x Mr HCl
1000 x bobot sampel
9. Viskositas (Dewan Standarisasi Nasional, 1989)
Sebanyak 3 gram pati termodifikasi dilarutkan dalam 30
ml akuades kemudian diaduk selama 5 menit dalam penangas
bersuhu 90oC. Viskositas pasta diukur segera dengan viskosimeter Brookfield.
5. Penentuan Model Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE)
Penentuan model matematis DE dilakukan dengan memplotkan
titik-titik nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl.
Titik-titik tersebut kemudian diolah dengan metode regresi berganda.
Regresi berganda akan menghasilkan suatu persamaan hubungan interaksi
nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl.
Pengolahan data dengan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Minitab. Apabila grafik yang didapatkan tidak linear atau
pada selang waktu tertentu kecenderungan arah grafik berubah, maka
formulasi hanya dibatasi sampai selang waktu dimanakecenderungan arah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh selang waktu proses
hidrolisis dan atau tingkat suhu yang digunakan dalam proses hidrolisis pati.
1. Metode Penyangraian
Penelitian pendahuluan pada metode penyangraian dilakukan
untuk menentukan suhu pemanasan, lama proses penyangraiannya dan
jumlah larutan HCl yang disemprotkan ke dalam pati. Dengan
menetapkan suhu pemanasan yang tepat, pati yang disangrai tidak akan
cepat gosong terutama pati yang berada dekat dengan sumber panas
sehingga pati yang disangrai lebih homogen. Penelitian pendahuluan
ini dilakukan dengan menggunakan api kecil, api sedang dan api besar
sebagai pemanasnya. Api kecil menghasilkan suhu berkisar antara
20oC sampai 40oC. Pati yang disangrai dengan suhu ini tidak menunjukkan adanya perubahan fisik serta nilai DE-nya sama dengan
DE pati asal. Oleh karena itu pada suhu ini proses hidrolisis belum
berlangsung. Api sedang menghasilkan suhu 50oC sampai 70oC. Pada suhu ini pati yang disangrai memperlihatkan perubahan sifat fisik yaitu
warnanya semakin menguning. Nilai DE mengalami peningkatan
walaupun tidak terlalu besar. Api besar menghasilkan suhu diatas
80oC. Pada suhu ini pati yang disangrai terutama yang terletak dekat dengan api, akan cepat gosong dan membentuk arang. Sehingga suhu
yang digunakan adalah suhu 50oC sampai 70oC.
Lama penyangraian ditentukan dengan menyangrai pati pada
suhu 50oC sampai 70oC. Pati disangrai terus-menerus sampai pati
menjadi hitam yang berarti pati telah rusak dan penyangraian
dihentikan. Pada penelitian pendahuluan ini pati telah rusak dalam tiga
Penentuan banyaknya larutan asam HCl yang disemprotkan ke
pati yang disangrai ditetapkan dengan menyemprotkan asam HCl 0,1N
ke 500 gram pati yang disangrai dengan dilakukan pengadukan secara
terus-menerus. Asam HCl yang disemprotkan harus berbentuk kabut
untuk menghindari pati menggumpal. Penyemprotan dihentikan bila
pati menggumpal atau tergenang oleh asam. Dari penelitian
pendahuluan ini didapatkan banyaknya larutan HCl yang disemprotkan
adalah 200 ml
2. Metode Gelatinisasi
Penelitian pendahuluan dalam metode gelatinisasi digunakan
untuk menetapkan suhu pemanasan dan menetapkan lama pemanasan.
Proses utama dalam metode ini adalah gelatinisasi pati maka panas
yang diberikan pada suspensi pati harus mampu menggelatinisasi pati.
Dalam penelitian pendahuluan ini, suhu gelatinisasi dari tapioka adalah
65oC sehingga ditentukan suhu pemanasan adalah 60oC sampai 70oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempersulit dalam pengamatan dan
pengambilan sampel karena proses gelatinisasi akan berlangsung
sangat cepat dan air yang terkandung dalam pati yang tergelatinisasi
akan mengering dalam waktu 20 menit.
Lama pemanasan dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram
pati tapioka ke dalam 1000 ml air dan dipanaskan pada suhu 60oC
sampai 70oC. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus untuk menghomogenkan pati yang tergelatinisasi. Setelah satu jam
pemanasan, pati yang tergelatinisasi akan mengering sehingga
pemanasan dihentikan. Proses modifikasi pati dengan metode
B. PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA
Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam modifikasi pati ini adalah
pati tapioka. Pati tapioka adalah pati yang berasal dari umbi singkong. Pati
singkong yang digunakan adalah pati yang dijual di pasaran. Analisa mutu pati
tapioka tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka
Parameter mutu Nilai
Derajat putih 91,01 %
Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) 97,8 %
Warna dalam lugol ungu
Kadar air 3,1 %
Kadar abu 0,1 %
Kadar serat kasar 0,1 %
Kelarutan dalam air dingin 0,04 %
Derajat asam 0,0073 %
Viskositas 10 cp
DE 0 %
Pati termodifikasi dari pati tapioka diproses dengan memutuskan
ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati. Reaksi yang dapat memutus ikatan-ikatan
tersebut adalah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi pemutusan suatu
ikatan polimer oleh air dengan bantuan suatu katalisator tertentu (Humprey,
1979). Dalam proses modifikasi pati ini digunakan asam HCl sebagai katalisator
proses hidrolisis. Proses pemodifikasian pati dengan katalisator asam dapat
dilakukan dengan banyak cara antara lain dengan menyemprotkan asam ke atas
pati dengan pemanasan (selanjutnya disebut metode kering atau penyangraian)
ataupun dengan penambahan asam kedalam suspensi pati yang kemudian
Proses modifikasi degan metode kering dilakukan dengan menyemprotkan
asam sebanyak 200 ml dengan konsentrasi tertentu ke dalam pati sebanyak 500
gram yang disangrai. Proses penyemprotan dilakukan sedemikian sehingga pati
yang disemprot tidak menggumpal. Dari penelitian pendahuluan, jumlah asam
yang disemprotkan adalah 200 ml. Di atas jumlah tersebut akan terjadi
penggumpalan pati dan dapat mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pada
gumpalan yang basah tersebut. Suhu penyangraian ditetapkan agar tidak terlalu
panas sehingga tidak cepat merusak pati yang disangrai. Dari penelitian
pendahuluan didapatkan suhu 60 sampai 70 derajat Celcius yang merupakan
rentang suhu gelatinisasi pati tapioka.
Proses penyangraian diikuti dengan pengadukan secara terus-menerus.
Pengadukan ini dilakukan agar jumlah pati yang telah terhidrolisis homogen,
karena pati yang berada di bawah lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan pati
yang berada di permukaan.
Panas yang ada pada penyangraian ini bersama dengan asam yang
disemprotkan memutuskan ikatan-ikatan glikosidik pada permukaan granula pati.
Pemutusan ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati adalah reaksi hidrolisis.
Pemutusan ikatan polimer pati tersebut menghasilkan polimer dengan rantai yang