PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang
Nama : Hanna Manurung
NIM : 081201025
Departemen : Kehutanan Program studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Pindi Patana S.Hut, M.Sc Riswan S.Hut
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.
Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.
ABSTRACT
HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.
Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.
Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumban Gorat pada tanggal 8 juni 1990 dari Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.173655 Lumban Rang dan lulus tahun 2002. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Lumban Julu dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA ST. THOMAS 3 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.
Selain mengikuti perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) USU.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul
“Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir,
Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang” sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang turut
membantu penyelesaian skripsi ini.
1. Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait yang telah membesarkan,
mendidik dan mendukung segala fasilitas & materil yang dibutuhkan penulis.
2. Komisi pembimbing penulis Pindi Patana S.Hut, M.Sc selaku ketua dan
Riswan, S.Hut selaku anggota yang telah membimbing dan memberi masukan
yang bermanfaat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Elva Novita Manurung yang telah mendukung fasilitas & materil yang
dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kades & masyarakat Desa Sibunga-bunga Hilir yang telah membantu penulis
mendapatkan informasi pendukung tentang kawasan Danau Linting.
5. Teman-teman Manajemen Hutan stambuk 2008 dan seluruh pegawai di
Program Studi Kehutanan yang memberi dukungan hingga skripsi ini selesai.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak pengelola
kawasan Danau Linting, pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata ... 3
Zonasi dan Daya Dukung ... 5
Penataan Ruang Zonasi Kawasan ... 9
Perencanaan Kawasan Wisata ... 10
Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 12
Kondisi Umum Danau Linting ... 15
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16
Alat dan Bahan ... 17
Metode Penelitian ... 17
Metode Pengumpulan Data ... 17
Metode Penentuan Responden ... 18
Analisis Data ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Fisik ... 21
Lokasi dan Aksesibilitas ... 21
Iklim ... 23
Topografi dan Tanah ... 24
Vegetasi dan Satwa ... 31
Visual ... 33
Aspek Ekonomi dan Sosial ... 33
Potensi Pengunjung ... 34
Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar... 36
Masyarakat Penggarap Lahan ... 37
Masyarakat Sekitar Kawasan ... 38
Aktivitas Berekreasi ... 40
Nilai Sejarah Kawasan ... 41
Status Kawasan ... 42
Rancangan Zonasi ... 46
Konsep Rancangan Zonasi ... 46
Konsep Penataan Ruang ... 49
Perencanaan Pengembangan ... 50
Konsep Perencanaan ... 50
Konsep Ruang ... 51
Konsep Tata Hijau... 51
Konsep Aktivitas ... 51
Konsep Sirkulasi ... 52
Konsep Fasilitas/Tata Letak ... 52
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55
Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 18
2. Klasifikasi Kelerengan Lahan ... 24
3. Luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31
4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting ... 32
5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan ... 41
6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting ... 44
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Peta Desa Sibunga-bunga Hilir ... 16
2. Proses perencanaan & perancangan landskap (Gold,1980) ... 20
3. Peta administrasi letak kawasan Danau Linting ... 22
4. Topografi kawasan Danau Linting ... 25
5. Peta Kelas Kelerengan Lahan Kawasan Danau Linting ... 26
6. Persentase Luas Kawasan Berdasarkan Kelerengan Lahan ... 27
7. Peta tutupan lahan kawasan Danau Linting ... 30
8. Persentase luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31
9. Tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 36
10.Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 37
11.Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting ... 39
12.Peta Kawasan Danau Linting berdasarkan KEPMENHUT No:SK.44/MENHUT-II/2005 ... 43
13.Peta rancangan zonasi kawasan Danau Linting ... 48
14.Model rancangan tata letak fasilitas ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1. Kuisioner Penelitian ... 55 2. Diagram Pembuatan Peta ... 66 3. Kondisi Fisik Danau Linting ... 68 4. Wawancara terhadap penggarap lahan,
masyarakat & pengunjung ... 70 5. Rancangan tata letak fasilitas kawasan Danau Linting ... 70 6. SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Deli Serdang No:556/272/DS/1999 ... 73
ABSTRAK
HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.
Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.
ABSTRACT
HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.
Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.
Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam, sejak dimulainya
pembangunan secara bertahap telah diletakkan landasan yang kokoh sebagai
prinsip dasar untuk dipedomani bagi pembangunan hutan lestari. Terjaminnya
kondisi & pelestarian hutan di suatu negara, sangat ditentukan oleh sistem dan
kaidah pemanfaatan hutan secara bijaksana (Zain, 1997).
Berdasarkan manfaatnya, hutan diklasifikasikan menjadi dua, yakni Hasil
Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). HHNK mencakup
beberapa manfaat, dan salah satunya adalah jasa lingkungan. Salah satu manfaat
jasa lingkungan yang dapat kita rasakan/nikmati adalah keindahan alam.
Hasil hutan, baik untuk dinikmati maupun untuk diusahakan, mengandung
banyak manfaat bagi kesinambungan kehidupan manusia dan mahluk lainnya.
Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi yang
terkandung di dalamnya, dan dengan dukungan kemampuan pengetahuan Sumber
Daya Manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), akan sesuai
dengan hasil yang ingin dicapai, yakni berupa produksi, jasa, energi, jasa
perlindungan, dan lain sebagainya (Pamulardi, 1995).
Pernyataan di atas tersebut menjelaskan bahwa untuk menjaga kelestarian
dan keberlanjutan suatu ekosistem dan manfaat hutan/kawasan perlu
memperhatikan daya dukung fisik kawasan tersebut terhadap aktivitas yang
sedang berlangsung dan/atau sedang direncanakan. Dalam hal ini perlu dilakukan
analisis terhadap potensi dan kesesuaian peruntukan lahan pada suatu areal
Danau Linting adalah sebuah danau yang unik, dan berpotensi untuk
dikembangkan, karena selain keberadaan danau yang menarik kawasan ini juga
didukung oleh keadaan fisik kawasan yang indah dan asri. Dan saat ini, kawasan
ini sedang dalam tahap pengembangan, sehingga membutuhkan analisis untuk
tetap menjaga kelestarian dan kesinambungan ekosistemnya. Hasil analisis
tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penglasifikasian
areal-areal di kawasan tersebut sesuai dengan peruntukan/penggunaan lahannya
dan juga dalam manajemen pengelolaan.
Pengembangan kawasan ini belum memiliki analisis konsep/model
perencanaan, sehingga peneliti melakukan penelitian untuk merancang model
perencanaan untuk mendukung pengembangan kawasan Danau Linting tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Merancang model zonasi kawasan objek wisata Danau Linting Desa
Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten
Deli Serdang.
2. Menganalisis kebutuhan fasilitas pada model zonasi kawasan Danau Linting. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan
model zonasi kawasan Danau Linting untuk dijadikan sebagai bahan masukan
atau alternatif pertimbangan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) terkait
TINJAUAN PUSTAKA
Ekowisata
Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan
menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang
menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi, meneliti dan
menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut
(Qomariah, 2009).
Menurut Fandeli et al (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di
kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan
hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan
adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman
Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung
melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi
sebagai Wana Wisata.
Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai asset
yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga
kegiatan-kegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian
muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang bersifat simbiotik,
dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan
bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).
Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara
terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis
suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik
perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama
secara aktif dan berkelanjutan.
Pengembangan ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan aksesibilitas di lokasi wisata.
Perencanaan terpadu berupa master plan untuk membangun eco-destination berisi
kerangka kerja, stakeholders yang terkait serta tanggung jawab masing-masing
stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi serta
apresiasi budaya lokal.
Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria
ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON),
yang secara konseptual menekankan tiga konsep dasar, yaitu:
1. Prinsip Konservasi : pengembangan ekowisata harus mampu memelihara,
melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.
2. Prinsip Partisipasi Masyarakat : pengembangan harus didasarkan atas
musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan
menghormati nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut
masyarakat sekitar kawasan.
3. Prinsip Ekonomi : pengembangan ekowisata harus mampu memberikan
manfaat untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak
bangunan yang seimbang (balanced development) antara kebutuhan
pelestarian lingkungan & kepentingan semua pihak.
Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya,
yaitu :
4. Prinsip Edukasi : pengembangan ekowisata harus mengandung unsur
pendidikan untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki
kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan
dan budaya.
5. Prinsip Wisata : pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan
pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan.
Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan
pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara
maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat
menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat di
daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara
lingkungan (Sastrayuda, 2010).
Zonasi dan Daya Dukung
Perencanaan pengelolaan kawasan yang dilindungi artinya
mengidentifikasikan zona-zona pengelolaan yang berbeda, yang secara geografis
kawasan berada dalam penekanan manajemen yang sama dan tingkat yang sama
dalam pemanfaatannya dan pemisahan pemanfaatan yang berbeda. Zonasi dalam
metode pengelolaan sumber informasi dan pedoman tugas pengelolaan
(Zaitunah, 2009).
Zonasi kawasan berhubungan erat dengan daya dukung kawasan.
Informasi awal dari gambaran umum kawasan dan permasalahan yang ada
merupakan bahan dalam penentuan zonasi. Zonasi merupakan aspek manajemen
kawasan yang berhubungan dengan kepekaan suatu kawasan, objek dan atraksi
wisata serta tingkat kunjungan maksimum yang disarankan (Lubis, 2006).
Bengen (2002) dalam Prasita (2007) menjelaskan bahwa konsep daya
dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas
maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung
dibedakan menjadi 4 macam, yakni:
a. Daya Dukung Ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)
pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh
suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis.
b. Daya Dukung Fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau
suatu ekosistem yang dapat diadsorbsi oleh suatu kawasan tanpa
menyebabkan penurunan kualitasa fisik.
c. Daya Dukung Sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu
sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya pengguna
lain dalam waktu bersamaan.
d. Daya Dukung Ekonomis : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu
sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara
Konsep daya dukung ini berorientasi pada penggunaan jangka panjang dan
tindakan jangka pendek yang harus dipertimbangkan efek jangka panjang. Konsep
ini juga berorientasi pada optimalisasi penggunaan jangka panjang yang konstan
dengan produk yang maksimum (Knudson, 1980; dalam Irayati, 2000).
Rencana Penelitian Integratif tentang Model Pengelolaan Kawasan
Konservasi Berbasis Ekosistem tahun 2010-2014, menyatakan bahwa penetapan
zonasi ditentukan oleh potensi biofisik, sarana prasarana tersedia dan tata ruang
dan fungsi lahan daerah penyangga, serta aspek pengamanan. Untuk melihat
seberapa jauh efektifitas pengelolaan dan manfaat zonasi bagi kepentingan
pelestarian dan manfaat ekonomi maka perlu evaluasi nilai dan manfaat melalui
indikator yang telah disepakati.
Young (1993) dalam Zaitunah (2009) mendefinisikan bahwa zonasi
sebagai apa yang dapat terjadi dan tidak dapat terjadi dalam kawasan taman yang
berbeda, dalam artian pengelolaan sumberdaya budaya alam, sumberdaya budaya,
budidaya manusia dan keuntungannya, pengunjung dan pengalaman,
aksesibilitas, fasilitas dan pembangunan, serta pemeliharaan dan operasional.
Melalui manajemen zonasi, keterbatasan penggunaan yang diterima dan
pembangunan dalam kawasan dikembangkan.
Zonasi bertujuan untuk mendefinisikan tindakan manajemen tertentu untuk
setiap zona dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen. Zonasi
juga digunakan untuk identifikasi dan merencanakan area-area dimana tingkat
pengaruh turis paling tinggi mungkin terjadi tanpa membahayakan wilayah yang
Beberapa manfaat dilakukannya penzonasian pengelolaan kawasan
konservasi antara lain:
- Menjamin kelestarian keterwakilan dan/atau kefragilan habitat tertentu
melalui upaya tindakan manajemen yang tepat.
- Memisahkan konflik kepentingan antara aktivitas manusia dengan upaya
perlindungan.
- Melindungi sumberdaya alam dan/atau budaya khas tanpa menghalangi
upaya pemanfaatannya secara rasional.
- Memungkinkan areal yang rusak untuk pemulihan (alami maupun campur
tangan manusia).
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:
KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata
di Pulau-pulau Kecil, mengatakan bahwa jenis-jenis zonasi yang umum digunakan
dalam pengembangan pariwisata ada 3 (Intensif, Ekstensif, dan Perlindungan),
sedangkan Lubis (2006) menyatakan bahwa selain ketiga zona tersebut ada zona
lain yang dapat dimodelkan dalam suatu perancangan ekowisata. Berikut akan
dijelaskan zona-zona tersebut.
1. Zona Intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah
dengan potensi wisata yang menarik. Pada kawasan ini dirancang untuk
menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan
ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung.
2. Zona Semi-intensif adalah kawasan yang dirancang sebagai kawasan untuk
menerima kunjungan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik.
- Zona Ekstensif Primer, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk
menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas
keanekaragaman hayati.
- Zona Ekstensif Sekunder, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk
menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang sangat terbatas. Jalur
lintasan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan memberikan nilai
petualangan.
4. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak menerima
kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan
yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Penataan Ruang Zonasi Kawasan
Rencana tata ruang didasarkan pada konsep pemanfaatan ruang sesuai
daya dukung kawasan pada tiap zona tapak yang telah ditetapkan. Zonasi
didasarkan pada daya dukung dan kesesuaian lahan untuk tujuan perlindungan dan
pengawetan sumberdaya alam, dan pemanfaatan potensi yang ada
(Nurlaelih, 1998).
Dalam penataan ruang ekowisata masyarakat berhak untuk berperan serta
dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang, dan mengetahui secara terbuka rencana tata kawasan dan
rencana rinci tata ruang kawasan ekowisata (Sastrayuda, 2010). Selain itu aspek
yang perlu untuk diperhatikan ialah lingkungan,termasuk konservasi sumber daya
alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi
Nurlaelih (1998) mengemukakan bahwa zona intensif memiliki tingkat
kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik.
Pada area ini dikembangkan area penerimaan, area piknik, dan area perkemahan
dengan fasilitas penunjangnya. Aktivitas pada zona ini bersifat aktif dan pasif.
Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan
pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60% luas kawasan zonasi intensif dan
memperhatikan daya dukung lingkungan.
Zona ekstensif primer diperbolehkan adanya pembangunan fisik dan hanya
dibatasi maksimal 5%, dan hanya sebatas papan informasi dan pendukung
kegiatan (jalan setapak, tempat istirahat, dan menara pandang), serta hanya
menerima wisatawan dalam jumlah terbatas. Sedangkan pada zona ekstensif
sekunder tidak ada pembangunan sarana fisik wisata, karena kawasan tersebut
memiliki keanekaragaman hayati dan kerentanan yang sangat tinggi. Dan untuk
zona perlindungan tidak menerima kunjungan wisata dalam bentuk apapun
(Lubis, 2006).
Perencanaan Kawasan Wisata
Simonds (1983) dalam Abus (1999) menjelaskan bahwa perencanaan
merupakan ilmu dan seni pengorganisasian ruang aktivitas (use area) menjadi use
volume sehingga tercapai keharmonisan yang secara fungsional berdaya guna dan
secara estetis indah. Penekanan terhadap pengorganisasian ruang dikarenakan oleh
setiap ruang mempunyai bentuk, ukuran, bahan, dan tekstur serta kualitas lainnya
sehingga ruang-ruang memberikan pengaruh terhadap penggunaanya.
Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data,
pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut
(Knudson,1980 dalam Syahriartato (2010). Perencanaan lanskap tersebut dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sumberdaya,
pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi dan pendekatan perilaku.
Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai
adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara
pemanfaatan hanya dlakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan
(pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati
filosofi, pemanfaatan lajur untuk tracking dan adventure (Latifah, 2004).
Peta merupakan alat yang paling baik untuk membantu perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, peta dapat diperoleh dengan cara pengukuran
langsung di lapangan atau dengan menggunakan interprestasi foto udara maupun
citra Landsat, dengan peta akan didapatkan informasi penyebaran obyek dan
keterkaitan secara spesial (keruangan) dengan penumpang–tindihan (tumpang
susun) dari beberapa peta dengan skenario tertentu dan diperoleh informasi yang
bermanfaat (Dimiyati dan Dimyati, 1998; dalam Situmeang dkk, 2005).
Perencanaan lanskap adalah penyesuaian program dengan suatu lanskap
untuk menjaga kelestariannya. Proses perencanaan dan perancangan lanskap
kawasan rekreasi menurut Gold (1980) dalam Irayati (2000), terdiri atas enam
tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan
perancangan.
Pendekatan dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber
daya alam dan budaya. Sumber daya tersebut merupakan kebutuhan setiap orang
itu dibutuhkan pengorganisasian masyarakat agar segala sesuatu yang telah
menjadi kebijakan dapat dibicarakan, didiskusikan dan dicari jalan pemecahannya
dalam satu organisasi ekowisata yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan
pembinaan ekowisata di satu kota dan kabupaten di daerah tujuan wisata
(Syahriartato, 2010).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System
(GIS), merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan
fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang
mempunyai empat kemampuan berikut untuk menangani data yang bererferensi
geografis, diantaranya : (a) masukkan/ input data, (b) keluarana/ output data, (c)
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan
manipulasi data (Arnoff, 1989; dalam Sinaga. 2008).
Perkembangan dibidang teknologi komputer telah membawa manfaat yang
sangat besar bagi penyebaran informasi. SIG adalah bahagian dari sistem
informasi yang diaplikasikan untuk data geografi atau alat database untuk analisis
dan pemetaan sesuatu yang terdapat dan terjadi di bumi. SIG merupakan sistem
informasi berbasis komputer digunakan untuk menyajikan data digital dan
menganalisa penampakan geografis yang ada dan kejadian dipermukaan bumi.
Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk digital. Setiap
kerangka hubungan database ke SIG. database merupakan sekumpulan informasi
tentang sesuatu dan hubungannya antar satu dengan lainnya, sedangkan
geo-refernced” menunjukkan lokasi suatu objek diruang yang ditentukan oleh sistem
koordinat (Supriadi dan Zulkifli, 2007).
Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia
sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/keras) maupun objek
permasalahan. SIG adalah serangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi
untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan
lunak komputer untuk melakukan data, seperti :
1. Perolehan dan verifikasi
2. Kompilasi
3. Penyimpanan
4. Pembaharuan dan perubahan
5. Manajemen dan pertukaran
6. Manipulasi dan penyajian
7. Analisis
(Budyanto, 2002).
Prahasta (2004) dalam Febriani (200) menyatakan bahwa, untuk kebaikan
pengelolaan kawsan hutan, monitoring kondisi hutan harus dilakukan secara
teratur. Hasil monitoring berguna untuk melakukan evaluasi. Monitoring kondisi
hutan dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi perubahan pada tutupan
lahan. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangani berbagai data
spasial termasuk peta, foto udara, citra satelit, data survey lapangan, dan
berbagai proses yang asa dipermukaan bumi. SIG secara luas diterapkan dalam
berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, telekomunikasi, lingkungan dan
geologi, pertanian dan kehutanan.
Bidang-bidang Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk mempermudah
dalam mendapatkan data-data yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut
suatu lokasi atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri
dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini merelasikan data
spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial, sehingga para penggunanya
dapat membuat peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG
merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG
data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam
bentuk peta cetak, tabel, atau dalam bentuk konvensional lainya yang akhirnya
akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan
(Octafia, 2012).
Octafia (2012) menambahkan bahwa, aplikasi GIS merupakan prosedur
yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan,
klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable, dsb. Data
yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut. Data
posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data yang merupakan
representasi fenomena permukaan bumi/keruangan yang memiliki referensi
(koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil
dari interpretasi data-data tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang
Kondisi Umum Danau Linting
Secara administrasi kawasan Danau Linting terletak di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi studi (kawasan Danau Linting) disebelah utara berbatasan dengan Desa Durian IV Mbelang, sebelah timur Sungai Buaya (Kabupaten Simalungun), sebelah selatan Desa Rumahri, dan sebelah barat Desa Rumahri & Desa Tanjung Bampu.
Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam dengan menggunakan angkutan umum.
Danau Linting merupakan danau vulkanik, air danau yang mengandung
belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit. meskipun demikian
pengunjung harus berhati-hati ketika mandi di danau ini. menurut beberapa
sumber, kedalaman air Danau Linting masih belum bisa diukur. Lagi pula
keindahan alam yang begitu eksotis di danau ini membuat kita sangat nyaman
untuk berlama-lama menikmati pesonanya (Dinneno, 2011).
Keunikan Danau Linting adalah warna airnya, dari satu sudut, kita bisa
melihat warna airnya yang begitu biru seperti laut, namun dari sudut pandang lain
di beberapa tempat, kita bisa melihatnya menjadi hijau.. Air danau yang berwarna
biru kehijauan, dikelilingi rimbun pohon-pohon raksasa, dan berpadu dengan
warna langit yang cerah membuat pemandangan di Danau Linting sangat indah
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember
2012 di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM)
Hulu, Kabupaten Deli Serdang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning
System (GPS) untuk mengambil titik-titik koordinat di lapangan, alat tulis-menulis
sebagai alat bantu dalam pengambilan titik di lapangan dan wawancara, pita ukur
sebagai alat bantu dalam pengambilan titik dilapangan, kamera digital untuk
dokumentasi, thermometer untuk mengukur temperatur air danau, perangkat
komputer, dan software Arcview 3.3 untuk mengolah data dan titik-titik koordinat
kawasan, serta software Autocad untuk membuat rancangan tata letak fasilitas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Danau Linting
dan sekitarnya, citra satelit, peta administrasi Sumatera Utara, Peta Jenis Tanah &
Curah Hujan Kab.Deli Serdang, kuisioner untuk masyarakat pemilik lahan,
masyarakat sekitar kawasan, dan pengunjung.
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur (termasuk dari
beberapa instansi terkait, seperti BPKH), pengamatan langsung di lapangan,
pengambilan titik koordinat kawasan, serta wawancara/penyebaran kuesioner.
Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi
penelitian yaitu di kawasan Danau Linting yang kemudian diverifikasi dengan
kondisi fisik lapangan. Sedangkan pengambilan titik koordinat kawasan
dimaksudkan untuk membantu penulis dalam pembuatan beberapa peta terkait
untuk perancangan model zonasi kawasan.
Tanggapan dan persepsi masyarakat serta pengunjung terhadap rencana
pelengkap peneliti untuk mendapatkan gambaran umum kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
Jenis dan teknik pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Metode Penentuan Responden
Responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tiga pihak, yaitu
pemilik lahan, masyarakat sekitar, dan pengunjung.
1. Masyarakat penggarap lahan
Penentuan responden untuk masyarakat pemilik lahan dilakukan dengan Jenis
Data
Data Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data
Primer 1.Koordinat kawasan; luas kawasan, keadaan fisik dan karakteristik kawasan Danau Linting dan sekitarnya
2.Persepsi, partisipasi, serta harapan pemilik lahan dan masyarakat sekitar terhadap rencana
3.Tanggapan dan harapan pengunjung terhadap pengembangan dan model zonasi yang akan dirancang
Kuisioner & wawancara
Pengunjung
Sekunder
Kondisi umum kawasan Danau Linting
Studi literatur Dokumen, buku, jurnal-jurnal terkait yang berhubungan dan relevan dengan kebutuhan
kawasan Danau Linting, dan keduabelas masyarakat tersebut akan menjadi
responden dalam penelitian ini.
2. Masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung
Penentuan responden untuk masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung
dilakukan dengan metode sampel acak (random sampling). Jumlah sampel yang
diambil adalah sebesar 10% dari jumlah keseluruhan masyarakat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Arikunto (2002) bahwa jumlah sampel ditetapkan sebanyak
10-15% dari jumlah keseluruhan populasi apabila jumlah populasinya lebih dari
100 orang.
Analisis Data
1. Interpretasi Citra
Citra satelit dan titik-titik koordinat yang diambil dari lapangan dan data
sekunder yang diperoleh dari BPKH (Badan Pengelolaan Kawasan Hutan) akan
diolah menggunakan software arcview 3.3 sehingga dapat dibuat beberapa peta
terkait untuk kebutuhan penelitian, berupa peta administrasi, peta tutupan lahan,
peta topografi, peta kemiringan lahan, dan peta zonasi kawasan.
2. Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Data yang didapat dari hasil wawancara, pengamatan lapangan, studi
pustaka dan penyebaran kuisioner dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Analisis yang dilakukan secara kualitatif untuk memperoleh
gambaran tentang kawasan Danau Linting. Data-data dan informasi yang
diperoleh dari lapangan, maupun dari studi pustaka, serta data tentang persepsi
para pihak terhadap perencanaan pengembangan kawasan akan membantu
sosial-ekonomi masyarakat sekitar kawasan Danau Linting, serta pengunjung
wisata kawasan ini.
Dengan mempertimbangkan penataan ruang, aspek fisik kawasan,
kebutuhan wisata dan mengacu kepada Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum
Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil akan dibuat model zonasi
kawasan Danau Linting. Dan dari model zonasi tersebut kemudian akan
dilakukan analisis terhadap kebutuhan fasilitas setiap zonasi sesuai dengan
potensi, peruntukan/pemanfaatan, dan kondisi daya dukung lingkungan.
Berikut dapat kita lihat gambar diagram alur dari penelitian:
Gambar 2. Proses perencanaan & perancangan landskap menurut Gold (1980)
PERSIAPAN INVENTARISASI ANALISIS &
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Fisik
1. Lokasi dan Aksesibilitas
Secara geografis letak kawasan Danau Linting sebagai kawasan objek wisata sangat strategis. Hal ini dikarenakan oleh Kabupaten Deli Serdang berbatasan dengan beberapa kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan. Sehingga untuk mencapai kawasan ini dapat dicapai dari berbagai rute/jalur.
Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam. Perjalanan menuju ke lokasi melalui jalan raya Medan-Tiga Juhar beraspal baik, dan dari Tiga Juhar menuju Danau Linting cukup baik, akan tetapi ada beberapa bagian jalan perlu untuk diperbaiki karena kondisinya sudah kurang baik.
Selain akses jalan, kendala lain yang sering menjadi permasalahan untuk mencapai kawasan Danau Linting adalah ketersediaan angkutan dari Medan-Tiga Juhar yang sangat terbatas. Sehingga jadwal kunjungan ke kawasan ini perlu memperhatikan waktu keberangkatan dan waktu pulang dari Danau Linting. Khususnya untuk trayek Tiga Juhar-Medan hanya ada sampai pukul 17.00 WIB. Dan untuk mempermudah pengunjung jika ingin berkunjung sepanjang hari (sehari penuh) ke Danau Linting lebih baik untuk membawa kendaraan sendiri.
Luas Danau Linting adalah sekitar 0,41 ha dan luasan kawasan danau (radius 100 meter dari tepi danau) adalah sekitar 6 ha (berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor 556/272/DS/tahun 1999). Lokasi ini sekaligus menjadi lokasi studi yang dilakukan oleh peneliti.
Kewenangan pemeliharaan dan pengelolaan kawasan Danau Linting ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Dan saat ini pengelolaan/pengembangan kawasan tersebut telah dilaksanakan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Desa Sibunga-bunga Hilir. Saat ini telah dibentuk tim untuk mengelola proses pengembangan tersebut, yang disebut dengan kelompok Darma Wisata, yang diketuai oleh Bapak Kepala Desa Sibunga-bunga Hilir, Bapak Mangsur Saragih S.H.
2. Iklim
Iklim kawasan Desa Sibunga-bunga Hilir termasuk kedalam iklim tropis. Menurut Laurie (1986) dalam Irayati (2000), iklim yang ideal kenyamanan manusia yaitu suhu udara antara 10ºC-26.6ºC. Danau Linting merupakan danau air panas, dengan temperatur air sekitar 38ºC.
Suhu di kawasan ini pada umumnya masih tergolong sedang dan sejuk. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa pohon disekitar danau. Untuk tetap menjaga dan meningkatkan kesejukan di kawasan tersebut perlu dilakukan penanaman pohon tambahan untuk beberapa titik kawasan tertentu. Selain itu juga perlu dilakukan pembangunan beberapa pondok/bangunan peneduh sebagai
3. Topografi dan Tanah
Danau Linting merupakan kawasan objek wisata dengan luas kawasan sekitar 6 ha. Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa jenis vegetasi yang cukup rindang. Ketinggian kawasan bervariasi dari 398 s.d 422 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ketinggian suatu kawasan akan digunakan untuk menentukan kelerengan lahannya. Dari data ketinggian tersebut diperoleh kelas kelerengan lahan kawasan bervariasi dari datar hingga sangat curam, dengan luas masing-masing kelerengan lahan bervariasi.
Berdasarkan Peta Jenis Tanah dan Curah Hujan Kabupaten Deli Serdang, jenis tanah yang ada di kawasan Danau Linting adalah podsolit coklat.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.638/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung & Hutan Produksi menyatakan bahwa kelerengan lahan merupakan salah satu faktor penentu kemampuan lahan, klasifikasi kelerengan lahan tersebut dapat kita lihat sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Kelerengan Lahan
Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi
I 0 – 8 Datar
II 8 – 15 Landai
III 15 – 25 Agak Curam
IV 25 – 40 Curam
V >40 Sangat Curam
vegetasi tersebut bermanfaat dalam menciptakan kenyamanan & kesejukan kawasan, menjaga kondisi fisik kawasan tetap alami/asri, serta memperindah
view yang ada.
4. Hidrologi
Danau Linting merupakan danau air panas dengan temperatur air danau ± 38 ºC. Diperkirakan air danau tersebut berasal dari mata air panas yang terdapat di dasar danau. Pernyataan ini didukung dengan adanya beberapa goa (mengeluarkan bau belerang) yang ada di sekitar danau yang letaknya dilereng bukit danau. Dan disekitar goa-goa tersebut, terdapat mata air dengan temperatur yang lebih tinggi daripada suhu air Danau Linting, yakni ± 45 ºC. Belum ada data yang pasti tentang kedalaman danau, karena belum pernah diukur oleh masyarakat maupun peneliti serta pengunjung.
Aktivitas utama pengunjung pada kawasan ini adalah mandi di danau. Namun aktivitas tersebut secara langsung dapat menimbulkan pencemaran terhadap danau. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dalam perencanaan ini akan ditambahkan pembangunan fasilitas kolam renang di sekitar danau. Dengan demikian pengunjung tetap dapat menikmati air danau dan tidak merusak kelestarian air danau.
Pada kawasan ini hanya ditemukan mata air panas. Selain kolam renang, fasilitas lain yang membutuhkan air adalah kamar mandi. Dan untuk memenuhi kebutuhan air pada fasilitas ini akan diadakan pengadaan air bersih dari saluran air terdekat, yakni dari Desa Sibunga-bunga Hilir.
digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti halnya untuk kebutuhan rumah tangga, untuk kolam ikan, dan juga untuk irigasi.
5. Penutupan Lahan
Penutupan lahan dikawasan ini terdiri dari pepohonan, lahan kosong, dan kebun masyarakat yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Jenis-jenis tanaman yang ada antara lain, kelapa sawit, jagung, dan padi. Kawasan ini secara keseluruhan umumnya sudah ditanami oleh masyarakat, hanya sebagian kecil yang tidak diberdayakan masyarakat. Areal yang tidak ditanami tersebut diperkirakan berjarak sekitar radius 25 m dari tepi danau.
Penutupan lahan dikawasan ini masih tergolong baik dan alami, hal ini dilihat dari kondisi vegetasi di sekitar danau yang masih cukup banyak. Namun pada pada areal-areal tertentu ada yang sudah kritis dan membutuhkan penanaman vegetasi. Areal-areal tersebut merupakan bekas lahan pertanian masyarakat setempat yang sudah tidak dipergunakan lagi.
Untuk menambah keindahan alam yang ada di kawasan danau ini, selain penambahan beberapa jenis vegetasi, juga perlu diperlukan pembuatan/pengadaan taman, penanaman rumput hijau dan beberapa jenis bunga untuk menambah variasi pemandangan, serta memperindah pemandangan yang ada.
Tabel 4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Family Ordo Kelas Divisi Kingdom
1. Beringin Ficus benjamina Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 2. Kemiri Aleurites
moluccana
Euporbiaceae Euphorbiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae
3. Petai Cina Leucaena leucocephala
Fabaceae Fabales Magnolipsida Magnoliophyta Plantae
4 Nangka Arthocarpus heterophylus
Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae
5. Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae Gentianales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 6. Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Sapindales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 7. Jati Tectona grandis Lamiaceae Lamiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 8. Kelapa
sawit
Elaesis guineesis Palmaceae Palmales Monocotyledonae Spermatophyta Plantae
9. Tupai Tupaia javanica Tupalidae Scandentia Mammalia Chordata Annimalia 10. Burung
7. Visual
Potensi estetik di kawasan ini meliputi keindahan karakteristik biofisik alam dan danau. Potensi tersebut dapat menjadi good view yang dapat dinikmati pengunjung. View tersebut didominasi oleh pepohonan beringin yang ukurannya cukup besar dan juga warna danau yang kehijauan (jika dilihat dari sebelah selatan danau) dan kebiru-biruan (jika dilihat dari sebelah utara danau), namun belum ada data yang pasti mengenai kandungan air danau yang menyebabkan hal tersebut. Akan tetapi hal yang sama juga ditemui pada beberapa danau, salah satunya Danau Kelimutu. Dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diperkirakan bahwa kemungkinan besar warna air danau tersebut diakibatkan oleh kandungan ion besi (Fe2+) dan sulfat (SO42+) dalam jumlah yang besar. Good view
pada kawasan Danau Linting semakin menarik dengan adanya beberapa gua di dalam kawasan yang menarik untuk dilihat.
Potensi air danau, udara segar, dan pemandangan indah & menarik serta suasana alami yang terdapat dikawasan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Suasana asri tersebut membuat kawasan ini cocok sebagai tempat refresing, untuk menikmati suasana alami dan menghirup udara segar.
Good view yang terdapat dikawasan tersebut juga menjadi objek yang menarik
bagi para seniman untuk aktivitas fotografi.
B. Aspek Ekonomi dan Sosial
1. Potensi Pengunjung
Pengunjung kawasan Danau Linting adalah wisatawan domestik. Penduduk Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan pada umumnya berpotensi menjadi pengunjung pada kawasan ini. Namun pada saat ini pengunjung kawasan Danau Linting secara umum masih berasal dari Deli Serdang dan Medan.
Melihat kondisi tersebut, serta untuk meningkatkan jumlah pengunjung kawasan ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni pengadaan beberapa fasilitas-fasilitas pendukung yang dibutuhkan dalam berwisata, kebersihan lingkungan, keramahan masyarakat sekitar, dan juga peningkatan pelayanan wisata. Disamping itu, wisata pada kawasan ini juga perlu untuk manfaat pendidikan, yaitu dengan pembuatan tagging/pengenal untuk setiap vegetasi yang ditemukan pada kawasan Danau Linting.
Di samping itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh negatif yang akan ditimbulkan oleh para pengunjung & aktivitas rekreasi, yaitu perlakuan yang merusak alam dan juga pengaruh negatif terhadap nilai & norma yang berlaku di Desa Sibunga-bunga Hilir. Untuk mencegah terjadinya kerusakan atau penurunan fungsi alam maka perlu dibuat beberapa peraturan dalam berekreasi atau himbauan/kesadaran lingkungan selama melakukan kegiatan wisata. Sedangkan untuk nilai/norma yang berlaku di desa tersebut diperlukan pengadaan pemberitahuan kepada pengunjung, berupa papan pengumuman.
pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting positif (setuju), dengan alasan kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah & masyarakat sekitar, serta dapat membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat.
Fasilitas-fasilitas yang disarankan oleh para pengunjung untuk ditambahkan adalah pusat informasi, kamar mandi, kantin/warung makan, kolam renang, area parkir, tempat sampah, tempat duduk, pondok tempat berteduh/tempat istirahat, arena permainan anak-anak, arena wisata air yang dilengkapi dengan papan seluncur & rakit, tagging pohon, rumah penginapan & rumah ibadah, pagar danau, perbaikan akses jalan menuju danau & sekitar danau, dan area camping.
Adapun harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan ini adalah adalah kebersihan danau dan sekitar kawasan, keamanan dan adanya petugas parkir yang legal, serta perbaikan jalan menuju danau. Program yang direncanakan dilaksanakan segera & pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan tersebut, sehingga kawasan Danau Linting dapat dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kegiatan wisata, serta memiliki manajemen pengelolaan yang baik.
Gambar 9. tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kawasan Danau Linting terletak di desa Sibunga-bunga Hilir, dengan jumlah kepala keluarga 120 orang. Penduduk desa ini beragama Kristen Protestan, Kristen Katholik, dan Islam. Mayoritas dari penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai seorang petani.
Secara umum masyarakat sekitar kawasan setuju terhadap rencana pengembangan kawasan Danau Linting menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar.
0.00%
Pengadaan fasilitas Harapan
a. Masyarakat Penggarap Lahan
Masyarakat yang mengelola kawasan Danau Linting sebagai lahan perkebunan dan/atau pertanian ada 12 orang dengan mata pencahariaan utama adalah bertani/berkebun. Pengusahaan lahan pada kawasan tersebut mayoritas bukan sebagai mata pencaharian utama, tetapi hanya sebagai tambahan untuk menunjang perekonomian keluarga masing-masing. Pada umumnya kawasan tersebut ditanami dengan kelapa sawit, pohon kemiri, padi, pisang, dan jagung.
Masyarakat yang menggarap lahan pada kawasan Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, tetapi berharap akan ada ganti rugi dari pemerintah untuk tanaman-tanaman mereka yang telah ditanam di kawasan tersebut. Dan ada seorang penggarap yang berharap pengembangan kawasan tidak mengenai kawasan yang diusahakannya, karena masih ingin tetap mengusahakan kawasan tersebut menjadi kawasan pertanian. Manfaat Danau Linting bagi para pengusaha lahan tersebut adalah sebagai tempat pemandian air panas & untuk kebutuhan tanaman.
Gambar 10. Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan 0%
20% 40% 60% 80% 100% 120%
Tempat mandi
Irigasi Kelapa
Sawit
Jagung Kemiri Pisang Padi
Manfaat Danau Linting Jenis tanaman
b. Masyarakat Sekitar Kawasan
Jumlah masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini ada 12 orang, dengan mata pencaharian utama bertani. Ada dua tanggapan masyarakat tentang keberadaan danau, yakni sebagai aset negara & tidak dimiliki oleh siapapun.
Manfaat dari Danau Linting bagi masyarakat sekitar adalah sebagai tempat pemandian air hangat, tempat refresing dan juga sebagai penunjang mata pencaharian mereka (pemanfaatan air untuk irigasi tanaman dan berjualan disekitar danau).
Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat sekitar Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, dengan alasan kawasan tersebut potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menciptakan peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan tingkat perekonomian keluarga. Lapangan kerja yang dimaksud, seperti staff pengelola kawasan objek wisata (petugas administrasi, petugas keamanan/parkir, petugas kebersihan) dan peluang untuk berwirausaha.
Namun ada beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi masyarakat dalam keterlibatan/partisipasi pengembangan kawasan, seperti keterbatasan pengetahuan, keterampilan, modal, dan waktu.
Gambar 11. Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
Respons partisipasi Hambatan keterlibatan Alasan keterlibatan Respons terhadap pengunjung
Harapan
Di samping pengaruh positif, kemungkinan ada dampak/pengaruh negatif yang akan timbul dengan pengembangan tersebut, yakni penurunan fungsi kawasan akibat pembangunan kios yang terlalu banyak, masuknya kebiasaan-kebiasaan asing yang kurang sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan dan tatakrama masyarakat sekitar, seperti cara berpakaian, penggunaan bahasa-bahasa yang kurang sopan, dan lain-lain. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan beberapa pendekatan penyuluhan kepada masyarakat sekitar akan pentingnya alam & juga penyuluhan untuk nilai, norma dan tatakrama desa.
Program pengembangan ini akan berjalan dengan baik jika terjalin kerjasama antara pihak pengelola dengan masyarakat sekitar dalam menjaga dan meningkatkan keindahan alam Danau Linting. Dengan adanya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian alam akan membantu pihak pengelola dalam mengelola serta meningkatkan kualitas kawasan. Hal ini juga akan menguntungkan masyarakat sekitar karena akan menciptakan & membuka lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat.
3. Aktivitas Berekreasi
Selain rekreasi, pengembangan ini juga dapat memberikan manfaat dalam bidang pendidikan, khususnya terhadap alam & lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan papan interpretasi tiap vegetasi, penyediaan bibit tiap vegetasi tersebut dan juga jenis vegetasi lain. Dengan adanya manfaat edukatif (pendidikan) tersebut pengunjung akan semakin dekat dengan alam. Hal ini juga dapat membantu pengunjung untuk mengetahui jenis vegetasi yang terdapat di Danau Linting dan semakin mengenalinya. Dengan demikian manfaat ini dapat meningkatkan kesadaran pengunjung akan manfaat alam dan pentingnya kelestarian alam. Di samping kedua hal tersebut, bibit ini dapat dikomersilkan untuk menambah dana untuk meningkatkan kualitas wisata Danau Linting.
Respon/tanggapan ketiga pihak diatas dapat kita lihat pada tabel berikut: Tabel 5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan
Pihak Setuju Tidak Setuju
n (orang) Persentase (%) n (orang) Persentase (%) Penggarap
Lahan
12 100 - -
Masyarakat sekitar
12 100 - -
Pengunjung 18 94 1 6
4. Nilai Sejarah Kawasan
Selain atraksi alam yang ada pada kawasan Danau Linting, juga terdapat atraksi budaya, yakni nilai sejarah danau, beberapa adat istiadat masyarakat setempat. Seperti beberapa pesta tahunan, pesta adat & tarian adat, serta nilai sejarah danau. Pada kawasan ini tidak ditemukan makanan khas & rumah adat daerah.
getaran yang cukup kuat yang menyebabkan timbulnya retakan-retakan dan beberapa bulan setelah hal itu retakan-retakan tersebut membentuk sebuah danau indah dengan kandungan belereng yang cukup tinggi.
Masyarakat setempat mempercayai bahwa kawasan Danau Linting memiliki nilai mistis/sakral. Goa yang terdapat di sekitar danau dan beberapa areal tertentu kawasan ini masih digunakan sebagai tempat mengadakan ritual.
C. Status Kawasan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.44/MENHUT-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan seluas ± 3.742.120 Ha sebagai kawasan hutan di wilayah Sumatera Utara dengan klasifikasi kawasan: Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Suaka Alam (HSA). Berdasarkan peraturan tersebut, kawasan Danau Linting termasuk kawasan APL (Areal Penggunaan Lain).
Tabel 6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting
No Unsur Landskap
Analisis Sintesis
Potensi Kendala Pemanfaatan potensi pemecahan
masalah
Alternatif tindakan
1. Aksesibilitas Baik(dari Medan-
Tiga Juhar)
Jalan setapak menuju kawasan kurang baik
Terbatasnya angkutan dari Medan
Tidak ada angkutan dari Tiga Juhar menuju kawasan, kecuali becak (tarifnya cukup mahal)
Akses hingga Tiga Juhar dipertahankan
Perbaikan akses/jalan
Penambahan/pengadaan angkutan
Perbaikan akses Tiga Juhar – Danau Linting
Perbaikan akses dari jalan Raya hingga pintu masuk kawasan
Disarankan menggunakan kendaraan pribadi
Pengadaan angkutan khusus dari Tiga Juhar - Danau
Ada kawasan-kawasan tertentu yang gersang dan kering
Jika hujan turun tidak ada tempat berteduh bagi pengunjung
Kesejukan dan pepohonan yang ada dipertahankan
Perlu penambahan vegetasi peneduh
Perlu penambahan/pengadaan fasilitas peneduh
Penanaman beberapa vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh
Pembangunan bangunan peneduh (pondok)
3. Topografi Kemiringan lahan
bervariasi
Kawasan danau berbentuk bukit
Kelerengan lahan tersebar secara melingkar pada kawasan
Areal kemiringan datar hingga agak curam berpotensi untuk pengadaan fasilitas
Pengadaan bangunan membutuhkan teknik khusus
Beberapa areal curam akan
dipergunakan untuk pembangunan (bersyarat)
Pembangunan fasilitas (ada areal yang memerlukan penimbunan terlebih dahulu)
4. Potensi air pada
Tidak adanya kamar mandi di kawasan ini
Pengaliran air danau ke dalam kolam sebagai tempat untuk berenang
Pengadaan fasilitas MCK/toilet
Pembangunan kolam renang
Pembangunan toilet
5. Penutupan lahan Danau dikelilingi oleh vegetasi peneduh
Adanya areal tertentu yang gersang
Penambahan beberapa vegetasi peneduh
Penanaman vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh pada beberapa areal tertentu
6. Vegetasi Berpotensi untuk
menjaga kondisi fisik kawasan Peneduh
Menambah view
yang indah
Tidak adanya interpretasi/pengenal dari tiap
vegetasi
Pengadaan interpretasi setiap vegetasi
Vegetasi yang ada dipertahankan
Pembuatan interpretasi setiap vegetasi agar dapat dikenal oleh pengunjung (khususnya untuk para pelajar)
Satwa Tidak adanya
satwa
Hewan peliharaan masyarakat sekitar
Hewan peliharaan diharapkan tidak diijinkan digembalakan di sekitar kawasan
Pembuatan peraturan/larangan
7. Visual Danau
Pemandangan
Vegetasi
Danau tercemar karena adanya aktivitas mandi di dalam danau Kondisi lingkungan sekitar kawasan kurang bersih
Tempat sampah kurang memadai
Lebih memperhatikan keindahan & kebersihan danau
Kebersihan sekitar kawasan diperhatikan
Vegetasi yang ada dipertahankan
Pembersihan danau
Pembuatan peraturan/himbauan Pembersihan lingkungan sekitar danau
Penambahan tong sampah Pembuatan peraturan/himbauan Pembangunan fasilitas ditata dengan baik agar tidak merusak view
Terpengaruh secara negatif dari pengunjung
Berlomba untuk membuat kios
Diperlengkapi dengan nilai-nilai yang berlaku
Menciptakan lapangan kerja baru
Pembuatan himbauan
Pembuatan peraturan pengunjung
Penyuluhan terhadap masyarakat sekitar
C. Rancangan Zonasi
1. Konsep Rancangan Zonasi
Pembagian/pengklasifikasian zonasi kawasan dapat meningkatkan efisiensi & efektifitas manajemen suatu kawasan tertentu. Pembagian zonasi kawasan didasarkan pada kondisi fisik kawasan, daya dukung lingkungan, dan analisis rencana peruntukan kawasan (memperhatikan kriteria pengklasifikasian zonasi pariwisata).
Pembagian zonasi pada kawasan Danau Linting didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu tutupan lahan, jenis tanah, kelas kelerengan lahan, dan mengacu pada Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan
Pariwisata di Pulau-pulau Kecil.
Dasar penggunaan peraturan ini sebagai acuan/pedoman karena kawasan
ini memiliki luasan yang cukup kecil dan membutuhkan zonasi untuk keefektifan
dan keefisienan kawasan terhadap manfaat lahan dan aktivitas yang direncanakan.
Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tersebut dinyatakan bahwa penentuan zonasi dalam suatu kawasan pariwisata di pulau-pulau kecil, perlu mempertimbangkan beberapa :
1. Kerentanan ekosistem serta nilai keanekaragaman hayati darat dan laut 2. Keterkaitan geografis, sosio-ekonomi, sosio budaya di dalam kawasan 3. Status kawasan
6. Aksesibititas
7. Keamanan, kebutuhan dan kenyamanan pengunjung 8. Optimalisasi potensi atraksi wisata yang tersedia
9. Akses ruang bagi masyarakat terhadap wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan umum
10.Bencana alam (natural disaster).
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kawasan Danau Linting (radius 100 meter dari tepi danau, dengan luas ± 6 ha) dan terhadap beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, maka zonasi pariwisata yang direncanakan pada kawasan ini diklasifikasikan menjadi 4 zonasi, yaitu:
a. Zonasi Intensif b. Zonasi Semi-Intensif
c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) d. Zonasi Perlindungan,
luas masing-masing zonasi dapat kita lihat sebagai berikut:
Tabel 7. Luas dan Persentase Luas Zonasi Kawasan Danau Linting Zonasi Luas (ha) Persentase (%)
Zonasi Intensif 2.1 35.25
Zonasi Semi-Intensif 2.708 45.45 Zonasi Ekstensif Primer 0.479 8.04 Zonasi Ekstensif Sekunder 0.26 4.36 Zonasi Perlindungan 0.41 6.88
2. Konsep Penataan Ruang
Konsep penataan ruang kawasan didasarkan pada potensi sumberdaya yang ada sesuai dengan fungsi/peruntukan kawasan dalam sebuah zonasi yang telah ditetapkan.
a. Zonasi Intensif
Zonasi ini merupakan pusat aktivitas pengunjung. Ketika memasuki kawasan, zona ini bebas dimasuki oleh semua pengunjung, dimana zona ini memiliki intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi. Hal ini dikarenakan oleh kondisi fisik dan daya dukung lingkungan yang mendukung, yakni topografi datar hingga landai, akan tetapi ada sedikit areal yang agak curam. Fasilitas yang terdapat pada zona ini, yakni: pintu masuk kawasan, pusat informasi, tempat parkir, kamar mandi, kios/warung, kolam renang, arena permainan anak, area piknik, pondok istirahat.
b. Zonasi Semi-Intensif
Kawasan ini dirancang untuk menerima tujuan yang lebih spesifik. Adapun aktivitas yang diijinkan pada kawasan ini adalah untuk tujuan pendidikan, konservasi, dan menara pandang.
c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) - Ekstensif Primer
seni (fotografi & melukis). Kawasan ini memiliki interval jarak 10 meter hingga 25 meter dari tepi danau.
- Ekstensif Sekunder
Pada kawasan ini tidak diijinkan adanya pembangunan fisik, dan dapat menerima kunjungan yang sangat terbatas. Kawasan ini hanya diperbolehkan dimasuki oleh staff pengelola kawasan untuk kepentingan kualitas kawasan, contohnya untuk membersihkan danau dan sekelilingnya. Kawasan ini terletak pada areal radius 10 meter dari tepi danau.
d. Zonasi Perlindungan
Zonasi ini dirancang untuk tidak menerima kunjungan dalam bentuk apapun, karena merupakan kawasan dengan kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kawasan yang termasuk ke dalam zonasi ini adalah Danau Linting.
D. Perencanaan Pengembangan
1. Konsep Perencanaan
Konsep dasar studi perencanaan pengembangan kawasan ini bersifat rekreatif & edukatif, dan konservatif. Pengembangan ini ditujukan untuk menciptakan objek wisata alam dengan fasilitas pemandian air panas, pemandangan atau view yang indah, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pengunjung & masyarakat sekitar akan kelestarian alam.
2. Konsep Ruang
Konsep ruang kawasan terdiri dari lima zonasi, yaitu zona intensif, semi-intensif, ekstensif primer, ekstensif sekunder, dan perlindungan. Pengklasifikasian kawasan ini didasarkan pada kondisi fisik, kemampuan kawasan, kerentanan sumberdaya, potensi yang ada, serta peruntukan yang memungkinkan. Kelima zonasi tersebut memiliki kriteria tersendiri dalam menerima kunjungan, adanya yang bebas, bersyarat, dan ada yang tidak dapat dikunjungi (hanya dapat dinikmati secara visual).
3. Konsep Tata Hijau
Perencanaan pengembangan kawasan Danau Linting adalah untuk objek wisata alam, sehingga konsep tata hijau sangat dibutuhkan oleh kawasan ini. Konsep ini dapat menciptakan suasana yang sejuk, asri, nyaman, serta alami yang diwujudkan dalam rencana penataan vegetasi, khususnya areal-areal yang membutuhkan penambahan vegetasi peneduh, dan pengadaan bibit vegetasi. Dalam pembuatan konsep ini, vegetasi asli kawasan harus tetap dipertahankan.
4. Konsep Aktivitas