• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Pidana Nasional Dan Hukum Pidana Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Pidana Nasional Dan Hukum Pidana Islam"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Hanna Manurung

NIM : 081201025

Departemen : Kehutanan Program studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Pindi Patana S.Hut, M.Sc Riswan S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.

Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.

(5)

ABSTRACT

HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.

Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.

Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumban Gorat pada tanggal 8 juni 1990 dari Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.

Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.173655 Lumban Rang dan lulus tahun 2002. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Lumban Julu dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA ST. THOMAS 3 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) USU.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul

“Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir,

Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang” sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang turut

membantu penyelesaian skripsi ini.

1. Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait yang telah membesarkan,

mendidik dan mendukung segala fasilitas & materil yang dibutuhkan penulis.

2. Komisi pembimbing penulis Pindi Patana S.Hut, M.Sc selaku ketua dan

Riswan, S.Hut selaku anggota yang telah membimbing dan memberi masukan

yang bermanfaat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Elva Novita Manurung yang telah mendukung fasilitas & materil yang

dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kades & masyarakat Desa Sibunga-bunga Hilir yang telah membantu penulis

mendapatkan informasi pendukung tentang kawasan Danau Linting.

5. Teman-teman Manajemen Hutan stambuk 2008 dan seluruh pegawai di

Program Studi Kehutanan yang memberi dukungan hingga skripsi ini selesai.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak pengelola

kawasan Danau Linting, pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata ... 3

Zonasi dan Daya Dukung ... 5

Penataan Ruang Zonasi Kawasan ... 9

Perencanaan Kawasan Wisata ... 10

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 12

Kondisi Umum Danau Linting ... 15

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

Metode Pengumpulan Data ... 17

Metode Penentuan Responden ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Fisik ... 21

Lokasi dan Aksesibilitas ... 21

Iklim ... 23

Topografi dan Tanah ... 24

(9)

Vegetasi dan Satwa ... 31

Visual ... 33

Aspek Ekonomi dan Sosial ... 33

Potensi Pengunjung ... 34

Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar... 36

Masyarakat Penggarap Lahan ... 37

Masyarakat Sekitar Kawasan ... 38

Aktivitas Berekreasi ... 40

Nilai Sejarah Kawasan ... 41

Status Kawasan ... 42

Rancangan Zonasi ... 46

Konsep Rancangan Zonasi ... 46

Konsep Penataan Ruang ... 49

Perencanaan Pengembangan ... 50

Konsep Perencanaan ... 50

Konsep Ruang ... 51

Konsep Tata Hijau... 51

Konsep Aktivitas ... 51

Konsep Sirkulasi ... 52

Konsep Fasilitas/Tata Letak ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN  

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

2. Klasifikasi Kelerengan Lahan ... 24

3. Luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31

4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting ... 32

5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan ... 41

6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting ... 44

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Peta Desa Sibunga-bunga Hilir ... 16

2. Proses perencanaan & perancangan landskap (Gold,1980) ... 20

3. Peta administrasi letak kawasan Danau Linting ... 22

4. Topografi kawasan Danau Linting ... 25

5. Peta Kelas Kelerengan Lahan Kawasan Danau Linting ... 26

6. Persentase Luas Kawasan Berdasarkan Kelerengan Lahan ... 27

7. Peta tutupan lahan kawasan Danau Linting ... 30

8. Persentase luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31

9. Tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 36

10.Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 37

11.Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting ... 39

12.Peta Kawasan Danau Linting berdasarkan KEPMENHUT No:SK.44/MENHUT-II/2005 ... 43

13.Peta rancangan zonasi kawasan Danau Linting ... 48

14.Model rancangan tata letak fasilitas ... 53

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Kuisioner Penelitian ... 55 2. Diagram Pembuatan Peta ... 66 3. Kondisi Fisik Danau Linting ... 68 4. Wawancara terhadap penggarap lahan,

masyarakat & pengunjung ... 70 5. Rancangan tata letak fasilitas kawasan Danau Linting ... 70 6. SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II

Deli Serdang No:556/272/DS/1999 ... 73  

(13)

ABSTRAK

HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.

Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.

(14)

ABSTRACT

HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.

Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.

Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam, sejak dimulainya

pembangunan secara bertahap telah diletakkan landasan yang kokoh sebagai

prinsip dasar untuk dipedomani bagi pembangunan hutan lestari. Terjaminnya

kondisi & pelestarian hutan di suatu negara, sangat ditentukan oleh sistem dan

kaidah pemanfaatan hutan secara bijaksana (Zain, 1997).

Berdasarkan manfaatnya, hutan diklasifikasikan menjadi dua, yakni Hasil

Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). HHNK mencakup

beberapa manfaat, dan salah satunya adalah jasa lingkungan. Salah satu manfaat

jasa lingkungan yang dapat kita rasakan/nikmati adalah keindahan alam.

Hasil hutan, baik untuk dinikmati maupun untuk diusahakan, mengandung

banyak manfaat bagi kesinambungan kehidupan manusia dan mahluk lainnya.

Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi yang

terkandung di dalamnya, dan dengan dukungan kemampuan pengetahuan Sumber

Daya Manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), akan sesuai

dengan hasil yang ingin dicapai, yakni berupa produksi, jasa, energi, jasa

perlindungan, dan lain sebagainya (Pamulardi, 1995).

Pernyataan di atas tersebut menjelaskan bahwa untuk menjaga kelestarian

dan keberlanjutan suatu ekosistem dan manfaat hutan/kawasan perlu

memperhatikan daya dukung fisik kawasan tersebut terhadap aktivitas yang

sedang berlangsung dan/atau sedang direncanakan. Dalam hal ini perlu dilakukan

analisis terhadap potensi dan kesesuaian peruntukan lahan pada suatu areal

(16)

Danau Linting adalah sebuah danau yang unik, dan berpotensi untuk

dikembangkan, karena selain keberadaan danau yang menarik kawasan ini juga

didukung oleh keadaan fisik kawasan yang indah dan asri. Dan saat ini, kawasan

ini sedang dalam tahap pengembangan, sehingga membutuhkan analisis untuk

tetap menjaga kelestarian dan kesinambungan ekosistemnya. Hasil analisis

tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penglasifikasian

areal-areal di kawasan tersebut sesuai dengan peruntukan/penggunaan lahannya

dan juga dalam manajemen pengelolaan.

Pengembangan kawasan ini belum memiliki analisis konsep/model

perencanaan, sehingga peneliti melakukan penelitian untuk merancang model

perencanaan untuk mendukung pengembangan kawasan Danau Linting tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Merancang model zonasi kawasan objek wisata Danau Linting Desa

Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten

Deli Serdang.

2. Menganalisis kebutuhan fasilitas pada model zonasi kawasan Danau Linting. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan

model zonasi kawasan Danau Linting untuk dijadikan sebagai bahan masukan

atau alternatif pertimbangan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) terkait

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekowisata

Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan

menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang

menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi, meneliti dan

menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut

(Qomariah, 2009).

Menurut Fandeli et al (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat

besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di

kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan

hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan

adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman

Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung

melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi

sebagai Wana Wisata.

Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai asset

yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga

kegiatan-kegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian

muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang bersifat simbiotik,

dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan

bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).

Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara

terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis

(18)

suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik

perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama

secara aktif dan berkelanjutan.

Pengembangan ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan

fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan aksesibilitas di lokasi wisata.

Perencanaan terpadu berupa master plan untuk membangun eco-destination berisi

kerangka kerja, stakeholders yang terkait serta tanggung jawab masing-masing

stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi serta

apresiasi budaya lokal.

Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria

ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik

Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON),

yang secara konseptual menekankan tiga konsep dasar, yaitu:

1. Prinsip Konservasi : pengembangan ekowisata harus mampu memelihara,

melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.

2. Prinsip Partisipasi Masyarakat : pengembangan harus didasarkan atas

musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan

menghormati nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut

masyarakat sekitar kawasan.

3. Prinsip Ekonomi : pengembangan ekowisata harus mampu memberikan

manfaat untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak

(19)

bangunan yang seimbang (balanced development) antara kebutuhan

pelestarian lingkungan & kepentingan semua pihak.

Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya,

yaitu :

4. Prinsip Edukasi : pengembangan ekowisata harus mengandung unsur

pendidikan untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki

kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan

dan budaya.

5. Prinsip Wisata : pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan

pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha

ekowisata dapat berkelanjutan.

Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan

pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara

maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat

menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat di

daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara

lingkungan (Sastrayuda, 2010).

Zonasi dan Daya Dukung

Perencanaan pengelolaan kawasan yang dilindungi artinya

mengidentifikasikan zona-zona pengelolaan yang berbeda, yang secara geografis

kawasan berada dalam penekanan manajemen yang sama dan tingkat yang sama

dalam pemanfaatannya dan pemisahan pemanfaatan yang berbeda. Zonasi dalam

(20)

metode pengelolaan sumber informasi dan pedoman tugas pengelolaan

(Zaitunah, 2009).

Zonasi kawasan berhubungan erat dengan daya dukung kawasan.

Informasi awal dari gambaran umum kawasan dan permasalahan yang ada

merupakan bahan dalam penentuan zonasi. Zonasi merupakan aspek manajemen

kawasan yang berhubungan dengan kepekaan suatu kawasan, objek dan atraksi

wisata serta tingkat kunjungan maksimum yang disarankan (Lubis, 2006).

Bengen (2002) dalam Prasita (2007) menjelaskan bahwa konsep daya

dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas

maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung

dibedakan menjadi 4 macam, yakni:

a. Daya Dukung Ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)

pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh

suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis.

b. Daya Dukung Fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau

suatu ekosistem yang dapat diadsorbsi oleh suatu kawasan tanpa

menyebabkan penurunan kualitasa fisik.

c. Daya Dukung Sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu

sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya pengguna

lain dalam waktu bersamaan.

d. Daya Dukung Ekonomis : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu

sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara

(21)

Konsep daya dukung ini berorientasi pada penggunaan jangka panjang dan

tindakan jangka pendek yang harus dipertimbangkan efek jangka panjang. Konsep

ini juga berorientasi pada optimalisasi penggunaan jangka panjang yang konstan

dengan produk yang maksimum (Knudson, 1980; dalam Irayati, 2000).

Rencana Penelitian Integratif tentang Model Pengelolaan Kawasan

Konservasi Berbasis Ekosistem tahun 2010-2014, menyatakan bahwa penetapan

zonasi ditentukan oleh potensi biofisik, sarana prasarana tersedia dan tata ruang

dan fungsi lahan daerah penyangga, serta aspek pengamanan. Untuk melihat

seberapa jauh efektifitas pengelolaan dan manfaat zonasi bagi kepentingan

pelestarian dan manfaat ekonomi maka perlu evaluasi nilai dan manfaat melalui

indikator yang telah disepakati.

Young (1993) dalam Zaitunah (2009) mendefinisikan bahwa zonasi

sebagai apa yang dapat terjadi dan tidak dapat terjadi dalam kawasan taman yang

berbeda, dalam artian pengelolaan sumberdaya budaya alam, sumberdaya budaya,

budidaya manusia dan keuntungannya, pengunjung dan pengalaman,

aksesibilitas, fasilitas dan pembangunan, serta pemeliharaan dan operasional.

Melalui manajemen zonasi, keterbatasan penggunaan yang diterima dan

pembangunan dalam kawasan dikembangkan.

Zonasi bertujuan untuk mendefinisikan tindakan manajemen tertentu untuk

setiap zona dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen. Zonasi

juga digunakan untuk identifikasi dan merencanakan area-area dimana tingkat

pengaruh turis paling tinggi mungkin terjadi tanpa membahayakan wilayah yang

(22)

Beberapa manfaat dilakukannya penzonasian pengelolaan kawasan

konservasi antara lain:

- Menjamin kelestarian keterwakilan dan/atau kefragilan habitat tertentu

melalui upaya tindakan manajemen yang tepat.

- Memisahkan konflik kepentingan antara aktivitas manusia dengan upaya

perlindungan.

- Melindungi sumberdaya alam dan/atau budaya khas tanpa menghalangi

upaya pemanfaatannya secara rasional.

- Memungkinkan areal yang rusak untuk pemulihan (alami maupun campur

tangan manusia).

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:

KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata

di Pulau-pulau Kecil, mengatakan bahwa jenis-jenis zonasi yang umum digunakan

dalam pengembangan pariwisata ada 3 (Intensif, Ekstensif, dan Perlindungan),

sedangkan Lubis (2006) menyatakan bahwa selain ketiga zona tersebut ada zona

lain yang dapat dimodelkan dalam suatu perancangan ekowisata. Berikut akan

dijelaskan zona-zona tersebut.

1. Zona Intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah

dengan potensi wisata yang menarik. Pada kawasan ini dirancang untuk

menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan

ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung.

2. Zona Semi-intensif adalah kawasan yang dirancang sebagai kawasan untuk

menerima kunjungan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik.

(23)

- Zona Ekstensif Primer, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk

menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas

keanekaragaman hayati.

- Zona Ekstensif Sekunder, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk

menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang sangat terbatas. Jalur

lintasan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan memberikan nilai

petualangan.

4. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak menerima

kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan

yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan

keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Penataan Ruang Zonasi Kawasan

Rencana tata ruang didasarkan pada konsep pemanfaatan ruang sesuai

daya dukung kawasan pada tiap zona tapak yang telah ditetapkan. Zonasi

didasarkan pada daya dukung dan kesesuaian lahan untuk tujuan perlindungan dan

pengawetan sumberdaya alam, dan pemanfaatan potensi yang ada

(Nurlaelih, 1998).

Dalam penataan ruang ekowisata masyarakat berhak untuk berperan serta

dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang, dan mengetahui secara terbuka rencana tata kawasan dan

rencana rinci tata ruang kawasan ekowisata (Sastrayuda, 2010). Selain itu aspek

yang perlu untuk diperhatikan ialah lingkungan,termasuk konservasi sumber daya

alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi

(24)

Nurlaelih (1998) mengemukakan bahwa zona intensif memiliki tingkat

kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik.

Pada area ini dikembangkan area penerimaan, area piknik, dan area perkemahan

dengan fasilitas penunjangnya. Aktivitas pada zona ini bersifat aktif dan pasif.

Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan

pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60% luas kawasan zonasi intensif dan

memperhatikan daya dukung lingkungan.

Zona ekstensif primer diperbolehkan adanya pembangunan fisik dan hanya

dibatasi maksimal 5%, dan hanya sebatas papan informasi dan pendukung

kegiatan (jalan setapak, tempat istirahat, dan menara pandang), serta hanya

menerima wisatawan dalam jumlah terbatas. Sedangkan pada zona ekstensif

sekunder tidak ada pembangunan sarana fisik wisata, karena kawasan tersebut

memiliki keanekaragaman hayati dan kerentanan yang sangat tinggi. Dan untuk

zona perlindungan tidak menerima kunjungan wisata dalam bentuk apapun

(Lubis, 2006).

Perencanaan Kawasan Wisata

Simonds (1983) dalam Abus (1999) menjelaskan bahwa perencanaan

merupakan ilmu dan seni pengorganisasian ruang aktivitas (use area) menjadi use

volume sehingga tercapai keharmonisan yang secara fungsional berdaya guna dan

secara estetis indah. Penekanan terhadap pengorganisasian ruang dikarenakan oleh

setiap ruang mempunyai bentuk, ukuran, bahan, dan tekstur serta kualitas lainnya

sehingga ruang-ruang memberikan pengaruh terhadap penggunaanya.

Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data,

(25)

pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut

(Knudson,1980 dalam Syahriartato (2010). Perencanaan lanskap tersebut dapat

dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sumberdaya,

pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi dan pendekatan perilaku.

Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai

adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara

pemanfaatan hanya dlakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan

(pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati

filosofi, pemanfaatan lajur untuk tracking dan adventure (Latifah, 2004).

Peta merupakan alat yang paling baik untuk membantu perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, peta dapat diperoleh dengan cara pengukuran

langsung di lapangan atau dengan menggunakan interprestasi foto udara maupun

citra Landsat, dengan peta akan didapatkan informasi penyebaran obyek dan

keterkaitan secara spesial (keruangan) dengan penumpang–tindihan (tumpang

susun) dari beberapa peta dengan skenario tertentu dan diperoleh informasi yang

bermanfaat (Dimiyati dan Dimyati, 1998; dalam Situmeang dkk, 2005).

Perencanaan lanskap adalah penyesuaian program dengan suatu lanskap

untuk menjaga kelestariannya. Proses perencanaan dan perancangan lanskap

kawasan rekreasi menurut Gold (1980) dalam Irayati (2000), terdiri atas enam

tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan

perancangan.

Pendekatan dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber

daya alam dan budaya. Sumber daya tersebut merupakan kebutuhan setiap orang

(26)

itu dibutuhkan pengorganisasian masyarakat agar segala sesuatu yang telah

menjadi kebijakan dapat dibicarakan, didiskusikan dan dicari jalan pemecahannya

dalam satu organisasi ekowisata yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan

pembinaan ekowisata di satu kota dan kabupaten di daerah tujuan wisata

(Syahriartato, 2010).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System

(GIS), merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang

untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan

fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau

kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang

mempunyai empat kemampuan berikut untuk menangani data yang bererferensi

geografis, diantaranya : (a) masukkan/ input data, (b) keluarana/ output data, (c)

manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan

manipulasi data (Arnoff, 1989; dalam Sinaga. 2008).

Perkembangan dibidang teknologi komputer telah membawa manfaat yang

sangat besar bagi penyebaran informasi. SIG adalah bahagian dari sistem

informasi yang diaplikasikan untuk data geografi atau alat database untuk analisis

dan pemetaan sesuatu yang terdapat dan terjadi di bumi. SIG merupakan sistem

informasi berbasis komputer digunakan untuk menyajikan data digital dan

menganalisa penampakan geografis yang ada dan kejadian dipermukaan bumi.

Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk digital. Setiap

(27)

kerangka hubungan database ke SIG. database merupakan sekumpulan informasi

tentang sesuatu dan hubungannya antar satu dengan lainnya, sedangkan

geo-refernced” menunjukkan lokasi suatu objek diruang yang ditentukan oleh sistem

koordinat (Supriadi dan Zulkifli, 2007).

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia

sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/keras) maupun objek

permasalahan. SIG adalah serangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi

untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan

lunak komputer untuk melakukan data, seperti :

1. Perolehan dan verifikasi

2. Kompilasi

3. Penyimpanan

4. Pembaharuan dan perubahan

5. Manajemen dan pertukaran

6. Manipulasi dan penyajian

7. Analisis

(Budyanto, 2002).

Prahasta (2004) dalam Febriani (200) menyatakan bahwa, untuk kebaikan

pengelolaan kawsan hutan, monitoring kondisi hutan harus dilakukan secara

teratur. Hasil monitoring berguna untuk melakukan evaluasi. Monitoring kondisi

hutan dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi perubahan pada tutupan

lahan. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangani berbagai data

spasial termasuk peta, foto udara, citra satelit, data survey lapangan, dan

(28)

berbagai proses yang asa dipermukaan bumi. SIG secara luas diterapkan dalam

berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, telekomunikasi, lingkungan dan

geologi, pertanian dan kehutanan.

Bidang-bidang Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk mempermudah

dalam mendapatkan data-data yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut

suatu lokasi atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri

dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini merelasikan data

spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial, sehingga para penggunanya

dapat membuat peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG

merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG

data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam

bentuk peta cetak, tabel, atau dalam bentuk konvensional lainya yang akhirnya

akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan

(Octafia, 2012).

Octafia (2012) menambahkan bahwa, aplikasi GIS merupakan prosedur

yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan,

klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable, dsb. Data

yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut. Data

posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data yang merupakan

representasi fenomena permukaan bumi/keruangan yang memiliki referensi

(koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil

dari interpretasi data-data tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang

(29)

Kondisi Umum Danau Linting

Secara administrasi kawasan Danau Linting terletak di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi studi (kawasan Danau Linting) disebelah utara berbatasan dengan Desa Durian IV Mbelang, sebelah timur Sungai Buaya (Kabupaten Simalungun), sebelah selatan Desa Rumahri, dan sebelah barat Desa Rumahri & Desa Tanjung Bampu.

Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam dengan menggunakan angkutan umum.

Danau Linting merupakan danau vulkanik, air danau yang mengandung

belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit. meskipun demikian

pengunjung harus berhati-hati ketika mandi di danau ini. menurut beberapa

sumber, kedalaman air Danau Linting masih belum bisa diukur. Lagi pula

keindahan alam yang begitu eksotis di danau ini membuat kita sangat nyaman

untuk berlama-lama menikmati pesonanya (Dinneno, 2011).

Keunikan Danau Linting adalah warna airnya, dari satu sudut, kita bisa

melihat warna airnya yang begitu biru seperti laut, namun dari sudut pandang lain

di beberapa tempat, kita bisa melihatnya menjadi hijau.. Air danau yang berwarna

biru kehijauan, dikelilingi rimbun pohon-pohon raksasa, dan berpadu dengan

warna langit yang cerah membuat pemandangan di Danau Linting sangat indah

(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember

2012 di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM)

Hulu, Kabupaten Deli Serdang.

(31)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning

System (GPS) untuk mengambil titik-titik koordinat di lapangan, alat tulis-menulis

sebagai alat bantu dalam pengambilan titik di lapangan dan wawancara, pita ukur

sebagai alat bantu dalam pengambilan titik dilapangan, kamera digital untuk

dokumentasi, thermometer untuk mengukur temperatur air danau, perangkat

komputer, dan software Arcview 3.3 untuk mengolah data dan titik-titik koordinat

kawasan, serta software Autocad untuk membuat rancangan tata letak fasilitas.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Danau Linting

dan sekitarnya, citra satelit, peta administrasi Sumatera Utara, Peta Jenis Tanah &

Curah Hujan Kab.Deli Serdang, kuisioner untuk masyarakat pemilik lahan,

masyarakat sekitar kawasan, dan pengunjung.

Metode Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur (termasuk dari

beberapa instansi terkait, seperti BPKH), pengamatan langsung di lapangan,

pengambilan titik koordinat kawasan, serta wawancara/penyebaran kuesioner.

Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi

penelitian yaitu di kawasan Danau Linting yang kemudian diverifikasi dengan

kondisi fisik lapangan. Sedangkan pengambilan titik koordinat kawasan

dimaksudkan untuk membantu penulis dalam pembuatan beberapa peta terkait

untuk perancangan model zonasi kawasan.

Tanggapan dan persepsi masyarakat serta pengunjung terhadap rencana

(32)

pelengkap peneliti untuk mendapatkan gambaran umum kondisi sosial dan

ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.

Jenis dan teknik pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Metode Penentuan Responden

Responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tiga pihak, yaitu

pemilik lahan, masyarakat sekitar, dan pengunjung.

1. Masyarakat penggarap lahan

Penentuan responden untuk masyarakat pemilik lahan dilakukan dengan Jenis

Data

Data Teknik Pengumpulan Data

Sumber Data

Primer 1.Koordinat kawasan; luas kawasan, keadaan fisik dan karakteristik kawasan Danau Linting dan sekitarnya

2.Persepsi, partisipasi, serta harapan pemilik lahan dan masyarakat sekitar terhadap rencana

3.Tanggapan dan harapan pengunjung terhadap pengembangan dan model zonasi yang akan dirancang

Kuisioner & wawancara

Pengunjung

Sekunder

Kondisi umum kawasan Danau Linting

Studi literatur Dokumen, buku, jurnal-jurnal terkait yang berhubungan dan relevan dengan kebutuhan

(33)

kawasan Danau Linting, dan keduabelas masyarakat tersebut akan menjadi

responden dalam penelitian ini.

2. Masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung

Penentuan responden untuk masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung

dilakukan dengan metode sampel acak (random sampling). Jumlah sampel yang

diambil adalah sebesar 10% dari jumlah keseluruhan masyarakat. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Arikunto (2002) bahwa jumlah sampel ditetapkan sebanyak

10-15% dari jumlah keseluruhan populasi apabila jumlah populasinya lebih dari

100 orang.

Analisis Data

1. Interpretasi Citra

Citra satelit dan titik-titik koordinat yang diambil dari lapangan dan data

sekunder yang diperoleh dari BPKH (Badan Pengelolaan Kawasan Hutan) akan

diolah menggunakan software arcview 3.3 sehingga dapat dibuat beberapa peta

terkait untuk kebutuhan penelitian, berupa peta administrasi, peta tutupan lahan,

peta topografi, peta kemiringan lahan, dan peta zonasi kawasan.

2. Analisis Data Deskriptif Kualitatif

Data yang didapat dari hasil wawancara, pengamatan lapangan, studi

pustaka dan penyebaran kuisioner dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Analisis yang dilakukan secara kualitatif untuk memperoleh

gambaran tentang kawasan Danau Linting. Data-data dan informasi yang

diperoleh dari lapangan, maupun dari studi pustaka, serta data tentang persepsi

para pihak terhadap perencanaan pengembangan kawasan akan membantu

(34)

sosial-ekonomi masyarakat sekitar kawasan Danau Linting, serta pengunjung

wisata kawasan ini.

Dengan mempertimbangkan penataan ruang, aspek fisik kawasan,

kebutuhan wisata dan mengacu kepada Peraturan Menteri Kebudayaan dan

Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum

Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil akan dibuat model zonasi

kawasan Danau Linting. Dan dari model zonasi tersebut kemudian akan

dilakukan analisis terhadap kebutuhan fasilitas setiap zonasi sesuai dengan

potensi, peruntukan/pemanfaatan, dan kondisi daya dukung lingkungan.

Berikut dapat kita lihat gambar diagram alur dari penelitian:

Gambar 2. Proses perencanaan & perancangan landskap menurut Gold (1980)

PERSIAPAN INVENTARISASI ANALISIS &

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Fisik

1. Lokasi dan Aksesibilitas

Secara geografis letak kawasan Danau Linting sebagai kawasan objek wisata sangat strategis. Hal ini dikarenakan oleh Kabupaten Deli Serdang berbatasan dengan beberapa kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan. Sehingga untuk mencapai kawasan ini dapat dicapai dari berbagai rute/jalur.

Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam. Perjalanan menuju ke lokasi melalui jalan raya Medan-Tiga Juhar beraspal baik, dan dari Tiga Juhar menuju Danau Linting cukup baik, akan tetapi ada beberapa bagian jalan perlu untuk diperbaiki karena kondisinya sudah kurang baik.

Selain akses jalan, kendala lain yang sering menjadi permasalahan untuk mencapai kawasan Danau Linting adalah ketersediaan angkutan dari Medan-Tiga Juhar yang sangat terbatas. Sehingga jadwal kunjungan ke kawasan ini perlu memperhatikan waktu keberangkatan dan waktu pulang dari Danau Linting. Khususnya untuk trayek Tiga Juhar-Medan hanya ada sampai pukul 17.00 WIB. Dan untuk mempermudah pengunjung jika ingin berkunjung sepanjang hari (sehari penuh) ke Danau Linting lebih baik untuk membawa kendaraan sendiri.

(36)
(37)

Luas Danau Linting adalah sekitar 0,41 ha dan luasan kawasan danau (radius 100 meter dari tepi danau) adalah sekitar 6 ha (berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor 556/272/DS/tahun 1999). Lokasi ini sekaligus menjadi lokasi studi yang dilakukan oleh peneliti.

Kewenangan pemeliharaan dan pengelolaan kawasan Danau Linting ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Dan saat ini pengelolaan/pengembangan kawasan tersebut telah dilaksanakan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Desa Sibunga-bunga Hilir. Saat ini telah dibentuk tim untuk mengelola proses pengembangan tersebut, yang disebut dengan kelompok Darma Wisata, yang diketuai oleh Bapak Kepala Desa Sibunga-bunga Hilir, Bapak Mangsur Saragih S.H.

2. Iklim

Iklim kawasan Desa Sibunga-bunga Hilir termasuk kedalam iklim tropis. Menurut Laurie (1986) dalam Irayati (2000), iklim yang ideal kenyamanan manusia yaitu suhu udara antara 10ºC-26.6ºC. Danau Linting merupakan danau air panas, dengan temperatur air sekitar 38ºC.

Suhu di kawasan ini pada umumnya masih tergolong sedang dan sejuk. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa pohon disekitar danau. Untuk tetap menjaga dan meningkatkan kesejukan di kawasan tersebut perlu dilakukan penanaman pohon tambahan untuk beberapa titik kawasan tertentu. Selain itu juga perlu dilakukan pembangunan beberapa pondok/bangunan peneduh sebagai

(38)

3. Topografi dan Tanah

Danau Linting merupakan kawasan objek wisata dengan luas kawasan sekitar 6 ha. Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa jenis vegetasi yang cukup rindang. Ketinggian kawasan bervariasi dari 398 s.d 422 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ketinggian suatu kawasan akan digunakan untuk menentukan kelerengan lahannya. Dari data ketinggian tersebut diperoleh kelas kelerengan lahan kawasan bervariasi dari datar hingga sangat curam, dengan luas masing-masing kelerengan lahan bervariasi.

Berdasarkan Peta Jenis Tanah dan Curah Hujan Kabupaten Deli Serdang, jenis tanah yang ada di kawasan Danau Linting adalah podsolit coklat.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.638/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung & Hutan Produksi menyatakan bahwa kelerengan lahan merupakan salah satu faktor penentu kemampuan lahan, klasifikasi kelerengan lahan tersebut dapat kita lihat sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi Kelerengan Lahan

Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi

I 0 – 8 Datar

II 8 – 15 Landai

III 15 – 25 Agak Curam

IV 25 – 40 Curam

V >40 Sangat Curam

(39)
(40)
(41)
(42)

vegetasi tersebut bermanfaat dalam menciptakan kenyamanan & kesejukan kawasan, menjaga kondisi fisik kawasan tetap alami/asri, serta memperindah

view yang ada.

4. Hidrologi

Danau Linting merupakan danau air panas dengan temperatur air danau ± 38 ºC. Diperkirakan air danau tersebut berasal dari mata air panas yang terdapat di dasar danau. Pernyataan ini didukung dengan adanya beberapa goa (mengeluarkan bau belerang) yang ada di sekitar danau yang letaknya dilereng bukit danau. Dan disekitar goa-goa tersebut, terdapat mata air dengan temperatur yang lebih tinggi daripada suhu air Danau Linting, yakni ± 45 ºC. Belum ada data yang pasti tentang kedalaman danau, karena belum pernah diukur oleh masyarakat maupun peneliti serta pengunjung.

Aktivitas utama pengunjung pada kawasan ini adalah mandi di danau. Namun aktivitas tersebut secara langsung dapat menimbulkan pencemaran terhadap danau. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dalam perencanaan ini akan ditambahkan pembangunan fasilitas kolam renang di sekitar danau. Dengan demikian pengunjung tetap dapat menikmati air danau dan tidak merusak kelestarian air danau.

Pada kawasan ini hanya ditemukan mata air panas. Selain kolam renang, fasilitas lain yang membutuhkan air adalah kamar mandi. Dan untuk memenuhi kebutuhan air pada fasilitas ini akan diadakan pengadaan air bersih dari saluran air terdekat, yakni dari Desa Sibunga-bunga Hilir.

(43)

digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti halnya untuk kebutuhan rumah tangga, untuk kolam ikan, dan juga untuk irigasi.

5. Penutupan Lahan

Penutupan lahan dikawasan ini terdiri dari pepohonan, lahan kosong, dan kebun masyarakat yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Jenis-jenis tanaman yang ada antara lain, kelapa sawit, jagung, dan padi. Kawasan ini secara keseluruhan umumnya sudah ditanami oleh masyarakat, hanya sebagian kecil yang tidak diberdayakan masyarakat. Areal yang tidak ditanami tersebut diperkirakan berjarak sekitar radius 25 m dari tepi danau.

Penutupan lahan dikawasan ini masih tergolong baik dan alami, hal ini dilihat dari kondisi vegetasi di sekitar danau yang masih cukup banyak. Namun pada pada areal-areal tertentu ada yang sudah kritis dan membutuhkan penanaman vegetasi. Areal-areal tersebut merupakan bekas lahan pertanian masyarakat setempat yang sudah tidak dipergunakan lagi.

Untuk menambah keindahan alam yang ada di kawasan danau ini, selain penambahan beberapa jenis vegetasi, juga perlu diperlukan pembuatan/pengadaan taman, penanaman rumput hijau dan beberapa jenis bunga untuk menambah variasi pemandangan, serta memperindah pemandangan yang ada.

(44)
(45)
(46)

Tabel 4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting No Nama

Lokal

Nama Ilmiah Family Ordo Kelas Divisi Kingdom

1. Beringin Ficus benjamina Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 2. Kemiri Aleurites

moluccana

Euporbiaceae Euphorbiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae

3. Petai Cina Leucaena leucocephala

Fabaceae Fabales Magnolipsida Magnoliophyta Plantae

4 Nangka Arthocarpus heterophylus

Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae

5. Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae Gentianales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 6. Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Sapindales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 7. Jati Tectona grandis Lamiaceae Lamiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 8. Kelapa

sawit

Elaesis guineesis Palmaceae Palmales Monocotyledonae Spermatophyta Plantae

9. Tupai Tupaia javanica Tupalidae Scandentia Mammalia Chordata Annimalia 10. Burung

(47)

7. Visual

Potensi estetik di kawasan ini meliputi keindahan karakteristik biofisik alam dan danau. Potensi tersebut dapat menjadi good view yang dapat dinikmati pengunjung. View tersebut didominasi oleh pepohonan beringin yang ukurannya cukup besar dan juga warna danau yang kehijauan (jika dilihat dari sebelah selatan danau) dan kebiru-biruan (jika dilihat dari sebelah utara danau), namun belum ada data yang pasti mengenai kandungan air danau yang menyebabkan hal tersebut. Akan tetapi hal yang sama juga ditemui pada beberapa danau, salah satunya Danau Kelimutu. Dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diperkirakan bahwa kemungkinan besar warna air danau tersebut diakibatkan oleh kandungan ion besi (Fe2+) dan sulfat (SO42+) dalam jumlah yang besar. Good view

pada kawasan Danau Linting semakin menarik dengan adanya beberapa gua di dalam kawasan yang menarik untuk dilihat.

Potensi air danau, udara segar, dan pemandangan indah & menarik serta suasana alami yang terdapat dikawasan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Suasana asri tersebut membuat kawasan ini cocok sebagai tempat refresing, untuk menikmati suasana alami dan menghirup udara segar.

Good view yang terdapat dikawasan tersebut juga menjadi objek yang menarik

bagi para seniman untuk aktivitas fotografi.

(48)

B. Aspek Ekonomi dan Sosial

1. Potensi Pengunjung

Pengunjung kawasan Danau Linting adalah wisatawan domestik. Penduduk Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan pada umumnya berpotensi menjadi pengunjung pada kawasan ini. Namun pada saat ini pengunjung kawasan Danau Linting secara umum masih berasal dari Deli Serdang dan Medan.

Melihat kondisi tersebut, serta untuk meningkatkan jumlah pengunjung kawasan ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni pengadaan beberapa fasilitas-fasilitas pendukung yang dibutuhkan dalam berwisata, kebersihan lingkungan, keramahan masyarakat sekitar, dan juga peningkatan pelayanan wisata. Disamping itu, wisata pada kawasan ini juga perlu untuk manfaat pendidikan, yaitu dengan pembuatan tagging/pengenal untuk setiap vegetasi yang ditemukan pada kawasan Danau Linting.

Di samping itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh negatif yang akan ditimbulkan oleh para pengunjung & aktivitas rekreasi, yaitu perlakuan yang merusak alam dan juga pengaruh negatif terhadap nilai & norma yang berlaku di Desa Sibunga-bunga Hilir. Untuk mencegah terjadinya kerusakan atau penurunan fungsi alam maka perlu dibuat beberapa peraturan dalam berekreasi atau himbauan/kesadaran lingkungan selama melakukan kegiatan wisata. Sedangkan untuk nilai/norma yang berlaku di desa tersebut diperlukan pengadaan pemberitahuan kepada pengunjung, berupa papan pengumuman.

(49)

pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting positif (setuju), dengan alasan kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah & masyarakat sekitar, serta dapat membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat.

Fasilitas-fasilitas yang disarankan oleh para pengunjung untuk ditambahkan adalah pusat informasi, kamar mandi, kantin/warung makan, kolam renang, area parkir, tempat sampah, tempat duduk, pondok tempat berteduh/tempat istirahat, arena permainan anak-anak, arena wisata air yang dilengkapi dengan papan seluncur & rakit, tagging pohon, rumah penginapan & rumah ibadah, pagar danau, perbaikan akses jalan menuju danau & sekitar danau, dan area camping.

Adapun harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan ini adalah adalah kebersihan danau dan sekitar kawasan, keamanan dan adanya petugas parkir yang legal, serta perbaikan jalan menuju danau. Program yang direncanakan dilaksanakan segera & pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan tersebut, sehingga kawasan Danau Linting dapat dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kegiatan wisata, serta memiliki manajemen pengelolaan yang baik.

(50)

Gambar 9. tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting

2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar

Kawasan Danau Linting terletak di desa Sibunga-bunga Hilir, dengan jumlah kepala keluarga 120 orang. Penduduk desa ini beragama Kristen Protestan, Kristen Katholik, dan Islam. Mayoritas dari penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai seorang petani.

Secara umum masyarakat sekitar kawasan setuju terhadap rencana pengembangan kawasan Danau Linting menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar.

0.00%

Pengadaan fasilitas Harapan

(51)

a. Masyarakat Penggarap Lahan

Masyarakat yang mengelola kawasan Danau Linting sebagai lahan perkebunan dan/atau pertanian ada 12 orang dengan mata pencahariaan utama adalah bertani/berkebun. Pengusahaan lahan pada kawasan tersebut mayoritas bukan sebagai mata pencaharian utama, tetapi hanya sebagai tambahan untuk menunjang perekonomian keluarga masing-masing. Pada umumnya kawasan tersebut ditanami dengan kelapa sawit, pohon kemiri, padi, pisang, dan jagung.

Masyarakat yang menggarap lahan pada kawasan Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, tetapi berharap akan ada ganti rugi dari pemerintah untuk tanaman-tanaman mereka yang telah ditanam di kawasan tersebut. Dan ada seorang penggarap yang berharap pengembangan kawasan tidak mengenai kawasan yang diusahakannya, karena masih ingin tetap mengusahakan kawasan tersebut menjadi kawasan pertanian. Manfaat Danau Linting bagi para pengusaha lahan tersebut adalah sebagai tempat pemandian air panas & untuk kebutuhan tanaman.

Gambar 10. Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan 0%

20% 40% 60% 80% 100% 120%

Tempat mandi

Irigasi Kelapa

Sawit

Jagung Kemiri Pisang Padi

Manfaat Danau Linting Jenis tanaman

(52)

b. Masyarakat Sekitar Kawasan

Jumlah masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini ada 12 orang, dengan mata pencaharian utama bertani. Ada dua tanggapan masyarakat tentang keberadaan danau, yakni sebagai aset negara & tidak dimiliki oleh siapapun.

Manfaat dari Danau Linting bagi masyarakat sekitar adalah sebagai tempat pemandian air hangat, tempat refresing dan juga sebagai penunjang mata pencaharian mereka (pemanfaatan air untuk irigasi tanaman dan berjualan disekitar danau).

Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat sekitar Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, dengan alasan kawasan tersebut potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menciptakan peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan tingkat perekonomian keluarga. Lapangan kerja yang dimaksud, seperti staff pengelola kawasan objek wisata (petugas administrasi, petugas keamanan/parkir, petugas kebersihan) dan peluang untuk berwirausaha.

Namun ada beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi masyarakat dalam keterlibatan/partisipasi pengembangan kawasan, seperti keterbatasan pengetahuan, keterampilan, modal, dan waktu.

(53)

Gambar 11. Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting

Respons partisipasi Hambatan keterlibatan Alasan keterlibatan Respons terhadap pengunjung

Harapan

(54)

Di samping pengaruh positif, kemungkinan ada dampak/pengaruh negatif yang akan timbul dengan pengembangan tersebut, yakni penurunan fungsi kawasan akibat pembangunan kios yang terlalu banyak, masuknya kebiasaan-kebiasaan asing yang kurang sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan dan tatakrama masyarakat sekitar, seperti cara berpakaian, penggunaan bahasa-bahasa yang kurang sopan, dan lain-lain. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan beberapa pendekatan penyuluhan kepada masyarakat sekitar akan pentingnya alam & juga penyuluhan untuk nilai, norma dan tatakrama desa.

Program pengembangan ini akan berjalan dengan baik jika terjalin kerjasama antara pihak pengelola dengan masyarakat sekitar dalam menjaga dan meningkatkan keindahan alam Danau Linting. Dengan adanya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian alam akan membantu pihak pengelola dalam mengelola serta meningkatkan kualitas kawasan. Hal ini juga akan menguntungkan masyarakat sekitar karena akan menciptakan & membuka lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat.

3. Aktivitas Berekreasi

(55)

Selain rekreasi, pengembangan ini juga dapat memberikan manfaat dalam bidang pendidikan, khususnya terhadap alam & lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan papan interpretasi tiap vegetasi, penyediaan bibit tiap vegetasi tersebut dan juga jenis vegetasi lain. Dengan adanya manfaat edukatif (pendidikan) tersebut pengunjung akan semakin dekat dengan alam. Hal ini juga dapat membantu pengunjung untuk mengetahui jenis vegetasi yang terdapat di Danau Linting dan semakin mengenalinya. Dengan demikian manfaat ini dapat meningkatkan kesadaran pengunjung akan manfaat alam dan pentingnya kelestarian alam. Di samping kedua hal tersebut, bibit ini dapat dikomersilkan untuk menambah dana untuk meningkatkan kualitas wisata Danau Linting.

Respon/tanggapan ketiga pihak diatas dapat kita lihat pada tabel berikut: Tabel 5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan

Pihak Setuju Tidak Setuju

n (orang) Persentase (%) n (orang) Persentase (%) Penggarap

Lahan

12 100 - -

Masyarakat sekitar

12 100 - -

Pengunjung 18 94 1 6

4. Nilai Sejarah Kawasan

Selain atraksi alam yang ada pada kawasan Danau Linting, juga terdapat atraksi budaya, yakni nilai sejarah danau, beberapa adat istiadat masyarakat setempat. Seperti beberapa pesta tahunan, pesta adat & tarian adat, serta nilai sejarah danau. Pada kawasan ini tidak ditemukan makanan khas & rumah adat daerah.

(56)

getaran yang cukup kuat yang menyebabkan timbulnya retakan-retakan dan beberapa bulan setelah hal itu retakan-retakan tersebut membentuk sebuah danau indah dengan kandungan belereng yang cukup tinggi.

Masyarakat setempat mempercayai bahwa kawasan Danau Linting memiliki nilai mistis/sakral. Goa yang terdapat di sekitar danau dan beberapa areal tertentu kawasan ini masih digunakan sebagai tempat mengadakan ritual.

C. Status Kawasan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.44/MENHUT-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan seluas ± 3.742.120 Ha sebagai kawasan hutan di wilayah Sumatera Utara dengan klasifikasi kawasan: Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Suaka Alam (HSA). Berdasarkan peraturan tersebut, kawasan Danau Linting termasuk kawasan APL (Areal Penggunaan Lain).

(57)
(58)

Tabel 6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting

No Unsur Landskap

Analisis Sintesis

Potensi Kendala Pemanfaatan potensi pemecahan

masalah

Alternatif tindakan

1. Aksesibilitas Baik(dari Medan-

Tiga Juhar)

Jalan setapak menuju kawasan kurang baik

Terbatasnya angkutan dari Medan

Tidak ada angkutan dari Tiga Juhar menuju kawasan, kecuali becak (tarifnya cukup mahal)

Akses hingga Tiga Juhar dipertahankan

Perbaikan akses/jalan

Penambahan/pengadaan angkutan

Perbaikan akses Tiga Juhar – Danau Linting

Perbaikan akses dari jalan Raya hingga pintu masuk kawasan

Disarankan menggunakan kendaraan pribadi

Pengadaan angkutan khusus dari Tiga Juhar - Danau

Ada kawasan-kawasan tertentu yang gersang dan kering

Jika hujan turun tidak ada tempat berteduh bagi pengunjung

Kesejukan dan pepohonan yang ada dipertahankan

Perlu penambahan vegetasi peneduh

Perlu penambahan/pengadaan fasilitas peneduh

Penanaman beberapa vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh

Pembangunan bangunan peneduh (pondok)

3. Topografi Kemiringan lahan

bervariasi

Kawasan danau berbentuk bukit

Kelerengan lahan tersebar secara melingkar pada kawasan

Areal kemiringan datar hingga agak curam berpotensi untuk pengadaan fasilitas

Pengadaan bangunan membutuhkan teknik khusus

Beberapa areal curam akan

dipergunakan untuk pembangunan (bersyarat)

Pembangunan fasilitas (ada areal yang memerlukan penimbunan terlebih dahulu)

4. Potensi air pada

Tidak adanya kamar mandi di kawasan ini

Pengaliran air danau ke dalam kolam sebagai tempat untuk berenang

Pengadaan fasilitas MCK/toilet

Pembangunan kolam renang

Pembangunan toilet

(59)

5. Penutupan lahan Danau dikelilingi oleh vegetasi peneduh

Adanya areal tertentu yang gersang

Penambahan beberapa vegetasi peneduh

Penanaman vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh pada beberapa areal tertentu

6. Vegetasi Berpotensi untuk

menjaga kondisi fisik kawasan Peneduh

Menambah view

yang indah

Tidak adanya interpretasi/pengenal dari tiap

vegetasi

Pengadaan interpretasi setiap vegetasi

Vegetasi yang ada dipertahankan

Pembuatan interpretasi setiap vegetasi agar dapat dikenal oleh pengunjung (khususnya untuk para pelajar)

Satwa Tidak adanya

satwa

Hewan peliharaan masyarakat sekitar

Hewan peliharaan diharapkan tidak diijinkan digembalakan di sekitar kawasan

Pembuatan peraturan/larangan

7. Visual Danau

Pemandangan

Vegetasi

Danau tercemar karena adanya aktivitas mandi di dalam danau Kondisi lingkungan sekitar kawasan kurang bersih

Tempat sampah kurang memadai

Lebih memperhatikan keindahan & kebersihan danau

Kebersihan sekitar kawasan diperhatikan

Vegetasi yang ada dipertahankan

Pembersihan danau

Pembuatan peraturan/himbauan Pembersihan lingkungan sekitar danau

Penambahan tong sampah Pembuatan peraturan/himbauan Pembangunan fasilitas ditata dengan baik agar tidak merusak view

Terpengaruh secara negatif dari pengunjung

Berlomba untuk membuat kios

Diperlengkapi dengan nilai-nilai yang berlaku

Menciptakan lapangan kerja baru

Pembuatan himbauan

Pembuatan peraturan pengunjung

Penyuluhan terhadap masyarakat sekitar

(60)

C. Rancangan Zonasi

1. Konsep Rancangan Zonasi

Pembagian/pengklasifikasian zonasi kawasan dapat meningkatkan efisiensi & efektifitas manajemen suatu kawasan tertentu. Pembagian zonasi kawasan didasarkan pada kondisi fisik kawasan, daya dukung lingkungan, dan analisis rencana peruntukan kawasan (memperhatikan kriteria pengklasifikasian zonasi pariwisata).

Pembagian zonasi pada kawasan Danau Linting didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu tutupan lahan, jenis tanah, kelas kelerengan lahan, dan mengacu pada Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan

Pariwisata di Pulau-pulau Kecil.

Dasar penggunaan peraturan ini sebagai acuan/pedoman karena kawasan

ini memiliki luasan yang cukup kecil dan membutuhkan zonasi untuk keefektifan

dan keefisienan kawasan terhadap manfaat lahan dan aktivitas yang direncanakan.

Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tersebut dinyatakan bahwa penentuan zonasi dalam suatu kawasan pariwisata di pulau-pulau kecil, perlu mempertimbangkan beberapa :

1. Kerentanan ekosistem serta nilai keanekaragaman hayati darat dan laut 2. Keterkaitan geografis, sosio-ekonomi, sosio budaya di dalam kawasan 3. Status kawasan

(61)

6. Aksesibititas

7. Keamanan, kebutuhan dan kenyamanan pengunjung 8. Optimalisasi potensi atraksi wisata yang tersedia

9. Akses ruang bagi masyarakat terhadap wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan umum

10.Bencana alam (natural disaster).

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kawasan Danau Linting (radius 100 meter dari tepi danau, dengan luas ± 6 ha) dan terhadap beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, maka zonasi pariwisata yang direncanakan pada kawasan ini diklasifikasikan menjadi 4 zonasi, yaitu:

a. Zonasi Intensif b. Zonasi Semi-Intensif

c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) d. Zonasi Perlindungan,

luas masing-masing zonasi dapat kita lihat sebagai berikut:

Tabel 7. Luas dan Persentase Luas Zonasi Kawasan Danau Linting Zonasi Luas (ha) Persentase (%)

Zonasi Intensif 2.1 35.25

Zonasi Semi-Intensif 2.708 45.45 Zonasi Ekstensif Primer 0.479 8.04 Zonasi Ekstensif Sekunder 0.26 4.36 Zonasi Perlindungan 0.41 6.88

(62)
(63)

2. Konsep Penataan Ruang

Konsep penataan ruang kawasan didasarkan pada potensi sumberdaya yang ada sesuai dengan fungsi/peruntukan kawasan dalam sebuah zonasi yang telah ditetapkan.

a. Zonasi Intensif

Zonasi ini merupakan pusat aktivitas pengunjung. Ketika memasuki kawasan, zona ini bebas dimasuki oleh semua pengunjung, dimana zona ini memiliki intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi. Hal ini dikarenakan oleh kondisi fisik dan daya dukung lingkungan yang mendukung, yakni topografi datar hingga landai, akan tetapi ada sedikit areal yang agak curam. Fasilitas yang terdapat pada zona ini, yakni: pintu masuk kawasan, pusat informasi, tempat parkir, kamar mandi, kios/warung, kolam renang, arena permainan anak, area piknik, pondok istirahat.

b. Zonasi Semi-Intensif

Kawasan ini dirancang untuk menerima tujuan yang lebih spesifik. Adapun aktivitas yang diijinkan pada kawasan ini adalah untuk tujuan pendidikan, konservasi, dan menara pandang.

c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) - Ekstensif Primer

(64)

seni (fotografi & melukis). Kawasan ini memiliki interval jarak 10 meter hingga 25 meter dari tepi danau.

- Ekstensif Sekunder

Pada kawasan ini tidak diijinkan adanya pembangunan fisik, dan dapat menerima kunjungan yang sangat terbatas. Kawasan ini hanya diperbolehkan dimasuki oleh staff pengelola kawasan untuk kepentingan kualitas kawasan, contohnya untuk membersihkan danau dan sekelilingnya. Kawasan ini terletak pada areal radius 10 meter dari tepi danau.

d. Zonasi Perlindungan

Zonasi ini dirancang untuk tidak menerima kunjungan dalam bentuk apapun, karena merupakan kawasan dengan kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kawasan yang termasuk ke dalam zonasi ini adalah Danau Linting.

D. Perencanaan Pengembangan

1. Konsep Perencanaan

Konsep dasar studi perencanaan pengembangan kawasan ini bersifat rekreatif & edukatif, dan konservatif. Pengembangan ini ditujukan untuk menciptakan objek wisata alam dengan fasilitas pemandian air panas, pemandangan atau view yang indah, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pengunjung & masyarakat sekitar akan kelestarian alam.

(65)

2. Konsep Ruang

Konsep ruang kawasan terdiri dari lima zonasi, yaitu zona intensif, semi-intensif, ekstensif primer, ekstensif sekunder, dan perlindungan. Pengklasifikasian kawasan ini didasarkan pada kondisi fisik, kemampuan kawasan, kerentanan sumberdaya, potensi yang ada, serta peruntukan yang memungkinkan. Kelima zonasi tersebut memiliki kriteria tersendiri dalam menerima kunjungan, adanya yang bebas, bersyarat, dan ada yang tidak dapat dikunjungi (hanya dapat dinikmati secara visual).

3. Konsep Tata Hijau

Perencanaan pengembangan kawasan Danau Linting adalah untuk objek wisata alam, sehingga konsep tata hijau sangat dibutuhkan oleh kawasan ini. Konsep ini dapat menciptakan suasana yang sejuk, asri, nyaman, serta alami yang diwujudkan dalam rencana penataan vegetasi, khususnya areal-areal yang membutuhkan penambahan vegetasi peneduh, dan pengadaan bibit vegetasi. Dalam pembuatan konsep ini, vegetasi asli kawasan harus tetap dipertahankan.

4. Konsep Aktivitas

Gambar

Gambar 1. Peta Desa Sibunga-bunga Hilir
Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Gambar 2. Proses perencanaan & perancangan landskap menurut Gold (1980)
Gambar 3. Peta administrasi letak kawasan Danau Linting
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi setelah diberi perlakuan metode pembelajaran brainstorming, kelompok perlakuan memiliki pencapaian kreativitas sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kontrol

Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang menekan pemasukan bahan kimia sedikit mungkin untuk memproduksi bahan pangan yang cukup dan terus menjaga produktivitas lahan

Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah dalam penelitian ini adalah untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap Go-Pay pada

Metode yang digunakan terhadap “Analisis Semiotik Dalam Kumpulan Puisi Love Poems ‘Aku dan Kamu’ Saduran Sapardi Djoko Damono,” adalah metode kualitatif deskriptif..

HASIL UJI VALIDASI MODEL Dalam bagian validasi model, ada beberapa hasil temuan yang perlu di- kemukakan di sini sejalan dengan per- masalahan penelitian, yaitu (a)

Perancangan Sistem Informasi Wisata Sungai Kota Banjarmasin dengan menggunakan konsep mengikuti perkembangan teknologi yaitu disajikan secara global yang biasanya

Setelah anggaran biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik disusun, maka langkah selanjutnya menyusun anggaran biaya produksi. Anggaran biaya

Dapat dilakukan penelitian spesifik pada tiap komponen teknologi, atau pada komponen teknologi yang mempunyai gap terendah atau nilai intensintas kontribusi terbesar, untuk