• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan Penambahan Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan Penambahan Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DIDA HANIFA RAHMAN. Formulation of Dried Fermented Milk Product by Addition Probiotic Bacteria Lactobacillus casei and Bifidobacterium longum. Under direction of IKEU TANZIHA and SRI USMIATI

Fermented milk is healthy product that has many benefits especially for human digestive tract. Manufacturing of probiotic fermented milk products with a viable long shelf life needs to be developed as a functional food. The purpose of this study was to formulate dried fermented milk products using probiotic bacteria. The experimental design study was complete random design with 4 treatments using different lactic acid bacteria (LAB): A1 (Streptococcus lactis: 0,5%); A2 (Streptococcus lactis: 0,25% and Lactobacillus casei: 0,25%); A3 (Streptococcus lactis: 0,25%, Lactobacillus bulgaricus: 0,125%, Streptococcus thermophiles: 0,125%); and A4 (Streptococcus lactis: 0,25% and Bifidobacterium longum: 0,25%). Analysist were include in the physical analysis (hardness, tenderness, pH, and total acid), chemical analysis, and microbiological analysis. The highest level of hardness was A2 product, the highest level of tenderness was A1 product, and the lowest pH level was A1 product. Results of proximate analysis showed that dried fermented milk products have high levels of the protein, calcium, and phosphorus. Microbiological test results showed that the amount of lactic acid bacteria (BAL) and probiotic bacteria in dried fermented milk products were eligible based on CODEX: 243 (2003).

(2)

iii

RINGKASAN

DIDA HANIFA RAHMAN

.

Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan

Penambahan Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum. Pembimbing

IKEU TANZIHA

and

SRI USMIATI

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan telah meningkat sehingga masyarakat mulai memilih bahan makanan yang benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dirinya. Hal tersebut mendorong berkembangnya riset mengenai makanan dan minuman yang mempunyai efek menyehatkan termasuk pangan fungsional yang berasal dari ternak. Makanan yang mengandung probiotik selain mempunyai fungsi gizi yang baik, terbukti pula dapat memberi manfaat kesehatan dan terapeutik serta bisa dijadikan antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen. Pembuatan produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik merupakan teknologi yang masih baru di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan riset untuk mengembangkan pangan fungsional berbahan dasar susu sapi sebagai produk kesehatan masa kini.

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan produk susu fermentasi kering berbahan baku susu sapi dengan penambahan probiotik (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum). Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat sebagai dasar penentuan waktu pencampuran kultur dengan susu sapi sebelum proses fermentasi; 2) Menganalisis sifat fisiko kimia (kekerasan, kelembutan, pH, total asam tertitrasi, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar kalsium, kadar fosfor, kadar abu, dan kadar air) pada produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik, 3) Mengetahui jumlah bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik, 4) Menganalisis daya terima produk fermentasi susu kering dengan penambahan probiotik.

Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap. Pembuatan produk dilakukan dengan empat perlakuan yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Produk susu fermentasi kering dibuat dengan menggunakan 4 perlakuan yang berbeda pada penggunaan kultur BAL. Produk A1 adalah sebagai kontrol menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis 0,5%, produk A2 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus casei (0,25%:0,25%), produk A3 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus bulgaricus: Streptococcus thermophilus (0,25%:0,125%:0,125%), dan produk A4 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Bifidobacterium longum (0,25%:0,25%).

Kurva pertumbuhan dibuat sebagai dasar untuk melakukan fermentasi oleh BAL sehingga didapatkan jumlah BAL yang maksimal dan karakteristik produk yang sesuai. Hasil menunjukkan waktu pencampuran susu dengan kultur BAL S. lactis dilakukan pada jam ke-4, L. casei jam ke-4, L. bulgaricus jam ke-4, S. thermophilus jam ke-2, dan B. longum pada jam ke-3.

(3)

Kadar protein tertinggi pada produk A2 dibandingkan dengan produk lainnya 36,66 %bk. Kadar karbohidrat tertinggi pada produk A4 yaitu 23,72 %bk. Kadar mineral kalsium tertinggi yaitu pada produk A2 sebesar 605,20 mg/100gram. Kadar mineral fosfor tertinggi pada produk A1 sebesar 412,83 mg/100gram. Kadar air terendah dimiliki oleh produk A2 yaitu 18,59 %bb. Kadar abu tertinggi juga dimiliki oleh produk A2 dibandingkan produk lainnya yaitu 3,19 %bk Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan hanya berpengaruh nyata (p<0,05) pada kadar fosfor saja dan tidak berpengaruh nyata pada uji fisikokimia lainnya.

Rata-rata jumlah total bakteri yang terdapat pada produk susu fermentasi kering perlakuan A1 sebesar 10,10 unit log cfu/ml dan rata-rata jumlah S. lactis sebesar 10,07 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri pada produk A2 yaitu sebesar 10,23 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 10,06 unit log cfu/ml, rata-rata uji selektif differensial L.casei yaitu sebesar 7,52 unit log cfu/ml, dan uji selektif enumerasi L.casei sebesar 7,34 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri yang terdapat pada produk A3 sebesar 8,94 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 8,44 unit log cfu/ml, S. thermophilus sebesar 6,83 unit log cfu/ml, dan L. bulgaricus sebesar 7,30 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri pada produk A4 sebesar 9,06 unit log cfu/ml, S. lactis 8,87 unit log cfu/ml, rata-rata uji selektif differensial B. longum yaitu sebesar 7,33 unit log cfu/ml, dan selektif enumerasi B. longum sebesar 7,42 unit log cfu/ml. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa produk susu fermentasi kering sudah memenuhi standar jumlah BAL yang ditentukan berdasarkan Codex:243 tahun 2003.

(4)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan telah meningkat sehingga masyarakat mulai memilih bahan makanan yang benar-benar bermanfaat untuk menunjang kesehatannya. Produk makanan yang berkhasiat terapeutik dikenal sebagai makanan fungsional. Salah satu makanan fungsional adalah makanan yang mengandung probiotik yaitu mikroba hidup yang bila dikonsumsi menimbulkan efek menyehatkan tubuh dengan adanya keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan (Fueller 1989).

Mikroflora saluran pencernaan merupakan ekosistem kompleks yang terdiri atas berbagai jenis bakteri dan dapat menyebabkan efek positif dan negatif pada fisiologi usus. Kondisi kesehatan yang baik dipengaruhi oleh “mikroba baik” yang berguna bagi kesehatan yang kebanyakan merupakan bakteri asam laktat (BAL).

Bakteri asam laktat umumnya dipakai untuk menghasilkan susu fermentasi. Produk hasil fermentasi susu saat ini semakin berkembang dan diketahui memiliki banyak variasi dari produk tersebut. Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum adalah jenis bakteri asam laktat yang sering digunakan dalam produksi susu fermentasi probiotik.

Pada umumnya, susu fermentasi berbentuk cair dan mempunyai umur simpan yang tidak lama. Metode pengeringan produk susu fermentasi dapat memperpanjang umur simpan produk agar terhindar dari kerusakan sensorik dan kimia dan produk masih layak dikonsumsi oleh manusia. Pembuatan produk susu fermentasi kering menggunakan bakteri probiotik merupakan teknologi yang relatif baru di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengembangkan pangan fungsional berbahan dasar susu sapi sebagai produk kesehatan masa kini.

Tujuan Tujuan Umum

(5)

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat untuk menentukan waktu pencampuran kultur ke dalam susu sapi dalam proses fermentasi. 2. Menganalisis sifat fisiko kimia susu fermentasi kering dengan

penambahan probiotik.

3. Mengetahui jumlah bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik.

4. Menganalisis daya terima produk fermentasi susu kering dengan penambahan probiotik.

Kegunaan Penelitian

(6)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Sapi Segar

Menurut SNI (1998), susu segar merupakan cairan yang berasal dari sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al. 1989). Susu terdiri atas komponen yang bermanfaat bagi manusia seperti protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin B kompleks, vitamin A dan D, kalsium, dan fosfor. Protein terpenting pada susu adalah kasein yang jumlahnya 80% dari keseluruhan protein susu. Sisanya adalah whey yang jumlahnya 20% dari protein susu. Whey terdiri atas globulin dan albumin dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Kualitas protein susu tergolong tinggi sehingga tubuh manusia dapat menggunakan sebagian besar protein secara efisien (Ebing & Rutgers 2006).

Komponen utama susu adalah air, lemak, dan protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Komponen susu tanpa air merupakan total padatan. Susu segar mempunyai pH sekitar 6,6. Apabila pH susu diturunkan sampai pada pH 4,7, susu akan membentuk curd (gumpalan). Lemak pada susu merupakan komponen yang penting dalam susu. Aroma susu dari sebagian besar produk olahan ditimbulkan oleh lemak susu. Lemak-lemak yang terbentuk dari asam-asam lemak yang mudah menguap bersifat tidak stabil dan mudah terurai dan mempengaruhi aroma produk susu. Laktosa merupakan komponen penting pada susu untuk proses fermentasi (Rahman et al. 1989).

(7)

menentukan umur simpan produk olahan susu. Salah satu teknik pengolahan yang sering digunakan adalah pasteurisasi.

Pasteurisasi dilakukan dengan 2 cara yaitu memanaskan susu pada suhu 630 C selama 30 menit atau suhu 820C selama 2 menit. (Ebing & Rutgers 2006). Menurut Fernandes (2009), pasteurisasi mempunyai dua jenis, yaitu temperatur rendah waktu lama (63-65 0C selama 30 menit) dan temperatur tinggi waktu singkat (71,7-72 0C selama 15 detik).

Susu Fermentasi

Banyak orang tidak suka mengkonsumsi susu dalam bentuk cair, oleh karena itu terdapat beberapa jenis produk olahan susu dengan mempertahankan nilai-nilai gizi susu dan membuatnya mudah diterima konsumen. Salah satu contoh produk olahan susu adalah produk susu fermentasi (Kumbhar et al. 2009). Fermentasi susu juga dapat memperpanjang daya tahan simpan dan meningkatkan nilai ekonomi susu (Widodo 2002).

Menurut FAO (2007) di dalam Codex Alimentarius, susu fermentasi adalah produk susu yang diperoleh dengan cara fermentasi susu, dimana produk yang diperoleh dari susu dengan dibuat dengan atau tanpa modifikasi komposisi yang dibatasi oleh ketentuan yang ditetapkan dengan perlakuan yang cocok dari mikroorganisme sehingga mengakibatkan penurunan pH dengan atau tanpa koagulasi. Menurut Darwis dan Sukara (1989), fermentasi ialah proses baik secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas terkontrol. Widowati dan Misgiyarta (2009) menjelaskan bahwa fermentasi memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita rasa atau aroma terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu pada produk pangan. Proses fermentasi oleh mikroba tertentu dapat meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi. Perbaikan mutu produk pangan meningkatkan nilai terima produk oleh konsumen, dengan kata lain, meningkatkan permintaan terhadap produk susu fermentasi. Panesar (2011) menjelaskan bahwa keinginan konsumen terhadap produk susu fermentasi merupakan saat yang tepat karena perkembangan teknologi pengolahan pangan yang pesat, perubahan pada gaya hidup, dan manfaat kesehatan dari bukti-bukti ilmiah.

(8)

5

paling terkenal adalah yogurt. Yogurt sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat sejak Elie Metchnikov mengisolasi bakteri asam laktat yang bermanfaat bagi kesehatan usus manusia pada tahun 1908 (Widodo 2002). Menurut Panesar (2011), bakteri asam laktat secara alami dapat diterima dan umumnya dianggap aman. Selama fermentasi berbagai perubahan fisik dan kimia terjadi karena aktivitas fermentasi bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter. Produk susu fermentasi merupakan agen perantara penyampaian bakteri probiotik.

Pembuatan produk susu fermentasi kering mengadopsi teknologi fermentasi dari negara timur tengah. Jandal (1996) membuat susu fermentasi kering berbahan baku susu domba. Komposisi kimia susu fermentasi kering berbahan baku susu domba pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil penelitian terhadap komposisi kimia susu fermentasi kering.

Sumber: Jandal (1996)

Sifat-sifat fisik dan sensori produk susu fermentasi (yogurt) dipengaruhi oleh jumlah total solid khususnya jumlah protein. Peningkatan kekentalan dan kepadatan produk dicapai ketika total solid susu meningkat. Penggunaan pemanis susu fermentasi dapat meningkatkan kepadatan gel. Suhu inkubasi juga mempengaruhi tingkat kepadatan produk. Suhu inkubasi dibawah 400C dapat meningkatkan kepadatan dan kekentalan produk dibandingkan dengan suhu inkubasi di atas 400 C (Lee & Lucey 2010)

Laktosa yang tersedia dalam susu menyebabkan susu mudah difermentasi. Secara sederhana, fermentasi adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai yang diharapkan. Pada proses fermentasi, susu akan berubah

Konstituen (%) Rentang

Total asam tertitrasi 1,18-2,32

Kadar air 1,37-4,24

Total padatan 95,77-98,62

Lemak 31,46-31,79

Total protein 26,70-31,91

Laktosa 34,57-38,92

Kadar abu 3,11-3,32

Ca 0,21-0,28

(9)

menjadi asam dengan pH yang rendah. Pada titik isoelektrik protein yaitu dengan nilai pH sekitar 4,6, kasein akan mengendap dikarenakan kondisi yang asam. Produk kasein dapat menyerap sejumlah besar air sehingga mereka dapat memodifikasi tekstur produk dan meningkatkan konsistensi (Southward 2001).

Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Probiotik A. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat sering digunakan sebagai kultur starter dalam susu fermentasi dan berpotensi sebagai antikolesterol karena adanya eksopolisakarida/EPS (Malaka & Laga 2005). Kultur starter adalah setiap mikroba yang sengaja ditambahkan saat persiapan dan dimaksudkan untuk memulai perubahan yang diinginkan selama pembuatan produk fermentasi (Hassan & Frank 2001). Rahman et al. (1992) mengemukakan bahwa mikroba yang memegang peranan penting dalam proses fermentasi susu adalah golongan bakteri asam laktat, yaitu spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus. Peranan bakteri ini diantaranya memproduksi asam laktat dan menghasilkan metabolit yang erat hubungannya dengan flavor khas untuk produk tertentu. Selain itu fermentasi akan mengakibatkan pembentukan asam, produksi gas, proteolisis, pembentukan lendir, perubahan lemak susu, perubahan warna, dan perubahan cita rasa.

Mikroba yang digunakan sebagai starter terdiri atas bakteri asam laktat, propionibacteria, ragi, dan jamur. Kultur starter memiliki peran multifungsi dalam susu fermentasi. Kemampuan mereka untuk menghasilkan asam dengan cepat dan membantu dalam pemisahan curd dari whey selama pembuatan produk fermentasi dan memodifikasi teksturnya (Hassan & Frank 2001).

Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa BAL dipakai sebagai kultur awal, baik kultur tunggal maupun campuran. Kultur campuran sering dipakai untuk menghasilkan produk tertentu. Komposisi kultur laktat tidak hanya terdiri atas bakteri pembentuk asam tetapi merupakan campuran bakteri pembentuk cita rasa. Komponen cita rasa tersebut terutama adalah diasetil dan asam-asam volatil, yang berasal dari asam sitrat di dalam susu. Saat ini ada empat jenis BAL yang sering dipakai sebagai kultur starter pada susu, yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus, dan Leuconostoc (Hassan & Frank 2001).

(10)

produk-7

produk terkait susu fermentasi adalah untuk mencapai karakteristik rasa produk yang diinginkan, terutama laktat, komponen pembentuk aroma dan eksopolisakarida, sehingga dapat menyediakan berbagai pilihan produk kepada konsumen. Komponen pembentuk aroma dan rasa ini terdiri atas empat kategori antara lain: (1) asam-asam non volatil yaitu laktat, piruvat, oksalat, dan suksinat; (2) asam-asam volatil yaitu format, asetat, propionat, dan butirat; (3) komponen karbonil yaitu asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil; (4) komponen lain yaitu asam amino tertentu dan atau pembentuk konstituen hasil degradasi protein, lemak, atau laktosa.

Pada proses fermentasi susu, BAL homofermentatif memproduksi asam laktat sebagai hasil akhir utama sedangkan pada BAL heterofermentatif selain memproduksi asam laktat, bakteri ini juga memproduksi asam asetat dan etanol, senyawa asetaldehid, peptoglikan, peptida, vitamin dan antimikroba yang berperan dalam pembentukan rasa, tekstur, dan manfaat kesehatan produk. Selama dikonsumsi, susu fermentasi menyalurkan sejumlah besar BAL ke saluran pencernaan. Sebagian mikroorganisme ini mampu menahan asam lambung dan empedu (Djouzi et al. 1997)

1. Streptococcus lactis (Lactococcus lactis subsp. lactis)

Lactococcus lactis semula diberi nama Streptococcus lactis. Menurut Martinko dan Madigan (2005), Lac. lactis merupakan bakteri Gram positif yang digunakan secara luas dalam produksi mentega dan keju. Lactococcus lactis tidak menghasilkan spora (nonsporulatif) dan tidak bersifat motil. Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactococcus dan digolongkan sebagai bakteri mesofilik yang dapat hidup antara suhu 10-45 0C. Bakteri ini memiliki metabolisme homofermentatif dan khusus menghasilkan L (+) asam laktat saja (Roissart & Luquet 1994). Selain itu, bakteri ini dapat berkembang pada pH antara 4,4 sampai 9,6 (Axelsson 2004). Menurut Presscott et al. (2002), untuk hidup bakteri ini membutuhkan oksigen tapi bersifat fakultatif tentu dan membutuhkan media yang bernutrisi kompleks.

(11)

gumpalan (curd) yang digunakan untuk menghasilkan keju (Ghosh J & Rajorhia 1989). Selain itu, Dahhan et al. (1984) merekomendasikan penggunaan Lac. lactis dalam pembuatan produk yogurt karena memiliki kesamaan dengan produk komersial yang terdapat di pasar.

2. Streptococcus thermophilus

Streptococcus merupakan bakteri Gram positif dan tumbuh baik pada suhu 37-400C. Bakteri ini bersifat homofermentatif, fakultatif anaerob dan memproduksi asam laktat. Streptococcus memfermentasi fruktosa, mannosa, dan laktosa. Streptococcus memproduksi asam format dari piruvat oleh enzim format liase. Enzim B-galaktosidae pada S. thermophilus mempolimerisasi glukosa untuk memproduksi oligosakarida dan glikan yang memberikan tekstur padat pada yogurt (Ray 2004).

Yogurt merupakan produk fermentasi susu dengan memakai kultur bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus. Peran utama bakteri ini dalam pembuatan yogurt adalah mengasamkan susu dengan memproduksi sejumlah besar asam laktat dari laktosa. Asam laktat menurunkan pH susu dan menyebabkan solubilisasi misel kalsium fosfat dengan cepat. Hal ini menyebabkan demineralisasi misel-misel kasein dan menghasilkan pengendapan kasein pada pH 4,6-4,7. Asam laktat juga berkontribusi terhadap rasa yang asam yang tajam (Zourari et al. 1992). Pada awalnya L. bulgaricus menghidrolisis protein susu oleh proteinase ekstraseluler menghasilkan asam-asam amino yang diperlukan oleh S. thermophilus untuk tumbuh baik. Streptococcus thermophilus pada gilirannya akan menghasilkan asam format yang merangsang pertumbuhan L. bulgaricus. Apabila kedua bakteri ini ditumbuhkan bersama pada susu jumlah asetaldehid yang dihasilkan lebih tinggi (Ray 2004).

3. Lactobacillus bulgaricus

(12)

9

sebelumnya bakteri ini mengubah protein menjadi asam-asam amino dan peptida dan menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. S. thermophilus lalu memproduksi asam format dan menstimulasi pertumbuhan L. bulgaricus (Singleton & Sainsbury 2006). Kultur bakteri L. bulgaricus sering dipakai dengan S. thermophilus dalam memproduksi produk yogurt tradisional. Bakteri ini tidak dapat bertahan dibawah kondisi yang asam dan konsentrasi garam empedu pada saat memasuki saluran pencernaan (Fuquay et al. 2011)

B. Probiotik

Probiotik adalah mikroba hidup yang menempel pada dinding usus dan bersifat menguntungkan bagi kesehatan inangnya (Salminen et al. 1999), Hull et al. (1992) menyatakan probiotik sebagai suplemen makanan yang menguntungkan bagi manusia atau hewan dengan cara menjaga keseimbangan mikroba indigenus.

Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah satu karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidiat probiotik adalah ketahanan terhadap keasaman asam lambung dan garam empedu (Hattingh & Viljoen 2001)

(13)

Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan, akan tetapi umumnya adalah sebesar 106-108 cfu/gram (Tannock 1999) dimana jumlah (viabilitas) mikroorganisme setelah melalui saluran pencernaan adalah sekitar 106-107 cfu/gram mukosa (Charterist et al. 1998). Charterist et al. (1998) juga menyatakan bahwa jumlah minimal mikroorganisme probiotik dalam bioproduk untuk dapat memberikan manfaat kesehatan adalah 107-108 cfu/gram produk. Codex standar:243 (2003), menguatkan bahwa jumlah mikroba hidup yang diinginkan dalam suatu produk susu fermentasi yaitu minimal 106 cfu/g.

Jenie (2003) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh kultur probiotik adalah pertumbuhannya yang lambat, serta sifat sensori seperti flavour yang kurang baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan kultur starter campuran sehingga lama fermentasi dapat direduksi serta menghasilkan sifat sensori dan tekstur yang lebih baik.

1. Lactobacillus casei

Lactobacillus casei merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, non-motil, tidak membentuk spora, dan berbentuk batang. Bakteri ini sama seperti bakteri asam laktat lainnya, L. casei bersifat toleran terhadap asam, tidak dapat mensistesis porfirin, dan menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme. Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif hetero fermentatif (Axelsson 1998).

Lactobacillus casei dapat tumbuh antara suhu 15 – 45 0C dan membutuhkan riboflavin, asam folat, kalsium pantotenat, dan niasin. Bakteri ini termasuk spesies yang adaptif dan dapat diisolasi dari susu yang mentah dan yang telah difermentasi, usus manusia dan hewan lainnya (Kandler & Weiss 1986). Pada industri makanan, L. casei digunakan sebagai kultur awal untuk fermentasi susu, mempercepat dan memperbesar pembentukan rasa pada varietas keju tertentu, dan saat ini juga digunakan sebagai probiotik (Fonden et al. 2000).

(14)

11

dan gas karbon dioksida. Proses pengasaman susu yang dilakukan oleh bakteri ini lambat sehingga membantu mengurangi pengendapan protein pada produk (Kang & Lee 1985). Menurut Mitsuoka (1990), L. casei diisolasi dari keju dan merupakan flavor utama keju. Nama pertama yang diberikan adalah Bacillus casei, “casei” adalah nama latin untuk keju.

Sebagai mikroorganisme yang meningkatkan kesehatan, Lactobacillus casei telah digunakan pada kombinasi yang berbeda dengan kultur bakteri asam laktat lainnya untuk memproduksi produk-produk fermentasi. (Tamime & Robinson 2007).

2. Bifidobacterium longum

Bifidobacterium longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif, katalase negatif, non motil, non spora, dan berbentuk batang. Bifidobacterium longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar. Bifidobacterium longum membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat sehingga menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan. (Wahyudi & Samsundari 2008).

Jenis bakteri Bifidobacterium longum NCC2705 memiliki beberapa jumlah keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam bertahan hidup pada saluran pencernaan manusia bagian bawah (Schell et al. dalam Tamime 2005). Genus Bifidobacterium memiliki sifat sebagai probiotik yang memiliki beberapa manfaat bagi inangnya, seperti sistem kekebalan tubuh, mencegah penyakit diare, menjaga keseimbangan saluran pencernaan, dan memperbaiki lactose intolerance. Bifidobacterium longum merupakan bakteri yang memfermentasi secara anaerob dan bersifat heterofermentatif. Produk metabolit utama B. longum selain asam laktat adalah asam asetat (Tamime 2005).

Proses Pengeringan

(15)

yang dikeringkan terjaga keawetannya karena kandungan airnya rendah sehingga organisme pembusuk tidak dapat tumbuh. (Fellows 2000).

Proses pengeringan mempunyai beberapa metode diantaranya metode pengeringan kontak langsung, metode pengeringan vakum, dan metode pengeringan beku (Geankoplis 1993). Pengeringan oven merupakan cara yang paling sederhana untuk mengeringkan makanan karena tidak memerlukan peralatan khusus. Metode ini juga lebih cepat daripada metode pengeringan dengan sinar matahari (penjemuran) ataupun dengan menggunakan pengering makanan (food dryer) (Fellows 2000).

Pengeringan menggunakan oven terdiri dari dua teknik yaitu pengeringan menggunakan oven biasa dan oven vakum. Produk akan mengalami penurunan massa akibat menguapnya air dan semua zat yang udah menguap. Luas permukaan sampel akan mempengaruhi efisiensi pengeringan dan pembentukan kekerasan pada produk. Produk yang ditambahkan bahan makanan seperti gula sebelum proses pengeringan memiliki kecenderungan untuk membentuk gumpalan yang berakibat timbulnya kerak di permukaan (Hui et al. 2006)

Pengeringan pada produk susu fermentasi dilakukan oleh negara-negara penghasil produk susu fermentasi. Metode ini ditemukan karena sebagian besar produk fermentasi mempunyai masa simpan yang terbatas dan viabilitas bakteri yang singkat walaupun sudah disimpan dalam suhu dingin. Pengeringan produk susu secara substansial dapat memperpanjang masa simpan produk (Jandal 1996).

(16)

13

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2011 sampai bulan September 2011, bertempat di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor. Analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, sedangkan analisis fisik dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah susu sapi yang didapatkan dari peternak sapi perah di kawasan Kunak, Ciampea, Bogor dan kultur BAL (S. lactis, L. bulgaricus, S. thermophilus, L. casei dan B. longum). Bahan pendukung yang digunakan adalah gula pasir. Bahan kimia yang digunakan adalah de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), media M17 agar, media Plate Count Agar (PCA), larutan H2SO4, larutan HCL, larutan NaCl 0,85%,

akuades, NaOH 0,1 N, indikator PP, larutan ribosa 1%, larutan laktosa 1%, LiCl 1%, bile salts, sodium propionat, dan prussian blue.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain texture analyzer (merk CT3 4500 produksi USA), penetrometer (merk Precision Petroleum Analyzer, Company San Antonio Texas), oven (merk Imperial V Laboratory Oven, USA), pH meter, cawan petri, pipet mikro, blower room, dan colony counter, cawan porselen, erlenmeyer, kompor, penangas air, tanur, cawan porselen, alat destilasi, alat titrasi, labu takar, termometer, gelas volume, alat-alat gelas, dan peralatan lainnya.

Perlakuan

(17)

Gambar 1 Diagram alir tahapan pembuatan produk berdasarkan Hidayatulloh (2011)

Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitan pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat dan menentukan waktu inokulasi kultur dengan susu sapi sebelum proses fermentasi. Penelitian utama bertujuan untuk mendapatkan produk dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Perlakuan terdiri atas 4 kombinasi kultur bakteri sebagai kultur starter. Perlakuan pertama menggunakan kultur bakteri S. lactis (A1). Perlakuan kedua memakai kultur bakteri S. lactis dengan penambahan bakteri probiotik L. casei. Perlakuan ketiga memakai kultur bakteri S. lactis dengan penambahan kultur yoghurt yaitu L. bulgaricus dan S.

Pembuatan Kultur starter (0,1% dari

kultur induk):

Susu sapi ditoning (25%) lalu didinginkan

Dicampurkan dengan kultur starter sebanyak 0,5%

Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C

Disaring dengan kain saring untuk mendapatkan curd

Dicampurkan dengan gula pasir yang telah dihaluskan sebanyak 10% berat curd

Dicetak dengan ketebalan + 2 cm dan dikeringkan pada oven selama 42-43

jam pada suhu 50 0C

Setelah 24 jam, produk dipanaskan sampai suhu 80

0

C dengan interval kenaikan 10 0C, dan dipertahankan 10 menit setiap kenaikannya

(18)

15

thermophilus. Perlakuan keempat memakai kultur bakteri S. lactis dengan penambahan bakteri probiotik B. longum. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian Analisis Sifat Fisiko Kimia dan Mikrobiologi

Produk fermentasi kering dianalisis atas sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi. Sifat fisik yang dianalisis yaitu tingkat kelembutan dan kekerasannya. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air (metode oven SNI 01-2891-1992), kadar protein (metode soxhlet SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (Winarno 1997), kadar abu (metode tanur SNI 01-2891-1992), kadar fosfor (Apriyantono et al. 1989), kadar kalsium (Apriyantono et al. 1989), dan kadar lemak (metode Weibull SNI 01-2891-1992).

Analisis mikrobiologi yang dilakukan mencakup uji Total Plate Count (TPC), uji selektif yang mencakup selektif laktis, enumerasi dan selektif differensial dengan mengacu pada metode yang digunakan oleh Tabasco et al. (2007) yang tersaji pada tabel 2.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan -S. thermophilus

-S. lactis -L.casei -L. bulgaricus -B. longum

Modifikasi Pembuatan Produk Fermentasi Kering Berbahan Baku Susu Sapi

Perlakuan A1

Perlakuan A2

Perlakuan A3

Perlakuan A3

Analisis Mikrobiologi, Fisik dan Kimia

(19)

Tabel 2 Bakteri BAL beserta media selektif, enumerasi, dan differensial yang digunakan

Bakteri Media Lama, suhu, dan kondisi

S. lactis M17 (selektif) 48 jam suhu 37 0C aerob

L. casei

MRSA + 1% b/v ribosa

(Enumerasi) 72 jam suhu 27 0C anaerob

MRSA + 0,15 b/v bilesalt

(Differensial) 72 jam suhu 27 0C aerob

L. bulgaricus MRSA pH 5,2 (Enumerasi) 72 jam inkubasi 43 0C anaerob

S. thermophilus

M17 + 1% b/v laktosa

(enumerasi) 24 jam inkubasi 45 0C anaerob

B. longum

MRSA + LiCl 2 gr/L + 3 gr/L

sodium propionat (Enumerasi) 48 jam suhu 37 0C anaerob

RCA + prussiah blue pH 5

(Differensial) 72 jam suhu 37 0C aerob

Sumber: Tabasco et al. (2007)

Uji Organoleptik

Panelis yang dijadikan dalam penelitian ini adalah panelis semi terlatih, terdiri atas peneliti dan teknisi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Panelis semi terlatih yang digunakan sebanyak 15-25 orang (Setyaningsih et al. 2010). Panelis diminta untuk menilai mutu hedonik dan hedonik terhadap empat sampel. Sampel merupakan produk susu fermentasi kering yang telah dikeringkan dalam oven selama kurang lebih 42 jam.

Mutu hedonik

Uji mutu hedonik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan kekerasan. Atribut yang digunakan meliputi warna (putih-coklat), aroma (sangat beraroma khas susu murni-sangat khas susu asam), kekerasan (sangat lembek-sangat keras), tekstur saat dilidah (sangat halus-sangat kasar), dan rasa (sangat manis-sangat asam). Metode yang digunakan memakai skala numerik dengan pemberian skor 1 sampai dengan 5.

Hedonik

(20)

17

yang digunakan adalah 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka). Nilai terbesar menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi terhadap suatu produk yang dinilai.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Bentuk umum dari rancangan percobaan tersebut adalah:

Yij = µ + Ai +

ɛ

ij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan respon karena perlakuan i dari formula produk susu

fermentasi kering berbahan baku susu sapi pada ulangan ke-j

µ = nilai rata-rata umum

Ai = Pengaruh formulasi produk fermentasi kering pada perlakuan i

ɛ

ij = Galat penelitian karena pengaruh perlakuan i formulasi produk fermentasi kering berbahan baku susu sapi dengan pengulangan ke-j

i = Formulasi produk fermentasi kering berbahan baku susu sapi (i= 1,2,3,4)

dimana:

A1 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis 0,5%

A2 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus casei

(0,25%:0,25%)

A3 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis : Lactobacillus bulgaricus:

Streptococcus thermophilus (0,25%:0,125%:0,125%)

A4 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Bifidobacterium longum

(0,25%:0,25%)

Pengolahan dan Analisis Data

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Kurva Pertumbuhan BAL

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan waktu mulai BAL melakukan pertumbuhan secara eksponensial melalui pembuatan kurva pertumbuhan, persentase starter, dan waktu inokulasi kultur ke dalam susu sapi sebelum proses fermentasi. Kurva pertumbuhan yang diperoleh digunakan untuk penelitian utama.

Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan pada dua jenis BAL, yaitu S. lactis dan S. thermophillus. Pembuatan kurva pertumbuhan BAL L. casei, L. bulgaricus dan B. longum mengacu pada penelitian Suprihanto (2009). Kurva pertumbuhan dibuat untuk mengetahui awal fase BAL mengalami pertumbuhan eksponensial. Waktu pada saat BAL tumbuh secara eksponensial digunakan untuk pencampuran starter dalam pembuatan susu fermentasi kering pada penelitian utama. Starter yang digunakan dalam penelitian utama merupakan BAL pada awal fase pertumbuhan eksponensial atau akhir fase adaptasi BAL sehingga campuran kultur BAL yang digunakan untuk kultur starter memiliki kondisi yang sama. Kurva pertumbuhan BAL disajikan pada Gambar 3 - 7.

Gambar 3 Kurva pertumbuhan Streptococcus lactis

0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

L o g Jum lah BA L d an Nilai p H

Waktu inkubasi (t)

(22)

19

Gambar 4 Kurva pertumbuhan Streptococcus thermophillus

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Lactobacillus casei (Suprihanto 2009)

0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00 15,00 16,00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

L o g Jum lah BA L d an Nilai p H

Waktu inkubasi (t)

PH

cfu/ml

TAT

Kurva Pertumbuhan L. casei

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu Inkubasi (t)

p H d a n L o g P o p u la s i (c fu /m l) 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 pH

Log Populasi (cfu/ml) Asam Laktat (%)

(23)

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus (Suprihanto 2009)

Gambar 7 Kurva pertumbuhan Bifidobacterium longum (Suprihanto 2009) Berdasarkan kurva pada Gambar 3 dan 4 diperoleh bahwa awal fase eksponensial S. lactis adalah jam ke-4 dan fase eksponensial S. thermophilus adalah jam ke 2. Penelitian Suprihanto (2009) ditunjukkan pada Gambar 5-7 dan

Kurva Pertumbuhan L. bulgaricus

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Waktu Inkubasi (t)

pH da n Lo g P op ul as i ( cf u/ m l) 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 pH

Log Populasi (cf u/ ml)

Asam Lakt at (%)

(24)

21

diperoleh bahwa awal fase adaptasi L. casei adalah jam ke-4 , L. bulgaricus jam ke-3 , dan B. longum jam ke-4.

Penelitian Utama

Susu sapi telah banyak dimanfaatkan sebagai produk olahan susu. Dilihat dari aspek gizi, susu digunakan sebagai sumber protein, dan sumber zat gizi mikro, yaitu kalsium (Ca) dan fosfor (P). Jandal (1996) melaporkan bahwa pengolahan susu fermentasi dengan membuatnya dalam kondisi kering dapat mempertahankan masa simpan produk. Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan memberikan beberapa keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil dan meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Hendy 2007). Proses pengeringan bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat pengering. Pembuatan susu fermentasi kering dipilih menggunakan proses pengeringan oleh oven dikarenakan metode ini mudah digunakan, praktis, dan mampu mengurangi kadar air pada produk. Pada pembuatan susu fermentasi kering menghasilkan 60-70% dari berat basahnya. Misalnya berat basah curd yang dikeringkan adalah 300 gram, maka berat produk kering setelah proses pengeringan sebesar 180-210 gram.

Pada penelitian utama dianalisis beberapa sifat fisiko kimia dan mikrobiologi susu fermentasi kering. Produk susu fermentasi kering terdiri atas 4 produk dengan penggunaan kultur BAL yang berbeda. Produk A1 sebagai menggunakan kultur S. lactis, produk A2 menggunakan kultur S. lactis dan L. casei, produk A3 menggunakan kultur S. lactis, S. thermophilus, dan L. bulgaricus, dan produk A4 menggunakan kultur S. lactis dan B. longum. Hasil produksi produk A1, A2, A3, dan A4 disajikan pada Gambar 8.

(25)

Analisis Fisik Susu Fermentasi Kering Tingkat kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu penilaian karakter fisik produk dan biasanya diukur dengan cara menekannya menggunakan tangan atau digigit menggunakan gigi. Produk susu fermentasi kering diukur tingkat kekerasannya menggunakan Texture Analyzer. Hasil analisis sifat fisik tingkat kekerasan susu fermentasi kering disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai tingkat kekerasan susu fermentasi kering

Berdasarkan Gambar 9, perlakuan A2 menghasilkan susu fermentasi kering dengan tingkat kekerasan tertinggi yaitu 1193,44 g. Hal ini dikarenakan kadar air yang sedikit (Gambar 9) sehingga produk memiliki kondisi yang kering dan keras. Semakin sedikit air dalam bahan pangan, sifatnya menjadi kering dan padat. Sebaliknya, perlakuan A1 mempunyai tingkat kekerasan paling rendah yaitu 905,06 g. Hal ini dikarenakan masih tingginya kadar air yang terdapat pada produk A1 setelah proses pengeringan. Tingginya kadar air ini dimungkinkan karena proses penyaringan curd dan whey masih meninggalkan sejumlah air sehingga setelah proses pengeringan kekerasan produk belum maksimal. Kekerasan suaatu produk menjadi acuan seberapa besar kandungan air yang terdapat dalam suatu produk (de Man 1997).

Nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering berturut-turut yaitu A1 (905,06 g), A4 (910,83 g), A3 (1145,44 g), dan A2 (1193,44 g). Diketahui bahwa nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi paling tinggi dimiliki oleh produk dengan penambahan L. casei.

Hasil uji sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering.

905,06a

1193,44 a

1145,44 a

910,83 a

0 200 400 600 800 1000 1200

A1 A2 A3 A4

K

ek

er

as

an

(g

)

(26)

23

Hal ini menandakan bahwa nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering pada perlakuan A1, A2, A3, dan A4 tidak berbeda satu sama lain.

Tingkat Kelembutan

Kelembutan suatu produk dapat dirasakan dengan mengunyahnya di dalam mulut. Tingkat kelembutan produk susu fermentasi kering diukur menggunakan penetrometer. Hasil analisis fisik tingkat kelembutan susu fermentasi kering disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai tingkat kelembutan susu fermentasi kering

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kelembutan susu fermentasi kering. Hasil uji statistik menandakan bahwa nilai kelembutan susu fermentasi kering semua perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain.

Berdasarkan Gambar 10, perlakuan A1 mempunyai tingkat kelembutan tertinggi yaitu sebesar 18 kg/s sedangkan perlakuan A3 mempunyai tingkat kelembutan terendah yaitu sebesar 13,28 kg/s. Lembutnya produk susu fermentasi kering pada perlakuan A1 disebabkan oleh tingginya kadar lemak pada susu. Kadar lemak susu yang tinggi menghasilkan produk olahan susu dengan tekstur yang lembut dan sebaliknya (Banks 2007). Kelembutan susu fermentasi kering dari yang paling lembut secara berturut-turut adalah A1 (18,00 kg/s), A2 (16,50 kg/s), A4 (13,39 kg/s), dan A3 (13,28 kg/s).

Keasaman (PH) dan Total Asam Tertitrasi

Pengukuran nilai pH dilakukan saat susu telah selesai difermentasi selama 24 jam dan saat susu fermentasi kering selesai mengalami proses

18,00

16,50

13,28 13,39

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

A1 A2 A3 A4

ke

lemb

u

tan

kg/s

(27)

pengeringan. Grafik perbandingan pH susu fermentasi kering sebelum dan sesudah mengalami proses pengeringan disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Perbandingan pH susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan

Berdasarkan Gambar 11, nilai pH susu fermentasi kering sesudah proses fermentasi berkisar antara 5,03-5,39. Nilai pH terendah dimiliki oleh perlakuan A2 sedangkan nilai pH tertinggi dimiliki oleh perlakuan A4. Nilai pH susu fermentasi setelah mengalami proses pengeringan berkisar antara 5,74-6,14. Nilai pH terendah dimiliki oleh perlakuan A1 sedangkan nilai pH tertinggi dimiliki oleh perlakuan A4. Perbedaan nilai pH antara susu fermentasi kering sebelum dan sesudah proses pengeringan adalah karena faktor penambahan gula. Gula dapat menngkatkan nilai pH sehingga mengurangi rasa asam pada susu fermentasi. Menurut Fellows (2000), gula mempunyai senyawa-senyawa fruktosa sederhana yang dapat menyebabkan rasa manis dan mempengaruhi tingkat keasaman produk pangan. Hasil sidik ragam pada nilai pH menunjukkan bahwa nilai pH pada susu fermentasi kering semua perlakuan baik sebelum dikeringkan maupun sesudah dikeringkan tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 3).

Perbandingan susu fermentasi kering juga dilakukan dengan mengukur tingkat keasaman melalui total asam tertitrasi. Perbandingan tingkat keasaman susu fermentasi kering sebelum dan sesudah proses pengeringan disajikan pada Gambar 12.

A1 A2 A3 A4

Sebelum 5,16 5,03 5,28 5,39

Sesudah 5,74 5,84 6,08 6,14

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

(28)

25

Gambar 12Perbandingan total asam (%) susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan

Berdasarkan Gambar 12, total asam (%) susu fermentasi kering sebelum proses pengeringan berkisar antara 1,12-1,43% dengan total asam tertinggi yaitu pada produk A1. Setelah proses pengeringan, total asam (%) menurun dan berkisar antara 0,53-0,69 dengan total asam tertinggi pada produk A2. Tingkat keasaman berbanding lurus dengan nilai pH, semakin tinggi nilai pH maka tingkat keasaman semakin turun. Menurut Roissart & Luquet (1994), BAL memproduksi asam laktat dalam tingkat yang berbeda-beda tergantung dari jumlah nutrisi terutama laktosa dan komponen-komponen lain di dalam media susu selama proses fermentasi. Hasil sidik ragam pada total asam (%) susu fermentasi kering menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05)). Hasil uji Duncan menunjukkan perbedaan subset yaitu antara perlakuan A1 dan A2 dengan A3 dan A4 (Lampiran 3).

Analisis Kandungan Gizi Susu Fermentasi Kering

Analisis kandungan gizi susu fermentasi kering meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan fosfor. Perbandingan kandungan zat gizi susu fermentasi kering disajikan dalam bentuk grafik batang pada Gambar 13 dan 14.

A1 A2 A3 A4

sebelum 1,43 1,41 1,22 1,12

sesudah 0,68 0,69 0,53 0,56

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

T

o

tal

A

sa

m

(%

(29)

Gambar 13 Kandungan zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, dan air) susu fermentasi kering per 100g

Gambar 14 Kandungan zat gizi (fosfor dan kalsium) dan abu dari susu fermentasi kering per 100g

Kadar Lemak

Berdasarkan Gambar 13, perlakuan dengan hasil kadar lemak produk susu fermentasi kering terendah dihasilkan dari perlakuan A4 (18,60 %), sedangkan kadar lemak tertinggi dihasilkan dari perlakuan A1 (23,89%). Secara berturut-turut kadar lemak susu fermentasi kering dengan hasil terendah ke yang paling tinggi yaitu A4 (18,60%), A3 (19,16%), A2 (22,40%), dan A1 (23,89%). Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak susu fermentasi kering. Kadar lemak

Lemak (%bk) Protein (%bk) Karbohidrat

(%bk) Air (%bb)

A1 23,89 35,58 18,60 18,86

A2 22,40 36,66 19,15 18,59

A3 19,16 34,19 22,89 21,19

A4 18,60 35,09 23,72 20,09

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 ka d ar p er 10 0 g

Fosfor (%bk) Kalsium (%bk) Abu (%bk)

A1 0,41 0,57 3,08

A2 0,32 0,61 3,19

A3 0,29 0,52 2,57

A4 0,27 0,57 2,50

(30)

27

susu fermentasi kering tidak berbeda antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain.

Menurut Amanda (2010), kadar lemak pada suatu produk olahan susu bervariasi tergantung dari penggunaan jenis susu dan metode pembuatan. Rendahnya kadar lemak pada perlakuan A4 dimungkinkan oleh banyaknya lemak yang terbuang bersama whey saat proses pemisahan dengan curd diakibatkan asam laktat yang sedikit terbentuk.

Kadar lemak yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan produk pangan disebabkan oleh ketengikan yang terbentuk akibat terjadinya reaksi oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan (Herawati 2008). Lemak dalam bahan pangan, selain untuk menambahkan nilai kalori, juga sebagai penambah cita rasa dan memperbaiki tekstur.

Kadar lemak susu fermentasi kering hasil perlakuan A1, A2, A3, dan A4 dengan menggunakan susu sapi mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan produk susu fermentasi kering hasil penelitian Jandal (1996) yang menggunakan susu domba. Hal ini dijelaskan oleh Bondi (1983), bahwa lemak pada susu domba (7,4%/berat) memiliki kandungan yang lebih besar daripada susu sapi (3,5 %/berat).

Kadar protein

Berdasarkan Gambar 13 diketahui bahwa perlakuan A2 menghasilkan kadar protein susu fermentasi kering tertinggi yaitu sebesar 36,66%, sedangkan perlakuan A3 menghasilkan kadar protein terendah yaitu sebesar 34,19%. Kadar protein dari yang tertinggi ke yang terendah berturut-turut yaitu A2 (36,66%), A1 (35,58%), A4 (35,09%), dan A3 (34,19%). Hal ini berarti susu fermentasi kering dengan perlakuan penambahan bakteri L. casei mempunyai nilai kadar protein tertinggi. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein susu fermentasi kering. Kadar protein susu fermentasi kering tiap perlakuan tidak berbeda satu sama lain .

(31)

(1996). Kadar protein susu fermentasi kering berbahan baku susu domba dengan menggunakan S. lactis dan S. cremoris yang dilaporkan oleh Jandal memiliki nilai 26,70-31,91%.

Kadar Karbohidrat

Pada Gambar 13 ditunjukkan bahwa kadar karbohidrat susu fermentasi kering dari yang tertinggi ke yang terendah pada yaitu A4 (23,72%), A3 (22,89%), A2 (19,15%), dan A1 (18,60%). Hal ini berarti perlakuan A4 mempunyai kadar karbohidrat tertinggi dengan kadar sebesar 23,72% sedangkan perlakuan A1 mempunyai kadar karbohidrat terendah sebesar 18,60%. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata pada kadar karbohidrat produk susu fermentasi kering. Hal ini juga menandakan bahwa kadar karbohidrat produk susu fermentasi kering pada semua perlakuan tidak berbeda satu sama lain.

Menurut Jandal (1996), tingginya kadar karbohidrat terutama laktosa disebabkan oleh perubahan parsial dari laktosa menjadi asam laktat dan komponen-komponen volatil pembentuk rasa selama proses fermentasi. Hal ini berarti pada perlakuan A4, bakteri asam laktat yang digunakan tidak mengkonversi laktosa sebanyak pada perlakuan A1. Hal ini juga sesuai dengan perlakuan A1 yang menggunakan kultur starter S. lactis lebih banyak daripada perlakuan A4. Hal ini menyebabkan semakin banyak laktosa yang dikonversi menjadi asam laktat dan komponen-komponen volatil pembentuk rasa sehingga kadar laktosa pada produk A1 lebih rendah daripada produk A4.

Kadar Fosfor dan Kalsium

Pada Gambar 14 diperlihatkan bahwa kadar fosfor produk susu fermentasi kering dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu A1 (412,82 mg/100g), A2 (322,25 mg/100g), A3 (293,82 mg/100g), dan A4 (274,57 mg/100g). Sedangkan kadar kalsium susu fermentasi kering dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu perlakuan A2 (605,20 mg/100g), A4 (569,71 mg/100g), A1 (566,26 mg/100g), dan A3 (523,50 mg/100g).

(32)

29

fermentasi kering. Uji Duncan menunjukkan perlakuan A2, A3, dan A4 tidak berbeda nyata dan memiliki kadar fosfor yang lebih rendah daripada perlakuan A1. Sedangkan hasil sidik ragam pada kadar kalsium (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium susu fermentasi kering. Perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain tidak berbeda pada kadar kalsium.

Menurut Tamime dan Robinson (2007), penggunaan BAL dapat mempengaruhi kandungan gizi suatu produk pangan dikarenakan proses fermentasi yang dilakukan tiap BAL berbeda. Perbedaan perubahan senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dilakukan BAL mengakibatkan kadar fosfor dan kalsium juga berbeda. Hal ini diperkuat oleh Rahman et al (1992) bahwa fosfor dan kalsium berikatan dengan protein susu, dan apabila terjadi proses fermentasi, ikatan akan terlepas sehingga mineral fosfor dan kalsium dalam keadaan bebas.

Kadar Air

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) pada kadar air susu fermentasi kering menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata. Produk terbaik adalah dengan kadar air terendah agar produk dapat disimpan dalam waktu yang relatif lebih lama. Tingginya kadar air pada produk pangan dapat menyebabkan kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri patogen, jamur, dan mikroba lainnya (Christian 1980). Kadar air tertinggi sampai terendah, yaitu perlakuan A3 sebesar 21,19% (%b/b), A4 20,09% (%b/b), A1 18,86% (%b/b), dan A2 18,59% (%b/b).

(33)

Penambahan probiotik L. casei pada perlakuan A2 mengakibatkan rendahnya kadar air susu fermentasi kering. Kemampuan probiotik dalam memecah karbohidrat (oligosakarida) menjadi karbohidrat rantai pendek yang mempunyai struktur lebih kecil, memungkinkan air yang terikat pada karbohidrat menjadi terpisah menjadi air yang tidak terikat (Parvez et al. 2010). Oleh karena itu air dapat mudah dipisahkan bersama whey saat penyaringan curd. Kemungkinan kemampuan bakteri L. casei dengan bakteri B. longum tidak sama dalam memecah karbohidrat sehingga perlakuan A4 tidak menghasilkan kadar air yang rendah.

Kadar Abu

Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 4) diperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu susu fermentasi kering. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain. Perlakuan A2 memiki kadar abu tertinggi yaitu sebesar (3,19%) lalu diikuti dengan A1 (3,08%), A3 (2,57%), dan A4 (2,50%).

Berdasarkan Winarno (2008), semakin tingginya kadar abu suatu bahan makanan maka mengindikasikan bahwa kadar mineral suatu bahan semakin tinggi. Kadar abu juga menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Atmarita dan Sadjaja (2009) menjelaskan bahwa kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan. Tingginya kadar abu produk susu fermentasi kering berdasarkan berat kering pada perlakuan A2 menunjukkan hubungan yang positif pada tingginya kadar kalsium. Selain itu, rendahnya kadar abu berdasarkan berat kering pada perlakuan A4 hanya mempunyai hubungan yang positif pada rendahnya kadar fosfor.

(34)

31

fermentasi kering mempunyai kandungan protein rata-rata 35,38 gram tiap 100 gram. Susu fermentasi kering yang dihasilkan memiliki berat +7 gram/keping, maka dalam 100 gram terdapat +14 produk. Maka untuk memenuhi 25% kebutuhan protein sehari dibutuhkan +6 keping susu fermentasi kering. Mengkonsumsi +6 keping susu fermentasi kering juga dapat memenuhi +30% kebutuhan kalsium sehari.

Susu fermentasi kering ini khusus ditujukan untuk anak-anak berusia 2-6 tahun. Nilai kebutuhan zat gizi per hari untuk anak berusia 2-6 tahun berdasarkan Acuan Label Gizi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yaitu protein sebesar 35 gram, kalsium 500 mg, dan fosfor sebesar 400 mg. Kebutuhan protein yang harus dipenuhi yaitu setidaknya 25% dari kebutuhan satu hari. Maka jumlah susu fermentasi kering yang harus dikonsumsi yaitu sebanyak +4 keping. Selain itu, mengkonsumsi +4 keping susu fermentasi kering dapat memenuhi +28% kebutuhan kalsium sehari, dan +20% kebutuhan fosfor sehari.

Analisis Mikrobiologi

Analisis yang dilakukan meliputi uji Total Plate Count (TPC), selektif S. lactis, selektif enumerasi dan selektif differensial. Produk A1 memakai BAL Streptococcus lactis sehingga uji mikrobiologi yang dilakukan adalah selektif S. lactis dan TPC. Hasil uji mikrobiologi pada perlakuan A1 dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC dan selektif S. lactis Berdasarkan Gambar 15, jumlah total bakteri yang terdapat pada susu fermentasi kering perlakuan A1 sebesar 10,10 unit log cfu/ml dan rata-rata

10,07 10,10

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00

Selektif S. lactis TPC

log

cfu

/ml

(35)

jumlah S. lactis sebesar 10,07 unit log cfu/ml. Berdasarkan Codex standard:243 (2003), jumlah mikroba hidup yang diinginkan dalam suatu produk susu fermentasi berjumlah minimal 1 x 106 cfu/ml atau sebesar 6 unit log cfu/ml. Karna et al. (2007) menyatakan bahwa jumlah minimum bakteri asam laktat dari produk susu fermentasi yang layak dikonsumsi dan memberikan manfaat kesehatan adalah sebanyak 105 sampai 106 cfu/g. Rata-rata jumlah bakteri S. lactis yaitu sebesar 1,2 x 1010 cfu/ml (Lampiran 5) dan sudah melebihi dari jumlah minimum yang telah ditetapkan (>106 cfu/ml). Oleh karena itu, produk susu fermentasi kering A1 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk susu fermentasi.

[image:35.595.105.510.66.827.2]

Produk A2 menggunakan BAL S. lactis dan L. casei. Oleh karena itu, uji mikrobiologi yang dilakukan antara lain uji TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi dan differensial L. casei. Hasil uji mikrobiologi pada perlakuan A2 dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi dan differensial L. casei

Berdasarkan Gambar 16, rata-rata jumlah total bakteri pada produk A2 yaitu sebesar 10,23 unit log cfu/ml dan S.lactis sebesar 10,06 unit log cfu/ml. Selain itu nilai rata-rata uji selektif differensial terhadap L. casei yaitu sebesar 7,52 unit log cfu/ml dan uji selektif enumerasi sebesar 7,34 unit log cfu/ml. Menurut Tannock (1999), jumlah mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik adalah sebesar 106-108 cfu/gram. Jumlah ini sudah dipenuhi oleh produk A2 dengan rata-rata jumlah bakteri S. lactis sebanyak 1,7 x 1010 cfu/ml dan L. casei sebanyak 2,2 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu, produk

10,06 10,23

7,52 7,34

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

Selektif S. lactis TPC Selektif

differensial L. casei

Selektif Enumerasi

L.casei

log

cfu

/ml

(36)

33

susu fermentasi kering A2 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk probiotik.

[image:36.595.111.506.189.409.2]

Produk A3 yaitu produk dengan menggunakan S. lactis dan kultur yogurt (S. thermophilus dan L. bulgaricus). Uji mikrobiologi berupa TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi L. bulgaricus dan S. thermophillus. Hasil uji mikrobiologi pada produk A3 dapat dilihat pada gambar 17.

Gambar 17 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji selektif S. lactis, TPC, selektif enumerasi L. bulgaricus dan S. thermophillus

Hasil pada Gambar 17 menunjukkan bahwa jumlah total bakteri yang terdapat pada produk A3 sebesar 8,94 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 8,44 unit log cfu/ml, S. thermophilus sebesar 6,83 unit log cfu/ml, dan L. bulgaricus sebesar 7,30 unit log cfu/ml.

Jumlah rata-rata bakteri asam laktat pada produk A3 sudah melebihi dari standar yang ditetapkan (>106 cfu/ml) berdasarkan codex standar: 243 (2003) dan Karna et al. (2007), dengan rata-rata jumlah bakteri S. lactis sebanyak 2,7 x 108 cfu/ml, S. thermophilus sebanyak 6,8 x 106 cfu/ml, dan L. bulgaricus sebanyak 2.0 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu, produk susu fermentasi kering A3 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk susu fermentasi.

Produk A4 merupakan produk dengan menggunakan S. lactis dan Bifidobacterium longum. Uji mikrobiologi yang dilakukan yaitu TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi dan differensial B. longum. Hasil uji mikrobiologi pada produk hasil perlakuan A4 dapat dilihat pada Gambar 18.

8,44 8,94

6,83 7,30

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

Selektif S. lactis TPC Selektif

Enumerasi S. thermophillus

Selektif Enumerasi L.

bugaricus

log

cfu

/ml

(37)
[image:37.595.116.498.84.300.2]

Gambar 18 Rataan Jumlah ( log cfu/ml) uji selektif L. lactis, TPC, selektif differensial dan enumerasi B. longum

Hasil pada Gambar 18 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah total bakteri pada produk A4 sebesar 9,06 unit log cfu/ml dan S. lactis sebesar 8,87 unit log cfu/ml. Hasil rata-rata uji selektif differensial B. longum yaitu sebesar 7,33 unit log cfu/ml dan selektif enumerasi sebesar 7,42 unit log cfu/ml. Shah (2000) merekomendasikan agar jumlah bakteri probiotik minimum yang hidup dalam produk susu fermentasi tidak kurang dari 106 cfu/g. Rata-rata jumlah bakteri asam laktat yang terdapat pada produk A4 sudah melebihi dari standar yang ditetapkan (>106 cfu/ml) dengan rata-rata jumlah S. lactis sebanyak 7,3 x 108 cfu/ml dan rata-rata jumlah B. longum sebanyak 2,6 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu, produk susu fermentasi kering A4 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk probiotik.

Sifat Organoleptik

Menurut Setyaningsih et al. (2010), pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan.

8,87 9,06

7,33 7,42

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

Selektif S. lactis TPC Selektif

differensial B. longum

Selektif Enumerasi B.

longum

log

cfu

/ml

(38)

35

Uji Mutu Hedonik

[image:38.595.112.512.151.421.2]

Setyaningsih et al. (2010) menyatakan bahwa uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik. Penilaian mutu hedonik dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa susu fermentasi kering

Warna

Menurut Setyaningsih et al. (2010), warna merupakan alat sensori pertama yang dapat terlihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Suatu produk yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan yang menyimpang dari warna yang seharusnya. Pemilihan warna yang tepat dan sesuai akan menarik minat dan keinginan konsumen untuk membeli.

Sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap atribut warna (Lampiran 6). Susu fermentasi kering A1 memiliki penilaian warna putih kekuningan sama seperti produk A2, A3, dan A4. Menurut Fellows (2000), warna produk dipengaruhi oleh proses pengolahan dan penyimpanan. Pengolahan yang menggunakan pengeringan menyebabkan warna susu fermentasi kering berubah dari putih menjadi putih kekuningan. Adanya gula pada susu fermentasi kering memungkinkan terjadinya reaksi Maillard sehingga susu fermentasi kering berwarna putih kekuningan. Namun, suhu yang tidak

Warna Tekstur Aroma Kekerasan Rasa

A1 2,60 3,00 3,17 3,03 3,77

A2 2,43 2,67 3,30 2,70 3,83

A3 2,40 3,37 3,07 3,60 3,47

A4 2,30 3,10 3,00 2,87 3,13

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00

S

kor

Uji

M

u

tu

Hedo

n

(39)

terlalu tinggi dan penambahan gula yang hanya 10% dari berat curd menyebabkan reaksi Maillard tidak menghasilkan produk dengan warna yang coklat. Warna kuning disebabkan oleh senyawa beta karoten pada susu. Kemiripan warna pada tiap formulasi produk disebabkan lama pengeringan produk yang relatif sama.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al. 2010).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap atribut tekstur. Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan BAL yang berbeda berpengaruh nyata terhadap atribut tekstur. Perbedaan subset yaitu pada produk A2 dengan produk A1, A3, dan A4 (Lampiran 6). Produk A1, A3, dan A4 memiliki penilaian tekstur sedang sedangkan produk A2 memiliki penilaian tekstur halus. Berdasarkan analisis fisik, produk A2 memiliki tingkat kekerasan tertinggi (Gambar 9).

Tekstur produk susu fermentasi dipengaruhi oleh kadar air, lemak, dan protein. Perubahan pada tekstur disebabkan oleh koagulasi atau hidrolisasi protein, pemecahan emulsi pada susu, hidrolisis karbohidrat, dan kehilangan lemak (Fellows 2000). Tekstur pada produk disebabkan oleh banyak faktor mulai dari proses pemanasan susu dan pengeringan produk. Menurut Tomar dan Prasad (1989), susu yang dipanaskan sampai 700C menghasilkan produk yang lembut dan memiliki stuktur kasein yang terbuka. Selain itu, susu asam hasil fermentasi oleh BAL mengalami perubahan tekstur menjadi lebih lembut (Widowati & Misgiyarta). Penambahan gula pasir yang dihaluskan kepada curd mempunyai dampak terhadap tekstur produk yang dihasilkan setelah mengalami proses pengeringan (Manley 2008).

(40)

37

fermentasi tradisional karena memiliki kemiripan dengan produk komersial yang tersedia di pasar.

Aroma

Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat dideteksi menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga hidung (Vaclavik & Christian 2003). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Setyaningsih et al. 2010).

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap atribut aroma susu fermentasi kering (Lampiran 6). Susu fermentasi kering A1 memiliki aroma antara khas susu asam dan khas susu murni dan sama seperti perlakuan A2, A3,dan A4. Pembentukan aroma pada produk fermentasi susu disebabkan oleh beberapa komponen yang dihasilkan pada saat fermentasi seperti diasetil, asetoin, dan butadienol. Komponen paling utama yang berperan adalah diasetil (Quintans et al. 2000). Berdasarkan penilaian pada gambar, produk A2 memiliki nilai tertinggi diantara produk lain. Menurut Fonden et al. (2000) dan Hutkins (2006), L. casei menghasilkan produk dengan aroma khas asam sehingga sering digunakan dalam pembentukan aroma dan rasa pada produk keju.

Kekerasan

Kekerasan merupakan faktor lain yang menjadi penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Biasanya produk pangan yang diminati oleh konsumen memiliki tingkat kekerasan yang sedang agar dapat digigit dengan mudah. Susu fermentasi kering merupakan produk yang dikeringkan dengan cara dioven, oleh karena itu diperlukan penilaian terhadap mutu hedonik atribut kekerasan.

(41)

ini sesuai dengan penilaian panelis karena produk A3 mempunyai tingkat kekerasan yang sedang.

Produk A3 memiliki penilaian yang tinggi terhadap atribut kekerasan dibandingkan dengan produk yang lain. Menurut Panesar (2011), kultur yoghurt dengan simbiosis antara bakteri S. thermophilus dengan L. bulgaricus menghasilkan produk yoghurt yang bertekstur lembut, konsistensi yang

Gambar

Gambar 16 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC, selektif S. lactis, selektif
Gambar 17 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji selektif S. lactis, TPC, selektif
Gambar 18 Rataan Jumlah ( log cfu/ml) uji selektif L. lactis, TPC, selektif
Gambar 19 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Pengaruh Komposisi Media Tanam Serta Pemberian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kolam Aerob Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis

Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 adalah RuBP dalam proses awal assimilasi, yang juga dapat mengikat O2pada saat yang bersamaan untuk

Cabaran yang dihadapi dalam meningkatkan ketertinggian dan kehormatan Raja-Raja Melayu di negara kita ialah rakyat kurang memahami peranan raja-raja dan Raja dianggap sebagai

dengan Children Learning in Science (CLIS), sehingga penelitian ini berjudul “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang

Pembelajaran bukan sekadar guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, namun kegiatan pembelajaran harus dapat menciptakan suasana belajar yang membuat siswa

EMCL bermitra dengan STIKes ICsada Bojonegoro menjalankan sebuah program pelatihan untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di desa-desa di sekitar lapangan Banyu

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa informan, dijelaskan bahwa den- gan diberlakukannya kebijakan sistem pembayaran 1 VA keluarga adalah untuk