ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK
PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
GIAN YUNIARTO WILO HARLAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK
PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR
GIAN YUNIARTO WILO HARLAN H44052827
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Judul Skripsi : Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Nama : Gian Yuniarto Wilo Harlan NRP : H44052827
Mengetahui, Pembimbing
Ir. Nindyantoro, MSP NIP: 19620323 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
RINGKASAN
GIAN YUNIARTO WILO HARLAN. Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINDYANTORO
Barang tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam sektor pertambangan merupakan salah satu usaha guna memenuhi kebutuhan tersebut. Stok lahan yang tetap, mengharuskan pemanfaatan untuk pertambangan akan terbatas jumlahnya. Interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dan sumberdaya alam yang tidak seimbang menimbulkan masalah lingkungan.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah (1) menghitung nilai guna ekonomi dari aktivitas penambangan pasir (2) menelaah dan mengestimasi kerusakan yang diakibatkan kegiatan penambangan pasir. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku potensi desa dan kecamatan, jurnal-jurnal terkait, dan hasil penyusuran data melalui internet. Perhitungan nilai guna ekonomi dan estimasi kerusakan dilakukan dengan menggunakan microsoft excel 2007.
Kegiatan penambangan pasir ini memberikan manfaat berupa pendapatan kepada pihak-pihak yang terlibat. Dari 13 pengusaha pasir dan 34 penambang diperoleh nilai manfaat sebesar Rp 1.260.000.000/tahun, dan Rp 487.500.000/ tahun dari rata-rata pendapatan 25 supir dan buruh pengangkut. Diperkirakan pasir habis dalam 2,5 tahun, sehingga total pendapatan sebagai nilai guna dari kegiatan penambangan pasir adalah Rp 4.368.750.000.
Lahan sawah yang dikonversikan menjadi lahan untuk kegiatan penambangan pasir mengakibatkan hilangnya fungsi dan multifungsi lahan sawah. Manfaat yang hilang meliputi aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya. Nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir di desa Sukaresmi seluas 1,064 ha, diperoleh dari nilai kerugian ekologi dan nilai kerugian ekonomi, termasuk hilangnya produksi padi yaitu sebesar Rp 15.604.438.978,6. Berdasarkan total nilai guna dan estimasi nilai kerusakan, diperlukan pengendalian dari kegiatan penambangan pasir tersebut.
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Sumberdaya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan. Penentuan nilai ekonomi suatu sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka.
Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT.
Bogor, Mei 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji utama. 3. Bapak Novindra, SP sebagai dosen penguji wakil departemen.
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
5. Pemerintah Kecamatan Tamansari dan Desa Sukaresmi serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian.
6. Para pengusaha dan penambang pasir yang telah memberikan informasi guna penyelesaian penelitian.
7. Ibunda, Ayah, dan kakak tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus.
8. Gita Herdiani, atas semua bantuan dan dukungannya.
9. Teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan angkatan 42.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juni 1987. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Dedi Hendarmawan dan Gede Aswatuti. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Mutiara Bekasi pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Raflesia Raya sampai kelas 2 SD, dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar nya di SD Negeri Bangka 3 Bogor. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor, dan masuk dalam program IPA pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan saat pemilihan jurusan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
DAFTAR ISI 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat ... 8
2.2 Pertambangan Pasir ... 10
2.3 Dampak Kegiatan Pertambangan Pasir ... 13
2.4 Alih Fungsi Lahan ... 15
2.4.1 Faktor Penyebab Konversi Lahan ... 16
2.4.2 Dampak Konversi Lahan ... 17
2.4.3 Produktifitas Lahan ... 17
2.5 Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam ... 18
2.6 Metode Biaya Pengganti ... 22
4.4.1 Penilaian Pendapatan dari Kegiatan Penambangan ... 29
4.4.2 Biaya Kerugian Ekologis ... 29
4.4.3 Biaya Kerugian Ekonomi ... 33
4.4.2 Analisis Hilangnya Produksi Padi ... 35
ix
5.1.3.1 Letak dan Keadaan Geografis ... 45
5.1.3.2 Keadaan Demografi ... 46
5.2 Karakteristik Responden ... 47
5.2.1 Responden Pengusaha Pasir ... 47
5.2.2 Responden Penambang Pasir ... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Proses Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir ... 50
6.2 Identifikasi Dampak Positif dan Negatif dari Kegiatan Penambangan Pasir ... 56
6.2.1 Identifikasi Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir . 56 6.2.2 Identifikasi Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir ... 57
6.3 Penilaian Dampak Positif dan Negatif Kegiatan Penambangan Pasir ... 60
6.3.1 Penilaian Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir .... 61
6.3.2 Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir ... 62
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 69
7.2 Saran... 70
x DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nama Desa di Kecamatan Tamansari ... 38
2. Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Tamansari ... 39
3. Data Jumlah Sekolah ... 41
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 45
5. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan di Desa Sukaresmi ... 46
6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 47 7. Karakteristik Responden Pengusaha Pasir ... 48
8. Karakteristik Responden Penambang Pasir ... 49
9. Pendapatan Pengusaha Pasir ... 61
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Nilai Ekonomi Total ... 21
2. Alur Kerangka Operasional... 26
3. Proses Penambangan Pasir ... 53
4. Sketsa Relief Dinding Galian yang Disyaratkan ... 55
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam meliputi air, udara, tanah, tumbuhan, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia tetapi juga merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional. Sumberdaya alam tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Pengelolaan sumberdaya alam dengan baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia.
Barang tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut dengan sumberdaya terhabiskan (depletable) adalah sumberdaya yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya ini dibentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai (Fauzi, 2006).
2 aspek lingkungan dapat menjadi pendorong terjadinya berbagai bencana yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan (Rani, 2004).
Jumlah penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan. Peningkatan penyediaan kebutuhan manusia dipenuhi dengan mengelola sumberdaya yang ada. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam sektor pertambangan merupakan salah satu usaha guna memenuhi kebutuhan tersebut. Stok lahan yang tetap, mengharuskan pemanfaatan untuk pertambangan akan terbatas jumlahnya. Banyak konflik mengenai perebutan hak atas lahan menggambarkan berbagai permasalahan sumberdaya lahan akan timbul seiring pertumbuhan penduduk.
Masalah lingkungan timbul dari hasil interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dan sumberdaya alam, atau adanya mekanisme permintaan akan lingkungan dan suplai/penawaran lingkungan. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan. Tingginya permintaan sumberdaya alam yang tidak bisa didukung oleh ketersediaan dan suplai sumberdaya alam, akan menyebabkan terjadinya pengurasan sumberdaya alam yang akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan (Yakin, 1997).
3 sumberdaya perlu mengetahui betapa pentingnya valuasi ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (dalam jangka panjang) daerahnya dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada dan tetap menjaga kualitas lingkungan.
Penentuan nilai ekonomi suatu sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka, sekaligus bermanfaat dalam menciptakan penilaian yang tepat dalam menentukan keberlanjutannya (Suparmoko 2002 UdalamU Ansahar 2005). Berdasarkan tujuan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mampu mencapai efisiensi dan manfaat yang maksimal, maka penambangan pasir di Kecamatan Tamansari diperlukan suatu valuasi ekonomi. 1.2 Perumusan Masalah
4 Jenis sumberdaya terhabiskan yang banyak dimanfaatkan secara ilegal adalah barang tambang, salah satunya yaitu pasir. Semakin meningkatnya kebutuhan bahan galian industri khususnya pasir seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, maka kegiatan penambangan pasir ilegal semakin meluas. Hal ini juga terjadi di salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Tamansari.
Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, baik itu untuk pekerja penambangan (secara langsung) maupun sebagai supir kendaraan pengangkut pasir (secara tidak langsung). Masyarakat tidak memerlukan keahlian khusus dan hanya dengan menggunakan peralatan penggalian sederhana, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan ini. Selain dampak positif, kegiatan pertambangan pasir juga menimbulkan dampak negatif. Pada umumnya, segala macam kegiatan pertambangan, termasuk penambangan pasir, mengakibatkan dampak negatif kepada lingkungan. Sifat penambangan yang mengambil/mengeksploitasi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan tidak terelakkan lagi.
5 kesuburan tanah (Rani, 2004). Tentu saja hal ini merupakan dampak negatif dari kegiatan pertambangan pasir yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang harus diterima oleh penduduk sekitar.
Pertambangan pasir dilakukan secara terbuka. Pada tahap awal pertambangan dilakukan pembersihan lahan (land clearing) yang merupakan tahap pembersihan lahan dari semak-semak, pepohonan kemudian pembuangan lapisan top soil. Setelah lahan tersebut selesai digali, lapisan top soil tersebut tidak dikembalikan lagi ke asalnya. Hal ini menyebabkan tanah menjadi tidak subur. Tanah berpasir tidak mempunyai kemampuan menyerap air dan hara sehingga tanah berpasir tidak subur dan mudah kering. Tanah berpasir juga mengandung liat, kapasitas kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus (Soepardi 1983 UdalamU Rani 2004).
6 dan lingkungan tersebut. Akibatnya sumberdaya alam dan lingkungan yang belum diapresiasi pasar memiliki nilai yang rendah, bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada akhirnya masyarakat menjadi kurang peduli atas sumberdaya alam beserta lingkungannya.
Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan secara objektif dan kuantitatif bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal yang memberikan nilai ekonomis. Penilaian ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan sangat penting karena menyangkut keputusan pengembangan dan pengaturan pemanfaatannya bagi kepentingan peningkatan ekonomi masyarakat, daerah, maupun tingkat nasional. Dengan demikian, maka diharapkan upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan akan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian di atas kemudian timbul beberapa rumusan pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, seperti :
1. Bagaimana proses kegiatan penambangan pasir ilegal di Kecamatan Tamansari berlangsung?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan pasir? 3. Berapa nilai guna dan nilai kerusakan lingkungan akibat aktivitas
penambangan pasir? 1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
7 2. Menelaah dampak positif dan negatif yang terjadi akibat penambangan
pasir.
3. Mengestimasi nilai guna dan nilai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan pasir.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian mengenai dampak kegiatan penambangan pasir ini antara lain:
1. Memberikan informasi terhadap masyarakat sekitar serta pihak-pihak lain yang terkait mengenai dampak kegiatan pertambangan pasir, baik dampak positif maupun dampak negatif.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukkan bagi pemerintah daerah setempat dalam menerapkan kebijakan mengenai kegiatan pertambangan pasir, khususnya penambangan pasir di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
3. Sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis. 1.5 Batasan Penelitian
Hal-hal yang menjadi batasan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Wilayah dan objek penelitian adalah kawasan penambangan pasir di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
2. Kerusakan lingkungan sebagai dampak negatif dari kegiatan penambangan pasir berupa rusaknya dan hilangnya fungsi dan multifungsi lahan sawah. 3. Nilai kerusakan dilihat dari biaya kerugian ekologis dan biaya kerugian
8 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat
Kegiatan pertambangan adalah secara aman dan menguntungkan mengambil bahan mineral dari dalam tanah (Acton 1973 UdalamU Rani 2004). Berdasarkan definisi sumber daya alam tidak terbarukan adalah sumber daya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, maka barang tambang dapat dikatakan sebagai sumber daya tidak terbarukan. Karena sifatnya yang tidak terbarukan ini, maka dalam kurun waktu tertentu cadangan sumberdayanya akan habis dan dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan lingkungan sosial. Pada dasarnya kegiatan pertambangan akan menyebabkan perubahan bentang alam sehingga berpotensi mengubah tatanan ekosistem suatu wilayah.
Permasalahan pembangunan ekonomi adalah bagaimana pemenuhan kebutuhan pembangunan dapat dilakukan seiring dengan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan. Pada dasarnya kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam akan mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan ke arah yang lebih buruk, sedangkan lingkungan merupakan fondasi dasar bagi kegiatan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan konsep keberlanjutan dalam kegiatan pembangunan.
9
• Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu
menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
• Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan
harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
• Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem
yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Lingkungan, sosial, dan ekonomi merupakan suatu kesatuan dan dengan pemahaman dari ketiga aspek ini maka pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
10 1. Mematuhi kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2. Mempunyai perencanaan yang menyeluruh tentang teknik pertambangan dan mematuhi standar yang telah ditetapkan;
3. Menerapkan teknologi pertambangan yang tepat dan sesuai;
4. Menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan di lapangan;
5. Menerapkan prinsip konservasi, peningkatan nilai tambah, serta keterpaduan dengan sektor hulu dan hilir;
6. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawan; 7. Melindungi dan memelihara fungsi lingkungan hidup;
8. Mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat;
9. Menghasilkan tingkat keuntungan yang memadai bagi investor dan karyawannya;
10.Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang.
2.2 Pertambangan Pasir
11 Menurut Soedarmo dan Hadiyan (1980), terdapat dua pasir kwarsa, yaitu pasir kwarsa putih dan pasir kwarsa hitam. Pasir kwarsa putih, yang kita sebut sehari-hari sebagai pasir putih, adalah batuan yang terbentuk karena pengendapan dari hasil pelapukan batuan, dan akhirnya dicuci oleh alam misalnya oleh air atau angin. Oleh karena itu, pasir putih banyak terdapat di tepi sungai, pantai-pantai laut dan dasar laut. Adanya warna yang abu-abu disebabkan karena adanya kotoran: seperti oksida logam dan bahan organik. Jenis dan banyaknya kotoran-kotoran yang melekat pada pasir kwarsa merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu dan tujuan pemakaiannya.
Pasir kwarsa hitam adalah pasir biasa yang kita kenal sehari-hari, yang berwarna kehitam-hitaman dan biasa dipakai bahan bangunan. Pasir ini terutama terdiri dari kristal-kristal silikat (SiO2). Terbentuknya pasir ini sama dengan terbentuknya pasir kwarsa putih akan tetapi berhubung banyaknya berbagai macam kotoran-kotoran yang melekat padanya, terutama kotoran-kotoran yang terdiri dari oksida-oksida logam dan bahan organik, maka warnanya tidak putih bersih lagi, tapi menjadi kehitam-hitaman. Pasir kwarsa hitam yang terdapat di tepi-tepi sungai, danau dan laut, bentuknya agak bulat dan licin, sedangkan di daratan umumnya runcing-runcing dengan permukaan yang agak besar. Mutu dari pasir kwarsa hitam bergantung dari bentuk butiran-butiran dan banyaknya kotoran-kotoran yang melekat padanya. Kotoran-kotoran yang dianggap berbahaya untuk keperluan bangunan adalah lempung, bahan-bahan organik, dan garam sulfat.
12 semen, dan sebagainya. Pasir kwarsa juga digunakan sebagai bahan baku untuk “fero silicon/silicon karbit” dan bahan baku pembuatan amplas.
Dalam pertambangan umum kita mengenal beberapa macam cara penambangan yaitu penambangan dalam (under-ground mining), penambangan terbuka (open-pit mining), penambangan hydrolis (hydraulic mining), dan pengerukan (dredging), yang dapat dilakukan di darat maupun di laut (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1976). Shenyakov (1970) UdalamU Rani (2004) menyatakan bahwa pertambangan bahan bangunan pasir dan batu menggunakan sistem pertambangan terbuka (open-cut mining). Hal ini dilakukan karena jenis bahan galian tersebut berada di permukaan tanah atau dalam kedalaman yang tidak terlalu dalam.
Penambangan pasir dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara mekanis. Menurut Handoyo et al. (1999) UdalamU Rani (2004), penambangan pasir dengan alat mekanis menggunakan peralatan Back Hoe, Excavator, Loader, dan Bulldozer. Penambangan pasir secara mekanis meliputi kegiatan:
1. Pengupasan, yaitu kegiatan memindahkan lapisan tanah penutup (over burden) yang tebalnya sekitar 0,5-5 meter dengan menggunakan alat berat Back Hoe dan Excavator.
2. Penggalian dan pemuatan, yaitu kegiatan penggalian lasir dari sumber lapisan dan sekaligus memuatnya ke dalam truk. Alat yang digunakan adalah Back Hoe, Excavator, dan Wheel Loader.
13 Cara penambangan konvensional dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti linggis, cangkul, dan sekop. Penambangan dilakukan dengan cara berkelompok terdiri dari 4-5 orang.
2.3 Dampak Kegiatan Penambangan Pasir
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, pengangkutan dan penjualan tidaklah menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan hidup yang berarti untuk dipersoalkan. Penambangan, pengolahan dan pemurnian dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan lingkungan hidup yang cukup besar, apabila tidak dilakukan pengaturan-pengaturan sebagaimana mestinya.
Kegiatan penambangan dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan permukaan tanah. Usaha pengolahan dan pemurnian dapat mengakibatkan pencemaran air (sungai, danau, laut) dan pencemaran udara akibat adanya bahan-bahan kimia atau kotoran-kotoran sisa yang terjadi dalam pengolahan dan pemurnian atau sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia tertentu dalam proses pengolahan dan pemurnian.
14 yang dikembalikan ke dalam lubang galian. Bahan galian apabila ditumpuk/disimpan dapat mengakibatkan bahaya longsor atau senyawa beracun tercuci ke daerah hilir, serta kebisingan suara, debu, getaran, dari mesin-mesin dan ledakan bahan peledak.
Sedangkan BPHN (1976) menyatakan bahwa penambangan dalam dapat mengakibatkan tanah runtuh apabila pengisian ruang-ruang kosong di bawah tanah tidak dilakukan. Penambangan dalam dapat juga mengakibatkan turunnya permukaan air tanah (ground water level). Penambangan terbuka dapat mengakibatkan tanah longsor, genangan-genangan air, dan mengakibatkan tanah menjadi gersang sehingga sukar untuk dihijaukan kembali.
Dengan demikian maka masalah lingkungan hidup di pertambangan terutama berada dalam kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pengolahan. Dan menurut cara penambangannya, masalah yang besar akan timbul pada penambangan dalam dan penambangan terbuka, termasuk cara pengerukan (dredging), jika kegiatan penambangan ini dilakukan tanpa menerapkan prinsip konservasi dan upaya rehabilitasi lahan.
Menurut Wardoyo et al. (1999) UdalamU Rani (2004), dampak fisik akibat pertambangan pasir adalah:
1. Perubahan bentang alam
15 2. Perubahan iklim mikro
Kegiatan pertambangan pasir akan mengakibatkan perubahan arah angin, kecepatan angin, dan suhu.
3. Terganggunya habitat biologi
Perubahan lahan dan hilangnya vegetasi akan mengakibatkan terganggu dan hilangnya habitat flora dan fauna.
4. Terganggunya jalur akuifer air tanah
Pemotongan bukit akan mengganggu jalur akuifer air tanah. Akuifer air tanah merupakan sumber air tanah bagi masyarakat.
5. Berkurangnya produktivitas tanah
Penurunan kualitas tanah akibat hilangnya lapisan top soil akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang.
2.4 Alih Fungsi Lahan
Utomo, et al. (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
16 Kelurahan Mulyaharja, Sihalaho (2004) memaparkan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama, yakni (1) faktor pada aras makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan ‘marginalisasi’ ekonomi atau kemiskinan ekonomi, (2) faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi).
2.4.1 Faktor Penyebab Konversi Lahan
Konversi lahan pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan perumahan. Secara umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian sangat sulit dihindari (Kustiawan, 1997).
17 pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakan. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya persediaan lahan rata-rata per orang.
2.4.2 Dampak Konversi Lahan
Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indicator kesejahteraan masyarakat desa (Furi, 2007). Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (sektor informal).
Menurut Munir (2008), dampak konversi lahan pertanian menjadi penambangan pasir dan batu di Desa Candimulyo, Wonosobo dapat dilihat pada berbagai kehidupan masyarakat berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat adalah meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani, tingkat keamanan yang meningkat, serta berkurangnya tingkat pengangguran karena banyaknya masyarakat yang pada awalnya menganggur ikut bekerja menjadi buruh penambangan pasir dan batu. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah perubahan sikap sebagian masyarakat selalu ingin mengambil bagian keuntungan dari orang lain dan dampak lingkungan yang menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak.
2.4.3 Produktifitas Lahan
18 dihasilkan oleh lahan sawah tersebut semakin rendah dan selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani akan semakin rendah. Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktifitas lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktifitas rendah (Utama, 2006).
2.5 Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam
Indonesia memilki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, namun bangsa Indonesia belum dapat menghargai/menilai sumberdaya alam ini secara benar dan semestinya. Nilai yang diberikan terhadap sumberdaya alam hanya sebatas nilai pasarnya dan nilai pasar ini pada umumnya didasarkan atas kegunaan dari sumberdaya alam tersebut. Akibatnya sumberdaya alam yang belum diapresiasi pasar memiliki nilai yang rendah, bahkan tidak bernilai sama sekali. Dan pada akhirnya masyarakat Indonesia menjadi kurang peduli atas sumberdaya alamnya,termasuk kondisi lingkungan.
19 Handayani (2002), penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka.
Penilaian merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan tertentu manusia atau masyarakat. Penilaian mencakup kegiatan akademis untuk pengembangan konsep dan metodologi untuk menduga nilai manfaat. Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu obyek, bagi orang tertentu, pada waktu dan tempat tertentu. Persepsi tersebut berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat itu. Untuk menilai berapa besar nilai sumberdaya alam ini sangat bergantung pada sistem nilai yang dianut. Sistem nilai tersebut antara lain mencakup: apa yang dinilai, kapan dinilai, dimana dan bagaimana menilainya, kelembagaan penilai dan sebagainya (Davis dan Johnson
U
dalamU Ansahar 2005).
Terdapat hubungan timbal balik yang erat antara aktivitas ekonomi/pembangunan dan lingkungan. Kegiatan ekonomi/pembangunan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Diperlukan apresiasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, agar daya dukung lingkungan terhadap pembangunan tidak menurun.
20 keberadaannya agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya alam dan lingkungan memiliki fungsi ekonomis dan ekologis dan keduanya perlu diapresiasi untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Nilai dari sumberdaya alam dan lingkungan merupakan total dari barang dan jasa yang perlu diapresiasi tersebut. Untuk kemudahan dalam menentukan nilai tersebut, diperlukan tolak ukur yang relatif mudah dan relatif dapat diterima dari berbagai sudut pandang keilmuan, yaitu harga. Ada tiga langkah yang dikemukakan oleh Ruitenbeek (1991) UdalamU Wawo (2000) dalam menilai suatu ekosistem secara ekonomi, yaitu: (1) identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem, (2) kuantifikasi segenap manfaat ke dalam nilai uang, dan (3) pilihan dan evaluasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam yang terkandung dalam ekosistem itu.
21 Gambar 1. Nilai ekonomi total
Penjelasan mengenai komponen-komponen nilai ekonomi total: 1. Nilai Kegunaan Konsumtif (use value)
Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari :
a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.
b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.
2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif ( non-use value)
Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti terlihat dalam gambar terdiri dari:
22 a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut.
b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang.
Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang.
Manfaat dari penentuan nilai ekonomi total adalah: (1) apresiasi yang tinggi terhadap SDAL, (2) merupakan data/informasi penting untuk menentukan kebijakan pengelolaan SDAL, (3) sebagai bahan analisis dalam menentukan proyek pemanfaatan SDAL.
2.6 Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Methode)
Menurut Dewi (2006), metode ini didasarkan kepada biaya ganti rugi asset produktif yang rusak karena penurunan kualitas sumberdaya atau kesalahan pengelolaan. Biaya ini diperlukan sebagai estimasi minimum dari nilai peralatan yang dapat mereduksi limbah atau perbaikan cara pengelolaan praktis sehingga dapat mencegah kerusakan. Nilai minimum ini akan dibandingkan dengan biaya peralatan yang baru. Contoh yang relevan adalah konversi hutan bakau menjadi bangunan. Kenyataan menunjukkan perubahan tersebut tidak hanya menyangkut keseimbangan rantai makanan biota-biota yang hidup dalam ekosistem tersebut, akan tetapi juga menyangkut aspek lain, misalnya pengurangan luas hutan berdampak pada pengurangan unsur hara dan penurunan nilai populasi udang tangkap sebagai akibat :
23 • Rusaknya daerah asuhan (nursery ground)
• Penurunan produktivitas primer diperairan.
Setelah dihitung jumlah kerugian, serta kerugian karena unsur hara yang berkurang akibat berkurangnya luas hutan bakau dalam bentuk nilai uang, maka hasil perhitungan merupakan jumlah biaya pengganti yang harus dikeluarkan jika kebijakan pengelolaan hutan bakau tersebut dilaksanakan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai penambangan pasir masih relatif sedikit jumlahnya. Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ansahar (2005), mengenai valuasi ekonomi dan dampak lingkungan pada penambangan pasir darat di Tarakan. Dalam penelitiannya, Ansahar juga mencoba mengidentifikasi dampak dari kegiatan penambangan pasir darat dan menilainya. Terdapat perbedaan komponen biaya pengganti yang digunakan sebagai penilaian kerusakan lingkungan antara penelitian yang dilakukan Ansahar dengan penelitian ini. Ansahar menggunakan tiga komponen biaya pengganti, yaitu biaya dampak kualitas udara dan partikel debu; biaya penurunan tanaman produktif; dan biaya dampak erosi tanah, sedimentasi dan kerusakan lahan. Selain itu, penambangan pada penelitian Ansahar bersifat legal, sedangkan penambangan pasir di Kecamatan Tamansari bersifat liar dan tidak memiliki izin. Hasil dari penelitian Ansahar menunjukan bahwa nilai ekonomi dari aktifitas penambangan pasir lebih besar dibandingkan nilai kerusakan lingkungannya.
24 III. KERANGKA PEMIKIRAN
Terdapat hubungan timbal balik yang erat antara aktivitas ekonomi/ pembangunan dan lingkungan. Peningkatan kebutuhan bahan galian industri khususnya pasir meningkat seiring dengan laju pembangunan dan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, menyebabkan kegiatan penambangan pasir semakin meluas. Walaupun kegiatan pertambangan pasir memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah dan masyarakat setempat, tetapi dampak negatif dari kegiatan ini pun tidak bisa diabaikan terutama dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan sehingga menimbulkan masalah lingkungan diantaranya yaitu : 1) berkurangnya atau hilangnya pasir, 2) menurunnya kualitas udara, 3) menurunnya kualitas air, 4) terjadinya erosi tanah, 5) terjadinya longsor, 6) kerusakan lahan, 7) terganggunya vegetasi dan satwa di sekitar bantaran sungai, 8) kurangnya estetika, 9) terjadi polusi akibat mobilisasi kendaraan pengangkut pasir. Tentu saja dampak negatif dari kegiatan pertambangan pasir ini harus diterima oleh penduduk sekitar.
25 penambangan pasir dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya untuk mengetahui apakah kegiatan penambangan pasir ini lebih banyak memberikan dampak positif ataukah dampak negatifnya. Jika berdasarkan penelitian yang dilakukan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan pasir lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya maka penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam kegiatan pertambangan ini.
26 Gambar 2. Alur Kerangka Operasional.
Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Penambangan Pasir
Dampak terhadap Lingkungan: - Kerusakan lahan
- Hilangnya sumberdaya pasir, batu, dan tanah
- Hilangnya fungsi dan multifungsi sawah Dampak terhadap Ekonomi :
- Penyerapan tenaga kerja - Pemenuhan kebutuhan sumberdaya pasir
Penilaian Ekonomi : - Nilai Guna Langsung - Nilai Guna Tidak Langsung
Penilaian Dampak Lingkungan: Nilai Kerusakan Lahan
Pertanian
27 IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 dan dilaksanakan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai dampak penambangan pasir di lokasi tersebut. Wilayah ini telah cukup lama menjadi tempat penambangan pasir. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mencoba melakukan penelitian dan menilai sejauh mana penambangan pasir di wilayah tesebut dapat memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar maupun perekonomian daerah serta dampak lingkungan yang menyertainya.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang terkait kegiatan penambangan pasir dan jawaban yang bersumber dari responden melalui wawancara serta pengukuran langsung di lokasi penelitian. Wawancara dengan tokoh masyarakat mengenai pengaruh adanya kegiatan penambangan pasir terhadap kehidupan masyarakat dan terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan jawaban yang bersumber dari responden melalui wawancara digunakan untuk memperoleh informasi mengenai nilai guna langsung dan tidak langsung yang diperoleh responden dengan adanya kegiatan penambangan pasir serta dampak yang mereka terima (baik dampak positif maupun negatif).
28 meliputi data lokasi yang merupakan wilayah penambangan pasir di Kecamatan Tamansari dan jumlah penambang pasir yang relevan untuk dijadikan responden dalam penelitian ini.
4.3 Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analasis deskriptif, kuantitatif, dan kualitatif. Analisis deskriptif dan kualitatif digunakan untuk mengetahui sistem pengelolaan yang menunjang aktivitas penambangan pasir rakyat (tambang inkonvensional) baik termasuk lembaga pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Sementara analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung serta nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir dengan menggunakan microsoft excel 2007.
4.4 Perhitungan Nilai Ekonomi
29 4.4.1 Penilaian Pendapatan dari Kegiatan Penambangan
Hasil yang didapat dari aktifitas penambangan berupa pasir yang tersedia dan pasir yang dapat langsung dijual kepada konsumen disebut dengan nilai guna lansung. Nilai pasir diperoleh dari besarnya pendapatan yang diperoleh pengusaha dan panambang pasir. Dengan asumsi 300 hari kerja dalam satu tahun, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
300
Dimana: NP = Nilai pasir/tahun (Rp)
Pp = Pendapatan dari kegiatan penambangan pasir (Rp) Jp = Jumlah penambang
4.4.2 Biaya Kerugian Ekologis
Berdasarkan KLH (2006), penambangan galian C (penambangan batu, pasir, dan tanah) mengakibatkan kerusakan ekologis sehingga diperlukan biaya pengganti yaitu biaya pembuatan reservoir, biaya pengaturan tata air, biaya pengendalian erosi dan limpasan, biaya pembentukan tanah, biaya pendaur ulang unsur hara, biaya pengurai limbah, biaya keanekaragaman hayati, biaya sumberdaya genetik dan biaya pelepasan karbon.
1. Biaya fungsi penampungan air
CR = KA x 2 x 103 (m3/ha) x CR (Rp/m3) x LA (ha) x MR (Rp/100th) Dimana :
CR : Biaya pembuatan reservoar (Rp/m3)
LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak (ha) MR : Biaya pemulihan reservoar (Rp/100th)
30 Biaya pemeliharaan reservoir sampai lahan terdegradasi (lahan terbuka) pulih selama 100 tahun
CPMR = BPMR x 100 x LA Dimana :
CPMR : Biaya pemeliharaan reservoar (Rp) BPMR : Baseline biaya reservoar (Rp 200.000/ha) LA : Luas lahan yang dirambah (ha)
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara reservoar sebesar : CFPA = CR + CPMR
2. Biaya pengaturan tata air
Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air untuk keperluan budi daya dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya, dan Purwowidodo (1999) UdalamU KLH (2006) untuk budidaya tanaman Rp 19.000.000 / ha dan penyediaan air minum (PAM) Rp 3.710.000 / ha.
CTA = BTA (Rp/ha) x IHK1/IHK99 x LA CTA : Biaya pengaturan tata air
BTA : Baseline biaya pengaturan tata air (Rp 22.810.000) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK99 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1999) 3. Biaya pengendalian erosi dan limpasan
Biaya pengendalian erosi dan limpasan dalam daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya, dan Purwowidodo (1999) UdalamU KLH (2006) sebesar Rp 6.000.000 / ha.
31 CEI : Biaya erosi dan limpasan
BEI : Biaya erosi dan limpasan baseline (Rp 6.000.000) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK99 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1999) 4. Biaya pembentukan tanah
Pembentukan tanah menurut Hardjowigeno (1993) UdalamU KLH (2006) sebesar 30 ton/ha sehingga biaya pembentukan tanah Rp 1.500.000 / ha dikalikan dengan solum tanah yang hilang (STH) dibagi 2,5 mm.
CPT = SLH / 2,5 mm x BPT (Rp/ha) x IHK1/IHK93 x LA CPT : Biaya pembentukan tanah
SLH/2,5 mm : Solum tanah yang hilang
BPT : Biaya pembentukan tanah baseline (Rp 1.500.000 / ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK93 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1993) 5. Biaya hilang unsur hara
Biaya hilangnya unsur hara menurut Wasis (2005) UdalamU KLH (2006) akibat penambangan galian C Rp 9.548.000 / ha
CUH = BUH (Rp/ha) x IHK1/IHK05 x LA CUH : Biaya hilangnya unsur hara
32 6. Biaya fungsi pengurai limbah
Biaya hilangnya fungsi pengurai limbah menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp 435.000
CPL = BPL (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA CPL : Biaya pengurai limbah
BPL : Baseline biaya pengurai limbah (Rp 435.000/ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 7. Biaya pemulihan biodiversity
Biaya pemulihan biodiversity menurut Pangestu dan Achmad (1998)
U
dalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp 2.700.000 / ha. CPB = BPB (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana :
CPB : Biaya pemulihan biodiversity
BPB : Baseline biaya pemulihan biodiversity (Rp 2.700.000/ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 8. Biaya pemulihan genetik
Biaya pemulihan genetik menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp 410.000 / ha.
Cgen = Bgen (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana :
Cgen : Biaya pemulihan genetik
33 IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C
IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 9. Biaya pelepas karbon
Biaya pelepas karbon menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp 90.000 / ha.
Ccar = Bcar (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana :
Ccar : Biaya pemulihan carbon
Bcar : Baseline biaya pemulihan carbon (Rp 90.000/ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) Total kerugian ekologis
CKEg = CFPA + CTA + CEI + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen + Ccar Dimana :
CKEg : Biaya total kerugian ekologis 4.4.3 Biaya Kerugian Ekonomi
Biaya kerugian ekonomi terdiri atas 2 hal yaitu nilai batu, pasir, dan tanah dan hilangnya umur pakai lahan.
1. Nilai batu, pasir, dan tanah
Menurut Wasis (2005) UdalamU KLH (2006) nilai batu, pasir, dan tanah sebesar Rp 50.000/m3
CBPT = BBPT x LTH m / 0,2 m x 2.000 m3/ha x IHK1/IHK05 x LA Dimana :
34 BBPT : Baseline biaya batu, pasir, dan tanah (Rp 50.000/m3)
LTH : Lapisan tanah hilang (m)
IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK05 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 2005) 2. Umur pakai lahan
Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan selama 100 tahun. Hal ini disebabkan pemulihan fungsi lahan diperkirakan memerlukan waktu sekitar 100 tahun, walaupun pada kenyataan secara umum tidak akan kembali. Untuk itu seandainya lahan tersebut digunakan untuk budi daya tanaman. Menurut penelitian Tim Demfarm IPB (2002) pada 1 ha tanah nilai pakai lahan untuk budi daya tanaman sebesar Rp 32.000.000 / ha.
CUPL = 100 x BUPL x IHK1/IHK02 x LA Dimana :
CUPL : Biaya hilangnya umur pakai lahan
BUPL : Baseline biaya hilangnya umur pakai lahan (Rp 32.000.000/ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C
IHK02 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 2002) Total kerugian ekonomi
CKEk = CBPT + CUPL Dimana :
CKEk : Biaya total kerugian ekonomi
35 4.4.4 Analisis Hilangnya Produksi Padi
Salah satu dampak dari konversi lahan pertanian adalah hilangnya kesempatan memproduksi pangan dari lahan pertanian yang terkonversi dan lahan pertanian yang terganggu di sekitar lahan pertanian yang terkonversi. Hasil usahatani yang utama di lokasi penelitian adalah padi. Kehilangan produksi sebagai dampak kegiatan penambangan pasir diukur dengan menggunakan model yang digunakan oleh Utama (2006) untuk menjelaskan kehilangan produksi padi di Kabupaten Cirebon. Model tersebut kemudian diadaptasi oleh penulis dengan beberapa perubahan yang dapat menggambarkan kondisi yang terjadi pada lokasi penelitian, model tersebut dituliskan sebagai berikut:
Dimana: Q = Produksi padi per tahun yang hilang (kg) S = Luas lahan yang terkonversi (m2)
H = Produktifitas lahan rata-rata pada kawasan lahan yang terkonversi (kg per m2)
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor. Penambangan pasir juga dilakukan di beberapa desa di
Kecamatan Tamansari, namun penambangan pasir dengan skala terbesar
dilakukan di Desa Sukaresmi.
5.1.1. Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
terletak antara 6o18’ – 6o47’10 LS dan 106o23’45 – 107o13’30 BT. Ibukotanya
adalah Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
(Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten
Karawang di timur; Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan; serta
Kabupaten Lebak (Banten) di barat.
Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah sebesar 2.237,09 Km2 dan
merupakan salah satu wilayah administratif terluas (ke – 6) di Provinsi Jawa
Barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan dengan jumlah total
desa/kelurahan terbanyak di Provinsi Jawa Barat yaitu berjumlah 428
desa/kelurahan (200 desa/kelurahan termasuk dalam klasifikasi perkotaan
sedangkan 228 desa lainnya berstatus perdesaan. Sumber : BPS Tahun 2008).
Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat
pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di kecamatan Cibinong, yang berada di
sebelah utara Kota Bogor (HUhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_BogorUH) diakses
37 Wilayah Timur Kabupaten Bogor merupakan kawasan favorit
pengembangan wilayah pemukiman Jakarta saat ini. Alasan utama hal tersebut
adalah karena telah dibukanya jalur jalan baru dari Cibubur menuju Bandung
melewati Gunung Putri dan Cileungsi. Jalur ini belum memiliki nama resmi,
sedangkan nama yang secara umum digunakan masyarakat adalah Jalan Alternatif
Cibubur-Cileungsi. Sejak dibukanya Jalan Alternatif tersebut, kompleks
pemukiman modern dengan skala besar segera bermunculan sehingga harga tanah
di kawasan ini menjadi salah satu yang termahal di daerah Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi. Kemunculan kompleks-kompleks pemukiman ini
menyebabkan sangat banyak penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki
pekerjaan di Jakarta.
5.1.2 Kecamatan Tamansari
Berdasarkan hasil wawancara, nama Tamasari memiliki arti sebagai
sebuah tempat atau taman yang indah dalam artian kerajaan. Tamansari
merupakan tempat sakral bagi kerajaan Padjajaran dengan legenda gunung Salak.
Dalam geografis kewilayahan, Kecamatan Tamansari merupakan suatu daerah
yang berada di wilayah perbukitan dengan karakteristik wilayah dataran tinggi
yang terkenal dengan keindahan alam serta udaranya yang sangat sejuk. Wilayah
ini merupakan hasil pemekaran dengan Kecamatan Ciomas pada tahun 2001.
5.1.2.1 Kondisi Geografis
Wilayah Kecamatan Tamansari berada pada ketinggian 700 meter diatas
permukaan laut, merupakan kawasan yang berbukit di bawah kaki Gunung Salak,
kondisi ini menyebabkan udara sejuk dengan suhu rata-rata 25oC – 30oC, luas
38 berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Bogor Selatan di sebelah utara,
Gunung Salak di sebelah selatan, Kecamatan Tenjolaya dan Kecamatan Dramaga
di sebelah barat, dan Kecamatan Cijeruk di sebelah Timur.
Kecamatan Tamansari terdiri dari delapan desa, 25 lingkungan/dusun, 88
RW, 358 RT. Jarak kantor Kecamatan Tamansari ke Ibukota Kabupaten Bogor
adalah 27,5 km, ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah 130 km, sedangkan ke
Ibukota Negara adalah 65 km.
Tabel 1. Nama Desa di Kecamatan Tamansari
No Nama Desa Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)
Jumlah 2630,936 100 Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari, 2009
Dalam program Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor dengan
mempertimbangkan wilayah karakteristik dan pola interaksi dan eksternal yang
didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional,
Kecamatan Tamansari termasuk ke dalam Wilayah Pembangunan selatan (Zona 3)
yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan hijau dengan
mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan mengadakan gerakan
rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon).
Sebagai Wilayah pengembangan pertanian dan wisata Kecamatan
Tamansari yang menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela
39 sebagai sentra tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa lokal,
regional, dan mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industri sedang
berjumlah 27 buah dengan tenaga kerja 77 orang, industri kecil 400 buah dengan
pekerja 1200 orang, dan industri rumah tangga 74 buah dengan pekerja 400 orang.
Masalah perdagangan sangat dipengaruhi oleh perkembangan Kota Bogor karena
berbatasan langsung.
5.1.2.2 Kondisi Demografi
Secara administratif kependudukan per bulan Desember 2009 jumlah
penduduk Kecamatan Tamansari sebanyak 84.539 jiwa yang terdiri dari laik-laki
42.467 jiwa dan perempuan 42.072 jiwa.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Tamansari
No Desa Jenis Kelamin Jumlah KK
Jumlah 42.467 42.072 19.813
Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari, 2009
5.1.2.3 Kondisi Sosial Budaya
Pembangunan daerah bidang sosial budaya dan kehidupan beragama
berkaitan dengan kualitas manusia dan masyarakat Kabupaten Bogor. Kondisi
tersebut tercermin pada kuantitas dan kualitas penduduk seperti pendidikan,
kesehatan, pemberdayaan perempuan, pemuda, olah raga, seni budaya, dan
40 Berkenaan dengan pembangunan kualitas hidup penduduk Kabupaten
Bogor, perkembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) Kabupaten Bogor
menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukan
dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dihitung
berdasarkan tiga indikator, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, dan Indeks
Daya Beli. Pada tahun 2007, IPM Kabupetan Bogor meningkat sebesar 2,37 dari
angka 67,81 pada tahun 2003 menjadi 70,18 pada tahun 2009.
Kondisi pemberdayaan perempuan dan penanggulangan masalah sosial di
Kabupaten Bogor sebagai berikut: (1) masih kurangnya pemahaman di semua
kalangan akan konsep dan kesetaraan gender; (2) masih adanya tindak kekerasan
terhadap perempuan, perdagangan dan eksploitasi perempuan dan anak; (3) belum
optimalnya fasilitas dan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi
perempuan lansia, perempuan penyandang cacat, dan Wanita Rawan Sosial
Ekonomi (WRSE) lainnya; (4) masih tingginyajumlah fakir miskin.
Pada bidang olah raga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana olah
raga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan di Kecamatan Tamansari
ditujukan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta
mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-tengah semakin
derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya global. Pengembangan seni
dan budaya di Kecamatan Tamansari diselenggarakan secara terintegrasi dengan
pembangunan kepariwisataan. Pada tahun 2009 telah dilakukan berbagai macam
kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya daerah
41 menjalin kemitraan dan mengembangkan destinasi pariwisata di Kecamatan
Tamansari.
5.1.2.4 Kondisi Pendidikan
Minat dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia sekolah
sudah cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh keberadaan dan peran Program Kejar
Paket, program beasiswa bagi siswa berprestasi, PKBM yang sudah cukup mampu
memberikan andil dalam penanganan masalah pendidikan. Bahkan di beberapa
sekolah, daya tampung murid telah melampaui batas, sehingga ditanggulangi
dengan sistem shift. Namun dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh
UPTK Pendidikan diketahui bahwa ternyata angka drop out usia sekolah tingkat
sekolah dasar masih ada. Hal ini cukup menghambat penuntasan Wajar Dikdas 9
Tahun.
Sarana prasarana pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM
mempunyai peran yang cukup penting. Sarana dan prasarana pendidikan di
Kecamatan Tamansari keadaan Desember 2009 dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 3. Data Jumlah Sekolah
No Nama Sekolah Jumlah
42 5.1.2.5 Kondisi Ekonomi
Perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh saran dan prasarana
wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan
yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian
masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam pengembangan pembangunan
berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan
infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah. Sarana dan prasarana yang
mendukung pengembangan perkotaan diantaranya adalah keterbatasan
transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan pemukiman.
1. Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan
relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh
kendaraan beroda empat. Kondisi lalu lintas di Kecamatan Tamansari cukup padat
pada saat menjelang jam masuk kantor dan sekolah serta pada saat usai kantor dan
sekolah. Titik kemacetan tersebar terutama pada lingkungan sekolah, ditambah
pula adanya ketidak disiplinan para pengguna jalan umum yang sering berhenti
pada tempat rawan macet.
2. Jaringan Air Bersih/Irigasi
Masyarakat Kecamatan Tamansari memanfaatkan air bawah tanah berupa
sumur gali dan pembuatan jet pump dalam pemenuhan kebutuhan air bersih.
Ketersediaan air tanah sejauh ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. Jaringan Listrik dan Telekomunikasi
Pelayanan jaringan listrik PLN telah menjangkau seluruh wilayah yang
43 perdagangan dan jasa. Sebagian besar wilayah Tamansari telah dilengkapi dengan
Penerangan Jalan Umum (PJU) dan setiap tahun selalu diadakan penambahan
untuk peningkatan sarana umum perlistrikan. Beberapa lokasi pemukiman dan
perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari genset untuk mengimbangi
tingginya penggunaan daya listrik PLN.
Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT. Telkom
sebagian dengan sarana handphone yang dimiliki oleh masyarakat. Keperluan pos
dan giro dilayani langsung oleh Kantor Pos dan Giro Ciomas.
4. Perekonomian Masyarakat
Krisisi ekonomi telah membawa dampak yang cukup serius bagi Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE) masyarakat. Kondisi ini berpengaruh terhadap
perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditandai dari menurunnya
kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah, menurunnya derajat kesehatan
masyarakat dan jumlah penduduk miskin meningkat dengan tajam, daya beli
masyarakat menurun dan pengengguran meningkat mewarnai pelaksanaan
penyelenggaraan tugas pemerintah.
Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian
masyarakat telah banyak dilakukan seperti penciptaan lapangan kerja baru dan
pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selain itu, pembangunan
perekonomian di Kecamatan Tamansari diarahkan secara merata pada setiap
bidang pembangunan penyebarannya. Perencanaan pembangunan yang ditetapkan
dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan
kebutuhan masyarakat dengan konsep pengembangan potensi yang dimiliki
44 Kecamatan Tamansari memiliki wilayah yang sangat potensial untuk
dijadikan sebagai kawasan wisata. Di kawasan tersebut terdapat berbagai objek,
baik wisata alam ataupun wisata lainnya yang tak kalah indahnya dengan objek
wisata Puncak, Cisarua seperti Bumi Perkemahan (Buper) yang berada di Desa
Sukamantri, Kampung Budaya Sunda yang ada di Desa Pasireurih, Pura
Jagatkartta yang berlokasi di Desa Tamansari, dan keberadaan 57 situs
peninggalan kerajaan Padjajaran yang tersebar di seluruh wilayah Tamansari.
Kecamatan Tamansari juga merupakan pintu gerbang bagi wisatawan yang
akan berkunjung ke objek wisata alam Curug Nangka yang masuk dalam teritori
Kecamatan Tenjolaya. Maka dari itu berdasarkan informasi yang diperoleh dari
wawancara pemerintah Tamansari, wilayah ini masuk program visit Bogor 2011.
Hal ini perlu diterapkan, karena wilayah Kecamatan Tamansari berada di kaki
gunung Salak yang kaya akan potensi alamnya.
Sebagai contoh lain, adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya akan
mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di bidang
Pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari (luas 2,4
ha) dan Situ Jadi di Desa Sukajadi (luas 1,5 ha).
Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai
pekerjaan yang beraneka ragam. Secara garis besar sebagian penduduk bekerja
sebagai petani, peternak, pengusaha/wiraswasta, karyawan swasta, PNS, Polri,
dan buruh. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan
45 Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Karyawan swasta 6.762
2 PNS 1.102
3 TNI/Polri 124
4 Pengusaha/Wiraswasta 2.102
5 Petani/Peternak 5.886
6 Buruh 11.402
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tamansari, 2009
Mayoritas perekonomian warga kecamatan Tamansari sekarang ini lebih
cenderung kepada pengrajin sepatu dan petani. Sebagai wilayah hasil pemekaran
dari Kecamatan Ciomas yang terkenal sebagai penghasil sepatu sandal, sebagian
warga Tamansari juga handal membuat sepatu sandal dengan kualitas yang tak
jauh berbeda dengan produk buatan Ciomas, namun keberadaan para perajin
sepatu dan sandal belum terkoordinir dan masih bersifat sendiri-sendiri. Tapi
secara alamiah, para pengrajin membentuk kelompok dengan sendirinya untuk
memenuhi kebutuhan pasar.
5.1.3 Desa Sukaresmi
Penambangan pasir di Kecamatan Tamansari dengan skala terbesar terjadi
di Desa Sukaresmi. Penambangan ini dilakukan diatas lahan pertanian (sawah)
sedangkan penambangan di desa lainnya sebagian besar dilakukan di sungai
dengan skala yang lebih kecil.
5.1.3.1 Letak dan Keadaan Geografis
Desa Sukaresmi merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor. Kelurahan Sukaresmi berbatasan dengan
Kecamatan Ciomas di sebelah utara, Kelurahan Tamansari di sebelah selatan,
Kelurahan Sukaluyu di sebelah barat, dan Kelurahan Pasireurih di sebelah Timur.
46 dusun, 13 Rukun Warga (RW) dan 52 Rukun Tetangga (RT). Jarak kantor desa ke
Ibukota Kecamatan Tamansari adalah dua km, Ibukota Kabupaten Bogor adalah
29,5 km, Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah 132 km, sedangkan Ibukota Negara
adalah 67 km.
Persentase pemanfaatan lahan di Desa Sukaresmi paling banyak terlihat
pada penggunaan ladang (53,21%) dan sawah (26,12%). Hal ini dikarenakan
mayoritas mata pencaharian penduduk Sukaresmi adalah petani. Persentase
penggunaan lahan untuk bangunan pendidikan hanya sebesar 0,65%, ini
merupakan indikasi rendahnya tingkat pendidikan penduduk Sukaresmi.
Tabel 5. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan di Desa Sukaresmi
No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Pemukiman dan Pekarangan 42 13,71
2 Sawah 80 26,12
3 Ladang/Huma 163 53,21
4 Jalan 8,31 2,71
5 Pemakaman/Kuburan 2 0,65
6 Perkantoran 2 0,65
7 Lapangan Olah Raga 1 0,33
8 Tanah/Bangunan Pendidikan 2 0,65
9 Tanah/Bangunan Peribadatan 3 0,98
10 Kolam 3 0,98
Jumlah 306,31 100
Sumber: Laporan Akhir Tahun Desa Sukaresmi, 2010
5.1.3.2 Keadaan Demografi
Jumlah penduduk desa akhir Desember 2010 tercatat 11467 jiwa terdiri
dari laki-laki 5768 jiwa dan perempuan 5701 jiwa dengan 3203 jumlah kepala
keluarga. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat
47 Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
No Kelompok Umur Sumber: Laporan Akhir Tahun Desa Sukaresmi, 2010
5.2 Karakteristik Responden
Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu responden pengusaha
pasir dan responden penambang pasir. Data responden diperoleh dengan cara
wawancara langsung para penambang dan pangusaha pasir. Data responden
merupakan karakteristik umum seperti jenis kelamin, usia, dan pendidikan formal.
5.2.1 Responden Pengusaha Pasir
Pengusaha pasir adalah orang yang meyewa lahan dari pemilik lahan,
kemudian memanfaatkan lahan tersebut untuk penambangan pasir. Terdapat 13
pengusaha pasir pada lokasi penelitian. Mayoritas pengusaha pasir berjenis
kelamin laki-laki, hanya satu pengusaha pasir berjanis kelamin perempuan.
Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar pengusaha pasir berumur
48 bervariasi, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA), tetapi terdapat satu responden yang tidak bersekolah.
Sebagian besar responden menempuh pendidikan sampai jenjang SD yaitu
sebanyak 8 responden (61,54%). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka
akan pendidikan tergolong rendah, selain itu faktor lemahnya kondisi ekonomi
juga menjadi alasan sehingga tidak ada biaya untuk sekolah.
Mengenai status kepemilikan lahan, hampir seluruh responden pengusaha
pasir menggunakan lahan sewaan sebagai usaha mereka. Berdasarkan hasil
wawancara, pemilik lahan dengan sengaja memyewakan lahannya kepada
beberapa pengusaha dengan alasan pemerataan pembagian karena banyak orang
yang bergantung pada usaha ini untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Tabel 7. Karakteristik Responden Pengusaha Pasir
Karakteristik Responden Kategori Jumlah
(orang) Persentase (%)
Usia (tahun) Sumber: Data Primer, diolah Maret 2011
5.2.2 Responden Penambang Pasir
Penambang pasir merupakan orang yang dipekerjakan oleh pengusaha
pasir. Pada lokasi penelitian terdapat 34 orang penambang yang keseluruhannya
berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ini merupakan
49 observasi lapang, pekerjaan menambang pasir memang tidak memerlukan
keahlian khusus tetapi memerlukan kekuatan fisik.
Berdasarkan tabel, sebagian besar penambang berumur antara 51-60 tahun
(44,12%) dan hanya terdapat 3 orang penambang yang berumur antara 61-70.
Sedikitnya penambang yang berusia lanjut juga menunjukkan bahwa pekerjaan
menambang memerlukan kekuatan fisik. Tingkat pendidikan tertinggi penambang
pasir hanya sebatas jenjang Sekolah Dasar (SD), tetapi sebagian besar responden
penambang tidak tamat SD atau dapat dikatakan tidak menempuh pendidikan
formal. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ini diminati oleh orang yang
memiliki tingkat pendidikan rendah, karena pekerjaan ini tidak memerlukan
keahlian khusus. Tingkat pendidikan yang rendah dari para penambang juga
menyebabkan kurangnya perhatian mereka terhadap dampak lingkungan akibat
kegiatan penambangan pasir ini.
Tabel 8. Karakteristik Responden Penambang Pasir
Karakteristik Responden Kategori Jumlah
(orang) Persentase (%)
Usia (tahun)
Kurang dari 40 7 20,59
41-50 9 26,47 51-60 15 44,12 61-70 3 8,82
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD 25 73,53
Tamat SD 9 26,47