commit to user
i
KATA MAJEMUK NOMINA BAHASA JAWA
(KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN PERAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
NURYANTINI
C0107038
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Nuryantini
NIM : C0107038
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kata Majemuk Nomina
Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran) adalah betul-betul karya
sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan
karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juli 2011
Yang membuat pernyataan.
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk.
1. Kedua orang tua, ayah dan ibu.
2. Ketiga adikku, Nur Wikani, Nur Rahman, dan Nur Syafi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
4. Almamaterku tercinta.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian
Bentuk, Fungsi, dan Peran) ini. Di dalam penyusunan skripsi ini penulis sering
menemui hambatan, tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan kesempatan dan kemudahan bagi penulis dalam menyusun
skripsi.
3. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang sabar
membimbing dan memberi nasihat kepada penulis dari awal hingga akhir
kuliah.
4. Prof. Dr. Drs. H. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing pertama yang telah
berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh
perhatian dan kesabaran.
5. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku pembimbing kedua dengan
sabar dan perhatian dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ilmu dan bekal
commit to user
vii
7. Seluruh staf perpustakaan, baik perpustakaan Universitas Sebelas Maret
Surakarta maupun perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, yang telah
memberikan pelayanan dan menyediakan referensi yang diperlukan.
8. Keluarga kecil yang ada di Makamhaji dan keluarga besar Kiyaran,
keluarga besar Girimarto, serta keluarga besar Krapyak yang telah
memberikan senyum kebahagiaan dan tangis kesedihan.
9. Teman-temanku di Sastra Daerah, Zulfa, Rara, Mbak Fajar, Iffa, Febri,
Rizki, Heka, Anna, anak-anak linguistik 2007, dan mahasiswa Sastra
Daerah angkatan 2007.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
selanjutnya. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
pemerhati masalah linguistik.
Surakarta, Juli 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR
ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
SARI PATHI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Sistematika Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR... 10
commit to user
ix
1. Morfologi ... 10
2. Proses Morfologis ... 10
a. Afiksasi ... 11
b. Reduplikasi ... 12
c. Pemajemukan (Komposisi) ... 13
d. Derivasi Zero (Modifikasi Kososng) ... 14
e. Abreviasi (Pemendekan) ... 14
f. Derivasi Balik... 15
3. Proses Pamajemukkan ... 16
4. Kata Majemuk ... 18
5. Kalimat ... 20
6. Struktur Sintaksisis ... 21
a. Bentuk ... 21
b. Fungsi ... 22
c. Kategori ... 25
d. Peran ... 27
B. Kerangka Pikir ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Data dan Sumber Data ... 32
C. Populasi dan Sampel ... 33
D. Alat Penelitian ... 34
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Metode dan Teknik Analisis Data ... 36
G. Teknik Penyajian Data ... 40
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Analisis Data ... 42
1. Bentuk Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 42
I. Kata Majemuk Nomina Camboran Wutuh ... 43
a. Struktur ... 43
1) Monomorfemis-Monomorfemis ... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3) Polimorfemis-Monomorfemis ... 49
b. Kategori ... 51
1) Nomina-Nomina ... 51
2) Nomina-Verba ... 54
3) Nomina-Numeralia ... 57
4) Nomina-Adjektiva ... 60
5) Verba-Nomina ... 63
6) Numeralia-Nomina ... 66
7) Adjektiva-Nomina ... 68
8) Verba-Adjektiva ... 70
9) Verba-Verba ... 72
II. Kata Majemuk Nomina Camboran Tugel ... 74
a. Struktur (Monomorfemis-Monomorfemis) ... 74
b. Kategori ... 77
1) Nomina-Nomina ... 77
2) Nomina-Adjektiva ... 79
3) Adjektiva-Adjektiva ... 81
2. Fungsi Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 83
a. Fungsi Morfologis ... 83
1) Tidak Mengubah Identitas atau Kelas Kata ... 84
2) Mengubah Identitas atau Kelas Kata... 84
b. Fungsi Sintaksis ... 85
1) Subjek ... 85
2) Predikat ... 87
3) Objek ... 88
4) Keterangan ... 89
5) Pelengkap ... 91
3. Peran Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa ... 92
a. Agentif... 92
b. Objektif ... 93
c. Reseptif ... 95
commit to user
xi
e. Lokatif ... 97
f. Kompanional ... 98
g. Instrumen ... 99
B. Pembahasan ... 100
BABA V SIMPULAN DAN SARAN ... 102
A. Simpulan ... 102
B. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR
TABEL
Tabel (1a). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Monomorfemis..44
Tabel (2b). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Polimorfemis .. .47
Tabel (3c). Kata Majemuk Nomina Gabungan Polimorfemis-Monomorfemis .. .49
Tebel (4d). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Nomina ... .52
Tabel (5e). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Verba ... .55
Tabel (6f). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Numeralia ... .58
Tabel (7g). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Adjektiva ... .61
Tabel (8h). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Nomina ... .64
Tabel (9i). Kata Majemuk Nomina Gabungan Numeralia-Nomina ... .66
Tabel (10j). Kata Majemuk Nomina Gabungan Adjektiva-Nomina ... .69
Tabel (11k). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Adjektiva ... .71
Tabel (12l). Kata Majemuk Nomina Gabungan Verba-Verba ... .72
Tabel (13a). Kata Majemuk Nomina Gabungan Monomorfemis-Monomorfemis75 Tabel (14b). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Nomina ... .77
Tabel (15c). Kata Majemuk Nomina Gabungan Nomina-Adjektiva ... .79
commit to user
xiii
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN
A. Daftar Tanda
* : menandai ketidakgramatikalan atau katidakberterimaan
Ø : menandai sebuah pelesapan
( ) : menandai nomor data
[ ] : menandai bahwa bentuk yang ada di dalamnya bentuk fonetis
+ : menandai hubungan antarsatuan lingual
: menandai proses perubahan
‘…’ : menandai bahwa formatif yang ada di dalamnya makna atau glos
satuan lingual
- : menandai keterikatan morfem tertentu
…. : terdapat tuturan sebelumnya atau sesudahnya
√ : menandai infiks atau sisipan
B. Daftar Singkatan
Adj : adjektiva
Des : Desember
DM : diterangkan menerangkan
EKSIS : lembar kerja siswa EKSIS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv è : dibaca [E] seperti kata èdi [EDi]
ê : dibaca [C] seperti kata êmoh [CmOh]
Feb : Februari
FN : frasa nomina
FV : frasa verba
Jan : Januari
JB : Jaya Baya
JJ : Jagad Jawa SOLOPOS
K : keterangan
Konj : konjungsi
MD : diterangkan menerangkan
Mono : monomorfemis
MS : Mekar Sari “KEDAULATAN RAKYAT”
N : nomina
Nop : Nopember
Num : numeralia
O : objek
Okt : Oktober
P : predikat
P1 : predikat pertama
P2 : predikat kedua
paN : paNassal (pa + Nassal)
Pel : pelengkap
commit to user
xv PS : Panjebar Semangat
R : reduplikasi
S : subjek
SBJ : (buku ajar) Seneng Basa Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Contoh Kata Majemuk Nomina ... 107
B. Bentuk Kata Majemuk Nomina ... 108
C. Fungsi Kata Mejemuk Nomina ... 111
commit to user
xvii
ABSTRAK
Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Skripsi: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini difokuskan pada tiga pokok permasalahan yaitu: (1) bagaimanakah bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa?, (2) bagaimanakah fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa?, dan (3) bagaimanakah peran kata majemuk nomina bahasa Jawa?
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina bahasa Jawa, (2) mendeskripsikan fungsi kata majemuk nomina bahasa Jawa, dan (3) mendeskripsikan peran kata majemuk nomina bahasa Jawa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berasal dari JB, PS, JJ, MS, EKSIS, dan SBJ. Wujud datanya berupa kalimat-kalimat yang mengandung kata majemuk nomina. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kalimat yang mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat dalam sumber data. Adapun sampel penelitian ini berupa kalimat yang mengandung kata majemuk nomina yang dapat mewakili populasi data. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dilanjutkan dengan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan metode distribusional (agih). Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung dengan teknik lanjutan teknik sisip dan teknik lesap. Penyajian hasil analisisis data menggunakan metode penyajian informal dan formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
SARI PATHI
Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Skripsi: Jurusan Sastra Dhaerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta Hadiningrat.
Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên panalitèn punika (1) Kados pundi wujudipun lan kategori unsur pembentuk têmbung camboran basa Jawi? (2) Kados pundi fungsi têmbung camboran basa Jawi? (3) Kados pundi peran têmbung camboran basa Jawi?
Ancasing panalitèn punika (1) hangandharakên wujudipun têmbung lan kategori unsur pembentuk têmbung camboran basa Jawi, (2) hangandharakên
fungsi têmbung camboran basa Jawi, (3) hangandharakên peran têmbung
camboran basa Jawi.
Jinising panalitèn inggih punika panalitèn deskriptif kualitatif. Dhatanipun saking JB, PS, JJ, MS, EKSIS, lan SBJ. Wujud dhatanipun inggih punika ukara-ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran. Populasi panalitèn punika sadaya ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran. Wujud sampelipun inggih punika ukara ingkang ngêwrat têmbung camboran aran ingkang sagêd makili populasi dhata. Anggènipun ngêmpalakên dhata migunakakên metode sêmak kanthi teknik dasar sadap, Salajêngipun dhata ingkang kapanggih kasêrat wonten kretu dhata migunakakên teknik cathêt. Metode analisis dhata kanthi metode distribusional (agih). Teknik dasar bagi unsur langsung kaliyan teknik sisip kanggé angandharakên wujudipun têmbung camboran aran. Teknik lesap kanggé angandharakên fungsi saha peran saking têmbung camboran aran basa Jawi. Penyajian asil panalitèn migunakakên metode penyajian informal kaliyan formal.
commit to user
xix
ABSTRACT
Nuryantini. C0107038. 2011. Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran). Thesis: Javanese Literature Program, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University.
Problem statements in this research are: (1) how is the shape and category of nomina compositum words in Javanese?, (2) what is the function of nomina compositum words in Javanese?, (3) what is the role of nomina compositum words in Javanese?.
Research objectives of this research are: (1) describe and explain the shape of nomina compositum words in Javanese, (2) describe and explain the function of nomina compositum words in Javanese, and (3) describe and explain the role of nomina compositum words in Javanese.
This research is a kind of qualitative description research. Data’s source
that is used are various written data sources with Javanese such as PS, JB, JJ, MS, EKSIS and SBJ. The genre of data in this research is written data. . The population of this research are the all sentences that contains nomina compositum words in Javanese which existed in data sources. The sample of this research are the all sentences that contains nomina compositum words in Javanese which existed in data sources which can represent of the population. The forms of the data are sentences which contain nomina compositum words. Data collection has been done with simak method with teknik dasar sadap then has been continued with teknik catat. Data analysis which has been used is distributional method. While, the technique that is used in agih method is teknik dasar for direct unsure and teknik lanjutan teknik sisip dan teknik lesap. Presentation of data result is using formal and informal presentation method.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Morfologi adalah ilmu linguistik yang membahas tentang kata dan
pembentukan kata. Harimurti Kridalaksana (2008:159) memberi definisi
morfologi sebagai berikut: 1. bidang linguistik yang mempelajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata, yakni morfem. Ilmu ini hanya mempelajari dan membahas
seluk beluk morfem dan pola pembentukan kata yang tidak membawa
konsekuensi sintaksis.
Kata sebagai bagian dari morfologi, mempunyai pengertian suatu unit
dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional yang berarti
memiliki komposisi tertentu dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas
(Gorys Keraf, 2005:21). Berdasarkan kategorinya, kata dapat dibedakan menjadi 8
jenis yaitu nomina, verba, adjektiva, pronominal, numeralia, adverbial, kata tugas,
dan interjeksi (Sudaryanto, dkk., 1992:70). Menurut Sry Satriya Tjatur Wisnu
Sasangka (2008:115-150) dalam bahasa Jawa terdapat 10 jenising tembung yaitu
tembung aran, kriya, kahanan, katrangan, sesulih, wilangan, panggandheng,
ancer-ancer, panyilah, dan tembung panyeru. Penelitian ini penentuan kategori
kata menggunakan teori dari Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka karena lebih
lengkap. Gabungan dari kata akan membentuk frasa, kata majemuk, kalimat,
paragraf, hingga wacana. Setiap gabungan itu memiliki maksud dan tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Unsur pembentuknya memiliki makna leksikal akibatnya konstruksi kata
majemuk dikacaukan dengan konstruksi satuan lain, seperti frasa. Penulisan kata
majemuk ada dua macam yaitu ditulis secara terpisah dan dirangkai, sedangkan
frasa selalu ditulis dengan cara terpisah. Kata majemuk merupakan hasil proses
morfologis, sedangkan frasa merupakan hasil dari proses pembentukkan
berdasarkan konstruksi sintaksis. Keduanya memiliki struktur pembentuk yang
hampir sama yaitu gabungan dari dua kata atau lebih, tetapi mempunyai makna
yang berbeda setelah proses penggabungan. Jika frasa mengandung makna yang
dapat terlihat dari morfem-morfem pembentuknya, sedangkan kata majemuk
memiliki makna yang berbeda dari morfem pembentuknya setelah proses
penggabungan terjadi atau makna baru.
Secara morfologi kata majemuk dapat dibagi menjadi kata majemuk kerja
(verba), benda (nomina), bilangan (numeralia), sifat (adjektiva), penghubung
(konjungsi), kata ganti, keterangan, kata seru (interjeksi), dan kata majemuk kata
sandang. Menurut Didi Yulistio, dkk. (2002:7) komponen kata majemuk dapat
berupa bentuk dasar atau kata dasar, berupa bentuk kata jadian atau berafiks, dan
bentuk bereduplikasi atau kata ulang, serta bentuk morfem unik. Soepomo
Poedjosoedarmo (1978:167) menggolongkan kata majemuk berdasarkan dari segi
bentuk, posisi modifikasi, kadar luluh komponen, persamaan arti komponen, arti,
jenis kata, dan bidang yang dilambangkan. Meskipun penelitian ini merupakan
bagian dari penelitian Soepomo Poedjosoedarmo, tetapi penelitian ini mempunyai
kelebihan dibanding penelitian tersebut. Kelebihannya terletak pada analisis
commit to user
pembentuknya. Dalam analisis penelitian ini juga membahas mengenai fungsi dan
peran dari kata majemuk nomina bahasa Jawa.
Terdapat tujuh kiat yang dapat dilakukan untuk mengikat suatu konstruksi
lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk. Tujuh kiat itu adalah
penghadiran makna baru yang tak terkembalikan seperti banyak angrem ‘rasi
bintang’ , penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar
seperti tepaslira ‘timbang rasa’, penghadiran bentuk fonemis antarbentuk dasar
seperti dol tinuku ‘jual beli’, penghadiran bentuk dasar yang berupa unsur unik
seperti peteng dhedhet ‘gelap gulita’, penghadiran bentuk penggalan sebagai
bentuk dasar seperti jitu (siji pitu) ‘hebat’, dan onomatope sebagai bentuk dasar
seperti cespleng ‘mujarab’ (Sudaryanto, dkk., 1992:47-56). Tujuh kiat ini dapat
digunakan sebagai pedoman untuk membedakan kata majemuk dengan gabungan
kata lainnya.
Contoh dari kata majemuk nomina dalam kalimat bahasa Jawa adalah
sebagi berikut.
(1) Suket wit-witan kalempit wedhus gembel. (JJ/188/Jan/2011/IX)
‘Rumput dan pepohonan dibinasakan awan panas.’
Kata wedhus gembel ‘awan panas’ termasuk kata majemuk nomina karena
mempunyai makna baru setelah proses penggabungan. Kata wedhus gembel ‘awan
panas’ diberi makna berdasarkan bentuk awan yang menyerupai wedhus gembel
‘kambing jenis gembel’. Ini membuktikan bahwa kata wedhus gembel ‘awan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Jika wedhus gembel ‘awan panas’ pada kalimat (1) disisipi dengan sufiks –
e ‘nya’ menjadi wedhuse gembel ‘kambingnya gembel’, maka mengubah makna
kata majemuk tersebut. Hasil penyisipan ini jika diterapkan dalam kalimat akan
menjadi
(1a) *Suket wit-witan kalempit wedhuse gembel.
‘Rumput dan pepohonan dibinasakan kambingnya gembel.’.
Tampak pada kalimat (1) jika ditambahi –e ‘nya’ pada kata wedhus gembel ‘awan
panas’ maka kalimat ini menjadi tidak berterima. Perubahan struktur inilah yang
digunakan untuk membedakan kata majemuk dengan kumpulan kata lain seperti
frasa.
Penelitian atau buku yang membahas tentang kata majemuk yang pernah
dilakukan antara lain.
1) Morfologi Bahasa Jawa oleh Soepomo Poedjosoedarmo, 1978, dalam
bentuk buku. Buku ini tidak hanya membahas kata majemuk saja, tetapi hal–hal
yang berkaitan dengan morfologi bahasa Jawa. Pembahasan kata majemuk
dibahas pada bab VII yang terdiri dari pendahuluan, batasan, dan klasifikasi kata
majemuk. Pengklasifikasian kata majemuk berdasarkan dari segi bentuk, posisi
modifikasi, kadar luluh komponen, persamaan arti komponen, arti, jenis kata, dan
bidang yang dilambangkan.
2) Kajian Morfologi Bahasa Jawa oleh EM Uhlenbeck tahun 1982. Buku ini
hanya membahas komposium numeralia saja. EM Uhlenbeck membagi
commit to user
seri –iji ‘biji’ dan –puluh ’puluh’, -welas ’belas’ dan –likur ’…’, dan komposium
dengan ping- ‘-kali’, kaping- ‘ke-‘, dan pra- ‘per-‘.
3) “Kata Majemuk dalam Bahasa Jawa” oleh Tugiya tahun 1991 dalam
bentuk skripsi. Skripsi ini membahas bentuk kata majemuk, ciri morfologis kata
majemuk, dan makna kata majemuk bahasa Jawa yang terdiri dari dua kata.
4) Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa oleh Sudaryanto, dkk. pada tahun 1992.
Buku ini memberi batasan mengenai konstruksi lingual yang dapat disebut dengan
bentuk majemuk. Dalam buku ini Sudaryanto, dkk. Menyebutkan tujuh kiat untuk
mengikat konstruksi lingual menjadi berstatus polimorfemis jenis majemuk
sebagaimana telah disebutkan di atas.
5) “Kata Majemuk yang Unsur-Unsurnya Bersinonim: Identik dengan
Tembung Saroja dalam Bahasa Jawa” oleh Edi Suwatno pada tahun 2006.
Penelitian ini membahas tentang bentuk dan hubungan makna kata majemuk yang
unsur-unsurnya bersinonim: identik dengan tembung saroja. Penelitian ini khusus
meneliti kata majemuk yang unsur-unsur pembentuknya bersinonim, misalnya
waras wiris ‘segar bugar’.
Dari uraian di atas, penelitian secara khusus mengenai “Kata Majemuk
Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” perlu dilakukan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian-penelitian di atas terletak pada.
a. Pada buku 1) dan penelitian 3) mengkaji semua bentuk kata majemuk;
buku 2) hanya membahas komposium numeralia saja, buku 4)
mengikat konstruksi majemuk berdasar tujuh kiat sebagaimana telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
majemuk yang unsur-unsurnya bersinonim. Penelitian “Kata Majemuk
Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini
dikhususkan pada kata majemuk kategori nomina.
b. Dilihat dari segi bentuk, penelitian ini didasarkan pada jumlah morfem
dan kategori kata yang membentuk kata majemuk nomina, baik
camboran wutuh maupun camboran tugel. Bentuk kata majemuk yang
dibahas dari kelima buku dan penelitian di atas adalah bentuk
camboran wutuh.
c. Kelima penelitian di atas belum mengkaji tentang fungsi sintaksis dan
peran dari kata majemuk, sedangkan pada penelitian ini menganalisis
tentang kedua aspek tersebut.
Hal lain yang menarik dilakukan penelitian ini adalah 1. dari segi bentuk
tidak semua kata majemuk nomina bahasa Jawa terbentuk dari gabungan kategori
nomina, tetapi gabungan dari dua kategori kata selain nomina, 2. kekhasan bentuk
kata majemuk nomina dapat dijumpai pada kalimat bahasa Jawa dalam medis tulis
seperti majalah Panjebar Semangat, majalah Jayabaya, suplemen Jagad Jawa
dalam surat kabar SOLOPOS dan Mekar Sari pada Kedaulatan Rakyat. Oleh
karena itu, peneliti mendeskripsikan mengenai masalah kata majemuk nomina
bahasa Jawa dari segi bentuk, fungsi, dan peran.
B.
Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai kata majemuk
commit to user
bentuk, fungsi, dan peran kata majemuk nomina bahasa Jawa berupa camboran
tugel dan camboran wutuh dua kata yang terdapat dalam sumber data.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan tiga
masalah penelitian yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk
nomina dalam bahasa Jawa? (Masalah ini diteliti untuk menjelaskan
bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk nomina dalam
bahasa Jawa)
2. Bagaimanakah fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa?
(Masalah ini diteliti untuk menjelaskan fungsi kata majemuk nomina
dalam bahasa Jawa)
3. Bagaimanakah peran kata majemuk nomina bahasa Jawa? (Masalah ini
diteliti untuk menjelaskan peran kata majemuk nomina dalam bahasa
Jawa)
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Menjelaskan bentuk dan kategori unsur pembentuk kata majemuk
nomina dalam bahasa Jawa.
2. Menjelaskan fungsi kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik teoretis
maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
secara teoretis yakni menambah teori morfologi khususnya tentang
kata majemuk (tembung camboran) dalam bahasa Jawa dan teori
sintaksis. Dalam bidang morfologi penelitian ini memberi gambaran
mengenai bentuk kata majemuk nomina yang dilihat berdasarkan
struktur maupun kategori unsur pembentuk baik yang berbentuk
camboran wutuh maupun camboran tugel dan fungsi morfologis dari
kata majemuk nomina bahasa Jawa. Penelitian ini juga diharapkan
memberikan manfaat teori sintaksis bahasa Jawa mengenai fungsi
sintaksis dari kata majemuk nomina bahasa Jawa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai
berikut.
a. Masyarakat dapat mengetahui kata majemuk bahasa Jawa baik
yang berbentuk camboran tugel maupun camboran wutuh.
b. Menambah referensi dalam penelitian bidang morfologi dan
sintaksis.
commit to user
F.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian “Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa
(Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini meliputi lima bab yaitu sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir berisi landasan teori yang
meliputi morfologi, proses morfologis, proses pamajemukan, kata majemuk,
kalimat, struktur sintaksis, dan kerangka pikir.
Bab III Metode Penelitian, meliputi jenis penelitian, data dan sumber data,
populasi dan sampel, alat penelitian, metode dan teknik pengumpulan data,
metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian data.
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan mengenai bentuk, fungsi, dan peran
kata majemuk nomina dalam bahasa Jawa.
Bab V Simpulan dan Saran hasil penelitian yang telah dilakukan.
Daftar Pustaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A.
Landasan Teori
1. Morfologi
Morfologi berasal dari kata morfo ‘morfem’ dan logos ‘ilmu’. Morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya selalu stabil dan tidak dapat dibagi
atas bagian bermakna. Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji
bentuk bahasa serta pengaruh perubahan bahasa pada fungsi dan arti bahasa.
Cabang ilmu linguistik ini menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara
pembentukannya.
Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:159), morfologi adalah 1. bidang
linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; 2. bagian dari
struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem.
Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal (J.W.M. Verhaar, 2001:97). Bidang morfologi mempelajari kata dan
pembentukan kata.
2. Proses Morfologis
Proses morfologis dapat ditentukan sebagai proses pembentukan kata
dengan pengubahan bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna
leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem tetapi dengan
commit to user
1992:18). Menurut Samsuri, yang dimaksud dengan proses morfologis ialah cara
pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain (1982:190). Proses ini juga disebut dengan proses morfemis,
karena proses ini bermakna dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang
dimiliki oleh sebuah bentuk dasar.
Harimurti Kridalaksana memberi definisi proses morfologis sebagai proses
yang mengubah leksem menjadi kata (2008:202) dan membaginya atas 6 bagian.
Proses ini dibagi menjadi derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi,
dan derivasi balik. Wedhawati, dkk. dalam bukunya menyebutkan bahwa proses
pembentukan kata melalui perubahan morfemis ada 9 yaitu afiksasi, modifikasi
vokal, diftongisasi, pengulangan, pemajemukan, proses kombinasi, pemaduan,
pemenggalan, dan pengakroniman (2006:40).
Menurut JD Parera dalam buku Morfologi, proses morfologis dapat
dibedakan menjadi 6 proses (2007:18). Proses morfemis itu adalah proses
morfemis afiksasi, proses morfemis pergantian atau perubahan internal, proses
morfemis pengulangan, proses morfemis zero, proses morfemis suplesi, dan
proses morfemis suprasegmental. Samsuri membagi proses ini menjadi lima
bagian yaitu afiksasi, reduplikasi, perubahan internal, suplisi, dan modifikasi
kosong (1982:190-194).
a. Afiksasi
Afikasasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau
diletakkan pada sebuah morfem bebas secara lurus (JD Parera, 2007:18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas (2008:3). Pengertian afiksasi yang
diberikan Wedhawati, dkk. adalah proses perangkaian afiks pada bentuk dasar
(2006:40). Samsuri (1982:190) berpendapat bahwa afiksasi yaitu penggabungan
akar atau pokok dengan afiks. Jadi afiksasi adalah proses morfologis yang terjadi
pada bentuk asal, dasar, maupun bentuk akar yang diditambah dengan afiks.
Terdapat empat macam afiks yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Afiks
sebagai alat pembentuk kata baru akan menimbulkan atau menambahi komponen
maknawi baru (Sudaryanto, dkk., 1992:31). Contoh proses afiksasi adalah kala
menjing ‘jakun’ + e ‘nya’ kala menjinge ‘jakunnya’.
Proses afiksasi pada kata majemuk diterapkan pada awal atau akhir kata
majemuk seluruhnya (Soepomo Poedjosoedarmo, 1978:165). Afiks yang dapat
diterapkan hanya berupa awalan, akhiran, maupun kombinasi keduanya. Sisipan
tidak dapat diterapkan dalam kata majemuk karena akan mengubah makna.
Contoh proses afiksasi pada kata majemuk adalah karanggesing ‘nama makanan’
+ e ‘nya’ karanggesinge ‘karanggesingnya’.
b. Reduplikasi (Pengulangan)
Reduplikasi merupakan suatu proses morfologis yang banyak sekali
terdapat pada bahasa-bahasa dunia. Reduplikasi adalah kata jadian yang dibentuk
dengan proses pengulangan (Sudaryanto, dkk., 1992:39). Menurut Wedhawati
dkk, pengulangan merupakan proses pembentukan kata dengan mengulang
seluruh atau sebagian bentuk dasar (2006:41), sedangkan Harimurti Kridalaksana
(2008:208) berpendapat reduplikasi sebagai proses dan hasil pengulangan satuan
commit to user
merupakan proses morfologis dengan cara mengulang seluruh atau sebagian
bentuk dasar.
Proses pengulangan penuh ada tiga macam (Wedhawati, dkk., 2006:41)
yaitu pengulangan tanpa perubahan vokal, pengulangan dengan perubahan vokal,
dan pengulangan semu. Sementara pengulangan parsial atau sebagian ada empat
macam yaitu dwipurwa, dwiwasana, pengulangan sebagian bentuk dasar atau
pengulangan dasar primer atau sekunder, dan pengulangan parsial perubahan
vokal (Wedhawati dkk,2006:42).
Proses reduplikasi pada kata majemuk harus diulang seluruhnya (Soepomo
Poedjosoedarmo, 1987:166). Hal ini karena kelakuan kata majemuk seperti pada
sebuah kata biasa. Pengulangan ini bisa terjadi seperti pengulangan biasa maupun
dikombinasikan dengan afiks. Cotoh proses reduplikasi pada kata majemuk adalah
sebagai berikut. Kata majemuk tapak dara ‘nama tanaman’ + R tapak
dara-tapak dara ‘banyak tanaman tapak dara’. Jika kata majemuk itu direduplikasi dan
mendapat afiks, maka menjadi tapak dara-tapak dara ‘banyak tanaman tapak
dara’ + e ‘nya’ tapak dara-tapak darane ‘banyak tanaman tapak dara
miliknya’.
c. Pemajemukan (Komposisi)
Pemajemukan adalah proses perangkaian dua bentuk dasar atau lebih
menjadi sebuah kata, yaitu kata majemuk (Wedhawati, dkk., 2006:42). Samsuri
(1982:199) memberi pengertian majemuk ialah konstruksi yang terdiri atas dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
morfem tunggal maupun morfem kompleks. Proses ini akan dibahas secara
mendalam pada subbab berikutnya.
d. Derivasi Zero (Modifikasi Kosong)
Pada bahasa terdapat suatu proses yang tidak menimbulkan perubahan
pada bentuknya, hanyalah konsep saja yang berubah (Samsuri, 1982:193). Proses
ini biasa disebut dengan proses kosong oleh JD Parera, modifikasi kosong oleh
Samuri, dan derivasi zero oleh Harimurti Kridalaksana. Derivasi zero (Harimurti
Kridalaksana, 2008:47) adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi
kata tanpa penambahan atau pengurangan apapun.
e. Abreviasi (Pemendekan)
Abreviasi adalah proses morfologis berupa penanggalan satu atau
beberapa bagian leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata
(Harimurti Kridalaksana, 2008:1). Proses ini menyangkut proses penyingkatan,
pemenggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf. Proses morfologis menurut
Wedhawati, dkk. yang masuk dalam proses ini adalah pemaduan, pemenggalan,
dan pengakroniman.
Penyingkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf demi
huruf seperti DKI (Daerah Khusus Ibukota) maupun yang tidak dieja huruf demi
huruf seperti dgn (dengan) (Harimurti Kridalaksana, 2008:187). Proses ini sama
dengan istilah pengakroniman yang digunakan oleh Wedhawati, dkk.
Pemenggalan adalah proses pembentukan kata dengan cara menghilangkan salah
commit to user
(Wedhawati, dkk., 200:40). Contoh proses pemenggalan ini misalnya perpus
pemenggalan dari perpustakaan.
Akronimi (Harimurti Kridaksana, 2008:5) adalah proses pemendekan yang
menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan
sebagai sebuah kata yang sedikit-banyak memenuhi kaidah fonotaktik suatu
bahasa. Contoh dari bagian proses morfologis ini adalah FKIP/efkip/ dan bukan
/ef/, /ka/, /i/, /pe/. Kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan
leksem dasar atau gabungan leksem, contoh sendratari (dari seni, drama, dan tari)
(Harimurti Kridalaksana, 2008:135). Menurut Harimurti Kridalaksana (2008: 140)
proses pemendekan huruf dapat disebut dengan lambang karena dalam
perkembangannya tidak dirasakan lagi asosiasi antara bentuk itu dan
kepanjangannya. Lambang huruf ini banyak ditemui pada bidang ilmu pasti.
f. Derivasi Balik
Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:47) derivasi balik adalah proses
pembentukan kata secara terbalik. Maksud dari terbalik di sini adalah orang salah
dalam menganggap kata dasar sebagai kata turunan dan sebaliknya kata turunan
sebagai kata dasar. Dalam Kamus Linguistik Harimurti Kridalaksana memberi
contoh kata dalam bahasa Sunda tikah ‘nikah’. Kata ditikahkeun ‘dinikahkan’
dibentuk dari kata nikah. Berdasarkan pola analogi dengan pola yang ada
(misalnya tanya menjadi nanya), jadi kata tikah dianggap sebagai asalnya
sedangkan nikah sebagai bentuk derivasinya. Padahal hal yang benar adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Tidak semua proses morfologis pelbagai pendapat para ahli ini ditemukan
dalam bahasa Jawa. Proses yang banyak dijumpai dalam bahasa Jawa antara lain
afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan abreviasi atau pemenggalan. Terdapat
proses pembentukan kata yang khas yang terjadi di dalam bahasa Jawa. Proses itu
adalah modifikasi vokal dan pendiftongan. Kedua proses ini untuk menyatakan
sesuatu yang lebih. Contoh modifikasi vokal dan pendiftongan adalah sebagai
berikut. Kata dhuwur [DuwUr ] ‘tinggi’ berubah menjadi dhuwur [Duwur ]
‘sangat tinggi’ dan kata abang [ abaG] ‘merah’ menjadi uabang [ uabaG] ‘sangat
merah’.
3. Proses Pamajemukan
Kata majemuk merupakan hasil dari proses pemajemukan atau komposisi.
Yang dimaksud dengan komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem
dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru (Masnur
Muslich, 2008:57). Proses pamajemukan ini merupakan salah satu dari enam
proses morfemis. Abdul Chaer (2003:185) juga berpendapat bahwa komposisi
adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk konstruksi yang memiliki
identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Di sini terlihat perbedaan dan
persamaan antara Masnur Muslich dengan Abdul Chaer. Keduanya sama-sama
menyebut proses penggabungan dengan komposisi, sedangkan perbedaannya
terletak dari penyebutan hasil proses penggabungan. Abdul Chaer tetap
menyebutnya dengan komposisi, sedangkan Masnur Muslich menyebut dengan
commit to user
Kata majemuk nomina randha nunut ‘bagian dari keris’ misalnya. Kata
majemuk itu berasal dari randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’. Pada proses
penggabungan kata randha ‘janda’ dan nunut ‘menumpang’ Abdul Chaer dan
Masnur Muslich sama-sama menyebut proses itu dengan komposisi. Randha
nunut ‘bagian dari keris’ disebut komposisi oleh Abdul Chaer dan bentuk
majemuk oleh Masnur Muslich.
Soepomo Poedjosoedarmo (dalam Tugiya, 1991: 22) menyebutkan dua
bagian proses kata majemuk yaitu kata majemuk yang langsung terjadi dan kata
majemuk yang melalui proses. Kata majemuk yang langsung terjadi menurut
Soepomo Poedjosoedarmo ialah kata majemuk yang timbul secara spontan atau
sekali terjadi. Kata majemuk ini dapat ditemui pada penamaan suatu benda,
tanaman, makanan, nama tempat, karya seni, dan nama orang. Contoh
pamajemukan spontan adalah sida mukti ‘motif batik’, nagasari ‘makanan dari
pisang’, kumis kucing ‘kumis kucing’, Surabaya ‘Surabaya’, kebo giro ‘nama
tembang’ dan pawira utama ‘nama tua setelah menikah’. Maksud dari spontan
adalah terlihat jelas perbedaan makna setelah unsur-unsur pembentuk kata
majemuk bergabung.
Kata majemuk yang melalui proses adalah kata majemuk yang tidak
langsung terjadi secara spontan, tetapi melalui suatu proses (Soepomo
Poedjosoedarmo dalam Tugiya, 1991:22). Dalam proses ini Soepomo
Poedjosoedarmo membagi lagi atas tiga bagian yaitu arti dari salah satu unsurnya
tidak dimengerti lagi, makna yang diacu istilah ini berubah sehingga
pelambangannya terus tidak langsung dan berakibat kedua komponen kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
menghilangnya beberapa komponen yang produktif. Contoh dari proses
pemajemukan ini adalah palakesimpar ‘umbi-umbian yang terletak di atas tanah’,
juru tulis ‘sekretaris’, dan juru madharan ‘koki’.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk
yang langsung terjadi yang keberadaannya tidak diragukan. Hal ini diperkuat
dengan adanya kata majemuk yang muncul dengan kesatuan bentuk dan kesatuan
arti yang baru. Misalnya kata nagasari ‘nama pohon’ dalam kalimat berikut.
(2) Mligine para peziarah jalu westri padha golek berkah ana sangisoring wit nagasari sarampunge nyekar. (PS/52/Des/2010/42)
‘Umumnya para peziarah laki-laki perempuan mencari berkah di bawah pohon nagasari selesai ziarah.’
Kata majemuk nomina nagasari ‘nama pohon’ kalimat (2) merupakan kata
majemuk yang langsung terjadi. Hal ini mengacu pada pernyataan Soepomo
Poedjosoedarmo yang menyatakan bahwa kata majemuk yang langsung terjadi
dapat ditemui pada penamaan tanaman. Selain itu, kata majemuk nomina nagasari
‘nama pohon’ juga diperkuat dengan adanya perubahan makna secara keseluruhan
dari unsur-unsur pembentuknya. Kata nagasari ‘nama pohon’ berasal dari kata
naga ‘jenis ular’ dan sari ’inti’, tetapi setelah bergabung membentuk makna baru
nama pohon.
4. Kata Majemuk
Harimurti Kridalaksana (2008:111) berpendapat bahwa kata majemuk
merupakan gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai
kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus
menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya
commit to user
dapat dilihat dari cirinya yaitu dari segi semantik, memiliki satu makna, dari segi
fonologis, memiliki satu tekanan, dan dari segi struktur, dua unsur, sistem
gabungan dari dua unsur (Fatimah Djajasudarma, 1993:47). Hal ini yang
membedakan antara kata majemuk dengan frasa.
Kata majemuk mempunyai ciri tersendiri jika dibandingkan dengan
kumpulan kata lain seperti frasa. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri yaitu, terdiri
dari dua kata, sistem keeratannya ketat atau bersifat rapat, setelah bergabung
membentuk makna baru, dan diberlakukan sebagai satu kata. Secara morfologis,
kata majemuk tidak dapat disisipi dengan kata apapun. Jika mendapat imbuhan,
diterapkan pada awal atau akhir kata majemuk seluruhnya dan jika diduplikasikan
harus pula diulang secara keseluruhan (Soepomo Poedjosoedarmo, 1978:165).
Kata majemuk dalam bahasa Jawa disebut dengan tembung camboran.
Kata ini berasal dari bahasa Kawi cambor yang bermakna campur dan mendapat
sufiks –an (W. J. S. Poerwadarminta, 1939:624). Menurut Sry Satriya Tjatur
Wisnu Sasangka kata majemuk dibagi menjadi dua yaitu tembung camboran
wutuh (kata majemuk dua kata) dan tembung camboran tugel (kata majemuk satu
kata) (2008:113-114). Camboran wutuh adalah kata majemuk yang terdiri dari
kata-kata yang masih utuh. Contoh: randha royal ‘nama makanan’. Camboran
tugel adalah kata majemuk yang terdiri dari kata yang utuh dan kata penggalan
atau kata majemuk yang merupakan bentuk panggalan dari dua kata. Contoh:
bangjo ‘lampu lalu lintas’ yang berasal dari kata abang ‘merah’ dan ijo ‘hijau.
Jadi, kata majemuk adalah gabungan dua unsur yang masing-masing
mempunyai makna dan mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
memiliki makna tersendiri. Kata majemuk berkategori nomina adalah kata
majemuk yang mempunyai makna menunjukkan suatu benda (nomina).
5. Kalimat
Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai
dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan (Anton M
Moeliono, dkk., 1988:30). Menurut Ramlam (1996:27) kalimat ialah satuan
gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau
turun. Selain intonasi, kalimat dapat diidentifikasi dari tanda baca yang
mengakhirinya. W.J.S. Poerwadarminta (1984:437-438) memberi definisi kalimat
sebagai sepatah kata atau sekelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang
mengutarakan suatu pikiran atau perasaan (atau pikiran dan perasaan) dan
perkataan. Kalimat adalah satuan lingual yang mengungkapkan pikiran (cipta,
rasa, dan karsa) yang utuh (Wedhawati, dkk., 2006:461). Menurut Anton M
Moeliono, dkk. (1988:254) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks
(wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.
Kalimat dapat berwujud lisan maupun tulis. Dalam wujud lisan, kalimat
diucapkan dengan alunan nada naik turun, disela oleh jeda, diakhiri intonasi
selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau
asimilasi bunyi. Dalam bentuk tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan
huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru
(!). Jadi kalimat adalah satuan lingual yang merupakan bagian terkecil dari ujaran
commit to user
secara ketatabahasaan yang diakhiri dengan jeda panjang. Contoh kalimat yang
berwujud tulis adalah sebagai berikut. Nalika isih taruna Raden Wasudewa
sakadang sajake ya padha thukmis. ‘Ketika masih muda Raden Wasudewa
bersaudara kelihatannya juga seorang pecinta wanita.’.
6. StrukturSintaksis
Struktur sintaksis menurut Sudaryanto (1983:13-14) terdiri dari bentuk,
fungsi, kategori, dan peran.
a. Bentuk
Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau
rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Bentuk
dibedakan menjadi bentuk asal, bentuk bebas, bentuk dasar, bentuk kata, dan
bentuk terikat (Harimurti Kridalaksana, 2008:32-34). Dalam bahasan ini bentuk
yang dikaji adalah bentuk nomina majemuk bahasa Jawa. Menurut Wedhawati,
ddk. (2006:225) berdasarkan konstituen pembentuknya kata majemuk dibedakan
menjadi empat yaitu:
1. kata majemuk yang terdiri dari morfem asal plus morfem asal (misalnya:
sida luhur ‘motif batik’),
2. morfem pangkal plus morfem asal (misalnya: kebo giro ‘nama tembang’),
3. morfem asal plus morfem pangkal (misalnya: sangga wedhi ‘sanggurdi’),
dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Buku Morfologi Bahasa Jawa karangan Soepomo Poedjosoedarmo
mengklasifikasikan kata majemuk berdasarkan segi bentuk, posisi modifikasi,
luluhnya komponen, persamaan arti, dan arti (1978:167-171). Masing-masing dari
bentuk kata majemuk itu masih dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian.
Misalnya pada bentuk kata majemuk berdasarkan posisi modifikasi dibagi
menjadi tiga yaitu mengikuti pola DM seperti garudha nglayang ‘cara berperang’,
mengikuti pola MD seperti raja pati ‘pembunuhan’, dan pola kata pertama sejajar
dengan kata kedua seperti tata raharja ‘teratur dan sejahtera’.
b. Fungsi
Setiap kata dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan
kata yang lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi adalah hubungan antara
satu satuan dengan unsur gramatikal, leksikal, atau fonologis dalam suatu deret
satuan-satuan (Harimurti Kridalaksana, 2008:67). Fungsi bersifat relasional,
artinya adanya fungsi yang satu tidak dapat dibayangkan tanpa hubungan dengan
fungsi yang lain. Kita tidak dapat mengatakan suatu kata berfungsi sebagai P jika
tidak melihat fungsi lain seperti S atau O dalan deret satuan tersebut. Adapun ciri
dari fungsi menurut Ramlan (2001:80-93) adalah sebagai berikut.
a. S (Subjek) dan P (Predikat)
1) Berdasarkan intonasi, antara S dan P secara potensial terdapat jeda
sedang.
2) Berdasarkan strukturnya S dan P dapat dipertukarkan tempatnya.
3) P terdiri dari golongan verba transitif, verba intransitif, dan
commit to user
4) Unsur yang menduduki fungsi S berkategori Nomina dan P
diduduki kata berkategori Nomina, Verba, Bilangan, dan FD.
b. O (Objek) dan Pel (Pelengkap)
1) O selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verba transitif.
2) Jika klausa diubah dari klausa aktif menjadi klausa pasif, maka
kata atrau frasa yang berkedudukan sebagai O menduduki fungsi S.
3) Pel terletak dibelakang P tetapi tidak bisa dijadikan bentuk pasif.
4) Kata yang menduduki fungsi O termasuk kategori Nomina dan Pel
diduduki kata berkategori Nomina, Verba, dan Bilangan.
c. K (Keterangan)
1) Pada umumnya mempunyai letak yang bebas.
2) Kata yang menduduki fungsi K termasuk kategoti Keterangan, FD,
dan Nomina.
Menurut Anton M Moeliono, dkk. (1988:30) fungsi bersifat sintaksis
artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis
yang dimaksud adalah.
a. S (Subyek)
1) Berwujud nomina atau kata benda.
2) Terletak di muka P.
b. P (Predikat)
1) Dapat berwujud FV, Adjektiva atau kata sifat, Nomina atau kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c. O (Objek)
1) Berwujud FN atau Nomina.
2) Berada di belakang P yang berupa FV transitif aktif.
3) O berubah menjadi S dalam kalimat pasif.
d. Pel (Pelengkap)
1) Umumnya berupa frasa nomina berada di belakang P verba.
2) Pel tidak dapat menjadi S.
3) Wajib hadir untuk melengkapi konstruksi.
e. K (Keterangan)
1) Letak dari K bebas.
2) Dapat berupa kata yang bermakna alat, tempat, cara, waktu,
kesertaan, atau tujuan.
Secara umum, fungsi kata dalam sebuah kalimat dapat dibagi atas fungsi
subjek, objek, predikat, pelengkap, dan fungsi keterangan (selanjutnya disingkat
S, O, P, Pel, dan K). Pada penelitian ini fungsi yang dibahas adalah fungsi
sintaksis dari kata majemuk nomina. Contoh dari analisis fungsi kata majemuk
nomina dalam kalimat adalah sebagai berikut.
(3) Tembang semut ireng tau popular lan dadi pangeram-eram.
(JB/13/Nop/2010/6)
‘Lagu semut ireng pernah terkenal dan menjadi kejutan.’
Pada kalimat (3) di atas kata majemuk semut ireng ‘lagu dhandhanggula’
berfungsi sebagai subjek kalimat. Hal ini dapat dibuktikan dari ciri-ciri yang
disebutkan di atas.
(3a) Tembang semut ireng tau popular lan dadi pengeram-eram.
commit to user
c. Kategori
Kategori adalah 1. bagian dari suatu sistem klasifikasi; mis. kategori
gramatikal dan kategori leksikal; 2.hasil pengelompokan unsur-unsur bahasa yang
menggambarkan pengalaman manusia; 3. Golongan satuan bahasa yang
anggota-anggotanya mempunyai perilaku sintaksis dan mempunyai sifat hubungan yang
sama (Harimurti Kridalaksana, 2008:113). Kategori dalam bahasa Jawa menurut
Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2008:115-150) dibagi atas 10 kategori yaitu.
a. Tembung aran ‘kata benda’ atau nomina (selanjutnya disingkat N) yaitu
kata yang menerangkan suatu barang atau sesuatu yang dianggap sebagai
barang. Kata benda ini dapat didahului kata dudu ‘bukan’atau ana ‘ada’.
Contoh semar mendem ‘nama makanan’.
b. Tembung kriya ‘kata kerja’ atau verba (selanjutnya disingkat V) yaitu kata
yang menerangkan suatu tindakan atau proses. Kategori kata ini dapat
dinegasikan dengan kata ora ‘tidak’. Contoh dari kata verba majemuk
adalah tambal sulam ‘memperbaiki kerusakan kecil’.
c. Tembung kahanan ‘kata sifat’ atau adjektiva (selanjutnya disingkat Adj)
yaitu kata yang dapat menerangkan keadaan atau sifat suatu benda.
Kategori kata jenis ini dapat didahului dengan kata luwih ‘lebih’, rada
‘lebih’, paling ‘ter-‘, dan diakhiri dengan banget ‘sangat’. Contoh
adjektiva majemuk adalah landhep dhengkul ‘sangat bodoh’.
d. Tembung katrangan ‘kata keterangan’ atau adverbial (selanjutnya
disingkat Adv) yaitu kata yang memberi keterangan terhadap kata lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
e. Tembung sesulih ‘kata ganti’ atau pronomina (selanjutnya disingkat Pro)
yaitu kata yang sebagai kata ganti orang, barang atau apapun yang
dianggap sebagi barang. Contoh pronomina adalah pronominal persona
seperti sampeyan ‘kamu’.
f. Tembung wilangan ‘kata bilangan’ atau numeralia (selanjutnya disingkat
Num) yaitu kata yang menerangkan jumlah atau kuantitas suatu barang.
Contoh numeralia bentuk majemuk adalah kapat sasur ‘35’.
g. Tembung panggandheng ‘kata sambung’ atau konjungsi (selanjutnya
disingkat Konj) yaitu kata yang berguna untuk menggabungkan kata, frasa,
atau kalimat satu dengan yang lain supaya bertambah panjang. Contoh dari
konjungsi adalah lan ‘dan’.
h. Tembung ancer-ancer ‘kata depan’ atau preposisi (selanjutnya disingkat
Pre) yaitu kata yang berguna untuk memberi tanda tempat atau barang.
Kata depan selalu terletak di depan atau kiri kata benda atau kata sifat.
Contoh preposisi majemuk adalah awit saking ‘karena’.
i. Tembung panyilah ‘kata sandang’ atau artikula yaitu kata yang
memperkuat kedudukan subjek. Kata ini terletak di sebelah kiri kata.
Bahasa Jawa memiliki enam artikula (Wedhawati, dkk., 2006:412) yaitu
sang, hyang, sang hyang, dhanyang, si, dan pun.
j. Tembung panyeru ‘kata seru’ atau interjeksi yaitu kata yang digunakan
untuk menggambarkan perasaan senang, sedih, susah, kaget, kecewa, dan
heran. Contoh dari interjeksi adalah iyung ‘aduh’ yang menyatakan rasa
kesakitan. Partikel juga masuk ke dalam jenis kategori ini. Contoh dari
commit to user
Dalam bahasan ini yang dikaji adalah kategori kata pembentuk kata
majemuk nomina dalam bahasa Jawa. Sebagai contoh kata majemuk kuping gajah
‘nama makanan’ yang terbentuk dari kategori nomina dengan kategori nomina.
kuping gajah ‘nama makanan’.
N N
d. Peran
Peran adalah hubungan antara predikator dengan sebuah nomina dalam
proposisi (Harimurti Kridalaksana, 2008:187). Peran bersifat relasional dan
struktural. Peran dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu peran konstituen
pusat, pada umumnya terdapat pada predikat, dan peran konstituen pendamping
yang biasanya terdapat pada subjek, objek dan keterangan (Dyah Padmaningsih,
2009:-). Peran konstituen pusat terbagi atas empat peran yaitu.
a. Peran aktif yaitu peran yang menyatakan tindakan aktif, misalnya
palakrama ‘menikah’, nggulawentah ‘mengasuh’.
b. Peran pasif yaitu peran yang menyatakan tindakan pasif, misalnya
dirudapeksa ‘diperkosa’.
c. Peran resiprokal adalah peran yang menyatakan hubungan timbal-balik
atau makna saling, misalnya adu geger ‘saling bersandar’.
d. Peran reflektif adalah peran yang menyatakan tindakan yang mengenai
atau dimanfaatkan oleh yang bertindak sendiri atau perbuatan untuk diri
sendiri, misalnya sanggauwang ‘berpotang dagu’.
Peran konstituen pendamping terbagi atas sembilan peran yaitu.
a. Peran agentif adalah peran yang menampilkan perbuatan atau yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
atau objek suatu kalimat. Contoh: Pakdhe ngluku sawah ‘Paman
membajak sawah’. Pakdhe ‘paman’ dalam kalimat berperan sebagai agent.
b. Peran objektif adalah peran yang menampilkan objek. Peran ini terdapat
pada kalimat yang berobjek. Contoh: Ibu gawe nagasari ‘Ibu membuat
kue nagasari’. Nagasari ‘nama kue/makanan’ sebagai objek dalam
kalimat.
c. Peran reseptif yaitu peran yang menyatakan subjek mengalami keadaan
psikologis dari P. Contoh: Parimuka diantemi warga. ‘Perampok dipukuli
warga.’. Parimuka ‘perampok’ merupakan peran reseptif dalam kalimat.
d. Peran benefaktif adalah peran yang diuntungkan atau peran yang
menyatakan perbuatan yang dilakukan untuk orang lain. Contoh: Ibu
numbasake mbako mbahkung. ‘Ibu membelikan tembakau untuk kakek.’.
Mbahkung ‘kakek’ dalam kalimat berperan sebagai benefaktif.
e. Peran faktor yaitu peran yang menyatakan sebab atau faktor. Contoh:
Wulu kalong nutupi dhadhane ‘Bulu halus menutupi dadanya’. Wulu
kalong ‘bulu halus’ sebagai faktor dalam kalimat.
f. Peran target adalah peran yang menyatakan sasaran yang ingin dicapai dari
suatu perbuatan. Contoh: Wong kuwi mlaku rindhik-rindhik ameh jarah
rayah sertfikat omah saka sedulure ‘Orang itu jalan dengan hati-hati mau
merebut sertifikat rumah dari saudaranya.’ Jarah rayah ‘merebut’ dalam
kalimat berperan sebagai target dari tindakan.
g. Peran lokatif yaitu peran yang menunjukan tempat. Contoh: Prabu
Pandhudewanata kautus sowan Begawan Abiyasa ing Saptaarga ‘Prabu
commit to user
Saptaarga ‘nama pertapaan/tempat dewa’ merupakan lokatif dalam
kalimat ini.
h. Peran kompanional yaitu peran yang menyatakan kesertaan. Contoh: Ibu
tindak peken kaliyan budhe ‘Ibu ke pasar bersama bibi’. Budhe ‘bibi’
mempunyai peran kompanional.
i. Peran instrumen yaitu peran yang menyatakan alat. Contoh: Pakathik
nuntun jaran nganggo amben apus ‘Perawat kuda menarik kuda
menggunakan tali amben apus.’ Amben apus ‘nama tali’ merupakan peran
instrumen dalam kalimat.
Peran yang digunakan dalam analisis penelitian ini lebih banyak
membahas peran konstituan pendamping. Hal ini disebabkan karena kata
majemuk nomina lebih banyak berperan sebagai konstituen pendamping daripada
konstituan pusat. Dalam sebuah kalimat peran pusat lebih banyak diisi oleh
kategori verba. Contoh peran kata majemuk nomina dalam kalimat adalah sebagai
berikut.
(4) “Menawi mekaten Dewi Ragu badhe kula rebat,”pangancame Dasamuka getap. (JB/13/Nop/2010/20)
‘”Kalau begitu Dewi Ragu akan saya rebut,” ancaman Dasamuka mantap.’
Pada kalimat (4) dasamuka ‘raja Alengka’ berperan sebagai agentif.
B.
Kerangka Pikir
Data dalam penelitian ini adalah bahasa tulis berupa kalimat bahasa Jawa
yang terdapat dalam majalah, suplemen berbahasa Jawa di dalam surat kabar, dan
buku ajar baik buku pelajaran maupun lembar kerja siswa. Penggabungan satuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
antara satuan lingual tersebut adalah kata majemuk. Berdasarkan kategorinya,
terdapat bentuk kata majemuk nomina bahasa Jawa. Selanjutnya, kata majemuk
nomina tersebut diteliti berdasarkan bentuk, fungsi, dan peran.
Berikut adalah kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian berjudul
“Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian Bentuk, Fungsi, dan Peran)” ini.
Bagan Kerangka Pikir BENTUK
KALIMAT BAHASA JAWA
KATA MAJEMUK
FUNGSI
PERAN
KATA MAJEMUK NOMINA
Camboran wutuh
Camboran tugel
1. Agentif. 2. Objektif 3. Reseptif 4. Benefaktif 5. Lokatif 6. Kompanional 7. Instrumen
1. Subjek 2. Predikat 3. Objek 4. Keterangan 5.Pelengkap 1. Mono-Mono
2. Mono-Poli 3. Poli-Mono
1. N-N 2. N-Adj 3. Adj-Adj Struktur Kategori
1. N-N 2. N-Num 3. N-Adj 4. N-V 5. V-N 6. Num-N 7. Adj-N 8. V-Ajd 9. V-V Struktur
commit to user
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Istilah metode dalam penelitian linguistik mencakup kesatuan dari
serangkaian proses: penentuan kerangka pikir, perumusan hipotesis atau
perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sampel, data, teknik
pemerolehan data, dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam penelitian ini
metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, populasi dan
sampel, alat penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik
penyajian data.
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian kajian “Kata Majemuk Nomina Bahasa Jawa (Kajian
Bentuk, Fungsi, dan Makna)” adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang
kerjanya menyajikan data berdasarkan objek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang ada (Sudaryanto, 1992:5). Menurut Lexy J Moleong
(2007:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomana tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan pelbagai metode ilmiah. Jadi, penelitian
deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menyajikan data dalam bentuk
kata-kata dan bahasa sekarang berdasarkan fakta yang ada dengan memanfaatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
B.
Data
dan
Sumber Data
Data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan
langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:5). Data dalam
penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa kalimat-kalimat yang mengandung
kata majemuk nomina bahasa Jawa.
Data tulis lebih dipilih sebagai data dalam penelitian ini daripada data
lisan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, data tulis memperlihatkan ciri yang
lebih konsisten daripada data lisan. Kekonsistenan itu dapat terlihat baik dari
struktur kalimat maupun pilihan kata. Kedua, tingkat interferensi bahasa
Indonesia maupun bahasa asing lebih rendah daripada data lisan. Dalam menulis
orang akan lebih memilih kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan
pikiran sesuai dengan kosa kata bahasa yang digunakan. Untuk mendapatkan data
yang aktual dan dapat mewakili pemakain bahasa Jawa dewasa ini, maka pelbagai
media tulis dipakai sebagai sumber data.
Sumber data adalah asal muasal data penelitian itu diperoleh (Edi Subroto,
1992:34). Sumber data penelitian ini berasal dari: 1. Majalah Panjebar Semangat
tahun 2010, 2. Majalah Jayabaya tahun 2010, 3. Suplemen Jagad Jawa dalam
surat kabar SOLOPOS tahun 2010 dan 2011, 4. Mekar Sari dalam surat kabar
“KEDAULATAN RAKYAT” tahun 2011, 5. Buku ajar EKSIS bahasa Jawa (untuk
kelas 6 Sekolah Dasar semester II) tahun 2010, 6. Buku pelajaran Seneng Basa
Jawa (untuk kelas 3 Sekolah Dasar) tahun 2007.
Adapun alasan pemilihan sumber data tersebut adalah: 1. keenam sumber
data tersebut menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, 2. sumber-sumber data
commit to user
pemakaian bahasa Jawa dari pelbagai daerah dan lingkungan dapat diketahui, dan
3. keenam sumber data di atas mengandung kata majemuk nomina dan kalimat
yang menggunakan kata majemuk nomina.
C.
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian linguistik (Edi Subroto, 1992:32), populasi pada
umumnya ialah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa. Populasi
adalah objek dari penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah kalimat
yang mengandung kata majemuk nomina bahasa Jawa yang terdapat dalam
sumber data.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian
langsung yang mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto, 1992:32).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampel
bertujuan), maksud dari sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak
mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (contructions)
(Lexy J Moleong, 2007:224). Sampel penelitian ini berupa kalimat yang
mengandung kata maje