ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN
KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
AMRIL HAK
107017003/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN
KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AMRIL HAK
107017003/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Amril Hak
Nomor Pokok : 107017003
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Bastari, MM, BKP) (Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada Tanggal : 31 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Bastari, MM, BKP
Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN KOTA MEDAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi pada Program Studi Magister
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar
merupakan karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 31 Juli 2012
Penulis,
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
KOTA MEDAN
ABSTRAK
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) merupakan pajak pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber untuk melaksanakan pembiayaan pembangunan. Dengan sumber dana yang memadai, diharapkan proses pembangunan didaerah dapat terlaksana dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Tujuan penelitian ini untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen yang terdiri dari jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi secara parsial dan simultan terhadap variabel dependen penerimaan PBB P2 Kota Medan. Penelitian ini memakai data sekunder dalam urutan waktu (time series) dan model analisis yang dipakai adalah analisis regresi berganda (multiple regression). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara signifikan PDRB perkapita ADHB terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan inflasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh negatif secara signifikan tingkat suku bunga terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan dan terdapat pengaruh positif secara signifikan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, sedangkan hasil pengujian hipotesis secara simultan atau bersama-sama, terdapat pengaruh signifikan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan.
THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE REVENUES FROM LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN
AREAS OF THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
Land and Building Tax in Rural and Urban Areas (PBB P2) is a tax collected by the central government and most of it is given to the local government. Local government tries to increase the revenue from PBB P2 because it is one of the resources to finance development implementation. With adequate financial resource, it is expected that the process of development in the local government areas can be implemented and as a whole the community welfare will be improved. The purpose of this study was to test and analyze the factors partially and simultaneously influencing the independent variables comprising the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The research used secondary data in time series and the data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The result of hypothesis testing showed that, partially, the number of tax payers had a positive but insignificant influence , on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, PDRB per capita ADHB had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, inflation had a positive but insignificant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, interest rate had a negative and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan and investment had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The result of hypothesis testing through showed that, simultaneously, the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment had a significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak., selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Dr. Bastari, MM, BKP, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak., selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini sehingga selesainya tesis ini.
6. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak. dan Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran dan kritik untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf administrasi di Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
8. Bapak Lahum, SH, MM, selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dan Bapak Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan beserta staf pegawai, yang telah memberikan izin untuk penelitian sehingga dapat selesainya tesis ini.
9. Bapak Mukhlis Mashuri Lubis, S.Sos, selaku a.n Kepala Bagian Penanaman Modal dan Promosi Provinsi Sumatera Utara dan staf pegawai, yang telah memberikan izin untuk penelitian sehingga dapat selesainya tesis ini.
10. Khususnya istriku tercinta Cut Yunizar, Amd., Anakku tersayang Nurul Ayu Auliya Lubis dan Muhammad Haqqi Annazili Lubis, yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan secara moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
memberikan do’a restu dan motivasinya baik moril maupun materil kepada penulis untuk senantiasa dapat menyelesaikan pendidikan ini,
12. Rekan-rekan penulis, khususnya Angkatan XIX pada Program Magister Ilmu Akuntansi, Sekolah Pascasarjana USU Medan, yang telah mendukung dan sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.
13. Teman-teman penulis dan pihak-pihak lain yang banyak mendukung dan memberikan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberikan berkah dan rahmatNya kepada kita semua, Amiin.
Medan, 31 Juli 2012 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
NAMA LENGKAP : AMRIL HAK
TEMPAT/TGL LAHIR : AEK KANOPAN / 14 JANUARI 1963
ALAMAT RUMAH : JALAN SAMANHUDI NO. 68
KELURAHAN BERNGAM,
KOTA BINJAI - SUMATERA UTARA
AGAMA : ISLAM
JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI
NAMA AYAH : ALM. KIYAI H. ABDUL WAHAB LUBIS
NAMA IBU : HJ. NUR AMINAH
PENDIDIKAN :
1. SD NEGERI NO. 3 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1975
2. SMP NEGERI NO. 2 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1979
3. SMA NEGERI 1 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1982
4. DIPLOMA III (FE PAAP - USU MEDAN), ... LULUS TAHUN 1987
DAFTAR ISI
1.1. Latar Belakang Penelitian... 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian... 10
1.3. Tujuan Penelitian... 10
2.1.2. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)... 14
2.1.3. Fungsi pajak dalam pembangunan... 15
2.1.4. Subjek dan objek pajak bumi dan bangunan... 17
2.1.4.1. Subjek pajak bumi dan bangunan... 17
2.1.4.2. Objek pajak bumi dan bangunan... 17
2.1.5. Jumlah wajib pajak... 20
2.1.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita.... 21
2.1.7. Inflasi... 22
2.1.8. Tingkat suku bunga... 24
2.1.9. Investasi... 26
2.2. Review Peneliti Terdahulu………...……….……... 28
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 31
3.1. Kerangka Konsep... 31
3.2. Hipotesis Penelitian... 36
BAB IV METODE PENELITIAN... 37
4.1. Jenis Penelitian dan Sumber Data... 37
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 37
4.3. Metode Pengumpulan Data... 37
4.4. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel... 38
4.5. Teknik Analisa Data... 41
4.5.2. Pengujian asumsi klasik... 42
4.5.2.1. Uji normalitas data... 42
4.5.2.2. Uji multikolinieritas... 42
4.5.2.3. Uji heteroskedastisitas... 43
4.5.2.4. Uji autokorelasi... 44
4.5.3. Pengujian hipotesis... 44
4.5.3.1. Pengujian hipotesis secara parsial (uji t)... 44
4.5.3.2. Pengujian hipotesis secara simultan (uji F)... 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47
5.1. Deskripsi Data... 47
5.1.1. Deskripsi lokasi... 54
5.1.2. Karakteristik penelitian... 55
5.2. Analisis Data... 58
5.2.1. Hasil uji asumsi klasik... 58
5.2.1.1. Uji normalitas data... 58
5.2.1.2. Uji multikolinieritas... 60
5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas... 61
5.2.1.4. Uji autokorelasi... 62
5.2.2. Hasil estimasi parameter... 64
5.2.3. Pengujian hipotesis... 68
5.2.3.1. Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t).. 68
5.2.3.2. Hasil pengujian hipotesis secara simultan (uji F)... 71
5.3. Pembahasan Hasil Penelitian... 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78
6.1. Kesimpulan... 78
6.2. Keterbatasan Penelitian... 79
6.3. Saran... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Perbedaan penelitian... 12
2.1 Review peneliti terdahulu... 31
4.1 Definisi operasional variabel dan pengukuran variabel... 40
5.1 Data deskripsi statistik... 56
5.2 Hasil deskripsi statistik... 56
5.3 Uji normalitas data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 60
5.4 Uji multikolinieritas... 61
5.5 Uji Durbin Watson... 63
5.6 Pengukuran autokorelasi... 63
5.7 Hasil regresi berganda... 64
5.8 Hasil estimasi korelasi berganda dan determinasi... 66
5.9 Hasil uji-t (uji signifikansi secara parsial)... 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Alur penerimaan dan alokasi DBH PBB... 4
1.2 Perkembangan persentase realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tahun 2000-2010... 7
3.1 Model kerangka konseptual penelitian... 32
5.1 Perkembangan penerimaan PBB P2 Kota Medan... 47
5.2 Perkembangan jumlah wajib pajak Kota Medan... 49
5.3 Perkembangan PDRB perkapita ADHB Kota Medan... 50
5.4 Perkembangan inflasi Kota Medan tahun 2000 – 2011 (%)... 51
5.5 Perkembangan tingkat suku bunga Kota Medan tahun 2000 – 2011 (%)... 52
5.6 Perkembangan investasi (PMA/PMDN) Kota Medan... 53
5.7 Uji normalitas data... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Jadwal kegiatan penelitian... 84
2 Permohonan izin penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU kepada Dinas Pendapatan Kota Medan... 85
3 Permohonan izin penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU kepada Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Sumut... 86
4 Izin penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan... 87
5 Izin penelitian dari Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Sumatera Utara... 88
6 Data deskriptif... 89
7 Hasil olah SPSS (output SPSS)... 90
8 Tabel uji t... 98
9 Tabel uji F... 99
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
KOTA MEDAN
ABSTRAK
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) merupakan pajak pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber untuk melaksanakan pembiayaan pembangunan. Dengan sumber dana yang memadai, diharapkan proses pembangunan didaerah dapat terlaksana dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Tujuan penelitian ini untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen yang terdiri dari jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi secara parsial dan simultan terhadap variabel dependen penerimaan PBB P2 Kota Medan. Penelitian ini memakai data sekunder dalam urutan waktu (time series) dan model analisis yang dipakai adalah analisis regresi berganda (multiple regression). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara signifikan PDRB perkapita ADHB terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan inflasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh negatif secara signifikan tingkat suku bunga terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan dan terdapat pengaruh positif secara signifikan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, sedangkan hasil pengujian hipotesis secara simultan atau bersama-sama, terdapat pengaruh signifikan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan.
THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE REVENUES FROM LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN
AREAS OF THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
Land and Building Tax in Rural and Urban Areas (PBB P2) is a tax collected by the central government and most of it is given to the local government. Local government tries to increase the revenue from PBB P2 because it is one of the resources to finance development implementation. With adequate financial resource, it is expected that the process of development in the local government areas can be implemented and as a whole the community welfare will be improved. The purpose of this study was to test and analyze the factors partially and simultaneously influencing the independent variables comprising the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The research used secondary data in time series and the data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The result of hypothesis testing showed that, partially, the number of tax payers had a positive but insignificant influence , on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, PDRB per capita ADHB had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, inflation had a positive but insignificant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, interest rate had a negative and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan and investment had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The result of hypothesis testing through showed that, simultaneously, the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment had a significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena
itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan
pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak pusat, akan tetapi PBB
akan menjadi penerimaan daerah, karena sebagian besar dana bagi hasilnya (90%)
diserahkan kembali kepada daerah yang memungutnya dan 10% diserahkan ke
Pemerintah Pusat (Kas Negara).
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2000 yang
menggantikan PP No. 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB
antara Pemerintah Pusat dan Daerah terlihat bahwa persentase untuk Daerah
Kabupaten/Kota lebih besar dibandingkan daerah provinsi. Hal ini dapat dipahami
mengingat adanya kemauan politik dari Pemerintah untuk merealisasikan
terwujudnya otonomi daerah.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber
penerimaan daerah otonom, terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2) Dana Perimbangan.
3) Lain-lain pendapatan yang sah.
Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah “Dana yang
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi”. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah, sedangkan dana perimbangan yang berperan dalam
pembiayaan pembangunan di daerahnya. Sebagai pelaksana pembangunan
di daerah yang berdasar atas asas desentralisasi, Pemerintah Kota Medan
berkewajiban mengurus rumah tangganya sendiri.
Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dana
perimbangan terdiri atas, sebagai berikut:
1) Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak, yakni;
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, dan penerimaan
dari sumber daya alam yakni; kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan
panas bumi.
2) Dana Alokasi Umum (DAU).
Besarnya DAU didasarkan atas formula. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan
sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang
ditetapkan dalam APBN.
3) Dana Alokasi Khusus (DAK).
DAK ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental
dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah
(bottom-up).
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU No. 33 Tahun 2004,
1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan
rincian sebagai berikut:
a. 16,20% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke
rekening Kas Umum Daerah Provinsi,
b. 64,80% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan
ke rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan
c. 9% untuk biaya pemungutan.
2) Sebesar 10% bagian pemerintah pusat, dari penerimaan PBB tersebut
dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota yang didasarkan atas
realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai
berikut:
a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota.
b. 35% dibagikan secara insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang
realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan
sektor tertentu.
Adapun alur penerimaan PBB dan alokasi Dana Bagi Hasil PBB dapat
Gambar 1.1. Alur penerimaan dan alokasi DBH PBB
Menurut Guritno Mangkusubroto (1989) menyatakan bahwa penerimaan
PBB di Indonesia bersumber dari 5 (lima) klasifikasi, yaitu:
1) Sektor perdesaan, yang meliputi tanah untuk pekarangan, tanah untuk ladang, tanah untuk sawah, tanah tambak, tanah untuk ladang garam dan lain-lain yang ada di perdesaan.
2) Sektor perkotaan, yang meliputi tanah dan bangunan di kota-kota besar maupun kecil yang dapat dipandang sebagai kota, seperti ibukota negara, ibukota provinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan sebagainya. 3) Sektor perkebunan, yang meliputi tanah beserta bangunan yang dipergunakan
untuk keperluan perkebunan, seperti tanah dan bangunan untuk pabrik serta untuk tanaman perkebunan.
4) Sektor perhutanan, yang meliputi tanah dan bangunan yang digunakan untuk usaha perhutanan, seperti tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk menimbun kayu, dan tanah hutan yang belum menghasilkan.
Sumber penerimaan PBB pada penelitian ini adalah pada sektor Perdesaan
dan Perkotaan, yang mana obyeknya adalah bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan.
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak gerak
oleh karena itu yang dipentingkan adalah obyeknya sehingga keadaan dan status
orang atau badan yang dijadikan subyek pajak tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak, oleh karena itu pajak ini disebut pajak yang
obyektif. Walaupun disebut pajak yang obyektif tetapi dipungut dengan surat
penetapan pajak yang pada prinsipnya setiap tahun dikeluarkan.
Oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek
tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak. Namun kenyataannya
Pemerintah menetapkan standar ganda, NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) ditetapkan
sebesar 20% dan 40%. Persentase 40% berlaku untuk obyek pajak perumahan dan
bagi wajib pajak perorangan yang NJOP (tanah dan bangunan) lebih besar atau
sama dengan 1 (satu) milyar rupiah. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku
untuk obyek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, anggota
ABRI atau pensiunan (termasuk janda/dua) yang penghasilannya semata-mata
dari gaji atau pensiunan. Bagi wajib pajak ini berlaku persentase NJKP sebesar
20%. Berarti masih ada unsur subyektif karena pemerintah bukan hanya melihat
obyeknya tapi juga subyeknya.
Tingkat pelayanan sebagai upaya peningkatan dan pengamanan penerimaan
Perkotaan (PBB P2) di Kota Medan, maka KPP Pratama se-Kota Medan
memberikan pelayanan-pelayanan, yaitu:
1) Layanan cetak salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan
Bangunan (SPPT PBB).
2) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan seluruhnya.
3) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan sebagian, meliputi;
a. Balik Nama SPPT PBB.
b. Pemecahan SPPT PBB.
c. Penimbulan/data baru SPPT PBB.
d. Pembetulan SPPT PBB (Nama dan Alamat Wajib Pajak).
4) Layanan pengurangan besarnya PBB terhutang.
5) Layanan pengajuan keberatan atas PBB terhutang.
Berdasarkan data perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap
target penerimaan PBB P2 Kota Medan pada tahun 2000 sampai dengan tahun
2010, menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan. Namun dilihat dari
realisasi penerimaan PBB P2 masih ada yang di bawah target yaitu tahun 2001
dan tahun 2007. Sedangkan penerimaan PBB P2 yang paling besar terjadi pada
tahun 2004, yaitu realisasi penerimaan sebesar 123% atau 23% melebihi target
yang telah ditetapkan Pemerintah Kota Medan. Untuk perkembangan realisasi
penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tersebut,
100,71
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Penerimaan PBB P2 Target
Gambar 1.2. Perkembangan persentase realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tahun 2000-2010
Sumber data: Dipenda Kota Medan, tahun 2011.
Guna meningkatkan penerimaan PBB P2 tersebut perlu menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, sehingga dengan mengetahui hal
tersebut dapat disusun stategi yang tepat agar peningkatan penerimaan PBB P2
dapat dicapai dengan efektif.
Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa penerimaan PBB P2
di Pemerintah Kota Medan perlu diteliti. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut
faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, yaitu jumlah wajib pajak,
PDRB perkapita atas dasar harga berlaku (ADHB), inflasi, tingkat suku bunga dan
Wajib pajak/subyek pajak PBB P2 adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan,
antara lain: pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai, penyewa. Jumlah
wajib pajak dalam penelitian ini adalah jumlah subyek pajak yang terdaftar dalam
Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) yang ada dalam basis data di Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) dan KPP Pratama se-Kota
Medan, bahwa perkembangan jumlah wajib pajak yang meningkat berpotensi
akan meningkatkan penerimaan pajak. Oleh sebab itu perlu adanya dukungan dari
pihak masyarakat, baik jumlah dan tingkat kepatuhan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan cermin dari
pendapatan masyarakat, semakin tinggi PDRB perkapita, kemampuan masyarakat
untuk membayar PBB semakin meningkat, sehingga dapat meningkatkan
penerimaan PBB. PDRB perkapita ADHB untuk wilayah Kota Medan
menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga
yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Hal ini
mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Naiknya inflasi akan
meningkatkan nilai harga tanah, sehingga nilai jual obyek pajak juga akan
meningkat. Naiknya nilai jual obyek pajak akan meningkatkan penerimaan PBB.
Tingkat suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga acuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
pencapaian stabilitas inflasi. Naik turunnya tingkat suku bunga akan
mempengaruhi penerimaan pajak, khususnya terhadap penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan. Naiknya tingkat suku bunga akan menurunkan keinginan
meminjam dana dalam membayar kredit perumahan sehingga dapat menurunkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan sebaliknya.
Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari
tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat
diperoleh melalui dana dari luar wilayah.
Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah kota
Jakarta dan Surabaya, dilihat dari luasnya wilayah, jumlah penduduk, aktivitas
industri dan perdagangan barang dan jasa. Saat ini Pemerintah Kota Medan
sedang berusaha pula untuk memperbesar luas wilayahnya. Melihat kondisi ini
peluang bisnis di berbagai bidang seperti bidang industri, pariwisata, perbankan
dan lain-lain akan semakin menjanjikan keuntungan bagi para investor lokal
maupun asing.
Sejak tahun 2000 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara
berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini
tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung
juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan
penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.
Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik
dengan judul: “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan”.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan ini
sebagai berikut:
Apakah jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku
bunga dan investasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk menganalisis pengaruh secara parsial dan simultan jumlah wajib
pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, diharapkan akan memperoleh manfaat sebagai
berikut:
1) Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Medan dalam
pengambilan kebijakan perpajakan di masa yang akan datang untuk
peningkatan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber pendapatan asli
2) Dapat meningkatkan wawasan keilmuan tentang PBB P2 di Kota Medan.
3) Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan kepustakaan dan menjadi masukan
bagi pihak-pihak yang ingin meneliti kembali atas masalah-masalah yang
releven dengan penelitian ini.
4) Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang akan datang.
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian-penelitian ini adalah penelitian replikasi dari peneliti terdahulu
yang dilakukan oleh Sitanggang (2001), dengan judul faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Daerah
Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah jumlah
surat penagihan, jumlah wajib pajak, dana pembangunan prasarana dan
pendapatan perkapita secara keseluruhan maupun secara parsial berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan PBB di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada
variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independen) yaitu
jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan
investasi, sedangkan variabel terikat (dependen) adalah penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Medan. Perbedaan penelitian ini
Tabel 1.1. Perbedaan penelitian
No. Kriteria Peneliti terdahulu Peneliti sekarang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Konsep pajak
Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakat, berdasarkan Undang-Undang dapat dipaksakan yang mana balas
jasanya tidak secara langsung dinikmati oleh wajib pajak. Pajak yang dipungut
tersebut dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah seperti
pembangunan sarana-sarana umum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban yang
akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun 2000: Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sebagaimana yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa untuk penyelenggaraan
otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan pemerintah menggali
sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya adalah dari penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Soemitro (2001) yang dijadikan dasar untuk
pengenaan pajak atas bumi dan bangunan adalah nilai jual dari bumi dan
bangunan, nilai jual tersebut dihitung dengan cara tertentu.
2.1.2. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sejarah asal mulanya Pajak Bumi dan Bangunan yang merupakan salah satu
pajak tertua di Indonesia, pada zaman kolonial Belanda pajak atas tanah
(landrent) diganti dengan nama Pajak Bumi. Kemudian setelah Indonesia
merdeka tahun 1959 diubah namanya menjadi Pajak Hasil Bumi berdasarkan UU
No. 11 Prp Tahun 1959. Pada masa itu obyek pajak yang dikenakan tidak lagi
nilai tanah melainkan hasil yang keluar dari tanah. Dengan pemberian otonomi
dan desentralisasi kepada Pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian diubah
namanya menjadi Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA), hasilnya diserahkan pada
Pemerintah Daerah walaupun pajak tersebut masih merupakan pajak pusat. Hasil
IPEDA tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan daerah.
Pada tahun 1983 pemerintah mengadakan reformasi pajak untuk pertama
kalinya dan menghasilkan salah satunya UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan dan mulai berlaku secara efektif sejak 1 Januari 1986, yang
merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas
bumi dan/atau bangunan, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan,
memiliki dan menguasai atas bangunan.
Terakhir peraturan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan UU No. 12
Tahun 1994 sebagai pengganti dari UU No. 12 Tahun 1985, dengan berpegang
teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan
penyempurnaan undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam
pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan
2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya.
Berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam
penyempurnaan UU No. 12 Tahun 1985, diatur kembali ketentuan-ketentuan
mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam UU tentang
Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,
dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut:
1. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan
mengenai besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
untuk setiap wajib pajak.
2. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak.
2.1.3.Fungsi pajak dalam pembangunan
Pajak mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi budgetair dan regulator.
Sebagai fungsi budgetair, pajak merupakan alat untuk mengumpulkan dana
melalui Kas Negara bagi pembiayaan pembangunan. Pemerintah sangat
mengharapkan penerimaan negara selalu meningkat karena pajak merupakan
sumber penerimaan negara yang utama. Sebagai fungsi regulator, pajak
dimaksudkan untuk mengatur perekonomian yang sesuai dengan kebijakan
pemerintah. Artinya, pajak dapat digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk
menjalankan peranannya. Peranan pemerintah dalam arti luas adalah mengatur
kegiatan-kegiatan produsen dan konsumen mencapai tujuan masing-masing.
Bohari (2004) menjelaskan: Pembangunan hanya dapat terlaksana dengan
biaya yang cukup tersedia pada kas Negara. Untuk itu pajak merupakan sumber
keuangan Negara lewat tabungan pemerintah atau saving yang disalurkan ke
sektor pembangunan. Tabungan pemerintah ini diperoleh melalui surplus
penerimaan rutin setelah dikurangi dengan pegeluaran rutin. Penerimaan rutin
seperti: penerimaan dari sektor pajak, retribusi, Bea dan Cukai, hasil perusahaan
negara, denda dan sitaan. Penerimaan rutin ini adalah untuk membiayai
pengeluaran rutin dari pemerintah seperti: gaji pegawai, pembelian alat-alat tulis
menulis, ongkos pemeliharaan gedung pemerintah, bunga dan angsuran
pembayaran hutang-hutang dari negara lain, tunjangan sosial dan sebagainya.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan dapat dijelaskan, diantaranya:
a. Bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat
penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena itu perlu dikelola
dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya.
b. Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan
sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu
hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar
apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau
kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak.
c. Bahwa sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN) tahun 1983 perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan,
sehingga dapat mewujudkan peran serta dan kegotongroyongan masyarakat
2.1.4. Subyek dan obyek pajak bumi dan bangunan
2.1.4.1. Subyek pajak bumi dan bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Subyek
Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian subyek pajak tersebut
di atas menjadi wajib pajak PBB.
Jika subyek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak
obyek pajak sedangkan perawatannya dikuasakan kepada orang atau badan, orang
atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak oleh Direktur
Jenderal Pajak (DJP). Namun penunjukan tersebut bukan merupakan bukti
kepemilikan. Subyek pajak yang ditetapkan seperti pada contoh di atas dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada DJP bahwa kuasa tersebut bukan
wajib pajak terhadap obyek pajak yang dimaksud. Apabila keterangan wajib pajak
disetujui, maka DJP membatalkan penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka
waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. Namun bila tidak
disetujui, DJP mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai dengan
alasan-alasan. Selanjutnya setelah jangka waktu satu bulan sejak diterima Surat
Keterangan ternyata DJP tidak memberi keputusan keterangan yang telah pernah
diajukan dianggap disetujui.
2.1.4.2. Obyek pajak bumi dan bangunan
Sebagaimana penjelasan di atas bahwa obyek pajak pada penelitian ini
adalah PBB P2, yang mana obyek pajaknya adalah bumi dan atau bangunan yang
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan. Pengertian bumi adalah permukaan bumi yang ada di bawahnya,
sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut,
8) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, 9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Waluyo, 2004).
Selain obyek pajak kena pajak, terdapat pula obyek pajak yang tidak
dikenakan pajak bumi dan bangunan, sesuai Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1994,
yaitu:
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum.
2) Ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala/yang sejenisnya dengan itu.
4) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa.
5) Digunakan oleh diplomatik, konsulat dan perwakilan Organisasi Internasional dengan asas timbal balik.
6) Digunakan oleh badan atau perwakilan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Obyek pajak berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994, sebagai perubahan UU
No. 12 Tahun 1985, adalah:
1. PBB belum didasarkan pada self assesment system. Nilai jual obyek pajak
ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan alasan agar dapat mencapai
(mendekati) nilai jual obyek pajak yang ideal dalam artian nilai jual relatif
sama dengan harga jual.
2. Besarnya NJOP tidak kena pajak menjadi Rp. 8.000.000,-
3. NJOP tidak kena pajak tidak diterapkan untuk setiap wajib pajak, dengan
demikian NJOPTKP tersebut dikurangkan terhadap hasil penjumlahan NJOP
tanah dan NJOP bangunan. Hal ini berbeda dengan NJOPTKP menurut UU
Nomor 12 Tahun 1985, yang mana NJOPTKP ini dapat diterapkan terhadap
NJOP bangunan saja.
4. Pengurangan NJOPTKP hanya berlaku untuk satu unit obyek PBB yang
dimiliki atau dikuasai oleh wajib pajak. Dengan demikian, apabila wajib
pajak mempunyai lebih dari satu obyek pajak maka NJOPTKP hanya dapat
dikurangkan terhadap satu obyek pajak saja, dalam hal ini obyek pajak yang
mempunyai NJOP paling tinggi. Untuk obyek pajak yang mempunyai obyek
pajak yang lain tidak diberikan pengurangan NJOPTKP.
Nasucha (1997) mengungkapkan bahwa PBB merupakan pajak obyektif,
di mana pengenaan pajak didasarkan pada obyek dari PBB, yaitu bumi dan/atau
bangunan, sehingga otomatis yang menjadi obyek pajaknya adalah bumi dan
bangunan.
Sebagai dasar pengenaan pajak adalah NJOP, yaitu harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, maka penentuan NJOP diperoleh melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau melalui nilai perolehan
Berdasarkan ketentuan baru yang berlaku efektif mulai tahun 2001, atas
setiap wajib pajak diberikan keringanan berupa ketentuan NJOPTKP sebesar
Rp. 12.000.000,- per wajib pajak. Ketentuan ini menggantikan ketentuan lama
yang besarnya Rp. 8.000.000,-. Dengan adanya NJOPTKP akan banyak
masyarakat kecil (terutama yang tinggal di perdesaan) yang selama ini hanya
mempunyai obyek PBB yang bernilai kecil, akan terbebas dari kewajiban
membayar PBBnya. Untuk menghitung obyek PBB dikenakan tarif PBB 0,5%.
Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Saat
ini ketentuan mengenai NJKP yang diberlakukan adalah sebesar 20% dan 40%.
NJKP sebesar 40% diberlakukan khusus bagi obyek PBB yang dipergunakan
untuk perumahan dengan NJOP sebesar 1 (satu) milyar rupiah atau lebih.
Ketentuan NJKP sebesar 40% tersebut tidak berlaku bagi obyek pajak yang
dimiliki oleh PNS, ABRI, pensiunan yang semata-mata penghasilannya hanya
berasal dari gaji pensiunan, dengan demikian tarif efektif untuk menghitung
besarnya PBB yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah sebesar 0,1% dan 0,2%
dari NJOP.
2.1.5. Jumlah wajib pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran
pajak yang terutang, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu. Oleh
sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah
ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang
ini menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subyek pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain yang bukan merupakan
subyek pajak yang berwenang untuk memungut pajak dari subyek pajak. Dalam
pengertian PBB, subyek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau
badan yang memenuhi ketentuan sebagai subyek pajak diwajibkan untuk
membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak.
Subyek pajak atau wajib pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi
untuk memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain
pemilik, penghuni, penggarap, dan penyewa.
2.1.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita
Besarnya nilai jual obyek pajak sebagai dasar pengenaan PBB ditetapkan
setiap 3 (tiga) tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya (Waluyo dan Wirawan,
2000). Kondisi ini diperhitungkan mengikuti pertumbuhan ekonomi yang dialami
daerah bersangkutan yang mendorong kemampuan ekonomi masyarakat dan
ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan perkapita (Insukindro, 1994). PDRB
perkapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak.
Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan indikator agregat
ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian
suatu wilayah tingkat provinsi atau kabupaten, sedangkan PDRB perkapita
selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. PDRB perkapita diperoleh dari
hasil pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk.
Kemampuan seseorang untuk membayar pajak dapat dilihat dari tiga aspek,
yaitu tingkat pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi seseorang, berarti
semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak dan
berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak (Miyasto, 1993).
2.1.7.Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain
(Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan
persentase yang sama.
Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, parah dan
tidaknya inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 2000). Menurut
sifatnya inflasi digolongkan dalam tiga kategori yaitu inflasi merayap, inflasi
menengah dan inflasi tinggi. Inflasi merayap adalah kenaikan harga terjadi secara
lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama
(di bawah 10% per tahun). Inflasi menengah adalah kenaikan harga yang cukup
besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta
mempunyai sifat akselerasi. Inflasi tinggi adalah kenaikan harga yang besar bisa
Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum
mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terus-menerus.
Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya
dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi yang mana
para pelaku ekonomi tidak akan melakukan spekulasi dalam perekonomian.
Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat
akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang
naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang
dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Akhirnya masyarakat tidak
lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga
ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik
secara akselerasi. Berdasarkan parah tidaknya inflasi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu, inflasi ringan (di bawah 10%
setahun), inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun), inflasi berat (antara 30% -
100% setahun) dan hiperinflasi (di atas 100% setahun).
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja,
dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan
terpuruk dari waktu ke waktu.
Dampak inflasi bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Apabila hal ini
terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, apabila inflasi menyebabkan naiknya biaya
produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen tidak akan
meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, apabila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha
produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha
kecil).
Secara umum, inflasi berdampak juga dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong
penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.8. Tingkat suku bunga
Menurut Nopirin (2000), suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Tingkat suku bunga mempengaruhi keputusan
individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan
harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga
lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan
penawaran.
Suku bunga dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat
diamati pasar.
2) Suku Bunga Riil. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat
bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi
dengan laju inflasi yang diharapkan.
Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat
untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Pohan, 2008).
Apabila SBI cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden per
tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan
uangnya di bank dan IHSG turun. Sebaliknya, apabila suku bunga sudah
melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa (Yuniarta, 2008).
Penelitian ini dengan menggunakan tingkat suku bunga Bank Indonesia.
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten)
yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial
mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun
deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat
menurunkan harga saham.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas diketahui bahwa tingkat suku
bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika
sehingga konsumsi masyarakat tinggi, akan diantisipasi oleh pemerintah dengan
menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi
yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga
permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
2.1.9.Investasi
Pengertian investasi menurut Sutojo (1993), adalah usaha menanamkan
faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama
sekali atau perluasan proyek atau pabrik yang sudah ada untuk memperoleh
manfaat keuangan dan/atau non keuangan yang layak di kemudian hari.
Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan
faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor-faktor produksi tersebut adalah modal (investasi).
Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat
kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal atau investasi.
Menurut Sunariyah (2006): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang”. Banyak
negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan
investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah
sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan laju pertumbuhan
ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang
dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa.
Perkembangan investasi atau penanaman modal merupakan langkah awal
bagi kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Dinamika investasi sangat
marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap
negara senantiasa berusaha menciptakan iklim usaha yang dapat menggairahkan
investasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, setiap saat pemerintah berusaha secara
intensif menggalakkan kegiatan promosi untuk menarik investor asing agar dapat
menanamkan modalnya di Indonesia khususnya di Kota Medan. Oleh karena itu,
pemerintah melalui kebijakannya berulang kali memfasilitasi para investor agar
lebih giat melakukan investasi, antara lain dengan diperlonggarnya kepemilikan
saham oleh para pemodal asing dan makin terbukanya peluang usaha di Indonesia,
seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam rangka peningkatan arus modal asing langsung atau
penanaman modal asing (PMA).
Berbagai terobosan dilakukan pemerintah kota di sektor investasi untuk
dapat menarik minat para investor dari dalam maupun luar negeri mulai dari
penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif
baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Berbagai langkah debirokrasi
dan deregulasi terus dilanjutkan untuk menciptakan efisiensi berusaha dan
berinvestasi termasuk konsistensi aturan dan kepastian hukum untuk
meminimalisir ketidakpastian berusaha bagi investasi asing.
Pemerintah Kota Medan akan memberikan berbagai langkah yang sedang
dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan, antara lain:
1) Membentuk institusi kantor penanaman modal daerah Kota Medan sebagai institusi yang menyelenggarakan kewenangan perizinan investasi baik yang bersifat PMDN, maupun sebahagian PMA yang sebelumnya ada pada Pemerintah Pusat/Provinsi dalam layanan sistem satu atap (one stop service). 2) Membentuk Medan Bisnis Forum (MBF) sebagai wadah kemitraan antara
forum komunikasi, fasilitator, mediator, kegiatan bisnis dan investasi usaha swasta dan asing.
3) Mempersiapkan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) satu atap, sebagai bentuk pengintegrasian pelayanan perizinan bagi investor dalam negeri dan asing sehingga diharapkan dapat lebih sederhana, cepat, mudah, murah, terbuka, baku, efisien dan ekonomis (terjangkau).
4) Mengusahakan insentif dan kemudahan melalui Pemerintah Pusat dengan pemberian:
a. Keringanan bea masuk, impor barang-barang modal (mesin, bahan baku, dan lain-lain) sesuai dengan SK Menteri Keuangan No. 135/KMK.05 /2000.
b. Pembebasan PPN atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No. 155/KMK.03/2001.
c. Memberikan visa izin tinggal sementara dan atau izin tinggal terbatas bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing, melalui Ditjen Imigrasi/Kantor Imigrasi setempat.
d. Menggalang kerjasama perdagangan dan investasi dalam wadah-wadah regional seperti IMT-GT, Sister City dan lain-lain.
e. Peningkatan pelayanan pada pintu-pintu masuk khususnya bandara dan pelabuhan, sehingga menciptakan budaya yang maju.
f. Melakukan koordinasi secara terus menerus dengan Kepolisian dan TNI untuk memberikan rasa aman dan tenteram bagi seluruh pelaku bisnis baik Domestik maupun Asing yang ada di Kota Medan.
Sumber Data: website Pemko Medan.
Berbagai langkah yang telah, sedang dan akan dilanjutkan tersebut
diharapkan juga menghapus perbedaan perlakuan antara investor asing dan lokal,
sehingga investor asing dapat memiliki akses yang sama termasuk dari lembaga
perbankan domestik/lokal (menyamakan perlakuan terhadap investor).
2.2. Review Peneliti Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan judul ini telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang (2001), tentang Faktor-faktor yang
Istimewa Yogyakarta, menyimpulkan bahwa jumlah surat penagihan, jumlah
wajib pajak, Dana Prasarana Pembangunan dan PDRB perkapita secara
keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB Daerah
Istimewa Yogyakarta.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2005), tentang Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan PBB Studi Kasus di Kabupaten Banyumas,
menyimpulkan bahwa PDRB perkapita, wajib pajak, inflasi, luas lahan,
jumlah bangunan dan resesi ekonomi berpengaruh positif terhadap
penerimaan PBB dan krisis moneter berpengaruh negatif.
3. Penelitian yang dilakukan Joko (2006), tentang Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan PBB Studi Kasus di Kabupaten Bayolali,
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan
PBB secara nyata adalah PDRB perkapita, pengeluaran pembangunan 2 (dua)
tahun yang lalu, biaya pembangunan yang dibiayai oleh swadaya masyarakat
2 (dua) tahun yang lalu dan inflasi.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (2008), tentang Faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan PBB dan dampaknya terhadap penerimaan daerah
(Studi Kasus di Kabupaten Kendal) menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil
pengujian hipotesis secara parsial dengan uji-t hanya PDRB perkapita, yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PBB sedangkan
wajib pajak, luas lahan, jumlah penduduk berpengaruh negatif dan tidak
Tabel 2.1. Review peneliti terdahulu
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teori yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui
bahwa jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga
dan investasi secara teoritis mempunyai pengaruh terhadap penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan. Apabila dalam
penelitian ini variabel-variabel tersebut terbukti berpengaruh signifikan maka
dapat dirumuskan implikasi managerial dan kebijakan strategis, yang diharapkan
mampu meningkatkan penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kota Medan.
Penelitian ini menggunakan variabel independen lebih dari satu variabel
maka dipakai model regresi berganda (multiple regression). Dengan memakai
model regresi berganda agar dapat dikatakan model yang baik jika model tersebut
memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik
statistik, baik itu multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Skema model kerangka konseptual pada penelitian ini adalah model
Analisis Regresi Berganda dengan judul “Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Skema Model Kerangka Konseptual Penelitian, yang digambarkan dalam
hipotesis ini adalah:
Variabel Independen Variabel Dependen
e
Gambar 3.1. Model kerangka konseptual penelitian
Untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 Kota Medan dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat
suku bunga dan investasi, maka kerangka konsep ini dapat dijustifikasi sebagai
berikut:
PDRB perkapita ( X2 )
Inflasi ( X3 )
Penerimaan PBB P2
( Y ) Wajib Pajak
( X1 )
Investasi ( X5 ) Suku Bunga
Penelitian yang dilakukan Hadi (2005) dan kesimpulan Insukindro dalam
Hadi (2005), variabel jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap
penerimaan PBB. Namun peningkatan jumlah wajib pajak belum tentu
meningkatkan penerimaan PBB. Hal ini bisa terjadi apabila tidak ada kemampuan
dan/atau kesadaran untuk membayar pajak, atau karena tidak adanya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah setempat untuk mengelola pajak. Akan tetapi,
peneliti sepaham dengan Insukindro dalam Hadi (2005).
Jumlah wajib pajak yang meningkat akan meningkatkan potensi penerimaan
pajak, di mana naiknya jumlah wajib pajak sebagai wujud kesadaran wajib pajak
akan membayar pajaknya. Jika wajib pajak sudah memiliki kesadaran yang tinggi
maka jumlah wajib pajak yang membayar pajak akan meningkat. Naiknya
pembayaran oleh wajib pajak juga akan mendukung penerimaan pajak, khususnya
terhadap Pajak Bumi dan Bangunan.
PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang dihasilkan
oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. PDRB
perkapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk.
Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak. Dalam penelitian yang
dilakukan Hadi (2005), variabel PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap
penerimaan PBB. Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi
seseorang, berarti semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar
pajak dan berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak, termasuk
membayar PBB, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi peningkatan PDRB perkapita