• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika kriteria penetapan awal bulan kamariah (studi terhadap organisasi kemasyarakatan persatuan islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika kriteria penetapan awal bulan kamariah (studi terhadap organisasi kemasyarakatan persatuan islam)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fa Syarat

PROGR

( A H

FAK

UN

Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Sa rat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

AI SITI WASILAH

NIM. 1111044100067

GRAM STUDI HUKUM KELUARGA

H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

KULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H/2015 M

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Kamariah (Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam).” Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015, xii halaman + 96 halaman + 12 halaman lampiran.

Salah satu ormas Islam di Indonesia yang memperhatikan masalah penetapan awal bulan Kamariah, dan mengeluarkan penetapan selain ketetapan pemerintah adalah Persatuan Islam atau yang dikenal dengan Persis. Perlu diketahui bahwa dalam masalah penetapan awal bulan Kamariah, pada awalnya Persis menganut mazhab Hisab, namun ternyata selama setengah abad almanak Persis beredar dikalangan ummat Persis selalu mengalami perubahan atau pergantian metode dan kriteria penetapan awal bulan Kamariah. Berangkat dari sinilah penulis mencoba menelaah bagaimana pemikiran atau metode yang digunakan Persis serta dalil hukumnya dalam menetapkan awal bulan Kamariah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode serta dalil yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis) dalam menetapkan awal bulan Kamariah, serta mengetahui apa saja yang menjadi faktor perubahan dan pergantian kriteria awal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber penelitian terdiri dari data primer berupa hasil wawancara dengan Dewan Hisab dan Rukyat Persis dan data sekundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan, hasil wawancara, dan makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. Obyek dalam penelitian ini adalah Dewan Hisab dan Rukyat Persis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan berupa wawancara, dan observasi.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang digunakan oleh Persis ialah metode hisab, sesuai dengan pemahaman ahli hisabnya Persis (KH. Abdurrahman). Kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persis sudah mengalami beberapa kali perubahan, diantaranya: Ijtima’ Qoblal Ghurub, Wujudul Hilal Muhammadiyah, Wujudul Hilal di seluruh Indonesia, Imkanur Rukyat versi MABIMS, Imkanur Rukyat versi LAPAN. Faktor yang mempengaruhi perubahan kriteria tersebut ialah faktor internal dan eksternal yang bersifat ijtihad di Jam’iyah Persis. Kalender Persis dari tahun 1434 H sampai sekarang sudah menggunakan kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010).

Kata Kunci : Kamariah, Persatuan Islam (Persis), Ijtima’Qoblal Ghurub, Wujudul Hilal, Wujudul Hilal di seluruh Indonesia, Imkanur Rukyat versi MABIMS, Imkanur Rukyat versi LAPAN.

(6)

vi

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberi rahmat, taufik, hidayah dan ‘inayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Dinamika Kriteria Penetapan Awal Bulan Kamariah (Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan

Islam), dalam rangka memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini.

Selama proses dan perjalanan untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah mudah. Banyak hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

(7)

vii Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Hj. Maskufa, M.A., Dosen Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah membimbing dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran-saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Afwan Faizin, M.A., Dosen Pembimbing akademik yang selama menjalani aktifitas di kampus selalu memberikan motivasi dan dukungan serta dorongan agar selalu bekerja dan berusaha maksimal demi menggapai impian.

5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pemberitahuan, pemahaman dan pelayanan selama melaksanakan studi.

6. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta staf karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan buku, jurnal, dan lain sebagainya yang bisa dijadikan sumber oleh penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Syarief Ahmad Hakim, selaku Sekretaris Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam (Persis) yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian.

(8)

viii

dalam menghadapi cobaan hidup dan menjadi kebanggaan keluarga.Aamiin. 9. Untuk kakak dan kakak iparku tersayang: Mamay Rohmayati, Hj. Enung

Hadiati, H. Abdul Wahid Mujahid, SKM, Erni Nurbayati, S.Farm. Apt, Ahmad Muhaemin, Mujahidin, H. Oma Sukma, Lia Mega Mulia, SKM, Wawan Setiawan, S.Ag, yang dengan ikhlas mendo’akan, memberikan

semangat dan dukungan kepada penulis. Semua keponakan-keponakanku: Muhammad Yusuf Kurniawan, Ai Teni Murhatani, Arrafi Hadi Sukma, Abdul Hamid Fauzi, Alif Al-Farishi Mujahid, Ilham Khairul Azzam, Abdul Wahab Mubarok, Najwa Khaira Nurfadila, Ghaly Shidiq Al-Farishi, yang selalu memberikan hiburan kepada penulis ketika sedang menghadapi kendala. 10. Teruntuk Chaidar Alif, S.Sy yang selalu memberikan semangat dan motivasi,

serta mendengarkan keluh kesah penulis. Untuk sahabat-sahabatku: Juniarti Harahap, S.Sy, Vemi Zauhara, Nadia Nur Syahida, Zahrotul Kamilah, S.Sy, Ulfah Abdullah, Aida Makbullah Suti Halwan, Weely, Kicky Mayanti, dan teman-teman kosan yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis selama penyusunan skripsi tiada hentinya memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis dikala penulis sedang terpuruk dalam penyusunan skripsi.

(9)

ix terimakasih atas dukungan dan bantuannya.

Akhirnya tiada kata yang paling berharga kecuali ycapan Alhamdulillah atas Rahmat dan Karunia serta Ridha-Nya dan ucapan terimakasih penulis kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah menerima sebagian

amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi sempurnanya skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Aamiin.

Jakarta, 02 Oktober 2015

(10)

x

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Review Studi Terdahulu ... 9

E. Metode Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat ... 17

B. Landasan Hukum Hisab Rukyat ... 24

(11)

xi

BAB III GAMBARAN UMUM PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

A. Sejarah Singkat Persis ... 45 B. Sejarah Almanak Persis ... 53

BAB IV DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN

KAMARIAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

A. Metode, Dasar Hukum dan Landasan Yuridis Hisab Rukyat Persis dalam Menentukan Awal Bulan Kamariah ... 59 B. Faktor yang Melatar Belakangi Perubahan Kriteria Awal

Bulan Kamariah Persis ... 74 C. Aplikasi Metode Imkanur Rukyat Ahli Astronomi (LAPAN

2010) di Kalender Persis ... 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 91 B. Saran-saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

DAFTAR TABEL

[image:11.612.115.523.113.542.2]
(12)

xii

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 98 Surat Mohon Kesediaan Menjadi Dosen Pembimbing Skripsi

Surat Permohonan Data/Wawancara Surat Keterangan Wawancara Transkip Wawancara

[image:12.612.110.523.116.471.2]
(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia dalam menjalankan ibadahnya selalu berhubungan dengan waktu, seperti: shalat, puasa ramadhan, zakat fitrah, ibadah haji, penetapan awal bulan Kamariah dan lain sebagainya. Ada dua benda angkasa yang mempengaruhi waktu-waktu tersebut, yakni Matahari dan Bulan,1 dan untuk menetukan waktu-waktu tersebut diperlukan suatu cabang ilmu pengetahuan yang memuat suatu rumus atau metode-metode tertentu, yakni ilmu hisab atau Ilmu Falak.2

Ilmu Falak menempati kedudukan yang sangat penting sebagai alat atau ilmu bantu yang berfungsi memberikan kemudahan dan sekaligus ketepatan dalam melaksanakan syari’at Islam. Dengan ilmu falak, segala sesuatu mengenai

keluar dan masuknya waktu-waktu shalat dapat diketahui dengan akurat.3 Begitu pula dalam penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan (kapan hari pertama wajib berpuasa), penentuan awal bulan Syawal sebagai hari ‘Idul Fitri dan awal bulan Zulhijjah sebagai ibadah haji yang sering menjadi kontroversi di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia, sehingga peranan ilmu ini menjadi menonjol.

1

Hendro Setyanto,Membaca Langit,(Jakarta: Al-Ghuraba, 2008), cet. Ke-1, h. v.

2

Ilmu Falak merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain. Lihat Maskufa,Ilmu Falak,(Jakarta: Gaung Persada, 2008), cet. Ke-2, h. 1.

3

(14)

Penentuan awal bulan Kamariah merupakan salah satu lahan ilmu hisab rukyat yang lebih kerap diperdebatkan dibanding dengan lahan-lahan lain seperti penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Menurut Ibrahim Husein, persoalan ini dikatakan sebagai persoalan klasik nan aktual. Klasik, karena persoalan ini sudah mendapatkan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam serta serius dari para pakar hukum Islam (fuqaha’) sejak masa-masa awal Islam, dan dikatakanaktual,karena setiap tahun selalu muncul dan mengandung polemik terutama menjelang bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, persoalan ini selalu mengundang polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut, sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat.4

Perdebatan ini terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW serta disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan awal bulan Kamariah. Hal inilah yang menjadi akar dari lahirnya perbedaan aliran dan mazhab dalam penetapan awal bulan Kamariah, sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang berbunyi:

ُﻠِﻤْﻛَﺎَﻓ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻲﱢﻤُﻏ ْنِﺎَﻓ ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْوُﺮِﻄْﻓَأَو ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْﻮُﻣْﻮُﺻ

َْﲔِﺛ َﻼَﺛ َنﺎَﺒْﻌَﺷ َةﱠﺪِﻋ اْﻮ

)

ﻢﻠﺴﻣ يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور

(

5

Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal) dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari” (HR. Bukhari Muslim)

4

Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentun Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha,(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 2.

5

(15)

Ketika terjadi perbedaan dalam memahami dan memenuhi perintah hadits tersebut, tidak sedikit masyarakat luas pada umumnya beranggapan bahwa sumber keragaman tersebut hanya perbedaan antara hisab (perhitungan astronomis) dan rukyat (pengamatan bulan). Saat ini permasalahannya tak sesederhana itu lagi. Perdebatannya pun tidak lagi terbatas antara penganut hisab dan rukyat, melainkan antara penganut hisab dengan hisab, atau rukyat dengan rukyat.6

Penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah di Indonesia memang sangat menarik untuk dikaji. Meskipun penetapan awal bulan Kamariah sudah diserahkan kepada Departemen Agama, namun sejak dahulu selalu terjadi perbedaan pendapat, baik antara pemerintah dengan suatu organisai kemasyarakatan maupun antar organisasi kemasyarakatan itu sendiri. Hal ini terlihat dalam beberapa kasus munculnya dua hari raya, seperti yang terjadi pada tahun 1985, 1992, 1993, 1994, 1998, 2002, 2006, 2007, 2008. Bahkan berdasarkan perhitungan ahli hisab, kasus tersebut akan terulang lagi pada tahun 2016, 2019, dan 2020 M.7

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan penentuan awal bulan Kamariah, terutama penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha tidak sepenuhnya karena perbedaan di kalangan hisab ataupun kalangan rukyat, karena

6

BJ. Habibie,Rukyat dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal,(Jakarta: Gema Insani Press, 1994), cet. Ke-1, h. 79.

7

(16)

terdapat kelompok yang berpedoman pada kelompok hisab dan kelompok rukyat.8 Selain itu, perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya kriteria yang berbeda-beda, baik antara ahli rukyat maupun antara ahli hisab itu sendiri.

Perbedaan penentuan awal bulan ini pun kerap kali terjadi di organisasi Islam di Indonesia, yang terbagi ke dalam beberapa mazhab, diantaranya:

1. Mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU);

2. Mazhab hisab dengan sponsor utama Muhammadiyah;

3. Mazhab imkanur rukyat yang dimunculkan oleh Pemerintah;9

4. Mazhab Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) oleh Persatuan Islam (PERSIS), serta berbagai organisasi kemasyarakatan Islam lainnya.

Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar Nahdlatul Ulama (NU) berkesimpulan bahwa penetapan-penetapan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan awal Zulhijjah yaitu dengan ru’yah al-hilal bi al-fi’li atau istikmal. Sedangkan kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat.10 Muhammadiyah, organisasi kemasyarakatan terbesar kedua, menegaskan bahwa di dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan melalui Majelis Tarjih menggunakan hisab wujud al-hilal (milad al-hilal). Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal)

8

Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya di

Indonesia”, dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, ed., Hisab Rukyat dan

Perbedaannya, (T. tt., Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agam dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), h. 5.

9

Ahmad Rofiq,“Mungkinkah Hisab dan Rukyah Dipersatukan?”, h. xiv.

10

(17)

bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi belum kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar.” Karena itulah, Muhammadiyah lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai mazhab hisab.11

Dengan keadaan yang beragam tersebut, Kementrian Agama berusaha mempersatukan sistem-sistem yang telah dipergunakan. Kementrian Agama berusaha mengembangkan sistem rukyat yang berpadukan hisab, dan sistem hisab yang berpadukan rukyat. Hasilnya, dalam banyak kasus perbedaan tersebut dapat berhasil dihilangkan atau setidak-tidaknya terkurangi atau dapat diminimalisirkan. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak dapat teratasi.

Menurut penelitian awal yang penulis lakukan, Persatuan Islam merupakan salah satu organisasi tertua yang berdiri di Indonesia sejak tahun 1923 H yang berpusat di Bandung, dalam penentuan awal bulan Kamariah Persatuan Islam menggunakan hisab hakiki dan tidak menggunakan rukyat, karena hisab hakiki dianggap sudah bisa menggantikan rukyat.12 Setelah itu hisab yang digunakan oleh Persatuan Islam adalah hisab wujudul hilal (mirip dengan yang digunakan oleh Muhammadiyah sekarang). Pada saat itu kriteria wujudul hilal Persatuan Islam, ialah awal bulan hijriah dapat ditetapkan jika setelah ijtima di seluruh wilayah Indonesia “saat magrib posisi bulan harus berada di atas ufuk”,

ternyata saat maghrib setelah ijtima bulan tidak selalu terbenam mengikuti matahari, atau adakalanya saat maghrib setelah ijtima, bulan terbenam mendahului

11

Ahmad Izzuddin,Fiqih Hisab Rukyat,h. xv.

12

(18)

matahari, saat itu dasar hukum wujudul hilal tidak dijelaskan dengan tegas. Meskipun kriteria wujudul hilal sangat sederhana dan relatif mudah, akan tetapi tidak didukung argumen ilmiah dan dalil yang qat’i, hanya berdasarkan ijtihadiyah.13

Karena berbagai kekurangan hisab wujudul hilal tersebut, Persatuan Islam kemudian menggunakan hisab hakiki dengan kriteria imkanur rukyat, karena hisab imkanur rukyat mempunyai landasan dalil yang kuat serta berdasarkan argumentasi ilmiah yang teruji. Awalnya hisab imkanur rukyat yang digunakan Persis menggunakan kriteria kesepakatan MABIMS, tetapi kriteria MABIMS tersebut banyak digugat, maka sejak tahun 2008 sudah tidak digunakan lagi oleh Persis. Penolakan Persis terhadap kriteria MABIMS tersebut karena kesepakatan MABIMS lebih menonjol sebagai “kompromi politis” bukan atas dasar prinsip ilmiah, apalagi dalam banyak kasus kriteria tersebut bertentangan dengan hasil pengamatan empirik di lapangan. Oleh karena itu, saat ini Persis cenderung menggunakan kriteria yang dirumuskan oleh Prof. Dr. T. Djamaluddin (astronom senior LAPAN). Kriteria hisab Imkanur Rukyat Persis saat ini adalah: awal bulan hijriyah dapat ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: beda

13

M. Iqbal Santoso, ”Hisab Imkanur Rukyat Kriteria Awal Bulan Hijriyyah Persatuan

Islam”, artikel diakses pada 11 Januari 2015 dari

(19)

tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6.4 derajat.14

Melihat pemikiran serta pengaplikasian sistem perhitungan dan metode hisab rukyat yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis), penulis tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi sebuah penelitian dengan mengambil judul “DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH

(Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang dikenal dikalangan ormas-ormas Islam Indonesia sangatlah beragam. Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini, penulis memfokuskan dan membatasi pada dinamika kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang dipegang oleh ormas Persatuan Islam (Persis) mengenai perubahan kriteria awal bulan Kamariah dari tahun ke tahun.

2. Perumusan Masalah

Dari permasalahan di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana metode dan dasar hukum yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis) dalam penetapan awal bulan Kamariah?

2) Faktor apa yang melatar belakangi perubahan kriteria awal bulan Kamariah Persatuan Islam (Persis)?

14

(20)

3) Bagaimana aplikasi metode Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) dalam kalender Persis?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan menganalisis latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan:

1) Mengetahui metode dan dasar hukum yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis) dalam menetapkan awal bulan Kamariah.

2) Mengetahui faktor yang melatar belakangi perubahan kriteria awal bulan Kamariah Persatuan Islam (Persis).

3) Mengetahui pengaplikasian metode Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) dalam kalender Persis.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini memuat antara lain:

a. Untuk Penulis: memberikan wawasan kepada penulis, dalam rangka memanfaatkan ilmu yang sedikit mengenai metode, dasar hukum serta kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis).

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature kepustakaan khususnya mengenai organisasi kemasyarakatan Persatuan Islam (Persis). c. Untuk masyarakat: memberikan informasi mengenai kriteria serta metode

penetapan awal bulan Kamariah menurut perspektif Persatuan Islam (Persis), NU, Muhammadiyah, serta ormas-ormas lainnya.

D. Review Studi Terdahulu

Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang bertema tentang penentuan awal bulan Kamariah di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi yang berkaitan akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi perbedaan dengan skripsi penulis, antara lain:

No Identitas Substansi Pembeda

1. Muadz Junizar, Kajian Tentang Penentuan Awal

Bulan Qamariyah

Menurut Persis, Program Studi Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2001.

Skripsi ini membahas

bahwa dalam

penyusunan kalender Hijriyah yang dimulai pada tahun 1422/1423 H, Persis menggunakan

kriteria Imkanur Rukyat dengan berlandaskan kepada

hadits Nabi

Muhammad saw tentang pelaksanaan awal puasa karena melihat hilal (Ramadhan) dan berlebaran karena melihat hilal (bulan Syawal).

Disini penulis membahas bahwa sejak tahun 1434 H dalam penyusunan kalender Hijriyah Persis menggunakan kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi

(LAPAN 2010)

dengan kriteria: tinggi bulan minimal 4° dan jarak elongasi antara bulan dan matahari minimal 6,4°.

2. H. Rohmat, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Menurut

Hasil penelitian ini membahas kriteria penetapan awal bulan

(22)

Muhammadiyah,

Program Pascasarjana, Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2015.

Kamariah yang digunakan oleh Muhammadiyah ialah wujudul hilal dengan

menggunakan

prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (Ijtima’ Qablal Ghurub).

awal bulan Kamariah yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis) dari tahun ke tahun, diantaranya: Ijtima’ Qablal Ghurub, Wujudul Hilal, Wujudul Hilal di seluruh wilayah Indonesia, Imkanur Rukyat MABIMS, dan pada saat ini Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010).

3. Arrikah Imeldawati, Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Sair Al-Kamar, Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010.

Dalam kitab Sair

al-Kamar memakai

metode yang dinukil dari kitab fathu al-rauf al-mannan yang metodenya

[image:22.595.114.519.110.751.2]

mengambil data dari tabel-tabel yang telah

ada. Metode

perhitungan dalam kitab sair al-kamar termasuk dalam hisab hakiki bi al-taqrib karena masih berpangkal pada data-data Zaij Ulugh Beik, sama dengan kitab sullam al-nayyiroin, dan fathu al-rauf al-mannan.

Dalam menetapkan awal bulan Kamariah Persis memakai kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi

(LAPAN 2010)

dengan menggunakan

metode hisab

ephemeris, dan perhitungannya dengan software accurate time 5.3.

Didin Syawaludin, Pemahaman Kriteria Wujud al-Hilal di PD Persis Cianjur dalam Tinjuan Syar’i dan Astronomi, Program Magister, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2012

PD Persis Cianjur dalam menetapkan awal bulan Kamariah masih menggunakan kriteria Wujud al-hilal, padahal secara institusi Persis menggunakan

kriteria MABIMS. Hal ini terjadi karena tidak tepatnya

(23)

memaknai kata Ra’a dari hadits-hadits tentang rukyat yang mengakibatkan banyak permasalaha.

menyatukan

perbedaan pendapat mengenai kriteria awal bulan Kamariah dikalangan Jamiyah Pesis.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ialah dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi dilapangan.15 Sehingga dapat menggambarkan secara mendalam terhadap masalah yang diteliti,16 dengan melakukan metode kualitatif, seperti observasi dimana peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan data-data di tempat penelitian.17

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif, yakni bertujuan untuk mengetahui apa yang terjadi dilingkungan yang akan diteliti,18 hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber dari dokumen tertulis berupa almanak Persis serta hasil wawancara yang

15

Soejono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta: Raja Grafindo, 2001), h. 26.

16

Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,

(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-6, h. 20.

17

Syamsudin dan Vismala S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 73.

18

(24)

dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana dinamika kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis).

2. Sumber Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Sumber data yang penulis gunakan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang penulis dapatkan dari petugas atau sumber pertamanya.19 Data tersebut penulis dapatkan dari almanak Islam Persis dan hasil wawancara dengan Dewan Hisab dan Rukyat Persis serta data-data atau dokumen yang berkaitan dengan Persatuan Islam (Persis). Data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan ilmu falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu: buku, kitab, hasil penelitian, majalah, artikel, dan lain sebagainya.

c. Data tersier

Data ini diperoleh dengan cara mengumpulkan dan menelaah beberapa literatur buku-buku ilmiah, kamus, ensiklopedia ataupun internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

19

(25)

Sebagai tindak lanjut dalam rangkat memperoleh data sebagaimana diharapkan, maka penulis melakukan pengumpulan data dengan dua teknik penelitian, diantaranya:

a. Penelitian kepustakaan (library research), dalam hal ini penulis mengadakan penelitian terhadap beberapa literatur yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang berupa almanak atau kalender Hijriyah Persatuan Islam dari tahun 1434 H, 1435 H, 1436 H, 1437 H, surat keputusan Dewan Hisab dan Rukyat Persis, buku, artikel, jurnal, skripsi, surat kabar, dan lain sebagainya. Hal yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip, menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap perlu dalam memenuhi data penelitian ini.

b. Penelitian lapangan (field research), dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi tentang dinamika kriteria penetapan awal bulan Kamariah yang dipakai Persis, penulis langsung turun kelapangan pada obyek penelitian yaitu Dewan Hisab dan Rukyat Persis, dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.20 Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan cara tanya jawab secara langsung dengan

20

(26)

menggunakan instrumen pengumpulan data. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data atau informasi dari pihak terkait yaitu Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam (Persis).

2) Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung pada kalender Hijriyah Persis tahun 1434 H, 1435 H, 1436 H, 1437 H, dan Surat Keputusan Dewan Hisab Rukyat Persis tentang penetapan awal bulan Kamariah, yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan lain sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.21 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil organisasi kemasyarakatan Persatuan Islam (Persis), bagaimana cara organisasi kemasyarakatan tersebut menentukan awal bulan Kamariah dan bagaimana dinamika perubahan kriteria awal bulan Kamariah Persatuan Islam, serta bagaimana pengaplikasian metode Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) yang digunakannya saat ini.

5. Teknik Penulisan

21

(27)

Adapun dalam tehnik penulisan pada skripsi ini menggunakan tehnik dasar dalam penulisan karya ilmiah yang dalam hal ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami dan mempelajari skripsi ini, maka disini penulis akan menjelaskan mengenai sistematika penulisan laporan penelitian, dimana penelitian ini terdiri dari lima bab dengan rancangan sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang tinjauan teoritis hisab rukyat, yang meliputi pengertian hisab rukyat, landasan hukum hisab rukyat, sejarah singkat dan perkembangan pemikiran hisab rukyat di Indonesia, dan persoalan seputar penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.

Bab III merupakan gambaran umum mengenai Persatuan Islam, yang meliputi sejarah singkat Persatuan Islam, dan Sejarah Almanak Persatuan Islam.

(28)

Persis, dan aplikasi kriteria Imkanur Rukyat ahli astronomi (LAPAN 2010) di kalender Persis.

(29)

17

A. Pengertian Hisab Rukyat

Sebelum penulis mendeskripsikan prihal hisab rukyat secara mendalam, terlebih dahulu penulis menjelaskan apa makna hisab rukyat secara etimologis maupun terminologis. Karena seringkali kalimat“hisab rukyat”disebutkan dalam pembahasan penetapan awal bulan Kamariah, namun kalimat tersebut terasa kurang mengena tatkala tidak diketahui pengertian yang sesungguhnya berdasarkan penelitian empiris. Pada dasarnya kalimat “hisab rukyat” terdiri dari dua kata, yaitu:“hisab”dan“rukyat”.

1. Pengertian Hisab

Secara etimologi “hisab” identik dengan ilmu hitung (aritmatik).1 Sementara “hisab”

(بﺎَﺴ ِﺣ)

merupakan kata masdar dari kata kerja (fi’il

madhi) “hasaba”

(

ًﺎﺑﺎَﺴ ِﺣ

-

ُﺐَﺴْﺤَﻳ

-

َﺐِﺴَﺣ

)

.

Kata “al-hisab”

(

بﺎَﺴ ِﺤﻟا

)

dapat bermakna “al-‘add”

(

دﺪ َﻌﻟا

)

yang

mempunyai arti menghitung.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata

1

Ahmad Warson Munawir,Kamus al-Munawir,(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet, ke-14, h. 262.

2

(30)

“hisab” mempunyai arti aneka ragam, antara lain: hitungan, perhitungan, perkiraan.3

Dalam al-Qur’an kata hisab banyak digunakan untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab) dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Kata hisab muncul dalam al-Qur’an sebanyak 37 kali yang semuanya berarti perhitungan dan tidak memiliki penggunaan definisi yang kabur.4

Secara terminologis hisab berarti penentuan awal bulan Kamariah yang didasarkan kepada perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi.5 Sistem ini dapat menetapkan awal bulan jauh sebelumnya, sebab tidak bergantung kepada terlihatnya hilal pada saat matahari terbenam menjelang masuknya tanggal satu.

Pada dasarnya perhitungan dengan cara hisab ini berasal dari revolusi (berputarnya) bulan terhadap bumi dalam satu tahun penuh (354-355 hari). Dalam sistem penanggalan Kamariah bulan mengelilingi bumi dalam satu tahun terdapat 354 hari tahun basithah6 atau 355 hari tahun kabisat.7 Sistem

3

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Pertama edisi ke-4, h. 503.

4

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publitica, 2007), h. 120.

5

Tim Penyusun, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Depag RI, 1994/1995), h. 7.

6

TahunBasithah adalah tahun pendek, dimana sistem penanggalan kamariah jumlah hari dalam satu tahun berjumlah 345 hari. Sebagai krierianya bahwa tahun tersebut tahun basithah yaitu jumlah hari dalam bulan zulhijjahnya terdapat 29 hari, sebagaimana perhitungan biasanya.

7

(31)

penanggalan ini populer dengan sebutan sistem kamariah, lunar sistem, atau tahun candra.8

Dikalangan umat Islam ilmu falak dan ilmu faraid dikenal dengan ilmu hisab, karena kegiatan yang menonjol dalam keduanya adalah menghitung. Namun di Indonesia ketika disebutkan ilmu hisab maka yang dimaksud adalah ilmu falak.9

Secara bahasa (etimologi), Falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, dalam al-Qur’an di sebutkan kata falak ini sebanyak dua kali yang masing-masing ayat tersebut mengartikannya sebagai “garis edar”atau “orbit”; hal tersebut dijelaskan di dalam QS. Yasin (36): 40

َﻟ ﻲِﻐَﺒْﻨَـﻳ ُﺲْﻤﱠﺸﻟا َﻻ

ِرﺎَﻬﱠـﻨﻟا ُﻖِﺑﺎَﺳ ُﻞْﻴﱠﻠﻟا َﻻَو َﺮَﻤَﻘْﻟا َكِرْﺪُﺗ ْنَأ ﺎَﻬ

ۚ◌

َنﻮُﺤَﺒْﺴَﻳ ٍﻚَﻠَـﻓ ﻲِﻓ ﱞﻞُﻛَو

(36: 40) Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”(Q.S Yasin: 40)

Dan QS. Al-Anbiya’ (21): 33

َﺮَﻤَﻘْﻟاَو َﺲْﻤﱠﺸﻟاَو َرﺎَﻬﱠـﻨﻟاَو َﻞْﻴﱠﻠﻟا َﻖَﻠَﺧ يِﺬﱠﻟا َﻮُﻫَو

ۖ◌

َنﻮُﺤَﺒْﺴَﻳ ٍﻚَﻠَـﻓ ﻲِﻓ ﱞﻞُﻛ

(21: 33)

Artinya: “Dan dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Q.S al-Anbiya’: 33)

Sehingga ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan dan matahari, pada orbitnya

masing-8

Depag RI,Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 1.

9

(32)

masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda-benda langit antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi ini.10

Pengertian di atas sejalan dengan yang di definisikan oleh Susiknan Azhari yaitu “Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu

serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.” Dalam literatur-literatur klasik ilmu falak biasa disebut dengan Ilmu al-Hai’ah, Ilmu Hisab, Ilmu Rosd, Ilmu Miqat dan Astronomi.11

Ilmu falak atau ilmu hisab pada garis besarnya ada dua macam yaitu ‘ilmiy dan ‘amaliy. Ilmu falak ‘ilmiy yaitu ilmu yang membahas teori dan konsep benda-benda langit, sedangkan ilmu falak ‘amaliy adalah ilmu yang melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda langit antara satu dengan yang lainnya. Ilmu falak ‘amaliy inilah yang oleh masyarakat umum dikenal dengan Ilmu Falak atau Ilmu Hisab.12

Menurut Ahmad Izzuddin idealnya dalam penamaan Ilmu Falak ini ditinjau dari kerja ilmiahnya, yaitu disebut Ilmu Hisab Rukyah, tidak disebut ilmu hisab (saja), karena pada dasarnya ilmu ini menggunakan dua

10

Muhyiddin Khazim, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), cet. ke-I, h. 3.

11

Susiknan Azhari,Ensiklopedi Hisab Rukyah,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), cet. ke-I, h. 55.

12

(33)

pendekatan kerja ilmiahnya dalam mengetahui waktu-waktu ibadah dan posisi benda-benda langit, yakni pendekatan hisab (perhitungan) dan pendekatan rukyah (observasi) benda-benda langit.13

Hisab tidak hanya proses menghitung dengan rumus ataupun mencocokkan pola-pola saja, namun mencakup analisis numeris mengenai model-model, persamaan-persamaan, rumus-rumus serta pola-pola numeris sifat-sifat benda.

2. Pengertian Rukyat

Kata“rukyat”secara etimologi merupakan masdar dari kata kerja(fi’il madhi) “Raa (ﺔَﯾ ْؤُر -ﺎًﺑؤُر -ﺎًﺑأَر -ىَﺮَﯾ -ىَأَر) dan kata bendanyaﺎًﺑأَر berarti melihat dengan akal (rasional), ﺎًﺑؤُر berarti melihat dalam tidur (mimpi), dan ﺔَﯾ ْؤُر yang artinya melihat dengan mata kepala.14 Dalam ungkapan lain adalah observasi. Sedangkan pengertian asli dalam Bahasa Arab Rukyat bisa berarti melihat dengan mata dan bisa juga melihat dengan hati (orang Indonesia menyebutnya sebagairukyat bilfi’li ataurukyat bil’ilmi). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata rukyat berarti penglihatan, pengamatan.15 Sedangkan dalam khazanah fiqih, kata rukyat lazim disertai dengan kata hilal sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat bulan baru.16

13

Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya),(Semarang: Komala Grafika, 2006), h. 1.

14

Kamus Munjid, (Bairut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 243.

15

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1187.

16

(34)

Secara terminologis kata “rukyat” adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam tanggal 29 Kamariah. Jika hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru. Kalau tidak maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.17

Sedangkan dalan Kamus Besar Bahasa Indonesia “rukyat” adalah melihat bulan tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan bulan Ramadhan,18 atau dengan istilah lain “rukyatul hilal” adalah melihat bulan untuk menentukan mulai masuknya bulan Ramadhan dan masuknya bulan Syawal; rukyat.19

Arti rukyat secara istilah, kaitannya dalam penentuan awal bulan Kamariah mengalami berbagai perkembangan sesuai dengan fungsi dan kepentingan penggunaannya.

Semua pengertian rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam pada akhir bulan Sya’ban atau Ramadhan dalam rangka menentukan

awal bulan Kamariah berikutnya. Jika pada saat matahari terbenam tersebut hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan baru, sedangkan jika hilal tidak tampak maka malam itu dan

17

Badan Hisab dan Rukyat Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981), h. 15.

18

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 1187.

19

(35)

keesokan harinya merupakan tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung, atau dengan kata lain di istikmalkan (disempurnakan) menjadi tiga puluh hari.20

Dalam perkembangan selanjutnya, “melihat hilal” tersebut tidak hanya

dilakukan pada akhir bulan Sya’ban dan Ramadhan saja, namun juga pada

bulan-bulan lainnya terutama menjelang awal-awal bulan yang ada kaitannya dengan waktu pelaksanaan ibadah atau hari-hari besar Islam. Bahkan untuk kepentingan pengecekan hasil hisab.21

Jika kita lihat dari segi sarana yang dipergunakan semula pelaksanaan rukyat hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa alat, dan hanya melihat kearah ufuk bagian barat, tidak tertuju pada posisi tertentu. Dari keadaan seperti ini timbul istilah rukyah bil’aini atau rukyah bilfi’li. Namun, setelah kebudayaan manusia semakin maju, maka pelaksanaan rukyatpun secara berangsur dilengkapi dengan sarana serta berkembang terus menuju kesempurnaan sesuai dengan perkembangan teknologi.

Rukyat merupakan metode ilmiah yang klasik dan besar manfaatnya. Galileo Gailei, besar jasanya dalam memajukan ilmu pengetahuan setelah ia menemukan metode observasi sebagai metode ilmiah yang paling efektif. Namun jauh sebelum itu Nabi Muhammad Saw telah bersabda: “berpuasalah kamu dengan melihat hilal, jangan berpuasa sebelum melihat hilal...”, dari segi ilmu pengetahuan hadits tersebut mendorong kita untuk lebih banyak melakukan observasi (melihat). Dengan metode “melihat” dari jarak jauh, ahli

20

Departemen Agama, Pedoman Tehnik Rukyat, (Direktoral Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam: 1994), h. 1.

21

(36)

astronomi dapat menentukan susunan rasi atau suatu tata surya, mereka dapat mengukur besarnya bintang-bintang, mengukur jarak, bahkan dapat mengukur berat benda langit dengan kesalahan yang relatif kecil. Betapa penting dan bermanfaatnya metode ini.22

Hisab rukyat merupakan dua kata yang saling berkaitan, keduanya mempunyai arti yang saling terkolerasi antara yang satu dengan yang lainnya. Hisab rukyat merupakan media dalam hal penentuan awal bulan kamariah. Namun, secara fungsional terdapat perbedaan yang mendasar, dimana hisab sebagai media penetapan awal bulan Kamariah dengan menggunakan perhitungan, sementara rukyat lebih mengacu ke dalam penglihatan mata secaradhahir(mata telanjang) dalam mengobservasi hilal.

B. Landasan Hukum Hisab Rukyat

Segara garis besar ada dua metode dalam menentukan awal bulan Kamariah khususnya pada bulan-bulan yang ada kaitannya dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW.

Adapun landasan digunakannya hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan Kamariah berdasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits Nabi, sebagai berikut: 1. Landasan Dalam al-Qur’an

Adapun ayat-ayat yang dijadikan acuan dalam menentukan awal bulan Kamariah antara lain:

22

(37)

a. Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2): 189                                                        (2:189)

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah: “itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji, dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”(Q.S. Al-Baqarah: 189)

Dalam firman Allah di atas dapat diketahui bahwa bulan sabit (hilal) dapat dijadikan pedoman waktu untuk manusia (umat Islam) dalam ibadah-ibadahnya, seperti penentuan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.23 Ayat ini dijadikan dasar oleh mazhab rukyat sebagai metode dalam menetapkan awal bulan Kamariah.

b. Firman Allah Swt dalam surat Yunus (10): 5

                                            (10:5)

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”(QS. Yunus: 5)

23

(38)

Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu yang artinya dan ditetapkannya dan al-hisaba yang artinya perhitungan (waktu) dijadikan dasar bahwa posisi kedudukan dan saat hilal itu dapat dihitung, karena Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan mendayagunakan kemampuan inteleknya sebagai mahluk cerdas.24

c. Firman Allah Swt dalam Surat al-Isra’ (17): 12

                                              (17:12) Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami jadikan tanda siang itu terang agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan.”(QS. Al-Isra’: 12)

Dalam kitab-kitab tafsir disebutkan bahwa ayat tersebut menerangkan tentang susunan dan hukum yang berlaku diruang angkasa yang juga menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT dalam mengatur alam semesta dengan harmonis. Dengan ayat ini pula manusia dapat memahami manfaat dari sinar matahari dan cahaya bulan, malam untuk beristirahat dan siang hari untuk mencari penghidupan (bekerja) dan melakukan perjalanan. Juga ditetapkan pada masing-masing benda langit itu garis edar masing-masing sehingga memudahkan manusia dalam menghitung dan mengetahui bilangan tahun, bulan, hari dan seterusnya yang pada akhirnya manusia dapat membuat perencanaan-perencanaan

24

(39)

bagi diri, keluarga, dan masyarakat dalam menjalani hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan hamba Allah SWT.25

Selanjutnya, dengan ayat ini manusia berdasarkan pada adanya peredaran bulan dan matahari yang tetap dan harmonis dapat mengetahui perhitungan tahun, bulan, dan hari. Manusia juga dapat melakukan perhitungan terhadap waktu shalat, waktu berpuasa, berhari raya, dan waktu pelaksanaan haji sehingga kewajiban-kewajiban agama itu dapat dilaksanakan tepat waktu.26

d. Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah (2): 185

                                                                                      (2:185)

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu. Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”(QS. Al-Baqarah: 185)

Ayat di atas menjelaskan bahwa cara melaksanakan puasa adalah dengan mengetahui dirinya menyaksikan hilal atau rukyatul hilal karena syahida dalam ayat itu bermakna melihat atau menyaksikan. Muhammad

25

Maskufa, Ilmu Falak,h. 153.

26

(40)

Ali As-Sayis menjelaskan dalam tafsirnya bahwa term syahida itu mempunyai dua makna yaitu hadir di bulan Ramadhan dan menyaksikan bulan dengan akalnya dan pengetahuannya. Hadir disini dimaknai sebagai mengetahui hadirnya bulan Ramadhan yakni dengan jalan rukyat.27 Sedangkan, menurut golongan hisab kata syahida dalam ayat di atas bisa diartikan melihat dengan keyakinan tidak hanya dengan mata kepala.28 e. Firman Allah Swt dalam Surat at-Taubah (9): 36

                                                                        (9:36) Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah, diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi.” (QS. al-Taubah: 36)

Ayat ini menjelaskan tentang satu tahun terdiri dari 12 bulan, dengan demikian dalam kalender Islam satu tahun terdiri dari 12 bulan. Sampai pada aras ini para ulama bersepakat bulat tak ada perbedaan.

Beberapa ayat di atas merupakan dasar yang menjadi pijakan hukum syar’i oleh kelompok-kelompok tertentu yang menjadikan hisab

dan rukyat sebagai media dalam menetapkan awal bulan Kamariah. Ayat-ayat lain yang mengandung makna serupa masih banyak lagi, yang tidak mungkin penulis paparkan satu per satu mengingat keterbatasan. Diantaranya yang terdapat dalam surah Al-An’amayat 96-97, al-Nahl ayat

27

Maskufa,Ilmu Falak,h. 151. 28

(41)

16, al-Hijr ayat 16, al-Anbiya ayat 33, al-Rahman ayat 5 dan 33, dan surat Yasin ayat 38, 39 dan 40.

2. Landasan dalam Hadits

Adapun hadits-hadits yang berhubungan dengan hisab rukyat antara lain berbunyi sebagai berikut:

ِْﰊَا ْﻦَﻋ

ُلﻮُﻘَـﻳ ُﻪﻨَﻋ ﷲا َﻲِﺿَر َةَﺮﻳَﺮُﻫ

:

َﻢّﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢِﱯّﻨﻟا َلﺎَﻗ

,

َلﺎَﻗ ْوَا

:

ُﻢِﺴَﻘْﻟا ﻮُﺑَا َلﺎَﻗ

َﻢّﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ

,

ْﻌَﺷ َةﱠﺪِﻋ اْﻮُﻠِﻤْﻛَﺎَﻓ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻲﱢﻤُﻏ ْنِﺎَﻓ ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْوُﺮِﻄْﻓَأَو ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْﻮُﻣْﻮُﺻ

َنﺎَﺒ

َْﲔِﺛ َﻼَﺛ

)

يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور

(

29

Artinya:“Dari Abu Hurairah R.A. berkata, Nabi SAW, bersabda atau betkata (Abu Hurairah) , bersabda Abul Qasim saw. “Puasalah kamu ketika melihat hilal dan berbukalah ketika melihat hilal, apabila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban tiga puluh hari.”(HR. Bukhari)

Hadits di atas menetapkan bahwa mengawali berpuasa dan berhari raya hendaklah dengan rukyat. Mereka (golongan hisab) memahami rukyat dalam arti melihat dengan ilmu dan akal(rukyat bil ilmi).30

َلَﻼِﻬـﻟا اﻮُﻤُﺘْـﻳأَر اَذِا

ُﻪَﻟاوُرُﺪْﻗﺎَﻓ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ﱠﻢُﻏ نِﺎَﻓ اوُﺮﻄْﻓَﺄَﻓ ُﻩﻮُﻤُﺘْـﻳَأَر اَذِاو اﻮُﻣﻮُﺼَﻓ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور

(

31

Artinya:“Bila kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Kalimat “faqdurulah” pada hadits di atas dimaknai oleh kalangan penganut hisab sebagai kira-kirakanlah yaitu dengan jalan hisab. Diperkuat juga oleh pendapat Mithraf bin Abdullah (kibaruttabi’iin), Abdul Abbas bin

29

Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Buku II, Penerjemah Amiruddin, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), cet. ke-2, h. 56.

30

Maskufa,Ilmu Falak,h. 155.

31

Al-Imam Abu Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi an-Naisaburi,Shahih Muslim,

(42)

Suraji, Ibnu Qutaibah dan lainnya, mengatakan makna “faqdurulah” ialah perkiraan hilal itu berdasarkan dengan hisab.32

Sementara bagi kalangan penganut rukyat kalimat tersebut masih mujmal sedangkan hadits dengan teks “... faakmiluu’idata Sya’ban tsalaatsiina” adalah mufasar. Maka yang mujmal harus dibawa ke yang mufasar. Jadi makna faqdurulah dalam hadits itu adalah istikmal, yaitu bila rukyat tidak berhasil maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari.33

ُﻪﻨَﻋ ﷲا َﻲِﺿَر َةَﺮﻳَﺮُﻫ ْ ِﰊَا ْﻦَﻋ

,

َلﺎَﻗ َﻢّﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠِﱯﱠﻨﻟا ﱠنَأ

:

ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْوُﺮِﻄْﻓَأَو ِﻪِﺘَﻳْؤُﺮِﻟ اْﻮُﻣْﻮُﺻ

َدَﺪَﻌْﻟَا اْﻮُﻠِﻤْﻛَﺎَﻓ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻲﱢﻤُﻏ ْنِﺎَﻓ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور

(

34

Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW., bersabda “Puasalah kamu tatkala melihat hilal dan berbukalah tatkala melihat hilal, bila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakan bilangan.” (HR. Muslim)

Lafadz-lafadz: ﱠﻢُﻏ نِﺎَﻓ dan ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َﻲﱢﻤُﻏ ْنِﺎَﻓ dalam hadits di atas mengandung makna bahwa jika hilal tidak terlihat atau terhalang walaupun berada di atas ufuk maka hilal dianggap tidak atau belum wujud. Artinya posisi hilal zaman Rasul tidak hanya berada di atas ufuk mar’i saja tetapi hilal dapat terlihat sebagai cahaya pertama yang dipantulkan bulan setelah ijtima’.

Berdasarkan hadits-hadits di atas, penetapan awal bulan Kamariah khususnya awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah adalah dengan jalan rukyatul hilal yaitu melihat secara langsung hilal sesaat setelah matahari

32

Abdul Karim Kassim,Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan Dengan Rukyat dan Hisab,h. 45.

33

Maskufa,Ilmu Falak,h. 155.

34

Al-Imam Abi Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi al-Naisaburi,Shahih Muslim,

(43)

terbenam pada hari ke 29 atau dengan jalan istikmal yakni menggenapkan bilangan bulan itu menjadi 30 hari manakala rukyat yang dilakukan itu tidak berhasil.35

Jadi, menurut kelompok rukyat bil fi’li yang disebut hilal itu adalah

“cahaya” yang dipantulkan bulan setelah ijtima’, pada saat maghrib terlihat

berupa garis lengkung putih. Sedangkan menurut kelompok Wujudul Hilal, hilal didefinisikan sebagai “posisi bulan” setelah ijtima’ dan pada saat

maghrib berada di atas ufuk mar’i walau belum terlihat berupa garis lengkung

putih.

3. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Awal Bulan Kamariah

Awal bulan Kamariah memang harus ditetapkan, karena hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah yang harus kita lakukan. Dasar penetapan awal bulan Kamariah dalam al-Qur’an dan hadits yang sudah

dipaparkan di atas, ada beberapa kalangan fuqaha yang berbeda pendapat dalam menafsirkan dasar hukum tersebut, diantaranya:

a. Jumhur Ulama (Hanafi, Maliki, dan Hambali) berpendirian bahwa penetapan awal bulan Kamariah harus berdasarkan rukyat. Menurut Hanafi dan Maliki apabila terjadi rukyat disuatu negeri maka rukyat tersebut berlaku untuk semua daerah atau wilayah kekuasaannya. Sedangkan menurut Hambali, rukyat tersebut berlaku untuk seluruh dunia Islam. b. Sebagian aliran dari golongan Syafi’i berpendirian sama dengan Jumhur,

yakni awal Ramadhan tersebut ditetapkan berdasarkan rukyat.

35

(44)

Perbedaannya dengan Jumhur ialah bahwa menurut golongan ini apabila terjadi rukyat didalam suatu negeri maka rukyat tersebut hanya berlaku untuk daerah/wilayah yang berdekatan dengannya, tidak berlaku untuk daerah/wilayah yang jauh. Kriteria dekat disini ialah yang satu mathla’/sama mathla’nya. Golongan ini berpegang kepada hadits kuraib.

Dan menurut golongan ini penetapan rukyat tersebut harus dilakukan oleh qadli/pemerintah.

c. Sebagian ahli fiqh mazhab Syafi’i berpendirian bahwa penetapan awal bulan Kamariah tersebut dilakukan berdasarkan hisab. Golongan ini bisa bekerjasama dengan golongan kedua, karena golongan kedua menggunakan mathla’, disamping itu mereka masih dalam satu lingkaran mazhab, dimana kelompok ketiga ini terdiri dari pemuka-pemuka mazhab Syafi’i sendiri.36

Tegasnya dalam mazhab Syafi’i ada yang berpegang kepada rukyat semata, tidak membenarkan campur tangan hisab sebagaimana pendapat Jumhur dan ada yang berpegang kepada hisab Imkanur Rukyat.

Persis dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah tidak mengikuti mazhab manapun, karena pada dasarnya Persis tidak bermazhab, dalam menetapkan awal bulan Kamariah Persis langsung mentalfiq kepada sumber aslinya yaitu tafsir al-Qur’an dan syara’ hadits

36

Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat,

(45)

tentang awal bulan Kamariah dalam artian mengambil mana sistem yang sesuai dengan pemahaman Persis.37

Perbedaan pendapat dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan rukyat ataukah hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena pada dasarnya antara dua pandangan saling mengisi dan saling melengkapi serta dapat disatukan. Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadhi atau pemerintah.

C. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia

Berbicara mengenai sejarah dan perkembangan pemikiran hisab rukyat yang berkembang di Indonesia ini, tentunya tidak lepas dari sejarah Islam itu sendiri di Indonesia, karena hisab rukyat merupakan suatu fan ilmu yang erat kaitannya dengan Islam itu sendiri terutama dalam hal ibadah-ibadah yang mempunyai waktu tersendiri. Dalam sejarah Islam di Indonesia sendiri terdapat dua periode yang mendapat perhatian khusus, yaitu periode masuknya Islam di Indonesia dan periode reformisme pada abad ke-20.38

Sejak jaman kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab, dimana para raja menggunakan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Namun setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintah. Semula

37

Wawancara pribadi dengan Bapak Syarief Ahmad Hakim, tanggal 08 Oktober 2015 di Jakarta.

38

(46)

kalender Hijriyah di ubah menjadi kalender Masehi (Miladiyyah).39 Meskipun demikian, umat Islam tetap menggunakan kalender Hijriyah, terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Tindakan ini tidak dilarang oleh Pemerintah Kolonial bahkan penetapannya diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, terutama penetapan terhadap hari-hari yang berhubungan dengan persoalan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa pada masa penjajahan persoalan penentuan awal bulan yang berkaitan dengan peribadatan diserahkan kepada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada. Lalu setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, secara berangsur-angsur mulai diadakan perubahan, dan setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah) diserahkan kepada Departemen Agama. Wewenang ini tercantum dalam penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/Um, 7/Um, 9/Um, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1946, No. 148 tahun 1968 dan No. 10 tahun 1971.40

Pengaturan hari-hari libur termasuk tanggal 1 Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha itu berlaku untuk seluruh Indonesia. Namun demikian perbedaan masih belum dapat dihindari sama sekali karena adanya dua pendapat yang mendasarkan tanggal satu bulan Kamariah masing-masing dengan hisab, dan dengan rukyat.

39

Ahmad Izzuddin,Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyat dengan Mazhab Hisab), (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), cet. ke-I, h. 48.

40

(47)

Melihat fenomena tersebut pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyat yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada dasarnya kehadiran Badan Hisab Rukyat untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Dalam hal ini Departemen Agama selalu berusaaha untuk mempertemukan faham para ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konperensi-konperensi untuk membicarakan hal-hal yang mungkin menimbulkan pertentangan di dalam menentukan hari-hari besar Islam, terutama penentuan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Kalau dapat disatukan, dan kalau ternyata tak dapat berhasil diusahakan untuk menetralisir, jangan sampai menimbulkan pertentangan-pertentangan dikalangan masyarakat luas.

Musyawarah tersebut dilakukan setiap tahun, pada tanggal 12 Oktober 1971 diadakan musyawarah dimana waktu itu terjadi perbedaan pendapat mengenai jatuhnya tanggal 1 Ramadhan 1391 H. Dalam musyawarah ini perbedaan-perbedaan dapat dinetralisir dan dapat meniadakan ketegangan-ketegangan di kalangan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi pada musyawarah ini Menteri Agama didesak untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat.41

Musyawarah pada tahun berikutnya diadakan pada tanggal 20 Januari 1972, dalam menghadapi tanggal 1 Dzulhijjah 1972/1391 yang juga terdapat perbedaan. Musyawarah inipun dapat meredakan suasana pertentangan dan

41

(48)

selanjutnya para peserta mengulangi desakannya lagi supaya didirikan Lembaga Hisab dan Rukyat. Musyawarah ini diikuti oleh ormas-ormas Islam, Pusroh ABRI, Lembaga Meteorologie dan Geofisika, Planetarium, IAIN, dan dari Departemen Agama.42

Untuk membentuk Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen Agama menunjuk team perumus yang terdiri dari lima orang yaitu:

a. A. Wasit Aulawi, M.A (dari Departemen Agama) b. H. Z. A. Noeh (dari Departemen Agama)

c. H. Sa’aduddin Djambek (dari Departemen Agama) d. Drs. Susanto (dari Lembaga Meteorologie dan Geofisika) e. Drs. Santoso Nitisastro (dari Planetarium).43

Setelah mengadakan beberapa kali pertemuan maka dalam rapat tanggal 23 Maret 1972 team Perumus mengambil keputusan sebagai berikut:

a. Bahwa tujuan dari Hisab dan Rukyat ialah mengusahakan bersatunya ummat Islam dalam menentukan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah. b. Bahwa setatus daripada Lembaga Hisab dan Rukyat ini adalah Resmi

(Pemerintah) dan berada dibawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan berkedudukan di Jakarta.

c. Bahwa tugas dari Lembaga Hisab dan Rukyat ini adlah memberikan advis dalam hal penentuan permulaan tanggal bulan Kamariah kepada Menteri Agama.

42

Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama,Almanak Hisab Rukyah,h. 23.

43

(49)

d. Bahwa keanggotaan Lembaga Hisab dan Rukyat ini terdiri dari 1 Anggota tetap (inti) yang mencerminkan 3 unsur, diantaranya:

1) Unsur Departemen Agama; 2) Unsur ahli-ahli Falak/Hisab; 3) Unsur ahli Hukum Islam/Ulama.44

Pelantikan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dilaksanakan pada waktu menjelang bulan puasa. Oleh karena itu dalam waktu 2 hari setelah pelantikan badan Hisab dan Rukyat sudah mulai mengadakan kegiatannya dalam rangka menghadapi bulan Ramadhan tahun 1391 H. Dari data yang diterima mengenai tinggi hilal pada waktu matahari terbenam dan hasil perhitungan-perhitungan ormas-ormas Islam dapat diambil kesimpulan bahwa hilal masih dibawah ufuk. Sehingga dalam rapatnya badan hisab, memutuskan tidak usah melakukan rukyat karena hilal tidak mungkin terlihat, dan akhirnya mengistikmalkan bulan Sya’ban 30 hari.

Sebulan kemudian yaitu tanggal 14 Oktober 1972 Badan Hisab mengadakan rapatnya yang kedua, membicarakan tentang akan datangnya 1 Syawal 1392 H dalam rapat kedua ini, sama seperti rapat ke satu Badan Hisab dan Rukyat menerima catatan dari ormas-ormas, lembaga-lembaga dan perseorangan yang semuanya sepakat bahwa bulan sudah mungkin untuk dirukyat.45

Tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 1395 H. penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal juga dapat berjalan dengan lancar, tidak mengalami kesulitan-kesulitan.

44

Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji ,Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 51.

45

(50)

Pada tanggal 5 s.d Juli 1974 Ditjen Bimas Islam menyelenggarakan Musyawarah Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang mengambil kesimpulan-kesimpulan, yaitu; menyambut baik prakarsa Menteri Agama untuk merintis hubungan kerja sama dengan Malaysia dan Singapura di bidang hisab dan rukyat. Kemudian, pada tanggal 9 s.d 11 Juli 1974 diadakan musyawarah Hisab dan Rukyat antar Negara Malaysia, Singapura, dan Indonesia di Jakarta. Hasil dari musyawarah tersebut antara lain: Badan Hisab dan Rukyat Indonesia bekerjasama dengan Malaysia, Singapura dalam bidang hisab dan rukyat, saling memberikan informasi mengenai hisab dan rukyat, kaidah-kaidah dan istilah-istilah falak syar’i, kerjasama tersebut hendaknya dapat dikembangkan di negara-negara

Islam.46

Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, pada tanggal 26 April 1976 telah mengirimkan surat kepada para ulama-ulama dan cerdik pandai di bidang hisab di Indonesia untuk memohon kesediaan me

Gambar

GAMBARAN UMUM PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
Tabel 4 Data Perbedaan Penetapan Awal Bulan Kamariah tahun 1436 H, 1437 H
tabel-tabel yang telah
Tabel 2Sesuai dengan data di atas, berikut penjelasan mengenai penetapan awal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gaya ini sangat lemah jika dibandingkan gaya antar atom (ikatan ion dan ikatan kovalen). Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan gaya van der waals sangat rendah atau mudah

Dalam proses interverensi ini, sebagai sasaran utama dalam program pemberdayaan, PKK dusun Ngelorejo diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang cara meningkatkan kemampuan

Dalam pelaksanaan pembangunan Long Storage Muara Tukad Mati terdiri dari beberapa pekerjaan sebagai penunjang suksesnya proyek tersebut, diantaranya faktor metode

Banyak tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Batam dalam hal pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Batam, yaitu:

cloud computing sedangkan guru dituntut untuk terus belajar khususnya, hal lain penggunaan cloud computing sebagai media penyimpanan data yang tentunya dapat

UPZ UJUNGBATU adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf

STEL batas paparan jangka pendek: 2) batas paparan jangka pendek: nilai batas yang di atasnya paparan hendaknya tidak terjadi dan yang terkait dengan jangka 15-menit (kecuali

Diartikan sebagai hukum positif adalah: “kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum