• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI GENDER DALAM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

TANGKAP DI PESISIR DESA BLANAKAN, KECAMATAN

BLANAKAN,

KABUPATEN SUBANG, PROVINSI JAWA BARAT

LIDYA ELISABETH ALVERIN I34053972

SKRIPSI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

LIDYA ELISABETH. Gender Relation in Fishery Processing Unit in Coastal Area of Blanakan Village, Subang, Jawa Barat. (Supervised by SITI AMANAH).

The issue of gender in Indonesia became a frequently discussed topic lately. Indonesia as a developing country, could be said not have the same gender awareness as in developed countries. More get in rurals, what visible is a worsening gender relations, particularly in coastal environments which is influenced by sex in the division of roles. Although sex was the most influence, women’s involvement in the search of living is still high. The involvement of these women dominate the capture fishery processing unit.

The potential of capture fisheries in Blanakan are very high. Fisheries product processing in Blanakan majority done by women for the purpose of making a living in addition to their families. Reproductive and productive roles which has done by women, often put women in a position more burdened than men. Reproductive and productive roles that has combined with social roles, made women have a triple role burden. Despite the important women’s role, what is seen in Blanakan women still subordinated, including in fishery processing industry. Development some high-based gender programs is very important in this region.

The purposes of this study are 1) to determine the influence of individual factors, manifestation of gender inequality, and institutional factors related to the role of women fishers in fisheries product processing, 2) analyzing gender relations in fisheries product processing in Blanakan, 3) generate alternatives that can be done to be more gender equal on fisheries product processing.

Research site was in Blanakan village and respondents were women and men labours in the fishery processing units. Blanakan was chosen as one of the largest fish suplliers in Weest Java, so that the intensity of the women’s involvement is also high. The research approach was conducted using case studies and qualitative approach with a direct interview to the respondent. The population in this study were 137 people and taken as much 59 people by using Slovin’s formula. Data ere analyzed using quantitative and qualitative analysis. The results of quantitative analyzing using SPSS for Windows version 17.0, are: 1) on individual factors there is only one variable that has a significant relationship, namely the relationship between education and access to resources, 2) the manifestations of gender inequality factors, there are two variables that have a significant relationship, namely the relationship between stereotypes with access to resources and workload to access resources, 3) the factors relevant institutions at all there are no variables that have a significant relationship. Before being used for research, questionnaire was tested in Muara Angke with validity and reliability test.

(3)

RINGKASAN

LIDYA ELISABETH. Relasi Gender dalam Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap di Pesisir Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. (Di Bawah Bimbingan SITI AMANAH).

Isu gender di Indonesia menjadi topik yang sering dibicarakan akhir-akhir ini. Indonesia sebagai negara berkembang dapat dikatakan belum memiliki kesadaran gender yang tinggi seperti di negara maju. Hal ini dapat dilihat dari

Gender Development Index, Indonesia yang menempati posisi ke-96 dari 180 negara. Semakin masuk pada pedesaan-pedesaan di Indonesia yang terlihat adalah relasi gender yang semakin buruk, khususnya di lingkungan pesisir yang dalam pembagian kerjanya sangat tegas. Keterlibatan wanita-wanita ini lebih mendominasi pada usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.

Potensi perikanan tangkap di Blanakan sangat tinggi, hal ini menyebabkan Blanakan menjadi salah satu daerah pengolahan ikan terbesar. Pengolahan hasil perikanan tangkap di Blanakan mayoritas dilakukan oleh wanita dengan tujuan mencari nafkah tambahan untuk keluarganya. Meskipun peran wanita penting dalam pengolahan, yang terjadi adalah tetap tersubordinasinya wanita dalam usaha pengolahan perikanan. Pengembangan program pembangunan yang tidak bias gender sangat penting dalam wilayah ini. Bukan hanya karena secara kuantitatif jumlah wanita yang terlibat lebih banyak, tetapi karena peran wanita yang strategis dalam pengolahan ini. Apabila relasi gender dalam pengolahan dapat diperbaiki, kualitas hidup keluarga pesisir secara tidak langsung akan mengalami peningkatan.

(4)

Tempat penelitian di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Responden yang dipilih adalah buruh wanita dan pria yang terdapat pada usaha pengolahan hasil perikanan tangkap. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja oleh responden karena Blanakan merupakan salah satu pemasok ikan non-budidaya terbesar di Jawa Barat sehingga intensitas keterlibatan wanita dalam peengolahan juga tinggi. Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode studi kasus dan pendekatan kualitatif dengan wawancara secara langsung dengan responden. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 137 orang dan diambil sebanyak 59 orang dengan menggunakan rumus Slovin.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder serta berbentuk teks dan gambar. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Sebelum digunakan, kuesioner yang ada diuji dulu validitas dan reliabilitasnya pada masyarakat pengolah perikanan yang ada di Muara Angke, Penjaringan. Analisis statistik dilakukan dengan uji statistik chi square dan uji korelasi rank spearman yang diolah dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0. Hasil yang didapatkan dari analisis rank spearman adalah, 1) pada faktor individu hanya terdapat satu variabel yang memiliki hubungan signifikan, yaitu hubungan antara pendidikan dengan akses terhadap sumber daya, 2) pada faktor manifestasi ketidakadilan gender terdapat dua variabel yang memiliki hubungan signifikan, yaitu hubungan antara stereotipe dengan akses terhadap sumber daya serta beban kerja terhadap akses sumber daya, 3) pada faktor lembaga terkait sama sekali tidak terdapat variabel yang memiliki hubungan signifikan. Pada keadaan lapang yang terlihat, ternyata relasi gender dalam pengolahan perikanan tangkap dapat dikatakan belum setara. Hal ini dapat dilihat dari pembagian kerja dan upah yang tidak adil antara pekerja pria dan wanita. Ketidakadilan tersebut bukan disebabkan secara langsung oleh variabel-variabel yang ada, kemungkinan terdapat variabel lain yang lebih berpengaruh.

(5)

RELASI GENDER DALAM USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TANGKAP DI PESISIR DESA BLANAKAN, KECAMATAN BLANAKAN

KABUPATEN SUBANG, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh:

LIDYA ELISABETH ALVERIN I34053972

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “RELASI GENDER DALAM USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TANGKAP DI PESISIR BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, PROVINSI JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2011

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberikan hikmat dan kebijaksanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Relasi Gender dalam Usaha Pengolahan Hasil Perikanan

Tangkap di Pesisir Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat” ini

dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Isu gender merupakan isu yang sedang banyak dibahas belakangan ini.

Terbitnya Inpres No.9 tahun 2000 tentang PUG (Pengarusutamaan Gender) adalah

salah satu hal yang mendorong gender menjadi isu yang semakin penting untuk

dibicarakan. Jika membicarakan tentang gender, maka yang dibahas adalah relasi

yang terdapat antara pria dan wanita. Penelitian ini akan membahas relasi gender

yang terdapat dalam usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.

Melihat permasalahan gender dalam pembangunan, maka keadaan akan

semakin parah apabila dilihat pada lingkungan pesisir. Lingkungan pesisir

merupakan lingkungan pedesaan dengan usaha perikanan, dimana budaya

patriarki masih mengikat di dalamnya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini

adalah menganalisis relasi gender dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di

Desa Blanakan. Pengolahan hasil perikanan tangkap merupakan salah satu sumber

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Terdapat banyak pihak yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini, karena itu ucapan terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan, khususnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang telah sangat sabar dalam memberikan bimbingan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Kedua orang tua kandung penulis, Ayahanda Surya Darma dan Ibunda Junita Lolo, penulis mempersembahkan skripsi ini untuk beliau yang telah begitu sabar menghadapi penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan dukungan doa dan material sehingga penulis tidak mengalami kekurangan apapun, terutama untuk Ibunda yang selalu setia menemani penulis dari mulai survey lapang hingga pengumpulan data.

3. Bapak Dr. Ir. Djuara P Lubis selaku dosen pembimbing akademik sekaligus motivator yang selalu memberikan semangat kepada penulis pada saat-saat sulitnya.

4. Pengolah perikanan tangkap di Desa Blanakan beserta aparat desa yang telah bersedia meluangkan waktunya, sehingga penulis dapat memperoleh data guna menyelesaikan penelitiannya.

5. Dwito Indrawan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis serta bersedia menemani penulis dalam proses penyelesaian skripsi.

6. Evan Mendrofa yang telah banyak membantu penulis dalam mencari literatur serta berdiskusi dalam penulisan skripsi ini.

7. Gian Wilo Harlan selaku teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat kepada penulis beserta keluarga yang telah bersedia menerima kehadiran penulis di rumahnya.

(9)

9. Angga Tamimi dan Santi Oktavia yang telah banyak menemani penulis dalam mengumpulkan data ke Desa Blanakan.

10.Iqbal Suhaemi Gultom yang telah membantu penulis dalam mengolah data menggunakan SPSS serta banyak mengajarkan statistika dan juga memberikan dukungan semangat kepada penulis.

11.Teman-teman di Pondok Agathis (Bimbim, Toyib, Franco) yang selalu menjadi penghibur untuk penulis di saat jenuh.

12.Keluarga yang selalu mendukung penulis dalam perkataan dan doa, khususnya untuk Alexander Reynaldo dan Hanny Octavia atas semangat-semangatnya.

13.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak terkait, terutama dalam usaha pengolahan perikanan tangkap di Desa Blanakan.

Bogor, April 2011

Penulis

 

 

 

(10)

RIWAYAT HIDUP

Lidya Elisabeth Alverin lahir di Bandung, 28 Juni 1987 sebagai anak tertua dari dua bersaudara. Putri pasangan Ir. Surya Darma dan Junita Lolo ini menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Bekasi pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis juga diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor melalui SPMB. Tahun kedua di IPB akhirnya penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia, IPB sebagai jurusan mayor. Dalam rangka mengembangkan kompetensi yang dimiliki, maka penulis mengambil program SC (Supporting Course) dari Departemen Agribisnis.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir ... 6

2.2 Nelayan ... 7

2.2.1 Nilai Kerja Wanita Nelayan ... 8

2.2.2 Pembagian Kerja dalam Keluarga Nelayan ... 9

2.3 Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap... 10

2.3.1 Akses dan Kontrol Terhadap Sumber daya Perikanan Tangkap ... 11

2.3.2 Kendala Wanita Nelayan dalam Pengolahan Perikanan Tangkap ... 12

2.4 Teori Gender ... 14

2.4.1 Pendekatan Kajian Gender dalam Pembangunan ... 14

2.4.2 Analisis Gender ... 15

2.4.3 Bentuk-bentuk Manifestasi Ketidakadilan Gender ... 16

2.5 Kelembagaan Perikanan Tangkap ... 17

2.6 Kerangka Pemikiran ... 19

2.7 Hipotesis ... 20

2.8 Kerangka Operasional ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 26

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.4 Metode Pemilihan Responden ... 28

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 29

(12)

Halaman IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROFIL

PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TANGKAP

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 31

4.1.1 Kondisi Fisik Desa Blanakan ... 31

4.1.2 Keadaan Umum Penduduk Desa Blanakan ... 33

4.1.3 Kelembagaan ... 37

4.2 Profil Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 38

4.2.1 Potensi Hasil Perikanan Tangkap di Desa Blanakan ... 38

4.2.2 Informasi Umum (Keragaan Usaha) ... 38

V. PROFIL GENDER DALAM PENGOLAHAN DAN RUMAHTANGGA PENGOLAH HASIL PERIKANAN TANGKAP 5.1 Profil Gender dalam Kegiatan Pengolahan ... 41

5.1.1 Profil Gender dalam Kegiatan Pengolahan Pengasinan .... 41

5.1.2 Profil Gender dalam Kegiatan Pengolahan Fillet Ikan ... 43

5.1.3 Profil Gender dalam Kegiatan Pengolahan Nugget Ikan ... 45

5.1.4 Profil Gender dalam Kegiatan Pengolahan Tepung Ikan ... 46

5.2 Pembagian Kerja ... 47

5.3 Pola Pengambilan Keputusan ... 49

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RELASI GENDER DALAM PENGOLAHAN PERIKANAN TANGKAP 6.1 Faktor Individu ... 51

6.1.1 Usia ... 51

6.1.2 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 52

6.1.3 Pendidikan ... 53

6.1.4 Pengalaman Menjadi Pengolah ... 54

6.2 Manifestasi Ketidakadilan Gender ... 55

6.2.1 Stereotipe ... 56

6.2.2 Marjinalisasi ... 57

6.2.3 Beban Kerja ... 58

6.3 Faktor Lembaga Terkait ... 59

6.3.1 Penyuluh ... 59

(13)

VII. AKSES DAN KONTROL PENGOLAH DALAM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TANGKAP

Halaman 7.1 Faktor Individu dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol

Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 63 7.1.1 Hubungan Usia dengan Akses dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap ... 63 7.1.2 Hubungan Usia dengan Kontrol dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap ... 64 7.1.3 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Akses Dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 66 7.1.4 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Kontrol Dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 67 7.1.5 Hubungan Pendidikan dengan Akses Dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap ... 68 7.1.6 Hubungan Pendidikan dengan Kontrol Dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap ... 69 7.1.7 Hubungan Pengalaman Menjadi Pengolah dengan Akses

Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 70 7.1.8 Hubungan Pengalaman Menjadi Pengolah dengan Kontrol

Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 71

7.2 Manifestasi Ketidakadilan Gender dan Hubungannya dengan

Akses dan Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap 73 7.2.1 Hubungan Stereotipe dengan Akses dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap ... 74 7.2.2 Hubungan Stereotipe dengan Kontrol dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap ... 75 7.2.3 Hubungan Marjinalisasi dengan Akses Dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap ... 76 7.2.4 Hubungan Marjinalisasi dengan Kontrol Dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 77 7.2.5 Hubungan Beban Kerja dengan Akses Dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 78 7.2.6 Hubungan Beban Kerja dengan Kontrrol Dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 79

7.3 Lembaga Terkait dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol

Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 81 7.3.1 Hubungan Kegiatan Peyuluhan dengan Akses dalam

Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 82 7.3.2 Hubungan Kegiatan Penyuluhan dengan Kontrol

(14)

7.3.3 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku (Panen) dengan

Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 83 7.3.4 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku (Panen) dengan

Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 84 7.3.5 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku (Paceklik) dengan

Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 85 7.3.6 Hubungan Ketersediaan Bahan Baku (Paceklik) dengan

Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap ... 86

VIII. STRATEGI UNTUK RELASI GENDER LEBIH SETARA 8.1 Peningkatan Relasi Gender dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap ... 88 8.2 Peran Lembaga Terkait ... 89

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan ... 92 9.2 Saran ... 93

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Teknik Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data ... 27 2. Data Sektor Pengolahan Perikanan Tangkap dan Jumlah

Responden ... 28 3. Sebaran Penduduk Desa Blanakan Menurut Golongan Umur dan

Jenis Kelamin, 2009 ... 35 4. Sebaran Penduduk Desa Blanakan Menurut Tingkat Pendidikan

dan Jenis Kelamin, 2009 ... 36 5. Sebaran Penduduk Blanakan Menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis

Kelamin, 2009 ... 37 6. Profil Aktivitas Kegiatan Pengolahan di Sektor Pengasinan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43 7. Profil Aktivitas Kegiatan Pengolahan di Sektor Fillet Ikan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44 8. Profil Aktivitas Kegiatan Pengolahan di Sektor Nugget Ikan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45 9. Profil Aktivitas Kegiatan Pengolahan di Sektor Tepung Ikan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46 10. Pembagian Kerja pada 59 Rumahtangga Pengolah Perikanan

Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 48 11. Persentase Pola Pengambilan Keputusan pada 59 Rumahtangga

Pengolah Perikanan Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 50 12. Sebaran Responden Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin di

Desa Blanakan, 2010 ... 51 13. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga dan

Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 52 14. Sebaran Responden Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin di

Desa Blanakan ... 54 15. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Menjadi Pengolah dan

Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 55 16. Sebaran Responden Menurut Persepsi Terhadap Stereotipe dan

(16)

Nomor Halaman 17. Sebaran Responden Menurut Persepsi Terhadap Marjinalisasi dan

Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 57 18. Sebaran Responden Menurut Menurut Persepsi Terhadap Beban

Kerja dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 58 19. Sebaran Responden Menurut Keterlibatan dalam Penyuluhan dan

Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 59 20. Sebaran Responden Menurut Akses Bahan Baku pada

Musim Panen dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 61 21. Sebaran Responden Menurut Akses Bahan Baku pada

Musim Paceklik dan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 62 22. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia dan Jenis Kelamin

terhadap Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap di

Desa Blanakan, 2010 ... 64 23. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia dan Jenis Kelamin

terhadap Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap di

Desa Blanakan, 2010 ... 65 24. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan

dan Jenis Kelamin terhadap Akses dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 66 25. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan

dan Jenis Kelamin terhadap Kontrol dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 67 26. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pendidikan dan Jenis

Kelamin terhadap Akses dalam Pengolahan Hasil Perikanan

Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 68 27. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pendidikan dan Jenis

Kelamin terhadap Kontrol dalam Pengolahan Hasil Perikanan

Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 69 28. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Menjadi

Pengolah dan Jenis Kelamin terhadap Akses dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 71 29. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Menjadi

Pengolah dan Jenis Kelamin terhadap Kontrol dalam Pengolahan

Hasil Perikanan Tangkap di Desa Blanakan, 2010 ... 72 30. Nilai Korelasi Rank Spearman antara Faktor Individu dengan

(17)

Nomor Halaman 31. Jumlah dan Persentase Persepsi Stereotipe Responden terhadap

Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 74 32. Jumlah dan Persentase Persepsi Stereotipe Responden terhadap

Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan,

2010 ... 75 33. Jumlah dan Persentase Persepsi Marjinalisasi Responden terhadap

Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 76 34. Jumlah dan Persentase Persepsi Marjinalisasi Responden terhadap

Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan,

2010 ... 77 35. Jumlah dan Persentase Beban Kerja Responden terhadap Akses

Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 78 36. Jumlah dan Persentase Beban Kerja Responden terhadap Kontrol

Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 80 37. Nilai Korelasi Rank Spearman antara Manifestasi Ketidakadilan

Gender dengan Relasi Gender dalam Usaha, 2010 ... 81 38. Jumlah dan Persentase Kegiatan Penyuluhan terhadap Akses

Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 82 39. Jumlah dan Persentase Kegiatan Penyuluhan terhadap Kontrol

Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Blanakan, 2010 ... 83 40. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Panen

terhadap Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa

Blanakan, 2010 ... 84 41. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Panen

terhadap Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa

Blanakan, 2010 ... 85 42. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Paceklik

terhadap Akses Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa

Blanakan, 2010 ... 86 43. Jumlah dan Persentase Pengaksesan Bahan Baku Masa Paceklik

terhadap Kontrol Terpilah Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa

Blanakan, 2010 ... 86 44. Nilai Korelasi Rank Spearman antara Lembaga Terkait dengan

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Matriks Kerangka Pemikiran Analsis Gender dalam Pengolahan Hasil

Perikanan Tangkap ... 19 2. Hubungan antar Peubah Penelitian ... 21 3. Matriks Operasionalisasi Peubah ... 22 4. Peta Wilayah Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan,

Kabupaten Subang, Jawa Barat ... 32 5. Persentase Luas Wilayah Desa Blanakan Menurut Penggunaan

Lahan, 2010 ... 33 6. Persentase Jumlah Penduduk Desa Blanakan Menurut Jenis

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 99

2. Panduan Pertanyaan ... 105

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 108

4. Hasil Uji Relasi Rank Spearman dengan menggunakan SPSS ... 110

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia diciptakan berpasangan dengan derajat, harkat dan martabat yang setara. Proses kehidupan manusia seringkali menyebabkan banyak terjadinya perubahan peran dan status diantara keduanya. Membahas peran laki-laki dan perempuan, maka yang kemudian dibahas adalah relasi gender antara keduanya. Ketimpangan pada relasi gender lebih banyak ditemukan pada negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara-negara-negara-negara maju. Menurut Human Development Index 2009, Indonesia berada pada peringkat HDI ke-111 dari 180 negara di dunia; sedangkan untuk Gender Development Index menduduki peringkat ke-96 dengan index 0,408 dari 180 negara di dunia dengan indeks sebesar 0,691. Perbedaan angka HDI dan GDI ini merupakan indikasi adanya kesenjangan gender (http://www.menegpp.go.id diakses pada tanggal 15 April 2011).

Saat ini gender menjadi kajian yang sedang banyak dibahas di Indonesia. Isu gender semakin mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Inpres No. 9 tahun 2000 tentang PUG (Pengarusutamaan Gender) dan beragam perundang-undangan tentang perempuan dan anak (Hubeis, 2010). Meskipun isu gender telah banyak mendapat perhatian, kenyataannya kesetaraan relasi gender di Indonesia masih mengalami hambatan . Budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memposisikan perempuan sebagai subordinat dan melegimitasi dominansi laki-laki. Seperti yang dikemukakan oleh Kusnadi (2010) dalam tulisannya yang berjudul Kebudayaan Masyarakat Nelayan bahwa: bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya.

(21)

mengikat di dalam masyarakat pesisir. Pembagian kerja di wilayah ini masih sangat terpengaruh dengan jenis kelamin, yaitu laki-laki berperan dalam ranah produktif sedangkan perempuan dalam ranah reproduktif. Hal seperti ini disosialisasikan secara turun temurun dalam masyarakat, anak laki-laki mengikuti langkah ayah sedangkan anak perempuan mengikuti langkah ibu (Hubeis, 2010). Keterbatasan ekonomi pada masyarakat nelayan menyebabkan perempuan tidak hanya bekerja dalam sektor reproduksi tetapi mereka dituntut juga untuk bekerja dalam sektor produksi. Sebagai contoh perempuan di Segara Anakan, selain bertugas mengumpulkan ikan-ikan yang terdapat di sekitar pesisir untuk dikonsumsi pribadi, seringkali ikan-ikan tersebut mereka jual untuk menambah pendapatan (Wijaksana, 2002).

Keterlibatan perempuan pesisir dalam pencarian nafkah biasanya berkisar

dalam pengolahan hasil tangkapan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Kontribusi

perempuan dalam sektor perikanan terlihat sangat signifikan dalam proses

produksi, panen, serta pasca panen. Hasil produksi perikanan yang memiliki

sifat-sifat dasar produk pertanian meliputi: berat (bulky), mengambil banyak tempat

(voluminous), mudah rusak (perishable), dan musiman

(http://www.fauzicibodas.wordpress.com diakses pada tanggal 28 September

2010). Hal-hal tersebut menuntut dilakukannya pengolahan terhadap hasil

perikanan sekaligus menambah daya saing (value added). Perempuan nelayan

lebih banyak melakukan kegiatan di lingkungan pesisir sedangkan laki-laki di

laut lepas (Kusnadi dalam Zohra, 2008). Sekalipun perempuan memiliki peran

yang sangat penting dalam proses pengolahan hasil perikanan tangkap, namun

perempuan jarang sekali disinggung ketika membicarakan nelayan.

Kondisi sosial budaya yang masih berpijak pada ideologi gender seringkali

menciptakan keadaan yang melemahkan posisi perempuan di bawah laki-laki.

Dalam sebuah keluarga nelayan misalnya, seringkali dibatasi bahwa fungsi

perempuan nelayan lebih banyak ke dalam sedangkan laki-laki lebih banyak

menjalankan aktifitasnya di luar rumah. Hal ini menyebabkan laki-laki lebih

memiliki akses dalam mengikuti program-program yang diberikan oleh

pemerintah, sehingga pada akhirnya pengetahuan yang seharusnya diketahui oleh

(22)

masyarakat Banawa Selatan (Safitri dan Dewi, 2003), meskipun secara umum

telah terjadi perubahan pada beberapa aspek kehidupan masyarakat namun dalam

aspek gender tidak mengalami perubahan, yaitu masih dipertahankan status quo

dalam segregasi peran baik dalam aktifitas produksi maupun reproduksi. Hal-hal

seperti ini kemudian mempengaruhi perempuan pesisir dalam akses kontrol

sumber daya dan fasilitas.

Potensi sumber daya ikan laut hasil tangkapan (non-budidaya) di

Kabupaten Subang pada tahun 2007 mencapai 17.914,1 ton dengan produksi

terbesar terdapat di wilayah Blanakan (10.124,5 ton). Hal ini menyebabkan

Blanakan menjadi daerah pengolahan hasil perikanan tangkap terbesar.

Pengolahan hasil perikanan, seperti yang banyak terlihat di pesisir Blanakan,

mayoritas dilakukan oleh para perempuan. Pengolahan dilakukan dalam teknologi

yang sederhana dan bahkan terkadang sangat rendah dengan pengetahuan yang

minim.

Selain pengetahuan yang minim, kebanyakan perempuan nelayan memiliki

beban kerja ganda dalam kesehariannya. Pada pesisir Blanakan, seringkali terlihat

ibu-ibu yang membawa anak-anak balita mereka ke dalam lingkungan kerja

mereka sebagai buruh upahan ataupun tenaga pengolah hasil perikanan. Apabila

diperhatikan selain berperan dalam sektor reproduktif di rumah dan produktif di

tempat kerja mereka, perempuan-perempuan ini juga tetap menjalankan perannya

dalam sektor reproduktif ketika mereka melakukan kegiatan mencari nafkah.

Perempuan-perempuan pengolah ini seringkali tidak memiliki akses terhadap

fasilitas-fasilitas dan sumber daya yang ada sekalipun kontribusi waktu dan tenaga

mereka seringkali melebihi laki-laki.

Pengembangan program pembangunan yang tidak bias gender sangat

penting dilakukan dalam wilayah ini, salah satunya adalah dengan melibatkan

perempuan kepada penyuluhan-penyuluhan yang ada (Lumintang dan Nurmalia,

2006). Hal ini bukan hanya karena secara kuantitatif jumlah perempuan lebih

banyak daripada kaum laki-laki tetapi karena peran perempuan nelayan yang

berkontribusi sangat besar. Seperti yang terlihat pada pesisir Blanakan, apabila

program-program yang ada telah memiliki keadilan dan kesetaraan gender dengan

(23)

dan pemasaran akan lebih kuat. Bila aspek pasca panen, yaitu pengolahan,

menjadi lebih kuat karena pengetahuan perempuan tidak terbatas lagi, maka

kualitas hidup keluarga nelayan secara keseluruhan akan meningkat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1 Bagaimanakah relasi gender yang terdapat dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan?

2 Bagaimanakah faktor individu, manifestasi ketidakadilan gender, dan faktor lembaga terkait mempengaruhi peranan perempuan nelayan di dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di wilayah Desa Blanakan?

3 Alternatif apakah yang dapat dilakukan untuk menghasilkan relasi gender yang lebih setara dalam pengolahan hasil perikanan tangkap?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1 Menganalisis relasi gender yang terdapat dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan.

2 Mengetahui pengaruh faktor individu, manifestasi ketidakadilan gender, dan faktor lembaga terkait terhadap peranan perempuan nelayan di dalam pengolahan hasil perikanan tangkap di wilayah pesisir Blanakan.

3 Menghasilkan alternatif yang dapat dilakukan untuk menghasilkan relasi gender yang lebih setara dalam pengolahan hasil perikanan tangkap

1.4 Kegunaan Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah:

(24)

perempuan di Pesisir Desa Blanakan dan mengkaitkannya dengan teori-teori gender.

2 Kalangan akademisi, penelitian ini menjadi bahan literatur untuk kajian lebih lanjut dalam melihat relasi gender dalam usaha pengolahan hasil perikanan tangkap dan menemukan solusi agar tercipta usaha pengolahan hasil perikanan tangkap memiliki relasi gender yang baik.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesisir

Perairan pesisir adalah pertemuan antara wilayah daratan dan lautan. Arah darat meliputi bagian tanah , baik yang kering maupun yang terendam air laut dan masih dipengaruhi sifat-sifat fisik laut. Arah laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat. Ekosistem pesisir adalah suatu ekosistem yang dinamis dan memiliki kekayaan habitat yang beragam. Selain potensinya yang besar, ekosistem pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan langsung ataupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir (Dahuri et al. 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah pesisir pada setiap propinsinya, ini menyebabkan Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar.

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah wilayah transisi, yang menandai tempat perpindahan antara wilayah daratan dan laut atau sebaliknya (Dahuri et al. dalam Kusnadi, 2006). Di wilayah ini, sebagian besar masyarakatnya hidup dari mengelola sumber daya pesisir dan laut, baik secara langsung maupun tidak langsung (Kusnadi, 2006). Masyarakat pesisir pantai sebagian besar menggantungkan hidupnya pada hasil laut seperti batu kerang, batu timah, kerikil, pasir dan lain sebagainya (Nanlohy, 1986). Dengan demikian pekerjaan yang bisa dilakukan nelayan terbatas pada bentuk-bentuk pekerjaan yang menghasilkan pendapatan minim.

(26)

Kebudayaan masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh aspek-aspek yang khas berkaitan dengan kondisi geografis, ekologi, dan sumber daya, serta pekerjaan mereka sebagai nelayan. Interaksi atas faktor-faktor ini mendorong masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan untuk bekerja keras memperoleh hasil tangkapan di laut terbuka. Kegiatan penangkapan itu pun harus dilakukan secara kompetitif, terbuka, dan berdasarkan kemampuan pengetahuan kelautan yang memadai. Jika mereka tidak memiliki pengetahuan kelautan yang memadai nantinya akan terkalahkan oleh nelayan-nelayan yang lain. Sifat pekerjaan nelayan yang sangat penuh dengan tantangan terhadap kondisi alam menyebabkan solidaritas sosial di kalangan awak perahu sangat kuat. Mobilitas vertikal mereka dalam organisasi perahu sangat ditentukan oleh kecerdasannya dalam menaklukan laut sehingga memperoleh hasil tangkapan yang banyak (Kusnadi, 2006). Sifat pekerjaan nelayan yang waktunya habis untuk kegiatan melaut mengakibatkan sistem pembagian kerja secara seksual dalam masyarakat nelayan juga lebih jelas dan tegas. Kaum laki-laki akan menguasai ranah laut, sedangkan kaum perempuan akan menguasai ranah darat.

2.2 Nelayan

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan binatang atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual (Departemen Pertanian dalam Kalyanamedia, 2005). Nelayan adalah kelompok manusia yang hidupnya sangat bergantung langsung pada lingkungan laut, baik dengan melakukan penangkapan ataupun budidaya. Salah satu pengertian nelayan menurut UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (http://www.bpkp.go.id diakses pada 24 Agustus 2010). Nelayan seringkali diidentikkan dengan para laki-laki yang menghadapi gelombang besar dan angin yang kencang untuk menangkap ikan dan sangat mengutamakan kekuatan fisik (http://www.geocities.ws diakses pada 1 Oktober 2010). Definisi-definisi nelayan di Indonesia lebih banyak mengacu pada laki-laki (Kalyanamitra, 2005).

(27)

juragan merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengupah para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan pekerja adalah nelayan yang tidak mempunyai alat produksi, tetapi hanya memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan pemiliki adalah nelayan yang memiliki perahu kecil untuk dirinya sendiri dan alat penangkap ikan yang sederhana.

2.2.1 Nilai Kerja Perempuan Nelayan

Bukan hanya para laki-laki yang pergi menangkap ikan yang dapat dikategorikan nelayan, perempuan yang kebanyakan para istri dapat dikategorikan sebagai nelayan juga. Para perempuan-perempuan nelayan ini terlibat dalam sektor pasca panen dan bukan merupakan peran yang dapat diabaikan begitu saja, karena keterlibatan perempuan-perempuan ini sangat penting dalam sektor perikanan tangkap. Keterbatasan ekonomi adalah salah satu faktor yang sangat berperan dalam menuntut perempuan nelayan untuk bekerja di daerah pesisir (Rahajoe et al. 1997).

Nilai kerja yang dilakukan perempuan dan laki-laki tidak terlepas dari peran gender yang berlaku sesuai dengan tradisi dan kebudayaan di tempat mereka tinggal. Laki-laki dianggap layak sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab menafkahi keluarganya, sedangkan perempuan tidak perlu bekerja karena tempatnya di dalam rumah dan mengurus anak-anaknya. Dilihat dari situasi seperti ini, maka kerja perempuan seringkali dipahami sebagai sesuatu yang invisible. Aktifitas-aktifitas perempuan secara umum dapat dikategorikan sebagi aktifitas domestik (Jume’edi 2005).

(28)

tidak dihargai (SEAFISH, 2008). Ukuran termudah untuk menilai secara mendasar tingkat kekurangsejahteraan dari kelompok perempuan dan anak-anak yaitu dengan melihat besarnya tingkat kematian kelompok tersebut.

Aktifitas domestik termasuk dalam peranan produktif meskipun tidak langsung menghasilkan pendapatan, karena memungkinkan anggota lain untuk mencari nafkah. Berdasarkan pemikiran Sajogyo et al. (1983), mengungkapkan pokok-pokok dari perumusan bekerja yang meliputi lima hal, yaitu para pelaku yang mempunyai peranan mengeluarkan energi, para pelaku memberikan sumbangan dalam produksi barang atau jasa, para pelaku menjalin suatu pola interaksi sosial dengan lingkungannya dan memperoleh status, para pelaku mendapatkan hasil berupa “cash” atau berbentuk “natura”, dan para pelaku mendapatkan hasil dan memiliki nilai waktu. Pada dasarnya, perempuan di pedesaan maupun perkotaan memiliki dua peranan, yaitu: pada posisi sebagai istri atau ibu dan pada posisi sebagai pencari nafkah tambahan atau pokok (Kalyanamedia, 2005).

2.2.2 Pembagian Peran dalam Keluarga Nelayan

Pembangunan sosial dan ekonomi dalam masyarakat menimbulkan gejala disintegrasi dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti bahwa timbul suatu pola pembagian kerja baru berdasarkan jenis kelamin yang menggambarkan adanya perubahan dalam sistem norma dan tata kelakuan serta pola hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, rumah tangga, dan masyarakat yang akhirnya akan menghilangkan fungsi produktif perempuan. Perubahan pola kerja perempuan menurut Gunawan (1992) dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: pertumbuhan penduduk usia kerja, kecepatan pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan ekonomi.

(29)

sikap berbeda terhadap kegiatan ekonomi dan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan, yang mengutamakan kekuatan fisik dilakukan oleh laki-laki dan yang bersifat ringan didominasi perempuan (Andayani, 2006).

2.3 Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Ikan juga merupakan salah satu komoditi ekspor yang sangat potensial di Indonesia (Satria,2009). Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati adalah penyebab pembusukan tersebut. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui oleh semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.

Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.

(30)

pengetahuan perempuan dalam mengelola lingkungan masih rendah (Safitri dan Dewi, 2003).

Beberapa usaha produktif yang dilakukan oleh perempuan nelayan dalam perikanan tangkap adalah: tepung ikan, pemindangan ikan, pengasinan ikan, pengeringan ikan, kerupuk, terasi, pengasapan ikan, fillet ikan, dan nugget ikan.

2.3.1 Akses dan Kontrol terhadap Sumber Daya Perikanan Tangkap

Akses adalah peluang yang dapat diperoleh perempuan dan laki-laki untuk melakukan sesuatu, memiliki sesuatu, menikmati sesuatu (Handayani dan Sugiarti, 2001). Sementara kontrol menyangkut sejauh apa perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam suatu hal. Akses ke berbagai sumber daya ditentukan oleh perbedaan gender dalam pengetahuan tentang sumber daya dan bagaimana menggunakannya. Perbedaan tersebut bergantung pada tradisi dan lingkungan sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

(31)

Belum ada literatur yang secara pasti menyebutkan jenis sumber daya yang dapat diakses dan dikontrol dalam pengolahan hasil perikanan tangkap. Peneliti membagi sumber daya tersebut berdasarkan tiga tahapan pengolahan, yaitu: input, proses, dan hasil. Sumber daya yang dimaksudkan adalah bahan baku, fasilitas yang disediakan untuk pengolah, dan upah untuk pengolah. Indonesia telah meratifikasi CEDAW yang dituangkan dalam UU nomor 7 tahun 1984 (Kalyanamedia, 2005), oleh karena itu Indonesia mempunyai kewajiban secara politis untuk mengimplementasi pasal-pasal yang terdapat di dalamnya. Termasuk keadilan dan kesetaraan yang seharusnya terjadi antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat nelayan.

2.3.2 Kendala Perempuan Nelayan dalam Pengolahan Perikanan Tangkap Perempuan nelayan dalam tugasnya mengelola hasil perikanan tangkap, seringkali dihadapi oleh kesulitan dalam memproduksi dengan mutu tinggi. Perolehan mutu yang tinggi sangat berkaitan dengan mutu bahan baku yang dipakai dalam produksi. Pengelolaan hasil perikanan tangkap yang dilakukan oleh perempuan pesisir sebenarnya menaikkan nilai ekonomis ikan-ikan yang bernilai jual rendah. Dengan demikian, sudah seharusnya seluruh pihak memperhatikan apa saja yang menjadi kendala para perempuan pesisir dalam pengolahan perikanan tangkap yang bermutu.

Berikut adalah beberapa kendala yang dihadapi oleh para perempuan nelayan dalam mengolah hasil perikanan tangkap :

a. Ketersediaan bahan baku

(32)

Kurangnya bahan baku untuk diolah yang dialami oleh perempuan pesisir sebetulnya disebabkan oleh kelestarian lingkungan pesisir yang tidak dapat mereka jaga. Sebagai contoh adalah pembuatan tambak-tambak yang dilakukan pada lingkungan pesisir. Pembuatan tambak tersebut secara langsung menghilangkan hutan mangrove yang seharusnya berfungsi dalam produktivitas perikanan. Hasil penelitian Martosubroto dan Naamin (1979) dalam Dit. Bina Pesisir 2004 (http://www.dephut.go.id diakses pada tanggal pada tanggal 19 Maret 2011), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara luasan kawasan mangrove dengan produksi perikanan. Semakin meningkatnya luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan pun turut meningkat karena hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya. Limbah dan sampah masyarakat sendiri juga yang menyebabkan penurunan produktivitas hasil tangkapan, karena limbah dan sampah yang mencemari aliran air di wilayah pesisir berdampak pada eksistensi hutan mangrove yang ada.

Pada kecamatan Blanakan terlihat bahwa warna air berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa wilayah aliran air di pesisir Blanakan telah tercemar dan pencemaran tersebut berdampak pada berkurangnya produktivitas hasil perikanan tangkap.

b. Keterbatasan pengetahuan

Perempuan di dalam masyarakat Indonesia masih dianggap kaum subordinat apabila dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut mengakibatkan minimnya pengetahuan dan pendidikan perempuan di lingkungan pesisir. Selama ini segala informasi tentang lingkungan dan pengelolaan sumber daya pesisir yang seharusnya dimiliki oleh perempuan lebih banyak diberikan pada laki-laki, salah satu yang menimbulkan hal tersebut adalah masih melekatnya budaya patriarki dalam kehidupan keluarga masyarakat pesisir (Harahap dan Abidin, 2003).

(33)

laut tanpa penyaringan terlebih dahulu. Padahal wilayah pesisir yang tercemar mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan yang akan berdampak pada pengolahan hasil perikanan perempuan-perempuan nelayan Blanakan, yang secara langsung mengakibatkan turunnya tingkat ekonomi nelayan.

c. Perhatian pihak-pihak terkait

Alternatif pemberdayaan dan campurtangan pihak-pihak terkait seringkali tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat nelayan pada umumnya dan perempuan nelayan khususnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyono et al. (2001) terhadap nelayan yang terdapat di Cirebon, maka seharusnya alternatif pemberdayaan nelayan adalah, sebagai berikut:

1) Adanya keberadaan lembaga yang menggantikan tengkulak, dengan didirikannya bank rakyat yang dapat memberikan kredit sesuai dengan kemampuan nelayan yang memiliki siklus pendapatan yang tidak pasti.

2) Mengembangkan kepemilikan alat tangkap secara kolektif. 3) Meningkatkan peran KUD dan TPI.

4) Adanya aturan tertulis tentang bagi hasil dan pengupahan nelayan maupun pengolah.

5) Meningkatkan pengolahan pasca panen dan diversifikasi usaha perikanan.

2.4 Teori Gender

Teori gender adalah teori-teori yang dipakai dalam menganalisis kajian-kajian gender yang ada. Terdapat tiga jenis teori gender yang dipakai sebagai alat analisa dalam penelitian ini, yaitu:pendekatan kajian gender GAD, analisis gender, dan bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender.

2.4.1 Pendekatan Kajian Gender And Development (GAD) dalam Pembangunan

(34)

produksi dan reproduksi merupakan penyebab penindasan terhadap kaum perempuan. Pandangan bahwa perempuan cenderung diartikan pada peran domestik, bukan pada sektor publik mengakibatkan ditempatkannya perempuan pada posisi yang termarjinalkan. Agar mengetahui posisi perempuan dalam masyarakat maka perlu ditinjau kondisi sosial ekonomi, politik, dan budaya. Pendekatan holistik dipakai untuk memahami posisi perempuan dalam suatu masyarakat termasuk di dalamnya dalam proses pembangunan.

Pada pendekatan GAD perempuan berada dalam posisi “agent of change”

atau berperan aktif sebagai agen perubahan. Tidak sekedar hanya sebagai objek pembangunan atau penerima program secara pasif. Program pembangunan ini memfokuskan pada relasi gender, ketimbang memfokuskan pada kaum perempuan saja. Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. Oleh sebab itulah pelaksanaan GAD memerlukan dukungan sosio-budaya masyarakat dalam politik nasional yang menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki. Penekanan strategis diperluas untuk mencakup hak-hak perempuan, peranan perempuan sebagai peserta aktif dan pelaku dalam pembangunan. GAD mengakui bahwa peningkatan status perempuan memerlukan analisis mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan, maupun menyamakan pendapat dan kerjasama laki-laki (Moser, 1993).

2.4.2 Analisis Gender

(35)

perempuan dan laki-laki. Selain itu, analisis gender harus menjadi komponen penting dari sejak awal hingga akhir suatu program. Adapun tujuan dari analisis gender adalah mencapai keadilan, bukan kesetaraan. Keadilan gender adalah mempertimbangkan perbedaan kehidupan perempuan dan laki-laki serta mengakui perlunya perbedaan pendekatan untuk menghasilkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Sedangkan, kesetaraan adalah anggapan bahwa laki-laki dan perempuan harus mendapat perlakuan sama. Anggapan ini telah gagal mengenali bahwa perlakuan sama tidak menghasilkan keadilan, karena perempuan dan laki-laki berbeda pengalaman hidupnya. Terdapat beragam kerangka kerja analisis gender, diantaranya kerangka kerja analisis Harvard, Moser, Longwe, dan Naila Kabeer.

Kerangka kerja analisis Harvard merupakan salah satu kerangka analisis dan perencanaan gender yang pertama. Ini dirancang untuk memetakan perbedaan akses dan kontrol antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya dalam satu program pembangunan. Matriks pengumpulan data dengan menggunakan analisis Harvard di tingkat mikro (masyarakat dan rumah tangga) memiliki tiga komponen pokok yaitu: profil aktifitas, profil akses dan kontrol, analisis faktor pengaruh (Musridin et al. 2008). Kerangka analisis Harvard lebih cocok untuk perencanaan proyek daripada perencanaan program dan dapat digunakan sebagai pengumpulan data dasar. Sifatnya praktis dan mudah diadaptasi sesuai dengan situasi sehingga dapat digunakan sebagai pintu masuk netral saat mengangkat isu pada kelompok resistan. Informasi yang dipaparkan pada kerangka Harvard semuanya berdasar fakta dan tidak mengancam.

2.4.3 Bentuk-bentuk Manifestasi Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan gender adalah berbagai tindak ketidakadilan yang bersumber pada keyakinan gender. Terdapat beberapa bentuk manifestasi ketidakadilan gender, antara lain:

Gender dan stereotipe

(36)

Gender dan marjinalisasi perempuan

Marjinalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu (perempuan) disebabkan oleh perbedaan gender.

Gender dan subordinasi perempuan

Adanya anggapan masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irrasional, dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin, akibatnya menyebabkan perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis (second person).

Gender dan kekerasan

Disebut juga dengan gender-related violence, misalnya: perkosaan, penyiksaan organ kelamin, prostitusi, kekerasan dalam bentuk pornografi, dan sebagainya.

Gender dan beban kerja

Anggapan bahwa kaum perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua pekerjaan domestic menjadi tanggung jawab perempuan. Pada keluaga miskin beban kerja menjadi ganda karena harus ikut mencari nafkah. Akibatnya kerja perempuan menjadi lebih banyak dengan alokasi waktu lebih lama. Moser (1999) beban bertambah menjadi triple role (triple burden), meliputi peran reproduksi, peran produktif, serta peran sosial.

2.5 Kelembagaan Perikanan Tangkap Penyuluh

(37)

memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri yang pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri (Soeharto, 2005). Penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non-formal di bidang pertanian, agar mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.

Koperasi Mina Fajar Sidik

Koperasi perikanan sebenarnya sudah sejak masa sebelum kemerdekaan berdiri di Indonesia. Perkumpulan nelayan yang bekerja dalam bentuk koperasi diawali pada tahun 1912 di Tegal. Sekarang ini usaha budidaya ikan, penangkapan ikan di perairan umum, bersama usaha penangkapan ikan di laut dimasukkan ke dalam KUD Mina. Hal ini terlihat dari fungsi KUD Mina yang meliputi: bimbingan dan penyuluhan, peningkatan jumlah anggota, serta pemupukan swadaya anggota nelayan dan petani ikan.

Koperasi yang terdapat di dalam Desa Blanakan adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Fajar Sidik. Koperasi ini didirikan pada tahun 1958 dan mendapatkan predikat KUD Mandiri Inti berdasarkan Kakanwil Depkop dan PPK Propinsi Jawa Barat pada tanggal 24 Desember 1994. Koperasi ini memiliki karyawan berjumlah 50 orang dengan keanggotaan penuh (535 orang), calon anggota (155 orang), dan anggota yang dilayani (3.804 orang) dengan uang yang beredar dari hasil transaksi lelang yang terjadi di TPI setiap harinya sebesar seratus lima puluh juta rupiah.

Tujuan KUD ini adalah mengelola sinergisitas anggotanya, yang terdiri dari nelayan dan pembakul, dengan baik dalam sistem perekonomian berasakan kekeluargaan. Terdapat tujuh unit usaha dalam KUD Mina Fajar Sidik (Muflikhati dan Fatchiya, 2006), yaitu:

• Unit usaha simpan pinjam

• Unit usaha SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan) • Unit usaha pabrik es

(38)

• Unit binaan KPR-Bukopin • Unit pertokoan dan pujasera • Unit TPI

Unit TPI merupakan unit usaha utama yang menjadi ciri khas KUD Mina Fajar Sidik.

2.6 Kerangka Pemikiran

• Persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender

• Faktor individu • Lembaga terkait

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Gender dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap

Usaha pengolahan hasil perikanan tangkap melibatkan relasi antara pekerja perempuan dan laki-laki. Hasil perikanan tangkap yang berlimpah di Desa Blanakan menyebabkan tidak semua ikan dapat dijual segar, terutama ikan-ikan yang bernilai jual rendah. Hal ini yang kemudian mendorong terbentuknya pengolahan hasil perikanan tangkap. Pengolahan ini adalah lapangan pekerjaan yang paling banyak melibatkan tenaga kerja perempuan di dalamnya. Diduga terdapat indikasi kesenjangan gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan. Kesenjangan gender tersebut dalam hal: manifestasi ketidakadilan gender, faktor individu, dan lembaga yang terkait di dalamnya. Persepsi adanya

Relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap

(39)

manifestasi ketidakadilan gender yang diduga terdapat di dalam pengolahan adalah stereotipe, marjinalisasi, dan beban kerja. Peneliti hanya memilih tiga faktor ini karena ketiga ini dianggap lebih penting dan mampu dilihat dengan kondisi waktu penelitian yang terbatas. Subordinat tidak dipilih karena peneliti beranggapan kedua hal tersebut dapat dilihat dengan meneliti stereotipe dan marjinalisasi. Sedangkan kekerasan tidak dipilih, karena untuk melihat kekerasan yang terjadi dibutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk mengetahuinya. Faktor individu yang diduga mempengaruhi relasi adalah usia, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, pengalaman menjadi pengolah, dan jenis usaha. Faktor lembaga pendukung usaha yang diduga mempengaruhi dalam pengolahan adalah frekuensi mengikuti kegiatan penyuluhan dan keterseediaan bahan baku. Relasi gender ini akan dianalisis berdasarkan akses dan kontrol sumber daya menurut Kerangka Harvard. Alasan hanya dipilih pada tiga aspek Analisis Harvard (akses dan kontrol) dikarenakan untuk melihat partisipasi dibutuhkan penelitian lebih lanjut lagi. Sumber daya yang dimaksud padapenelitian ini adalah bahan baku, fasilitas pengolahan, dan upah, yang masing-masing akan dilihat pada tiga aspek pengolahan. Aspek-aspek tersebut adalah praproduksi, proses dan penanganan hasil perikanan tangkap.

2.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap.

2. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara faktor individu dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap.

(40)

2.8 Kerangka Operasional

Faktor individu (X2) : X2.1 Usia

X2.2 Jumlah tanggungan keluarga

X2.3 Pendidikan

X2.4 Pengalaman menjadi pengolah

X2.5 Jenis usaha

Faktor lembaga pendukung usaha (X3) :

X3.1 Frekuensi mengikuti kegiatan penyuluhan X3.2 Ketersediaan bahan

baku

Relasi gender dalam usaha (Y) :

Y1 Akses Y2 Kontrol Persepsi adanya

manifestasi ketidakadilan gender (X1) :

X1.1 Stereotipe X1.2 Marjinalisasi X1.3 Beban kerja

(41)

Gambar 3. Matriks Operasionalisasi Peubah Kode

Peubah

Nama dan Definisi Peubah

Sub Peubah dan Operasionalisasi

X1 adalah faktor yang diduga secara normatif berasal dari luar individu (lingkungan sekitar) yang

mempengaruhi peran laki-laki dan perempuan dalam X1.3 Beban kerja

X1.1 adalah persepsi adanya sikap individu yang melakukan kepada laki-laki dan perempuan dalam bidang pengolahan. Diukur

menggunakan skala ordinal.

Sangat tidak setuju 4 Tidak setuju 3

Setuju 2

Sangat setuju 1

X1.2 adalah adanya persepsi individu

Sangat tidak setuju 4 Tidak setuju 3

Setuju 2

Sangat setuju 1

X1.3 adalah jumlah alokasi waktu dan tenaga yang

Sangat tidak setuju 4 Tidak setuju 3

(42)

dicurahkan waktu dan tenaga yang diberikan laki-laki dan perempuan. Pengukuran

menggunakan skala ordinal.

Sangat setuju 1

X2 Faktor individu. X2 adalah faktor yang berasal dari dalam diri nelayan yang

mempengaruhi peran laki-laki dan perempuan dalam

X2.1 adalah jumlah tahun yang dilalui oleh seseorang dari sejak lahir sampai penelitian

dilakukan. Untuk keperluan analisis deskriptif, data usia akan

dikelompokkan menjadi tiga kelas berdasarkan pengkategorian umur dewasa menurut

Havighurst. Data ini diukur dengan di dalam keluarga responden. Pengukuran

menggunakan skala rasio

Untuk kategorisasi dibagi menjadi:

>4 orang 3

3-4 orang 2

(43)

X2.3 adalah jumlah tahun tempuh yang dilalui oleh menjadi tiga kelas dan diukur dengan menggunakan skala rasio.

Untuk kategorisasi dibagi menjadi: yang telah dilalui oleh responden menjadi pengolah hasil perikanan sampai dengan penelitian

dilakukan. Data ini akan diukur dengan menggunakan skala rasio.

Untuk kategorisasi dibagi menjadi:

>16 tahun 3 11-16 tahun 2 <11 tahun 1

X3 Faktor lembaga pendukung usaha. X3 adalah faktor yang berasal dari pihak terkait yang mempengaruhi peran laki-laki dan perempuan dalam pernah diikuti oleh responden dalam tiga tahun terakhir. Pengukuran data ini menggunakan skala rasio.

Untuk kategorisasi dibagi menjadi: baku yang dapat disediakan oleh

Saat Panen

Tinggi 4

(44)

bahan baku lembaga terkait (koperasi) untuk menunjang kegiatan usaha. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

Sangat rendah 1 Saat paceklik

Tinggi 4

Sedang 3 Rendah 2 Sangat rendah 1

Y Relasi gender dalam usaha. Y adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan usaha hasil perikanan tangkap

Y1 adalah peluang yang dimiliki baik oleh laki-laki sumber daya (upah, peralatan, kredit,

Sangat setuju 4 Setuju 3 Tidak Setuju 2 Sangat tidak setuju 1

Y2 adalah sejauh mana kemampuan yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam pengambilan sumber daya ((upah, peralatan, kredit, dan jaminan kesehatan). Diukur dengan skala ordinal.

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei dengan mengambil kasus usaha pengolahan hasil perikanan tangkap. Kasus yang diteliti adalah relasi gender di dalam usaha tersebut. Penelitian survei menurut Singarimbun dan Effendi (1986) adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali informasi tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survei dan bersifat lebih mendalam.

Subyek penelitian ini adalah pekerja laki-laki dan perempuan pengolah hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran rinci dari relasi gender tersebut, maka survei juga dilakukan terhadap rumah tangga responden.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data teks dan image.

Data teks adalah data yang berbentuk alfabet maupun angka numerik. Data image

adalah data yang memberikan informasi secara spesifik mengenai data yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu melalui foto, diagram, tabel, dan sebagainya (Fauzi dalam Jasila, 2009).

(46)

Tabel 1. Teknik Pengumpulan, Jenis, dan Sumber Data

No Tenik pengumpulan

data

Sumber Data

Responden Tujuan

1 Wawancara terstruktur Primer Pengolah

(59 orang)

Untuk mengetahui manifestasi ketidakadilan gender, faktor individu, dan faktor lembaga pendukung usaha dalam kaitannya dengan relasi gender dalam usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.

2 Wawancara tidak

terstruktur Mina Fajar Sidik (2 orang)

gambaran rinci relasi gender dalam pengolahan perikanan tangkap.

Untuk mengetahui sumber daya dan potensi perikanan di Kabupaten Subang.

Untuk mengetahui program-program yang dilakukan oleh KUD dalam

hubungannya dengan usaha pengolahan perikanan tangkap.

Untuk mengetahui kondisi demografis Desa Blanakan dan program-program yang dilakukan pemerintah dalam hubungannya dengan usaha perikanan tangkap.

Untuk mengetahui relasi gender dalam usaha pengolahan hasil perikanan tangkap.

3 Pengumpulan data

sekunder

Sekunder Pemerintahan desa

KUD

Untuk mengetahui data geografis dan demografis Desa Blanakan.

(47)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan, yang pertama, berdasarkan intensitas keterlibatan perempuan dalam pengolahan hasil perikanan tangkap yang tinggi terlihat pada daerah ini. Adapun yang menjadi pertimbangan kedua, yaitu kemudahan akses penelitian, keterbatasan biaya, tenaga, serta waktu dari peneliti. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang dilakukan pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011.

3.4 Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja, dengan pengambilan sampel berdasarkan tujuan. Responden yang diambil merupakan buruh yang terdapat dalam usaha pengolahan perikanan. Pada cara ini, responden yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan peneliti, sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pengambilan responden menggunakan rumus Slovin,

n = N

n.d²+1 dimana, n= ukuran sampel

N= ukuran populasi d= galat pendugaan

sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Data Sektor Pengolahan Perikanan Tangkap dan Jumlah Responden No Sektor

Laki-laki Perempu an

(48)

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur atau instrumen dalam penelitian dapat mengukur apa yang akan diukur (Singarimbun dan Effendi dalam Jasila, 2009). Instrumen dan alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dengan teknik validitas konstruk atau validitas kerangka dari suatu konsep. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. mencari definisi-definisi konsep atau batasan operasional melalui literatur, b. menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada orang-orang yang

memiliki karakteristik yang sama dengan responden,

c. menyusun kerangka konsep yang diwujudkan ke dalam pertanyaan (kuesioner) menyangkut variabel-variabel yang akan diteliti,

d. melakukan konsultasi dengan pembimbing atau pihak lain yang dianggap kompeten dalam penyusunan materi kuesioner, dan

e. menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment.

Pengujian validitas dilakukan dengan uji validitas korelasi Product Moment Pearson dengan program SPSS for Windows Version 17,0. Pengujian dilakukan kepada sepuluh orang responden pengolah hasil perikanan tangkap yang terdapat di Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, untuk mengetahui ketepatan dan kelayakan kuisioner sebagai alat ukur penelitian. Dari 26 pertanyaan yang diajukan mengenai “Relasi Gender dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap”, terdapat 22 pertanyaan yang dinyatakan valid karena nilai probabilitas korelasinya lebih kecil dari 0,05. Seluruh pertanyaan valid pada bagian stereotipe, marjinalisasi, dan beban kerja. Sedangkan pada pernyataan mengenai lembaga terkait, terdapat satu pernyataan yang tidak valid (item nomor 1). Pada bagian relasi gender dalam usaha terdapat tujuh pertanyaan yang valid (item nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10) dan terdapat dua pertanyaan yang tidak valid (item nomor 4 dan 7).

(49)

menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Djamaludin Ancok diacu dalam Singarimbun pada Jasila, 2009).

Adapun dari hasil uji reliabilitas yang dilakukan pada bagian stereotipe, marjinalisasi, beban kerja, dan relasi gender memiliki reliabilitas yang bagus karena memiliki nilai koefisien reliabilitas (Cronbach’s alpha) lebih dari 0,06. Sedangkan untuk bagian faktor lembaga terkait memiliki reliabilitas yang tidak bagus. Pernyataan dan pertanyaan yang tidak reliabel selanjutnya akan diganti dengan pertanyaan serta pernyataan yang lebih dapat dipercaya.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang dikumpulkan ditabulasi kemudian dilakukan analisis secara statistik. Kerangka Harvard digunakan untuk menganalisis profil gender dari sisi akses dan kontrol. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan uji statistik

Rank Spearman yang terdapat dalam SPSS for windows 15.0 version. Untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel dengan data berbentuk nominal. Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini, yaitu: Terdapat hubungan nyata antara manifestasi ketidakadilan gender dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap. Terdapat hubungan yang nyata antara faktor individu dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap. Terdapat hubungan nyata antara lembaga pendukung usaha dengan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap.

(50)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROFIL PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TANGKAP

Bab ini mendeskripsikan keadaan umum lokasi penelitian dan profil usaha pengolahan hasil perikanan tangkap. Keadaan umum lokasi penelitian mencakup kondisi fisik Desa Blanakan, gambaran umum bidang perikanan Desa Blanakan, keadaan umum penduduk Desa Blanakan serta kelembagaannya. Profil usaha pengolahan perikanan tangkapterdiri atas: potensi pengolahan perikanan tangkap, informasi umum, informasi teknis, serta informasi pendukungnya.

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Keadaan umum lokasi dijelaskan melalui beberapa aspek, yakni kondisi fisik Desa Blanakan, keadaan umum penduduk desa, serta kelembagaan yang terdapat di dalam desa.

4.1.1 Kondisi Fisik Desa Blanakan

(51)

: Daerah Penelitian

Gambar 4. Peta Wilayah Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat

(52)

Gambar 5. Persentase Luas Wilayah Desa Blanakan Menurut Penggunaan Lahan, 2010

Apabila dilihat dari letaknya, Desa Blanakan terletak 500 m dari ibukota kecamatan, 50 km dari ibukota kabupaten, dan 80 km dari ibukota provinsi. Dibutuhkan waktu sekitar 10 menit dari Desa Blanakan ke ibukota kecamatan dan selama 2 jam ke ibukota kabupaten apabila menggunakan kendaraan bermotor. Desa Blanakan dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Kendaraan umum yang digunakan adalah ojeg dan angkutan yang berbentuk mobil bak terbuka. Kondisi jalan dari Jalur Pantura menuju Desa Blanakan masih terbilang kurang memadai, meskipun sudah diaspal tetapi jalan sempit dan masih banyak yang rusak. Bidang pendidikan di Desa Blanakan sudah cukup memadai, terlihat dari lembaga pendidikan yang terletak di dalam desa tersebut. Terdapat 1 buah gedung TK, 6 buah gedung SD, 1 buah gedung SMP, dan 1 buah gedung SMA. Pada Desa Blanakan juga terdapat 3 buah perpustakaan.

4.1.2 Keadaan Umum Penduduk Desa Blanakan

(53)

penduduk Desa Blanakan menurut jenis kelamin tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 5.

51%

49% laki‐laki

perempuan

Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Blanakan tahun 2010

Gambar 6. Persentase Jumlah Penduduk Desa Blanakan Menurut Jenis Kelamin, 2010

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Blanakan terbanyak pada kelompok umur produktif (15-64 tahun), yaitu sebanyak 7224 jiwa (63,37%) dari total penduduk yang terdapat pada Desa Blanakan. Kelompok umur terbesar kedua adalah kelompok umur non-produktif muda (0-14 tahun), yaitu sebanyak 2.625 jiwa (23,03%) dan yang ketiga adalah kelompok usia non-produktif tua sebanyak 1550 jiwa (13,60%). Kelompok umur yang memiliki populasi paling banyak adalah kelompok remaja.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Gender dalam Pengolahan Hasil
Gambar 2. Hubungan antar Peubah Penelitian
Gambar  3. Matriks Operasionalisasi Peubah
Tabel 1. Teknik Pengumpulan, Jenis, dan Sumber Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pedagang Minang Perantauan adalah para pedagang yang merupakan berasal. dari etnis Minang yang melakukan aktivitas usaha dagangnya

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan akan melaksanakan kegiatan tersebut dengan sungguh-sungguh, dan apabila saya tidak menyelesaikan

Amarullah Akbar et al,2008.

Mengingat keterkatitan yang erat antara parameter benahan dengan simetri sistem, maka dapat dikatakan bahwa fase simetri yang tinggi berarti sistem berada fase takberaturan dan fase

* Isilah dengan tanda () pada kolom jawaban “Baik” Atau “Rusak” sesuai kondisi jenis sarana dalam ruang organisasi

Penyusunan dokumen KTSP ini dilakukan dengan merujuk pada Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi, Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Melalui uraian di atas dapat diamati beberapa hal; (a) anggota rumahtangga perempuan lebih banyak yang tidak mengenyam pendidikkan formal jika dibandingkan dengan anggota

Bilangan n (n = 1, 2, 3, ...) adalah nomor urut atau indeks yang menunjukkan letak bilangan tersebut dalam barisan.. Jika barisan konvergen maka limitnya